“Meningoensefalitis”
OLEH :
Nurul Hidayati
PEMBIMBING :
Penulis
2
BAB 1
LAPORAN KASUS
A. PENDAHULUAN
3
Pemilihan antibiotik harus memiliki aktivitas bakterisidal di dalam cairan
serebrospinal. 3
B. INITIAL PASIEN
Nama : Tn. F
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Alamat : Telaga Emas, Ampenan Utara
Suku : Sasak
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
No RM : 04 80 79
Tanggal Periksa : 20 Juni 2015
C. SUBJECTIVE
Pasien datang ke IGD RSUP NTB dengan keluhan kejang berulang sejak satu
hari sebelum masuk rumah sakit. kejang berulang sebanyak tiga kali. Kejang pada
seluruh tubuh, dengan kedua tangan menggenggam, mata melirik ke atas, keluar busa
dari mulut, dan saat kejang wajah pasien tampak membiru. Menurut pengakuan
keluarga kejang dirasakan tidak lama, yaitu kurang dari dua menit.
Pasien juga mengeluh adanya nyeri kepala sejak satu minggu sebelum masuk rumah
sakit. Nyeri kepala dirasakan pada seluruh daerah kepala, nyeri dirasakan seperti
4
diikat, pasien mengatakan serangan nyeri kepala terus menerus sejak satu minggu
terahir. Mual dan muntah disangkal oleh pasien.
Keluhan lain yang dialami pasien yaitu adanya gigi berlubang dan nyeri pada
gigi sejak satu minggu yang lalu, dan gigi pasien sempat di tambal. Keluhan lemas
separuh badan (-), riwayat trauma (-), pandangan kabur (-).
Pasien pernah dirawat di RSUP NTB dengan status epileptikus pada tanggal
10 Juni 2015 . Riwayat infeksi pada gigi (+) sejak satu minggu sebelum masuk rumah
sakit. HT (-), kencing (-), DM (-), kolesterol tinggi (-), penyakit jantung (-) .
Riwayat keluarga dengan keluhan kejang seperti pasien disangkal. Riwayat HT (-),
kencing (-), DM (-), kolesterol tinggi (-), penyakit jantung (-).
Riwayat Pengobatan : Pasien pernah dirawat di RSUP NTB pada tanggal 10 Juni
2015 dengan diagnosis status epileptikus.
D. OBJECTIVE
5
PEMERIKSAAN FISIK (22/6/2015)
Status Generalis
Status Lokalis
Kepala
- Anemis : (-/-)
- Ikterus : (-/-)
- Sianosis : (-/-)
- Bentuk dan ukuran : normal
- Rambut : normal
- Edema : (-)
- Hiperpigmentasi : (-)
- Nyeri tekan kepala : (-)
- Massa : (-)
- Cavum oris : caries dentis
Thorax
6
1. Inspeksi:
Bentuk & ukuran : normal, simetris antara sisi kiri dan kanan
Pergerakan dinding dada simetris, jejas (-), kelainan bentuk dada (-), ictus
cordis tidak tampak
Permukaan dada: papula (-), petechiae (-), purpura (-), ekimosis (-), spider
naevi (-), vena kolateral (-), massa (-).
