Anda di halaman 1dari 11

Fraktur pada Regio Antebrachii yang Disebabkan Kecelakaan

Pendahuluan
Meningkatnya mobilitas disektor lalu lintas dan faktor kelalaian manusia sebagai salah
satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat menyebabkan fraktur. Penyebab
yang lain dapat karena kecelakaan kerja, olah raga dan aktivitas di rumah tangga.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa
trauma langsung dan dapat berupa trauma tidak langsung.1,2
Umumnya fraktur pada regio antebrachii terjadi pada bagian tengah, jarang terjadi fraktur
pada salah satu tulang tapi tidak menyebabkan dislokasi pada tulang lainnya.
Jenis fraktur dapat dilihat dari segi kedudukan, segi konfigurasi, segi adanya luka, fraktur
tertutup juga fraktur terbuka. Dari segi kedudukan, fraktur dapat terjadi pada tulang di mana
saja seperti pada diafisis, metafisis, epifisis atau intraartikuler. Kedua dari segi konfigurasi
dengan melihat dari garis frakturnya, dapat dibagi menjadi transversal (mendatar), oblik
(miring), atau spiral. Jika terdapat lebih dari satu garis fraktur, maka dinamakan komunitif, jika
satu bagian patah sedangkan sisi lainnya membengkok disebut greenstick (fraktur dahan
muda/hijau pada anak-anak). Fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam ( sering
terjadi pada tulang tengkorak dan wajah) disebut depresi, fraktur dimana tulang mengalami
kompresi ( terjadi pada tulang belakang ) disebut kompresi. Ketiga fraktur tertutup, bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar atau permukaan kulit dan fraktur
terbuka apabila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar atau permukaan
kulit karena adanya perlukaan di kulit.1,3

Isi
Epidemiologi
Insiden fraktur diperkirakan pada usia 50 tahun keatas akan meningkat 81%,
dibandingkan dengan 11% untuk usia dibawah 50 tahun. Pada kelompok usia tua, jumlah
wanita yang beresiko lebih tinggi 4,7 kali dibandingkan dengan pria. Pada kecelakaaan
kendaraan bermotor, pengemudi lebih sering mengalami fraktur regio antebrachii
dibandingkan dengan penumpangnya, terutama tanpa airbag depan. Pada anak-anak, fraktur

1
regio antebrachii terjadi karena bermain skateboard, roller skating, dan mengendarai scooter.
Pada usia tua biasanya menderita trauma minimal dan mempunyai faktor resiko osteoporosis.

Etiologi
Fraktur dapat disebabkan karena oleh trauma, non trauma dan stress. Trauma dapat dibagi
menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung misalnya benturan pada
lengan bawah yang menyebabkan fraktur pada regio antebrachii, dan dapat berupa trauma tidak
langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau
radius distal patah.4
Non trauma fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis di dalam
tulang, misalnya tumor tulang primer atau sekunder, myeloma multiple, kista tulang,
osteomyelitis, dan sebagainya. Trauma ringan saja sudah dapat menimbulkan fraktur.
Sedangkan fraktur stress disebabkan oleh trauma ringan secara terus menerus pada suatu
tempat tertentu.5

Patofisiologi
Apabila tulang hidup normal mendapat tekanan yang berlebihan baik secara langsung
maupun tidak langsung, sehingga jaringan tidak mampu menahan kekuatan yang mengenainya
maka tulang menjadi patah sehingga tulang yang mengalami fraktur tersebut akan terjadi
perubahan posisi tulang, kerusakan hebat pada struktur jaringan lunak dan jaringan
disekitarnya yaitu ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persarafan yang
mengelilinginya. Periosteum akan terkelupas dari tulang dan robek dari sisi yang berlawanan
pada tempat terjadinya trauma. Ruptur pembuluh darah didalam fraktur, maka akan timbul
nyeri. Tulang pada permukaan fraktur yang tidak mendapat persediaan darah akan mati
sepanjang satu atau dua millimeter. Setelah fraktur lengkap, fragmen-fragmen biasanya akan
bergeser, sebagian oleh karena kekuatan cidera dan bisa juga gaya berat dan tarikan otot yang
melekat. Fraktur dapat tertarik dan terpisah atau dapat tumpang tindih akibat spasme otot,
sehingga terjadi pemendekkan tulang dan akan menimbulkan derik atau krepitasi karena
adanya gesekan antara fragmen tulang yang patah.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks marrow
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit

2
serta infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya.1,4

Anamnesis
1) Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan.
2) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut
atau kronik tergantung lamanya serangan.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap pasien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan
bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.3,4
4) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa
lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget yang menyebabkan fraktur patologis sehingga sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
6) Riwayat psikososial
Merupakan respons emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran pasien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan dengan primary survey dan secondery survey. Primary
survey dilakukan dengan mengetahui keadaan umum pasien, sedangkan secondery survey
untuk mengetahui gerakan pasien apakah masih dianggap normal atau tidak. Kedua
3
pemeriksaan diatas dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi. Auskultasi tidak dapat dilakukan
dalam pemeriksaan fisik tulang karena keras. Pada inspeksi didapatkan deformitas, edema dan
hyperemis. Sedangkan pada palpasi didapatkan nyeri tekan (+), krepitasi, pulsasi a. Radialis
melemah, jari-jari pada tangan yang fraktur masih dapat digerakan tapi terasa sangat nyeri
apabila diekstensikan.1

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar
rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang
sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan patologi yang
dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar
indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin diperlukan teknik khususnya seperti:
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur lain tertutup yang sulit
divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang
vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena trauma.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik
dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme
penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi
lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
4
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

Gejala Klinik
1. Nyeri
Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang tidak bisa
digerakkan.
2. Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung menunjukkan
pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot
tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling berdekatan.
3. Deformitas/kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui ketika
dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
4. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang disebabkan
oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur.
5. Krepitasi
Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.
6. Bengkak dan perubahan warna
Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru
tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak
satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x
pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.

Diagnosia Kerja
Diagnosis fraktur tertutup antebrachii dextra 1/3 tengah, ditegakkan atas dasar
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Fraktur antebrachii merupakan suatu perpatahan pada lengan bawah yaitu pada tulang
radius dan ulna. Dibagi atas tiga bagian perpatahan yaitu bagian proksimal, medial serta distal
dari kedua corpus tulang tersebut.
5
Gambar 1. Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra
(sumber: Pearson Education, Inc., publishing as Benjamin Cummings)

Klasifikasi fraktur antebrachii:


1. Fraktur antebrachii, yaitu fraktur pada kedua tulang, radius dan ulna

(sumber: Trialsight Medical Media 2008)

2. Fraktur ulna (nightstick fractur), yaitu fraktur hanya pada tulang ulna

(sumber: Trialsight Medical Media 2008)

6
3. Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang disertai dengan dislokasi sendi radioulna
proksimal

(sumber: Bado JL. The monteggia lesion. 1967)

4. Fraktur radius, yaitu fraktur hanya pada tulang radius

(sumber: Science Photo Library )

5. Fraktur Galeazzi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan dislokasi sendi radioulna distal

(sumber: Buku Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi)

Diagnosis Banding

7
- Fraktur antebrachii dextra, komplit dilokasi :
• Tedapat riwayat trauma
• Nyeri yang sangat pada gerakan aktif maupun pasif
• Tedapat pembengkakan
• Deformitas (+)

- Dislokasi siku :
• Tidak terdapat gejala rasa sendi yang keluar akan tetapi terdapat gejala yang lain yang berupa
; riwayat trauma dan nyeri yang sangat, gerak terbatas.

Komplikasi
1. Sindrom Kompartemen
Terjadi bila pembengkakan akibat fraktur atau tekanan dalam suatu ruang yang dibatasi oleh
kompartemen atau inflamasi yang mengakibatkan peningkatan dari dalam. Gejala utama dari
sindrom kompartemen adalah rasa sakit yang bertambah parah terutama pada pergerakan pasif
dan nyeri tersebut tidak hilang oleh narkotik. Tanda lain adalah terjadinya paralysis dan
berkurangnnya denyut nadi.
2. Kerusakan Saraf
Terjadi karena cidera kerusakan saraf itu sendiri atau karena adanya penekanan oleh gips.
Kerusakan saraf ini akan menyebabkan kerusakan fungsi sensorik.
3. Iskemik
Dengan adanya oedem akibat fraktur akan menekan pada jaringan sekitarnya termasuk
vaskuler. Tekanan ini dapat menyebabkan sirkulasi darah berkurang dengan demikian akan
menimbulkan iskemik pada jaringan otot yang makin lama akan mengakibatkan kematian
jaringan otot yang akan diganti oleh jaringan fibrotik sehingga terjadi kontraktur.
Gejalanya: dingin, pucat, sianosis, nyeri, bengkak distal dari cedera atau gips. Serangannya
pada saat terjadi cedera atau setelah pakai gips.
4. Emboli
Perubahan tekanan pada fraktur menyebabkan molekul lemak terdorong dari sum-sum ke
dalam peredaran darah sistemik berakibat gangguan pada respiratori dan sistem saraf pusat.
Gejalanya : sakit dada, pucat, dyspnea, putus asa, bingung, perdarahan petechieare pada kulit
dan conjungtiva.
5. Nekrosis Avaskuler

8
Nekrosis terjadi ketika daerah tulang rusuk karena kematian tulang sehingga aliran darah
terganggu dan tulang akan mengalami osteoporosis dan nekrosis.
6. Osteomyelitis
Kuman masuk ke dalam luka atau dari daerah lain dari tubuh. Infeksi bagian sum-sum saluran
havar dan subperiosteal yang berakibat merusak tulang oleh enzim proteolitik.
Gejala : Edema, nyeri terdapat pus.

