Anda di halaman 1dari 4

Isu Keperawatan Jiwa Terbaru

Menjadikan kesehatan jiwa sebagai prioritas global dengan cara meningkatkan pelayanan
kesehatan jiwa melalui advokasi dan aksi masyarakatPerkembangan teknologi digital membuat
dunia terasa semakin sempit, informasi dari berbagai belahan dunia mampu di akses dalam
waktu yang sangat cepat, perkembangan pengetahuan, perkembangan terapi menjadi sebuah
media perubahan dalam proses penatalaksanaan gangguan jiwa, berdasarkan isu diatas maka
advokasi dan aksi masyarakat menjadi salah satu langkah awal untuk menekan penderita
gangguan jiwa di indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya.

Dua tindakan nyata diatas menjadi tanggung jawab kita semua, tuntutan material, tuntutan
hedonisme dan kesenangan duniawi mampu membuat beberapa orang mengalami goncangan
dalam kehidupannya, ketika agama tidak lagi menjadi pegangan, ketika nafsu duniawi menjadi
tuhan maka akan banyak perilaku tidak wajar yang muncul, tekanan ekonomi, tekanan sosial,
tekanan psikologis dan tekanan - tekanan yang lain mampu membuat ego defence mechanisme
seseorang menjadi terganggu. Seseorang pada intinya ingin dianggap penting, perilaku agar
dianggap atau terlihat penting ini yang terkadang merusak integritas pribadinya sendiri, contoh :
"agar kelihatan kaya melakukan hutang dengan beban angsuran diluar kemampuan, akhirnya
harus gerilya dengan debt collector, setiap debt collector datang harus bersembunyi atau bahkan
melarikan diri agar hutangnya tidak ditagih, jika perlu pindah rumah kontrakan". Kejaran dari
debt collector bisa membuat seseorang menjadi tertekan secara psikologis.

Kehidupan sebenarnya bermuara pada dua hal keinginan dan kebutuhan, jika orang berorientasi
pada pemenuhan keinginan maka dia tidak akan mampu melawan keserakahan yang sudah
menguasai hati dan kehidupannya, nafsu menjadi yang terbaik membuat orang menghalalkan
segala cara untuk menang, sebuah kemenangan seorang pecundang sama buruknya dengan
kekalahan pecundang yang sebenarnya, cara menang sebagai pecundang ini adalah dengan cara
sikat kanan, sikat kiri, injak bawah dan menjilat atasan menjadi sebuah pilihan pahit yang
diambil oleh para hedonis ini. Jika saja mutiara kebajikan "siapa menanam benih maka dia akan
menuai, atau setiap perbuatan baik sekecil apapun ada balasannya dan setiap perbuatan buruk
sekecil apapun akan ada balasannya". Manusia harus mampu menekan keinginan dan
memprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan, jika kita memiliki keinginan maka
mempertahankan melakukan segala sesuatu dengan cara baik adalah sebuah keharusan, alam,
manusia dan semua ciptaan tuhan sudah diatur oleh sang pencipta dan manusia tidak perlu ikut
membuat aturan yang sudah digariskan oleh tuhan, ketika manusia melalaikan janji maka sifat
manusia sebagai tempat salah dan lupa bisa menjadi faktor pemakluman terhadap situasi
tersebut, tetapi janji tuhan bukanlah faktor yang dapat ditawar, jika kita berbuat baik maka pasti
akan menuai kebaikan jika kita berbuat buruk akan menuai hal buruk pula.

Manusia bisa membuat sebuah hukum, sebuah aturan dalam bentuk undang - undang dan
berbentuk peraturan, isi aturan dan undang - undang bisa memiliki dua sisi, mengikuti
kepentingan penguasa atau memang undang - undang tersebut memang untuk membuat sebuah
keteraturan, ketika raja firaun berkuasa maka dia membuat sebuah undang - undang bahwa setiap
warga yang memiliki anak laki - laki maka anak laki - lakinya tersebut harus dibunuh. Undang -
undang ini tentu untuk kepentingan penguasa karena berdasarkan ramalan salah satu bayi laki -
laki tersebut yang akan mengakhiri kisah kediktaktoran sang raja. Ketika akhirnya tuhan
memberikan sebuah pembalasan dengan sangat kejam dengan cara menghanyutkan firaun dan
semua pengikutnya ditengah lautan maka musnahlah kesombongan penguasa diktator tersebut.

Kisah - kisah teladan telah banyak yang diceritakan dalam kitab suci, jika manusia meresapi
cerita - cerita tersebut kemudian memperkuat fondasi spiritualitasnya, melakukan komunikasi
dengan pencipta lewat ibadah maka kehidupan akan menuju sebuah keteraturan, dunia diciptakan
dalam bentuk aneka warna dan hitam putih sehingga muncul siang dan malam, gelap dan terang,
mengembalikan manusia ke hakikat diri mereka yang sebenarnya akan membuat seseorang
menemukan dirinya, mereka menerima semua kelebihan dan kekurangan dan secara sehat
menerima setiap perbedaan sebagai sebuah paket utuh dari adanya persamaan, jika dunia
berwarna putih semua maka akan monoton, bahkan asal mula kejahatan bermula dari rasa iri
iblis terhadap adam sehingga adam terbuang dari surga, manusia pilihan yang diciptakan pertama
kali sudah mampu disesatkan oleh iblis maka akan berapa banyak keturunan adam yang juga
mampu disesatkan oleh iblis dengan iming - iming kenikmatan dunia.

