Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
menggunakan rancangan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui
korelasi derajat hipertensi dengan kualitas hidup pada lanjut usia (lansia) di
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Adapun tehnik pengambilan
sampelnya adalah consecutive sampling dengan pasien didapatkan
berjumlah 30 subjek. Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah
menggunakan data primer yaitu berupa wawancara langsung terhadap
pasien hipertensi yang lanjut usia dengan menggunakan kuisioner SF-36 dan
pengambilan data sekunder yaitu rekam medik pasien lanjut usia yang
terdiagnosis Penyakit hipertensi yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.

4.1.1 Karakteristik Responden


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari 30 pasien lanjut
usia yang menderita hipertensi di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang,
jika dilihat dari karakteristik responden berdasarkan usia, maka didapatkan
kelompok terbanyak lansia yang menderita hipertensi adalah usia 61-69
tahun dengan frekuensi sebanyak 21 orang. Sedangkan yang menderita
hipertensi dengan usia >71 tahun yaitu sebanyak 9 orang. Selain itu,
karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, maka diperoleh bahwa
pasien hipertensi lanjut usia dengan jenis kelamin laki-laki memiliki
frekuensi lebih banyak yaitu 16 orang dibandingkan pada perempuan yaitu
sebanyak 14 orang (tabel 4.1). Adapun karakteristik berdasarkan tingkat
pendidikan responden dalam penelitian ini dari 30 pasien lanjut usia yang
menderita hipertensi di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang, sebagian
besar responden berpendidikan SMP yaitu sebanyak 13 orang,
berpendidikan SD 7 orang, berpendidikan SMA 7 orang, sedangkan
berpendidikan D3 terdapat 1 orang, serta berpendidikan S1 yaitu 2 orang

47 Universitas Muhammadiyah Palembang


48

(tabel 4.1). Selain itu karakteristik berdasarkan tingkat suku responden dari
30 pasien lanjut usia yang menderita hipertensi di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang, sebagian besar responden berasal dari suku
Palembang yaitu sebanyak 27 orang dan 3 orang lainnya berasal dari suku
Jawa (tabel 4.1). Pada penelitian ini juga dapat dilihat karakteristik
berdasarkan tingkat pekerjaan responden yaitu sebagian besar responden
memiliki pekerjaan lainnya seperti pedagang dan sopir. Selain itu 3 orang
bekerja sebagai PNS, 2 orang bekerja sebagai wiraswasta dan 3 orang
bekerja sebagai pegawai swasta (tabel 4.1). Sedangkan karakteristik
berdasarkan tingkat pendapatan responden dari 30 pasien lanjut usia yang
menderita hipertensi di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang, sebagian
besar responden jika dilihat dari total pendapatan dalam satu bulan, terdapat
6 orang memiliki penghasilan rendah, selain itu 13 orang memiliki
penghasilan yang cukup, serta 11 orang memiliki penghasilan tinggi (tabel
4.1).

Tabel 4.1 Karakteristik Responden


Variabel Kategori Frekuensi (n) Persentase
(%)
Usia 60-69 tahun 21 70,0
>70 tahun 9 30,0
Jenis Laki-laki 16 53,3
Kelamin
Perempuan 14 46,7
Pendidikan SD 7 23,3
SMP 13 43.3
SMA 7 23.3
D3 1 3.3
S1 2 6.7
Suku Palembang 27 90.0
Jawa 3 10.0
Pekerjaan PNS 3 10.0
Wirawsata 2 6.7
Pegawai Swasta 3 10.0
Dll 24 73.3
Pendapatan <750.000 6 20.0
750.000- 13 43.3
1500.000
>1500.000 11 36.7

Universitas Muhammadiyah Palembang


49

4.1.2 Analisis Univariat Derajat Hipertensi Dengan Kualitas Hidup


Pada Pasien Hipertensi Lansia di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang
Kualitas hidup terkait kesehatan pada penelitian ini ditentuan
berdasarkan instrumen Health-related Quality of Life (HQL) -Short Form 36
(SF 36). Kualitas hidup terkait kesehatan dapat dikategorikan menjadi 2
kelompok yaitu baik dengan skor >60 dan buruk skor <60.

A. Kualitas Hidup Terkait Kesehatan


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang, dari 30 pasien hipertensi yang lansia, maka
diperoleh 7 orang pasien hipertensi dengan kualitas hidup baik dan
kualitas hidup yang buruk terdapat 23 orang (lihat tabel 4.2).