Penggunaan otot bantu nafas: SCM tidak aktif, tak tampak hipertrofi SCM,
otot bantu abdomen tidak aktif
2. Palpasi:
pengembangan dada simetris, vocal fremitus (+/+), simetris, nyeri tekan (-/-)
Nyeri tekan (-), benjolan (-), edema (-), krepitasi (-), getaran (-)
3. Perkusi :
4. Auskultasi :
7
Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen :
Ekstremitas
- Akral hangat : + +
+ +
- Edema : - -
- -
Status Neurologis
Kesadaran : Delirium
GCS : E4V4M6
Penonjolan → (-)
8
Nervus Cranialis
N. II (optikus) :
OD OS
N. III, IV danVI
Ptosis : (-/-)
Exophthalmus : (-/-)
Pupil
Isokor/anisokor : isokor
Nistagmus : (-)
N. V (Trigeminus)
9
Sensibilitas : N. V1 → simetris, normal
N. V2 → simetris, normal
N. V3 → simetris, normal
N. VII (Fasialis) :
N. VIII (Auditorius) :
Pendengaran : normal
Tes Rinne : normal
Tes Weber : normal
Fungsi vestibularis : tde
10
Posisi arkus faring (istirahat/AAH) : uvula di tengah, arkus faring
simetris
Suara : dbn
Takikardia/bradikardia : (-)
N. XI (Accecorius) :
N. XII (Hypoglosus) :
Fasikulasi : (-)
Atrofi : (-)
Tremor : (-)
Ataksia : (-)
Leher
Arteri carotis
11
Kelenjar tiroid : struma (-)
Abdomen
Kolumna Vertebralis
Ekstremitas
Superior Inferior
Motorik
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Kekuatan 5 4 5 4
Refleks Fisiologis
o Biceps : + 2/+2
o Triceps : +2/+2
o Patella : +2/+2
o Achilles : +2/+2
Refleks Patologis
12
o Hoffman : (-/-)
o Trommer : (-/-)
o Babinsky : (-/-)
o Chaddock : (-/-)
o Gordon : (-/-)
o Schaefer : (-/-)
o Oppenheim : (-/-)
Tropic : (-)
Klonus
o Lutut : -
o Kaki : -
Sensibilitas
o Eksteroseptif : Nyeri → dbn
Suhu → tde
Raba halus → dbn
o Proprioseptif : Rasa sikap → dbn
Stereognosis → tde
Pergerakan Abnormal yang Spontan : (-)
13
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (20/6/2015)
o Hb : 15,9 g/dL
o Hct : 47,0 %
o SGOT : 43 mgl/dl
o SGPT : 76 mgl/dl
CT Scan kepala
14
Interpretasi :
F. RESUME
15
Laki-laki 32 tahun, datang dengan keluhan kejang berulang yaitu sebanyak tiga
kali. Kejang pada seluruh tubuh, dengan kedua tangan menggenggam, mata melirik
ke atas, keluar busa dari mulut, dan saat kejang wajah pasien tampak membiru.
Lamanya kejang yaitu kurang dari dua menit. Nyeri kepala (+) yang dirasakan seperti
diikat, infeksi pada gigi (+). Mual (-), muntah (-), riwayat trauma (-). Pernah dirawat
d RS dengan status epilepsi. Kesadaran delirium, dengan GCS E4V4M6, kernig sign
(+). Pada pemeriksaan penunjang laboratorim didapatkan peningkatan pada WBC
20,60 103 /ul. CT scan kepala ditemukan kesan normal dan waters ditemukan adanya
periodontitis.
G. ASSESSMENT
Differential Diagnosis
H. PLANNING
1. DIAGNOSTIK :
- Lumbal pungsi
2. TERAPI
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Meropenem 3x1 (iv)
- Inj. Citicolin 2x250 (iv)
- Inj. Dexametason 4x1 amp (iv)
- Inj. Antrain 3x1 amp (iv)
- Inj. Phenitoin 3x1 ampl (iv)
16
I. PROGNOSIS
Pasien ini memiliki keluhan utama yaitu kejang. Kejang terjadi akibat lepas
muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan
normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian
bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah,
talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat epileptogenik, sedangan
lesi di serebelum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Kejang timbul
akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan
edema serebral.
Pasien juga mengeluh nyeri kepala yang menjalar ke tengkuk dan punggung,
adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang
selalu berat dan sebagai iritasi meningen. Demam umunya ada dan tetap tinggi
selama perjalanan penyakit. Namun pada pasien ini tidak didapatkan peningkatan
17
suhu pada pemeriksaan. Perubahan tingkat kesadaran dihubungakan dengan
meningitis bakteri, disorentasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal
adanya infeksi . iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali
yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Pada pasien ini ditemukannya
tanda kernig positif.
Evaluasi diagnostik untuk menegakkan meningitis antara lain CT scan, lumbal
pungsi, laboratorium darah untuk melihat kondisi dan kultur darah untuk melihat
bakteri penyebab. Pada Tn. F semua pemeriksaan dilakukan yaitu antara lain CT
Scan, biakan darah, kecuali lumbal pungsi tidak dilakukan, karena kondisi pasien
yang tidak memungkinkan karena gelisah dan dari pihak keluarga tidak setuju.
