Anda di halaman 1dari 18

PERSALINAN BEBAS NYERI

Christy Suryandari* Purwito Nugroho**

ABSTRACT

Pain is one of the condition that can make mothers anxious facing the birth process,
especially for mothers who have never given birth before. Many women assume that pain is
part of the delivery process.

Pain during labor is caused by uterine contractions, cervical dilation and thinning.
Pain during childbirth will affect body functions, such as increased blood pressure, increased
pulse, restlessness and anxiety, so that will disturb the concentration of the mother during the
birth process.

There is currently pain - free delivery techniques by ILA (Intrathecal Labour


Analgesia) and WELA (Walking Epidural Lumbar Analgesia). That use such techniques in
spinal anesthesia on ILA and epidural anesthesia on WELA.

With pain-free delivery techniques, mothers can still give birth normally without pain,
and they can push and move so that they can concentrate better during the birth process.

Keywords: Normal birth, regional anesthesia, ILA, WELA

ABSTRAK

Sakit adalah salah satu hal yang membuat para ibu cemas menjelang proses
persalinan, terutama bagi calon ibu yang belum pernah melahirkan sebelumnya. Banyak
wanita menganggap bahwa nyeri merupakan bagian dari proses persalinan.

Nyeri saat proses persalinan disebabkan oleh kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan
serviks. Nyeri yang timbul pada saat persalinan akan mempengaruhi fungsi tubuh seperti

* Ko-asisten Fakultas Kedokteran Trisakti periode 3 September 2012 – 6 Oktober 2012


** Dokter Spesialis Anestesiologi BLU RSUD Kota Semarang

1
kenaikan tekanan darah, nadi yang meningkat, ibu semakin gelisah dan cemas, sehingga akan
menggangggu konsentrasi ibu selama proses persalinan.
Saat ini sudah ada teknik persalinan bebas nyeri dengan menggunakan cara ILA
(Intrathecal Labour Analgesia) dan WELA (Walking Epidural Lumbar Analgesia) yang
menggunakan teknik seperti anestesi spinal pada ILA dan anestesi epidural pada WELA.

Dengan teknik persalinan bebas nyeri ibu tetap bisa partus dengan normal, tanpa rasa
nyeri, ibu dapat mengejan, dapat bergerak sehingga ibu dapat lebih berkonsentrasi selama
proses persalinan.

Kata Kunci: Partus Normal, Anestesi regional, ILA, WELA

PENDAHULUAN

Nyeri merupakan proses mekanisme pertahanan bagi tubuh. Nyeri akan timbul bila
terjadi kerusakan jaringan tubuh. Intensitas nyeri pada seseorang sangat berbeda- beda
bahkan pada keadaan yang sama pada penderita lain dapat dirasakan berbeda. Variasi ini
disebabkan oleh faktor fisik, psikososial, dan kebiasaan tradisional.1

Proses persalinan tidak akan pernah bebas dari nyeri. Nyeri yang timbul pada
persalinan diakibatkan oleh kontraksi dari uterus yang teratur semakin lama dengan intensitas
yang semakin meningkat dan oleh karena terjadi pembukaan jalan lahir.

Pada banyak wanita, persalinan menghasilkan menghasilkan nyeri hebat dan cemas.
Perlu dipertimbangkan bahwa kondisi stres saat persalinan mengakibatkan terjadinya respon
hormonal, yaitu meningkatnya kortisol, prolaktin, TSH, ACTH, ADH, katekolamin, beta-
endorphin. Perubahan- perubahan ini menyebabkan perubahan metabolik dan hemodinamik
yang lebih buruk pada persalinan.