Tabel 4.2 Distribusi Pasien Hipertensi Lansia berdasarkan Kualitas Hidup

Kualitas hidup
Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik 7 23.3
Buruk 23 76.7
Total 30 100.0

B. Derajat Penyakit Hipertensi


Dalam penelitian ini untuk menentukan tekanan darah atau derajat
penyakit hipertensi yaitu berdasarkan klasifikasi JNC 7. Pada penelitian
ini terdiri dari 30 pasien lansia yang menderita hipertensi, adapun yang
menderita hipertensi terbanyak yaitu hipertensi stage 1 yaitu 14 orang
dan stage 2 terdapat 3 orang serta yang mengalami hipertensi terkontrol
sebanyak 13 orang (lihat tabel 4.3).

Universitas Muhammadiyah Palembang


50

Tabel 4.3 Distribusi Pasien Hipertensi

Derajat Hipertensi
Derajat hipertensi Frekuensi (n) Persentase (%)
Terkontrol 13 43.3
Stage 1 14 46.7
Stage 2 3 10.0
Total 30 100.0

C. Kualitas hidup dan derajat hipertensi pada lansia


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui
korelasi derajat hipertensi dengan kualitas hidup pada lanjut usia di
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang, maka diperoleh pasien
hipertensi terkontrol terdapat 13 orang, yang memiliki kualitas hidup
baik yaitu sebanyak 3 orang sedangkan 10 orang memiliki kualitas hidup
buruk. Selain itu pada hipertensi stage 1 terdapat 14 orang, dengan
kualitas hidup baik sebanyak 4 orang dan 10 orang memiliki kualitas
hidup yang buruk, serta pada hipertensi stage 2 dari 3 orang memiliki
kualitas hidup yang buruk semua (lihat tabel 4.4).

Tabel 4.4 Distribusi Pasien berdasarkan derajat hipertensi dan Kualitas Hidup

kualitas hidup * derajat hipertensi Crosstabulation


Count
derajat hipertensi
TERKONTROL STAGE 1 STAGE 2 Total
Kualitas Hidup Baik 3 4 0 7
Buruk 10 10 3 23
Total 13 14 3 30

Universitas Muhammadiyah Palembang


51

4.1.3 Analisis Bivariat Derajat Hipertensi Dengan Kualitas Hidup Pada


Pasien Hipertensi Lansia di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang

A. Uji Korelasi Gamma


Pada penelitian ini untuk mengetahui korelasi derajat hipertensi
dengan kualitas hidup pada lanjut usia di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang, untuk mengetahui tingkat korelasi
derajat hipertensi (terkontrol, stage 1, stage 2) dengan kualitas
hidup (baik , buruk) pada lanjut usia di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang, maka digunakan uji Korelasi gamma
dan diperoleh nilai signifikasi statistik (P= 0,000) yang
menunjukan bahwa terdapat korelasi antara kualitas hidup dan
derajat hipertensi yang bermakna. Sedangkan nilai korelasi dilihat
dari kemaknaan klinis diperoleh nilai (R=0,745) yang menunjukan
bahwa korelasi positif dengan kekuatan korelasi kuat (lihat tabel
4.5).

Universitas Muhammadiyah Palembang


52

Tabel 4.5 Uji Korelasi Gamma

Kualitas Hidup dan Derajat Hipertensi


Koefisien Nilai P
Derajat Hipertensi korelasi (r)
terkontrol Stage 1 Stage 2
Baik 3 4 0 0,745 0,000
Kulitas (31,6%) (51,7%) (16,7%)
Hidup
10 10 3
Buruk
(42,6%) (42,6%) (14,8)
Total 13 14 3
(43,0%) (52,1%) (4,9%)

4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik Reponden
Penelitian ini dilakukan untuk melihat korelasi derajat hipetensi
dengan kualitas hidup pada pasien hipertensi lanjut usia di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang. Penelitian ini dilaksanakan pada pasien rawat
jalan di poli penyakit dalam dan pasien rawat inap di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang, namun pada saat penelitian yang dilakukan
dari 30 pasien hipertensi lanjut usia yang memenuhi kriteria inklusi
seluruhnya diambil dari poli penyakit dalam, hal ini dikarenakan pada
pasien hipertensi rawat inap seluruhnya terdapat penyakit penyerta maupun
komplikasi, sehingga tidak memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian .
Adapun karakteristik responden berdasarkan kelompok usia terbanyak
adalah 60-69 tahun yaitu sebanyak 21 orang (70,0 %) dan pada usia >70
tahun yaitu 9 orang (30,0%) ditemukan pasien yang menderita hipertensi di
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang (tabel 4.1). Hal ini sesuai dengan
teori semakin bertambahnya usia mengakibatkan arteri kehilangan elastisitas
atau kelenturan lapisan tengah pembuluh darah yang disebut tunika media
akan menjadi kaku karena penebalan dan kalsifikasi serabut ekertin fibrosis
dan penumpukan lemak serta lipid yang menyebabkan aterosklerosis. Hal

