Anda di halaman 1dari 65

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Rehabilitasi

1. Pengertian rehabilitasi

Menurut L.E. Hinsei dan R.J.Cambell dalam

Psychiatic Dictionary. Rehabilitasi adalah segala

tindakan fisik, penyesuaian psikososial, dan latihan

vocational sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan

penyesuaian diri secara maksimal, serta untuk

mempersiapkan pasien secara fisik, mental, dan

vocational. Terapi rehabilitasi ini ditujukan untuk

mencapai perbaikan fisik sebesar-besarnya, penempatan

vokasional sehingga dapat bekerja dengan kapasitas

maksimal, penyesuaian diri dalam hubungan

perseorangan, dan sosial secara memuaskan sehingga

dapat berfungsi sebagai warga masyarakat yang

berguna.

Rehabilitasi sudah dikenal sejak zaman dahulu

yang mempunyai arti secara umum yaitu pengembalian

kemampuan seseorang seperti semula, baik secara fisik

maupun mental. Hampir sebagian besar orang

beranggapan bahwa rehabilitasi sebagai kegiatan

ekstramural dari pengobatan pasien mental sehingga

selalu diorientasikan pada pekerjaan dan masalah-

masalah sosial saja. Hal itu tentu masih kurang


11

sesuai dengan tuntutan dan perkembangan psikiatri

modern. Upaya rehabilitasi pasien mental di Indonesia

dirintis pada tahun 1969 dan berkembang sampai

sekarang

Tabel 30.1 Potensi Kegiatan Terampil yang

Diperlukan untuk Mencapai Tujuan dari Rehabilitasi

Kejiwaan

Fisik Emosi Intelektual

Keterampilan Hidup

Hubungan antar Manajemen


Kebersihan pribadi manuasia keuangan

Penggunaan sumber
Kebugaran fisik Pengendalian diri daya komunitas

Menggunakan Penghargaan
transportasi umum selektif Tujuan

Pengembangan
Memasak Penurunan stigma masalah

Belanja Pemecahan masalah

Keterampilan
Bersih-bersih berbicara

Partisipasi dalam
olahraga

Menggunakan
fasilitas rekreasi

Keterampilan
Belajar

Diam Pembuatan pidato Membaca

Menanyakan
Memperhatikan pertanyaan Menulis
12

Tetap duduk Menjawab sukarela Aritmatika

Mengamati Mengikuti arahan Kemampuan belajar

Tepat waktu Menanyakan arah Aktivitas hobi

Mendengarkan Mengetik

Keterampilan
Bekerja

Wawancara Kualifikasi
Tepat waktu pekerjaan pekerjaan

Penggunaan alat Pengambilan


kerja keputusan Mencari pekerjaan

Tugas pekerjaan
Kekuatan pekerjaan Pekerjaan spesifik

Transportasi Hubungan
pekerjaan antaramanuasia

Tugas pekerjaan
spesifik Pengendalian diri

Menjaga pekerjaan

Tugas pekerjaan
spesifik
13

TABEL 30.2 Susunan Komprehensif Pelayanan dan Kesempatan

untuk Orang dengan Gangguan Jiwa Kronis

Kebutuhan Dasar/Kesempatan Kebutuhan Khusus/Kesempatan

Hunian Layanan medis umum

Terlindungi (dengan kesehatan, Penilaian dan perawatan


rehabilitatif, atau dokter

pelayan sosial yang tersedia di Penilaian dan perawatan


lokasi) perawat

Penilaian dan perawatan


Rumah sakit dokter gigi

Panti jompo Terapi fisik/okupasi

Fasilitas perawatan menengah Terapi pendengaran

Fasilitas krisis Konseling nutrisi

Konseling obat-obatan

Semiindependen (terkait dengan


layanan) Layanan kesehatan rumah

Rumah keluarga

Rumah kelompok Layanan kesehatan mental

Apartemen kerja sama Pelayanan perawatan akut

Panti asuhan Stabilisasi krisis

Fasilitas perumahan darurat Diagnosis dan penilaian

Dewan atau rumah perawatan


lainnya Pemantauan obat (psikoaktif)

Apartemen independen/rumah
(akses ke layanan) Pelatihan pengobatan sendiri

Psikoterapi

Manajemen makanan, pakaian, dan Perawatan di rumah sakit:


rumah tangga perawatan akut dan jangka

Makanan tersedia sepenuhnya Lama


14

Pendampingan pembelian dan


penyiapan makanan

Akses untuk kupon makanan Habilitasi and rehabilitasi

Perkembangan keterampilan
Layanan rumahan sosial/rekreasional

Perkembangan keterampilan
hidup

Dukungan pemasukan/keuangan Aktivitas di waktu luang

Akses terhadap hak

Pekerjaan Vokasional

Konseling penilaian
prevokasional

Kegiatan yang bermanfaat Jaminan kesempatan kerja

Kesempatan bekerja Pekerjaan transisi

Perkembangan dan penempatan


Rekreasi pekerjaan

Pendidikan

Keagamaan/spiritual Pelayanan social

Interaksi manusia/sosial Dukungan keluarga

Pendampungan dukungan
masyarakat

Manajemen rumah dan


Perpindahan/transportasi lingkungan

Pelayanan hokum

Bantuan hak

Pelayanan integrasi

Identifikasi dan capaian klien

Penilaian individu dan rencana pelayanan

Layanan kasus dan manajemen sumber daya

Organisasi advokasi dan masyarakat

Informasi masyarakat
15

Pendidikan dan dukungan

Tabel 30.3 Model Rencana Pendidikan untuk Pasien dalam


Program Rehabilitasi Psikiatri

Isi Instruksi Aktivitas Evaluasi

Identifikasi dan Menyediakan Pasien mengenali


deskripsikan • selebaran yang • karakteristik

diagnosis menguraikan diagnosis yang


psikiatri umum. perilaku. telah

Diskusikan perilaku
• koping. diberikan.

•Memberikan pekerjaan Pasien dapat


rumah dari • membedakan

antara
pengobatan
literatur. dengan

Membandingkan
• gangguan jiwa koping.

terhadap gangguan
fisik.

Mendeskripsikan Tingkatkan kepekaan Pasien


peran stres • pasien terhadap • mengungkapkan

berkontribusi
dalam gangguan peningkatan stres. tingkat stes.

Pasien
psikiatr Definisikan stres melakukan
i. • sebagai tes • latihan

relaksasi dan
kemampuan koping. mendeskripsikan

Ajarkan latihan penurunan stres


• relaksasi. yang

dirasakan.
16

Bantu dalam Memberikan umpan Pasien secara


mendapatkan • balik saat • konsisten

perilaku
rasa kontrol simptomatik memberi nama
diri dengan terjadi. gejala dan

mengenali pola Menginstruksikan mencari batuan


tanda dan • pasien untuk professional

menuliskan catatan saat


gejala. harian yang berisi dibutuhkan.

perilaku dan untuk


mengidentifikasi

gejala.

Bermain peran Pasien


Perkembangan interaksi sosial berpartisipasi
keterampilan • dalam • dalam

sosial untuk kegiatan sosial


memungkinkan berbagai situasi. dan pekerjaan

partisipasi Kunjungan lapangan yang semakin


dalam aktivitas • untuk aktivitas lebih mandiri.

vokasional dan
rekreasi. masyarakat.

•Pelatihan kejuruan
diawasi dalam

tempat kerja yang


sesungguhnya.

Mengidentifikasi Menyediakan daftar Pasien memilih


dan • program bantuan • program

menggambarkan masyarakat, kemasyarakatan


sistem termasuk kelompok- yang

dukungan kelompok swadaya, menawarkan


masyarakat. lembaga sumber daya

perawatan kesehatan yang


17

mental, dan dibutuhkannya.

Pasien mampu
lembaga sosial. • mengakses

Mengundang lembaga secara


• perwakilan dari independen.

program untuk
berbicara dengan

kelompok pasien.

•Dampingi pada saat


kontak pertama

dengan agensi.

Instruksikan
Jelaskan dan tentang tindakan, Pasien
mendiskusikan • efek • menggambarkan

obat samping, dan


psikoakt kontraindikasi karakteristik
if. terhadap obat yang

obat-obatan
psikoaktif umum. diresepkan.

