Anda di halaman 1dari 23

Skenario 3

Kenapa ini Perutku?

Ny. Ra, 45 tahun datang ke UGD tengah malam sambil dipapah oleh suaminya, karena
mengeluh nyeri ulu hati. Ia juga mengeluh serasa sulit menelan, walau bisa minum tanpa tersedak.
Kedua tangannya terasa dingin. Ia mengatakan perut terasa penuh saat hendak tidur malam. Ia serasa
tidak memiliki tenaga untuk bergerak. 3 jam sebelum keluhan itu, Ny. Ra makan Gurami asam pedas
di Restaurant di dalam Mall bersama keluarganya. Saat ditanya lebih lanjut apakah dadanya merasa
tidak nyaman, Ny. Ra mengiyakan, dan juga menambahkan kalau ia tadi sampai banyak berkeringat
seperti mandi.

Saat dilakukan pemeriksaan, didapatkan:

GCS 456, TD 120/80, N 90 x/menit, RR 20 x/menit, suhu 360C.

Thorax: cor: S1S2 normal. Pulmo: Rhonchi (-), Wheezing (-)

Abdomen: datar, supel, Bising usus normal, tidak ada nyeri tekan pada epigastrik

Extremitas: akral dingin

1
LANGKAH 1
KATA SULIT

1. S1 S2 :
Bunyi loop doop yang terdengar dari bunyi jantung dan menunjukkan dari kontraksi jantung
2. Ulu hati :
Daerah epigastrium yang terletak pada bagian perut atas bagian tengah

2
LANGKAH 2
RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa pasien datang tengah malam dengan keluhan nyeri di daerah ulu hati ?
2. Mengapa pasien mengalami sulit menelan tetapi bisa minum tanpa tersedak ?
3. Mengapa pasien merasa kedua tangannya dingin ?
4. Mengapa pasien mengalami perut terasa penuh saat malam hari ?
5. Mengapa pasien merasakan tidak memiliki tenaga untuk bergerak ?
6. Bagaimana pengaruh mengkonsumsi makanan pedas dengan keluhan ?
7. Mengapa pasien merasakan dada tidak nyaman dan berkeringat seperti mandi ?
8. Bagaimana interpretasi pemeriksaaan fisik pasien ?
9. Apakah kemungkinan diagnosis pasien ?
10. Apa pemeriksaan penunjang yang diperlukan ?
11. Bagaimana tatalaksana yang diberikan pada pasien ?

3
LANGKAH 3
JAWABAN DAFTAR MASALAH

1. Mengapa pasien datang tengah malam dengan keluhan nyeri di daerah ulu hati ?
 Karena gangguan pada organ GIT atau non GIT
 Bisa disebabkan oleh GERD (disebabkan oleh kenaikan asam lambung), apendisitis
akut, kelainan usus halus dan gastritis (peradangan pada lapisan lambung)
 Karsinoma, koleslitiasis, penyakit jantung
 Disebabkan oleh kelainan pada rongga perut atau dada, riwayat mengkonsumsi
makanan asam pedas dan berminyak sehingga proses pencernaanya lebih lama dan
sekresi lambung semakin banyak dan dapat menyebabkan GERD. Kandungan dalam
cabai dapat menyebabkan efek fisiologis yang mengaktifkan respon sensoris (C-
fiber) yang mengeluarkan neuro peptide termasuk Subs P dan dapat mengakibatkan
rasa nyeri

2. Mengapa pasien mengalami sulit menelan tetapi bisa minum tanpa tersedak ?
 Kemungkinan adanya dispepsia yang meningkatkan sensitifitas pada mukosa
sehingga sulit menelan
 Karena ada ketegangan otot did aerah esofagus, adanya GERD, benda asing yang
menyumbat
 Konsistensi makanan yang padat membutuhkan effort yang lebih dan bisa terjadi
karena makanan belum dikunyah sebelum ditelan
 Disfagia disebabkan oleh obstruksi mekanis (abses), ketidakmampuan esofagus
untuk mendorong makanan (spasme esofagus)
 Kemungkinan adanya riwayat asam lambung sehingga sfingter pada lambung
bagian atas mudah terjadi refluks
 Karakteristik penyakit pada pasien sperti yang terjadi pada faringitis, ca faring atau
adanya spasme esofagus
 Tanpa tersedak saat minum karena tidak ada masalah pada baian tersebut (respon
esofagus masih baik), indikasi bahwa cidera tidak sampai pada daerah esofagus
 Terkena duri ikan

