Kalian pasti sangat menyukai hari ulang tahun kalian kan, Aku sangat yakin itu.
Aku juga menyukai
hari ulang tahunku, karena dengan begitu Aku bisa dapat ucapan selamat dan tentunya hadiah dari keluargaku terutama temanku. Itu dulu, tapi saat Aku menginjak masa SMP, ulang tahunku menjadi menyebalkan, karena pada hari yang sama teman sekelasku pun ulang tahun. Sebenarnya bukan itu masalahnya, dia membenciku karena ulang tahunnya sama denganku. Jadi, tak ada alasan Aku untuk menyukainya kan. Cukup panggil Aku Ahra, kini Aku sudah kelas 3 dan sebentar lagi ujian. Awalnya Aku tidak masalah dengan semua tapi saat dia mengejekku karena hari ulang tahun kita sama, Aku mulai membenci balik dirinya. Ditambah dia seorang primadona di sekolah yang menjadikan banyak orang-orang benci padaku juga. Ini tidak adil, terlebih Aku selalu mengalah untuk datang ke pestanya karena tidak ada satupun teman yang datang. Tapi, saat ini kalian akan tahu siapa diriku sebenarnya. Malam itu Aku mengundangnya sehari sebelum hari ulang tahun kami, Aku hanya berniat untuk mengajaknya mengobrol, tidak lebih. "Aku mengundangmu kesini untuk membicarakan besok, besok kita ulang tahunkan," Aku memandangnya lembut dengan senyuman di wajah. "Eeeuuuummmhhh..... eeeeuummmmh..." Aku tidak bisa mendengar jelas apa yang ia katakan. Dia hanya bergumam tak jelas dengan menatap tajam ke arahku, apa yang dia lihat? Aku menamparnya sekuat tenaga, Aku tak peduli bekas merah dipipinya. Dia membuatku kesal! "Kau mau bilang apa? Aku tak bisa mendengarmu." Aku bertanya dengan berusaha selembut mungkin. Ah, Aku lupa. Kalau Aku mengikat kedua tangan dan kakinya di kursi dan menutup mulutnya dengan lakban. Aku tersenyum melihatnya, "Kau bilang, kau membenciku karena hari ulang tahun kita sama kan, kalau begitu..." Aku menodongkan pisau yang sejak tadi di tanganku yang satunya. Dia ketakutan dan Aku senang karena itu, "Bagaimana kalau salah satu diantara kita mati." Senyumku semakin lebar saat melihatnya semakin ketakutan. Ah, ini benar-benar menyenangkan. "Bagaimana, jika dimulai dari lehermu?" Ucapku menakuti. Ah, bukan, Aku memang berniat melakukannya. "Ah, tapi, Aku ingin menikmati ini, bagaimana jika dimulai dari jarimu saja." Aku memegang kelima jarinya, dan dia berusaha berontak meski itu sia-sia. Dasar bodoh! Aku mencengkram kuat jarinya yang mencoba mengepal kuat. Dasar keras kepala! Karena Aku kesal, Aku potong saja tangannya sekalian. Aku tidak peduli dengan teriakannya yang tertahan. Untung saja Aku mengikat bagian badannya juga, jadi dia tidak bisa berontak meski pergelangan tagannya putus. Ini sangat menyenangkan, Aku tak menyangka ini benar-benar menyenangkan. Aku lanjutkan kegiatanku, memotong pergelangan tangan satunya, kedua kakinya, Ini benar-benar menyenangkan, ditambah dengan jeritannya yang tertahan membuat telingaku suka mendengarnya Sekitar tengah malam, Aku tak mendengar lagi ia bergumam atau menjerit. Ah, berarti Aku sudah selesai. Ini tidak seru, dia menyerah lebih cepat yang kuduga. Aku melihatnya sekilas, tubuhnya sudah terpisah dengan bagiannya. Aku tidak tahu apa yang harus Aku lakukan padanya. Ah, Aku punya ide. Bagaimana jika dia menjadi hidangan untuk pesta ulang tahunnya nanti, itu benar, lagipula siapa yang tidak mau dengan primadona sekolah. Aku menghampirinya lagi, dan kembali memotong tubuhnya menjadi lebih kecil. Kira-kira menu apa yang cocok untuk nanti malam.