Membagikan •Pasien melaporkan


• selebaran mengenai efek obat

deskripsi obat yang


pasien. diresepkan.

Menyarankan •Pasien meminum


• sistem/cara untuk obat sesuai

membantu pasien dengan yang


ingat saat minum diresepkan.

obat dan banyaknya.


18

2. Langkah pelaksanaan terapi rehabilitasi

Terapi rehabilitasi yang dilaksanakan di rumah

sakit jiwa terdiri atas tiga tahap, yaitu sebagai

berikut.

a) Terapi persiapan: seleksi, terapi okupasi, latihan

kerja.

b) Terapi penyaluran (bengkel kerja terlindung—BKT).

c) Tahap pengawasan (day care, after care, kunjungan

rumah [home visit]).

Tahap Persiapan

 Seleksi
Sebelum diseleksi, perlu diadakan case

conference yang dihadiri berbagai disiplin

profesi, seperti psikiater, psikolog, perawat

psikiatri, pekerja sosial, terapis okupasi, yang

setiap profesi memberikan pertimbangan hasil

evaluasinya, sehingga kemudian dapat

dimusyawarahkan dan disimpulkan untuk membuat

program yang jelas dan terperinci untuk masing-

masing rehabilitasi.

Hasil seleksi tersebut dapat mengetahui hal

berikut.

1. Apakah pasien mengikuti proses rehabilitasi

secara lengkap?

2. Apakah mengikuti terapi okupasi saja?

3. Apakah mengikuti latihan kerja saja?


19

4. Apakah belum dapat diberikan aktivitas dalam

unit rehabilitasi sehingga sementara

ditangguhkan dulu karena masih memerlukan

pelayanan medik psikiatrik secara intensif?

5. Materi yang diperlukan dalam seleksi antara

lain sebagai berikut.

 Hasil pemeriksaan medis.

 Hasil pemeriksaan psikologis (kemampuan,

bakat, minat, sifat-sifat kepribadian, dan

dinamikanya).

 Hasil perkembangan pasien dalam perawatan.

 Hasil evaluasi sosial (riwayat hidup,

perkembangan dari anak sampai dewasa,

masalah sosial yang dialami, pengalaman

pendidikan, pekerjaan, pergaulan,

lingkungan keluarga, serta kemungkinan dan

keinginan baik pasien maupun keluarga

terhadap masa depan).

 Hasil observasi terapis okupasi terhadap

kemungkinan pemberian aktivitas atau

pekerjaan.

Tahap seleksi dilakukan dua kali, tahap

awal tugas pokok tim adalah sebagai berikut.

 Menentukan apakah calon rehabilitan sudah

dapat diberi aktivitas yang bersifat


20

psikologis, sosial, edukasional, dan

vokasional.

 Membuat tujuan jangka pendek (diberikan

aktivitas yang sesuai dengan keadaan saat

ini).

 Membuat tujuan jangka panjang (rehabilitan

disiapkan untuk penyaluran sampai pada

latihan kerja).

Tahap kedua, tugas pokok tim adalah

menilai kesiapan rehabilitan untuk disalurkan

ke keluarga atau masyarakat yang akan menerima.

3. Terapi Okupasi

a. Pengertian

Okupasi artinya mengisi atau menggunakan waktu

luang. Setiap orang menggunakan waktu luang untuk

melakukan aktivitas atau pekerjaan, sedangkan

terapi mempunyai arti penatalaksanaan terhadap

individu yang menderita penyakit atau disabilitas

baik fisik maupun mental (Reed, 2001.

Terapi okupasi bukan merupakan terapi kerja

atau vocational training. Terapi okupasi bukan

untuk menyiapkan individu yang mengalami limitasi

fisik atau mental untuk mampu mengerjakan

pekerjaan tertentu seperti tukang kayu dan

pengrajin. Okupasi terapi memiliki keyakinan bahwa

aktivitas yang digunakan dalam pemberian terapinya


21

bertujuan untuk meningkatkan penampilan dan

prestasi manusia, mencegah disfungsi fisik,

mental, dan sosial, serta mengembangkan level

fungsional manusia menjadi lebih tinggi atau

kembali ke level normal. Jadi, pengertian terapi

okupasi secara global adalah penyembuhan atau

pemulihan terhadap individu dengan penggunaan

aktivitas yang bertujuan sesuai dengan kebutuhan

masing-masing individu.

b. Tujuan

Terapi okupasi bagi pasien gangguan mental,

yaitu sebagai berikut.

1. Menciptakan kondisi tertentu sehingga pasien

dapat mengembangkan kemampuannya agar dapat

berhubungan dengan orang lain.

2. Membantu menyalurkan dorongan emosi secara

wajar dan produktif.

3. Menghidupkan kemauan dan motivasi pasien.

4. Menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan

bakat dan keadaannya.

5. Mengumpulkan data guna penentuan diagnosis

dan penetapan terapi lainnya.

c. Proses

Terapi okupasi di rumah sakit jiwa terdiri

atas tiga tahap yaitu sebagai berikut.


22

1. Penilaian (assessment), yaitu seorang terapis

memperoleh pengertian tentang pasien yang

berguna untuk membuat keputusan dan

mengonstruksikan kerangka kerja/model dari

pasien.

2. Perawatan (treatment), yaitu formulasi rencana

pemberian terapi, implementasi terapi yang

direncanakan, menilai terapi yang diberikan,

dan evaluasi.

3. Evaluasi (evaluation), yaitu ditentukan apakah

pasien dapat melanjutkan vocational training

atau pulang.

d. Jenis aktivitas terapi okupasi

 Aktivitas latihan fisik untuk meningkatkan

kesehatan jiwa.

 Aktivitas dengan pendekatan kognitif.

 Aktivitas yang memacu kreativitas.

 Training keterampilan.

 Terapi bermain.

Semua kegiatan itu dipandu oleh seorang

terapis okupasi yang memiliki tugas sebagai

berikut.

 Motivator dan sumber penguatan, yakni

memberikan motivasi pada pasien dan

meningkatkan motivasi dengan memberikan


23

penjelasan pada pasien tentang kondisinya,

manfaat aktivitas yang diberikan, memberikan

dukungan, dan meyakinkan pasien akan sukses.

 Guru, yaitu terapis memberikan pengalaman

pembelajaran ulang, yang maksudnya terapis

harus mempunyai pengalaman tentang keterampilan

dan keahlian tertentu serta harus dapat

menciptakan dan menerapkan aktivitas mengajar

pada pasien.

 Model sosial, yaitu seorang terapis harus dapat

menampilkan perilaku yang dapat dipelajari oleh

pasien. Pasien mengidentifikasi dan meniru

terapisnya melalui bermain peran, yang pada

saat itu terapis mendemonstrasikan tingkah laku

yang diinginkan (verbal/nonverbal) yang akan

dicontoh pasien.

 Konsultan, yaitu terapis menentukan program

perilaku yang dapat menghasilkan respons

terbaik dari pasien. Terapis bekerja sama

dengan pasien dan keluarga dalam merencanakan

rencana tersebut.

e. Latihan Kerja (Vocational Training)

1) Pengertian

Latihan kerja adalah suatu kegiatan yang

diberikan pada rehabilitan secara berjenjang


24

sebagai bekal untuk persiapan pulang dan

kembali ke masyarakat.

2) Tahapan

Tahap latihan kerja ada tiga, yaitu

sebagai berikut.

a. Tahap percobaan

Rehabilitan dicoba untuk melakukan

aktivitas sesuai dengan hasil seleksi. Jika

ada perkembangan tingkah lakunya, maka

pekerjaan tersebut dapat dilanjutkan pada

tahap pengarahan.

b. Tahap pengarahan

Rehabilitan dilatih bekerja dari yang

sederhana sampai yang bersifat lebih

kompleks. Seluruh pekerjaan memiliki

kurikulum. Hasil akhir tahap ini adalah

rehabilitan mampu memiliki keterampilan

secara lengkap atau terbatas hanya sebagai

pelaksana.

c. Tahap penyaluran: rehabilitan diusahakan

meningkat baik secara kualitatif maupun

kuantitatif, lebih mandiri dalam melakukan

pekerjaan yang dipelajari, dan diharapkan

dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

Selanjutnya rehabilitan disalurkan ke


25

keluarga, masyarakat, panti karya, dan panti

jompo.