Setelah abad ke-19 ada pendapat yang menyatakan bahwa kalau nyeri hebat itu dapat
dikurangi ataupun dihilangkan. Sejak saat itu diteliti berbagai cara dan teknik untuk
mengurangi nyeri yang timbul sebagai akibat proses persalinan. Kemudian terjadi perubahan
besar dalam sikap dokter dan masyarakat mengenai pemberian obat-obatan penahan rasa
nyeri selama persalinan. Sejak saat itu diteliti berbagai cara dengan teknik untuk mengurangi
nyeri yang timbul sebagai akibat dari proses persalinan. Survey oleh Geary dkk (1997)
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan ibu selama persalinan
2
adalah dengan tidak adanya rasa sakit, perhatian yang baik dari tenaga medis, persiapan yang
baik sebelum persalinan dan persalinan pervaginam.2,3

FISIOLOGI PERSALINAN
Proses persalinan dapat dibagi menjadi 4 kala (periode) yang dikenal sebagai
berikut:4-7

A. Kala I / Kala Pembukaan


Kala ini adalah kala pembukaan mulut rahim yang dimulai dengan timbulnya
his yang sifatnya semakin lama semakin sering dan bertambah kuat. Pada saat ini
mulut rahim yang tadinya tertutup dengan bibir yang masih tebal, semakin lama
semakin lebar akhirnya tercapai pembukaan lengkap, dimana diameter pembukaan
mulut rahim lebih kurang 10cm.
Menurut Friedman dkk, periode ini dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten dan
fase aktif.
1. Fase laten, dimulai dari timbulnya his pada permulaan sampai pembukaan 2-3
cm
2. Fase aktif, dimulai dari fase akselerasi yaitu dari pembukaan 4 cm menjadi 8
cm, dan akhirnya masuk fase deselarasi yaitu pembukaan 9 cm menjadi 10
cm. Tidak ada perbedaan waktu antara primi dan multi para dalam fase aktif
ini. Lamanya kala pembukaan sampai lengkap pada primipara 12-14 jam,
sedangkan pada multipara 6-8 jam.

Selama kala pembukaan perasaan nyeri disebabkan oleh 2 peristiwa, yaitu:

1. Nyeri akibat kontraksi uterus yang dihantarkan oleh saraf simpatik dari plexus
frankenhauser (n. hipogastrikus inferior) dan serabut saraf dari T10-L1.
2. Nyeri akibat peregangan mulut atau leher rahim untuk jalan lahir yang
dipersarafi oleh serabut saraf dari S2-S4.

Ciri nyeri pada kala pembukaan adalah semakin lama semakin sering dan
bertambah kuat serta lebih lama sakitnya.

B. Kala II / Kala Pelahiran


Kala ini dimulai dengan pembukaan lengkap dan kepala anak sudah di dasar
panggul. Untuk proses pelahiran ini diperlukan 2 tenaga yaitu kontraksi rahim (his)
dan tenaga mengejan ibu, dimana kedua tenaga itu dipadu oleh komando penolong
3
persalinan. Jika salah satu jenis tenaga tidak adekuat, maka proses persalinan tersebut
harus diakhiri dengan tindakan medik.
Perasaan nyeri pada kala persalinan ini disebabkan oleh 2 peristiwa, yaitu:

1. Nyeri saat pengguntingan perineum (epiostomi) untuk memperlebar jalan lahir


dengan tujuan mengurangi tekanan terhadap kepala bayi oleh perineum dan
dasar panggul dan mencegah robekan jalan lahir.
2. Nyeri karena peregangan dasar panggul yang dihantarkan oleh serabut saraf
nervus pudendus dan plexus sacralis S3 dan S4 akibat penekanan kepala janin
pada dinding panggul dan peregangan perineum.
C. Kala III / Kala Uri (Plasenta)
Setelah bayi lahir, kontraksi rahim kuat sekali sehingga terasa keras. Setelah
beberapa menit rahim berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.
Kala ini berlangsung antara 10- 30 menit dan kontraksi rahim disini pada umumnya
tidak menimbulkan rasa nyeri atau kalaupun ada sangat minimal.
D. Kala IV
Kala ini dimulai setelah lahirnya plasenta sampai lebih kurang 2 jam
kemudian. Biasanya pada saat ini dilakukan penjahitan kembali luka episiotomi.
Sewaktu luka episiotomi dijahit, bila tidak dibius maka akan terasa sangat nyeri.

