Oleh:
ARYA FAUZIA AL FARIDZI
10090318340
Permasalahan yang terjadi dalam lingkup sosial dan lingkungan merupakan tantangan yang
menciptakan peluang baru bagi perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap masalah
disekitarnya termasuk masalah pengangguran, kemiskinan, kerusakan lingkungan, bencana alam
dan lain sebagainya. Dengan tantangan tersebut, maka adanya pergeseran paradigma usaha melalui
konsep pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development). Paradigma baru membuat
pelaku usaha tidak lagi berpijak pada konsepnilai perusahaan diukur pada profit (single bottom
line) melainkan berpijak pada konsep “Formula 3P” (triple bottom line). Konsep triple bottom line
dikemukakan oleh John Elkington (1997). Konsep ini terdiri dari dimensi ekonomi (profit),
dimensi sosial (people), dan dimensi lingkungan (planet).
Konsep triple bottom line muncul karena adanya tuntutan masyarakat terhadap peran
perusahaan di lingkungan sekitar. Salah satu tuntutan masyarakat dikarenakan terjadi rangkaian
peristiwa sosial dan lingkungan yang terjadi baik fenomena nasional maupun internasional. Tahun
2010, Grup Sinar Mas yang mengolah minyak kelapa sawit diduga melakukan perusakan hutan
tropis yang dapat menjadi penyebab utama dalam perubahan iklim karena mengurangi kemampuan
dalam penyerapan karbondioksida dan dapat membahayakan kehidupan satwa. Sebagai bentuk
aksi kepedulian lingkungan, perusahaan Unilever, Burger King, Nestlec dan Kraft Food
memutuskan untuk mengehentikan pembelian minyak kelapa sawitnya (Neviana, 2010). Di
Indonesia, pemerintah juga peduli terhadap lingkungan. Misalkan dengan adanya Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dimana pemerintah mewajibkan perusahaan
untuk melaksanakan kegiatan usaha yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Bukti lain dari kepedulian pemerintah terhadap lingkungan adalah terciptanya Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Melalui
Kementerian Lingkungan Hidup, pemerintah membentuk program penataan lingkungan hidup
perusahaan (PROPER). Program PROPER diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan
sekitar perusahaan dan lingkungan yang bermanfaat. Ini terbukti dari respon perusahaan yang
mengikuti penilaian peringkat PROPER selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Triple bottom line merupakan salah satu perumusan dari keberhasilan perusahaan atas
tanggung jawab sosial. Elkington mempopulerkan istilah Triple Bottom Line pada tahun 1997
melalui buku yang berjudul Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century
Business. Triple bottom line dapat dikembangkan oleh Elkington menjadi 3 istilah yaitu economy
prosperity (nilai harta kekayaan ekonomi), environmental quality (kualitas lingkungan hidup), dan
social justice (keadaan sosial). Triple bottom line dikenal dengan istilah “Formula 3P”, yaitu terdiri
dari unsur people (perusahaan yang mempedulikan sosial dan lingkungan disekitarnya), profit
(perusahaan berupaya meningkatkan keuntungan bagi perusahaan), dan planet (kemampuan
perusahaan dalam menjaga kelestarian alam/bumi). Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang
akan memperoleh tiga unsur tersebut yaitu keuntungan, kelestarian lingkungan dan kesejahteraan
masyarakat sekitar. Penilaian pengungkapan triple bottom line diberi skor pada skala 0 sampai 4,
dimana nilai 0 jika informasi tidak diungkapkan. Nilai 1 jika informasi diungkapkan, namun tidak
lengkap. Nilai 2 jika informasi rinci dan jujur termasuk komitmen dan kekurangan perusahaan.
Nilai 3 jika informasi yang diungkapkan, perusahaan dapat berkomitmen untuk kemajuan menuju
pembangunan berkelanjutan. Nilai 4 jika informasi yang diungkapkan, perusahaan dapat
berkomitmen untuk kemajuan pembangunan berkelanjutan dan dapat bersaing dengan sektor lain
(Suttipun, 2012).
1. Profit
Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha.
Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan
untuk terus beroperasi dan berkembang. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit
antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya, sehingga
perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal
mungkin.
2. People
Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Menyadari bahwa
masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, karena
dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan
perkembangan perusahaan. Maka sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat
lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar-
besarnya kepada masyarakat. Misalnya, pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan,
pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, serta penguatan kapasitas ekonomi lokal.
