Anda di halaman 1dari 23

BAB I

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
Nama : Ny SU
Umur : 30 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl Kumpulsari 4/5 ds Gendongan Tingkir Salatiga
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Tanggal periksa : 29 April 2013
No CM : 182481
2. Anamnesis
Keluhan Utama:
Nyeri tenggorokan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh mengalami nyeri pada tenggorokan sejak 1 minggu yang lalu.
Jika digunakan untuk berbicara nyeri (+), untuk menelan juga terasa nyeri (+) sehingga
nafsu makan dan minum menurun. Kepala sering mengalami pusing dan kemarin pagi os
mengaku ada benjolan pada leher dan sekarang sudah menghilang. Batuk kering (+)
kadang –kadang pilek (+). Telinga juga terasa nyeri saat menelan, keluar cairan (-),
berdenging (-), terasa penuh (-). Demam (-), dan badan terasa lesu. Riwayat berobat (+)
tiga hari yang lalu dan belum ada perbaikan.
.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat
Sebelumnya pasien sering menderita nyeri tenggorok berulang kemudian sudah
dilakukan tonsilektomi
Riwayat alergi, asma, hipertensi , DM, Jantung, gastritis disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :

1
Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit serupa, riwayat alergi (-), asma
(-) , hipertensi (-) , DM (-), Jantung (-), gastritis (-)
3. Pemeriksaan Fisik
Vital sign :
TD: 120/80 mmHg
HR: 80x/menit
t : 36,4°C
RR: 20x/menit

Status THT:

Telinga Kanan Kiri

Aurikula normal normal

Liang telinga lapang lapang

Discharge (-) (-)

Serumen (+) (+)

Membran tympani intak intak

Hidung Kanan Kiri

deformitas (-) (-)

Cavum nasi Lapang Lapang

Concha Inferior eutrofi eutrofi

Discharge (-) (-)

Septum tidak ada deviasi

Tenggorok kanan kiri

Tonsil T0 T0

Dinding Faring Posterior hiperemis hiperemis

Uvula ditengah dan hiperemis

2
4. Resume
Penderita, perempuan, 30 tahun, dengan keluhan nyeri pada tenggorokan sejak 1
minggu yang lalu. Nyeri jika digunakan untuk berbicara dan menelan (+) sehingga nafsu
makan dan minum menurun. Kepala sering mengalami pusing dan kemarin pagi os
mengaku ada benjolan pada leher dan sekarang sudah menghilang. Batuk kering (+)
kadang –kadang pilek (+). Telinga juga terasa nyeri saat menelan, riwayat demam (+)
denagn riwayat berobat (+) tiga hari yang lalu dan belum ada perbaikan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dan status general dalam batas normal.
Status THT : telinga tenang, hidung dalam batas normal, tidak ada sekret. Pemeriksaan
faring hiperremis, uvula hiperemis, tonsil T0-T0 dengan riwayat tonsilektomi.
5. Diagnosa Kerja
Faringitis Akut

6. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

7. Penatalaksanaan
 Rawat Inap, tetapi karena kamar penuh pasien memiih rawat jalan
 Zibramax 500 mg 1x1
 Lameson 2x1
 Sanmol 3x1
 Tantum verde 3x1

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

a. Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong
dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan
ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini
mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga setinggi
vertebra servikalis ke-6. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm
dan bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring
dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia
bukofaringeal.
Mukosa
Bentuk mukosa faring paling bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada
nasofaring, karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia,
sedang epitelnya berlapis-lapis yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya,
yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya
gepeng berlapis dan tidak bersilia.
Disepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak
dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam system retikuloendotelial. Oleh
karena itu, faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan
Palut Lendir (Mukosa Blanket)
Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernafasan yang diisap melalui hidung. Di
bagian atas, nasofaring ditutupi oleh paut lender yang terletak diatas silia dan
bergerak sesuai dengan arah gerak silia kebelakang. Paut lender ini berfungsi untuk
menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut lender ini
mengandung enzim lyzozyme yang penting untuk proteksi.

