Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dua dekade terahir ini, fokus studi pengembangan pendekatan belajar
dan mengajar kimia lebih ditekankan pada tiga level representasi yaitu:
makroskopik, submikroskopik dan simbolik. Pemahaman seseorang terhadap
kimia ditunjukkan oleh kemampuannya mentransfer dan menghubungkan antara
fenomena makroskopik, dunia submiskroskopik dan representasi simbolik.
Kemampuan pemecahan masalah kimia sebagai salah satu keterampilan berpikir
tingkat tinggi menggunakan kemampuan representasi secara ganda (multiple) atau
kemampuan siswa ‘bergerak’ antara berbagai mode representasi kimia.
Representasi submikroskopik merupakan faktor kunci pada kemampuan tersebut.
Ketidakmampuan merepresentasikan aspek submikroskopik dapat menghambat
kemampuan memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan fenomena
makroskopik dan representasi simbolik (Russell & Kozma, 2005, Chittleborough
& Treagust, 2007; Chandrasegaran, et.al, 2007).
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya pembelajar
(siswa/mahasiswa) bahkan pada mahasiswa /siswa yang performansnya bagus
dalam ujian mengalami kesulitan dalam ilmu kimia akibat ketidak mampuan
memvisualisasikan struktur dan proses pada level submikroskopik dan tidak
mampu menghubungkannya dengan level representasi kimia yang lain. (Devetak,
2004; Chittleborough & Tregust, 2007; Orgill, MaryKay & Sutherland, 2008;).
Umumnya pembelajaran kimia hanya membatasi pada dua level
representasi, yaitu makroskopik dan simbolik. Level berpikir mikroskopik
dipelajari terpisah dari dua tingkat berpikir lainnya, siswa diharapkan dapat
mengintegrasikan sendiri dengan melihat gambar-gambar yang ada dalam buku
tanpa pengarahan dari guru. Selain itu, siswa juga lebih banyak belajar
memecahkan soal matematis tanpa mengerti dan memahami maksudnya.
Keberhasilan siswa dalam memecahkan soal matematis dianggap bahwa siswa
telah memahami konsep kimia. Padahal, banyak siswa yang berhasil memecahkan
soal matematis tetapi tidak memahami konsep kimianya karena hanya menghafal
algoritmanya. Siswa cenderung hanya menghafalkan representasi sub
mikroskopik dan simbolik yang bersifat abstrak (dalam bentuk deskripsi kata-
kata) akibatnya tidak mampu untuk membayangkan bagaimana proses dan
struktur dari suatu zat yang mengalami reaksi.
1
Studi kasus yang dilakukan Sopandi dan Murniati (2007) terhadap siswa
SMA menunjukkan siswa sulit merepresentasikan level submikroskopik
kesetimbangan ion pada larutan asam lemah, basa lemah, hidrolisis garam, dan
larutan penyangga. Diduga kesulitan tersebut akibat kurang dikembangkannya
representasi level submikroskopik melalui visualisasi yang tepat pada
pembelajaran. Dugaan tersebut diperkuat kenyataan pengamatan di lapangan dan
kajian literatur bahwa ; umumnya guru membatasi pada level representasi
makroskopik dan simbolik dalam pembelajaran dengan harapan siswa dapat
mengembangkan model dunia molekular dengan sendirinya.
Oleh karena itu perlu diupayakan pengembangan kemampuan
representasional melalui pembelajaran. Berbagai penelitian menyatakan bahwa
komputer dapat digunakan sebagai alat untuk dalam memvisualisasikan sistem
dan proses molekular. Visualisasi molekular berbasis komputer dan animasi tiga
dimensi yang diintegrasikan dalam pembelajaran dapat membantu pembelajar
memiliki kemampuan representasional (Kozma & Russell, 2005).
Berdasarkan teori Van Dallen, hasil belajar dipengaruhi 6 faktor, yaitu :
Guru, kurikulum, siswa, media pembelajaran, lingkungan dan metoda pengajaran.
Peran media pembelajaran khususnya pada mata pelajaran kimia sangat penting,
mengingat mata pelajaran kimia sebagian besar materinya bersifat abstrak seperti :
atom, molekul, ikatan kimia, bentuk molekul, reaksi reaksi kimia, dan lain-lain
yang sudah barang tentu untuk memahami hal tersebut sangat diperlukan media
pembelajaran atau model sebagai alat bantu untuk menciptakan gambaran
gambaran yang berkaitan dengan materi tersebut. Gambar atau model tersebut
diharapkan dapat membantu siswa lebih memahami materi yang dibahas atau
diajarkan.
Mata pelajaran kimia selain disampaikan dalam bentuk teori juga harus
didukung oleh kegiatan praktikum di labolatorium, supaya materi pelajaran yang
disampaikan lebih dipahami dan lebih ada gambaran untuk untuk hal hal yang
abstrak dalam materi pelajaran kimia. Masih menurut Van Dallen, semakin
banyak indera kita menerima respon dari luar, semakin banyak respon tersebut
yang diserap atau diingat.Maka kalau kegiatan praktikum dilaksanakan akan
semakin cepat siswa menerima proses pembelajaran tersebut.
Kendala utama saat ini yang dihadapi sebagian besar sekolah di tingkat
SLTA adalah minimnya sarana dan prasarana labolatorium baik dari segi alat
maupun bahan bahan kimia atau zat zat kimia yang tersedia. Hal tersebut
diperparah dengan mahalnya harga alat dan bahan praktikum, apalagi zat zat
kimia sifatnya hanya sekali pakai dan sulit didaur ulang, sehingga kegiatan-

