Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

PROSEDUR PEMASANGAN
ENDOTRACHEAL TUBE dan
PENGATURAN VENTILASI
Disusun oleh:

dr. M. Hustiar Hakim


1707601090001

Dokter Pembimbing :
dr. Nurkhalis, SpJP (K)-FIHA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2019

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke atas ALLAH SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, tugas pembuatan referat yang berjudul “ Prosedur Pemasangan
Endotracheal Tube dan Pengaturan Ventilasi” telah dapat diselesaikan.Selanjutnya
shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing umat manusia dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Tugas ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Program
Pendididkan Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala. Penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada pembimbing
yaitu dr. Nurkhalis, SpJP (K) FIHA yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan
arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati, kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
tercapai hasil yang lebih baik.

Banda Aceh , April 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………….. 1

KATA PENGANTAR ..................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………. 5

A Anatomi Saluran Nafas Atas …………………………….……. 5


B. Pengertian Intubasi……………….…………………………... 6
C. Tujuan Pemasangan Intubasi ………………………………… 6

D. Hal yang perlu diperhatikan ………………………………… 7

E. Kesulitan Intubasi……………………………………………. 9
F. Ventilasi Pada Pasien Dengan Intubasi ……………………… 14

BAB III KESIMPULAN …………………………………………………… 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................……... 16

3
BAB I
PENDAHULUAN

Kejadian mati mendadak masih merupakan penyebab kematian utama baik di negera
maju maupun negera berkembang seperti di Indonesia. Henti jantung (cardiac arrest)
bertanggung jawab terhadap 60 % angka kematian penderita dewasa yang mengalami
penyakit jantung koroner (PJK). Berdasarkan laporan hasil riset kesehatan dasar
(RISKESDES) Indonesia tahun 2007, prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2 %.1
Sementara data pada tahun 2017 yang diperoleh dari “Global Burden Of Disease
Study 2017” menempatkan permasalahan jantung terutama penyakit jantung iskemik
menempati posisi teratas penyebab kematian di dunia.2 Terkait dengan angka kematian yang
sangat tinggi pada permasalahan jantung ini, maka salah satu hal yang terpenting dalam
resusitasi pasien adalah bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut dimana salah satu
komponen utamanya adalah pemeliharaan jalan nafas.
Selain pemeliharaan jalan nafas sebelumnya perlu ditekankan pentingnya teknik
resusitasi jantung paru (RJP) yang optimal pada pasien henti jantung dan henti nafas yang
memenuhi kaidah RJP berkualitas tinggi yaitu mengkompresi dada pada kecepatan dan
kedalaman yang memadai, menjaga agar terjadi recoil dinding dada yang sempurna setelah
kompresi, meminimalisasi gangguan dalam kompresi serta mencegah ventilasi yang
berelebihan.3 Hal berikut adalah usaha untuk menjaga jalan nafas pasien adalah dengan
melakukan tindakan intubasi endotrakea, yakni dengan memasukkan suatu pipa ke dalam
saluran pernafasan bagian atas atau trakhea. Tujuan dari pemasangan pipa endotrakea ini
adalah agar menjamin jalan nafas bebas hambatan dan nafas dapat mudah dibantu dan
dikendalikan. Dengan ini diharapkan pasien yang telah berhasil diresusitasi dari keadaaan
henti jantung dan henti nafas dapat terpelihara oksigenasi yang adekuat untuk
mempertahankan fungsi organ-organ vital.
Pentingnya penatalaksanaan jalan nafas tidak dapat dipandang mudah. Berbagai
penelitian melaporkan bahwa 1 – 18% pasien memiliki anatomi jalan nafas yang sulit. Dari
jumlah ini 0,05 – 0,35% pasien tidak dapat diintubasi dengan baik. Melalui keterampilan
yang baik dalam pemasangan pipa endotrakea ini akan berkontribusi dalam menurunkan
angka kematian pasien.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Saluran Nafas Atas
Saluran Nafas dimulai dari lubang hidung. Usaha bernafas menghantarkan udara
lewat saluran pernafasan atas dan bawah kepada alveoli paru dalam volume, tekanan,
kelembaban, suhu dan keberhasilan yang cukup untuk menjamin suatu kondisi ambilan
oksigen yang optimal, dan pada proses sebaliknya, juga menjamin proses eliminasi karbon
dioksida yang optimal, yang diangkut ke alveoli lewat aliran darah. Hidung dengan berbagai
katup inspirasi dan ekspirasi serta kerja mirip katup dari jaringan erektil konka dan septum,
menghaluskan dan membentuk aliran udara, mengatur volume dan tekanan udara yang lewat,
dan menjalankan berbagai aktivitas penyesuaian udara. 4
Beberapa daerah hidung dimana jalan nafas menyempit dapat diibaratkan sebagai
“katup”. Pada bagian vestibulum hidung, terdapat dua penyempitan demikian. Penyempitan
yang lebih anterior terletak diantara aspek posterior kartilago lateralis superior dengan
septum nasi. Tiap deviasi septum nasi pada daerah ini sering kali makin menyempitkan jalan
nafas dengan akibat gejala-gejala sumbatan jalan nafas. Deviasi demikian dapat disebabkan
trauma atau pertumbuhan yang tidak teratur. Penyempitan kedua terletak pada aperture
piriformis tulang. Dalam waktu yang singkat saat udara melintasi bagian horizontal hidung
yaitu sekitar 16-20 kali per menit, udara 2 inspirasi dihangatkan (didinginkan) mendekati
suhu tubuh dan kelembaban relatifnya dibuat mendekati 100 persen.4
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak di
depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah. Nasofaring meluas
dari dasar tengkorak sampai batas palatum mole. Orofaring meluas dari batas palatum mole
sampai batas epiglottis, sedangkan di bawah epiglottis adalah laringofaring atau hipofaring.4
(gambar 1)