3. Mengapa pasien merasa kedua tangannya dingin ?


 Respon karena merasa sakit cemas  vasokontriksi pembuluh darah  akral
dingin
 Kerja dari saraf simpatis  produksi keringat berlebih

4
 Respon untuk distribusi darah ke bagian organ yang lebih penting  pembuluh
darah perifer mengalami vasokontriksi
 SSVR  lesi atau trauma pada rongga dada atau abdomen, akral terasa dingin tetapi
suhu tubuh bisa normal

4. Mengapa pasien mengalami perut terasa penuh saat malam hari ?


 Posisi tubuh yang berbaring memudahkan terjadinya refluks makanan dan karena
riwayat konsumsi makanan yang sulit dicerna sehingga lebih lama di lambung,
makanan yang banyak mengandung gas juga dapat menyebabkan keluhan tersebut
 untuk menetralisir asam lambung  sering sendawa
 Setelah makan  pilorus mengalami kontriksi  lambung terasa terisi penuh
 Adanya riwayat penyakit lambung  proses pencernaan kurang maksimal
 Zat pada cabai meningkatkan rasa kenyang dan terasa penuh

5. Mengapa pasien merasakan tidak memiliki tenaga untuk bergerak ?


 Energi banyak terpakai karena gejala yang dialami pasien
 Sulit menelan  sulit untuk mengkonsumsi makanan  tidak ada energi yang
masuk (intake makanan kurang )

6. Bagaimana pengaruh mengkonsumsi makanan pedas dengan keluhan ?


 Gurame mengandung lemak  pencernaan di lambung lebih lama  sfingter
esofagus melemah dan mudah terjadi refluks

7. Bagaimana interpretasi pemeriksaaan fisik pasien ?


 Pasien masih sadar dan tidak ada tanda patologis pada organ lain, akral dingin

8. Apakah kemungkinan diagnosis pasien ?


 Diagnosis klinis: epigastrik pain
 Diagnosis fungsional: akut abdominal pain, RP
 Diagnosis etiologis: gastritis, peptic ulcus disease, GERD, pankreatitis, esofagitis,
kolelitiasis, infark miokard

9. Apa pemeriksaan penunjang yang diperlukan ?


 X-ray untuk melihat daerah organ esofagus
 EKG
 BNO

5
 Penunjang lanjutan: Endoskopi untuk melihat gangguan pada lambung, Ureum
breath test

10. Bagaimana tatalaksana yang diberikan pada pasien ?


 Atapulgit, PPI

6
LANGKAH 4
PETA MASALAH

Epidemiologi Ny. Ra, 45


tahun

KU: mengeluh nyeri ulu hati, KU: cukup


serasa sulit menelan
Faktor resiko Tax: 36°C
RPS: perut terasa penuh saat
hendak tidur malam, tidak
memiliki tenaga untuk Nadi: 100 x/menit
Etiologi bergerak
Pemeriksan Fisik : semua dalam batas
RPD: -
normal dan tidak ada nyeri tekan
Patofisiologi epigastric, akral dingin

Definisi dan WD: Acute Abdominal Pain


klasifikasi DD
DD: GERD, Gastritis, Kolelitiasis,
Pankreatitis

- Attapulgit 1200-1500 mg per hari


- Omeprazol 20-40 mg sehari sebelum
makan
Tata Laksana

7
LANGKAH 5
LEARNING OUTCOME

1. Mengetahui Definisi dan Klasifikasi Acute Abdominal Pain


2. Mengetahui Epidemiologi Acute Abdominal Pain
3. Mengetahui Faktor Risiko Acute Abdominal Pain
4. Mengetahui Etiologi Acute Abdominal Pain
5. Mengetahui Patofisiologi Acute Abdominal Pain
6. Mengetahui Kriteria Diagnosis Acute Abdominal Pain
7. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Acute Abdominal Pain
8. Mengetahui Diagnosis Banding Acute Abdominal Pain
9. Mengetahui Tatalaksana Acute Abdominal Pain

8
LANGKAH 7
PEMBAHASAN LO, SOAP, DAN PETA KONSEP

1. Definisi dan Klasifikasi Acute Abdominal Pain

A. Definisi

Nyeri abdomen akut atau sering juga disebut dengan akut abdomen di definisikan sebagai nyeri
(yang memiliki skor maksimal ketika digambarkan melalui VAS - sistem skor skor analog visual)
yang timbul di daerah perut dan membutuhkan perawatan segera. Hal ini merupakan situasi darurat
di arera abdomen yang biasanya disebabkan oleh masalah bedah atau non-bedah. Oleh karena itu,
sebagai dokter, terutama mereka yang memberikan perawatan kesehatan primer harus dapat
mengidentifikasi kasus sebagai kasus bedah atau non-bedah serta merupakan kasus intra abdominal
atau non abdominal (Abdullah, 2012).