3) Tahap Penyaluran (Bengkel Kerja Terlindung—BKT)

Bengkel kerja terlindung adalah suatu

tempat atau bengkel kerja khusus bagi

rehabilitan yang masih perlu dilindungi dari

persaingan di tempat kerja bebas (open job

placement). Bengkel ini bisa merupakan bagian

dari rumah sakit atau merupakan lembaga

tersendiri. Bengkel ini memperkerjakan

rehabilitan yang terampil dan memiliki

keterampilan kerja, tetapi karena sesuatu hal

maka mereka tidak dapat hidup bersaing dalam

masyarakat umum sehingga disebut terlindung

dari persaingan (sheltered). Di Indonesia belum

ada yang menyelenggarakan secara resmi sehingga

rehabilitan tersebut harus mampu bersaing di

masyarakat luar. Namun, mereka cenderung tidak

mampu bertahan sehingga sering terjadi

kekambuhan akibat persaingan yang ketat.

4) Tahap Pengawasan

a. Kunjungan rumah (home visit)

1) Pengertian

Kunjungan rumah adalah mengunjungi tempat

tinggal pasien dan keluarganya untuk

mendapatkan berbagai informasi penting


26

yang diperlukan dalam rangka membantu

pasien dalam proses terapi.

2) Tujuan

Tujuan kunjungan adalah mengadakan

evaluasi sosial dan lingkungan hidup

pasien yang mungkin berpengaruh terhadap

sakit atau penyembuhan pasien, serta

dapat memberi bimbingan pada keluarga

dalam merawat pasien di rumah. Selain

itu, hal ini merupakan modus yang tepat

untuk memulihkan hubungan antara keluarga

dan pasien.

3) Indikasi

Pasien after care atau day care yang

tidak teratur kehadirannya, pasien kambuh

berkali-kali, pasien rawat inap yang

datanya kurang lengkap, keluarga pasien

yang menolak kepulangan pasien, atau

pasien yang dianggap perlu memperoleh

kunjungan sebagai bagian dari terapi.

b. Day Care

Day care adalah pasien yang sudah

dipulangkan atau sudah pernah berobat ke

rumah sakit, tetapi masih memerlukan untuk

mengikuti kegiatan rehabilitasi pada siang

hari.
27

c. After Care

After care merupakan perawatan

lanjutan bagi rehabilitan yang dilakukan

secara periodik agar tetap dapat menjaga

kesehatannya.

B. Konsep discharge planning

1. Pengertian Discharge Planning

Discharge Planning adalah suatu proses dimana

mulainya pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang

diikuti dengan kesinambungan perawatan baik dalam

proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat

kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk kembali

ke lingkungannya. Discharge Planning menunjukkan

beberapa proses formal yang melibatkan team atau

memiliki tanggung jawab untuk mengatur perpindahan

sekelompok orang ke kelompok lainnya (RCP, 2010).

Perawat adalah salah satu anggota tim Discharge

Planner, dan sebagai discharge planner perawat

mengkaji setiap pasien dengan mengumpulkan dan

menggunakan data yang berhubungan untuk

mengidentifikasi masalah aktual dan potensial,

menentukan tujuan dengan atau bersama pasien dan

keluarga, memberikan tindakan khusus untuk mengajarkan

dan mengkaji secara individu dalam mempertahankan atau

memulihkan kembali kondisi pasien secara optimal dan

mengevaluasi kesinambungan Asuhan Keperawatan.


28

Merupakan usaha keras perawat demi kepentingan pasien

untuk mencegah dan meningkatkan kondisi kesehatan

pasien, dan sebagai anggota tim kesehatan, perawat

berkolaborasi dengan tim lain untuk merencanakan,

melakukan tindakan, berkoordinasi dan memfasilitasi

total care dan juga membantu pasien memperoleh tujuan

utamanya dalam meningkatkan derajat kesehatannya.

Pemberian informasi kepada pasien diberikan agar

pasien mampu mengenali tanda bahaya untuk dilaporkan

kepada tenaga medis. Sebelum pemulangan pasien dan

keluarganya harus mengetahui bagaimana cara

memanajemen pemberian perawatan di rumah dan apa yang

diharapkan di dalam memperhatikan masalah fisik yang

berkelanjutan karena kegagalan untuk mengerti

pembatasan atau implikasi masalah kesehatan (tidak

siap menghadapi pemulangan) dapat menyebabkan pasien

meningkatkan komplikasi (Perry & Potter, 2011).

Oleh karena itu pasien perlu dipersiapkan untuk

menghadapi pemulangan. Orem (1985 dalam Alligood &

Tomey, 2012) mengatakan bahwa intervensi keperawatan

dibutuhkan karena adanya ketidakmampuan untuk

melakukan perawatan diri sebagai akibat dari adanya

keterbatasan. Salah satu bentuk intervensi keperawatan

yang dapat dilakukan adalah discharge planning

(perencanaan pemulangan pasien) untuk mempromosikan

tahap kemandirian tertinggi kepada pasien, teman-


29

teman, dan keluarga dengan menyediakan, memandirikan

aktivitas perawatan diri (The Royal Marsden Hospital

2010). Discharge planning yang tidak baik dapat

menjadi salah satu faktor yang memperlama proses

penyembuhan di rumah (Wilson-Barnett dan Fordham, 1982

dalam Torrance, 1997. Kesuksesan tindakan discharge

planning menjamin pasien mampu melakukan tindakan

perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah

meninggalkan rumah sakit (Hou, 2001 dalam Perry &

Potter, 2012)

Suatu proses dimulainya pasien mendapat pelayanan

kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan

baik dalam proses penyembuhan maupun dalam

mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien

merasa siap untuk kembali ke lingkungannya (Rosdahl

dan Kowalski, 2010).

Maramba et al (2009), discharge planning adalah

suatu proses mengidentifikasi dan menyiapkan kebutuhan

pelayanan kesehatan pada pasien yang dirawat inap di

suatu institusi pelayanan kesehatan.

Discharge planning sebaiknya dilakukan sejak

pasien diterima di suatu agen pelayanan kesehatan,

terkhusus di rumah sakit dimana rentang waktu pasien

untuk menginap semakin diperpendek. Discharge planning

yang efektif seharusnya mencakup pengkajian

berkelanjutan untuk mendapatkan informasi yang


30

komprehensif tentang kebutuhan pasien yang berubah-

ubah, pernyataan diagnosa keperawatan, perencanaan

untuk memastikan kebutuhan pasien sesuai dengan apa

yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan (Kozier,

2012).

2. Pemberi layanan discharge planning

Proses discharge planning harus dilakukan secara

komprehensif dan melibatkan multidisiplin, mencakup

semua pemberi layanan kesehatan yang terlibat dalam

memberi layanan kesehatan kepada pasien (Perry &

Potter, 2012). Discharge planning tidak hanya

melibatkan pasien tapi juga keluarga, teman-teman,

serta pemberi layanan kesehatan dengan catatan bahwa

pelayanan kesehatan dan sosial bekerja sama (Nixon et

al, 1998 dalam The Royal Marsden Hospital, 2004).

Seseorang yang merencanakan pemulangan atau

koordinator asuhan berkelanjutan (Continuing Care

Coordinator) adalah staf rumah sakit yang berfungsi

sebagai konsultan untuk proses discharge planning

bersamaan dengan fasilitas kesehatan, menyediakan

pendidikan kesehatan, dan memotivasi staf rumah sakit

untuk merencanakan dan mengimplementasikan discharge

planning (Discharge Planning Association, 2010).

3. Penerima layanan discharge planning

Semua pasien yang dihospitalisasi memerlukan

discharge planning (Discharge Planning Association,


31

2010). Namun ada beberapa kondisi yang menyebabkan

pasien beresiko tidak dapat memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan yang berkelanjutan setelah pasien

pulang, seperti pasien yang menderita penyakit

terminal atau pasien dengan kecacatan permanen (Rice,

1992 dalam Perry & Potter, 2010). Pasien dan seluruh

anggota keluarga harus mendapatkan informasi tentang

semua rencana pemulangan (Medical Mutual of Ohio,

2010).

