Pendekatan
Istilah pendekatan berasal dari bahasa Inggris approach yang salah satu artinya adalah
“Pendekatan”. Dalam pengajaran, approach diartikan sebagai a way of beginning something
‘cara memulai sesuatu’. Karena itu, pengertian pendekatan dapat diartikan cara memulai
pembelajaran. Dan lebih luas lagi, pendekatan berarti seperangkat asumsi mengenai cara
belajar-mengajar. Pendekatan merupakan titik awal dalam memandang sesuatu, suatu filsafat,
atau keyakinan yang kadang kala sulit membuktikannya. Pendekatan ini bersifat aksiomatis.
Aksiomatis artinya bahwa kebenaran teori yang digunakan tidak dipersoalkan lagi.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan
melatari metode pembelajaran dengan cakupan teorItis tertentu.
Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered
approach), dimana pada pendekatan jenis ini guru melakukan pendekatan dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran,
dan
b. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered
approach), dimana pada pendekatan jenis ini guru menjadi subjek utama dalam proses
pembelajaran.
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
(US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna
belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa
akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga,
akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang
bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapinya.
Pendekatan konstektual merupakan pendekatan yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.pendekatan kontekstual sendiri dilakukan
dengan melibatkan komponen komponen pembelajaran yang efektif yaitu konstruktivisme,
bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang
penting, yaitu :
a. Mengaitkan. adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme.
Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu
yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah
diketahui siswa dengan informasi baru.
b. Mengalami. merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti
menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya.
Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan
serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
c. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan
pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang
realistic dan relevan.
d. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan
yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat
mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama
tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia
nyata.
e. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengalaman belajar dengan
focus pada pemahaman bukan hapalan
v.Kerjasama.
vi.Saling menunjang.
vii.Menyenangkan, tidak membosankan.
viii.Belajar dengan bergairah.
ix.Pembelajaran terintegrasi.
x.Menggunakan berbagai sumber.
xi.Siswa aktif.
xii.Sharing dengan teman.
xiii.Siswa kritis guru kreatif.
xiv. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta,
gambar, artikel, humor dan lain-lain.
xv. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa,
laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain
xxii. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di
sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan
dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata,
bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan
tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori
siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
xxiii. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan
konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut
aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk
menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan
”menghafal”.
xxiv. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL.
Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk
menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa
dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan
belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru
bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa
kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat
belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
xxv. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan
menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka
sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru
memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar
tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
2. Pendekatan Kontruktivisme
Konstrukstivisme Individu
Para psikolog konstruktivis yang tertarik dengan pengetahuan individu, kepercayaan,
konsep diri atau identitas adalah mereka yang biasa disebut konstruktivis individual. Riset
mereka berusaha mengungkap sisi dalam psikologi manusia dan bagaimana seseorang
membentuk struktur emosional atau kognitif dan strateginya
Konstrukstivisme Sosial
Berbeda dengan Piaget, Vygotsky percaya bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial,
yaitu terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara bersama-
sama. Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan berbeda-beda dalam
konteks budaya yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat budaya, dan aktivitasnya membentuk
perkembangan dan kemampuan belajar individual.
Peran guru hanya sebagai pembimbing dengan menyediakan materi atau konsep apa yang
akan dipelajari serta memberikan peluang kepada siswa untuk menganalisis sesuai dengan
materi yang dipelajari
Pemerolehan pengetahuan perlu dilakukan secara keseluruhan tidak dalam paket yang
terpisah-pisah.
a. Pemahaman pengetahuan
Siswa perlu menyelidiki dan menguji semua hal yang memungkinkan dari
pengetahuan baru siswa.
b. Menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh
Siswa memerlukan waktu untuk memperluas dan memperhalus stuktur
pengetahuannya dengan cara memecahkan masalah yang di temui.
c. Melakukan refleksi.
