Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rinitis alergi adalah salah satu penyakit akibat manifestasi reaksi

hipersensitifitas tipe I yang diperantarai oleh immunoglobulin E dengan

mukosa hidung sebagai organ sasaran utama. Gejalanya dapat berupa

bersin, hidung tersumbat, dan rinore (WHO ARIA, 2007).

Rinitis alergi merupakan penyakit imun yang sering ditemukan.

Prevalensi rinitis alergi diperkirakan berkisar antara 10-20% dan

meningkat dalam dekade terakhir (Ciprandi et al, 2005). Rinitis alergi

diderita sekitar 40 juta orang di Amerika Serikat (Skoner, 2001). Penelitian

terdahulu di poli THT Benin Hospital Nigeria didapatkan 81% pasien

dengan hasil tes alergi positif dari 71 pasien suspek rinitis alergi (Ogisi,

2002).

Biasanya rinitis alergi timbul pada usia muda (remaja dan dewasa

muda). Penelitian terdahulu di Rawat Jalan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar didapatkan pasien rinitis alergi kelompok usia 10-19 tahun

sebanyak 25%, usia 20-29 tahun sebanyak 40%, kemudian terus turun

sampai usia 50-59 tahun sebanyak 2,5% (Rahmawati dkk, 2008).

Prevalensi rinitis alergi pada perempuan lebih besar daripada laki-

laki. Penelitian terdahulu di Hongkong didapatkan pasien rinitis alergi

perempuan sebanyak 57% dan laki-laki sebanyak 43% (Fanny et al, 2010).

1
2

Penelitian pada 142 pasien rinitis alergi di Malaysia, didapatkan

gejala klinis yang paling sering dikeluhkan adalah bersin (82,2%), rinore

(68,9%) dan hidung buntu (66,7%) (Asha’ari, 2010).

Rinitis alergi bukanlah penyakit yang fatal, tetapi gejalanya dapat

berpengaruh terhadap kualitas hidup penderitanya. Penyakit ini

mengganggu kehidupan sehari-hari, selain membutuhkan biaya

pengobatan yang relatif mahal, juga bersifat rekuren, kronis, dan progresif.

Tahap awal masih reversible, pada tahap lanjut menjadi irreversible. Lebih

lanjut, penyakit ini tidak hanya merugikan penderita secara pribadi, namun

juga akan merugikan individu sebagai sumber daya manusia (SDM).

Peningkatan kualitas SDM tersebut menjadi fokus perhatian saat ini,

karena sangat dibutuhkan dalam mempercepat laju pembangunan nasional

(Suprihati, 2005).

Salah satu dampak dari rinitis alergi adalah rinosinusitis kronik.

Ostium sinus akan menyempit karena edema dan hipersekresi kelenjar

mukus akibat adanya reaksi alergi. Penyempitan semakin bertambah

dengan terjadinya perubahan fisiologis mukosa hidung akibat serangan

rinitis alergi yang perodik atau terus menerus, sehingga resiko terjadinya

rinosinusitis kronik semakin besar (Mangunkusumo, 2007).

Banyaknya kasus rinosinusitis kronik yang ditemukan, tergambar

dari data prevalensi rinosinusitis kronik di Amerika Serikat yang semakin

meningkat, kurang lebih 31 juta orang di Amerika Serikat menderita

rinosinusitis kronik tiap tahunnya (Meltzer, Hamilos & Hadley, 2004).

Jumlah pasien rinosinusitis kronik pada bulan Desember 2008 sampai


3

dengan April 2009 di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar mencapai 52

pasien (Bubun dkk, 2009).

Rinosinusitis kronik sulit diterapi tanpa diikuti oleh koreksi faktor

resiko yang salah satunya adalah rinitis alergi. Rinitis alergi dipilih untuk

diteliti karena melihat prevalensinya yang semakin meningkat dan sifatnya

yang rekuren, kronis, dan progresif. Penelitian ini perlu dilakukan karena

untuk melihat seberapa besar resiko terjadinya rinosinusitis kronik pada

kelompok dengan faktor resiko (rinitis alergi) dan kelompok tanpa faktor

resiko (tanpa rinitis alergi).

Penelitian dilakukan di RSU dr.Saiful Anwar Malang karena

berdasarkan studi pendahuluan didapatkan jumlah pasien rinitis alergi

yang meningkat dari tahun 2009 sebanyak 92 pasien sampai dengan tahun

2010 sebanyak 113 pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara rinitis alergi dengan rinosinusitis

kronik?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

antara rinitis alergi dengan rinosinusitis kronik.


4

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi usia pada pasien rinitis alergi.

2. Untuk mengetahui distribusi jenis kelamin pada pasien rinitis

alergi.

3. Untuk mengetahui distribusi jenis alergen pada pasien rinitis

alergi.

4. Untuk mengetahui distribusi gejala klinis pada pasien rinitis

alergi.

5. Untuk mengetahui rasio prevalensi rinosinusitis kronik yang

disebabkan oleh rinitis alergi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

1. Menambah wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan

kedokteran.

2. Sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya yang

berkaitan dengan rinitis alergi dan rinosinusitis kronik.

1.4.2 Manfaat Klinis

Sebagai acuan untuk pencegahan rinosinusitis kronik.

1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat

Memberi informasi kepada masyarakat tentang penyakit rinitis alergi

yang dapat menyebabkan rinosinusitis kronik.

Anda mungkin juga menyukai