B. Klasifikasi

Intra Abdomen  Perforated Peptic Ulcer


 Intestinal obstruction
 AAA/Aortic disssection
 Pancreatitis
 Ischemic Bowel
 Peritonitis
 Hepatobiliary sepsis
Ekstra Abdomen  Acute Myocardia Ifarction (AMI)
 Lower-lobe Pneumonia
 Basal pulmonary emolism
 Diabetic ketoacidosis
 Systemic lupus erythematous (SLE)
Vasculitis

Tabel 1. Klasifikasi berdasarkan penyebabnya


Sumber: Guide to The Essentials in Emergency Medicine Second Edition

9
Gambar 1. Klasifikasi berdasarkan regio
Sumber: Tintinalli’s Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide, 2016

2. Epidemiologi Acute Abdominal Pain

Kasus abdominal pain tercatat 5% sampai 10% dari semua kunjungan gawatdarurat atau 5
sampai 10 juta pasien di Amerika Serikat (Graff LG, 2001). Studi lain menunjukkan bahwa 25%
dari pasien yang datang ke gawatdarurat mengeluh nyeri perut (Cordell WH et all, 2002).
Diagnosis bervariasisesuai untuk kelompok usia, yaitu anak dan geriatri. Sebagai contoh nyeri
perut pada anakanak lebih sering disebabkan oleh apendisitis, sedangkan penyakitempedu, usus
diverticulitis, dan infark usus lebih umum terjadi pada bayi(Graff LG, 2001).

10
Lebih dari tujuh juta pasien datang dengan akut abdomen ke Instalasi GawatDarurat setiap
tahunnya diseluruh dunia. Dimana, 25-41% merupakan kasus akutabdomen dengan penyebab
yang tidak spesifik. Sebagian besar merupakan kasusringan dengan prognosis yang baik namun
demikian, beberapakasusmengancam jiwa dapt berujung kepada kematian akibat misdiagnosis,
termasuk diantaranyaruptur aorta, aneurisma, appendicitis, kehamilan ektopik, dan infark
miokard(Medina, 2011).
Studi lain menunjukkan bahwa 25% dari pasien yang datang ke gawat daruratmengeluh nyeri
perut. Diagnosis bervariasi sesuai untuk kelompok usia, yaituanak dan geriatri. Sebagai contoh
nyeri perut pada anak-anak lebih seringdisebabkan oleh apendisitis , sedangkan penyakit empedu,
usus diverticulitis,dan infark usus lebih umum terjadi pada bayi (Cordell WH et all, 2002).
Menurut survei World Gastroenterology Organization, diagnosis akhir pasien dengan nyeri
akut abdomen adalah apendisitis (28%), kolesistitis (10%), obstruksi usus halus (4%), keadaan
akut ginekologi (4%), pancreatitis akut (3%), colic renal (3%), perforasi ulkus peptic (2,5%) atau
diverticulitis akut (1,5%).
Sakit perut biasanya terjadi pada anak usia 5 hingga 14 tahun, sementara frekuensi tertinggi
pada usia 5-10 tahun. Apley menemukan bahwa nyeri perut terjadi pada 10-12% anak laki-laki
usia 5-10 tahun dan menurun setelah usia itu. Anak perempuan cenderung lebih sering menderita
sakit ini dibandingkan anak laki-laki (Perempuan:Laki-laki = 5:3). Sakit perut ini jarang terjadi
pada anak di bawah usia 5 tahun dan di atas 15 tahun (Boediarso, 2010 dan Wiryati, 2007).
Semua pasien dengan nyeri abdomen harus menjalani evaluasi untuk menegakkandiagnosis
sehingga pengobatan tepat waktu dan dapat mengurangi morbiditas danmortalitas. Kasus
abdominal pain tercatat 5% sampai 10% dari semua kunjungangawat darurat atau 5 sampai 10
juta pasien di Amerika Serikat (Graff LG, 2001).

3. Faktor Risiko Acute Abdominal Pain

Adapaun beberapa faktor risiko yang berpengaruh pada Acute Abdominal Pain antara lain
usia tua (pada >50 tahun akan meingkatakan prognosis yang buruk), pasien imunokompremais,
pasien dengan gangguan kesadaran, intoksikasi, retardasi mental, gangguan metabolic, infeksi,
keganasan, dan malnutrisi (Tintinalllis, 2016).