MEKANISME NYERI PADA PERSALINAN

Ada beberapa teori tentang mekanisme nyeri pada persalinan. Teori yang
dikemukakan antara lain: 4,5,8

a. Membukanya mulut rahim, peregangan otot polos merupakan rangsang yang cukup
untuk menimbulkan nyeri, terdapat hubungan antara besarnya pembukaan mulut
rahim dan intensitas nyeri (makin membuka makin nyeri), terdapat hubungan antara
timbulnya rasa nyeri dan timbulnya kontraksi rahim, rasa nyeri terasa kira- kira 15- 30
detik setelah mulainya kontraksi rahim.
b. Kontraksi dan peregangan rahim, rangsang nyeri disebabkan oleh tertekannya ujung
saraf sewaktu rahim berkontraksi dan teregangnya rahim bagian bawah.
c. Kontraksi mulut Rahim
d. Peregangan jalan lahir bagian bawah, peregangan terjadi oleh kepala janin pada akhir
kala pembukaan dan selama kala pengeluaran menimbulkan nyeri yang paling hebat
dalam proses persalinan.

4
ETIOLOGI NYERI DALAM PERSALINAN
Selama persalinan kala satu, nyeri terutama dialami karena rangsangan nosiseptor dalam adneksa,
uterus, dan ligamen pelvis. Banyak penelitian yang mendukung bahwa nyeri persalinan kala I adalah
akibat dilatasi serviks dan segmen uterus bawah, dengan distensi lanjut, peregangan, dan trauma pada
serat otot dan ligamen yang menyokong struktur ini. Bonica dan McDonald, (1995), menyatakan bahwa
faktor berikut mendukung teori tersebut: 9
1. Peregangan otot polos telah ditunjukkan menjadi rangsang pada nyeri viseral. Intensitas nyeri yang
dialami pada kontraksi dikaitkan dengan derajat dan kecepatan dilatasi serviks dan segmen uterus
bawah.
2. Intensitas dan waktu nyeri dikaitkan dengan terbentuknya tekanan intrauterin yang menambah
dilatasi struktur tersebut. Pada awal persalinan, terdapat pembentukan tekanan perlahan, dan nyeri
dirasakan kira-kira 20 detik setelah mulainya kontraksi uterus. Pada persalinan selanjutnya, terdapat
pembentukan tekanan lebih cepat yang mengakibatkan waktu kelambatan minimal sebelum adanya
persepsi nyeri.
3. Ketika serviks dilatasi cepat pada wanita yang tidak melahirkan, mereka mengalami nyeri serupa
dengan yang dirasakan selama kontraksi uterus.

Rangsangan persalinan kala I ditransmisikan dari serat eferen melalui pleksus hipogastrik
superior, inferior, dan tengah, rantai simpatik torakal bawah, dan lumbal, ke ganglia akar saraf
posterior pada T10 sampai L1. Nyeri dapat disebarkan dari area pelvis ke umbilikus, paha atas, dan area
midsakral. Pada penurunan janin, biasanya pada kala II, rangsangan ditransmisikan melalui saraf pudendal
melalui pleksus sacral ke ganglia akar saraf posterior pada S2 sampai S4.
Nyeri pada tahap I persalinan timbul dari uterus dan adnexa saat berkontraksi, dan hal itu adalah
nyeri visceral yang alami. Beberapa kemungkinan mekanisme yang menjelaskan hal ini yaitu:
nosiseptif yang berasal dari uterus telah diajukan namun pengamatan saat ini bahwa nyeri itu lebih banyak
dihasilkan akibat dilatasi serviks dan segmen bawah uterus, dan mekanisme distensi sesudahnya. Intensitas
nyeri berhubungan dengan kekuatan kontraksi dan tekanan yang dihasilkan uterus yang akan melawan
obstruksi yang terjadi, serviks dan perineum mungkin juga berperan terhadap terjadinya nyeri. Beberapa
nosiseptik kemudian berperan dalam terjadinya nyeri, yaitu bradikinin, leukotrin, prostaglandin,
serotonin, asam laktat, dan substan P. Bukti yang mendukung tentang nosiseptik yang berasal dari uterus
didasarkan pada penelitian.