Gambar 1. Anatomi saluran nafas atas

5
B. Pengertian Intubasi
Intubasi endotrakea adalah proses memasukkan pipa endotrakea ke dalam trakea
pasien. Bila pipa dimasukkan melalui mulut disebut intubasi orotrakea, bila melalui hidung
disebut intubasi nasotrakea.1
Jenis Intubasi itu sendiri dapat dibagi menjadi dua yaitu1,5
a. Intubasi oral (orotrakea)
Keuntungan :
lebih mudah dilakukan, bisa dilakukan dengan cepat pada pasien dalam keadaan
emergency, resiko terjadinya trauma jalan nafas lebih kecil
Kerugian :
tergigit, lebih sulit dilakukan oral hygiene dan tidak nyaman.
b. Intubasi nasal (nasotrakea)
Keuntungan :
pasien merasa lebih enak/ nyaman, lebih mudah dilakukan pada pasien sadar, tidak
akan tergigit
Kerugian :
pipa ET yang digunakan lebih kecil, pengisapan secret lebih sulit, dapat terjadi
kerusakan jaringan dan perdarahan, dan lebih sering terjadi infeksi ( sinusitis )

C. Tujuan Pemasangan Intubasi


Adapun tujaun dari pemasangan intubasi atau pemasangan pipa endotrakea antara lain 1,5
1. Memelihara jalan nafas atas terbuka (paten)
2. Membantu pemberian oksigen konsentrasi tinggi
3. Memfasilitasi pemberian ventilasi dengan volume tidal yang tepat untuk memelihara
pengembangan paru yang adekuat
4. Mencegah jalan nafas dari aspirasi isi lambung atau benda padat atau cairan dari
mulut, kerongongkongan atau jalan nafas atas
5. Mempermudah penyedotan cairan dalam trakea
6. Sebagai alternatif untuk memasukkan obat pada waktu resusitasi jantung paru bila
akses intravena atau intaoseus belum ada
Pipa endotrekea juga penting dilakukan pada pasien-pasien dengan kondisi yang
memerlukan pengguanan ventilasi mekanis yang lama.