Terapi dexamethasone yang diberikan sebelum atau bersamaan dengan dosis
pertama antibiotik dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas secara bermakna,
terutama pada meningitis pneumokokal. Dexamethasone dapat menurunkan respons
inflamasi di ruang subaraknoid yang secara tak langsung dapat menurunkan risiko
edema serebral, peningkatan tekanan intrakranial, gangguan aliran darah otak,
vaskulitis, dan cedera neuron.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
18
2.1. Definisi
Meningitis adalah radang selaput otak yang disebabkan karena adanya infeksi pada
cairan serebrospinal (CSS) disertai radang pada pia dan arachnoid, ruang
subarachnoid, jaringan superfisial otak dan medula spinalis. 1
2.2. Epidemiologi
Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan.
Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan
sistem persarafan.
2.4. Klasifikasi
19
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak, yaitu1,2,3 :
Meningitis serosa adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang
disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang
meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus
pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
2.5. Patofisiologi
20
peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier otak),
edema serebral dan peningkatan TIK.1,3
2.6. Manifestasi Klinis
Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan
koma.
Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran
karena adanya spasme otot-otot leher.
Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan
fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut
dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah
satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang
berlawanan.
Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat
purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-
tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur,
sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
21
2.7 Kriteria Diagnosis
22
Glukosa serum : meningkat (meningitis)
LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)
23
2.8 Terapi
24
merekomendasikan pemberian dexamethasone apapun etiologi MB yang ditemukan.
Pemberian dexamethasone pada pasien MB dengan sepsis berat atau syok sepsis
dapat meningkatkan kesintasan. Pada penelitian lain, pemberian dexamethasone tidak
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas secara bermakna.3
Berikan pengobatan antibiotik lini pertama sesegera mungkin.
o seftriakson: 100 mg/kgBB IV-drip/kali, selama 30-60 menit setiap 12
jam; atau
o Jika demam masih ada dan kondisi umum anak tidak membaik setelah
3–5 hari, ulangi pungsi lumbal dan evaluasi hasil pemeriksaan CSS
25
Jika diagnosis belum jelas, pengobatan empiris untuk meningitis TB dapat
ditambahkan. Untuk Meningitis TB diberikan OAT minimal 4 rejimen:
26
Terapi kortokosteroid jangka panjang
27
kortikosteroid dengan dosis dan potensi serendah mungkin tanpa mengabaikan
efikasi.3
Sebelum memulai terapi kortikosteroid jangka panjang, pemeriksaan darah
lengkap harus dilakukan sebagai data dasar. Selanjutnya, pemeriksaan darah lengkap
harus dilakukan setiap 3 bulan (selama pasien masih dalam terapi kortikosteroid)
untuk melihat adanya kemungkinan infeksi yang belum bermanifestasi spesifi k.
Setiap pasien juga harus memiliki termometer pribadi di rumah dan harus segera ke
dokter bila suhu meningkat di atas 38°C. American College of Rheumatology
merekomendasikan vaksinasi pneumokokus dan influenza pada pasien tersebut.
2.9 Komplikasi
Skala jangka panjang didapat pada 30% penderita dan bervariasi tergantung
etiologi, usia penderita, gejala klinis dan terapi. Pemantauan ketat berskala jangka
panjang sangat penting untuk mendeteksi skala.7
2.10 Prognosis
28
Penderita dengan penurunan kesadaran memiliki resiko tinggi mendapatkan
sekuelae atau resiko kematian. Adanya kejang dalan suatu episode meningitis
merupakan faktor resiko adanya sekuelae neurologis atau mortalitas. Meningitis yang
disebabkan oleh S. pneumoniae, L. monocytogenes dan basil gram negatif memiliki
case fatality rate lebih tinggi daripada meningitis oleh bakteri lain. Prognosis
meningitis yang disebabkan oleh patogen oportunistik juga bergantung pada daya
tahan tubuh penderita. 7
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Machfoed,M et al. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Airlangga University
Press. Surabaya; p13-18.
5. Mardjono, Mahar. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta; p29-
31.
30