Anda di halaman 1dari 13

PERIODONTITIS

Oleh :

drg. Putu Lestari Sudirman, M. Biomed

FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


GIGI UNIVERSITAS UDAYANA

2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rongga mulut terdiri dari gigi dan struktur penunjangnya. Struktur penunjangnya
adalah gingiva, jaringan periodontal dan tulang alveolar. Dimana antara gigi dan struktur
penunjangnya saling berhubungan, apabila salah satunya mengalami kelainan/cedera maka
akan berdampak pada struktur lainnya, oleh karena itu sangat perlu untuk menjaga kesehatan
gigi dan struktur pendukungnya agar keseimbangan di dalam rongga mulut tetap terjaga
Pada keadaan yang sehat gingiva biasanya keras, berwarna merah muda, mempunyai
tepi setajam pisau, dan tidak berdarah saat dilakukan penyondean . Daerah leher gingiva atau
sulkus biasanya dangkal dan epithelium jungsional melekat erat pada enamel. Gambaran ini
mencerminkan keseimbangan yang stabil namun dinamis dari suatu jaringan yang sehat
(Manson dan Eley.,1993).
Gingivitis adalah inflamasi gingiva yang disebabkan oleh akumulasi plak dalam
jumlah besar pada regio interdental sehingga inflamasi cenderung dimulai pada daerah papila
interdental dan menyebar dari daerah ini ke sekitar leher gigi . Periodontitis merupakan
kelanjutan dari gingivitis yang tidak tertangani. Bila iritasi plak dan inflamasi terus berlanjut,
epithelium jungsional akan semakin rusak, sel-sel epithelial akan berdegenerasi dan terpisah,
perlekatannya ke permukaan gigi akan terlepas sama sekali. Pada saat yang bersamaan,
epithelium jungsional akan berproliferasi ke jaringan ikat dan ke bawah pada permukaan akar
bila serabut dentogingiva dan serabut puncak tulang alveolar rusak. Migrasi ke apikal dari
epithelium jungsional akan terus berlangsung dan epithelium ini akan terlepas dari
permukaan gigi, membentuk poket periodontal atau poket ‘asli’ . Periodontitis dapat
menyebabkan kerusakan ligamen periodontal, tulang alveolar, dan resesi (Manson dan
Eley.,1993)
Terdapat berbagai faktor yang berhubungan dengan penyakit periodontitis . Faktor-
faktor sistemik dapat memodifikasi respons jaringan terhadap iritasi bakteri dan
mempengaruhi perkembangan serta keparahan penyakit periodontal. Pada paper ini akan
dibahas mengenai faktor yang berhubungan dengan periodontitis.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari paper ini adalah :
a. Apakah pengertian dari periodontitis?
b. Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan periodontitis ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari paper ini adalah :
a. Mengetahui pengertian dari periodontitis.
b. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan periodontitis.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan paper ini adalah :
a. Dapat menambah wawasan atau pengetahuan penulis ataupun pembaca
terhadap periodontitis khususnya faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit
periodontitis.
b. Menjadi referensi bagi pembaca atau khalayak umum dalam membuat suatu
makalah atau paper mengenai periodontitis atau sejenisnya