2
kegiatan praktikum kimia jarang sekali dilaksanakan. Akibatnya sebagian besar
teori-teori yang disampaikan sulit dibuktikan atu dipraktekan, yang pada akhirnya
mempengaruhi daya serap atau daya ingat siswa kurang maksimal.
Dengan semakin berkembangnya kemajuan di bidang Teknologi Informasi
dan Komunikasi khususnya Komputer dan Internet, secara luas telah
mempengaruhi banyak aspek kehidupan manusia,termasuk di dalamnya dunia
pendidikan dan khususnya mata pelajaran kimia. Dengan menggunakan media
pembelajaran yang berbasis TIK berupa perangkat komputer dan software-nya,
mata pelajaran kimia dapat mengatasi keterbatasan alat alat praktikum dan zat-zat
kimia yang berkaitan dengan materi dan media pembelajaran tertentu. Salah satu
software yang dapat digunakan untuk mengatasi terbatasnya alat praktikum dan
zat-zat kimia untuk kegiatan praktikum siswa di labolatorium adalah
menggunakan : Laboratorium Kimia Virtual salah satu contohnya yaitu program:
Crocodile Chemistry. Dengan laboratorium kimia virtual tersebut guru ataupun
siswa sangat terbantu dalam memahami berbagai macam alat, bahan.dan zat kimia
untuk kegiatan praktikum, lengkap dengan fungsi, mekanisme reaksi, bentuk
bentuk molekul dan contoh contoh reaksi kimia, tanpa harus melakukan
praktikum kimia secara langsung di laboratorium.
Di dalam laboratorium kimia virtual kita dapat melakukan berbagai
percobaan atau mereaksikan zat-zat kimia tanpa harus membeli alat alat atupun
zat zat kimia. Selain itu juga kita akan terhindar dari rasa takut akan terjadi
kecelakaan seperti ledakan, kebakaran, terjadinya gas gas beracun, terkena zat
kimia berbahaya dan lainnya. Karena semua yang kita lakukan terjadi di layar
komputer, meskipun demikian efek efek yang terjadi dari suatu reaksi kimia tetap
dapat kita amati, baik itu adanya suara ledakan, suara air mendidih, perubahan
warna, perubahan suhu, timbul gas timbul api atau terjadi endapan dan
lainnya.Bahkan dalam laboratorium kimia virtual kita bisa merancang berbagai
percobaan kimia atau mereaksikan zat-zat kimia yang tidak pernah kita lakukan
praktikum karena keterbatasan alat dan bahan kimia.
Laboratorium kimia virtual diharapkan menjadi salah satu alternatif solusi
dalam penggunaan media pembelajaran kimia yang mana pelajaran kimia itu akan
lebih dipahami apabila teori yang didapat dibuktikan dengan percobaan atau
praktikum. Lebih jauhnya diharapkan siswa lebih memahami ilmu kimia dan lebih
senang belajar kimia, yang selama ini pelajaran kimia dianggap pelajaran yang
menakutkan bagi sebagian besar siswa SLTA.Selain itu dengan media
pembelajaran laboratorium kimia virtual kita dapat menyampaikan materi kimia
secara inovatif, kreatif dan rekreatif, sehingga siswa tidak merasa jenuh dalam

3
belajar, lebih efektif dan efisien, yang pada akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan mutu lulusan yang sesuai dengan standar kompetensi yang telah
ditetapkan.

1.2 Batasan Analisa


Mengingat bagi dunia pendidikan kimia di Indonesia laboratorium virtual
belum mendapat perhatian untuk dikembangkan, maka makalah ini mengkaji apa ,
mengapa dan bagaimana upaya pengembangan laboratorium virtual dalam
konteks pemecahan masalah kimia. Juga dikaji mengenai bagaimanakah
karakteristik multimedia interaktif yang sesuai untuk pengembangan laboratorium
virtual. Diharapkan selanjutnya dapat dilakukan pengkajian lebih lanjut secara
praktis bagaimana pengembangan laboratorium virtual tersebut bagi siswa dengan
memanfaatkan kemajuan teknologi informasi (ICT).

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah mengetahui secara presisi
tentang peran laboratorium virtual sebagai upaya alternatif dalam pembelajaran
kimia di sekolah.

BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan pengembangan


dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang pelaksanaannya terdapat
beberapa perubahan baik pada jenis mata pelajaran maupun alokasi waktu yang
diberikan pada masing masing mata pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang
sebelumnya hanya disampaikan mulai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, namun saat
ini mulai diajarkan pada tingkat Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP/MTs)
yaitu pelajaran kimia. Mata pelajaran kimia tidak lagi disisipkan pada mata
pelajaran fisika atau biologi. Meskipun mata pelajaran kimia baru disampaikan
pada siswa siswi yang telah duduk di kelas IX.
Saat ini ilmu kimia mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik
dalam hal penambahan materi atau karena adanya penemuan penemuan baru dari
teori-teori yang sudah ada. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap
pendidikan kimia khususnya di tingkat Sekolah Menengah Atas, dimana materi
kimia semakin bertambah banyak sementara di pihak lain alokasi waktu mata
pelajaran kimia atau jumlah jam tatap muka semakin sedikit. Hal ini perlu disikapi
atau dipikirkan bagaimana memberikan materi pendidikan kimia di tingkat SMA
agar dihasilkan lulusan yang kompetitif, bermutu, sesuai dengan Standar
Kompetensi yang telah ditetapkan.
Berdasarkan teori Van Dallen, hasil belajar dipengaruhi 6 faktor, yaitu :
Guru, kurikulum, siswa, media pembelajaran, lingkungan dan metoda pengajaran.
Peran media pembelajaran khususnya pada mata pelajaran kimia sangat penting,
mengingat mata pelajaran kimia sebagian besar materinya bersifat abstrak seperti :
atom, molekul, ikatan kimia, bentuk molekul, reaksi reaksi kimia, dan lain-lain
yang sudah barang tentu untuk memahami hal tersebut sangat diperlukan media
pembelajaran atau model sebagai alat bantu untuk menciptakan gambaran
gambaran yang berkaitan dengan materi tersebut. Gambar atau model tersebut
diharapkan dapat membantu siswa lebih memahami materi yang dibahas atau
diajarkan.
Mata pelajaran kimia selain disampaikan dalam bentuk teori juga harus
didukung oleh kegiatan praktikum di labolatorium, supaya materi pelajaran yang
disampaikan lebih dipahami dan lebih ada gambaran untuk untuk hal hal yang
abstrak dalam materi pelajaran kimia. Masih menurut Van Dallen, semakin
banyak indera kita menerima respon dari luar, semakin banyak respon tersebut
yang diserap atau diingat. Maka kalau kegiatan praktikum dilaksanakan akan
5
semakin cepat siswa menerima proses pembelajaran tersebut.
Kendala utama saat ini yang dihadapi sebagian besar sekolah di tingkat
SLTA adalah minimnya sarana dan prasarana labolatorium baik dari segi alat
maupun bahan bahan kimia atau zat zat kimia yang tersedia. Hal tersebut
diperparah dengan mahalnya harga alat dan bahan praktikum, apalagi zat zat
kimia sifatnya hanya sekali pakai dan sulit didaur ulang, sehingga kegiatan-
kegiatan praktikum kimia jarang sekali dilaksanakan. Akibatnya sebagian besar
teori-teori yang disampaikan sulit dibuktikan atu dipraktekan, yang pada akhirnya
mempengaruhi daya serap atau daya ingat siswa kurang maksimal.
Dengan semakin berkembangnya kemajuan di bidang Teknologi Informasi
dan Komunikasi khususnya Komputer dan Internet, secara luas telah
mempengaruhi banyak aspek kehidupan manusia,termasuk di dalamnya dunia
pendidikan dan khususnya mata pelajaran kimia. Dengan menggunakan media
pembelajaran yang berbasis TIK berupa perangkat komputer dan software-nya,
mata pelajaran kimia dapat mengatasi keterbatasan alat alat praktikum dan zat-zat
kimia yang berkaitan dengan materi dan media pembelajaran tertentu. Salah satu
software yang dapat digunakan untuk mengatasi terbatasnya alat praktikum dan
zat-zat kimia untuk kegiatan praktikum siswa di labolatorium adalah
menggunakan Laboratorium Kimia Virtual salah satu contohnya yaitu program:
Crocodile Chemistry. Dengan laboratorium kimia virtual tersebut guru ataupun
siswa sangat terbantu dalam memahami berbagai macam alat, bahan.dan zat kimia
untuk kegiatan praktikum, lengkap dengan fungsi, mekanisme reaksi, bentuk
bentuk molekul dan contoh contoh reaksi kimia, tanpa harus melakukan
praktikum kimia secara langsung di laboratorium.
Laboratorium kimia virtual diharapkan menjadi salah satu alternatif solusi
dalam penggunaan media pembelajaran kimia yang mana pelajaran kimia itu akan
lebih dipahami apabila teori yang didapat dibuktikan dengan percobaan atau
praktikum. Lebih jauhnya diharapkan siswa lebih memahami ilmu kimia dan lebih
senang belajar kimia, yang selama ini pelajaran kimia dianggap pelajaran yang
menakutkan bagi sebagian besar siswa SLTA.Selain itu dengan media
pembelajaran laboratorium kimia virtual kita dapat menyampaikan materi kimia
secara inovatif, kreatif dan rekreatif, sehingga siswa tidak merasa jenuh dalam
belajar, lebih efektif dan efisien, yang pada akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan mutu lulusan yang sesuai dengan standar kompetensi yang telah
ditetapkan.
Laboratorium virtual telah cukup banyak dikembangkan di mancanegara,
terutama di negara maju. Mengingat keterbatasan pengadaan laboratorium nyata