3. Planet
Hubungan perusahaan dengan lingkungan adalah hubungan sebab akibat, dimana jika
perusahaan merawat lingkungan maka lingkungan akan memberikan manfaat kepada perusahaan.
Sudah kewajiban perusahaan untuk peduli terhadap lingkungan hidup dan berkelanjutan
keragaman hayati. Misalnya, penghijauan lingkungan hidup, perbaikan pemukiman, serta
pengembangan pariwisata (ekoturisme).
Dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak lagi diharapkan pada tanggung jawab yang
berpijak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi financial-
nya saja, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya. Perusahaan tidak lagi
dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak hanya pada single bottle lines yaitu, nilai
perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja, tetapi
tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines, yaitu berupa: finansial, sosial
dan lingkungan. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh dan
berkembang secara berkelanjutan (sustainable development). Keberlanjutan perusahaan akan
terjamin apabila korporasi juga turut memperhatikan demensi sosial dan lingkungan hidup.
Konsep CSR tampaknya dapat memberikan suatu perubahan yang baru dalam dunia bisnis, namun
tidak sedikit pendapat yang meragukannya. Banyak orang berpendapat bahwa sebuah perusahaan
yang kini telah meninggalkan konsep one line reporting dan mulai menggunakan tripple line
reposrting harus diwaspadai dengan ketat karena CSR pada saat itu merupakan suatu trend yang
mungkin saja diikuti perusahaan hanya untuk meningkatkan daya saingnya. CSR dipandang
hanyalah dalih perusahaan untuk menunjukkan citra baik ke publik sehingga beberapa tindakan
kotor dalam perusahaan dapat tertutupi oleh kegiatan CSR. Namun, terlepas dari upaya pencitraan
melalui CSR, perusahaan memang seharusnya tetap giat menyelenggarakan kegiatan CSR sebagai
langkah pastinya dalam bertanggungjawab atas keuntungan yang ia dapatkan dari lingkungan
sosialnya. Pelaksanaan CSR yang baik dan tulus dari perusahaan akan tentunya dapat menciptakan
suatu perkembangan yang terus-menerus bagi perusahaan dan tentunya tidak merugikan pihak
sosial di sekitar perusahaan tersebut.
Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) adalah suatu
tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut)
sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu
berada. CSR atau TJSL sebagai suatu konsep, berkembang pesat sejak 1980 an hingga 1990 an
sebagai reaksi dan suara keprihatinan dari organisasi-organisasi masyarakat sipil dan jaringan
tingkat global untuk meningkatkan perilaku etis, fairness dan responsibilitas korporasi yang tidak
hanya terbatas pada korporasi, tetapi juga pada para stakeholder dan komunitas atau masyarakat
sekitar wilayah kerja dan operasinya.
Meskipun Anda mungkin atau mungkin tidak mempertimbangkan Triple Bottom Line yang tepat
untuk bisnis Anda, masuk akal untuk mengenali cara di mana tempat kerja berubah, dan
mempertimbangkan apakah Anda perlu menyesuaikan pendekatan Anda untuk bisnis untuk
mencerminkan ini.
Jika Anda memutuskan untuk menjelajahi konsep lebih lanjut, mulai dengan meneliti apa yang
perusahaan lain lakukan untuk membuat perubahan positif dalam cara mereka melakukan bisnis.
Melihat langkah-langkah mereka telah diambil akan menghemat waktu Anda brainstorming
tentang cara-cara untuk meningkatkan bisnis Anda sendiri. Beberapa contoh dari industri yang
berbeda termasuk:
Sebuah deliverable internasional dan perusahaan kemasan telah mengambil langkah-langkah
drastis untuk mengurangi jejak ekologi, dan saat ini memiliki sekitar 30% dari toko dengan
menggunakan energi terbarukan.
Sebuah bisnis es krim telah menetapkan tujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida sebesar
10% selama beberapa tahun mendatang. Hal ini juga telah mulai menyelidiki cara yang lebih
ramah lingkungan untuk paket es krim, dan berencana untuk mengurangi limbah oleh setidaknya
1.000 ton.
Sebuah perusahaan hanya membeli biji kopi dari petani yang menanam kopi dengan cara yang
ramah lingkungan, dan dibutuhkan sakit untuk memastikan bahwa semua pekerja yang
diperlakukan dengan adil, dan menerima upah keterampilan hidup bagi mereka.