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Periodontitis
Periodontitis adalah “suatu penyakit inflamasi pada jaringan penyokong gigi yang
disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, mengakibatkan kerusakan progresif pada ligamen
periodontal dan tulang alveolar dengan pembentukan poket, resesi atau keduanya.”
Penampakan klinis yang membedakan periodontitis dengan gingivitis adalah keberadaan
kehilangan perlekatan (attachment loss) yang dapat dideteksi. Hal ini sering disertai dengan
pembentukan poket periodontal dan perubahan densitas serta ketinggian tulang alveolar di
bawahnya. Pada beberapa kasus, resesi gingiva marginal dapat menyertai attachment loss,
yang menyembunyikan perkembangan penyakit apabila hanya dilakukan pengukuran
kedalaman poket tanpa dilakukan pengukuran tingkat perlekatan klinis (Carranza et al.,2002)
Tanda klinis inflamasi seperti perubahan warna, kontur dan konsistensi serta
pendarahan pada saat probing, tidak selalu menjadi indikator positif terjadinya attachment
loss. Namun, timbulnya pendarahan yang berkelanjutan pada saat probing dalam
pemeriksaan yang berulang telah menjadi suatu indikator yang terpercaya terhadap adanya
inflamasi dan potensi terjadinya attachment loss pada daerah yang berdarah. Periodontitis
dibagi menjadi dua, yaitu periodontitis kronis dan periodontitis agresif.
Periodontitis kronis berhubungan dengan akumulasi plak dan kalkulus dan secara
umum berkembang lambat, tetapi nampak periode destruksi yang cepat. Peningkatan
perkembangan periodontitis dapat disebabkan oleh dampak faktor lokal, sistemik dan
lingkungan yang dapat mempengaruhi akumulasi plak. Penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus dan HIV dapat mempengaruhi pertahanan hospes; faktor lingkungan seperti
kebiasaan merokok dan stress juga dapat mempengaruhi respon hospes terhadap akumulasi
plak. Karakteristik berikut ditemukan pada pasien dengan periodontitis kronis :
 Lebih prevalen pada orang dewasa namun juga dapat terjadi pada anak-anak
 Besarnya kerusakan konsisten/sesuai dengan faktor lokal
 Berhubungan dengan pola variabel mikrobial
 Ditemukan kalkulus subgingiva
 Tingkat perkembangan penyakit lambat sampai sedang dengan kemungkinan periode
perkembangan yang cepat
 Dapat dimodifikasi atau berhubungan dengan : penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus dan infeksi HIV faktor lingkungan seperti merokok dan stress emosional.
Lebih jauh, peridontitis kronis dapat disubklasifikasikan menjadi bentuk localized dan
generalized dan dibagi menjadi ringan, sedang atau berat berdasarkan penampakannya,
sebagai berikut:
 Localized : < 30% daerah yang terlibat
 Generalized : > 30% daerah yang terlibat
 Ringan : clinical attachment loss (CAL) 1-2 mm
 Sedang : clinical attachment loss (CAL) 3-4 mm
 Berat : clinical attachment loss (CAL) ≥ 5 mm
Sedangkan tanda klinis dari periodontitis kronis adalah :
1. Inflamasi gingiva dan pendarahan
Adanya dan keparahan inflamasi gingiva tergantung pada status kebersihan mulut;
bila buruk, inflamasi gingiva akan timbul dan terjadi pendarahan waktu penyikatan
atau bahkan pendarahan spontan.
2. Poket
Secara teoritis, bila tidak ada pembengkakan gingiva, poket sedalam lebih dari 2 mm
menunjukkan adanya migrasi ke apikal dari epithelium krevikular, tetapi
pembengkakan inflamasi sangat sering mengenai individu usia muda sehingga poket
sedalam 3-4 mm dapat seluruhnya merupakan poket gingiva atau poket ‘palsu’. Poket
sedalam 4 mm menunjukkan adanya periodontitis kronis tahap awal
3. Resesi gingiva
Resesi gingiva dan terbukanya akar dapat menyertai periodontitis kronis tetapi tidak
selalu merupakan tanda dari penyakit. Bila ada resesi, pengukuran kedalaman poket
hanya merupakan cerminan sebagian dari jumlah kerusakan periodontal seluruhnya.
4. Mobilitas gigi
Derajat mobilitas gigi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
 Grade 1. Hanya dirasakan
 Grade 2 mudah dirasakan, pergeseran labiolingual 1 mm
 Grade 3 pergeseran labiolingual lebih 1 mm, mobilitas dari gigi ke atas
dan ke bawah pada arah aksial
5. Migrasi gigi
Gerakan gigi (atau gigi-geligi) keluar dari posisi sebenarnya di dalam lengkung
rahang merupakan tanda umum dari penyakit periodontal dan salah satu penyebab
yang membuat pasien cemas. Posisi gigi pada keadaan sehat dapat dipertahankan oleh
keseimbangan lidah, bibir dan tekanan oklusal. Bila jaringan penopang rusak, tekanan
ini menentukan pola migrasi gigi.
6. Nyeri
Salah satu tanda penting dari periodontitis kronis adalah absennya nyeri dan sakit
kecuali bila keadaan tersebut didahului oleh inflamasi. Nyeri atau sakit waktu gigi
diperkusi menunjukkan adanya inflamasi aktif dari jaringan penopang, yang paling
akut bila ada pembentukan abses dimana gigi sangat sensitif terhadap sentuhan.
7. Kerusakan tulang alveolar
Resorpsi tulang alveolar dan kerusakan ligamen periodontal adalah tanda paling
penting dari periodontitis kronis dan merupakan salah satu penyebab lepasnya gigi.
Tanda radiografi yang pertama dari kerusakan periodontal adalah hilangnya densitas
tepi alveolar
8. Halitosis dan rasa tidak enak
Rasa dan bau yang mengganggu sering menyertai penyakit periodontal terutama bila
kebersihan mulut buruk. Inflamasi akut, dengan produksi nanah yang keluar dari
poket bila poket ditekan juga menyebabkan halitosis
Dari tanda-tanda ini, poket dan kerusakan tulang alveolar adalah tanda yang penting dari
periodontitis kronis (Manson dan Eley., 1993)
Periodontitis agresif berbeda dari periodontitis kronis pada kecepatan perkembangan
penyakitnya yang sebaliknya terlihat pada individu yang sehat, tidak adanya akumulasi besar
plak dan kalkulus, dan riwayat periodontitis agresif pada keluarga. Karakteristik berikut
umumnya ditemukan pada penderita periodontitis agresif :
 Pasien sehat secara klinis
 Attachment loss yang cepat dan destruksi tulang
 Besarnya deposit mikrobial inkonsisten/tidak sesuai dengan keparahan penyakit
 Agregasi keluarga pada individu yang menderita
Karakteristik berikut umum tetapi tidak bersifat universal :
 Daerah yang terkena terinfeksi oleh Actinobacillus actinomycetemcomitans
 Abnormalitas fungsi fagosit
 Makrofag hiperresponsif, peningkatan produksi PGE2 dan IL-1β
Lebih jauh, periodontitis agresif dapat diklasifikasikan menjadi localized dan generalized
berdasarkan penampakan umumnya dan penampakan spesifik sebagai berikut :
Localized :
 Onset penyakit terjadi pada saat usia pubertas
 Localized pada molar pertama atau insisivus dengan proximal attachment loss pada
setidaknya dua gigi permanen yang salah satunya adalah molar pertama
 Respon serum antibodi yang kuat pada agen penginfeksi
Generalized :
 Biasanya pada individu berusia dibawah 30 tahun (namun dapat juga lebih dari 30
tahun)
 Proximal attachment loss tergeneralisir setidaknya pada tiga gigi selain molar pertama
dan insisivus
 Destruksi periodontal episodik
 Respon serum antibodi yang buruk pada agen penginfeksi
2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Periodontitis
Periodontitis merupakan penyakit multifaktorial, dimana ada beberapa faktor yang
saling berhubungan, salah satu faktornya yaitu kurangnya aktivitas fisik seorang individu.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Al-Zahrani dkk menunjukkan prevalensi periodontitis