5
Gambar 1. Transmisi nyeri selama persalinan (dikutip dari daftar pustaka no 9)

ILA (Intrathecal Labour Analgesia)

Teknik analgesia spinal atau ILA (Intrathecal Labour Analgesia) merupakan teknik
persalinan bebas nyeri, menggunakan cara seperti anestesi spinal, dengan memasukkan obat
ke dalam ruang subarakhnoid. Ibu dapat melakukan persalinan normal, bebas dari rasa nyeri,
ibu dapat mengejan dengan baik, dan ibu masih dapat bergerak. Kita dapat melakukan
analgesi spinal/ ILA di kamar bersalin yang dilengkapi dengan alat- alat resusitasi/ alat- alat
emergensi.

Analgesia intratekal mempunyai keuntungan yaitu awitan cepat dan efek


menghilangkan rasa sakit yang adekuat pada persalinan kala I, secara teknis mudah
dikerjakan, tidak menimbukan efek yang merugikan bagi ibu dan janin.2,3,6

Ada beberapa persyaratan untuk melakukan tindakan ILA:

1. Permintaan pasien

2. Panggul tidak sempit (ditentukan oleh dokter spesialis obsgin)

3. Tidak ada bekas sectio caesarea (ditentukan oleh dokter spesialis obsgin)

4. Persetujuan tindakan ILA

6
TEKNIK ILA

Teknik analgesia spinal bisa dilakukan dengan posisi duduk (sitting position) maupun
posisi miring (lateral decubitus), dengan menggunakan jarum spinal, pungsi dapat kita
lakukan pada interspace L2-3 atau L3-4. Identifikasi ruang subaraknoid dapat dilakukan dengan
cara adanya cairan LCS yang keluar. Lalu kita dapat memasukkan obat analgesi ke ruang
subaraknoid.6,7

Gambar 2. Lokasi penusukan jarum spinal (dikutip dari daftar pustaka no 4)

OBAT- OBATAN YANG DIPAKAI PADA ILA

 Fentanil

 Catapres inj

 Marcain o,5% heavy/ Bucain Spinal

Dosis obat yang digunakan bervariasi tergantung tiap- tiap dokter spesialis anestesi

INDIKASI dilakukan ILA

Indikasi untuk melakukan ILA dibagi menjadi dua, yaitu indikasi dari ibu dan janin: 4,5

7
1. Ibu

 Pasien yang merasakan nyeri sekali dalam persalinan

 Persalinan kala I yang lama sekali dan nyeri sekali

 Pasien dengan perasaan cemas dan takut

 Pasien sendiri yang meminta

 Kehamilan dengan kelainan sistem kardiovaskuler, seperti preeklampsia dan


eklampsia

 Kehamilan dengan penyakit sistem pernafasan

2. Bayi

 Bayi prematur

KONTRAINDIKASI

Beberapa kontraindikasi untuk melakukan ILA, antara lain: 4,5

 Ibu menolak

 Infeksi lokal ditempat tusukan

 Bleeding disorder

 Alergi terhadap obat analgetik

 Infeksi sistemik akut dapat menyebabkan abses epidural

 Bekas sectio caesarea

PENATALAKSANAAN

8
Penatalaksanaan ILA pada persalinan berbeda dengan cara menghilangkan nyeri yang
konvensional. Karena itu diperlukan pengawasan yang lebih baik dan instruksi khusus
terhadap pasien. Adapun penatalaksanaan ILA dengan teknik spinal terdiri atas:5

a. Persiapan, teknik ILA harus dilakukan diruang bersalin yang telah dilengkapi dengan
alat dan obat resusitasi untuk penanggulangan efek samping yang tidak diinginkan.
Sebelum dilakukan ILA, harus dilakukan pemeriksaan fisik, terutama tanda- tanda
vital kemudian diikuti pemeriksaan penunjang. Tindakan analgesia dapat dimulai jika
pembukaan mulut rahim pada multipara telah mencapai 3-4 cm atau 4-6 cm pada
primipara, lama kontraksi 30- 40 detik atau lebih dengan waktu antara 3 menit atau
kurang.