Universitas Muhammadiyah Palembang


53

ini mengakibatkan menyebabkan penurunan kontratilitas miokardium.


Akibatnya akan terjadi penurunan jumlah darah yang mengisi jantung,
sehingga jumlah darah yang dipompakan keluar pada setiap kali denyutan
jantung juga berkurang dan dapat menyebabkan tekanan darah meningkat
pada usia lanjut. Sehingga risiko penyakit hipertensi lebih besar dikalangan
lanjut usia cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50% di
atas umur 60 tahun (Sugiarto. A. 2007 dalam Kartikasari. A N. 2012).
Sehingga hal ini membuktikan bahwa faktor risiko hipertensi salah satunya
adalah umur yang semakin bertambah. Adapun karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin diperoleh responden yang berjenis kelamin laki-
laki lebih banyak yaitu 16 orang (53,3 %) dibanding pada perempuan
sebanyak 14 orang (46,7%) (lihat tabel 4.1). Hal ini juga sesuai dengan teori
bahwa jenis kelamin juga merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi,
teori tersebut dijelaskan dalam (Nurkhalida. 2003 dalam Kartikasari. A N.
2012), bahwa faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya penyakit
tidak menular tertentu seperti hipertensi, di mana pria lebih banyak
menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg
untuk peningkatan darah sistolik .
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar responden
berpendidikan SMP yaitu 13 orang (43,3 %), berpendidikan SD 7 orang
(23,3%), 7 orang (823,3%) , sedangkan 1 orang (3,3%) berpendidikan D3
dan berpendidikan S1 yaitu 2 orang (6,7%) (lihat tabel 4.1), selain itu
karakteristik responden berdasarkan pendapatan dapat dikategorikan bahwa
terdapat 13 orang memiliki penghasilan rata-rata, 11 orang memiliki
penhasilan diatas rata-rata dan 6 orang memiliki pendapatan dibawah rata-
rata (lihat tabel 4.1). Hal ini telah sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Yuliaw (2009) menyatakan bahwa pada penderita yang
memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang
lebih luas juga memungkinkan pasien itu mempunyai rasa percaya diri yang
tinggi, berpengalaman dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana
mengatasi kejadian, mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh
petugas kesehatan dan dapat mengontrol dirinya, selain pendidikan tingkat

Universitas Muhammadiyah Palembang


54

penghasilan juga mempengaruhi seseorang dalam mengatasi masalah yang


dihadapi. Tingginya faktor risiko hipertensi pada pendidikan yang rendah,
kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuan pada pasien yang
terhadap kesehatan dan sulit atau lambat menerima informasi (penyuluhan)
yang diberikan oleh petugas sehingga berdampak pada prilaku/pola hidup
sehat. Selain itu menurut Gautam et al (2009) menambahkan bahwa kualitas
hidup akan meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan
ataupun penghasilan yang didapatkan oleh individu.
Sedangkan karakteristik berdasarkan tingkat suku responden dari 30
pasien lanjut usia yang menderita hipertensi di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang, sebagian besar responden berasal dari suku
Palembang yaitu sebanyak 27 orang dan 3 orang lainnya berasal dari suku
Jawa (tabel 4.1). Pada penelitian ini juga dapat dilihat karakteristik
berdasarkan tingkat pekerjaan responden yaitu sebagian besar responden
memiliki pekerjaan lainnya seperti pedagang dan sopir. Selain itu 3 orang
bekerja sebagai PNS, 2 orang bekerja sebagai wiraswasta dan 3 orang
bekerja sebagai pegawai swasta (tabel 4.1). Hal ini sejalan dengan penelitian
Rahajeng (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara pekerjaan dengan hipertensi. Pekerjaan berpengaruh kepada aktifitas
fisik seseorang. seseorang yang tidak bekerja atau kurangnya aktifitas fisik
dapat meningkatkan kejadian hipertensi. Menurut Lam. M. B R. Sagala.
(2011) mengungkapkan bahwa aktivitas fisik sangat mempengaruhi
stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan
fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi
sehingga mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi maka semakin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding
arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah.