6
(real) untuk SMA, apakah laboratorium virtual tersebut juga layak dikembnagkan
dan dimanfaatkan bagi sekolah di Indonesia?

2.1 Definisi Laboratorium Virtual


Laboratorium virtual merupakan fasilitas untuk melakukan kegiatan ilmiah
berupa penelitian, eksperimen, pengujian dan pengukuran yang terkontrol dalam
kondisi tidak nyata atau tidak sebenarnya. UNESCO memberikan definisi yang
lebih luas : “Visual laboratory is an electronic workspace for distance
collaboration and experimentation in research or other creative activity, to
generate and deliver results using distributet information and communication
technologies.”
Sedangkan dalam laboratorium virtual diartikan sebagai lingkungan
interaktif untuk menciptakan dan melakukan eksperimen dan penelitian yang
disimulasikan. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa laboratorium virtual tidak
merupakan pengganti laboratorium sesungguhnya atau tradisional, melainkan
merupakan perluasan, dan karena itu disebut juga dengan collaboratories.
Laboratorium virtual selain berfungsi untuk mengadakan percobaan, penelitian,
pengukuran dan pembuktian, mengandung fungsi lain yang lebih utama, yaitu
mengkomunikasikan hasil kegiatan ilmiah dan kolaborasi dalam melaksanakan
berbagai kegiatan ilmiah.
Di dalam laboratorium kimia virtual kita dapat melakukan berbagai
percobaan atau mereaksikan zat-zat kimia tanpa harus membeli alat alat ataupun
zat zat kimia. Selain itu juga kita akan terhindar dari rasa takut akan terjadi
kecelakaan seperti ledakan, kebakaran, terjadinya gas gas beracun, terkena zat
kimia berbahaya dan lainnya. Karena semua yang kita lakukan terjadi di layar
komputer, meskipun demikian efek efek yang terjadi dari suatu reaksi kimia tetap
dapat kita amati, baik itu adanya suara ledakan, suara air mendidih, perubahan
warna, perubahan suhu, timbul gas timbul api atau terjadi endapan dan
lainnya.Bahkan dalam laboratorium kimia virtual kita bisa merancang berbagai
percobaan kimia atau mereaksikan zat-zat kimia yang tidak pernah kita lakukan
praktikum karena keterbatasan alat dan bahan kimia.

2.2 Jenis-jenis Laboratorium Virtual


Berdasarkan beberapa definisi dan fungsi laboratorium virtual, dapat

7
dibedakan berbagai jenis laboratorium virtual, sesuai dengan fungsi yang
dikandungnya, sebagai berikut :
1. Katagori Pertama : memberikan petunjuka untuk melakukan percobaan
ilmiah, yang dapat dilakukan di sekolah atau bahkan di rumah, baiak dalam
rangka homeschooling maupun untuk membantu menyelesaikan tugas rumah.
Termasuk dalam kategori ini adalah The irYidium Project yang dikembangkan
oleh Carnegir melom department of Chemistry dan dibiayai oleh National
Science Foundation CCLI Program.
2. Kategori Kedua : Presentasi atau demonstrasi berbagai kegiatan eksperimen
yang terkontrol, yang dikemas dalam bentuk CD interaktif
3. Kategori Ketiga : penyediaan kegiatan eksperimen interaktif yang dapat
diunduh dari internet oleh anggota klub yang telah mendaftarkan diri dan
memenuhi syarat keanggotaan.
4. Kategori Keempat : Penemuan prinsip-prinsip ilmiah dengan melaksanakan
eksperimen simulasi laboratorium secara interaktif, atau disebut juga online
simulated laboratory experiments. Latihan dalam program ini dibedakan
menjadi dua, yaitu eksperimen dan model. Eksperimen menyajikan kegiatan
seperti yang terjadi pada laboratory real, yang dapat dimanipulasikan melalui
keyboard dan mouse. Model merupakan program untuk memecahkan masalah
guna menciptakan simulasi sendiri.
5. Kategori Kelima : program penelitian dalam laboratorium yang dikerjakan
bersama melalui jaringan virtual. Program ini yang oleh UNESCO disebut
sebagai collaboratories, dengan menggunakan arsitektur dan sumber yang
terbuka. Contoh program ini adalah Max Planck institute for the History of
Science. Dalam program max Planck, laboratorium virtual merupakan
platform dimana para sejarawan menerbitkan dan mendiskusikan penelitian
dan eksperimen mereka dalam bidang sains, seni dan teknologi.

Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa eksperimen atau praktikum atau


pengamatan fenomena Kimia merupakan jantungnya mata pelajaran Kimia.
Berdasarkan hasil survai diketahui bahwa pada pembelajaran Kimia di sekolah,
sebagian besar fenomena Kimia tidak diselidiki melalui pengamatan langsung
tetapi lebih banyak diceriterakan atau hanya dicontohkan saja dari kehidupan
sehari-hari. Pembelajaran Kimia lebih didominasi dengan metode ceramah.
Bahkan beberapa guru menganggap bahwa teori terdapat di dalam soal, sehingga
dalam pembelajaran guru menerangkan materi secara global kemudian siswa
diberi soal, nanti teorinya dijelaskan ketika membahas soal tersebut. Guru tidak

8
sempat melaksanakan praktikum karena mengejar target menyelesaikan materi
pada kurikulum yang sangat padat. Guru tidak mempunyai cukup waktu untuk
mengajak siswa melakukan eksperimen di laboratorium sekolah. Peralatan
laboratorium di sekolah juga umumnya sangat minim dan kualitasnya rendah
sehingga kurang presisi. Kalaupun dipaksakan melakukan eksperimen
menggunakan peralatan tersebut sering hasilnya tidak dapat digunakan untuk
membangun konsep, prinsip, hukum dan teori yang sesuai dengan seharusnya.
Sekolah juga tidak dapat menyediakan dana bahan habis pakai untuk praktikum
yang memadai guru juga harus mempersiapkan segala sesuatunya sendiri karena
laboratorium sekolah tidak memiliki teknisi sendiri. Di samping itu pemahaman
guru mengenai tujuan dan hakekat pembelajaran Kimia sekolah masih kurang
memadai. Masih sangat banyak guru yang tidak dapat membedakan antara
kegiatan laboratorium inkuiri dengan verifikasi. Eksperimen yang telah
dilaksanakan oleh siswa selama ini lebih banyak bersifat verifikasi. Bahkan masih
banyak sekolah yang berlokasi di kota besar yang tidak memiliki laboratorium,
apalagi yang berlokasi di kota-kota kecil dan di daerah.
Permasalahan yang diuraikan di atas mungkin dapat diatasi dengan
menggunakan Laboratorium Kimia Virtual atau virtual, namun demikian beberapa
isu di berikut ini perlu dijadikan bahan pertimbangan.
 Apakah simulasi praktikum dapat menggantikan praktikum secara Hand-
on
 Bagaimana efektivitas simulasi praktikum?
 Apakah simulasi praktikum dapat memenuhi tujuan pembelajaran Kimia?
 Apakah simulasi praktikum sepenuhnya dapat mengatasi kekurangan
peralatan?
 Apakah simulasi praktikum dapat mengatasi resiko bahaya?
 Apakah simulasi praktikum dapat mengatasi permasalahan waktu yang
sempit?
 Apakah simulasi praktikum dapat mengatasi permasalahan ketelitian
peralatan ?
 Apakah simulasi praktikum dapat mengatasi permasalahan dana bahan
habis pakai?

2.3 Pengembangan Laboratorium Virtual Dalam Belajar Sains/Kimia

9
Melalui Multimedia
Pada masa kini, terjadi pertumbuhan kesepakatan dalam penelitian
pendidikan sains bahwa belajar sains memerlukan praktik representasional dari
materi subyek sains. Literasi sains dipahami sebagai mengetahui bagaimana cara
menginterpretasikan dan mengkonstruksikan literasi sainsnya. Dari perspektif ini,
belajar konsep dan metode ilmiah menuntut terjadinya pemahaman dan
konseptualisasi yang menghubungkan konstruksi multiple representasi (Norris &
Phillips dalam Waldrip, 2006).
Berdasarkan karakteristik ilmu kimia, model-model representasi kimia
diklasifikasikan dalam level representasi makroskopik, submikroskopik dan
simbolik (Johnstone dalam Treagust, et.al, 2003). Representasi makroskopik yaitu
representasi kimia yang diperoleh melalui pengamatan nyata terhadap suatu
fenomena yang dapat dilihat dan dipersepsi oleh panca indra atau dapat berupa
pengalaman sehari-hari siswa. Contohnya: terjadinya perubahan warna, suhu, pH
larutan, pembentukan gas dan endapan yang dapat diobservasi ketika suatu reaksi
kimia berlangsung. Seorang siswa dapat merepresentasikan hasil pengamatan
dalam berbagai mode representasi, misalnya dalam bentuk laporan tertulis,
diskusi, presentasi oral, diagram vee, grafik dan sebagainya.
Representasi submikroskopik yaitu representasi kimia yang menjelaskan
mengenai struktur dan proses pada level partikel (atom/molekular) terhadap
fenomena makroskopik yang diamati. Representasi submikroskopik sangat terkait
erat dengan model teoritis yang melandasi eksplanasi dinamika level partikel.
Mode representasi pada level ini diekspresikan secara simbolik mulai dari yang
sederhana hingga menggunakan teknologi komputer, yaitu menggunakan kata-
kata, gambar dua dimensi, gambar tiga dimensi baik diam maupun bergerak
(animasi) atau simulasi. Representasi simbolik yaitu representasi kimia secara
kualitatif dan kuantitatif, yaitu rumus kimia, diagram, gambar, persamaan reaksi,
stoikiometri dan perhitungan matematik.
Umumnya dalam pembelajaran terjadi kecenderungan hanya
menggunakan level representasi makroskopik dan simbolik. Penggunaan model-
model kimia juga tidak selalu diapresiasi dengan menghubungkannya dengan dua
target real yaitu level submikroskopik dan level makroskopik. Seringkali model-
model hanya dipandang sebagai simbolisasi yang dimaknai dalam konteks
matematik atau perhitungan. Hal tersebut itulah diduga dapat menyebabkan siswa
terhambat untuk menguasai kemampuan representasional (Chittleborough &
Treagust, 2007).
Berbagai penelitian pada dekade terahir ini, menyatakan bahwa komputer

10
dapat digunakan sebagai alat untuk membantu pembelajar memiliki kemampuan
representasi dalam memvisualisasikan sistem dan proses molekular (Wu & Shah,
2004; Ardac & Akaygun, 2004; Kelly & Jones, 2005; Tasker & Dalton, 2006).
Mengingat dunia molekular merupakan multipartikel yang bergerak dinamis dan
pada keadaan padat maupun cair interaksi partikelnya rumit dan ruah, maka
diperlukan visualisasi dunia molekular yang mendekati keakuratan. Simulasi,
gambar grafis dan laboratorium berbasis mikro komputer telah digunakan sejak
dua dekade sebagai metode mengajar yang efektif, baik pada level Perguruan
Tinggi maupun sekolah menengah. Penggunaan komputer memungkinkan
terjadinya display simultan representasi molekular yang sesuai dengan observasi
pada level submakroskopik. Visualisasi berbasis komputer dan animasi tiga
dimensi merupakan alat pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman
konsep dan kemampuan spatial (Gilbert, 2005 ; Kozma & Russell, 2005).
Demikian pula model molekular virtual menggunakan komputer (Computerized
Molecular Modeling) yang diintegrasikan dalam pembelajaran dapat digunakan
untuk membangun konsep, memvisualisasikan, dan mensimulasikan sistem dan
proses pada level molecular.
Oleh karena itu, Tasker & Dalton (2006) menyarankan perlunya
pengembangan desain pembelajaran yang dilandasi model sistem pemrosesan
informasi multimedia yang merupakan pengembangan dari teori kognitif Mayer
dan teori situatif . Teori kognitif berkaitan dengan transformasi eksternal simbolik
representasi ke dalam mental representasi (model mental). Teori situatif berfokus
pada pembelajaran sains sebagai suatu proses penyelidikan (inkuiri) dengan
menggunakan wacana sosial dan representasi untuk mendukung proses tersebut.
Kedua teori tersebut juga berimplikasi terhadap bagaimana menyusun desain
pembelajaran yang dapat mendukung perolehan konsep dan prosedur pemecahan
masalah.
Berdasarkan penelitian terkini, jika sasaran mengajar kimia sebagai suatu
proses penyelidikan atau untuk mengembangkan inkuiri, maka teori situatif dapat
dijadikan argumen untuk menggunakan berbagai variasi representasi dalam
konteks penyelidikan di laboratorium, menggunakannya untuk mengajukan
pertanyaan, merencanakan percobaan, melaksanakan prosedur, analisis data dan
menyajikan temuan. Software multimedia didesain agar menyediakan instruksi
dengan powerful tools yang mendukung siswa melakukan penyelidikan tersebut.
Komputer dalam perkembangan masa kini dapat dimanfaatkan dalam
pendidikan dan pembelajaran. Dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihan
komputer, maka komputer dapat dijadikan sebagai media dan sumber belajar

11
dalam bidang studi tertentu di samping media yang lain. Penggunaan komputer
dalam pembelajaran di sekolah, menurut Coburn (1985) dapat diklasifikasikan ke
dalam beberapa jenis, yaitu:
a. Program latihan (drill and practice), yaitu program yang dirancang untuk
digunakan siswa dalam melakukan latihan-latihan soal.
b. Program tutorial, yaitu program yang dirancang supaya komputer dapat
digunakan sebagai tutor dalam proses pembelajaran.
c. Program demonstrasi, yaitu program yang digunakan untuk
memvisualisasikan konsep yang abstrak.
d. Program simulasi, yaitu program yang digunakan untuk memvisualisasikan
proses yang dinamik.
e. Program permainan instruksional, yaitu program yang digunakan untuk
permainan dengan menggunakan instruksi-instruksi komputer dengan
tujuan untuk meningkat-kan pemahaman materi yang diajarkan.
Banyak keuntungan diperoleh dari penggunaan media komputer sebagai
alat bantu pembelajaran. Jackson (dalam Paramata, 1996) menyatakan bahwa
pengajaran yang menggunakan komputer dapat mengembangkan keterampilan
berpikir siswa. Selain itu penggunaan media komputer dapat menyeimbangkan
kebutuhan waktu dan keperluan pemrosesan dari tugas-tugas tertentu, serta
memungkinkan pengembangan pendekatan pembelajaran bervariasi.
Coburn (1985), mengemukakan bahwa komputer dapat merupakan media
pengajaran yang dapat memvisualisasikan berbagai fakta, keterampilan, konsep
dan komputer juga menampilkan gambar-gambar yang bergerak sesuai dengan
keperluannya. Penggunaan komputer yang bersifat interaktif dengan pemakainya
dikemukakan oleh Hinduan (1989) bahwa program komputer yang dapat
menampilkan diagram atau gambar yang dapat dirancang untuk menyesuaikan
dengan respon siswa. Selain itu, penggunaan komputer dapat dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat berinteraksi dengan pemakainya. Menurut
Hamalik (2001) komputer adalah suatu medium interaktif, dimana siswa memiliki
kesempatan untuk berinteraksi dalam bentuk mempengaruhi atau mengubah
urutan yang disajikan sehingga meningkatkan motivasi dan memberikan
pengalaman kinestetik melalui penggunaan keyboard komputer. Polla (2000)
menyatakan pembelajaran berbantuan komputer mampu menciptakan suatu proses
belajar mengajar yang interaktif, sehingga dapat memberikan manfaat optimal
bagi siswa dan guru dalam mencapai tujuan pendidikan. Defrianto (2001)
mencoba menggunakan metode pengajaran Kimia interaktif dan visualisasi
komputer dan hasilnya memberikan kenaikan nilai rata-rata yang signifikan.

12
Latuheru (1988) mengungkapkan kelebihan komputer yaitu:
a. Bekerja dengan komputer sebagai sesuatu yang baru bagi siswa,
menimbulkan motivasi bagi mereka untuk lebih menekuni materi yang
disajikan.
b. Dengan adanya warna, musik, dan grafik yang dianimasi dapat
menambahkan realisme, dan merangsang untuk mengadakan latihan-latihan
kerja, kegiatan laboratorium, simulasi dan sebagainya.
c. Kecepatannya dalam hal menanggapi respon siswa, justru merupakan
sesuatu yang mengandung nilai-nilai penguatan (reinforcement).
d. Kemampuannya untuk mengingat secara cepat dan tepat, memungkinkan
perlakuan/ pekerjaan siswa yang lalu dapat dicatat dengan baik, dan dapat
digunakan untuk merencanakan langkah-langkah selanjutnya.
e. Kemampuan komputer dalam hal menyimpan dokumen secara aman,
memungkinkan pengajaran individual dapat dijalankan dengan baik. Bagi
guru, persiapan-persiapan dapat dijalankan dengan baik untuk semua siswa
(khususnya bagi siswa-siswa yang berbakat), dan kemajuan mereka dapat
dimonitor.
f. Jangkauan kontrol guru lebih luas, dan banyak informasi dapat diperoleh;
membantu guru mengadakan kontrol yang lebih ketat dan baik, tertuju pada
bagian-bagian yang secara langsung merupakan kesulitan bagi siswa.