Sebuah perusahaan komputer berfokus banyak upaya masyarakat ke arah program pelatihan dan
pendidikan. Ini membantu anak-anak yang kurang mampu dengan memberikan mereka akses ke
teknologi, dan memiliki tujuan untuk mendaur ulang 60% limbah tahunan.
Dengan mengambil waktu untuk mulai menggunakan pendekatan triple bottom line, Anda
mungkin akan terkejut betapa positif reaksi akan berasal dari kolega Anda dan pelanggan Anda.
Relevansi antara bisnis dan etika
Etika secara umum adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang
utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar
dan penilaian moral. Etika mencakup analisisdan penerapan konsep seperti benar, salah, baik,
buruk, dan tanggung jawab. Sedangkan Etika bisnis adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan cara melakukan kegiatan bisnis yang mencakup seluruh aspek yang masih berkaitan
dengan personal, perusahaan ataupun masyarakat. atau bisa juga diartikan pengetahuan tentang
tata cara ideal dalam pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas
yang berlaku secara universal secara ekonomi maupun sosial. Disini kita akan membahas tentang
etika didalam bisnis atau dengan kata lain Etika Bisnis.
Secara umum etika bisnis harus ditempuh oleh perusahaan agar tercapai tujuan yang telah
ditetapakan. Oleh karena itu etika bisnis memiliki beberapa prinsip yang digunakan sebagai acuan
dalam melaksanakan kegiatan dan mencapai tujuan yang dimaksud. Adapun prinsip-prinsip
etika dalam berbisnis adalah sebagai berikut:
Moral Dalam Dunia Bisnis : Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan
agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran
serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada
umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan
dalam ber-“bisnis”. Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan
dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan
dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh
kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling
menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat
kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu ini dibicarakan?
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah
mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa
orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam
melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan
dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus
tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki
harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Etika Dalam Dunia Bisnis : Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk
melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan
secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu
mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang,
selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan
mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu
dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang
yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya.
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi
mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan
etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha,
pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan
etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak
terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang
disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk
menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak
dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan
yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian. Dalam menciptakan etika bisnis, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah:
Pengendalian diri.
Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility).
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi.
Menciptakan persaingan yang sehat.
Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”.
Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi).
Mampu menyatakan yang benar itu benar.
Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha
kebawah.
Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.
Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa
peraturan perundang-undangan.
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap
pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini
sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya
perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk
melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam
menghadapi tahun 2000 dapat diatasi. Alasan perlunya etika dalam bisnis:
1. Kinerja bisnis tidak hanya diukur dari kinerja manajerial / finansial saja tetapi juga berkaitan
dengan komitmen moral, integritas moral, pelayanan, jaminan mutu dan tanggung jawab sosial.
2. Dengan persaingan yang ketat, pelaku bisnis sadar bahwa konsumen adalah raja sehingga
perusahaan harus bisa merebut dan mempertahankan kepercayaan konsumen.
3. Perusahaan semakin menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga kerja yang siap untuk
dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan semaksimnal mungkin. Karyawan adalah
subyek utama yang menentukan keberlangsungan bisnis sehingga harus dijaga dan
dipertahankan.
4. Perlunya menjalankan bisnis dengan tidak merugikan hak dan kepentingan semua pihak yang
terkait dengan bisnis.
RELEVANSI ETIKA DALAM BISNIS MODERN
Banyak peristiwa bisnis yang menunjukkan penurunan kualitas berbisnis dan merugikan
kepentingan konsumen serta masyarakat luas, seperti tindakan monopoli, penipuan, kerusakan
lingkungan dan sebagainya. Perilaku pebisnis dunia semakin mengkhawatirkan keselamatan dan
kelestarian lingkungan. Keresahan masyarakat terhadap penurunan kualitas kehidupan manusia
semakin besar.
Beberapa keadaan mendorong perubahan sistem bisnis antara lain: Tata cara bisnis dari
bertani berubah cepat menjadi industri menggunaka mekanis dalam produksinya, sehingga
mempercepat produksi dan mempercepat perubahan konstelasi alam sekitar. Percepatan
pembentukan masyarakat pedesaan menjadi masyarakat industri. Industri tersebut bisa digunakan
untuk tujuan baik maupun buruk atau lebih cepat memusnahkan lingkungan tergantung pada
siapa pemakainya. Namun diyakini bahwa para ilmuwan pencipta peralatan industry tersebut
bercita cita luhur disaat mereka menciptakan peralatan industri modern tersebut.
Terbentuknya masyarakat industri, mengubah filsafat kehidupan kelompok
masyarakatnya. Bentuk bentuk filsafat ketradisionalan bisa saja bertahan bisa juga terhapus
tergantung pada sikap materialistis masyarakat yang terbentuk oleh kehadiran teknologi tinggi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh pada tata cara perilaku
masyarakat. Rumah tangga, lembaga keagamaan dan pendidikan berperan memelihara perilaku
masyarakat sesuai norma etika dan bila perlu memberikan hukuman kepada pelanggarnya.
Semakin jauh pemakaian teknologi, maka perilaku masyarakat
semakin berubah materialistis dan praktis, sehingga nilai moralitas cenderung diabaikan.
Jalan pintas banyak cenderung digunakan dalam mencapai kemakmuran ekonomi. Hal tersebut
berlaku pada pebisnis dan konsumen. Dalam kondisi tersebut peradaban manusia dirasakan
semakin rendah karena nilai etika dan moralitas yang dimiliki oleh manusia dalam berbisnis
telah sedikit demi sedikit menghilang. Benarkah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
menurunkan peradaban manusia? Secara teknologi kedokteran biologi dimungkinkan produksi
ginjal manusia yang kemudian dapat diperjual belikan secara bebas. Namun kenyataan tersebut
ternyata tidak terjadi karena faktor nilai etika kemanusiaan yang tinggi mengalahkan nilai
materialisme. Produksi organ tubuh manusia tersebut dilarang secara etis oleh pemerintah Eropa
dan Amerika,
Nilai Etika Bisnis dan Relevansinya terhadap Akuntansi Syariah
Pada dasarnya akuntansi syariah atau disebut juga dengan akuntansi islam tidak jauh berbeda dari
akuntansi yang selama ini dipelajari (akuntansi konvensioanal). Akuntansi syariah merupakan identifikasi
yang diikuti dengan kegiatan pencatatan, penggolongan, serta pengiktisaran transaksi sehingga
menghasilkan laporan keuangan yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan(Sri Nurhayati-
Wasilah, 2013:2). Definisi tersebut sama saja seperti yang dipelajari pada akuntansi umumnya, namun
informasi yang disajikan dalam akuntansi syariah, pelaporannya lebih luas karena tidak hanya pada data
finansial tapi juga mencakup aktivitas perusahaan yang berjalan sesuai dengan syariah serta memiliki
tujuan sosial yang tidak terhindarkan dalam islam seperti kewajiban membayar zakat. Semua kegiatan
yang terdapat dalam akuntansi mulai dari pencatatan sehingga penyajian pelaporan yang dilakukan oleh
seorang akuntan tidak terlepas dari suatu nilai etika bisnis, oleh karena itu etika bisnis memiliki relevansi
terhadap akuntansi syariah.
Etika adalah suatu studi mengenai yang benar dan yang salah dan pilihan moral yang dilakukan
oleh seseorang. Etika adalah tuntutan mengenai perilaku, sikap dan tindakan yang diakui, sehubungan
suatu jenis kegiatan manusia. Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang
timbul dari dalam perusahaan itu sendiri Dari penjabaran diatas etika bisnis adalah cara-cara untuk
melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan,
industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil
(fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku (legal) tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun
perusahaan di masyarakat, beretika (ethict) dimana pelaku dapat mengambil keputusan yang tepat,
Kejujuran (Honestly), bertanggung Jawab (responsibility). Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang
diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan
hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan transaksi dan kegiatan yang tidak diatur
oleh ketentuan hukum.
Apabila kita telusur kembali ke Al-Qur’an, dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah SWT
menghendaki perlunya pertanggung jawaban yang benar dalam kegiatan bisnis. Surat Al-Baqarah ayat
282-283 adalah ayat utama yang berkaitan dengan proses catat mencatat (akuntansi) dalam kegiatan
bisnis. Pada intinya ayat tersebut mengajarkan kepada manusia agar kegiatan bisnis dilakukan sesuai
dengan konsep kejujuran, keadilan dan kebenaran.