Marilah kita beraksi, membersihkan hati, membersihkan pikiran dari berbagai racun yang
mampu menggelapkan hati, dari berbagai racun yang merusak pikiran, kelak jika memang kita
mampu bertahan dengan pikiran baik dan hati yang baik maka kedepannya bukan tidak mungkin
kita mampu menularkan virus sehat hati dan sehat pikiran ini ke banyak orang ketika banyak
orang yang sehat hati dan sehat pikiran maka kita telah ikut melakukan aksi untuk membantu
mencegah orang lain terkena penyakit pikiran atau gangguan jiwa, semakin banyak orang yang
menyebarkan virus kebaikan ini maka bukan tidak mungkin generasi emas, generasi berlian,
generasi mutiara akan terlahir yang cahayanya mampu menyilaukan mata dunia karena amal dan
perbuatan mereka yang memang baik, orang baik tidak melihat usia, jenis kelamin maupun suku,
orang baik hanya mengenal satu kata "semua manusia pasti mati", dan salah satu bekal untuk
menghadapi kematian adalah "menjadi orang yang bermanfaat bagi lingkungannya". Semoga
renungan ini menjadi sebuah pelajaran berharga.

Komentar :

Menurut saya, masalah ekonomi merupakan salah satu masalah yang paling sering menyebabkan
gangguan jiwa di Indonesia. Himpitan ekonomi yang semakin besar dikarenakan penghasilan
yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dapat menjadi salah satu pencetus untuk
seseorang bunuh diri. Saat ini masalah ganguan jiwa semakin meningkat. Beban hidup yang
semakin berat, diperkirakan menjadi salah satu penyebab bertambahnya klien gangguan jiwa.
Terutama karena meningkatnya harga-harga semua bahan pokok, BBM dan adanya era
globalisasi.

Dan pada klien yang bunuh diri tersebut, penyebabnya adalah karena gangguan sosial atau
lingkungan yang berupa stressor psikososial yaitu masalah keuangan. Gangguan jiwa saat ini
tidak hanya mengenai orang-orang yang merupakan kalangan kelas bawah, tapi sekarang
gangguan jiwa dapat menyerang baik itu orang kalangan bawah, menengah maupun kelas atas.
Jika seseorang tidak dapat beradaptasi dengan baik dalam lingkungan dan tidak dapat berusaha
menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya maka seseorang akan cenderung untuk
mengalami gangguan jiwa.

Dari berbagai penyebab itulah maka satu demi satu akan muncul tindakan-tindakan yang dapat
dikatakan sebagai suatu penyelewengan atau pengingkaran diri akan kondisi atau kenyataan yang
ada. Pasien cenderung tidak mampu menerima kondisi yang ada sehingga muncul suatu
keinginan untuk melakukan hal-hal yang tidak bertanggung jawab tersebut. Dan dalam kasus ini
pun cenderung akhir dari segala pengingkaran diri pasien adalah dengan melakukan bunuh diri.
Bunuh diri merupakan salah satu tindakan yang menjadi trend issue dalam keperawatan jiwa.
Tanpa dibatasi umur, status ekonomi, tingkat pendidikan bahkan beban kerja yang dipikul bunuh
diri menjadi suatu alternatif terakhir dalam menyelesaikan masalah yang dianggap berat untuk
dihadapi. Pola pikir inilah yang seharusnya menjadi pusat garapan perawat-perawat jiwa untuk
meluruskan kembali persepsi yang berkembang di masyarakat mengenai tindakan bunuh diri.
Hal ini berguna untuk rehabilitasi pasien yang pernah mencoba untuk melakukan tindakan
tersebut dan juga untuk pencegahan terjadinya tindakan ini yang semakin marak. Segala tindakan
pencegahan dan rehabilitasi ini tentu akan terlaksana dengan dukungan dari segala pihak baik
pemerintah maupun bidang kesehatan lainnya.

Metrotvnews.com, Medan: Orang yang belum menikah, atau sudah kawin namun punya masalah
dengan perkawinannya, rentan mengalami gangguan kejiwaan. Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Sumatera Utara, separuh lebih pasiennya diketahui belum menikah.

Dari 13.899 pasien, tercatat 7.446 pasien belum menikah. Sedangkan yang menikah ada 5.709
pasien. Itu juga status pernikahannya bermasalah, ada yang kawin cerai.

"Dan selebihnya 744 pasien statusnya duda atau janda," kata Wadir Pelayanan RSJ Prov Sumut,
Dapot Parulian Gultom, di kantornya, Jalan Tali Air No 21, Medan, Senin (15/2/2016).

Menurut Dapot seseorang yang tidak menikah lebih rentan mengalami gangguan kejiwaan. Karena
orang yang tidak menikah cenderung kesepian dan tidak memiliki teman hidup untuk berbagi.
Bahkan, tekanan yang dialami pria atau wanita yang tidak menikah jauh lebih tinggi.

"Banyak pasien yang tidak menikah di sini. Kalau pun ada yang menikah, kebanyakan
pernikahannya bermasalah. Istilahnya tidak ada kawan diskusi. Jadi, mereka lihat teman-temannya
sudah menikah, tingkat frustasinya lebih tinggi," jelasnya.
Dikatakannya, sakit jiwa merupakan gangguan mental yang berdampak kepada mood, pola pikir,
hingga tingkah laku secara umum. Seseorang disebut mengalami sakit jiwa, jika sering stres dan
menjadikannya tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara normal.

Meski demikian, kata Dapot, faktor genetik turut berpengaruh terhadap kejiwaan seseorang.
Terutama anak dari seseorang yang pernah mengalami gangguan kejiwaan.

"Kalau satu orangtuanya mengalami gangguan jiwa, kecenderungan 14 persen anak bisa
mengalami gangguan jiwa. Kalau kedua orangtuanya mengalami gangguan jiwa, sekitar 45 persen
kecenderungannya," bebernya.
SAN

Anda mungkin juga menyukai