Disamping beberapa keunggulan penggunaan komputer dalam


pembelajaran, komputer juga mempunyai kelemahan-kelemahan dalam
penggunaannya, yaitu:
a. Komputer tidak dapat membuat setiap hal jelas, seperti apa yang
dikehendaki guru. Gagasan guru yang telah tersusun dalam perangkat
pembelajaran belum tentu dapat diterima jelas oleh semua siswa. Komputer
membantu guru dalam menjelaskan sebagian dari peran guru.
b. Komputer bukanlah alat bantu yang harus digunakan secara terus menerus,
melain-kan digunakan pada saat-saat tertentu dimana diperlukan oleh guru
dan siswa. Penggunaan komputer dalam pengajaran dapat digunakan pada
saat siswa memerlu-kan bantuan untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
c. Komputer tidak dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi secara
individual dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu peran guru sangat
penting untuk mengatasi permasalahan tersebut, terutama siswa yang lambat
daya tangkapnya terhadap informasi yang disampaikan.

13
d. Komputer tidak dapat menjangkau aspek afektif /sikap dari ranah
pembelajaran sehingga komputer belum dapat digunakan mengubah tingkah
laku siswa ke arah yang lebih baik.
e. Proses pembelajaran dengan komputer relatif lebih mahal dari media lain.
Komputer memerlukan adanya pemikiran yang matang sebelum
menggunakan komputer dalam pembelajaran; ditinjau dari segi biaya serta
kegunaannya. Pemeliharaannya pun merupakan masalah yang perlu
dipikirkan.
f. Merancang dan produksi program untuk kepentingan proses pembelajaran
dengan komputer mempunyai konsekuensi biaya, waktu dan tenaga yang
tidak sedikit.
Kelemahan-kelemahan penggunaan komputer dalam pembelajaran
sebenarnya dapat diatasi walaupun tidak seluruhnya, jika program pembelajaran
menggunakan komputer dibuat interaktif. Penerapan teknologi komputer
mendorong proses pembelajaran ke arah “individual learning”, di mana posisi
guru bergeser dari instruktur tradisional ke arah mentor. Selain itu, pembelajaran
individu mendorong siswa ke arah belajar aktif, kreatif dan interaktif.
Pada saat ini komputer sudah memasyarakat, dan hampir setiap sekolah
telah memiliki laboratorium komputer. Selama ini umumnya laboratorium
komputer di sekolah-sekolah hanya digunakan untuk pelajaran mengetik. Dengan
kata lain pemanfaatan komputer di sekolah-sekolah belum optimal sesuai dengan
kemampuannya. Padahal komputer dapat dijadikan sebagai media pembelajaran
Kimia yang sangat menarik apabila ditunjang oleh ketersedian perangkat lunak
pembelajaran Kimia.
Dengan adanya mata pelajaran baru pada Kurikulum 2004 yaitu Teknologi
Informasi maka sekolah-sekolah dituntut untuk memiliki Laboratorium Komputer.
Sekolah yang tidak memiliki biaya untuk menyediakan Laboratorium Komputer
dapat bekerja sama dengan Provider Komputer dengan sistem sewa pakai.
Dengan sistem sewa pakai, pemeliharaan komputer menjadi tanggung jawab
provider. Dengan menerapkan Laboratorium Virtual maka pemanfaatan
Laboratorium Komputer menjadi optimal

BAB III
APLIKASI DAN PEMBAHASAN
14
Ilmu kimia dalam pembelajarannya seringkali membutuhkan metoda yang
lebih bersifat eksperimental daripada hanya sekedar pengajaran lisan. Termasuk
dalam hal ini adalah pembelajaran ilmu kimia di tingkat sekolah menengah
umum. Siswa akan dapat menerima konsep-konsep ilmu kimia dengan lebih benar
apabila dapat mengamati langsung fenomena dan gambaran yang sesungguhnya
apabila siswa dapat melakukan praktek di laboratorium.
Praktek-praktek di laboratorium kimia saat ini akan menghadapi kendala
ketersediaan bahan kimia yang relatif mahal. Pada kondisi dewasa ini, tidak
semua sekolah tingkat SMA di Indonesia dapat menyediakan fasilitas
laboratorium kimia yang memadai untuk keperluan tersebut. Kondisi ini
menyebabkan sebagian besar sekolah tidak mampu untuk menyelenggarakan
kegiatan praktek di laboratorium kimia secara representatif. Di sisi lain, sebagian
besar sekolah-sekolah memiliki fasilitas laboratorium untuk praktek komputer
bagi para siswa. Fasilitas komputer yang ada tersebut sebenarnya dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif untuk keperluan praktek pembelajaran ilmu kimia.
Beberapa konsep ilmu kimia khususnya pada skala molekuler dapat
dipelajari dengan menggunakan model molekul (Leach, 1996). Contoh hal ini
adalah kajian tentang ukuran atom dan periodisitas, bentuk geometri dari struktur
molekul, stereokimia dan lain-lain. Model molekul pada mulanya diajarkan
dengan menggunakan model tiga dimensional dengan menggunakan alat peraga
berbentuk bola-bola dari bahan plastik atau kayu. Saat ini dengan adanya
perkembangan teknologi komputer baik dari segi perangkat keras maupun
perangkat lunak memungkinkan untuk pemodelan molekul dengan menggunakan
komputer. Beberapa perangkat lunak yang tersedia di pasaran saat ini dapat
digunakan untuk keperluan visualisasi model molekul. Beranjak dari kondisi
tersebut di atas maka perlu dicoba praktek visualisasi model molekul oleh siswa
SMA sebagai alternatif pembelajaran yang diharapkan dapat lebih menarik minat
mahasiswa untuk mempelajari ilmu kimia secara lebih intensif.