Universitas Muhammadiyah Palembang


55

4.2.2 Analisis Univariat Derajat Hipertensi Dengan Kualitas Hidup


Pada Pasien Hipertensi Lansia di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk melihat korelasi
derajat hipertensi dengan kualitas hidup pada lanjut usia di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang, diperoleh kasus hipertensi sebanyak 30 pasien
yang menderita hipertensi dan didapatkan pasien hipertensi terkontrol yaitu
sebanyak 13 orang dengan kualitas hidup baik sebanyak 3 orang dan 10
orang memiliki kualitas hidup buruk, sedangkan pada pasien dengan
hipertensi stage 1 diperoleh 14 orang dengan kualitas hidup baik sebanyak 4
orang dan 10 orang memiliki kualitas hidup buruk dan dari 3 pasien
hipertensi stage 2 semuanya memiliki kualitas hidup yang buruk (lihat tabel
4.4).
Menurut Sacco Ralph L. et al. (2013) hipertensi terdiri dari hipertensi
terkontrol dan tidak terkontrol. Hipertensi terkontrol adalah jika pada
seseorang yang mengalami hipertensi melakukan pemeriksaan tekanan
darah secara berkala dan dapat mencapai tekanan darah sistol kurang dari
sama dengan 140 mmHg dan tekanan diastol kurang dari sama dengan 90
mmHg, sedangkan hipertensi tidak terkontrol adalah jika seseorang yang
mengalami hipertensi yang tidak melakukan pemeriksaan tekanan darah
secara berkala dan tidak dapat mencapai target (target tekanan darah kurang
dari 140/90 mmHg atau kurang dari sama dengan 130/80 mmHg). Dalam
Yogiantoro, Muhammad (2014) menjelaskan bahwa hipertensi yang tidak
diobati (hipertensi tidak terkontrol) akan mengalami peningkatan sebesar
35% penyebab semua kematian kardiovaskular, 50 % kematian stoke, 25 %
semua kematian prematur (muda) serja menjadi penyebab tersering untuk
terjadinya penyakit ginjal kronis. Hal ini didukung oleh teori Soni, R.K et
al. (2010) menyatakan bahwa pada pasien hipertensi yang melakukan
pengobatan secara rutin (terkontrol) maka akan menurunkan timbulnya
komplikasi. Sedangkan pada hipertensi stage 1 adalah jika peningkatan
tekanan darah sistolik/ diastolik mencapai (140-159/ 90-99 mmHg). Pada
hipertensi stage 1 terjadinya curah jantung yang meningkat dan kemudian

Universitas Muhammadiyah Palembang


56

diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang mengakibatkan kenaikan


tekanan darah yang menetap. Peningkatan curah jantung dan tahanan perifer
dapat terjadi akibat dari berbagai faktor seperti genetik, aktivitas saraf
simpatis, asupan garam, dan metabolisme natrium dalam ginjal dan faktor
endotel mempunyai peran dalam peningkatan tekanan darah pada hipertensi.
Menurut Yogiantoro, Muhammad. (2014) hipertensi adalah the disease
cardiovascular continuum yang akan berlangsung seumur hidup sampai
pasien meninggal akibat organ target (TOD). Setiap kenaikan sistolik/
diastolik 20/10 mmHg risiko morbiditas dan mortalitas penyakit
kardiovaskular akan meningkat dua kali lipat. Maka pada hipertensi stage 1
usahakan mempertahankan tekanan darah pada kisaran target 130/80
mmHg.
Sedangkan pada hipertensi stage 2 adalah bila tekanan darah
sistolik/diastolik mencapai 160/100 mmHg . Hal ini dijelaskan oleh
Yogiantoro, Muhammad. (2014) yang menyatakan bahwa hipertensi
merupakan penyakit yang terus menerus sepanjang umur yang
mengakibatkan disfungsi endotel, lalu berlanjut menjadi disfungsi vaskular,
vaskular biologi berubah, lalu berahir dengan TOD (target organ disease).
Pada jangka waktu yang lama bila hipertensi tidak dapat turun atau stabil
pada kisaran target normotensi pasti akan merusak organ-organ terakait
(TOD). Kenaikan tekanan darah yang berangsur lama juga akan merusak
fungsi ginjal hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya tekanan
darah, makin menurun laju filtrasi glomelurus sehingga akan mengakibatkan
penyakit ginjal tahap ahir. Sehingga untuk mencegah progresifitas menuju
penyakit ginjal tahap ahir dan komplikasi organ lainnya, maka pada
hipertensi stage 2 usahakan mempertahankan tekanan darah pada kisaran
target 140/90 mmHg. Berdasarkan penelitian ini dari 30 pasien hipertensi
lansia, diperoleh pasien dengan kualitas hidup baik berjumlah 7 orang (23,3
%) dan kualitas hidup yang buruk terdapat 23 orang (76,7 %) lihat tabel 4.2.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa dari 58 pasien
hipertensi didapatkan pasien hipertensi yang memiliki kualitas hidup baik
hanya 15 orang (25,86%) dan 43 orang memiliki kualitas hidup buruk

