Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

TENTANG ABSES SEREBRI


STASE KEPERAWATAN ANAK
RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun oleh :

KARNO (180300578)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
1
A. Pengertian

Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan

otak. Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir

diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus

dan protozoa (1).

AO pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak

dilaporkan. Morgagni (1682-1771) pertama kali melaporkan AO yang disebabkan

oleh peradangan telinga. Pada beberapa penderita dihubungkan dengan kelainan

jantung bawaan sianotik (1).

B. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus

infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara

langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh

penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada

pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya

berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Abses otak bersifat

soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung

bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik

selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan

terjadinya trombo-emboli (2).

2
Berdasaran bakteri penyebab, maka etiologi dari abses otak dapat dibagi menjadi (2):

1. Organisme aerobik:

a. Gram positif : Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus

b. Gram negatif : E. coli, Hemophilus influenza, Proteus, Pseudomonas

2. Organisme anaerobik: B. fragilis, Bacteroides sp, Fusobacterium sp, Prevotella

sp, Actinomyces sp, dan Clostridium sp.

3. Fungi : Kandida, Aspergilus, Nokardia

4. Parasit : E. histolytica, Schistosomiasis, Amoeba

Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah,

sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries)(1).

Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru

sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan

subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada

substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara

hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri

cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak. Dapat juga

timbul akibat trauma tembus pada kepala atau trauma pasca operasi (2).

Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS,

penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan

sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses

yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil,

pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala,

3
septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus

otak (1).

Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis melalui

klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya

tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal

dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis

sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis

maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat

menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar

ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan

bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh

kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum (3).

Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau faktor lingkungan (2):

1. Faktor tuan rumah (host)

Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup

kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif,

aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang

berfungsi sempurna.

2. Faktor kuman

Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan meningitis

bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut paut dengan

faktor pertahanan host. Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat

4
menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada sistem

limfoid atau retikuloendotelial.

3. Faktor lingkungan

Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke

dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.

C. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda klinis dari abses otak tergantung kepada banyak faktor, antara lain

lokasi, ukuran, stadium dan jumlah lesi, keganasan kuman, derajat edema otak, respons

pasien terhadap infeksi, dan juga umur pasien. Bagian otak yang terkena dipengaruhi oleh

infeksi primernya (3).

Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi

seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial berupa

muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas

berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan

gejala neurologik fokal (3).

Manifestasi abses otak sebenarnya didasarkan dengan adanya (4):

1. Manifestasi peningkatan tekanan intrakranial, berupa sakit kepala, muntah, dan

papiledema.

2. Manifestasi supurasi intrakranial berupa iritabel, drowsiness, atau stupor, dan tanda

rangsang meningeal.

3. Tanda infeksi berupa demam, menggigil, leukositosis.

5
4. Tanda local jaringan otak yang terkena berupa kejang, gangguan saraf kranial, afasia,

ataksia, paresis.

Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik

seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang

menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan

perforasi ke dalam kavum ventrikel (4).

Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan

mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan

hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat

terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi

terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. Abses

serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi

seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi,

biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal (4).

D. Anatomi Otak

Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit. Organ ini berfungsi

sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan, serta mengarahkan informasi

sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan

otak belakang (5).

Pembagian otak :

1. Prosencephalon - Otak depan

2. Mesencephalon - Otak tengah

6
a. Diencephalon = thalamus, hypothalamus

b. Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum

3. Rhombencephalon - Otak belakang

a. Metencephalon= pons, cerebellum

b. Myelencephalon= medulla oblongata

Gambar Anatomi otak

Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier) (5)

Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf, yaitu otak

dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga, yaitu darah. Tempat-tempat rintangan itu

adalah tapal batas antara darah dan kedua kompartemen susunan saraf tersebut di atas, yaitu

7
pleksus korioideus, pembuluh darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid

yang menutupi ruang subaraknoid.

Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan yang lain

dengan tight junction, yang membatasi difus interseluler. Sel-sel tersebut adalah endothelium

pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan sel-sel membran araknoid serta perineurium.

Sawar darah otak dapat mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses patologis,

seperti anoksia dan iskemia, lesi destruktif dan proliferatif, reaksi peradangan dan imunologik,

dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi serebral yang terganggu.

Gambar Mekanisme Imunologi Sawar Darah Otak

Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu menghalangi

masuknya leukosit ataupun mikroorganisme patogen ke susunan saraf pusat. Tetapi pada proses

radang dan imunologik, tight junction dapat menjadi bocor. Leukosit polinuklearis terangsang

oleh substansi-substansi yang dihasilkan dari sel-sel yang sudah musnah sehingga ia dapat

melintasi pembuluh darah, tanpa menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong

dalam T-sel ternyata dapat juga menyebrangi endothelium tanpa menimbulkan kerusakan

structural pada pembuluh darah.

8
E. Patofisiologi

Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit

atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari

fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi

ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul

meningitis.Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus

infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara

langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi (6).

Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak,

tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang

perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus

tertentu. Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan

pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan

darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini

memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang

sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap

bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang

biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi

sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun.

Dua pertiga abses otak adalah soliter, hanya sepertiga abses otak adalah multipel. Pada

tahap awal Abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan

infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, Kadang-kadang

disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis

9
dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia,

fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik (6).

Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang

progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa

milimeter sampai beberapa sentimeter. Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin

membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan

meningitis. Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi

meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses otak yang

berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan abses

otak lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara

hematogen (6).