sebesar 25.2% pada individu yang inaktif (kurang aktivitas fisik) yang kemungkinan
berdampak kepada obesitas dan dalam penelitian tersebut juga dianggap bahwa merokok
adalah salah satu faktor terjadinya periodontitis (Zahrani., 2005)
Overweight dan obesitas dianggap sebagai faktor risiko yang penting bagi beberapa
penyakit : diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.
Jaringan adiposa yang banyak terdapat pada orang yang obesitas merupakan tempat
dimana TNF- α disintesis. Terjadinya obesitas berkaitan dengan adanya penimbunan asam
lemak bebas, yang juga dapat menimbulkan diabetes mellitus. Hal ini menunjukkan adanya
saling keterkaitan antara obesitas, diabetes mellitus, dan penyakit periodontal. Hubungan
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : adiposa pada orang obesitas akan melepas TNF- α
ke dalam plasma, dengan akibat terhambatnya pensinyalan insulin yang akan menjurus ke
resistensi insulin . Keadaan resistensi insulin tersebut menyebabkan diabetes mellitus disertai
keadaan hiperinflamatori, yang menjadi faktor terjadinya penyakit periodontal.
Beberapa penelitian cross sectional telah menunjukkan tingkat prevalensi penyakit
periodontal yang tinggi pada penderita diabetes dibandingkan pada individu yang tidak
menderita diabetes.
Pada penderita diabetes, produk akhir advanced glycation/Advanced Glycation End
product (AGE) terdeposit pada jaringan sebagai akibat dari hiperglikemi dapat merubah
fenotip makrofag dan sel lain melalui reseptor spesifik permukaan sel. Makrofag merupakan
sel utama pada patogenesis periodontitis karena kemampuannya untuk memproduksi sitokin
dalam jumlah besar. Makrofag juga berpengaruh terhadap respon inflamasi, metabolisme
fibroblas dan limfosit dan menstimulasi resorpsi tulang melalui prostaglandin E. AGE yang
dihasilkan mengubah makrofag menjadi sel dengan fenotip destruktif, yang memproduksi
sitokin pro-inflamasi yang tidak terkontrol sehingga mengakibatkan kerusakan lokal yang
parah pada jaringan peridonsium. (Carranza et al.,2002)
Kadar gula darah pada penderita diabetes dapat mengubah lingkungan mikroflora
dalam mulut menjadi lingkungan yang sesuai untuk berkembangnya bakteri tertentu dalam
jumlah yang melebihi normal. Tingginya kadar gula akan menjadi sumber nutrisi yang baik
bagi pertumbuhan dan perkembangan bakteri.
Bertambahnya bakteri juga berperan secara tidak langsung dalam memproduksi
mediator inflamasi lebih banyak, seperti prostaglandin atau sitokin yaitu IL-1 dan TNF-α
yang dapat memicu terjadinya kehilangan tulang secara akut. Peran IL-1 dan TNF-α adalah
merangsang produksi enzim yang merusak jaringan gingiva dan menyebabkan kematian
fibroblast dimana fibroblas berguna untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Pada tulang,
bakteri dan produknya merangsang makrofag membentuk IL-1 atau TNF untuk
meningkatkan produksi osteoklas yang meresorpsi tulang dan TNF menyebabkan kematian
osteoblas yang dapat memperbaiki tulang (Ulipe., 2011)
Neutrofil adalah sel pertahanan utama pada periodonsium. Berkurangnya fungsi
neutrofil yang terlihat pada pasien diabetes meningkatkan kerentanan pasien diabetes
terhadap periodontitis. Diabetes mellitus juga dianggap sebagai salah satu faktor resiko
terjadinya penyakit kardiovaskular (Atherosclerotic Cardiovascular Disease)
Sebuah laporan konsensus yang diselenggarakan oleh European Federation of
Periodontology (EFP) and the American Academy of Periodontology (AAP), sebuah panel
internasional penelitian oleh dokter dan ilmuwan, meninjau penelitian ilmiah terbaru
mengenai periodontitis dan hubungannya dengan penyakit Atherosclerotic Cardiovascular
Disease (ACVD).