4. Etiologi Acute Abdominal Pain

Penyebab akut abdomen menurut Sabiston (2007) dapat dibagi menjadi penyebab non bedah
dan bedah. Penyebab non bedah dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :
a) Gangguan metabolik dan endokrin : uremia, krisis diabetic, krisis penyakit Addison.
b) Gangguan hematologi : krisis anemia sel sabit, leukemia akut, dan penyakit darah
lainnya.

11
c) Obat-obatan dan racun : keracunan logam berat, ketergantungan obat narkotik.

Sedangkan penyebab bedah dapat dibagi menjadi 5, yaitu :2


a) Perdarahan: Trauma organ viscera, ruptur aneurisma arteri, kehamilan ektopik
terganggu, ulkus intestinal, perdarahan pankreas.
b) Infeksi : appendicitis, kolesistitis, abses hati, abses diverticular.
c) Perforasi : perforasi ulkus gastrointestinal, perforasi kanker gastrointestinal, perforasi
diverticulum.
d) Obstruksi : adhesi yang berhubungan dengan obstruksi usus besar, hernia incarserata,
kanker gastrointestinal.
e) Iskemia : thrombosis atau emboli arteri mesenterika, colitis iskemik, torsi ovarium,
hernia strangulata.
Penyebab lainnya bisa dibedakan menjadi intra abdominal dan ekstra abdominal (Ooi, 2015)
a) Intra-Abdominal:
 Peptic ulcer perforasi
 Obstruksi intestinal
 AAA/aortic dissection
 Appendicitis
 Pankreatitis
 Kehamilan ektopik
 Ischaemic bowel
 Peritonitis
 Sepsis hepatobilier
b) Ekstra-abdominal
 Infark miokard akut
 Lower-lobe pneumonia
 Basal pulmonary embolism
 Ketoasidosis diabetikum
 SLE vaskulitis
Penyebab tersering dari akut abdomen antara lain appendisitis, Appendiksitis merupakan
infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat : Hiperplasia dari folikel
limfoid, Adanya fekalit dalam lumen appendiks, Tumor appendiks, Adanya benda asing seperti
cacing askariasis. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.

Kolik bilier, kolisistitis, diverkulitis, obstruksi usus, perforasi viskus, pankreatitis,


peritonitis, salpingitis, adenitis mesentrika dan kolik renal. Sedangkan yang jarang menyebabkan

12
abdomen akut antara lain : nekrosis hepatoma, infark klien, pneumonia, infark miokard, ketoasidosis
diabetikum, inflamasi enurisma, volvulus sigmoid, caecum atau lambung dan Herpes zoster.

Pada keadaan khusus contohnya pada wanita, penyebab nyeri abdomen yang sering terjadi
berhubungan dengan kasus obstetri dan ginekologi

Tabel 2. Penyebab Ginekologis Nyeri Perut bagian bawah


Sumber: Tintinalli’s Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide, 2016

5. Patofisiologi Acute Abdominal Pain

Patofisiologi dari abdominal pain host (system imun), genetik, riwayat penyakit (keadaan
mukosa saluran pencernaan), higienitas, obesitas, alcohol, dan makanan yang berlemak. Juga
berawal dari faktor resiko terjadinya nyeri ulu hati, seperti konsumsi obat-obatan (NSAID) seperti
aspirin, asam mefenamat dan lainnya dalam jangka panjang yang dapat menyebabkan menurunnya
pembentukan musin dan bikarbonat melelaui inhibisi sintesis prostaglandin. Hal tersebut dapat
menyebabkan kelemahan dari sawar mukosa sehingga bahan iritan yang bersifat asama seperti pada
NSAID dapat terpapar langsung pada mukosa. Selanjutnya, hal tersebut dapat menyebabkan iritasi,
erosi, dan ulserasi pada mukosa lambung yang berujung pada proses inflamasi (Price dan Wilson,
2005).

Luka bakar dapat menurunkan aliran darah sehingga menyebabkan hipoksia sehingga
memicu sel mukosa untuk tidak memproduksi mucus sebagai pertahanan. Stress kronis dapat
menstimulasi simpatis dengan menghambat kerja kelenjar Brunner, yang mana, kelenjer tersebut
berfungsi untuk memicu sel mukosa memproduksi mucus. Begitu juga dengan infeksi Helicobacter
pylori dapak menurunkan produksi mucus. Sehingga dari kesemuanya itu dapat menyebabkan lesi
pada mukosa lambung (Corwin, 2009).