6
Indikasi intubasi endotrakea adalah :1,5
1. Henti jantung, bila ventilasi kantong nafas tidak memungkinkan atau tidak efektif
2. Pasien sadar dengan gangguan pernafasan dan pemberian oksigen yang tidak adekuat
dengan alat-alat ventilasi yang tidak invasive
3. Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan nafas (pasien koma)

D. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan Intubasi1


a. Pemeriksaan posisi pipa endotrakea
Posisi pipa endotrakea secepatnya harus diperiksa dengan cara pemberian nafas
buatan dengan alat kantong nafas-sungkup muka. Tindakan ini tidak perlu menghentikan
kompresi jantung pada pasien yang sedang dilakukan resusitasi jantung paru.
Pemeriksaan posisi pipa di dalam trakea dapat dilakukan dengan
1. Pemeriksaan fisik yaitu dengan melihat dada mengembang
2. Alat-alat seperti end tidal CO2 detector, dan esophagela detector
Apabila dinding dada tidak terlihat mengembang dan pada auskultasi terdengar
gurgling di epigastrium berarti terjadi intubasi esofagus. Ventilasi dengan sungkup muka-
kantong nafas dihentikan, dan pipa endotrakea dicabut, kemudian
1. Berikan ventilasi dengan kantong nafas-sungkup muka atau pertimbangkan
pemasangan alat bantu nafas lanjut lainnya seperti LMA atau Combitube.
2. Ulangi intubasi pipa endotrakea didalam trakea setelah melakukan reoksigenasi
dengan ventilasi kantong nafas-sungkup muka.
3. Setelah intubasi ulang, tampak pengembangan dinding dada dan tidak terdengar suara
cairan dari dalam perut, lakukan auskultasi di 5 tempat yaitu di atas perut, lapangan
paru atas kanan-kiri, dan lapangan paru bawah kanan-kiri
4. Apabila belum yakin dengan posisi pipa endotrakea, maka lakukan laringoskopi
ulang untuk memastikan ujung pipa endotrakea telah melewati pita suara
Buku petunjuk AHA 2005 menganjurkan pemeriksaan posisi pipa endotrakea
dilakukan dengan alat maupun pemeriksaan fisik (auskultasi). Berbagai alat elektronik dan
mekanik dapat digunakan di luar maupun di dalam rumah sakit. Berbagai model detector
CO2 akhir ekspirasi yang berfungsi secara kualitatif, kuantitatif, atapun kontinyu, dan detector
esofagal tersedia dari yang sederhana sampai yang kompleks.1
Detektor CO2 ekspirasi merupakan alat untuk mengenali adanya CO2 yang diekspirasi
dari paru. Metode yang paling sederhana digunakan untuk menilai posisi di dalam jalan nafas
atau di esofagus, yaitu dengan adanya warna ungu berarti tidak ada CO2 yang berarti pipa

7
didalam esofagus, dan bila warna kuning berarti pipa di dalam trakea. Meskipun demikian
alat ini tidak dapat menilai kedalaman pipa di dalam trakea.1
Kesalahan perubahan warna sering terjadi pada pasien henti jantung dengan atau
dengan emboli paru. Karena itu penilaian dianjurkan setelah dilakukan pemberian ventilasi
sebanyak 5-6 kali. Karena itu penilaian dianjurkan setelah dilakukan pemberian ventilasi
sebanyak 5-6 kali. Metode lainnya adalah dengan alat yang disebut kapnometer yang
mengukur secara kualitatif CO2 akhir ekspirasi memberikan gambar yang disebut kapnograf.
Alat ini dapat mengukur CO2 akhir ekspirasi secara terus menerus. Apabila pipa endotrakea
masuk ke dalam trakea maka kapnometer mengeluarkan gelombang dan angka yang
menggambarkan nilai CO2 . 1