b. Posisi, pasien jangan diposisikan terlentang karena dapat mencetuskan atau


memperberat sindrom hipotensi terlentang, dan dapat menyebabkan “block cava
syndrom”

c. Pemantauan, fungsi- fungsi vital harus dipantau secara periodik, terutama tekanan
darah, nadi dan denyut jantung janin. Pemantauan dilakukan setiap 5 menit selama 20
menit pertama penyuntikan kemudian dilanjutkan tiap 10 menit.

d. Pengosongan kantong buli-buli, karena dapat terjadi retensi urin yang dapat
menyebabkan perasaan nyeri di daerah suprapubik yang sukar dihilangkan oleh
analgesia epidural.

e. Kemajuan persalinan, karena pasien tidak merasakan atau menyadari adanya


kontraksi rahim, maka kemajuan persalinan harus dinilai secara aktif, dengan
melakukan palpasi abdomen berkala.

f. Dosis ulang, diberikan berdasarkan kemajuan partus dan perasaan nyeri yang diderita
pasien. Pada pre eklampsia, indikasi pemberian dosis ulang dilakukan jika terjadi
kenaikan tekanan darah, walaupun pasien belum merasakan nyeri.

PENGARUH ILA TERHADAP IBU

9
Pengaruh ILA terhadap ibu selain menghilangkan nyeri persalinan secara fisiologis
juga memberikan keuntungan bagi ibu sendiri. Analgesia tersebut akan menurunkan
kebutuhan oksigen ibu, menstabilkan sistem kardiovaskuler dan mengurangi curah jantung.10

Oleh karena itu analgesia intratekal sangat membantu bagi ibu dengan penyakit
jantung, dimana hilangnya nyeri sewaktu melahirkan mempunyai keuntungan kardiologik
karena nyeri persalinan meningkatkan curah jantung dan nadi, maka dengan hilangnya nyeri
pada persalinan mengakibatkan beban jantung berkurang. Selain itu analgesia intratekal
menyebabkan blok simpatis, menghasilkan vasodilatasi perifer, jadi resistensi perifer dan
kerja jantung dikurangi.

Pada pasien pre eklampsia hilangnya rasa sakit persalinan karena ILA mencegah
peningkatan tekanan darah lebih lanjut. Jadi tekanan darah pada penderita tersebut dapat
dikontrol dengan analgesia intratekal.

Pada pasien dengan kelainan paru - paru yang mendapatkan analgesi intratekal karena
bebas dari nyeri maka persalinan lebih tenang, sehingga pernapasan tidak berlebihan terutama
pada kala pembukaan mulut rahim. Pada kala pembukaan mulut rahim biasanya setiap kali
timbul his, secara refleks pasien akan bernafas lebih cepat dan lebih dalam sebagai
kompensasi menahan rasa sakit.

Kekhawatiran dari penolong persalinan adalah komplikasi dari analgesia intratekal


misalnya hipotensi dan kelumpuhan otot pernafasan yang memerlukan pengamanan ketat dan
penanganan cepat serta tepat. Maka dari itu kamar bersalin harus dilengkapi dengan sarana
intubasi dan mesin anestesi.

PENGARUH ILA TERHADAP JANIN

Keadaan janin dalam kandungan selama proses persalinan sangat ditentukan oleh
aliran darah untuk janin dari uterus ke plasenta melalui sirkulasi uteroplasenta. Hilangnya
refleks mengejan pada setiap his dalam kala pembukaan akan memperbaiki aliran darah
uteroplasenta.10

Rasa tegang terhadap ibu berkurang karena hilangnya rasa nyeri persalinan,
sedangkan rasa tegang itu akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke uterus.
Keuntungan lain analgesi intratekal terhadap janin yang belum cukup bulan, dengan

10
hilangnya rasa sakit trauma dan penekanan pada kepala janin minimal karena relaksasi dari
jalan lahir dan perineum.