3.1 Aplikasi Laboratorium Virtual


Untuk dapat melakukan praktek visualisasi ini maka dibutuhkan
seperangkat computer dengan spesifikasi standar dan terutama menggunakan
sistem operasi Windows minimal 9X.
Spesifikasi perangkat keras berupa komputer dengan prosesor minimal
pentium dengan RAM 16 MB dan kapasitas kosong dari harddisk sekitar 700 MB

15
– 1500 MB untuk instalasi software (tergantung keperluan). Kemampuan grafis
komputer semakin tinggi akan semakin baik. Printer warna hanya diperlukan
apabila guru memberikan tugas untuk mencetak dan pembuatan laporan.
Saat ini banyak sekali software-software yang dapat digunakan untuk
aplikasi visualisasi struktur molekul, baik software yang bersifat komersial
maupun yang bersifat freeware (gratis) atau shareware (gratis untuk sementara
waktu atau gratis untuk software versi terbatas). Kebanyakan software komersial
berharga relatif mahal dan relatif tidak terjangkau untuk keperluan pembelajaran
SMU di Indonesia. Hal ini dapat diatasi dengan strategi pemilihan software yang
bersifat freeware atau shareware tersebut. Untuk keperluan visualisasi senyawa-
senyawa organik atau anorganik tertentu, dapat digunakan software Rasmol.
Software ini dapat didownload secara gratis dari internet.

Gb. 2.1 virtual laboratorium kimia

Kelemahan software ini hanya dapat untuk visualisasi tanpa dapat


digunakan untuk pembuatan atau manipulasi struktur molekul. Software yang
dapat digunakan untuk keperluan pembuatan atau manipulasi struktur misalnya
adalah HyperChem, Chem3D atau Alchemy. Software versi demo dari program-
program tersebut tersedia di website masing-masing produsen software tersebut
dan dapat didownload secara gratis.
Untuk keperluan visualisasi struktur kristal dapat menggunakan software
Xtal atau PowderCell. Software tersebut bersifat komersial dan versi demo juga
tersedia di website masing-masing produsen. Untuk keperluan ini, sebenarnya
terdapat software freeware tetapi hanya dapat dijalankan pada komputer yang
menggunakan sistem operasi UNIX/LINUX.

16
Alternatif lain yang dapat dilakukan guru adalah apabila di sekolah
tersedia jaringan internet maka guru dapat menggunakan fasilitas situs web
dengan alamat http://www.molecules.org/. Untuk keperluan ini maka guru dapat
memanfaatkan aplikasi tersebut baik secara on-line maupun off-line. Untuk
keperluan ini diperlukan software untuk browsing seperti Internet Explorer,
Netscape Navigator atau Opera. Selain itu diperlukan juga suatu software kecil
untuk keperluan visualisasi sebagai plug-in browser yang digunakan yakni
software Chime. Software ini dapat didownload secara gratis dan diinstallkan
langsung di komputer.

3.2. Pengenalan Software Visualisasi Struktur Molekul


Sebelum dikenalkan aspek visualisasi struktur molekul, pada bagian ini
dikenalkan format kode file (source code) sehingga dapat diterjemahkan komputer
sebagai suatu gambaran struktur. Molekul harus dijabarkan dalam bentuk
identifikasi seluruh jenis atom-atom penyusun molekul dan koordinat atom
tersebut dalam bentuk koordinat Cartesian (XYZ).
Identifikasi jenis atom meliputi lambang atom, spesifikasi jenis atom,
muatan dan keterangan lain bila diperlukan. Selanjutnya berdasarkan identifikasi
jenis atom dan koordinat tersebut akan diterjemahkan menjadi susunan atom-atom
dan oleh komputer untuk panjang ikatan yang sesuai akan diterjemahkan menjadi
ikatan atom. Gambaran umum ini berlaku untuk seluruh program visualisasi
komputer, yang membedakan hanya aturan penulisan dan format detail yang lebih
spesifik.
Sebagai contoh adalah pada gambar 1 untuk software Hyperchem berupa
format identifikasi atom dan koordinat serta hasil visual yang ditampilkan.
forcefield mm+
sys 0 0 1
view 40 0.41174 55 15 -0.4658915 -0.8385957 -0.282316 0.7684918 -0.5416318 0.3406689
-0.4385948 -0.05824277
seed 0
mol 1
atom 1 - C C4 - 0 2.393496 1.158491 -1.639604e-007 4 2 s 5 s 6 s 7 s
atom 2 - C C4 - 0 2.393496 2.698491 -1.639604e-007 4 1 s 3 s 8 s 9 s
atom 3 - C C4 - 0 0.9415681 3.211819 -1.639604e-007 4 2 s 4 s 10 s 11 s
atom 4 - O O2 - 0 0.941568 4.641819 -1.639604e-007 2 3 s 12 s
atom 5 - H H - 0 3.421159 0.7951617 -1.639604e-007 1 1 s
atom 6 - H H - 0 1.879673 0.7951617 0.8899872 1 1 s
atom 7 - H H - 0 1.879662 0.7951538 -0.8899779 1 1 s
atom 8 - H H - 0 2.907319 3.061821 0.8899872 1 2 s
atom 9 - H H - 0 2.907331 3.061828 -0.8899778 1 2 s
atom 10 - H H - 0 0.4277449 2.848489 -0.8899875 1 3 s
atom 11 - H H - 0 0.4277337 2.848481 0.8899775 1 3 s
atom 12 - H HO - 0 0.03647017 4.961815 -1.639604e-007 1 4 s
endmol 1

17
Gambar 1. Contoh tampilan kode format struktur dan visualisasi
dari senyawa propanol

3.2 Beberapa Materi Pembelajaran Kimia Dengan Komputer


Berikut ini disajikan beberapa materi ilmu kimia tingkat SMA yang dapat
digunakan :
1. Konsep periodisasi – ukuran jari-jari atom Materi ini membahas tentang
ukuran jari-jari atom yang memberi kontribusi susunan eriodik pada tabel
berkala. Pada gambar 2 disajikan visualiasi jenis atom dan ditampilkan
lambang atom yang dimaksud, selanjutnya pada gambar berikutnya dapat
ditampilkan visual bola yang merepresentasikan atom yang sesuai dengan
ukuran jari-jari atom tersebut.

18
Gambar 3. Visualiasi ukuran jari-jari atom untuk golongan A

2. Konsep periodisasi – panjang ikatan


Materi ini membahas tentang pengaruh jenis atom sesuai urutan pada satu
golongan terhadap panjang ikatan dengan atom hidrogen yang terbentuk. Pada
tabel 1 disajikan dengan pengaruh jenis ikatan tersebut terhadap panjang ikatan
yang dihasilkan. Nilai panjang ikatan tersebut dapat diperoleh pada software
HyperChem.