b. Komplikasi intubasi endotrakea1,5,6


1. Trauma
a. Laserasi bibir, lidah faring, atau trakea
b. Trauma pita suara
c. Perforasi faring-esofagus
d. Muntah dan aspirasi isi lambung ke dalam jalan nafas bawah
e. Mengingkatnya sekresi katekolamin yang menyebabkan peningkatan tekanan
darah, takikardia, atau aritmia
2. Intubasi satu bronkus : terjadi lebih pada sering pada bronkus kanan dibandingkan
bronkus kiri dasn dapat berakibat hipoksemia karena tidak terdapat ventilasi pada
salah satu paru-paru, sehingga tindakan yang harus dilakukan adalah :
a. Kempeskan balon pipa endotrakea
b. Tarik pipa endotrakea keluar sekitar 1-2 cm
c. Konfirmasi posisi pipa endotrakea dengan pemeriksaan fisik

8
E. Kesulitan Intubasi
Sehubungan dengan manajemen saluran nafas, riwayat sebelum intubasi seperti
riwayat anestesi, alergi obat, dan penyakit lain yang dapat menghalangi akses jalan napas.6
Pemeriksaan jalan napas melibatkan pemeriksaan keadaan gigi; gigi terutama ompong, gigi
seri atas dan juga gigi seri menonjol. Visualisasi dari orofaring yang paling sering
diklasifikasikan oleh sistem klasifikasi Mallampati Modifikasi. Sistem ini didasarkan pada
visualisasi orofaring. Pasien duduk membuka mulutnya dan menjulurkan lidah.7(gambar 2)

Gambar 2 : klasifikasi mallampati dilihat saat pasien membuka mulut

Klasifikasi Mallampati :
Mallampati 1 : Palatum mole, uvula, dinding posterior oropharing, pilar tonsil
Mallampati 2 : Palatum mole, sebagian uvula, dinding posterior uvula
Mallampati 3 : Palatum mole, dasar uvula
Mallampati 4 : Palatum durum saja
Dalam sistem klasifikasi, Kelas I dan II saluran nafas umumnya diperkirakan mudah
intubasi, sedangkan kelas III dan IV terkadang sulit.7 Selain sistem klasifikasi Mallampati,
temuan fisik lainnya telah terbukti menjadi prediktor yang baik dari kesulitan saluran nafas.
Wilson dkk menggunakan analisis diskriminan linier, dimasukkan lima variable : Berat
badan, kepala dan gerakan leher, gerakan rahang, sudut mandibula, dan gigi ke dalam sistem
penilaian yang diperkirakan 75% dari intubasi sulit pada kriteria risiko = 2.8
Faktor lain yang digunakan untuk memprediksi kesulitan intubasi meliputi :5,7
 Lidah besar
 Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
 Mandibula menonjol
 Maksila atau gigi depan menonjol
 Mobilitas leher terbatas

9
 Pertumbuhan gigi tidak lengkap
 Langit-langit mulut sempit
 Pembukaan mulut kecil
 Anafilaksis saluran napas
 Arthritis dan ankilosis cervical
 Sindrom kongenital (Klippel-Feil (leher pendek, leher menyatu), Pierre Robin
(micrognathia, belahanlangit-langit, glossoptosis),Treacher Collins
(mandibulofacialdysostosis)
 Endokrinopati (Kegemukan, Acromegali, Hipotiroid macroglossia,Gondok)
 Infeksi (Ludwig angina (abses pada dasar mulut), peritonsillar abses, retropharyngeal
abses,epiglottitis)
 Massa pada mediastinum
 Jaringan parut luka bakar atau radiasi
 Trauma dan hematoma
 Tumor dan kista
 Benda asing pada jalan napas
 Kebocoran di sekitar masker wajah (edentulous, hidung datar, besar wajah dan kepala,
Kumis, jenggot)
 Kurangnya keterampilan, pengalaman, atau terburu-buru.
Persiapan Melakukan Pemsangan Pipa Endotrakeal5,9
a. Peralatan (gambar 3)9

gambar 3 : peralatan intubasi endotrakeal

10
periksa terlebih dahulu untuk memastikan semuanya berfungsi
• Peralatan penentuan posisi pasien
Meja tempat tidur atau prosedur yang dapat dinaikkan dan diturunkan
Bantal atau selimut yang dapat digulung dan diletakkan di bawah pasien
untuk posisi optimal

