Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah


SWT atas segala rahmat dan Ridho-Nya sehingga penyusun mampu dalam
menyelesaikan tugas makalah ini yang membahas tentang konsep dasar nyeri.
Penyusun mengucapkan terima kasih, terutama kepada, semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini. Akhirnya penyusun berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan mohon maaf atas kekurangan
yang masih terdapat didalamnya, karenapenyusun menyadari adanya keterbatasan
kemampuan yang dimiliki. Maka dengan senang hati penyusun akan menerima
kritik dan saran pembaca guna perbaikan dalam penyusunan karya ilmiah
selanjutnya.

Padang, 7 Mei 2014

Kelompok 10
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..........................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................

1.1 Latar belakang ....................................................................

1.2 Rumusan Masalah ........................................................... ........

1.3 Tujuan ...................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................

2.1 Definisi Nyeri ....................................................................

2.2 Penyebab Nyeri ....................................................................

2.3 Fisiologi Nyeri .....................................................................

2.4 Klasifikasi Nyeri .....................................................................

2.5 Respon Nyeri .....................................................................

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri .............................

2.7 Intensitas Nyeri ........................................................................

III.PENUTUP ..........................................................................................

3.1 Kesimpulan ...................................................................................

3.2 Saran...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri
merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan.
Walaupun merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang
medis, nyeri merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang
merasakan nyeri merasa menderita dan mencari upaya untuk menghilangkannya.
Perawat meggunakan berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan nyeri
tersebut dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan
merasakan nyeri yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat subjektif. Tidak ada
dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada kejadian nyeri yang
sama menghasilkan respon yang identik pada seseorang.
Nyeri terkait erat dengan kenyamanan karena nyeri merupakan faktor utama
yang menyebabkan ketidaknyamanan pada seorang individu. Pada sebagian besar
klien, sensasi nyeri ditimbulkan oleh suatu cidera atau rangsangan yang cukup
kuat untuk berpotensi mencederai. Bagi dokter nyeri merupakan masalah yang
membingungkan. Tidak ada pemeriksaan untuk mengukur atau memastikan nyeri.
Dokter hampir semata-mata mengandalkan penjelasan dari pasien tentang nyeri
dan keparahannya. Nyeri alasan yang paling sering diberikan oleh klien ditanya
kenapa berobat.
Dampak nyeri pada perasaan sejahtera klien sudah sedemikian luas diterima
sehingga banyak institusi sekarang menyebut nyeri “tanda vital kelima”, dan
mengelompokkannya dengan tanda-tanda klasik suhu, nadi, pernapasan, dan
tekanan darah.
Perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien yang
mengalami nyeri dibanding tenaga professional perawatan kesehatan lainnya dan
perawat mempunyai kesempatan untuk membantu menghilangkan nyeri dan
efeknya yang membahayakan. Peran pemberi perawatan primer adalah untuk
mengidentifikasi dan mengobati penyebab nyeri dan meresepkan obat-obatan
untuk menghilangkan nyeri. Perawat tidak hanya berkolaborasi dengan tenaga
professional kesehatan lain tetapi juga memberikan intervensi pereda nyeri,
mengevaluasi efektivitas intervensi pereda nyeri, mengevaluasi efektivitas
intervensi, dan bertindak sebagai advokat pasien saat intervensi tidak efektif.
Selain itu, perawat berperan sebagai pendidik untuk pasien dan keluarga,
mengajarkan mereka untuk mengatasi penggunaan analgetik atau regimen pereda
nyeri oleh mereka sendiri jika memungkinkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan nyeri?
2. Bagaimana konsep nyeri dalam keperawatan?
3. Apa arti dari kenyamanan?
4. Bagaimana konsep kenyamanan dalam keperawatan
5. Jelaskan metode dan konsep asuhan keperawatan pada nyeri dan
kenyamanan?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami makna dan konsep nyeri
2. Mengetahui dan memahami makna dan konsep kenyamanan
3. Mengetahui dan memahami konsep dan metode asuhan keperawatan pada
nyeri dan kenyamanan
BAB II
PEMBAHASAN

1. DEFINISI NYERI
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal
skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri:
§ International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan.
§ Mc. Coffery (1979) mendefinisikan, nyeri sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang
tersebut pernah mengalaminya.
§ Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu
perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa
menimbulkan ketegangan.
§ Arthur C. Curton (1983), nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi
tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak dan menyebabkan individu
tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
§ Scrumum mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut
saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan
emosional.
2. PENYEBAB NYERI
1. Trauma
a) Mekanik : rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-
lain.
b) Thermis : nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas dan dingin, misal karena api dan air.
c) Khemis : timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat
asam atau basa kuat.
d) Elektrik : timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
2. Peradangan : nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf
reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan,
misalnya : abses.
3. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
4. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat
terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.
5. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
6. Iskemi pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteri
koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam
laktat.
7. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.

