Disusun oleh :
KARNO (180300578)
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan
otak. Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir
diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara
langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh
penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada
berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Abses otak bersifat
soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung
bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik
selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan
2
Berdasaran bakteri penyebab, maka etiologi dari abses otak dapat dibagi menjadi (2):
1. Organisme aerobik:
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah,
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru
sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan
subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada
substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara
hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri
cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak. Dapat juga
timbul akibat trauma tembus pada kepala atau trauma pasca operasi (2).
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS,
sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses
yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil,
pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala,
3
septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus
otak (1).
klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya
tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal
dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis
sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis
maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat
menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar
ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan
bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh
Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau faktor lingkungan (2):
kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif,
aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang
berfungsi sempurna.
2. Faktor kuman
bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut paut dengan
faktor pertahanan host. Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat
4
menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada sistem
3. Faktor lingkungan
dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.
C. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis dari abses otak tergantung kepada banyak faktor, antara lain
lokasi, ukuran, stadium dan jumlah lesi, keganasan kuman, derajat edema otak, respons
pasien terhadap infeksi, dan juga umur pasien. Bagian otak yang terkena dipengaruhi oleh
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi
seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial berupa
muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas
berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan
papiledema.
2. Manifestasi supurasi intrakranial berupa iritabel, drowsiness, atau stupor, dan tanda
rangsang meningeal.
5
4. Tanda local jaringan otak yang terkena berupa kejang, gangguan saraf kranial, afasia,
ataksia, paresis.
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik
menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan
hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat
terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi
terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. Abses
serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi
seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi,
D. Anatomi Otak
Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit. Organ ini berfungsi
sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan
Pembagian otak :
6
a. Diencephalon = thalamus, hypothalamus
Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf, yaitu otak
dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga, yaitu darah. Tempat-tempat rintangan itu
adalah tapal batas antara darah dan kedua kompartemen susunan saraf tersebut di atas, yaitu
7
pleksus korioideus, pembuluh darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid
Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan yang lain
dengan tight junction, yang membatasi difus interseluler. Sel-sel tersebut adalah endothelium
pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan sel-sel membran araknoid serta perineurium.
Sawar darah otak dapat mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses patologis,
seperti anoksia dan iskemia, lesi destruktif dan proliferatif, reaksi peradangan dan imunologik,
dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi serebral yang terganggu.
Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu menghalangi
masuknya leukosit ataupun mikroorganisme patogen ke susunan saraf pusat. Tetapi pada proses
radang dan imunologik, tight junction dapat menjadi bocor. Leukosit polinuklearis terangsang
oleh substansi-substansi yang dihasilkan dari sel-sel yang sudah musnah sehingga ia dapat
melintasi pembuluh darah, tanpa menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong
dalam T-sel ternyata dapat juga menyebrangi endothelium tanpa menimbulkan kerusakan
8
E. Patofisiologi
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit
atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari
fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi
ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara
Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak,
tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang
perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus
tertentu. Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan
pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan
darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini
sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap
bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang
sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun.
Dua pertiga abses otak adalah soliter, hanya sepertiga abses otak adalah multipel. Pada
tahap awal Abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan
infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, Kadang-kadang
disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis
9
dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia,
Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang
progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa
milimeter sampai beberapa sentimeter. Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin
membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan
meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses otak yang
berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan abses
otak lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara
hematogen (6).
10
F. Pathway
Infeksi
Trauma Penyebaran
bakteri,
Langsung Infeksi dari
kuman dan
organ lain
parasite
11
G. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Hipertermi
3. Nyeri
1. Pengkajian
6. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran
12
b. Nyeri kepala
c. Nystagmus
d. Ptosis
e. Gangguan pendengaran dan penglihatan
f. Peningkatan sushu tubuh
g. Paralisis/kelemahan otot
h. Perubahan pola napas
i. Kejang
j. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
k. Kaku kuduk
l. Tanda brudzinski’s dan kernig’s positif
7. Terapi Medis
8. Pemeriksaan Penunjang
9. Analisa Data
13
berkurang sampai de-ngan kesadaran klien
hilang - Monitir tanda-tanda vital
- Berfungsinya saraf dengan - Monitor keluhan nyeri
baik kepala, mual, muntah
- Tanda-tanda vital stabil - Monitor respon klien
terhadap pengobatan
- Hindari aktivitas jika
TIK meningkat
- Observasi kondisi fisik
klien
Terapi oksigen
- Bersihkan jalan nafas
dari sekret
- Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
- Berikan oksigen sesuai
intruksi
- Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen dan sistem
humidifier
- Beri penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
- Observasi tanda-tanda
hipo-ventilasi
- Monitor respon klien
terhadap pemberian
oksigen
- Anjurkan klien untuk
tetap memakai oksigen
selama aktifitas dan tidur
14
nyeri satu diberikan
4 Tidak bisa 1 5 5. Tentukan pilihan obat
istirahat analgesic
5 mengerinyit 2 5 6. Pilih rute intravena dari
pada rute intramuskuler
untuk injeksi pengobatan
nyeri yang sering
7. Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
memberikan anlgesik
narkotik pada pemberian
dosis pertama kali
8. Berikan analgesic
tambahan jika diperlukan
Dokumentasikan respon
terhadap analgesic dan
adanya efek samping
15
I. Daftar Pustaka
1. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed.
2. Betz & Sowden.(2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC
4. Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Medica
16