Konsep nilai etika bagi para pelaku bisnis islami memungkinkan para pelaku bisnis dapat
menyesuaikan perilaku dan kepribadiannya sesuai dengan syariah islam. Seperti konsep nilai etika bisnis
sesuai dengan etika dalam akuntansi syariah yaitu fearness, ethict, honestly, social responsibility dan
truth.
1. Fearness adalah merupakan perwujudan sifat netral dari seorang akuntan dalam menyiapkan
laporan keuangan artinya prinsip, prosedur dan teknik akuntansi harus fair (adil) tidak bias dan
tidak parsial sebagai penyedia informasi harus beritikad baik dalam menyajikan, memproduksi
dan memeriksa (auditing) informasi akuntansi.
2. Ethict adalah bahwa dalam melaksanakan peranannya, seorang akuntan tidak hanya menghadapi
aturan-aturan perilaku formal. Tetapi juga nilai moralitas yang diciptakan oleh lingkungannya.
Nilai – nilai etika dapat membuat seorang akuntan dapat membedakan mana yang baik dan yang
buruk, yang benar dan yang salah merupakan satu unsur yang perlu di perhatikan sebagai dasar
pijakan dalam pengambilan keputusan.
3. Honestly adalah menjamin terciptanya atau bertahannya kepercayaan masyarakat umum dalam
profesi akuntansi.
4. Responsibility adalah pada dasarnya erat kaitannya dengan persepsi seseorang tentang
perusahaan. Menurut persepsi ini perusahaan tidak lagi di pandang sebagai sebuah intensitas yang
semata-mata karena laba untuk kepentingan pemilik perusahaan atau yang lebih luas hanya
memberikan laba kepada pemegang saham, kreditor, investor, pemasok bahan baku, pemerintah
dan pemegang hak lain terhadap perusahaan. Namun, perusahaan juga lebih serius dalam
menyikapi lingkungan sosial. Perusahaan mempunyai kepentingan yang kuat terhadap lingkungan
sosial sebagai bagian yang sangat penting dan tak terpisahkan dalam melakukan kegiatan bisnis
di samping kepentingan pasar.
5. Truth dalam hal ini adalah (netrality) dan Objectivitas (objectivity). Truth dalam arti yang
pertama menunjukan bahwa seorang akuntan ( untuk menghindari bias dari pengetahuan,
deskripsi dan komunikasi atas fakta) harus bersikap netral. Netral disini menampilkan informasi
apa adanya, tidak menyediakan informasi dengan cara tertentu yang cenderung menguntungkan
suatu pihak dan merugikan pihak yang lain. Sedangkan Thruth dalam arti kedua menunjukan 4
(empat) pengertian yaitu pertama bahwa ukuran-ukuran yang ada dalam akuntansi bersifat
impersonal. Kedua, bahwa ukuran tersebut berdasarkan bukti-bukti yang dapat di verifikasi.
Ketiga bawa ukuran tersebut berdasarkan konsensus para ahli yang dapat di percaya. Dan terakhir
yaitu terdapat kerampingan (narrowness) dispersi statistik dari ukuran-ukuran yang digunakan
bila ukuran tersebut di buat oleh orang yang berbeda (Riahi-Belkaoui, Ahmed: 178-179)
Unsur-unsur etika dalam Akuntansi yang dikemukakan diatas merupakan bagian yang sangat penting
dalam memberikan suatu persepsi bahwa sebenarnya akuntansi tidak terlepas dari nilai-nilai etika yang
menyangkut tidak saja kepribadian(personality) dari akuntan sebagai orang yang menciptakan dan
membentuk akuntansi, tapi juga akuntansi sebagai sebuah disiplin.
Sangat rasional karena akuntansi adalah sebuah aktifitas Jasa. Fungsinya adalah memberikan
informasi kuantitatif terutama informasi keuangan, tentang entitas bisnis yang dimaksud dapat berguna
dalam membuat keputusan-keputusan ekonomi- dalam membuat pilihan yang rasional diantara beberapa
tindakan alternatif tindakan. (Institusi Sertifikasi Akuntan Publik Amerika (AICPA).
Informasi Akuntansi merupakan unsur utama dalam mengambil keputusan ekonomi. Dengan kata
lain, keputusan keputusan ekonomi yang diambil seseorang sangat di pengaruhi oleh informasi yang
digunakan dan keputusan tersebut berimplikasi atau berpengaruh terhadap terbentuknya suatu kondisi
atau realitas tertentu. Secara eksplisit pengertian diatas menegaskan bahwa hasil penafsiran akuntan (atau
non akuntan) terhadap realitas yaiu laporan keuangan akan menjadi sumber informasi untuk pembentukan
dan pembentukan kembali realitas. Karena laporan keuangan yang didalamnya terdapat informasi
akuntansi dipakai oleh pengguna untuk membentuk dan merasionalisasikan keputusan-keputusan pada
masa yang akan datang. Karena seorang akuntan dapat mengubah dunia dan mempengaruhi pengalaman
hidup seseorang menjadi berbeda dengan tidak adanya (absence) akuntansi atau adanya (presence) dalam
bentuk alternatif akuntansi.
Pada intinya, kondisi lingkunganlah yang sebenarnya menentukan jenis dan isi standar akuntansi.
Akuntansi tidak dapat dipisahkan dan dianalisis sebagai praktik yang terpisah dari budaya, kebiasaan,
norma dan aturan lainnya. Dalam suatu lingkungan tertentu, individu-individu dalam suatu komunitas
akan membentuk suatu budaya. Teori akuntansi adalah bagian dari kepribadian dan oleh karenanya
merupakan bagian dari budaya. Hal ini disebabkan akuntansi adalah realitas yang terbentuk secara sosial
melalui interaksi individu dengan lingkungannya Jika individu-individu tersebut adalah muslim,
kepribadian mereka seharusnya kepribadian Islam dan budaya mereka seharusnya budaya Islam. Dengan
demikian,
teori akuntansi yang dirumuskan seharusnya teori-teori yang mampu menghasilkan standar akuntansi
yang sesuai dengan ajaran Islam. Saat ini Standar akuntansi ala Islam telah dikembangkan, karena
akuntansi model Islam lebih bersifat responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Selain itu, laporan
keuangan yang disajikan juga dapat memberikan informasi penting yang diperlukan masyarakat terutama
yang berkaitan dengan
perhitungan zakat. Dengan demikian, standar akuntansi yang bercirikan Islam harus terus
dikembangkan untuk mencapai kesempurnaan.
Adapun lembaga-lembaga yang telah berperan dalam pembentukan standar pada keuangan syariah
antara lain AAOIFI (Accounting Organization for Islamic Financial Institution) berperan menyiapkan
berbagai standar akuntansi, audit, tata kelola, etika dan syariah bagi lembaga-lembaga keuangan islam.
IFSB (Islamic Finacial Service Board) yang berperan dalam penyusun standar bagi lembaga pengatur dan
pengawas yang memiliki kepentingan dalam mendorong stabilitas dan kemajuan industri jasa keuangan
syariah yang meliputi perbankan, pasar modal dan asuransi. Kedua lembaga tersebut merupakan lembaga
ditingkat internasional (Rizal yaya dkk, 2009: 18-20)
Di Indonesia sendiri, berkaitan dengan transaksi keuangan khususnya kegiatan akuntansi juga diatur
dalam sebuah standar yaitu Standar Akuntansi Keuangan yang dibentuk oleh IAI (Ikatan Akuntansi
Indonesia), yang mana didalamnya juga terdapat tentang akuntansi syariah seperti PSAK 59 (Akuntansi
Perbankan Syariah), PSAK 101 (penyajian laporan keuangan syariah), kemudian transaksi-transaksi
akuntansi syariah seperti murabahah, salam, istishna, mudharabah, musyarakah (PSAK 102-106).
(IAI:2014)
Kebutuhan akan standar akuntansi yang bercirikan Islam merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan
dari perkembangan ekonomi Islam. Munculnya kembali pemikiran-peikiran tentang ekonomi Islam dan
makin meningkatnya persatuan sesama muslim dalam kegiatan politik dan ekonomi dapat dikatakan
sebagai kekuatan utama perkembangan ekonomi di negara-negara Islam termasuk berkembangnya bank-
bank Islam. Perkembangan tersebut pada intinya dapat mengarah pada penciptaan lingkungan ekonomi
dan pasar yang seragam sesuai dengan nilai-nilai Islam. Akibatnya, lingkungan pelaporan keuangan
perusahaan di negara-negara Islam akan ditandai dengan kekuatan politk, ekonomi, sosial dan budaya
yang berbeda dengan negara-negara barat. Oleh karena kekuatan tersebut dapat mempengaruhi tujuan dan
format pelaporan keuangan, kebutuhan untuk memiliki standar akuntan yang bernafaskan Islam
merupakan suatu keharusan.