Universitas Muhammadiyah Palembang


57

(74,14%), Riza, A et al. (2017). Menurut Soni, R.K et al. (2010)


mengungkapkan bahwa hipertensi merupakan penyakit kronik yang dapat
menimbulkan komplikasi-komplikasi tertentu. Di samping komplikasi
terhadap organ, hipertensi dapat memberikan pengaruh terhadap kehidupan
sosial ekonomi dan kualitas hidup seseorang. Beberapa studi menyebutkan
bahwa individu dengan hipertensi memiliki skor yang lebih rendah di
hampir semua dimensi yang diukur berdasarkan kuesioner WHOQOL
dibandingkan dengan individu yang normal. Hal ini disebabkan karena
hipertensi dapat memberikan pengaruh buruk terhadap vitalitas, fungsi
sosial, kesehatan mental, dan fungsi psikologis .

4.2.3 Analisis Bivariat Derajat Hipertensi Dengan Kualitas Hidup Pada


Pasien Hipertensi Lansia di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang
Pada penelitian ini, untuk melihat tingkat korelasi antara derajat
hipertensi (terkontrol, stage 1 dan stage 2) dengan kualitas hidup (baik,
buruk) maka digunakan uji korelasi gamma dan diperoleh korelasi yang
signifikan antara derajat hipertensi dengan kualitas hidup pada lanjut usia
(lihat tabel 4.5).
Sesuai dengan teori (Soni, R.K et al. 2010) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara hipertensi dengan kualitas
hidup yang menurun, dimana dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa
lansia dengan hipertensi 4,6 kali hidupnya kurang berkualitas dibandingkan
dengan lansia yang tidak mengalami hipertensi, selain itu faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup pada pasien hipertensi lanjut usia adalah
stadium penyakit. Mekanisme dari dimensi kesehatan fisik yang buruk tidak
diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan akibat dari pengaruh komplikasi
dan gejala klinis yang ditimbulkan oleh hipertensi. Pada beberapa studi lain
menyebutkan, individu dengan hipertensi dilaporkan mengalami gejala-
gejala seperti sakit kepala, depresi, cemas, dan mudah lelah. Gejala-gejala
ini dilaporkan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang pada berbagai

Universitas Muhammadiyah Palembang


58

dimensi terutama dimensi kesehatan fisik. Oleh karena itu, dalam


menangani individu dengan hipertensi sangat penting untuk mengukur
kualitas hidup agar dapat dilakukan manajemen yang optimal (Soni, R.K et
al. 2010). Kualitas hidup yang buruk pada dimensi kesehatan fisik dapat
dicegah dengan melakukan pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Kualitas hidup kesehatan fisik yang baik dapat tercapai dan terpelihara jika
pasien dapat mengontrol penyakitnya secara teratur. Dengan melakukan
pengobatan yang rutin dan baik, gejala klinis dapat berkurang dan timbulnya
komplikasi cenderung menurun. Pada pasien dengan hipertensi, peningkatan
tekanan darah ke otak akan menyebabkan penurunan vaskularisasi di area
otak yang mengakibatkan pasien sulit untuk berkonsentrasi dan berdampak
pula pada aspek sosial dimana pasien tidak mau bersosialisasi karena
merasakan kondisinya yang tidak nyaman. Hal ini menyebabkan penurunan
kualitas hidup personal sosialnya (Soni, R.K et al. 2010).

Universitas Muhammadiyah Palembang

Anda mungkin juga menyukai