Bahan iritan seperti makanan yang terlalu asam atau pedas dapat menyebabkan defek
mukosa barrier lambung sehingga menimbulkan difusi balik H+ dari lumen ke dalam mukosa.
Haltersebut menyebabkan reaksi berantai, yaitu pelepasan pepsin yang berlebihan sehingga
menyebabkan lesi pada mukosa. Reaksi berantai tersebut juga menyebabkan Na+ dan protein plasma

13
memasuki lumen dan memicu terbentuknya histamin. Histamin dapat meningkatkan AMP siklik
sehingga mengaktifkan protein kinase yang selanjutnya merangsang sekresi asam lambung. Asam
lambung yang diproduksi berlebihan dapat menyebabkan distensi lambung, sehingga pasien
merasakan perut yang terasa penuh (Price dan Wilson, 2005).

Proses inflamasi menyebabkan mediator kimia, seperti histamin, bradikinin yang


meningkatkan derajat nyeri, prostaglandin yang merangsang reseptor nyeri, serta subtansi P yang
menyebabkan nyeri berlebihan (hyperalgesia). Selanjutnya reseptor nyeri (serabut saraf C)
bersamaan dengan saraf simpatis ke ganglion menuju pre dan paravertebra yang selanjutnya ke akar
dorsal ganglia dan menghasilkan impuls afferen. Impuls tersebut dikirim ke medulla spinalis pada
traktus spinotalamicus lateral (ordo 1). Kemudian ke thalamus (ordo 2) dan korteks serebri (ordo 3)
yang selanjutnya memicu terjadinya rasa nyeri. (Price dan Wilson, 2005).

Refleks dari saraf simpatis juga dapat meningkatkan produksi keringat berlebihan, inhibisi
saliva, kerja otot polos esophagus (sulit menelan) serta vasokonstriksi pembuluh darah. Hal tersebut
dapat menurunkan perfusi perifer sehingga menyebabkan akral dingin. Kerja saraf simpatis dapat
meningkatkan metabolisme, kebutuhan oksigen dan ATP sehingga menyebabkan pasien kekurangan
energi dan lemas. Hernia hiatus dan obstruksi atau gangguan pasase dapat meningkatkan tekanan
abdomen sehingga juga dapat memicu reseptor nyeri. Nyeri perut dibagi menjadi tiga, yaitu: visceral,
parietal, dan referred pain (Price dan Wilson, 2005).

a) Visceral Pain

Obstruksi, iskemia, atau peradangan dapat menyebabkan peregangan serat-serat tak


bermielin yang menginervasi dinding atau kapsul organ, sehingga mengakibatkan terjadinya nyeri
visceral. Nyeri visceral sering digambarkan sebagai "kram, tumpul (tidak bisa ditunjuk letak
pastinya), atau pegal," dan itu bisa stabil atau intermiten (kolik). Karena saraf aferen mengikuti
distribusi segmental, nyeri viseral terlokalisasi oleh korteks sensorik ke tingkat medula spinalis yang
diperkirakan oleh asal embriologis organ yang terlibat (Tintinalli, 2016).

Karena organ intraperitoneal dipersarafi secara bilateral, rangsangan dikirim ke kedua sisi
sumsum tulang belakang, menyebabkan nyeri visceral intraperitoneal dirasakan di garis tengah,
terlepas dari anatomi sisi kanan atau kirinya. Misalnya, rangsangan dari serat visceral di dinding
apendiks masuk ke medula spinal sekitar T10. Ketika obstruksi menyebabkan distensi appendisial
pada early appendicitis, nyeri awalnya dirasakan di area periumbilikal garis tengah, yang
berhubungan dengan dermatoma kulit T10 (Tintinalli, 2016).

b) Parietal Pain

14
Nyeri parietal (somatik) disebabkan oleh iritasi serat bermielin yang menginervasi
peritoneum parietal, biasanya bagian yang menutupi dinding perut anterior. Karena sinyal aferen
parietal dikirim dari area spesifik peritoneum, nyeri parietal — berbeda dengan nyeri visceral —
dapat dilokalisasi ke dermatome superficial ke lokasi stimulus nyeri. Sebagai proses perkembangan
penyakit yang mendasarinya, gejala nyeri visceral memberi jalan pada tanda-tanda nyeri parietal.
Seiring berkembangnya peritonitis lokal, kekakuan dan rebound muncul. Pasien dengan peritonitis
umumnya lebih memilih untuk tidak bergerak (Tintinalli, 2016).

c) Referred Pain

Nyeri yang menjalar, dirasakan di lokasi yang jauh dari organ yang sakit. Pola nyeri juga
didasarkan pada perkembangan embriologi. Sebagai contoh, ureter dan testis dulunya berdekatan
secara anatomis berbagi persarafan segmental yang sama. Demikianlah obstruksi ureter akut sering
dikaitkan dengan nyeri testis ipsilateral. Nyeri yang biasanya dirasakan pada sisi yang sama dengan
organ yang terlibat, karena tidak dimediasi oleh persarafan bilateral ke tali pusat. Nyeri dirasakan di
garis tengah hanya jika proses patologis terletak di garis tengah (Tintinalli, 2016).