4. Tujuan discharge planning

Discharge planning bertujuan untuk

mengidentifikasi kebutuhan spesifik untuk

mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah

pulang (Capernito, 1999). Juga bertujuan memberikan

pelayanan terbaik untuk menjamin keberlanjutan asuhan

berkualitas antara rumah sakit dan komunitas dengan

memfasilitasi komunikasi yang efektif (Discharge

Planning Association, 2010).

The Royal Marsden Hospital (2010) menyatakan

bahwa tujuan dilakukannya discharge planning antara

lain untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara

fisik dan psikologis untuk di transfer ke rumah atau

ke suatu lingkungan yang dapat disetujui, menyediakan

informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan

pelayanan kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan

mereka dalam proses pemulangan, memfasilitasi proses


32

perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua

fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah

dipersiapkan untuk menerima pasien, mempromosikan

tahap kemandirian yang tertinggi kepada pasien, teman-

teman, dan keluarga dengan menyediakan, memandirikan

aktivitas perawatan diri.

5. Manfaat discharge planning

Menurut Spath (2010) perencanaan pulang mempunyai

manfaat sebagai berikut :

1. Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat

pengajaran kepada pasien yang dimulai dari rumah

sakit.

2. Dapat memberikan tindak lanjut secara sistematis

yang digunakan untuk menjamin kontinuitas perawatan

pasien.

3. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang

terencana pada penyembuhan pasien dan

mengindentifikasi kekambuhan atau kebutuhan

perawatan baru.

4. Membantu kemandirian dan kesiapan pasien dalam

melakukan perawatan di rumah.

6. Prinsip discharge planning

Ketika melakukan discharge planning dari suatu

lingkungan ke lingkungan yang lain, ada beberapa

prinsip yang harus diikuti/diperhatikan. Berikut ini


33

adalah beberapa prinsip yang dikemukakan oleh The

Royal Marsden Hospital (2009), yaitu:

1. Pasien adalah fokus dari perencanaan pulang. Nilai

keinginan dan kebutuhan dari pasien perlu dikaji

dan dievaluasi.

2. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi, kebutuhan ini

dikaitkan dengan masalah yang mungkin muncul pada

saat pasien pulang nanti, sehingga kemungkinan

masalah yang muncul dirumah dapat segera diatasi.

3. Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif.

Perencanaan pulang merupakan pelayanan

multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja

sama.

4. Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya

dan fasilitas yang ada. Tindakan atau rencana yang

akan dilakukan setelah pulang disesuaikan dengan

pengetahuan dari tenaga yang tersedia maupun

fasilitas yang tersedia di masyarakat.

5. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem

pelayanan kesehatan. Setiap pasien masuk tatanan

pelayanan maka perencanaan pulang harus dilakukan.

6. Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya pasien harus

dipertimbangkan ketika menyusun discharge planning.

7. Jenis-jenis

Chesca (1982) mengklasifikasikan jenis pemulangan

pasien sebagai berikut :


34

1. Pemulangan sementara atau cuti (Conditioning

Discharge)

Keadaan pulang ini dilakukan apabila kondisi pasien

baik dan tidak terdapat komplikasi. Pasien untuk

sementara dirawat di rumah namun harus ada

pengawasan dari pihak rumah sakit atau puskesmas

terdekat.

2. Pulang mutlak atau selamanya (Absolute Discharge)

Cara ini merupakan akhir dari hubungan pasien

dengan rumah sakit. Namun apabila klien perlu

dirawat kembali, maka prosedur perawatan dapat

dilakukan kembali.

3. Pulang paksa (Judicial Discharge)

Kondisi ini pasien diperbolehkan pulang walaupun

kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk pulang,

tetapi pasien harus dipantau dengan melakukan kerja

sama dengan perawat puskesmas terdekat.


35

8. ALUR DISCHARGE PLANNING


 Menyambut Kedatangan pasien
 Orientasi ruangan , jenis
pasien, peraturan, dan denah
ruangan
 Memperkenalkan pasien dgn
teman sekamar, perawat,
Pasien dokter, dan tenaga kesehatan
MRS yg lain
 Melakukan pengkajian
keperawatan

RS

 Pemeriksaan klinis &


pemeriksaan penunjang
Pasien lainnya
Selama  Melakukan Asuhan Keperawatan - Perawat
Dirawat  Penyuluhan kesehatan : -Dokter
penyakit, -Tim
perawatan,pengobatan, diet & Kesehatan
aktivitas kontrol Lain
RS

Pasien Perencanaan PULANG


KRS

RS
PROGRAM HEALTH EDUCATION :
 Kontrol dan Lain-
Penyelesaian Lain
Obat/Perawatan
Administrasi
 Nutrisi
 Aktivitas dan Istirahat
 Perawatan Diri

MONITOR :
 Petugas
Kesehatan
 Keluarga
36

Sumber : Pendidikan dalam Keperawatan, Nursalam, Ferry

Efendi, Jakarta: Salemba Medika,2011

Keterangan :

1. Tugas Kepala Ruangan :

 Menerima pasien baru

 Menentukan estimasi lama perawatan

2. Tugas Perawat Primer :

 Membuat perencanaan pulang (Discharge

Planning)

 Membuat leaflet

 Memberikan konseling

 Memberikan pendidikan kesehatan

 Melakukan tindakan berupa diskusi dan

demonstrasi

 Melakukan evaluasi

 Mendokumentasikan Discharge Planning

 Melakukan follow up

3. Tugas Perawat Asosiate :

 Melaksanakan agenda discharge planning (pada

saat perawatan dan akhir perawatan)

9. Proses pelaksanaan discharge planning

Proses discharge planning mencakup kebutuhan

fisik pasien, psikologis, sosial, budaya, dan ekonomi.

Perry dan Potter (2010) membagi proses

discharge planning atas tiga fase, yaitu akut,


37

transisional, dan pelayanan berkelanjutan. Pada fase

akut, perhatian utama medis berfokus pada usaha

discharge planning. Sedangkan pada fase transisional,

kebutuhan pelayanan akut selalu terlihat, tetapi

tingkat urgensinya semakin berkurang dan pasien mulai

dipersiapkan untuk pulang dan merencanakan kebutuhan

perawatan masadepan.Pada fase pelayanan berkelanjutan,

pasien mampu untuk berpartisipasi dalam perencanaan

dan pelaksanaan aktivitas perawatan berkelanjutan yang

dibutuhkan setelah pemulangan. Perry dan Potter (2010)

menyusun format discharge planning sebagai berikut :

1. Pengkajian

Elemen penting dari pengkajian discharge planning

adalah :

a. Data kesehatan

b. Data pribadi

c. Pemberi perawatan

d. Lingkungan

e. Keuangan dan pelayanan yang dapat mendukung

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan didasarkan pada pengkajian

discharge planning, dikembangkan untuk mengetahui

kebutuhan pasien dan keluarga. Yaitu mengetahui

problem, etiologi (penyebab), support sistem (hal

yang mendukung pasien sehingga dilakukan discharge

planning).
38

3. Perencanaan

Menurut Luverne dan Barbara (1988) Perencanaan

pemulangan pasien membutuhkan identifikasi

kebutuhan pasien. Kelompok perawat berfokus pada

kebutuhan rencana pengajaran yang baik untuk

persiapan pulang pasien, yang disingkat dengan

METHOD yaitu :

a. Medication (obat)

Pasien sebaiknya mengetahui obat yang harus

dilanjutkan setelah pulang.

b. Environment (lingkungan)

Lingkungan tempat pasien akan pulang dari rumah

sakit sebaiknya aman. Pasien juga sebaiknya

memiliki fasilitas pelayanan yang dibutuhkan

untuk kelanjutan perawatannya.

c. Treatment (pengobatan)

Perawat harus memastikan bahwa pengobatan dapat

berlanjut setelah pasien pulang, yang dilakukan

oleh pasien dan anggota keluarga.

d. Health Teaching (pengajaran kesehatan)

Pasien yang akan pulang sebaiknya diberitahu

bagaimana mempertahankan kesehatan, termasuk

tanda dan gejala yang mengindikasikan kebutuhan

perawatan kesehatan tambahan.


39

e. Outpatient Referal

Klien sebaiknya mengenal pelayanan dari rumah

sakit atau agen komunitas lain yang dapat

meningkatkan perawatan yang kontinu.

f. Diet

Pasien sebaiknya diberitahu tentang pembatasan

pada dietnya dan pasien sebaiknya mampu memilih

diet yang sesuai untuk dirinya.