KOMPLIKASI

 Hipotensi

Hipotensi (penurunan tekanan darah arteri sistolik sebesar 20- 30% atau lebih rendah dari
100 mmHg). Hipotensi disebabkan oleh karena: blok serabut saraf simpatis yang
menimbulkan vasodilatasi, kehilangan mekanisme kompensasi sindrom hipotensi
terlentang (supine hypotensive syndrome)

Pencegahan: pemberian cairan elektrolit 500- 1000 ml, jika tekanan darah tetap rendah
kurang dari 90 mmHg dapat diberikan vasopresor (ephedrine 10-15 mg iv), oksigenasi.

 High Blockade

Pada high blockade dapat menyebabkan hipotensi dan paralisis pernafasan.

 Menggigil

Penyebab pasti pada menggigil belum diketahui, bisa diakibatkan suhu ruangan yang
dingin, penguapan tubuh yang mengalami vasodilatasi.

Penanggulangan: pasien diselimuti, suhu ruangan dihangatkan, oksigenasi, bila belum


berhasil dapat diberikan petidin dengan dosis 12,5 mg iv.

 Mual dan Muntah

Keluhan mual dan muntah dapat disebabkan karena hipotensi atau efek samping dari
oksitoksik (metergin atau sintosinon).

WELA (Walking Epidural Lumbar Analgesia)

Teknik analgesia epidural atau WELA (Walking Epidural Lumbar Analgesia)


merupakan teknik persalinan bebas nyeri yang menggunakan teknik seperti anestesi epidural,
dimana ibu dapat melakukan persalinan normal bebas nyeri, ibu tetap dapat mengejan, dan

11
dapat bergerak. Teknik ini memberikan kenyaman bagi ibu- ibu yang mengehendaki proses
kelahiran bayinya tidak merasakan nyeri atau sakit.5,8,11

Ada beberapa persyaratan untuk melakukan tindakan WELA, antara lain:

1. Atas permintaan pasien

2. Ibu: panggul tidak sempit yang dinyatakan oleh dokter spesialis obsgin dalam catatan
medik, tidak pernah melakukan operasi sectio caesaria sebelumnya.

3. Tempat: dilahirkan di kamar bersalin rumah sakit yang memiliki alat- alat
kelengkapan resusitasi/ alat emergensi.

4. Mengisi dan menandatangani persetujuan tindakan.

5. Dilakukan oleh dokter spesialis anestesi.

WELA dilakukan saat proses persalinan telah terjadi, yaitu ditandai dengan adanya
kontraksi rahim dan rasa nyeri, biasanya dilakukan setelah pembukaan serviks 2 cm. Pada
teknik ini obat analgesi disuntikan melalui interspace L2-3 atau L3-4 menuju ruang epidural
(sama seperti pelaksanaan anestesi epidural). Adapun blok yang kita inginkan setinggi T 10 - S5
yang mempersarafi uterus dan jalan lahir pada proses persalinan.

TEKNIK WELA

Teknik WELA bisa dilakukan dengan posisi duduk (sitting position) maupun posisi
miring (lateral decubitus), dengan menggunakan jarum epidural, pungsi dapat kita lakukan
pada interspace L2-3 atau L3-4. Identifikasi ruang epidural dapat dilakukan dengan cara uji
hilang tahanan (loss of resistance) ataupun dengan teknik hanging drop. Lalu kateter epidural
dimasukkan ke dalam ruang epidural. Sebelum memasukkan obat analgesi, kita dapat
melakukan pemberian uji dosis (test dose) terlebih dahulu. Hasil dosis uji dikatakan negatif
apabila setelah 3 menit tidak didapati gejala analgesi subarakhnoid maupun peningkatan
susunan saraf simpatis. Kemudian kita dapat memasukkan obat analgesia epidural.5,11

12
Gambar 3. Lokasi penusukan jarum epidural (dikutip dari daftar pustaka no 4)

OBAT- OBATAN YANG DIPAKAI PADA WELA

1. Injeksi bolus epidural


Menurut Beilin 1999, dengan menggunakan 13 ml dari 2mg/ml Naropin®
memberikan hasil yang lebih baik dalam penanggulangan nyeri persalinan, minimal
dalam memblok motorik, dan memberikan waktu analgesi yang lebih panjang.
Cara pemberiannya dengan memasukkan bolus 3 ml kemudian 5ml kemudian 5ml
Naropin® 2mg/ml, pada keadaan tertentu boleh ditambah 5 ml.