3. FISIOLOGI NYERI

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.


Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nocireceptor. Merupakan ujung-ujung
saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki miyelin
yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada viscera persendian,
dinding arteri, hati, dan kandung empadu. Reseptor nyeri dapat memberikan
respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat
berupa zat kimia seperti histamine, bradikinin, prostaglandin, dan macam-
macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat
kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik atau
mekanis.
Selanjutnya stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan
berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut
yang bermyelin rapat atau serabut A (delta) dan serabut lamban (serabut C).
impuls-impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat
inhibitor yang ditransmisikan ke serabut C. serabut-serabut afferent masuk ke
spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal
horn terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang saling bertautan. Diantara
lapisan dua dan tiga terbentuk substansia gelatinosa yang merupakan saluran
utama impuls. Kemudian, impuls nyeri menyebrangi sumsum tulang belakang
pada interneuron dan bersambung kejalur spinal asendens yang paling utama,
yaitu jalur spinothalamic tract (STT) ata jalur spinothalamus dan
spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi tentang sifta dan lokasi
nyeri.
Dari proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme nyeri yaitu jalu
opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor pada
otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari thalamus yang melalui otak
tengah dan medulla ketanduk dorsal dari sumsum tulang belakang yang
berkonduksi dengan nociceptor impuls supresif. Serotonin merupakan
neurotransmitter dalam impuls supresif. System supresif lebih mengaktifkan
stimulasi nociceptor yang ditransmisikan oleh serabut A. jalur nonopiate
merupakan jalur desendens yang tidak memberikan respon terhadap naloxone
yang kurang banyak ddiketahui mekanismenya (Barbara C. Long, 1989).

4. KLASIFIKASI NYERI
1. Menurut tempatnya:
a. Periferal Pain
· Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)
· Deep Pain (Nyeri Dalam)
· Reffered Pain (Nyeri Alihan), nyeri yang dirasakan pada area yang
bukan merupakan sumber nyerinya.
b. Central Pain : Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf
pusat, spinal cord, batang otak dan lain-lain.
c. Psychogenic Pain : Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi
akibat dari trauma psikologis.
d. Phantom Pain : perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada
lagi. contohnya pada amputasi, Phantom pain timbul akibat dari stimulasi
dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh
karena itu, orang tersebut akan : merasa nyeri pada area yang telah
diangkat.
e. Radiating Pain : Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang
meluas ke jaringan sekitar.
f. Nyeri somatis dan nyeri viseral
kedua nyeri ini umumnya bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit
(superfisial) pada otot dan tulang.

Perbedaan nyeri somatis dan nyeri viseral

Karakteristik Nyeri somatis Nyeri viseral


Superfisial Dalam
Kualitas Tajam, menusuk, Tajam, tumpul, nyeri Tajam, tumpul,
membakar terus nyeri terus,
kejang

Menjalar Tidak Tidak Ya

Stimulasi Torehan, abrasi Torehan, panas, Distensi, iskemia,


terlalu panas dan iskemia pergeseran spasmus, iritasi
dingin tempat kimiawi (tidak
ada torehan)

Reaksi otonom Tidak Ya Ya

Refleks Tidak Ya Ya
kontraksi otot

2. Menurut Sifatnya:
a. Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang.
b. Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang
lama.
c. Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali
dan biasanya menetap 10 – 15 menit, lalu menghilang dan kemudian
timbul kembali.
d. Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi.
Contoh pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan
kontraindikasi akibat dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan
kecanduan.

3. Menurut Berat Ringannya :


a. Nyeri ringan : dalam intensitas rendah
b. Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis
c. Nyeri Berat : dalam intensitas tinggi

4. Menurut Waktu Serangan nyeri:


a. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur.
Klien yang mengalami nyeri akut baisanya menunjukkan gejala-gejala
antara lain : perspirasi meningkat, Denyut jantung dan Tekanan darah
meningkat, dan pallor
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih
lama dan klien sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan.

Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik:

Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronik


Pengalaman § satu kejadian § Satu situasi, status
eksistensi
Sumber § sebab eksternal atau
§
penyakit dari dalam Tidak diketahui/pengobatan
§ mendadak
Serangan yang terlalu lama
§ Bisa mendadak, berkembang
dan terselubung
Waktu §
§ Lamanya dalam Lamanyna sampai hitungan
hitungan menit bulan, > 6 bln
Pernyataan nyeri
§ Daerah nyeri tidak§ Daerah nyeri sulit
diketahui dengan pasti dibedakan intensitasnya,
Gejala-gejala klinis
sehingga sulit dievaluasi
§
Pola respon yang khas (perubahan perasaan)
§ § Pola respon yang bervariasi
dengan gejala yang
Pola
dengan sedikit gejala
lebih jelas
§ Terbatas (adaptasi)
§ Berlangsung terus, dapat
Perjalanan
bervariasi
§
§
Biasanya berkurang
Penderitaan meningkat
setelah beberapa saat
setelah beberapa saat

5. RESPON NYERI
a. Respon Psikologis
Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap
nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien. Pemahaman dan pemberian arti
nyeri sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman
masa lalu dan juga faktor sosial budaya.
b. Respon fisiologis terhadap nyeri
· Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
1) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
2) Peningkatan heart rate
3) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
4) Peningkatan nilai gula darah
5) Diaphoresis
6) Peningkatan kekuatan otot
7) Dilatasi pupil
8) Penurunan motilitas GI

· Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)


1) Muka pucat
2) Otot mengeras
3) Penurunan HR dan BP
4) Nafas cepat dan irreguler
5) Nausea dan vomitus
6) Kelelahan dan keletihan

· Respon tingkah laku terhadap nyeri


1) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas,
Mendengkur)
2) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
3) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan
gerakan jari & tangan
4) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari
percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian,
Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri) Individu yang mengalami nyeri
dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri
yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat
menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih
atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien
dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir
dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.

Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:


a) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima), Fase ini mungkin bukan
merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua
fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan
upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini
sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
b) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa), Fase ini terjadi ketika klien
merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang
dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga
akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai
tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan
stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah
akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan
tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa
bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah
mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan
bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang
sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin
tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin
merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai
dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang
ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola
perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian
secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum
tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri.
Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk
membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
c) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti), Fase ini terjadi
saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih
membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien
mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat
menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu
memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan
kemungkinan nyeri berulang.

6. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON NYERI


1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan
nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia
cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka
mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka
takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri
diperiksakan.
2) Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya
(ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh
nyeri).
3) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan
bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan
kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri
dan dan bagaimana mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya
distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik
relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa
menyebabkan seseorang cemas.
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat
ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi
nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung
pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.
9) Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan
perlindungan.

7. INTENSITAS NYERI
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda.
Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun,
pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Menurut Smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :


Skala Intensitas Nyeri

Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nyeri merupakan suatu gejala yang bersifat objektif. Hanya orang yang
merasakan bisa mengungkapkan. Kebutuhan dasar manusia untuk memenuhi rasa
yang tidak nyaman atau nyeri ini, perawat perlu memperhatikan, mengkaji konsep
dasar nyeri pada klien yang mengalami gangguan keamanan.

3.2 Saran
Semoga dengan memahami konsep dasar nyeri ini, kita bisa menerapkan
dan membagi ilmu dalam menyelesaikan masalah dan gangguan tidak nyaman ini
dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. 1997. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Gibson, John. 1992. Diagnosa Gejala Penyakit Untuk Perawat. Penerbit Yayasan
Essentia Media. Yogyakarta.
Long, C.B. 1996. Medical Surgical Nursing. Alih Bahasa oleh Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan. Bandung.
Taylor, C., Carol L. & Pricilla L. 1997. Fundamental of Nursing : the Art and
Science of Nursing. Lippicott Philadelphia.
Prianthara, Dhita. 2012. Konsep Nyeri.
http://dhitaprianthara.blogspot.com/2012/02/konsep-nyeri.html. Diunduh pada
tanggal 23 Mei 2012.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah volume 1. EGC. Jakarta.
Potter & Perry. 2006. Fundamental Keperawatan volume 2. EGC. Jakarta.
Destu, Fayl. 2010. Asuhan Keperawatan Klien dengan Nyeri.

Anda mungkin juga menyukai