Pengembangkan standar akuntansi dalam setiap proses tahapnya memungkinkan menimbulkan pro
dan kontra, karena masing-masing individu memiliki interpretasi yang berbeda terhadap aturanaturan
keagamaan. Namun demikian harus diyakini bahwa model tersebut dapat dikembangkan walaupun
membutuhkan waktu yang cukup lama. Kunci utamanya adalah bahwa perbedaan yang timbul haruslah
diselesaikan dengan menggunakan referensi yang berbasis ajaran Islam bukannya menggunakan
pendekatan teori akuntansi yang selama ini terus dimuati konsep akuntansi kapitalis. Waktu yang lama
sebenarnya bukan kendala utama untuk mengembangkan standar akuntansi Islam. Kemauan dan niat
utama untuk menyatukan pendapat dari berbagai pihak untuk mengembangkan
standar akuntansi yang bercirikan Islam, merupakan kunci utama berhasil tidaknya pengembangan
standar akuntansi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dan yang terpenting lagi bahwa pelaksanaanya
benar-benar menerapkan nilai etika bisnis, sehingga:
1. Dapat membentuk dan mempraktikkan sistem ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini
disebabkan sistem tersebut akan mempengaruhi tujuan pelaporan keuangan dan tujuan ini akan
berpengaruh terhadap isi dari standar akuntansi yang akan dihasilkan.
2. Laporan keuangan yang dihasilkan harus mampu menyakinkan pemakai laporan bahwa
perusahaan telah melaksankan kegiatannya sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yakni mampu
menyajikan informasi yang dapat mendorong pelaku ekonomi untuk berbuat adil, jujur dan benar,
serta mampu menyajikan informasi lain seperti informasi untuk dasar perhitungan zakat.
3. Kualitas informasi yang dihasilkan relevan, dapat diuji kebenarannya, tepat waktu dan
karakteritik kualitatif lain berprinsip pada: kebenaran, kejujuran dan keadilan.
4. Mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan sesuai dengan
syariat Islam dan mengungkapkan semua informasi yang berkaitan dengan kegiatan bisnis
perusahaan tentunya berprinsip pada kebenaran, kejujuran dan keadilan. (Sri,Imaniyati Neni,
2009: 112-125)
Dari pemaparan tersebut tidak lain merupakan pentingnya penerapan etika dalam dunia akuntansi
pada khususnya dan pada dunia bisnis pada umumnya. Karena adanya sifat dasar atau pola pikir sistem
ekonomi (yang mempunyai kecenderungan besar untuk selalu mengakumulasi laba dan ekspansi modal)
yang memengaruhi perilaku para pelaku bisnis dan menggiring mereka kepada perilaku negatif.
Pandangan tentang pentingnya penerapan nilai-nilai etika dalam masyarakat ini, secara tegas mengatakan
bahwa tidak ada satu masyarakat pun didunia ini dapat eksis atau bertahan hidup lama tanpa memiliki
nilai etika. Ketika manusia telah terjerumus dalam perilaku negatif maka tatanan sosial-ekonomi
masyarakat maupun lingkungan hidup dan kelestarian sumber daya alam akan merusak.
Pada umunya tujuan didirikannya bisnis atau perusahaan tidak hanya profit oriented semata,
namun secara keseluruhan tujuan didirikannya perusahaan meliputi :
1. Profit
2. Pengadaan barang atau jasa
3. Kesejahteraan pemilik faktor produksi dan masyarakat
4. Full employment
5. Eksistensi perusahaan dalam jangka panjang
6. Kemajuan atau pertumbuhan
7. Prestise dan prestasi
Proses pencapaian tujuan perusahaan melalui pengelolahan sumber daya ekonomi secara optimal
bagi para pemilik SDE atau faktor-faktor produksi dan masyarakat pada umumnya. Para pemilik
faktor-faktor produksi tersebut memperoleh manfaat dan nilai ekonomi secara layak. Bertitik
tolak dari usaha pencapaian tujuan-tujuan tersebut, maka tentunya proses pencapaian tujuan
perusahaan melalui pengelolahan sumber daya ekonomi secara optimal harus dilakukan dengan
memperhatikan kepentingan dan kemanfaatan bagi para pemilik sumber daya ekonomi atau
pemilik faktor-faktor produksi dan masyarakat.