2. Continuous Epidural Infusion


Benhamou menemukan bahwa dengan menggunakan infus 6-8 ml/jam Naropin®
2mg/ml dapat meminimalkan kebutuhan dan total bolus yang diberikan. Hal serupa
juga dikemukakan oleh Cascio dimana infus rata- rata 6ml/jam dari Naropin 2mg/ml
ditemukan rata- rata efektif terendah yang memberikan kombinasi terbaik untuk
menghilangkan nyeri.

3. Parturient Controlled Epidural Analgesia (PCEA)


PCEA dalam persalinan bebas nyeri lebih dapat diterima dan telah terbukti dapat
diandalkan. PCEA telah dibandingkan dengan Continous Epidural Infusion
menggunakan Naropin® 2mg/ml tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara
keduanya, tetapi PCEA lebih banyak memberikan kepuasan karena lebih sedikit
memblok motorik dan lebih sedikit menggunakan total konsumsi obat Naropin® tiap
jam.

13
INDIKASI dilakukan WELA

Indikasi untuk melakukan WELA dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan ibu dan janin: 5,8

1. Ibu

 Pasien yang merasakan nyeri sekali dalam persalinan

 Persalinan kala I yang lama sekali dan nyeri sekali

 Pasien dengan perasaan cemas dan takut

 Pasien sendiri yang meminta

 Kehamilan dengan kelainan sistem kardiovaskuler, seperti pada: preeklampsia dan


eklampsia

 Kehamilan dengan penyakit sistem pernafasan

2. Bayi

 Bayi prematur

KONTRAINDIKASI

 Ibu menolak

 Infeksi lokal ditempat tusukan

 Bleeding disorder

 Alergi terhadap obat analgetik

 Infeksi sistemik akut dapat menyebabkan abses epidural

 Bekas sectio caesearea

PENATALAKSANAAN

14
Penatalaksanaan analgesia epidural pada persalinan berbeda dengan cara
menghilangkan nyeri yang konvensional. Karena itu diperlukan pengawasan yang lebih baik
dan instruksi khusus terhadap pasien. Adapun penatalaksanaan analgesia epidural terdiri
atas:5

a. Persiapan, teknik analgesia epidural/ WELA harus dilakukan diruang bersalin yang
telah dilengkapi dengan alat dan obat resusitasi untuk penanggulangan efek samping
yang tidak diinginkan. Sebelum dilakukan analgesia epidural, harus dilakukan
pemeriksaan fisik, terutama tanda- tanda vital kemudian diikuti pemeriksaan
penunjang. Tindakan analgesia dapat dimulai jika pembukaan mulut rahim pada
multipara telah mencapai 3-4 cm atau 4-6cm pada primipara, lama kontraksi 30- 40
detik atau lebih dengan waktu antara 3 menit atau kurang.

b. Posisi, pasien jangan diposisikan terlentang karena dapat mencetuskan atau


memperberat sindrom hipotensi terlentang.

c. Pemantauan, fungsi- fungsi vital harus dipantau secara periodik, terutama tekanan
darah, nadi dan denyut jantung janin. Pemantauan dilakukan setiap 5 menit selama 20
menit pertama penyuntikan kemudian dilanjutkan tiap 10 menit.

d. Pengosongan kantong buli-buli, karena dapat terjadi retensi urin yang dapat
menyebabkan perasaan nyeri didaerah suprapubik yang sukar dihilangkan oleh
analgesia epidural.

e. Kemajuan persalinan, karena pasien tidak merasakan atau menyadari adanya


kontraksi rahim, maka kemajuan persalinan harus dinilai secara aktif, dengan
melakukan palpasi abdomen berkala.

f. Dosis ulang, diberikan berdasarkan kemajuan partus dan perasaan nyeri yang diderita
pasien. Pada pre eklampsia, indikasi pemberian dosis ulang dilakukan jika terjadi
kenaikan tekanan darah, walaupun pasien belum merasakan nyeri.

g. Pencabutan kateter, dilakukan setelah kala III selesai.