Figur 1. Mekanisme plausible secara biologik : Periodontitis dan peningkatan resiko


atherthrombogenesis. Ath=Atheroma;B=bakteri; H=penelitian pada manusia; A=penelitian
pada hewan; V=penelitian in vitro. Kotak-kotak yang berupa titik-titik menunjukkan
keterbatasan/tidak adanya bukti (Tonetti et al.,2013)
Hasil laporan konsensus tersebut menyatakan bahwa penjelasan yang paling mungkin
mengenai bagaimana periodontitis mempengaruhi ACVD adalah bahwa bakteri periodontal
dan produknya (misalnya endotoksin) yang terdapat dalam poket periodontal masuk ke dalam
sirkulasi darah dan menyebabkan fase akut dan selanjutnya terjadi respon inflamasi. Mediator
yang dihasilkan sebagai bagian dari respon hospes kemudian merangsang perkembangan,
maturasi dan instabilitas lesi lemak (atheroma) pada arteri, meningkatkan resiko keparahan
ACVD (Tonetti 2013)
Penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan bakteri periodontal untuk memasuki
aliran darah (bakteremia) setelah proses pengunyahan, gosok gigi, flossing atau skaling
bergantung kepada kesehatan periodontal pasien. Bakteremia lebih umum terjadi dan
melibatkan sejumlah besar bakteri (termasuk pathogen periodontal) pada individu dengan
periodontitis apabila dibandingkan dengan individu yang menderita gingivitis atau individu
keadaan rongga mulut yang sehat.
Kemungkinan mekanisme lain dimana periodontitis mungkin berkontribusi dalam
resiko ACVD adalah antibodi yang dihasilkan sebagai respon terhadap bakteri plak dapat
mendorong perkembangan atheroma melalui reaksi-silang dengan sel-sel yang melapisi arteri
(sel endotel) dan dengan lipid darah. Jadi, individu yang mengalami periodontitis juga
mempunyai resiko menderita ACVD.
Sementara kaitan antara merokok dengan periodontitis adalah merokok meningkatkan
prevalensi dan keparahan periodontitis, meningkatkan kedalaman poket, kehilangan
perlekatan dan kehilangan tulang. Sebuah penelitian meta analisis dari enam penelitian yang
melibatkan 2361 subyek menujukkan bahwa perokok aktif memiliki resiko untuk menderita
periodontitis parah 3 kali lebih besar jika dibandingkan dengan yang bukan perokok.
(Carranza et al., 2002). Penelitian baru-baru ini, menduga bahwa nikotin dalam rokok
merusak sistem respon imun dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah, termasuk
pembuluh darah di dalam jaringan sekitar gigi. Hal ini menyebabkan suatu penurunan
oksigen di dalam jaringan dan merusak sistem respon imun, dengan demikian membentuk
suatu lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri penyebab penyakit
periodontal (Kasim.,2001).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sutton dkk juga menunjukkan resiko
periodontitis bagi perokok pasif (ETS/Environmental Tobacco Smoke/Second hand
smoke).Arbres et al mengamati bahwa individu yang tidak merokok namun merupakan
perokok pasif memiliki kemungkinan 1.6 kali untuk mengalami penyakit periodontal
dibandingkan dengan individu yang tidak terpapar asap rokok. Periodontitis berimplikasi
pada ETS dengan mekanisme yang sama seperti pada perokok aktif, yang membedakannya
adalah apabila pada perokok aktif langsung mendapat paparan dari nikotin maka pada ETS
adalah paparan oleh cotinine, yaitu metabolit dari nikotin. (Sutton et al., 2012)
Frekuensi merokok yang sering juga meningkatkan resiko seseorang menderita
Penyakit Paru Obstruktif Kronik/ Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Selain
itu kejadian COPD juga diperparah dengan kejadian periodontitis melalui masuknya bakteri
yang menyebabkan COPD melalui tenggorokan bagian atas, yaitu dimana banyak bakteri
berkumpul pada daerah yang terkena periodontitis. Neutrofil mendorong pelepasan enzim
oksidatif dan hidrolitik yang menyebabkan destruksi jaringan secara langsung.
Namun, hanya sedikit yang diketahui mengenai hubungan klinis antara penyakit
periodontal dan COPD apabila dibandingkan dengan CHD (Coronary Heart Disease/ jantung
koroner) maupun kondisi sistemik lain. Sebuah analisis data dari penelitian longitudinal yang
dilakukan pada lebih dari 1100 pria, kehilangan tulang alveolar berhubungan dengan resiko
terjadinya COPD. Selama periode lebih dari 25 tahun, 23% subyek terdiagnosa COPD.
Subyek dengan kehilangan tulang yang parah saat pemeriksaan dental memiliki resiko yang
signifikan terjadinya COPD apabila dibandingkan dengan subyek yang tidak kehilangan
tulang. Peningkatan resiko ini bergantung pada usia, status merokok dan faktor resiko
lainnya. Individu dengan oral hygiene yang buruk dapat juga meningkatkan resiko penyakit
pernafasan kronis seperti bronchitis dan emfisema. Hubungan ini masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut (Carranza et al., 2002)
Kemudian faktor lain yang berhubungan dengan periodontitis adalah salah satu
penyakit hematologi contohnya anemia. Anemia adalah defisiensi kuantitas atau kualitas
darah merah sebagai manifestasi penurunan jumlah eritrosit dan hemoglobin (Carranza et al.,
2002) Penelitian yang dilakukan oleh Jenabian dkk terhadap 60 partisipan pria dengan usia
25-50 tahun , menemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara GI (Gingiva Index),
CAL (Clinical Attachment Loss), dan BOP (Bleeding on Probing) dengan MCV (Mean
Corpuscular Volume),MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin), Hb, Hematokrit, SI (Serum
Iron) dan TIBC (Total Iron Binding Capacity). Hanya MCHC yang tidak menunjukkan
korelasi yang signifikan terhadap GI, CAL, dan BOP. Turunnya MCV, MCH, Hb, TIBC dan
hematokrit mengindikasikan gejala dari anemia mikrositik. Sedangkan GI, CAL, dan BOP
berhubungan dengan periodontitis. Anemia mikrositik merupakan akibat dari infeksi kronik
dalam hal ini berarti anemia mikrositik berhubungan dengan periodontitis kronis. (Jenabian et
al., 2013)