4. Implementasi

Implementasi dalam discharge planning adalah

pelaksanaan rencana pengajaran referal. Seluruh

pengajaran yang diberikan harus didokumentsikan

pada catatan perawat dan ringkasan pulang

(discharge summary). Intruksi tertulis diberikan

kepada pasien . Demontrasi ulang harus menjadi

memuaskan, pasien dan pemberi perawatan harus

memiliki keterbukaan dan melakukannya dengan alat

yang digunakan dirumah.

5. Evaluasi

Evaluasi terhadap discharge planning adalah

penting dalam membuat kerja proses discharge

planning. Perencanaan dan penyerahan harus diteliti

dengan cermat untuk menjamin kualitas dan pelayanan

yag sesuai. Keberhasilan program rencana pemulangan

tergantung pada enam variabel :


40

a. Derajat penyakit

b. Hasil yang diharapkan dari perawatan

c. Durasi perawatan yang dibutuhkan

d. Jenis-jenis pelayanan yang diperlakukan

e. Komplikasi tambahan

f. Ketersediaan sumber-sumber untuk mencapai

pemulihan

10. Unsur-unsur

Discharge Planning Association (2008) mengatakan bahwa

unsur- unsur yang harus ada pada sebuah form

perencanaan pemulangan antara lain :

1. Pengobatan di rumah, mencakup resep baru,

pengobatan yang sangat dibutuhkan, dan pengobatan

yang harus dihentikan.

2. Daftar nama obat harus mencakup nama, dosis,

frekuensi, dan efek samping yang umum terjadi.

3. Kebutuhan akan hasil test laboratorium yang

dianjurkan, dan pemeriksaan lain,dengan petunjuk

bagaimana untuk memperoleh atau bilamana waktu akan

diadakannya.

4. Bagaimana melakukan pilihan gaya hidup dan tentang

perubahan aktivitas, latihan,diet makanan yang

dianjurkan dan pembatasannya.

5. Petunjuk perawatan diri (perawatan luka, perawatan

kolostomi, ketentuan insulin,dan lain-lain).


41

6. Kapan dan bagaimana perawatan atau pengobatan

selanjutnya yang akan dihadapi setelah dipulangkan.

Nama pemberi layanan, waktu, tanggal, dan lokasi

setiap janji untuk kontrol.

7. Apa yang harus dilakukan pada keadaan darurat dan

nomor telepon yang bisa dihubungi untuk melakukan

peninjauan ulang petunjuk pemulangan.

8. Bagaimana mengatur perawatan lanjutan (jadwal

pelayanan di rumah, perawat yang menjenguk,

penolong, pembantu jalan; walker , kanul, oksigen,

dan lain-lain) beserta dengan nama dan nomor

telepon setiap institusi yang bertanggung jawab

untuk menyediakan pelayanan.

11. Cara mengukur

Sebuah discharge planning dikatakan baik apabila

pasien telah dipersiapkan untuk pulang, pasien telah

mendapatkan penjelasan-penjelasan yang diperlukan,

serta instruksi-instruksi yang harus dilakukan, serta

apabila pasien diantarkan pulang sampai ke mobil atau

alat transportasi lainnya (The Royal Marsden Hospital,

2010).

Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin

pasien mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan

yang aman dan realistis setelah meninggalkan rumah

sakit (Hou, 2001 dalam Perry & Potter, 2011). Hal ini
42

dapat dilihat dari kesiapan pasien untuk menghadapi

pemulangan, yang diukur dengan kuesioner.

12. Kesiapan pasien menghadapi kepulangan

Menurut Martinsusilo (2009), ada dua komponen

utama dari kesiapan yaitu kemampuan dan keinginan.

Kemampuan adalah pengetahuan, pengalaman, dan

keterampilan yang dimiliki seorang ataupun kelompok

untuk melakukan kegiatan atau tugas tertentu.

Sedangkan keinginan berkaitan dengan keyakinan,

komitmen, dan motivasi untuk menyelesaikan tugas atau

kegiatan tertentu. Kesiapan merupakan kombinasi dari

kemampuan dan keinginan yang berbeda yang ditunjukkan

seseorang pada tiap-tiap tugas yang diberikan.

Berdasarkan hal di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa kesiapan pasien menghadapi pemulangan adalah

kemampuan yang mencakup pengetahuan, pengalaman, dan

keterampilan serta keinginan yang mencakup keyakinan,

komitmen, dan motivasi pasien. Pasien dinyatakan siap

menghadapi pemulangan apabila pasien mengetahui

pengobatan, tanda-tanda bahaya, aktivitas yang

dilakukan, serta perawatan lanjutan di rumah (The

Royal Marsden Hospital, 2004).

C. Konsep dasar isolasi sosial

1. Definisi isolasi sosial

Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari

interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia


43

kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai

kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi,

atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk

berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang

dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak

ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan

dengan orang lain. (Balitbang, dalam Fitria, 2010,

hlm. 29).

Isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang

individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali

tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di

sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak

diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan

yang berarti dengan orang lain.

Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang

individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali

tidak mampu berinteraksi dengan orang lain

disekitarnya. (Keliat dan Akemat, 2009, hlm. 93)

Selain itu isolasi sosial merupakan upaya

menghindari komunikasi dengan orang lain karena merasa

kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai

kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan.

Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara

spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan

mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak

sanggup berbagi pengalaman. (Yosep, 2009, hlm. 229)


44

2. Faktor predisposisi

Menurut Fitria (2009, hlm. 33-35) ada empat faktor

predisposisi yang menyebabkan Isolasi Sosial,

diantaranya:

1. Faktor Tumbuh Kembang

Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu

ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar

tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila

tugas perkembangan tidak terpenuhi maka akan

menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya

akan dapat menimbulkan masalah sosial.

Dibawah ini akan dijelaskan tahap perkembangan

serta tugas perkembangan, lihat tabel 2.1 dibawah

ini:

Tahap Tugas

Perkembangan

Masa Bayi Menetapkan rasa percaya.

Masa Bermain Mengembangkan otonomi dan awal

perilaku mandiri

Masa Prasekolah Belajar menunjukan inisiatif, rasa

tanggung jawab, dan hati nurani

Masa Sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama,

dan berkompromi

Masa Praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman

sesama jenis kelamin


45

Masa Dewasa Menjadi saling bergantung antara

Muda orang tua dan teman, mencari

pasangan, menikah, dan mempunyai anak

Masa Tengah Belajar menerima hasilkehidupan yang

Baya sudah dilalui

Masa Dewasa Tua Berduka karena kehilangan dan

mengembangkan perasaan keterkaitan

dengan budaya

Tabel 2.1 Tugas perkembangan berhubungan

dengan pertumbuhan interpersonal (Erik Erikson

dalam Stuart, 2009, hlm. 346)

2. Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari

lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung

terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini

disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh

keluarga di mana setiap anggota keluarga yang

tidak produktif seperti lanjut usia, penyakit

kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari

lingkungan sosialnya.

3. Faktor Biologis

Faktor biologis juga merupakan salah satu

faktor pendukung terjadinya gangguan dalam

hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat

mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial

adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang


46

mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki

struktur yang abnormal pada otak seperti atropi

otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel sel

dalam limbik dan daerah kortikal.

4. Faktor Komunikasi dan Keluarga

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan

faktor pendukung terjadinya gangguan dalam

hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk

dalam masalah berkomunikasi sehingga menimbulkan

ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang

anggota keluarga menerima pesan yang saling

bertentangan dalam waktu bersama atau ekspresi

emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat

untuk berhubungan dengan lingkungan diluar

keluarga.

3. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart (2009, hlm. 280) faktor presipitasi

atau stresor pencetus pada umumnya mencakup peristiwa

kehidupan yang menimbulkan stres seperti kehilangan,

yang memenuhi kemampuan individu berhubungan dengan

orang lain dan menyebabkan ansietas. Faktor pencetus

dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu sebagai

berikut:
47

 Stresor Sosiokultural. Stress dapat ditimbulkan oleh

menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah

dari orang yang berarti.

 Stresor Psikologi. Tuntutan untuk berpisah dengan

orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk

memenuhi kebutuhan.

4. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari

ungkapan pasien yang menunjukkan penilaian negatif

tentang hubungan sosial dan didukung dengan data hasil

observasi.

a. Data subjektif:

Pasien mengungkapkan tentang

1) Perasaan sepi

2) Perasaan tidak aman

3) Perasan bosan dan waktu terasa lambat

4) Ketidakmampun berkonsentrasi

5) Perasaan ditolak

b. Data Objektif:

1) Banyak diam

2) Tidak mau bicara

3) Menyendiri

4) Tidak mau berinteraksi

5) Tampak sedih

6) Ekspresi datar dan dangkal


48

7) Kontak mata kurang

5. POHON MASALAH

6. Faktor lain yang dapat menyebabkan isolasi sosial

1. Penilaian Terhadap Stresor

Rasa sedih karena suatu kehilangan atau

beberapa kehilangan dapat sangat besar sehingga

individu tidak tidak mau menghadapi kehilangan

dimasa depan, bukan mengambil resiko mengalami

lebih banyak kesedihan. Respon ini lebih mungkin

terjadi jika individu mengalami kesulitan dalam

tugas perkembangan yang berkaitan dengan hubungan.

(Stuart, 2009, hlm. 280).

2. Mekanisme Koping

Menurut Stuart (2009, hlm. 281) individu yang

mengalami respon sosial maladaptif menggunakan


49

berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi

ansietas.

Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis

masalah hubungan yang spesifik yaitu sebagai

berikut:

a. Koping yang berhubungan dengan gangguan

kepribadian antisosial

 Proyeksi merupakan keinginan yang tidak dapat

ditoleransi, mencurahkan emosi kepada orang

lain karena kesalahan sendiri. (Rasmun, 2009,

hlm. 35)

 Spliting atau memisah merupakan kegagalan

individu dalam menginterpretasikan dirinya

dalam menilai baik buruk. (Rasmun, 2009, hlm.

36)

b. Koping yang berhubungan dengan gangguan

kepribadian ambang

 Splitting

 Formasi reaksi

 Proyeksi

 Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan

pengasingan diri dari lingkungan dan orang

lain. (Rasmun, 2009, hlm. 32)

 Idealisasi orang lain

 Merendahkan orang lain


50

 Identifikasi proyeksi

3. Sumber Koping

Menurut Stuart (2009, hlm. 280) sumber koping

yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif

adalah sebagai berikut :

a. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas

dan teman.

b. Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan

mencurahkan perhatian pada hewan peliharaan.

c. Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan

stres interpersonal (misalnya: kesenian, musik,

atau tulisan)

Menurut Stuart & Laraia (2009, hlm. 432)

terkadang ada beberapa orang yang ketika ada

masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan

teman yang membantunya dalam mencari jalan keluar,

tetapi ada juga sebagian orang yang memiliki

masalah, tetapi menghadapinya dengan menyendiri dan

tidak mau menceritakan kepada siapapun, termasuk

keluarga dan temannya.

4. Rentan Respon

Bagan rentang respon pada pasien dengan isolasi

sosial dapat dilihat pada skema 2.2 dibawah ini:

a. Respon Adaptif
51

Respon adaptif adalah respon yang masih dapat

diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan

secara umum yang berlaku. Menurut Fitria (2009,

hlm. 32) yang termasuk respon adaptif adalah

sebagai berikut:

 Menyendiri, merupakan respon yang dibutuhkan

seseorang untuk merenungkan apa yang telah

terjadi dilingkungan sosialnya.

 Otonomi, merupakan kemampuan individu untuk

menentukan dab menyampaikan ide, pikiran, dan

perasaan dalam hubungan sosial

 Bekerja sama, merupakan kemampuan individu

yang saling membutuhkan orang lain.

 Interdependen, saling ketergantungan antara

individu dengan orang lain dalam membina

hubungan interpersonal.

b. Respon Maladaptif

Respon yang diberikan individu menyimpang

dari norma sosial. Yang termasuk kedalam rentang

respon maladaptif adalah sebagai berikut:

 Menarik Diri

Seseorang yang mengalami kesulitan dalam

membina hubungan secara terbuka dengan orang

lain.

 Ketergantungan
52

Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya

diri sehingga tergantung dengan orang lain.

 Manipulasi

Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai

objek individu sehingga tidak dapat menerima

hubungan sosial secara mendalam.

 Curiga

Seseorang gagal dalam mengembangkan rasa

percaya terhadap orang lain.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Metode Biologik

Metode biologik yang digunakan pada pasien dengan

isolasi sosial adalah sebagai berikut:

a.Terapi Psikofarmaka

Terapi psikofarmaka yang akan diberikan

ditujukan pada gangguan fungsi neurotransmitter

sehingga gejala-gejala klinis dapat dihilangkan

atau dengan kata lain skizofrenia dapat diobati

(Hawari,2006, hlm. 96). Obat antipsikotik terpilih

untuk skizofrenia terbagi dalam dua golongan

(Hawari, 2006, hlm. 97-99) yaitu antipsikotik

tipikal (Klorpromazim, Trifluferazin, Haloperidol)

dan antipsikotik atipikal (Klozapin, Risperidon).

Antipsikotik golongan tipikal tersebut bekerja

dengan memblokir reseptor dopamin terpilih, baik

diarea striatal maupun limbik di otak dan


53

antipsikoti atipikal menghasilkan reseptor dopamin

dan serotonin selektif yang menghambat sistem

limbik. Memberikan efek antipsikotik (gejala

positif) dan mengurangi gejala negatif.

Menurut Doenges (2007, hlm.253) prosedur

diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fungsi

otak pada penderita gangguan jiwa adalah sebagai

berikut:

 Coputerized Tomografi (CT Scan)

Induvidu dengan gejala negatif seringkali

menunjukkan abnormalitas struktur otak dalam

sebuah hasil CT scan. (Townsend, 2003, hlm.

318)

 Magnetik Resonance Imaging (MRI)

Mengukur anatomi dan status biokimia dari

berbagai segmen otak.

 Positron Emission Tomography

Mengukur fungsi otak secara spesifik seperti

metabolisme glukosa, aliran darah terutama yang

terkait dengan psikiatri.

 Elektroconvulsif Therapy (ECT)

Digunakan untuk pasien yang mengalami depresi.

Pengobatan dengan ECT dilakukan 2 sampai 3 kali

per minggu dengan total 6 sampai 12 kali

pengobatan. (Townsend, 2003, hlm.316)

b.Metode Psikososial
54

Menurut Hawari (2006, hlm. 105-111) ada

beberapa terapi untuk pasien skizofrenia,

diantaranya adalah sebagai berikut:

 Psikoterapi

Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru

dapat diberikan apabila penderita dengan terapi

psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana

kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih

dan pemahaman diri sudah baik. (Hawari, 2006,

hlm. 105)

 Terapi Psikososial

 Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan agar

penderita mampu kembali beradaptasi dengan

lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat

diri, mampu mandiri tidak bergantung pada orang

lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga

dan masyarakat. (Hawari, 2006, hlm. 108-109)

c.Terapi Psikoreligius

Terapi keagamaan terhadap penderita

skizofrenia ternyata mempunyai manfaat.

Diantaranya yaitu gejala-gejala klinis gangguan

jiwa lebih cepat hilang, lamanya perawatan lebih

pendek, hendaya lebih cepat teratasi, dan lebih

cepat dalam beradaptasi dengan lingkungan. Terapi

keagamaan yang dimaksud adalah berupa kegiatan

ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa,


55

shalat, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dan

lain sebagainya. (Hawari, 2006, hlm. 110-111)

8. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari dasar utama

dari proses keperawatan, tahap pengkajian terdiri

atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau

masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data

biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

(Nurjannah, 2004, hlm. 30)

Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan

jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi,

presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber

koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien.

(Stuart dan Sundeen dalam Nurjannah, 2004, hlm. 30)

Menurut Keliat (2010, hlm.93) untuk melakukan

pengkajian pada pasien dengan isolasi sosial dapat

menggunakan teknik wawancara dan observasi.

a. Pengkajian yang sditemukan pada teknik wawancara

adalah sebagai berikut:

 Pasien mengatakan malas bergaul dengan orang

lain.

 Pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani

perawat dan meminta untuk sendirian.