6. Kriteria Diagnosis Acute Abdominal Pain

a) Nyeri abdomen
b) Mual, muntah
c) Tidak nafsu makan
d) Lidah dan mukosa bibir kering
e) Turgor kulit tidak elastis
f) Urine sedikit dan pekat
g) Lemah dan kelelahan

Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan.
Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan
dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung
pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan
nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat
diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat
dengan kandung kemih atau ureter.Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat
terjadi.Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai (Mahadevan, 2000).
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung
pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan
nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat
15
diketahuipada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat
dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat
terjadi (Mahadevan, 2000).

Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah
ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi
klien memburuk (Mahadevan, 2000).

Tanda-tanda Penting
a) Rovsing’s sign
Continuous deep palpation dimulai dari atas left iliac fossa (berlawanan arah jarum jam
sepanjang colon) menyebabkan nyeri di right iliac fossa, dengan mendorong isi usus
terhadap ileocaecal valve dan dengan demikian meningkatkan tekanan di sekitar appendix
(Rovsing, 1907).
b) Psoas sign
Psoas sign atau “Obraztsova‟s sign” adalah nyeri right lower quadrant yang dihasilkan
dengan passive extension dari right hip pasien (pasien berbaring pada sisi kiri dengan lutut
fleksi) atau dengan active flexion dari right hip saat berbaring terlentang. Nyeri didapat
karena terjadi inflamasi peritoneum yang melapisi iliopsoas muscles dan inflamasi pada
psoas muscles. Meluruskan kaki menyebabkan nyeri karena meregangkan otot-otot ini,
sementara memfleksikan hip meregangkan iliopsoas dan menyebabkan nyeri (Mahadevan,
2000)..
c) Obturator sign
Jika appendix yang meradang berada dalam kontak dengan obturatorius internus, spasme
otot dapat ditunjukkan oleh rotasi meregangkan dan internal pinggul. Manuver ini akan
menyebabkan nyeri di hypogastrium vagina (Mahadevan, 2000)..
d) Dunphy’s sign
Nyeri bertambah saat batuk di right lower testicle quadrant (Mahadevan, 2000).
e) Kocher (Kosher)’s sign
Nyeri pada epigastric region atau sekitar gaster dengan pergeseran nyeri di right iliac region
(Mahadevan, 2000)..
f) Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign
Nyeri bertambah di right iliac region saat pasien berbaring pada salah satu sisi tubuhnya
(Mahadevan, 2000)..
g) Bartomier-Michelson’s sign
Nyeri bertambah saat palpasi di right iliac region ketika pasien berbaring pada salah satu sisi
tubuhnya dibandingkan saat pasien berada pada posisi terlentang (Mahadevan, 2000).

16
h) Aure-Rozanova’s sign
Nyeri bertambah pada palpasi dengan jari di right Petit triangle (bisa menjadi tanda positif
Shchetkin-Bloomberg‟s sign). Khas untuk posisi appendix retrocecal (Mahadevan, 2000).
i) Blumberg sign
Juga disebut sebagai nyeri rebound. Palpasi mendalam visera atas appendix meradang
diduga diikuti dengan pelepasan tiba-tiba tekanan menyebabkan nyeri menunjukkan tanda
Blumberg positif dan peritonitis (Mahadevan, 2000).
j) McBurney sign
Tenderness pada 2/3 jarak antara umbilikus dan spina iliaka anterior superior (Mahadevan,
2000).
k) Murphy sign
Selama inspirasi, isi perut didorong ke bawah karena diafragma bergerak turun (dan paru-
paru membesar). Jika pasien berhenti bernapas (kantong empedu empuk dan bergerak ke
bawah, ada kontak dengan jari-jari pemeriksa) dan mengernyit dengan „menangkap‟ napas,
tes ini dianggap positif. Sebuah tes positif juga tidak memerlukan rasa sakit pada melakukan
manuver di sisi kiri pasien (Mahadevan, 2000).
l) Cullen sign
Perubahan warna kebiruan periumbilikalis (Mahadevan, 2000).
m) Grey-Turner sign
Perubahan warna pada area flank (Mahadevan, 2000).
n) Kehr sign
Nyeri berat pada bahu kiri (Mahadevan, 2000).
o) Chandelier sign
Manipulasi cervix menyebabkan pasien mengangkat panggulnya (Mahadevan, 2000).

7. Pemeriksaan Penunjang Acute Abdominal Pain

a) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium bukan merupakan pemeriksaan yang wajib dilakukan, namin
pemeriksaan ini dapat membantu menyingkirkan diagnosis lain dan melakukan rencana terapi
(Tintinalli et al., 2016). Berikut parameter pemeriksaan laboratorium yang dapat diperiksa sesuai
dengan kecurigaan diagnosis:

17
Tabel 3. Pemeriksaan Laboratorium sesuai Kecurigaan Diagnosis
Sumber: Tintinalli’s Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide, 2016

b) Diagnostic Imaging
 Foto Polos
Foto polos abdomen dapat dilakukan sebagai terapi kegawatdaruratan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi udara bebas (perforated viscus), air-fluid interfaces (obstruksi intestinal),
kalsifikasi ektopik (urolitiasis, hepatobiliary calculi, pankreatitis, abdominal aortic aneurysm).
Foto polos dada dapat dilakukan untuk mengidentifikasi subdiaphragmatic air, basal
consolidation dan emboli paru (Ooi dan Manning, 2015).
 Ultrasound
Pemeriksaan abdominal ultrasound dan memvisualisasikan kandung empedu, pankreas,
ginjal, ureter, volume kandung kemih dan dimensi aorta. Pmeriksaan ini tidak dilakukan untuk
kecurigaan diagnosis terhadap kelainan pada usus halus maupun kolon (Tintinalli et al., 2016).
 Abdominal-Pelvic CT Scanning

18
CT-Scan adalah pemeriksaan diagnostik yang sensitif dan spesifik untuk nyeri pada abdomen.
CT-Scan dengan kontras dapat membantu menegakkan diagnosis yang dicurigai abses
gastrointestinal, perforasi atau fistula (Tintinalli et al., 2016).
 EKG
Elektrokardiografi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan pada jantung,
khususnya pada infark miokard akut (IMA) (Ooi dan Manning, 2015).

8. Diagnosis Banding Acute Abdominal Pain

Apabila menemukan pasien dengan keluhan nyeri pada ulu hati, maka perlu diperhatikan
kemungkinan penyebabnya dari abdominal maupun extra-abdominal. Jangan lupa curigai ada aortic
aneourism pada pasien dengan umur diatas 50 tahun, terutama apabila nyeri yang dirasakan menjalar
ke bagian belakang bawah atau ke salah satu pinggang (Ooi dan Manning, 2015).

Diagnosis pasien didasarkan pada letak nyeri, onset, serta kemungkinan bahwa nyeri yang
dirasakan sebenarnya adalah nyeri yang menjalar dan bukan pada tempat terasanya nyeri. Beberapa
diagnosis banding yang dapat ditemukan pada kondisi nyeri epigastric akut dapat dilihat dari organ
intra abdominal dan extra-abdominal yang akan dijelaskan dibawah ini (Ooi dan Manning, 2015).

1) Penyebab lain acute epigastric pain intra abdominal


a. Peptic ulcer
b. Refluks Esofagitis
c. Septis hepatobiliar
d. Pankreatitis
e. Aortic Dissection / AAA (Abdominal Aortic Aneurism)
2) Penyebab lain acute epigastric pain extra-abdominal
a. Acute Myocardial Infarction
b. Pneumonia
c. Pulmonary Embolism
d. Diabetic Ketoacidosis

Adapun diagnosis banding yang mencakup bab besar dari nyeri epigastric akut, yaitu
nyeri abdominal akut, sangatlah bermacam macam dan terbagi berdasarkan regio dari perut.
Pembagian regio dapat terbagi menjadi empat region ataupun tujuh region. Adapun pembagian
diagnosis banding dari nyeri abdomen akut dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Malbrain, et al.
2007):

19
Gambar 2. Differential diagnosis of Acute Abdominal pain based on region of abdomen
Sumber : Abdominal Sign and Symtomps in Intensive Care Patients, 2007

9. Tatalaksana Acute Abdominal Pain

Menurut Ooi dan Manning (2015), manajemen nyeri akut abdomen berdasarkan stabil
tidaknya hemodinamik sebagai berikut;
a. Pasien Hemodinamik Tidak Stabil
 Pasien harus dimanajemen di critical care area
 Dilakukan maintan airway (jalan nafas) dan berikan suplemen high-flow oxygen

20
 Monitoring: ECG, Vital Sign setiap 5 menit, dan pulse oxymetri
 Berikan 2 large-bore peripheral IVs (14-16 gram), cairan 1-2 l kristaloid (jika suspek IMA
disingkirkan)
 Lakukan pemeriksaan laboratorium
- Disarankan: capillary bllod sugar, darah lengkap, ureal elektrolit, LFT, serum amilase.
- Opsional: urinalisis, enzim jantung, LFTs, dan faktor pembekuan.
 Antibiotik IV diberikan jika terjadi intra-abdominal sepsis menggunakan ceftriaxon 1 gram
dan metronidazole 500 mg. Penggunaan aminoglikosida dihindari pada pasien yang
memiliki gangguan ginjal.
 X-Ray, dapat dilakukan Chest X-Ray dan Kidneys, Ureters, Bladder (KUB)
 ECG digunakan untuk identifikasi adanya Infark Miokard Akut
 Konsultasikan segera ke departemen lain, meliputi;
- Bedah
- Obgyn, apabila suspek kehamilan ektopik
- Kardiothorax, apabila suspek ke aneurisma aorta abdomen
- Kardiologi apabila suspek basilar pneumonia dan infark miokard
b. Pasien Hemodinamik Stabil
 Pasien dimanajemen di intermediate acuity area
 Pemasangan IV line
 Lakukan pemeriksaan laboratorium sesuai kecurigaan klini terhadap penyebab nyeri
abdomen.
 Lakukan imaging, KUB, CXR dan ECG.
 Evaluasi tanda-tanda akut abdomen dengan frekuensi pemeriksaan abdominal
 Berikan analgesik
 Menurut Tintinalli et al. (2016), analgesik yang dapat diberikan untuk mengatasi nyeri pada
kasus nyeri akut abdomen yaitu opioid. Namun menurut Toshihiko (2016) terlepas dari
penyebabnya, penggunaan analgesik dini sebelum diagnosis pasti dianjurkan yaitu pada
algoritma dibawah ini

21
Gambar 3. Algoritma pemberian analgesic.
Sumber: The Practice Guidelines for Primary Care of Acute Abdomen ,2015.

Pada nyeri akut epigastrium juga harus dilakukan manajemen yang tepat. Menurut Ooi dan
Manning (2015) antara lain;
a. Segera pasang IV line, lakukan resusitasi cairan menggunakan kristaloid.
b. Lakukan pemeriksaan laboratorium berupa gula darah, darah lengkap, serum analisis,
urea/elektrolit/creatinin, enzim jantung.
c. Lakukan ECG, karena seluruh kasus dengan nyeri pada abdomen bagian atas dilakukan ECG
untuk menilai adanya IMA.
d. Lakukan pemeriksaan Chest X-Ray dan KUB
e. Berikan analgesik yang adekuat.

22
SOAP

S Identitas Pasien : Ny. Ra, 45 tahun


Keluhan Utama : Nyeri ulu hati
RPS :
 Sulit menelan namun bisa minum tanpa tersedak
 Kedua tangan terasa dingin
 Perut terasa penuh saat hendak tidur malam
 Merasa tidak memiliki tenaga untuk bergerak
 3 jam sebelumnya makan gurami asam pedas
 Dada meras tidak nyaman
 Banyak berkeringat seperti mandi
O  GCS 456, TD 120/80, N 90 x/menit, RR 20 x/menit, suhu 360C.
 Thorax: cor: S1S2 normal. Pulmo: Rhonchi (-), Wheezing (-)
 Abdomen: datar, supel, Bising usus normal, tidak ada nyeri tekan pada
epigastrik
 Extremitas: akral dingin

A1 Diagnosis Klinis: epigastric pain

Diagnosis Fungsional: Acute abdominal pain

Diagnosis Etiologis: pankreatitis, GERD, IMA, gastritis, esophagitis,


kolelitiasis, koledokolelitiasis

P1 DL, X-Ray Abdomen, ECG, dan Pemeriksaan Fisik lanjutan (sign)

A2 Diagnosis Klinis: epigastric pain

Diagnosis Fungsional: Acute abdominal pain

Diagnosis Etiologis: pankreatitis, GERD, IMA, gastritis, esophagitis,


kolelitiasis, koledokolelitiasis

P2 Konsultasi ke bidang yang sesuai dengan hasil Pemeriksaan lanjutan

23

Anda mungkin juga menyukai