• Peralatan pemantauan
1. Oksimeter denyut nadi
2. Pengukur tekanan darah
3. Monitor jantung

• Peralatan oksigenasi
1. Sumber oksigen dan tabung oksigen
2. Masker wajah
3. ambubag
4. Kateter hisap untuk menghisap secret

• Premedikasi dan peralatan induksi


1. Akses intravena
2. Agen premedikasi
3. Agen induksi
4. Agen paralitik

• Perlengkapan intubasi
1. Laryngoscope handle and blades dengan berbagai ukuran dan bentuk
(ingat untuk memeriksa lampu sebelum melakukan tindakan)
 Curve blades (mis. Pisau Macintosh)
 Straight blades (mis. Pisau Miller atau Wisconsin)
2. Pipa endotrakeal
 Sediakan beberapa ukuran berbeda
 Ingatlah untuk memeriksa kebocoran pada manset
3. Sarana pengamanan pipa endotrakeal di tempatnya

11
 Produk khusus yang dirancang untuk fiksasi dapat digunakan
agar pipa endotrakeal tidak gampang tertarik
 Alternatif termasuk selotip
4. Peralatan untuk memverifikasi posisi tabung setelah penempatan
 Stetoskop
 Detektor karbondioksida atau monitor end tidal CO2
 Jarum suntik esofagus
 Rontgen dada untuk memverifikasi posisi pipa endotrakeal
juga dapat digunakan

b. Persiapan dan Anestesi


• Pelengkapan dan peralatan disiapkan
• Hitung dosis obat untuk anastesi dan masukkan ke dalam jarum suntik
• Siapkan akses IV
• Posisikan pasien (gambar 4)10
1. Tempat tidur pada ketinggian yang nyaman untuk operator
2. Pasien sejajar tanpa deviasi lateral kepala atau leher
3. Bahu dan / atau leher ditopang dengan gulungan atau bantal
untuk memungkinkan posisi kepala agar lebih mudah bagi
operator
4. Leher tertekuk kira-kira 15 derajat di dada
5. Kepala hiperekstensi pada leher ke tingkat kenyamanan
maksimum (mungkin sebaiknya dilakukan setelah induksi)

• Preoksigenasi pasien 5 menit pada oksigen 100% melalui masker


• Pertimbangkan premedikasi bila memang dirasakan perlu, untuk sebagian
besar pasien - biasanya diberikan 2-3 menit sebelum induksi
 Obat defasikulasi (untuk pasien yang akan mendapatkan suksinilkolin,
tetapi mungkin tidak mentoleransi fasikulasi, mis. peningkatan tekanan
intrakranial atau intraokular)
 Suksinilkolin 0,15 mg / kg (10% dari dosis paralisis)
 Vecuronium 0,01 mg / kg (10% dari dosis paralisis)

12
 Pencegahan respons vagal (terutama anak-anak di bawah usia 5 sering
memiliki respons bradikardik terhadap laringoskopi)
 Atropin 0,02 mg / kg
 Pencegahan tekanan intrakranial yang memburuk atau bronkospasme
 Lidocaine 1,5 mg / kg
 Pencegahan respons hipertensi pada pasien dengan peningkatan
tekanan intrakranial, penyakit jantung atau aneurisma
 Fentanyl 3 mcg / kg
 Berikan dosis agen induksi yang telah dihitung (table 1)