Tabel 1. Perbandingan parameter hematologi dan zat besi (Jenabian et al.,2013)

Menurut Gokhale, periodontitis mendorong peningkatan jumlah sitokin yang akan


berdampak pada kesehatan sistemik individu. Keparahan anemia mungkin bergantung kepada
peningkatan sitokin tersebut. Karena periodontitis menyebabkan inflamasi sistemik dengan
tingkat yang rendah, tanda-tanda anemia mungkin tidak separah seperti penyakit atau kondisi
sistemik lain. Namun, efeknya tidak bisa disepelekan dan penelitian longitudinal serta
intervensi lebih jauh perlu dilakukan untuk menjelaskan hubungannya. (Gokhale, 2013)

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Periodontitis merupakan penyakit yang menyerang jaringan penyokong gigi dan dapat
menyebabkan kerusakan ligament periodontal, kehilangan tulang alveolar yang akan
mengarah kepada kehilangan gigi. Penyakit ini disebabkan oleh multifaktorial dan
meningkatkan resiko terjadinya beberapa penyakit sistemik.
3.2 Saran
Setelah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan periodontitis maka
diharapkan kita sebagai calon dokter gigi agar memahami lebih mendalam mengenai faktor-
faktor yang menyebabkan periodontitis dan bagaimana efek periodontitis meningkatkan
resiko individu untuk mengalami penyakit sistemik sehingga nantinya kita dapat memberikan
edukasi kepada pasien untuk menjaga kesehatannya baik kesehatan fisik secara keseluruhan,
khususnya kesehatan gigi dan mulut.
DAFTAR PUSTAKA
Al Zahrani, M et al. (2005), “Increased Physical activity reduces prevalence of periodontitis”,
Journal of Dentistry, vol. 33, January 7, pp.703-710.
Gokhale, Sneha. (2013; October 25—Last Update), “Association of Chronic Periodontitis
and Anaemia”, (Smile On News), Available :
http://www.smileonnews.com/article/view/association-of-chronic-periodontitis-and-
anaemia (Accessed : 2014, November 26).
Hirsch, R.(2004), “Diabetes and Periodontitis”, Australian Presciber, vol.22, no.2, April, pp.
36-38.
Linden ,GJ. (2013). “Periodontitis and systematic diseases: a record discussions of working
group 4 of the joint EFP/AAP Workshop on Periodontitis and Systemic Disease”, J
Periodontol , vol.84, no. 4, November 14, pp.S20-S23.
Manson JD, Eley BM. (1993), Riwayat Alami Penyakit Periodontal, dalam: Kentjana,
Susianti (ed) Buku Ajar Periodonti, edisi 2, Penerbit HIPOKRATES, Jakarta, hal. 85.
Manson JD, Eley BM. (1993), Tanda Klinis Penyakit Periodontal Kronis, dalam: Kentjana,
Susianti (ed) Buku Ajar Periodonti, edisi 2, Penerbit HIPOKRATES, Jakarta, hal.
127-133.
Newman MG, Takei HH, Carranza FA. (2002), Clinical Periodontology, 9th edition, Saunders
Company, Philadelphia.
Niloofar, J et al. (2013), “The Relation between Periodontitis and Anemia Associated
Parameters”, Journal of Dentomaxillofacial Radiology, vol.2, no.3, November 10, pp.
26-33.
Prpic, Jelena et al. (2013), “Assosiation of Obesity with Periodontitis Tooth Loss and Oral
Hygiene in Non-Smoking Adults”, Cent Eur J Public Health, vol. 21, no. 4, October
23, pp.196-201.

Silva, AM et al. (2010), “Periodontitis in individuals with diabetes treated in the public health
system of Belo Horizonte, Brazil”, Rev Bras Epidemiol, vol. 13, no. 1, November 2,
pp.118-125.
Slocum, Connie. (2014; July 10 –Last Update), “On the link between periodontitis and
atherosclerosis”, (EurekAlert), Available : www.eurekalert.org/pub_releases/2014-
07/p-otl070214.php (Accessed : 2014, November 23).
Sutton ,JD et al. (2012), “Environmental Tobacco Smoke and Periodontitis in U.S. Non-
Smokers”, The Journal of Dental Hygiene, vol. 86, pp.185-194.
Tonetti ,MS. (2013). “Periodontitis and atherosclerotic cardiovascular disease: consensus
report of the joint EFP/AAP Workshop on Periodontitis and Systemic Disease”, J
Periodontol , vol.84, no. 4, November 14, pp.S24-S29.
Ulipe. (2011), “Hubungan antara Periodontitis dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Ditinjau dari
Aspek Destruksi Periodontal”, USU Press.
Zeng, XT et al. (2012), “Periodontal Disease and Risk of Chronic Obstructive Pulmonary
Disease : A Meta-Analysis of Observational Studies”, Plos One, vol. 7, no. 10,
October 19, pp. 1-9.

Anda mungkin juga menyukai