Tabel 1. Nilai panjang ikat antara H-X (X = halida) dan komparasi dengan H-H

Panjang ikatan
Jenis ikatan Visualisasi
(Angstrom)

H-I 1,58730

19
H-Br 1,42111

H-Cl 1,28359

H-F 0,82626

H-H 0,67660

3. Teori struktur molekul – VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion)


Pada bagian ini disajikan gambaran bentuk-bentuk geometri yang mungkin
terjadi dengan berdasarkan teori VSEPR dan disajikan contoh-contoh molekul
yang mengikuti bentuk geometri tersebut. Visualisasi secara tiga dimensional
dapat membantu untuk lebih memperjelas bentuk geometri yang dimaksud yakni
dengan eksplorasi dari berbagai arah.
Dengan program HyperChem atau Rasmol, sudut yang terbentuk dapat
diukur juga. Dalam kaitan ini guru dapat memberi tugas bagi siswa untuk
membuat berbagai jenis molekul lain seperti CH4, NH3, H2O dan H2S kemudian
dipelajari bentuk geometri serta pengukuran sudut ikat yang terjadi.

Bentuk Bentuk
Senyawa Senyawa
Molekul Molekul

Asetaldehid Formamida

Amonia Asam Formiat

20
Cyanoetilen Metanol

Formaldehid Air

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari uraian tersebut diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Laboratorium virtual adalah sebuah laboratorium yang di buat dengan
program multi media interaktif, siswa dan guru dapat mengunakan
program ini untuk berinteraktif dengan materi yang di gunakan.
2. Laboratorium virtual ini sangat efektif dan efisien tidak perlu
menggunakan gedung khusus laboratorium dan alat2 laboratorium.
3. Kelebihan Laboratorium Virtual adalah lebih effisien dan efektif tidak
menggunakan gedung dan alat-alat labor yang rumit, siswa dapat
mengulang kembali praktikum di rumah masing-masing jika belum
mengerti, pengadaan laboratorium virtual lebih murah dari pada sebuah
laboratorium nyata
4. Kekurangan Laboraorium Virtual adalah siswa tidak dapat dapat meraba
alat-alatnya secara nyata, sehingga psikomotor siswa kurang terlatih dalam
merangkai alat-alat praktikum Keterampilan guru saat ini dalam
menggunakan IT masih kurang serta Ketersediaan alat-alat IT di sekolah
masih kurang.
5. Multimedia dapat efektif membantu siswa mengembangkan kemampuan

21
representasional bila didukung lingkungan belajar yang secara eksplisit
mendemonstrasikan secara konseptual antara representasi pada level
makroskopik, submikroskopik dan simbolik dalam konteks pemecahan
masalah dan/atau inkuiri ilmiah

4.2 Saran
1. Siswa diharapkan lebih focus terhadap materi yang akan diberikan guru
dan melibatkan diri dalam setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan
karena dapat memberikan pengalaman belajar yang baik kepada diri siswa
itu sendiri.

2. Kepada guru yang melaksanakan proses pembelajaran supaya lebih


meningkatkan kreatifitasnya dalam pembelajaran dan lebih banyak
menggunakan media yang bervariasi yang secara tidak langsung
pengalaman belajar anak akan lebih baik selain itu juga perlu
mengembangkan program laboratorium kimia Virtual yang disesuaikan
dengan karaktristik materi pelajaran yang mengacu pada kompetensi dasar
yang sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP)
3. Untuk pihak sekolah, hendaknya melengkapi media/alat pembelajaran
supaya guru dan siswa dapat meningkatkan kualitas belajarnya. Karena
keberhasilan pencapaian tujuan tidak terlepas dari peranan sekolah dalam
menyediakan sarana dan prasarana terutama yang berbasis komputer
mengingat pengadaan laboratorium virtual lebih murah dibandingkan jika
membeli peralatan yang berupa zat dan alat yang sebenarnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Akpan, J.P. (2002). Which Comes First: Computer Simulation of Dissection or a


Traditional Laboratory Practical Method of Dissection. Electronic Journal
of Science Education, Vol. 6 No. 4. http://unr.edu/homepage /crowther/
ejse/ ejsev6n4.html

Akpan, J.P. (2001). Issues associated with inserting computer simulation into
biology instruction: A Review of Literature. Electronic Journal of Science
Education, Vol. 5 No. 3. http://unr.edu/homepage /crowther/ ejse/
ejsev5n3. html

Akpan, J.P. and Andre, T., (2000). Using a Computer Simulation Before
Dissection to Help Student Learn Anatomy. Journal of Computer in
Mathematics and Science Teaching, Vol. 19 No. 3.

Coburn, P., et al. (1985). Practical Guide to Computer in Education 2nd.


California: Addison - Wesley Publication Company Inc.

Coleman, F. (1998). Using the Body Electronic: Students Use Computer


Simulation to Enhance Their Understanding of Human Physiology.
Learning and Leading With Technology, Vol. 25 No. 8.

Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 SMA: Pedoman Khusus Pengembangan


Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kimia

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta

Hinduan, A. (1989). Pengajaran Komputer Untuk Calon Guru Matematik dan


Ilmu Pengetahuan Alam. Makalah Pada Seminar FPMIPA Dalam Rangka
Hari Jadi IKIP Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP
Bandung.

23
Jong-Heon Kim, Sang-Tae Park, Heebok Lee, Keun-Cheol Yuk dan Heeman
Lee. (2001). Virtual Reality Simulations in Physics Education. Interactive
Multimedia Electronic Journal of Computer Enhanced Learning

Latuheru, John D. (1988). Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar Mengajar


Masa Kini.Jakarta : Depdikbud.

Miller, L.M. and Castellano, J. (1996). Use of Technology for Science and
mathematics Collaborative Learning. School Science and Mathematics.
Vol. 96 No. 2.

NSTA (1998). Standar for Science Teacher Preparation, NSTA and AETS

Nurhadi. (2002). Pendekatan Kontekstual. Depdiknas Dirjendikdasmen. Jakarta


Paramata, Y. (1996). Computer – Aided Instruction (CAI) Dalam Pembelajaran
IPA-Kimia. Tesis pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan

Polla, Gerardus. 2000. Buletin Pelangi Pendidikan. UNJ. Jakarta

Suyatna, Agus. (2005). “Simulasi Praktikum Menggunakan Perangkat Lunak


EWB Untuk Meningkatkan Kemampuan Analisis dan Desain Rangkaian
Elektronika”, Prosiding Seminar nasional Pendidikan IPA 2005. Bandung:
Program Studi Pendidikan IPA-PPS UPI

Thomas, R. and Hooper, E. (1991). Simulation: An Opportunity We Are Missing.


Journal of Research on Computing in Education, Vol. 23 No. 4.

Zahorik, J.A. (1995). Constructivist Teaching. Phi-Delta Kappa Educational


Foundation. Indiana

24

Anda mungkin juga menyukai