Otot-otot
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior,

4
media dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk
seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya
dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang
bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah untuk mengecilkan
lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.
Otot-otot faring yang tersusun longitudinal terdiri dari M.Stilofaring dan
M.Palatofaring. letak otot-otot ini di sebelah dalam. M.Stilofaring gunanya untuk
melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan M.Palatofaring mempertemukan
ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Kedua otot ini
bekerja sebagai elevator, kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan.
M.Stilofaring dipersarafi oleh Nervus Glossopharyngeus dan M.Palatofaring
dipersarafi oleh Nervus Vagus.

Perdarahan
Faring mendapatkan suplay darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak
beraturan. Yang utama berasal dari cabang a karotis eksterna (cabang faring asendens
dan cabang fausial) serta cabang a maksila interna yakni cabang palatine superior.
Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring
dan Laringofaring (Hipofaring).

5
 Nasofaring
Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari
nasofaring ini antara lain :
- batas atas : Basis Kranii
- batas bawah : Palatum mole
- batas depan : Rongga hidung
- batas belakang : Vertebra servikal
Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan
beberapa struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral
faring dengan resesus faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke,
yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius,
suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana,
foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vags dan
Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus
os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius
 Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan
laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu :
 batas atas : palatum mole
 batas bawah : tepi atas epiglottis
 batas depan : rongga mulut
 batas belakang : vertebra servikalis

6
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual
dan foramen sekum
 Laringofaring
Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan batas-
batas dari laringofaring antara lain, yaitu :
batas atas : epiglotis
batas bawah : esofagus
batas depan : laring
batas belakang : vertebra servikalis
Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak
langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung maka
struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini
merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika
medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi.

b. Pengertian
Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan.
Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring.

c. Etiologi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi
maupun non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis,
virus (40-60%) bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis
yang paling banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus (±20%) dan coronaviruses
(±5%). Selain itu juga ada Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes
simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A, cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus
(EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis. 1,2,3,5,7,8,9
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-
15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan
penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang
ditemukan pada anak berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya
(<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae,

7
Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema pallidum,
Mycobacterium tuberculosis. 9
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita
faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya
tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.

8
9
d. Insidensi
Setiap tahunnya ±40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena
faringitis. Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada
saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis
merupakan penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah. National
Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan ±200 kunjungan ke dokter tiap 1000
populasi antara tahun 1980-1996 adalah karena viral faringitis. Viral faringitis
menyerang semua ras, etnis dan jenis kelamin. Viral faringitis menyerang anak-anak
dan orang dewasa dan lebih sering pada anak-anak. Puncak insidensi bacterial dan
viral faringitis adalah pada anak-anak usia 4-7tahun. Faringitis yang disebabkan
infeksi grup a streptococcus jarang dijumpai pada anak berusia <3 tahun

e. Patofisiologi

10
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman
menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi
yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian
cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi,
pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna
kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak
bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak
lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus
dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat
sekresi nasal.
Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan
pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki
struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam
rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut
glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks
antigen-antibodi

f. Klasifikasi
A. Faringitis Akut
1) Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit
menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza,
Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus
dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular
rash.

11
Gambar 2.4. Viral Pharyngitis
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala
konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis
yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran
kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.
Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri
menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat
eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.

2) Faringitis Bakterial
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu
yang tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil
membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya.
Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar
limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan. 3,5

12
Gambar 2.4. Streptococcal Pharyngitis

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan


menggunakan Centor criteria, yaitu : - demam
- Anterior Cervical lymphadenopathy
- Tonsillar exudates
- absence of cough
Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak
mengalami faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien
memiliki kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien
memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A.

3) Faringitis Fungal
Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih
di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.

B. Faringitis Kronik
Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan
faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah
rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang
merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis
kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.

1) Faringitis Kronik Hiperplastik

13
Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang
beriak. Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi.
Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular.