Pengetahuan harus sepenuhnya dipahami dan diterapkan secara luas, maka
pengetahuan itu harus dikontekstualkan dan hal ini memerlukan refleksi.
a. carilah dan gunakanlah pertanyaan dan gagasan siswa untuk menuntun pelajaran dan
keseluruhan unit pembelajaran
b. Biarkan siswa mengemukakan gagasan-gagasan mereka dulu
c. Kembangkan kepemimpinan, kerja sama, pencarian informasi, dan aktivitas siswa
sebagai hasil dalam proses belajar
d. Gunakan pemikiran, pengalaman, dan minat siswa untuk mengarahkan proses
pembelajaran
e. Kembangkan penggunakan alternatif sumber informasi baik dalam bentuk bahan
tertulis maupun bahan-bahan para pakar.
f. Usahakan agar siswa mengemukakan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa
g. Carilah gagasan-gagasan siswa sebelum guru menyajikan pendapatnya.
h. Buatlah agar siswa tertantang dengan konsepi dan gagasan-gagasan mereka sendiri
i. Sediakan waktu cukup untuk berefleksi dan menganalisis menghormati gagasan siswa
j. Doronglah siswa untuk melakukan analisis sendiri, mengumpulkan bukti nyata untuk
mendukung gagasannya sesuai dengan pengetahuan baru yang dipelajarinya
k. Gunakanlah masalah yang diidentifikasikan oleh siswa sesuai dengan minantya dan
dampak yang akan ditimbulkannya
l. Gunakan sumber-sumber lokal sebagai sumber informasi asli yang digunakan dalam
pemecahan masalah.
m. Libatkan siswa dalam mencari pemecahan masalah yang ada dalan kenyataan.
n. Perluas belajar seputar jam pelajaran, ruangan kelas, dan lingkungan sekolah.
o. Pusatkan perhatian pada dampak sains pada setiap individu siswa
p. Tekankan kesadaran karir terutama yang berhubungan dengan sains dan teknologi”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme memiliki berbagai
kelebihan antara lain:
Dengan adanya kelebihan pada pendekatan konstruktivisme ini maka siswa di harapkan
dapat menyelesaikan masalah dengan berbagai cara, jadi peserta didik akan terlatih untuk
dapat menerapkannya dengan situasi yang berbeda atau baru.
Dari uraian tadi dapat disimpulkan kelemahan pendekatan konstruktivisme dapat ditolerir,
maka guru hendaknya dapat membimbing siswa agar dapat menemukan jawabannya,
kemudian guru menambah waktu belajar bagi siswa yang lemah dalam proses pembelajaran,
serta memberikan nasehat agar menghargai teman dalam belajar Sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Pendekatan Deduktif
b. Sifat dan rumus yang diperoleh dapat langsung diaplikasikan kedalam soal-
soal atau masalah yang konkrit.
Pendekatan Induktif
Berbeda dengan pendekatan deduktif yang menyimpulkan permasalahan dari hal-hal yang
bersifat umum, maka pendekatan induktif (inductif approach) menyimpulkan permasalahan
dari hal-hal yang bersifat khusus.. Metode induktif sering digambarkan sebagai pengambilan
kesimpulan dari sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus.
Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan
berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan
pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum. Pendekatan induktif merupakan proses
penalaran yang bermula dari keadaan khusus menuju keadaan umum.
Sedangkan menurut Yamin (2008:89) menyatakan bahwa: Pendekatan induktif dimulai
dengan pemberian kasus, fakta, contoh, atau sebab yang mencerminkan suatu konsep atau
prinsip. Kemudian siswa dibimbing untuk berusaha keras mensintesiskan, menemukan, atau
menyimpulkan prinsip dasar dari pelajaran tersebut.
Mengajar dengan pendekatan induktif adalah cara mengajar dengan cara penyajian kepada
siswa dari suatu contoh yang spesifik untuk kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu
aturan prinsip atau fakta yang pasti.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan induktif adalah
pendekatan pengajaran yang berawal dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian
dapat disimpulkan menjadi suatu kesimpulan, prinsip atau aturan.
Pendekatan Konsep
Pendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik meguasai konsep
secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi).. Konsep
merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman.
Pendekatan Konsep merupakan suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung
menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana
konsep itu diperoleh.
b. Tahap Simbolik
Tahap simbolik siperkenalkan dengan: Simbol, lambang, kode, seperti angka, huruf.
kode, seperti (?=,/) dll. Membandingkan antara contoh dan non-contoh untuk
menangkap apakah siswa cukup mengerti akan ciri-cirinya. Memberi nama, dan
istilah serta defenisi.
c. Tahap Ikonik
Tahap ini adalah tahap penguasaan konsep secara abstrak, seperti: Menyebut nama,
istilah, definisi, apakah siswa sudah mampu mengatakannya.