56

 Pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan

orang lain.

 Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti

dengan orang lain.

 Pasien merasa tidak aman dengan orang lain.

 Pasien mengatakan tidak bisa melangsungkan

hidup.

 Pasien mengatakan merasa bosan dan lambat

menghabiskan waktu.

b. Pengkajian yang ditemukan dari hasil observasi

adalah sebagai berikut:

 Ekspresi wajah kurang berseri

 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan

kebersihan diri

 Mengisolasi diri

 Tidak ada/kurang kontak mata

 Aktivitas menurun

 Asupan makanan dan minuman terganggu

 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan.

 Tampak sedih, afek tumpul

2. Diaknosa keperawatan

a. Diagnosa utama : Isolasi sosial

b. Diagnosa lain yang menyertai diagnosa isolasi

sosial menurut Keliat (2006, hlm. 20 ) adalah

sebagi berikut:
57

 Gangguan persepsi sensori: halusinasi

pendengaran

 Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri

 Gangguan konsep diri: harga diri rendah

 Ketidakefektifan penatalaksanaan program

teraupetik

 Defisit perawatan diri

 Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan

keluarga merawat pasien dirumah.

 Gangguan pemeliharaan kesehatan

c. Tujuan Keperawatan

Tujuan

Pasien mampu :

1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya

2. Pasien dapat menyadari penyebab interaksi sosial

3. Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.

4. Pasien menunjukkan keterlibatan sosial

Keluarga mampu :

Merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung

yang efektif untuk pasien


58

d. Rencana keperawatan

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah ….x SP I
pertemuan, pasien 1. Identifikasi penyebab isolasi
dapat menyebutkan : sosial pada pasien.
1. BHSP 2. Diskusikan keuntungan
2. Pasien mampu berhubungan dengan orang lain
menjelaskan 3. Diskusikan kerugian tidak
manfaat dan berhubungan dengan orang lain.
kerugian 4. Ajarkan pasien cara berkenalan
berhubungan dengan orang lain.
dengan orang 5. Anjurkan pasien untuk
lain memasukkan kegiatan tersebut
3. Pasien mampu kedalam jadwal harian
berkenalan
dengan orang
lain
Setelah ….x SP 2
pertemuan, pasien 1. Evalusi aktivitas bpasien
mampu : 2. Evaluasi sp I
1. Menyebutkan 3. Berikan kesempatan pasien
kegiatan yang mempraktekan cara berkenalan
sudah dilakukan dengan orang lain.
2. Berkenalan dengan 4. Motivasi klien untuk berbincang-
orang lain bincang dengan orang lain
3. Memperagakan cara 5. Anjurkan pasien untuk memasukkan
bercakap-cakap kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain dengan orang lain kedalam jadwal
4. Klien harian
memasukkankegian
bercakap-cakap
kedalam jadwal
harian
59

Setelah ….x SP 3
pertemuan pasien 1. Evaluasi jadwal kegiatan pasien
mampu : 2. Berikan kesempatan pasien untuk
1. Pasien mampu berkenalan didepan kelompok
berkenalan 3. Observasi jadwal kegiatan pasien
dengan orang 4. Observasi aktivitas harian pasien
lain
2. Pasien mau
berbincang-
bincang dengan
orang lain
3. Pasien rutin
bercakap-cakap
dengan orang
lain sesuai
jadwal
Setelah ….x SP 1
pertemuan keluarga 1. Identifikasi masalah keluarga
mampu menjelaskan dalam merawat pasien
tentang isos dan 2. Jelaskan tentang isos :
cara merawat pasien  Pengertian isos
isos  Tanda dan gejala isos
 Cara merawat pasien isos
(cara berkomunikasi,
pemberian obat & pemberian
aktivitas kepada pasien
3. Sumber-sumber pelayanan
kesehatan yang bisa dijangkau
4. Bermain peran cara merawat
pasien
5. Rencana tindak lanjut
keluarga, jadwal keluarga
untuk merawat pasien
Setelah ….x SP 2
60

pertemuan keluarga - Evaluasi kemampuan keluarga


mampu : (SP 1)
- - Latih keluarga merawat
Menyelesaikan pasien
kegiatan yang sudah- RTL keluarga / jadwal
dilakukan keluarga untuk merawat pasien
-
Memperagakan cara
merawat pasien
Setelah ….x SP 3
pertemuan keluarga - Evaluasi kemampuan keluarga
mampu : (SP 2)
- Menyebutkan- Latih keluarga merawat
kegiatan yang sudah pasien
dilakukan - RTL keluarga / jadwal
- keluarga untuk merawat pasien
Memperagakan cara
merawat pasien
serta mampu membuat
RTL
Setelah ….x SP 4
pertemuan keluarga - Evaluasi kemampuan keluarga
mampu : - Evaluasi kemampuan pasien
- Menyebutkan- RTL Keluarga :
kegiatan yang sudah- Follow Up
dilakukan - Rujukan
-
Melaksanakan Follow
Up rujukan
61

D. Kerangka Konsep

Isolasi Sosial

Rehabilitasi
pasien isolasi Lulus Rehabilitasi Discharge planning
sosial (persiapan pulang
Tidak Lulus pasien isolasi
Rehabilitasi sosial)

Langkah pelaksanaan terapi


rehabilitasi :

 Terapi persiapan Persiapan pulang optimal


- Seleksi
Persiapan pulang kurang
- Terapi okupasi
optimal
- Latihan kerja
 Terapi penyaluran Persiapan pulang tidak
 Tahap pengawasan optimal
- Day care
- After care
- Kunjungan rumah (home
visit)
62

Keterangan :

: Di teliti

: Tidak diteliti

Bagan 2.1 : kerangka konsep pengaruh penerapan tindakan keperawatan rehabilitasi terhadap
persiapan pulang (Discharge planning) pasien isolasi sosial di ruang Angsoka dan
Wijaya Kusuma RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB.
63

E. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban atas pertanyaan

penelitian yang telah dirumuskan dalam perencanaan

penelitian (Notoatmodjo, 2012).

Ha : Ada pengaruh penerapan tindakan keperawatan

rehabilitasi terhadap persiapan pulang pasien

isolasi sosial di Ruang Angsoka dan Wijayakusuma

Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma Provinsi NTB

H0 : Tidak Ada pengaruh penerapan tindakan keperawatan

rehabilitasi terhadap persiapan pulang pasien

isolasi sosial di Ruang Angsoka dan Wijayakusuma

Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma Provinsi NTB


64

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Subyek Penelitian

Subyek Penelitian adalah subyek yang dituju untuk

diteliti (Arikunto, 2010). Subjek pada penelitian ini

adalah klien isolasi sosial yang di rawat di ruang

Angsoka dan Wijayakusuma RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB.

B. Populasi, Sampel Penelitian, dan sampling penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel

yang menyatukan masalah yang diteliti (Nursalam,

2010). Menurut Sugiyono (2009) bahwa populasi adalah

wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah semua

klien isolasi sosial yang di rawat di ruang Angsoka

dan Wijayakusuma RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB yang

berjumlah 21 orang, di Ruang Angsoka 9 orang dan di

Ruang Wijaya Kusuma 12 orang.

2. Sampel dan sampling penelitian

Sampel adalah terdiri dari bagian populasi

terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subyek

penelitian melalui sampling (Nursalam, 2010).

67
65

Sampel dalam penelitian ini adalah klien

isolasi sosial yang di rawat di ruang Angsoka dan

Wijayakusuma RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB yang

berjumlah 21 orang, di Ruang Angsoka 9 orang dan di

Ruang Wijaya Kusuma 12 orang.

Teknik sampling yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan Total Sampling non

probability sampling dimana jumlah sampel sama dengan

populasi yaitu sebanyak 21 orang (Sugiyono, 2007).

C. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu strategi untuk

mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan,

berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada

sebuah proses penelitian (Nursalam, 2013).

Penelitian ini menggunakan Pra eksperimen dengan

post test only desain dengan pendekatan cross sectional

dimana perlakuan dan intervensi telah dilakukan kemudian

dilakukan pengukuran (observasi) dan di dalam rancangan

ini sama sekali tidak ada konttrol dan tidak ada

internal validitas (Notoatmodjo, 2012).

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan

kepada subyek atau responden dan proses pengumpulan

karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2010).