B. ALOKASI SUMBER DAYA EKONOMI
Secara sistematik kelayakan ukuran alokasi sumber daya ekonomi bagi pemilik sumber daya
ekonomi harus dilihat dari peran yang diberikan oleh masing-masing pihak
pemilik yang dibentuk oleh system bisnis yang berlaku di masyarakat. Prinsip etika bisnis dalam
stakeholders ini dapat diterjemahkan stake holders sebagai berikut :
Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan. Keuntungan adalah hal yang pokok bagi
kelangsungan bisnis, walaupun bukan merupakan tujuan satu-satunya, sebagaimana dianut
pandangan bisnis yang ideal. Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk.
Bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Karena Keuntungan
memungkinkan perusahaan bertahan dalam usaha bisnisnya. Tanpa memeperoleh keuntungan
tidak ada pemilik modal yang bersedia menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan
terjadi aktivitas ekonomi yang produktif demi memacu pertumbuhan ekonomi yang menjamin
kemakmuran nasional. Keuntungan memungkinkan perusahaan tidak hanya bertahan melainkan
juga dapat menghidupi karyawan-karyawannya bahkan pada tingkat dan taraf hidup yang lebih
baik. Ada beberapa argumen yang dapat diajukan disini untuk menunjukkan bahwa justru demi
memperoleh keuntungan etika sangat dibutuhkan , sangat relevan, dan mempunyai tempat yang
sangat strategis dalam bisnis dewasa ini.
1. Pertama, dalam bisnis modern dewasa ini, para pelaku bisnis dituntut menjadi orang-
orang profesional di bidangnya.
2. Kedua dalam persaingan bisnis yang ketat para pelaku bisnis modern sangat sadar bahwa
konsumen adalah benar-benar raja. Karena itu hal yang paling pokok untuk bisa untung
dan bertahan dalam pasar penuh persaingan adalah sejauh mana suatu perusahaan bisa
merebut dan mempertahankan kepercayaan konsumen.
3. Ketiga, dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang bersifat netral tak
berpihak tetapi efektif menjaga agar kepentingan dan hak semua pemerintah dijamin,
para pelaku bisnis berusaha sebisa mungkin untuk menghindari campur tangan
pemerintah, yang baginya akan sangat merugikan kelangsungan bisnisnya. Salah satu
cara yang paling efektif adalah dengan menjalankan bisnisnya bisnisnya secara secara
baik dan etis yaitu dengan menjalankan bisnis sedemikian rupa tanpa secara sengaja
merugikan hak dan kepentinga semua pihak yang terkait dengan bisnisnya.
4. Keempat, perusahaan-perusahaan modern juga semakin menyadari bahwa karyawan
bukanlah tenaga yang siap untuk eksploitasi demi mengeruk keuntunga yang sebesar-
besarnya. Justru sebaliknya, karyawan semakin dianggap sebagai subjek utama dari
bisnis suatu perusahaan yang sangat menentukan berhasil tidaknya, bertahan tidaknya
perusahaan tersebut.
Bisnis sangat berkaitan dengan etika bahkan sangat mengandalkan etika. Dengan kata lain, bisnis
memang punya etika dan karena itu etika bisnis memang relevan untuk dibicarakan. Argumen
mengenai keterkaitan antara tujuan bisnis dan mencari keuntungan dan etika memperlihatkan
bahwa dalam iklim bisnis yang terbuka dan bebas, perusahaan yang menjalankan bisnisnya
secara baik dan etis, yaitu perusahaan yang memperhatikan hak dan kepentingan semua pihak
yang terkait dengan bisnisnya, akan berhasil dan bertahan dalam kegiatan bisnisnya.
Rosyidah N A. 2017 Analisis Pengungkapan Triple Bottom Line Dan Faktor Yang
Mempengaruhi : jurnal equity 3(4):1-6
Berten, Kess. 2013. Pengantar Etika Bisnis (Seri Filsafat Atmaja: 21), Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
Ernawan, Erni. 2011. Business Ethics. Bandung: Alfabeta
Lubis, Nur Ahmad Fadhil. 2002.
Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta: Hijri Pustaka Utama Muhammad. 2004.
Etika Bisnis Islam, Yogyakarta: Akademi Penerbitan dan Percetakan.