Dose Advantages Cautions

Etomidate 0.3 mg/kg Good for low blood pressure; okay in Nausea and vomiting on emergence
hypovolemia

Ketamine 1.5 mg/kg Good for low blood pressure, Caution in elevated intracranial pressure or heart
hypovolemia; good in asthma disease

Propofol 2 - 2.5 Rapid onset and recovery Caution if hypovolemic or risk of hypotension
mg/kg

Thiopental 3 - 5 mg/kg Multiple drug interactions; caution if


hypovolemic or risk of hypotension

Gambar 4 pemasangan intubasi endotrakeal

13
F. Ventilasi Pada Pasien Dengan Intubasi1
Pada pasien dengan henti jantung atau henti nafas, pemberian ventilasi dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
2. Volume
a. Besarnya volume oksigen yang diberikan dengan kantung nafas-sungkup
muka hanya sampai dada tampak terangkat.
b. Pada pasien obesitas diberikan volume yang lebih besar
c. Setiap pemberian volume lamanya 1 detik
3. Kecepatan
Kecepatan pemberian ventilasi dengan kantung nafas-sungkup muka adalah :
a. 8-10 kali permenit (sekitar 1 ventilasi setiap 6-8 detik) pada waktu
resusitasi jantung paru
b. 10-12 kali permenit (sekitar 1 ventilasi setiap 5-6 detik) pada waktu henti
nafas tanpa disertai henti jantung
4. Siklus kompresi dada-ventilasi
Kompresi dada dengan kecepatan minimal 100 kali permenit tanpa diselingi
pemberian ventilasi (tidak ada sinkronisasi anatara kompresi dasda dan pemberian
ventilasi)

14
BAB III
KESIMPULAN
Pemasangan intubasi endotrakeal memiliki peranan yang penting dalam
resusitasi pasien dengan kondisi henti jantung dan henti nafas, dimana keberhasilan
pemasangan yang adekuat dapat menurunkan tingkat mortalitas. Dalam proses
pemasangan intubasi sendiri memiliki kesulitan yang variatif tergantung kondisi
anatomis dan kondisi klinis pasien yang akan dipasang pipa endotrakeal, oleh sebab
itu keterampilan yang baik sangat menentukan kerberhasilan pemadangan pipa
endotrakeal tersebut.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Putranto Bondan H, Kosasih Andrianus, editor. Buku panduan kursus bantuan hidup
jantung lanjut edisi 2015 ACLS Indonesia. Jakarta : PERKI, 2015. Hal : 1, 10-22
2. Institute for Health and Evaluation (IHME). Findings from the Global Burden of Disease
Study 2017. Seattle, WA : IHME, 2018. Hal : 9-10
3. American Heart Association. Guidelines 2015 CPR and ECC. 2015.
4. Adams L George, boies L, dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 . Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta, 1997
5. Endotracheal Intubation by Direct Laryngoscopy. Available
from: https://www.thoracic.org/professionals/clinical-resources/critical-care/clinical-
education/critical-care-procedures/endotracheal-intubation-by-direct-laryngoscopy.php.
Diunduh tanggal 10 April 2019
6. Greenberg MS, Glick M. Burket’s oral medicine diagnosis and treatment. 10th ed .
Ontario: BC Decker Inc, 2003: 94,126, 612
7. Wilson ME, Speigelhalter D, Robertson JA, et al. Predicting difficult intubation. Br J
Anaesth. 1988;61:211-212
8. Thierbach AR, Lipp MDW. Airway management in trauma patients. Anesth Clin North
Am. 1999;17:63-81
9. Longnecker D, Brwon D, Newman M, Zapol W. Anesthesiology. USA. The McGraw-Hill
Companies. 2008
10. Intubasi endotrakeal. Available from : https://id.wikipedia.org/wiki/Intubasi_endotrakeal.
Diunduh pada tanggal 10 april 2019

16

Anda mungkin juga menyukai