2) Faringitis Kronik Atrofi


Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada
rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga
menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan
tenggorokan kering dan tebal seerta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa
faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
C. Faringitis Spesifik
1) Faringitis luetika
Treponema palidum dapat menimbulkan nfeksi di daerah faring seperti juga
penyakit lues di organ lain. Gambaran kliniknya tergantung pada stadium
penyakit primer, sekunder, dan tersier
Stadium Primer
Kelainan pada stadium primer . terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil, dan
dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi terus
berlangsung maka timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia
dan tidak nyeri tekan
Stadium Sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Terdapat eritema pada dinding faring yang
menjalar kea rah laring.
Stadium Tersier
Pada stadium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil dan palatum. Jarang
pada dinding posterior faring. Guma pada dinding posterior faring dapat
meluas ke vertebra servikal dan bila pecah dapat menyebabkan kematian.
Guma yang terdapat pada palatum mole, bila sembuh akan terbentuk jaringan
parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum secara permanen.
2) Faringitis Tuberkulosa
Faringitits tuberkulosa merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru.
Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberculosis
faring primer. Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum yang
mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Cara infeksi endogen
yaitu penyebaran melalui darah pada tuberkulosa miliaris. Saat ini juga

14
penyebaran secara limfogen. Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil
dapat terkena pada kedua sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior
faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole dan
palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak.
Keadaan umum pasien buruk karena anoreksia dan odinofagi. Pasien
mengeluh nyeri yang hebat ditenggorok, nyeri telinga atau otalgia serta
pembesaran kelenjar limfe servikal.
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan sputum basil tahan
asam, foto torak untuk melihat adanya tuberculosis paru dan biopsy jaringan
yang terinfeksi untuk menyingkirkan proses keganasan serta mencari basil
tahan asam di jaringan

g. Penegakkan Diagnosis
a. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme
yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-
gejala seperti lemas, anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada
otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle yang
hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan

15
b. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Kultur Tenggorokan
Standar penegakkan diagnose untuk faringitis yang disebabkan oleh
streptococcus grup A adalah apusan tenggorok untuk kultur. Kultur pada
tenggorok memiliki sensitivitas 90-95% dengan false negative 5-10% ketika
dibandingkan dengan specimen yang serial. Sehingga dibutuhkan kultur ulang
pada hasil yang negative, terutama pada pasien yang tidak sembuh dengan
obat-obat yang diberikan.

16
 Rapid Antigen Test
Banyak tersedianya tes deteksi untuk antigen Streptococcus Grup A.
kebanyakan dari tes, memiliki spesifisitas yang tinggi tetapi memiliki
sensitivitas yang rendah. Hasil tes yang negative tidak mengeksklusi adanya
faringitis Streptokokus Group A, sehingga kultur apusan tenggorok perlu
dilakukan. Karena memiliki sensitivitas yang rendah dan karena terapi
antibiotic dari faringitis Streptokokus Grup A dapat ditunda tanpa
konsekuensi, rapid antigen test seringnya tidak direkomendasikan.
 Tes Monospot
Merupakan tes antibody heterofit.tes ini digunakan untuk mengetahui adanya
mononucleosis, dan dapat mendeteksi adanya penyakit dalam waktu 5 hari
sampai 3 minggu setelah infeksi.

h. Komplikasi
Komplikasi Supuratif
 Limfadenitis cervical
 Peritonsilar abses
 Retrofaringeal abses

17
 Sinusitis
 Otitis Media
 Mastoiditis
 Endokarditis
 Meningitis
Komplikasi Nonsupuratif
 Poststreptococal Glomerulonefritis
 Rheumatik fever
i. Penatalaksanaan
a. Faringitis yang disebabkan oleh virus
 Tidak diindikasikan penggunaan antibiotic
 Terapi simtomatik seperti acetaminophen dan ibuprofen dapat digunakan
untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat nyeri. Selain itu juga dapat
diberikan obat-obatan antiinflamasi.
 Penggunaan seperti antiseptic spray atau obat kumur antibakteri tidak
direkomendasikan karena dapat memicu terjadinya resistensi
b. Faringitis yang disebabkan oleh bakteri
 Direkomendasikan untuk penggunaan antibiotic