10
F. Pathway

Infeksi
Trauma Penyebaran
bakteri,
Langsung Infeksi dari
kuman dan
organ lain
parasite

Dilepas zat Peradangan/Infeksi Jar. Otak


progen
leukosit pada
jaringan
Abses Serebri

Suhu Naik Pembentukan eksudat, transudat TIK

Hipertermi Edema Serebral Tekanan Pasme Kerusakan Perubahan


Kapiler Otot Syaraf Tingkat
Kesadaran

Gg. Fungsi Penekanan


Mulai Impuls Pelepasan
area fokal
persepsi ke otak mediator
nyeri nyeri Kesadaran
Ketidak
menurun
efektifan
Kejang
perfusi
jaringan Nyeri
serebral Ketidak
efektifan
pola nafas

11
G. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Hipertermi

2. Ketidak efektifan perfusi jaringan serebral

3. Nyeri

4. Ketidak efektifan pola nafas

H. Teori Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

2. Identitas klien dan psikososial


a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Pendidikan
d. Alamat
e. Pekerjaan
f. Agama
g. Suku bangsa
h. Reran keluarga
i. Penampilan sebelum sakit
j. Mekanisme koping
k. Tempat tinggal yang kumuh
3. Keluhan utama: nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.
4. Riwayat penyakit sekarang: demam, anoreksi dan malaise, peninggikatan
tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal .
5. Riwayat penyakit dahulu: pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis
media, mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis, abses paru,
empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.

6. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran

12
b. Nyeri kepala
c. Nystagmus
d. Ptosis
e. Gangguan pendengaran dan penglihatan
f. Peningkatan sushu tubuh
g. Paralisis/kelemahan otot
h. Perubahan pola napas
i. Kejang
j. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
k. Kaku kuduk
l. Tanda brudzinski’s dan kernig’s positif
7. Terapi Medis

8. Pemeriksaan Penunjang

9. Analisa Data

10. Diagnosa Prioritas

11. NIC, NOC, Implementasi, Evaluasi

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Hipertermia berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Pantau suhu pasien
dengan peningkatan keperawatan selama 3x24 (derajat dan pola)
metabolisme tubuh jam, diharapkan perhatikan menggigil
menunjukkan suhu tubuh /diaphoresis.
pasien dalam batas normal 2. Pantau suhu pasien
dengan kriteria hasil : 3. Berikan kompres
1. Kulit pasien tidak kemerahan hangat pada lipatan
2. Suhu tubuh dalam batas paha dan aksila
normal (36-37oc) 4. Tingkatkan intake
3. Kulit pasien tidak teraba cairan dan nutrisi
hangat 5. Kolaborasi untuk
pemberian obat
antipiretik
6.
2. Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan tindakan Monitorang neurologis
jaringan serebral b.d keperawatan diharapkan suplai - Monitor ukuran,
aliran darah ke otak aliran darah keotak lancar kesimetrisan, reaksi dan
terhambat. dengan kriteria hasil: bentuk pupil
- Nyeri kepala / vertigo - Monitor tingkat

13
berkurang sampai de-ngan kesadaran klien
hilang - Monitir tanda-tanda vital
- Berfungsinya saraf dengan - Monitor keluhan nyeri
baik kepala, mual, muntah
- Tanda-tanda vital stabil - Monitor respon klien
terhadap pengobatan
- Hindari aktivitas jika
TIK meningkat
- Observasi kondisi fisik
klien

Terapi oksigen
- Bersihkan jalan nafas
dari sekret
- Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
- Berikan oksigen sesuai
intruksi
- Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen dan sistem
humidifier
- Beri penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
- Observasi tanda-tanda
hipo-ventilasi
- Monitor respon klien
terhadap pemberian
oksigen
- Anjurkan klien untuk
tetap memakai oksigen
selama aktifitas dan tidur

3. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Pemberian analgesic (2210)


dengan agen cedera fisik keperawatan selama 3 X 24 jam 1. Tentukan lokasi,
: amputasi nyeri akan berkurang/hilang karakteristik, kualitas dan
dengan kriteria hasil : keparahan nyeri
Tingkat nyeri (2102) 2. Cek perintah pengobatan
No Indikator sblm ssdh meliputioat,dosis dan
1 Nyeri yang 1 4 frekuensi obat analgesic
dilaporkan yang diresepkan
2 Panjangnya 2 5 3. Cek adanya riwayat alergi
episode obat
nyeri 4. Pilih analgesic atau
3 Ekspresi 2 5 kombinasi anlgesik yang
wajah : ssesuai ketika lebih dari

14
nyeri satu diberikan
4 Tidak bisa 1 5 5. Tentukan pilihan obat
istirahat analgesic
5 mengerinyit 2 5 6. Pilih rute intravena dari
pada rute intramuskuler
untuk injeksi pengobatan
nyeri yang sering
7. Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
memberikan anlgesik
narkotik pada pemberian
dosis pertama kali
8. Berikan analgesic
tambahan jika diperlukan
Dokumentasikan respon
terhadap analgesic dan
adanya efek samping

4. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Respiratori Status


berhubungan dengan perawatan, diharapkan pola nafas Management
penurunan kesadaran pasien efektif dengan kriteria - Pertahankan jalan nafas
hasil : yang paten
- Menujukkan jalan nafas paten ( - Observasi tanda-tanda
tidak merasa tercekik, irama hipoventilasi
nafas normal, frekuensi nafas - Berikan terapi O2
normal,tidak ada suara nafas - Dengarkan
tambahan adanya kelainan suara
- Tanda-tanda vital dalam batas tambahan
normal - Monitor vital sign

15
I. Daftar Pustaka

1. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed.

6 Vol 2. EGC. Jakarta.

2. Betz & Sowden.(2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC

3. Suriadi, Yuliani. (2001).Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto

4. Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

5. Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba

Medica

6. Doenges, Marilynn (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, Jakata : EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai