Anda di halaman 1dari 7

Burhanuddin: Pengaruh Penyimpanan dan Frekuensi ……

PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI


KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI
PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG

Burhanuddin

Balai Penelitian Tanaman Serealia

ABSTRAK

Tanaman sumber inokulum bulai mutlak diperlukan dalam kegiatan penelitian penyakit bulai
pada tanaman jagung terutama untuk skrining galur-galur jagung hasil persilangan para
pemulia dan pengujian efektivitas fungisida terhadap penyakit bulai. Penelitian ini terdiri dari
dua kegiatan, keduanya dilaksanakan di rumah kasa (screen house) Balai Penelitian Tanaman
Sereal Maros Sulawesi Selatan. Tujuan penelitian adalah 1) untuk mengetahui berapa lama
waktu penyimpanan suspensi konidia masih efektif digunakan sebagai bahan inokulan pada
tanaman jagung, 2) berapa kali frekuensi waktu inokulasi dilakukan untuk menghasilkan
tanaman sumber inokulum intensitas serangan bulainya tinggi. Penelitian disusun dalam
rancangan acak kelompok (RAK) terdiri dari 3 perlakuan dan 4 ulangan. Kegiatan pertama yaitu
(1) inokulasi suspensi konidia bulai sesaat setelah dibuat bahan inokulannya, (2) inokulasi
suspensi konidia bulai setelah bahan inokulannya disimpan selama dua hari (24 jam), dan (3)
inokulasi suspensi konidia bulai setelah bahan inokulannya disimpan selama tiga hari (48 jam).
Ketiga perlakuan tersebut diaplikasikan pada umur 10 HST. Sedangkan kegiatan kedua yaitu
(1) inokulasi suspensi konidia bulai pada umur 10 HST, (2) inokulasi suspensi konidia bulai
pada umur 10 dan 11 HST, serta (3) inokulasi suspensi konidia bulai pada umur 10, 11, dan 12
HST (inokulan yang digunakan adalah suspensi konidia bulai masing-masing dibuat sesaat
sebelum diaplikasikan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk menghasilkan tanaman
sumber inokulum penyakit bulai yang memiliki intensitas serangan bulai yang tinggi maka
setiap inokulasi digunakan suspensi konidia yang dibuat sesaat sebelum diaplikasikan ke
tanaman jagung dan cukup dilakukan satu kali saja pada 10 hari setelah tanam

Kata kunci: penyakit bulai, suspensi konidia bulai, inokulasi.

PENDAHULUAN

Penyakit bulai (Downy mildew) merupakan salah satu faktor pembatas penting
dalam peningkatan produksi jagung di dunia (Surtleff 1980), termasuk di Indonesia
(Semangun 1993; Wakman 2004a dan 2004b). Penyakit ini disebabkan oleh jamur
Peronosclerospora spp. Spesies P. maydis dilaporkan dominan menyerang tanaman
jagung di Pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Sedangkan spesies P. philippinensis
dominan menyerang tanaman jagung diPulau Sulawesi dan Filipina (Shurtleff 1980;
Wakman dan Djatmiko 2002). Penyakit ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan kerugian mencapai 100 persen atau gagal panen terutama bila
menyerang tanaman muda pada varietas jagung yang peka (Sudjadi 1979).
Pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung idealnya dilakukan secara
terpadu. Komponen-komponen dalam konsep pengendalian hama-penyakit terpadu

396
Seminar Nasional Serealia, 2013

antara lain adalah varietas tahan dan pestisida (bahan kimia). Penggunaan varietas
tahan merupakan salah satu cara pengendalian yang mudah diterapkan oleh petani
dan aman terhadap lingkungan. Sedangkan penggunaan bahan kimia dilakukan
sebagai alternatif terakhir, diterapkan apabila komponen pengendalian lainnya kurang
efektif.
Varietas jagung tahan dan fungisida yang efektif mengendalikan penyakit bulai
diperoleh melalui serangkaian kegiatan penelitian seperti skrining galur-galur jagung
dari hasil persilangan oleh para pemulia. Sedangkan untuk mengetahui jenis-jenis
fungisida yang efektif mengendalikan penyakit bulai dapat dilakukan melalui pengujian
efektivitasnya terhadap penyakit di lapangan, rumah kaca atau di laboratorium.
Kegiatan skrining galur-galur jagung maupun uji efektivitas fungisida terhadap
penyakit bulai mutlak diperlukan sumber inokulum. Selama ini, persiapan tanaman
sumber inokulum dilakukan pada 3-4 minggu lebih awal sebelum galur-galur yang diuji
ditanam dengan cara menginokulasi suspensi konidia bulai selama tiga kali berturut-
turut pada umur 10,11, dan 12 hari setelah tanam (HST).
Apakah suspensi konidia bulai cukup dibuat satu kali saja untuk digunakan
sebagai bahan inokulan selama tiga hari bertutut-turut atau harus dibuat setiap
perlakuan inokulasi belum diketahui secara pasti. Demikian juga halnya terhadap
frekuensi waktu inokulasi yang efektif dan efisien juga belum tersedia data yang
memadai.
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berapa lama
penyimpanan suspensi konidia bulai masih efektif sebagai bahan inokulan dan berapa
kali aplikasi inokulan dilakukan untuk menghasilkan tanaman sumber inokulum dengan
intensitas serangan bulai yang tinggi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di rumah kasa (screen house) Balai Penelitian


Tanaman Serealia (Balitsereal), Maros Sulawesi Selatan, terdiri dari dua kegiatan yaitu
1) penyimpanan suspensi konidia bulai dilaksanakan pada bulan September sampai
Nopember 2012 dan 2) frekuensi waktu inokulasi dilaksanakan pada bulan April
sampai Juni 2013. Kedua kegiatan tersebut menggunakan rancangan acak lengkap,
terdiri dari masing-masing 3 perlakuan dan 4 ulangan.
Bahan dan alat yang digunakan meliputi jagung varietas Anoman, baki plastik,
baskom, tanah, pupuk kandang, pupuk NPK, kantong plastik klip, air, gunting, kertas
tisu, daun tanaman jagung stadia vegetatif terinfeksi penyakit bulai.

397
Burhanuddin: Pengaruh Penyimpanan dan Frekuensi ……

Prosedur Percobaan
Kegiatan Pertama : Penyimpanan suspensi konidia bulai
Benih jagung varietas Anoman ditanam pada baki plastik yang terlebih dahulu
diisi tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3 : 1, setiap baki ditanam 20 biji,
penanaman dilakukan 3 kali dengan interval waktu tanam satu hari. Pada umur 10 hari
setelah tanam masing-masing diinokulasi dengan bahan inokulan suspensi konidia
bulai dengan cara meneteskan bahan inokulan tepat di titik tumbuh tanaman (bahan
inokulan yang digunakan dibuat satu kali saja). Suspensi konidia yang tersisa dari
inokulasi hari pertama disimpan di dalam kulkas sebagai bahan inokulan pada hari
kedua dan ketiga.

Kegiatan Kedua : Frekuensi waktu inokulasi


Benih jagung varietas Anoman ditanam pada petakan di dalam screen house,
terdiri dari 3 waktu inokulasi yaitu pada umur 10 HST, 10 dan 11 HST, serta 10, 11 dan
12 HST. Setiap perlakuan terdiri dari 2 baris tanaman (25 tanaman/baris), diulang 4
kali (bahan inokulan yang digunakan dibuat setiap kali dilakukan inokulasi).
Suspensi konidia P. philippinensis yang digunakan pada kedua kegiatan ini
diperoleh dengan cara sebagai berikut : daun tanaman jagung stadia vegetatif yang
terinfeksi penyakit bulai diambil dari lapangan pada sore hari, dimasukkan ke dalam
kantong plastik klip. Untuk menghilangkan tangkai-tangkai konidia yang ada di
permukaan daun dicuci dengan air bersih dengan cara mengusap daun dengan dua
jari sambil dibilas dengan air. Daun yang telah dicuci ditiriskan dengan meletakkan
pada gelas yang berisi air setinggi 1 cm dengan posisi pangkal daun berada dibagian
bawah di dalam gelas dan dibiarkan sampai pukul 20.00.
Antara pukul 20.00-21.00, pangkal daun yang basah dilap dengan kertas tisu,
lalu dimasukkan kembali ke dalam kantong plastik klip, kemudian diletakkan di luar
rumah/halaman dengan posisi permukaan daun atas menghadap ke atas dan
dibiarkan sampai pukul 04.00. Setelah pukul 04.00 kantong plastik yang berisi daun
dibawa masuk ke dalam rumah dan daunnya dikeluarkan, dibilas dengan air bersih dan
ditadah pada wadah baskom plastik. Air bilasan tersebut adalah suspensi konidia P.
philippinensis, dimasukkan ke dalam botol plastik yang telah dilubangi penutupnya,
kemudian diinokulasikan/disemprotkan ke tanaman jagung umur 10 HST. pada pukul
05.00 -06.00 atau sebelum matahari terbit.
Pengamatan terhadap penyakit bulai dilakukan pada umur 2 dan 3 minggu
setelah inokulasi (MSI) dengan cara menghitung jumlah tanaman yang diinokulasi dan

398
Seminar Nasional Serealia, 2013

jumlah tanaman terinfeksi bulai setiap perlakuan. Persentase serangan penyakit bulai
dihitung berdasarkan formula berikut :
B
P = ----- x 100%
T
Dimana :
P = Persentase serangan penyakit bulai
B = Jumlah tanaman jagung terinfeksi bulai
T = Jumlah tanaman jagung yang diinokulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan Pertama : Penyimpanan suspensi konidia bulai


Hasil pengamatan intensitas serangan penyakit bulai pada umur 2 dan 3
minggu setelah inokulasi (MSI) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Intensitas serangan bulai dari berbagai perlakuan waktu penyimpanan


suspensi konidia sebelum diinokulasikan ke tanaman jagung

Waktu Intensitas Serangan Bulai (%)


Jumlah Tanaman
Penyimpanan
Inokulasi 2 MSI 3 MSI
(jam)
0 80 57,50 89,15
24 80 0 0
48 80 0 0

Hasil pengamatan 2 MSI menunjukkan bahwa intensitas serangan penyakit


bulai yang diinokulasi dengan bahan inokulan suspensi konidia bulai pada hari pertama
mencapai 57,50%, sedangkan yang diinokulasi dengan bahan inokulan suspensi
konidia bulai yang tersimpan selama 24 dan 48 jam di dalam kulkas tidak
memperlihatkan gejala serangan bulai. Demikian pula pada pengamatan 3 MSI, hanya
pada tanaman yang diinokulasi pada hari pertama menunjukkan intensitas serangan
bulai sebesar 89,15%. Data ini menunjukkan bahwa suspensi konidia P. pilippinensis.
yang tersimpan selama dua sampai tiga hari setelah dibuat tidak efektif lagi digunakan
sebagai bahan inokulan pada tanaman jagung.

Kegiatan Kedua : Frekuensi waktu inokulasi


Hasil pengamatan (Tabel 2) menunjukkan bahwa gejala serangan penyakit
bulai pada tanaman jagung varietas Anoman mulai terlihat di semua perlakuan pada 2
minggu setelah inokulasi (MSI). Gejala awal yang tampak pada daun yang baru
membuka adalah bercak klorosis kecil-kecil. Selanjutnya, seiring dengan

399
Burhanuddin: Pengaruh Penyimpanan dan Frekuensi ……

bertambahnya umur tanaman bercak tersebut berkembang menyerupai garis-garis


kuning pucat (klorosis) sejajar dengan tulang induk daun. Setelah jamur mencapai titik
tumbuh maka gejala meluas ke seluruh daun tanaman disebut gejala sistemik.
Semangun (1993) mengemukakan bahwa gejala sistemik hanya terjadi bila jamur
mencapai titik tumbuh. Gejala lain yang tampak dengan jelas terutama pada pagi hari
adalah adanya lapisan warna putih seperti tepung di sisi bawah daun. Lapisan warna
putih tersebut terdiri dari konidiofor dan konidia jamur penyebab penyakit bulai
(Semangun, 1993).

Tabel 2. Rata-rata intensitas serangan bulai pada tiga perlakuan waktu inokulasi
suspensi konidia bulai pada tanaman jagung

Intensitas Serangan Bulai (%)


Perlakuan
2MSI 3MSI
Inokulasi 1kali (10 HST) 62,50tn 97,19tn
Inokulasi 2kali (10+11 HST) 67,22 90,10
Inokulasi 3kali (10+11+12 HST) 70,42 93,51
Rata-rata 66,71 93,60
KK (%) 21,51 8,02
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata, pada uji BNT α0,05.
HST = hari setelah tanam
MSI = minggu setelah inokulasi

Hasil analisis statistik (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan-perlakuan yang


diuji tidak berpengaruh nyata terhadap persentase serangan penyakit bulai pada
jagung varietas Anoman baik pada pengamatan 2MSI maupun pada 3MSI. Namun
perkembangan intensitas serangan penyakit bulai mengalami peningkatan seiring
dengan bertambahnya umur tanaman yaitu antara 62,50-70,42 % pada 2MSI menjadi
antara 90,10-97,19 % pada 3MSI. Perkembangan intensitas serangan penyakit bulai
disajikan pada Gambar 1 sebagai berikut :

400
Seminar Nasional Serealia, 2013

Hasil pengamatan pada 3MSI menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi satu


kali pada umur 10 hari setelah tanam intensitas serangan penyakit bulai mencapai
97,19 %, tidak berbeda nyata dengan perlakuan inokulasi yang dilakukan sebanyak
dua kali pada 10 dan 11 HST dan tiga kali pada 10, 11, dan 12 HST dengan intensitas
serangan penyakit bulai berturut-turut sebesar 90,10 % dan 93,60 % (Tabel 2). Dalam
hal ini diduga infeksi penyakit bulai telah terjadi pada saat inokulasi 10 HST sehingga
perlakuan inokulasi pada 11 dan 12 HST tidak berpengaruh lagi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka untuk mempersiapkan tanaman
sumber inokulum bulai pada kegiatan percobaan penyakit bulai baik untuk skrining
galur-galur jagung maupun pengujian efektivitas fungsida terhadap penyakit bulai,
cukup satu kali dilakukan inokulasi dengan bahan inokulan suspensi konidia bulai pada
umur 10 hari setelah tanam.
Keberhasilan pelaksanaan inokulasi buatan dengan menggunakan bahan
inokulan suspensi konidia bulai sangat ditentukan oleh persiapan materi yang
digunakan seperti daun tanaman terinfeksi yang dijadikan sebagai sumber inokulan.
Selain itu, juga yang sangat menentukan terjadinya infeksi penyakit bulai adalah air
guttasi. Air guttasi sangat berperan penting dalam perkecambahan spora jamur
penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung (Semangun dan Sumardi, 1971).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa untuk menghasilkan


tanaman sumber inokulum penyakit bulai yang memiliki serangan yang tinggi maka
digunakan inokulan suspensi konidia bulai yang dibuat sesaat sebelum diinokulasikan
ke tanaman jagung dan cukup dilakukan satu kali pada umur 10 hari setelah tanam,
dengan intensitas serangan 57,50% pada 2 minggu setelah inokulasi dan 89,15% pada
3 minggu setelah inokulasi.

DAFTAR PUSTAKA

Semangun, H. 1993. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. (Food crop


diseases in Indonesia). Gadjah Mada University Press. 449 p.

----------------- dan Sumardi. 1971. The influence of guttation water of maize seedling on
Sclerospora maydis. Proc. Workshop VII Inter-Asian Corn Prog., Los
Bonos:101-104.

Shurtleff, M.C. 1980. Compendium of Corn Diseases. Second Edition. The American
Phytopathological Society. P.105.

401
Burhanuddin: Pengaruh Penyimpanan dan Frekuensi ……

Sudjadi, M. 1979. Kemungkinan pemberantasan cendawan penyakit bulai (S. maydis)


dengan fungisida Ridomil. Laporan Kemajuan Penelitian Seri Hama Penyakit.
No.18. LP3 Bogor: 102-111.

Wakman, W. 2004a. Penyakit bulai pada tanaman jagung di Indonesia: Masalah,


penelitian dan cara mengatasinya. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan
Tahunan XV PEI, PFI dan HPTI Komda Sulawesi Selatan, Maros, 29 Oktober
2004.

---------------. 2004b. Penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung, tanaman inang
lain, daerah sebaran dan pengendaliannya. Seminar Mingguan Balitsereal.
Jumat 23 Juli 2004.

--------------- dan H. A. Djatmiko. 2002. Sepuluh spesies cendawan penyebab penyakit


bulai pada tanaman jagung. Makalah disajikan pada Seminar PFI di Universitas
Negeri Jenderal Sudirman Purwokerto. 7 September 2002.

402

Anda mungkin juga menyukai