Alternatif jika alergi dengan penisilin

18
 Pemberian terapi suportif untuk faringitis termasuk dosis analgesic dan
antipiretik yang sesuai, hidrasi oral atau obat kumur, dan istirahat.
Acetaminophen atau ibuprofen dapat digunakan untuk mengontrol nyeri
dan demam, tetapi sebaiknya aspirin tidak diberikan pada anak-anak
karena meningkatkan resiko kerudakan struktur hepar dan ginjal (Reye’s
Syndrome). Berkumur dengan air garam hangat (1/4 sendok the garam
dengan 8 ons air), makanan lembut, minuman dingin, dan dessert beku
dapat mengurangi iritasi pada jaringan orofaringeal

c. Faringitis Kronik Hiperplastik


Terapi local dengan menggunakan kaustik faring dengan memakai zat kimia
larutan nitras argenti. Kaustik juga dapat dilakukan dengan listrik (electrocuter).
Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur atau tablet isap disamping obat
batuk antitusif atau ekspektoran. Penyakit hidung dan sinus paranasal harus
diobati.
d. Faringitis Kronis Atrofi
Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrophynya ditambah dengan obat kumur dan
menjaga kebersihan mulut.
e. Faringitis Luetika
Terapi penicillin dosis tinggi + terapi simptomatis
f. Faringitis Tuberkulosa
Sesuai dengan terapi tuberculosis paru

19
20
Gambar Centor Skor Termodifikasi dan Pendekatan Penanganan dengan Kultur

21
PEMBAHASAN

Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa


tenggorokan. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring,
hipofaring. Pada faringitis akut, merupakan penyebab terbanyak adalah virus dan
streptokokus grup A.
Pada kasus ini, pasien mengeluh nyeri pada tenggorokan sejak 1 minggu yang
lalu. Nyeri untuk berbicara maupun menelan sehingga nafsu makan dan minum menurun.
Selain itu pasien mengaku kemarin terdapat benjolan pada leher dan sekarang sudah
menghilang. Batuk kering (+) kadang –kadang pilek (+). R demam (+) Telinga juga
terasa nyeri saat menelan. Adanya peradangan pada faring dapat dilhat dengan adanya
nyeri baik saat berbicara maupun menelan. Hal ini didukung dengan pemeriksaan fisik
berupa faring yang hiperemis, riwayat demam, dan fungsiolesa berupa kesulitan menelan
karena nyeri, sehingga nafsu makan dan minum menurun.
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat dengan pemberian antibiotik
Azithromicyn yang merupakan antibiotik spektrum luas. Untuk pemberian antibiotik
sendiri direkomendasikan untuk dilakukan kultur terlebih dahulu, tetapi jarang
digunakan karena waktu yang terlalu lama (2 minggu). Selain itu juga diberikan obat-
obatan simptomatis seperti kortikosteroid sebagai antiinflamasi, paracetamol sebagai
antipiretik dan obat kumur yang mengandung antiinflamasi dan analgesik.

22
DAFTAR PUSTAKA

Alberta Medical association.Guideline for The Diagnosis and Management of Acute


Pharyngitis.2008
Bisno, Alan L. Practice Guideline for The Diagnosis and Management of Group A
Streptococcal Pharyngitis. IDSA Guidelines. 2002;35:113-25
Bisno, Alan L. Acute Pharyngitis. Review Article. 2001. New England Journal of
Medicine. Vol 344 No3
Adrian, Wilson. Pharyngitis. Essential Infectious Disease Topics for Primary Care.
2008. Humana Press, Totowa,NJ.
Practice Guideline for the Diagnosis and Management of Group A Streptococcal
Pharyngitis. Clin Infect Dis. 2002;35;113-25
Mansjoer, A (ed). 1999. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok: Tenggorok
dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FK UI. Jakarta; 118
Rusmarjono, Soerjadi Kartosoediro. Odinofagi. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 5 FK UI. Jakarta; 173
Rusmarjono,Efiaty Arsyad Soepardi.. Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 5 FK UI.
Jakarta; 178

23

Anda mungkin juga menyukai