66

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

pedoman observasi tindakan Keperawatan rehabilitasi

isolasi sosial.

E. Instrumen Penelitian

a. Pedoman observasi

Observasi adalah suatu prosedur yang berencana,

yang antara lain meliputi melihat, mendengar, dan

mencatat sejumlah dan taraf aktivitas tertentu atau

situasi tertentu yang ada hubungannya dengan masalah

yang diteliti (Notoatmodjo, 2012).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan

observasi partisipatif dimana pengamat (observer)

benar-benar mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan

yang dilakukan oleh sasaran pengamatan (observee).

Pedoman observasi digunakan untuk mengobservasi

terapi rehabilitasi pada pasien isolasi sosial.

b. Pedoman kuisioner

Kuisioner adalah suatu cara pengumpulan data atau

suatu penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya

banyak menyangkut kepentingan umum (orang banyak).

(Notoatmodjo, 2012).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan

kuisioner untuk mengukur persiapan pulang pasien

isolasi sosial di ruang Angsoka dan Wijayakusuma RSJ

Mutiara Sukma Prov.NTB.


67

F. Pengumpulan Data

a. Tahap persiapan

1) Peneliti meminta surat izin dari program studi S1

Keperawatan STIKES Mataram dan mendapatkan

persetujuan dari ketua STIKES MATARAM.

2) Peneliti mendapatkan lembar persetujuan dari

Direktur RSJ Mutiara Sukma dan dari kepala ruangan

Angsoka dan Wijayakusuma.

3) Peneliti mendapat lembar persetujuan dari

responden tentang kesediaannya untuk menjadi

responden dan memberitahukan kepada responden

bahwa penelitian ini tidak memberikan dampak buruk

pada responden.

b. Tahap pelaksanaan

1) Peneliti memberikan penjelasan kepada responden

tentang penelitian yang akan dilakukan.

2) Melakukan observasi terapi rehabilitasi pasien

yang mengalami isolasi sosial di ruang Angsoka

dan ruang wijayakusuma yang sudah di

rehabilitasi apakah pasien lulus rehablitasi

atau tidak lulus rehabilitasi.

3) Memberikan kuisioner tentang kebutuhan persiapan

pulang pasien isolasi sosial.


68

c. Tahap pengolahan data

Dalam tahap pengolahan data ini, data yang

diolah yaitu data hasil observasi pasien isolasi

sosial yang sudah direhabailitasi yaitu :

1) Penyuntingan (editing)

Dalam tahap ini dilakukan pemeriksaan

antara lain kesesuaian jawaban, kelengkapan,

pengsisian serta konsistensi jawaban responden.

2) Pengkodean (coding)

Pemberian kode dimaksudkan untuk

mempermudah dalam pengolahan data dan proses

selanjutnya melalui tindakan pengklasifikasian.

3) Skoring

Pengukuran observasi terapi rehabilitasi

berdasarkan catatan kelulusan pasien isolasi

sosial yang telah diberikan terapi rehabilitasi.

Pengukuran dilakukan dengan apabila pasien

isolasi sosial lulus rehabilitasi maka diberikan

skor 1 sedangkan apabila pasien isolasi sosial

tidak lulus rehabilitasi maka diberikan skor 0.

Data kuisioner untuk mengukur persiapan

pulang pasien isolasi sosial dengan 9 item

pertanyaan dengan jawaban ya diberikan skor 1

dan tidak diberikan skor 0 dengan kategori :

Persiapan pulang pasien optimal jika skor

7-9
69

Persiapan pulang pasien kurang optimal jika skor

4-6

Persiapan pulang tidak optimal jika skor 1-3

4) Tabulasi (tabulasi)

Hasil pengkodean dimasukkan dalam tabel.

Data yang telah ditabulasi kemudian di analisa

dengan uji independent sampel t test dengan

bantuan SPSS versi.16.0


70

G. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

1. Identikasi Variabel

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri

yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok yang

berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain.

Definisi lain mengatakan bahwa variabel adalah

sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau

ukuran yang memiliki atau didapatkan oleh penelitian

tentang suatu konsep pengertian, misalnya umur atau

usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status

perkawinan, pengetahuan pendapatan, penyakit dan

sebagainya. (Notoatmodjo, 2010).

a. Variabel Independen

Variabel independent adalah variabel yang

nilainya menentukan variabel lain (Nursalam,

2011).

Variabel independent dalam penelitian ini

adalah tindakan Rehabilitasi.

b. Variabel Dependen

Variabel Dependen (terikat) adalah variabel

yang nilainya ditentukan oleh variabel lain.

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah

perisapan pulang pasien isolasi sosial.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang

batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang


71

diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo,

2012).
72

Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi operasional pengaruh penerapan tindakan


keperawatan rehablitasi terhadap persiapan
pulang pasien isolasi sosial di ruang Angsoka
dan wijayakusuma RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB.
Variabel/
Definisi
sub Parameter Instrument skala Skor
operasional
variabel
Tindakan seperangkat - Aktivitas latihan fisik Kuisioner nomina Lulus
Keperawat tindakan sosial, untuk memningkatkan kelulusan l rehabilitasi
an edukasi, prilaku kesehatan jiwa rehabilita : 1
Rehabilit dan kognitif - Aktivitas dengan si pasien Tidak lulus
asi pendekatan kognitif isolasi
untuk rehabilitasi
sosial - Aktivitas untuk memacu sosial
meningkatkan : 0
fungsi kehidupan kreativitas
pasien gangguan - Training keterampilan
jiwa dan berguna - Pasien isolasi sosial
mampu menyebutkan
untuk proses keuntungan
penyembuhan pada berkenalan/berinteraksi
pasien isolasi dengan orang lain.
social. - Pasien ioslasi sosial
mampu menyebutkan
kerugian
berkenalan/berinteraksi
dengan orang lain.
- Pasien isolasi sosial
mampu berkenalan dengan
satu orang.
- Pasien isolasi sosial
mampu berkenalan dengan
dua orang atau lebih.
- Pasien isolasi sosial
patuh dan teratur minum
obat.
Persiapan suatu proses Kebutuhan persiapan pulang Observasi rasio Optimal : 7-
pulang dimana mulainya - Makan dan minum 9
pasien pasien isolasi - BAB/BAK Kurang
isolasi sosial - Mandi optimal : 4-
sosial - Berpakaian dan berhias
mendapatkan 6
pelayanan - Istirahat dan tidur Tidak
kesehatan yang - Pemeliharaan kesehatan optimal : 1-
diikuti dengan - System pendukung 3
kesinambungan - Aktivitas luar rumah
perawatan baik - Aktivitas dalam rumah
dalam proses
penyembuhan
maupun dalam
mempertahankan
derajat
73

kesehatannya
sampai pasien
merasa siap
untuk kembali ke
lingkungannya

H. Analisa Data

Penelitian Ini merupakan penelitian pra

eksperimental dengan posttest design only dengan

pendekatan cross sectional untuk mengetahui “Pengaruh

penerapan tindakan keperawatan rehabilitasi terhadap

persiapan pulang pasien isolasi sosial di ruang Angsoka

dan Wijaya Kusuma RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB”. Dalam

penelitian ini analisa data yang digunakan adalah uji

independent sampel t test.

Dasar pengambilan keputusan adalah berdasarkan

probabilitas :

1. Jika nilai probabilitas > 0,05 maka H0 diterima.

2. Jika nilai probabilitas ≤ 0,05 maka H0 ditolak.


74

I. Kerangka Kerja

populasi

semua pasien isolasi sosial di ruang Angsoka


dan wijayakusuma RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB
sebanyak 21 orang

Total sampling

Sampel 21 responden

Informed consent

Observasi responden Persiapan pulang


isolasi sosial yang pasien isolasi
lulus rehabilitasi di sosial
ruang angsoka dan
wijaya kusuma

Pengumpulan data
Lembar observasi Lembar kuisioner

Editing dan
coding

Independent
sample t test

Penyajian hasil

Bagan 3.1 Kerangka kerja penelitian pengaruh penerapan


tindakan keperawatan rehabilitasi terhadap
persiapan pulang pasien isolasi sosial di ruang
angsoka dan wijayakusuma RSJ Mutiara Sukma
Provinsi NTB.

Anda mungkin juga menyukai