Penatalaksanaan
a) Untuk menghilangkan rasa nyeri. Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya
sendiri, namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi
nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan teknik imobilisasi
(tidak menggerakkan daerah yang fraktur).
b) ORIF (Open Reduction Internal Fixation) yaitu prosedur pembedahan untuk memperbaiki
fungsi dengan mengembalikan stabilitas dan mengurangi rasa nyeri pada tulang yang patah
yang telah direduksi dengan skrup, paku dan pin logam.
c) Reduksi terbuka. Melakukan kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan
diseksi dan pemanjangan tulang yang patah.
d) Fiksasi ekterna. Yaitu mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak dimana garis
fraktur direduksi, disejajarkan dan diimobilisasi dengan sejumlah pin yang dimasukkan ke
dalam fragmen tulang.
e) Gips. Yaitu alat immobilisasi eksternal yang kaku dan dicetak sesuai bentuk tubuh yang
dipasang.
Pasien dengan fraktur tertutup harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa
sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian kekuatan penuh dan mobilitas
mungkin memerlukan waktu sampai berbulan-bulan. Pasien diajari bagaimana mengontrol.
Pembengkakan dan nyeri sehubungan dengan fraktur dan trauma jaringan lunak. Mereka
didorong untuk aktif dalam batas imobilisasi fraktur. Tirah baring diusahakan seminimal
mungkin. Latihan segera dimulai untuk mempertahankan kesehatan otot yang sehat dan untuk
meningkatkan kekuatan otot yang dibutuhkan untuk pemindahan, menggunakan alat bantu
(misalnya: tongkat, walker).
pasien diajari mengenai bagaimana menggunakan alat tersebut dengan aman.
Perencanaan dilakukan untuk membantu pasien menyesuaikan lingkungan rumahnya sesuai
kebutuhan dan bantuan keamanan pribadi, bila perlu. Pengajaran pasien meliputi perawatan
diri, informasi obat-obatan.

9
Prognosis
Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta tata laksana
dari tim medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika penanganannya cepat, maka
prognosisnya akan lebih baik, begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari tingkat keparahan, jika
fraktur yang dialami ringan, maka proses penyembuhan akan berlangsung dengan cepat dengan
prognosis yang baik. Tapi jikalau pada kasus yang berat prognosisnya juga akan buruk, bahkan jikalau
parah, tindakan yang dapat di ambil adalah cacat fisik hingga amputasi. Selain itu penderita
dengan usia yang lebih muda akan lebih bagus prognosisnya dibanding penderita dengan usia
lanjut.

Preventif
Pencegahan fraktur dapat dengan 3 pendekatan:
1. Dengan membuat lingkungan lebih aman.
Langkah-langkahnya:
a. Adanya pegangan pada dinding dekat bak mandi (bathtub).
b. Melengkapi kamar mandi dengan pegangan.
c. Menjauhkan keset dan kendala lain dari daerah yang dialui pasien dengan masalah
locomotor.
d. Roda-roda kursi beroda harus dilengkapi rem.
e. Mengajarkan kepada pasien yang harus memakai alat bantu ambulatori dan kursi
beroda sehingga terampil.
2. Mengajarkan kepada masyarakat secara berkesinambungan mengenai:
a. Bahaya minum sambil mengemudi.
b. Pemakaian sabuk pengaman.
c. Harus berhati-hati pada waktu menaiki tangga, melaksanakan kegiatan dengan
mengeluarkan tenaga atau alat berat.
d. Mengunakan pakaian pengaman untuk pekerjaan berbahaya baik di rumah atau di
tempat pekerjaan.
e. Menggunakan pakaian pelindung pada saat berolah raga.

Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa

10
trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius
dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan tulang patah. Sebagai penatalaksanaannya biasanya dilakukan pemasangan gips
atau operasi.

Daftar Pustaka
1. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga;2007.hal.16.
2. De Jong, Wim. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;2005.hal.247.
3. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.hal. 338-9.
4. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5.
Jakarta:FKUI; 2009.h.210-42.
5. Ekayuda I. Trauma skelet: rasad sjahriar, radiologi diagnostik. Edisi ke-2, Jakarta: Penerbit
Buku Balai Penerbitan FKUI;2009.hal.31-43.

11

Anda mungkin juga menyukai