Pendekatan Proses
Menurut Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban
yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal
terbuka. Siswa yang dihadapkan denganOpen-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk
mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu
jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan
jawaban, namun beberapa atau banyak.
Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara
dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin
untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan
pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan
yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada
jawaban (hasil) akhir.
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan
ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu
tentang ‘mengapa’.
Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik
tahu tentang ‘bagaimana’. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi
ajar agar peserta didik tahu tentang ‘apa’.Hasil akhirnya adalah peningkatan dan
keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia
yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta
didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu
menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (saintifik appoach) dalam pembelajaran
semua mata pelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan,
kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan
menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran,
materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat
diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus
tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat
nonilmiah.
Pendekatan Realistik
Gravemeijer(dalam Fitri. 2007: 10) menyebutkan tiga prinsip kunci dalam pendekatan
realistik, ketiga kunci tersebut adalah:
a. Penemuan kembali secara terbimbing/ matematika secara progresif(Gunded
Reinvention/ Progressive matematizing). Dalam menyeleseikan topik- topik
matematika, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama,
sebagai koknsep- konsep matematika dikemukakan. Siswa diberikan masalah nyata
yang memungkinkan adanya penyeleseian yang berbeda.
b. Didaktif yang bersifat fenomena(didaktial phenomology) topik matematika yang akan
diajarkan diupayakan berasal dari fenomenan sehari-hari.
c. Model yang dikembangkan sendiri(self developed models) dalam memecahkan
‘contextual problem”, mahasiswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model
mereka sendiri. Pengembangan model ini dapat berperan dalam menjembatani
pengetahuan informal dan pengetahuan formal serta konkret dan abstrak.
Karakteristik Pendekatan Realistik (RME)
Menurut Grafemeijer (dalam fitri, 2007: 13) ada 5 karakteristik pembelajaran matematika
realistik, yaitu sebagai berikut:
a. Menggunakan masalah kontekstual
Masalah konsektual berfungsi sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana
matematika yang digunakan dapat muncul. Bagaimana masalah matematika itu
muncul(yang berhubungan dengan kehidupan sehari- hari).
Sedangkan kelompok berpasangan tidak membutuhkan waktu, karena siswa telah duduk
dalam tatanan kelompok berpasangan. Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru
menunjuk wakil-wakil kelompok untuk menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan
alasan dari jawabannya, kemudian guru sebagai fasilitator dan modarator mengarahkan siswa
berdiskusi, membimbing siswa mengambil kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip
berdasarkan matematika formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik PMR yang muncul yaitu
interaksi
e. Langkah 5: Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu
rumusan konsep/prinsip dari topik yang dipelajari. Karakteristik PMR yang muncul
pada langkah ini adalah adanya interaksi antar siswa dengan guru.
Pendekatan Science, Technology and Society (STS) atau pendekatan Sains, Teknologi dan
Masyarakat (STM) merupakan gabungan antara pendekatan konsep, keterampilan proses,
Inkuiri dan diskoveri serta pendekatan lingkungan. Istilah Sains Teknologi Masyarakat
(STM) dalam bahasa Inggris disebut Sains Technology
Society (STS), Science Technology Society and Environtment (STSE) atau Sains
Teknologi Lingkungan dan Masyarakat. Meskipun istilahnya banyak namun sebenarnya
intinya sama yaitu Environtment, yang dalam berbagai kegiatan perlu ditonjolkan. Sains
Teknologi Masyarakat (STM) merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi, dan isu
yang ada di masyarakat. Adapun tujuan dari pendekatan STM ini adalah menghasilkan
peserta didik yang cukup memiliki bekal pengetahuan, sehingga mampu mengambil
keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat serta mengambil tindakan
sehubungan dengan keputusan yang telah diambilnya.
Filosofi yang mendasari pendekatan STM adalah pendekatan konstruktivisme, yaitu
peserta didik menyusun sendiri konsep-konsep di dalam struktur kognitifnya berdasarkan apa
yang telah mereka ketahui.