KOMPLIKASI

15
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat analgesia epidural/ WELA pada persalinan
antara lain:

 Hipotensi

Hipotensi (penurunan tekanan darah arteri sistolik sebesar 20-30% atau lebih rendah dari
100 mmHg). Hipotensi disebabkan oleh karena: blok serabut saraf simpatis yang
menimbulkan vasodilatasi, kehilangan mekanisme kompensasi sindrom hipotensi
terlentang (supine hypotensive syndrome), selain itu pada ibu hamil juga terjadi “block
cava syndrome” dimana uterus menekan v.cava dan aorta.

Pencegahan: mendorong rahim ke kiri, pemberian cairan kristaloid 500- 1000ml,


oksigenasi, jika tekanan darah tetap rendah kurang dari 90mmHg dapat diberikan
vasopresor (ephedrine 10- 15 mg iv).

 High Blockade

Pada high blockade dapat menyebabkan hipotensi dan paralisis pernafasan.

 Menggigil

Penyebab pasti pada menggigil belum diketahui, bisa diakibatkan suhu ruangan yang
dingin, penguapan tubuh yang mengalami vasodilatasi.

Penanggulangan: pasien diselimuti, suhu ruangan dihangatkan, oksigenasi, bila belum


berhasil dapat diberikan petidin dengan dosis 12,5 mg iv.

 Mual dan Muntah

Keluhan mual dan muntah dapat disebabkan karena hipotensi atau efek samping dari
oksitoksik (metergin atau sintosinon).

 Penyuntikan zat analgetika lokal di luar ruang epidural

a. Di dalam ruang subaraknoid


Dapat terjadi analgesia subaraknoid total sehingga pasien dapat mengalami penurunan
kesadaran, hipotensi berat, dan mengalami gagal nafas. Hal ini dapat dicegah dengan
uji dosis.

b. Di dalam pembuluh darah


16
Dapat terjadi reaksi toksik, adapun tanda dan gejala klinisnya berupa sakit kepala,
kesemutan, kesulitan bicara, gangguan pengelihatan, kedutan otot, kejang dan koma.
Bila gejala klinis berat maka perlu dilakukan resusitasi jantung paru dan diberikan
obat anti kejang.5,8,11

KESIMPULAN

Salah satu kecemasan dan kekhawatiran yang dihadapi oleh ibu dalam menghadapi
persalinan adalah menghadapi rasa nyeri dan sakit. Terutama bagi calon ibu yang belum
pernah melahirkan sebelumnya.

Saat ini sudah ada teknik persalinan bebas nyeri, yaitu dengan menggunakan teknik
ILA (Intrathecal Labour Analgesia) dan WELA (Walking Epidural Lumbar Analgesia), yaitu
suatu teknik yang menggunakan cara seperti anestesi spinal pada ILA dan anestesi epidural
pada WELA.

Dengan menggunakan teknik ini ibu dapat menghadapi proses persalinan dengan
lebih tenang, karena ibu tidak merasakan nyeri, ibu tetap dapat mengejan dengan kuat,
motorik ekstremitas bagian bawah tidak terganggu, dan aman untuk ibu dan janin.

Teknik persalinan bebas nyeri ini dilakukan diruang bersalin yang memiliki
kelengkapan resusitasi/ alat emergensi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hadinoto S, Setiawan, Soetedjo. Nyeri Pengenalan dan Tatalaksana. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Rumah Sakit Dokter Kariadi; 1991; 1-5.

2. Dharmayanti DAP. Bisa, Persalinan Tanpa Rasa Sakit. Available at:


http://balipost.com/mediadetail.php?module=detailberitaindex&id=5465. Access on:
September 26, 2012.

3. Anna. Sakit Saat Melahirkan. Available at: http://www.obi.or.id/index2.php?


option=com_content&do_pdf=1&id=148. Access on: September 26, 2012.

17
4. Rachmad B. Melahirkan Normal Tanpa Rasa Nyeri. Available at:
http://basukirachmad.wordpress.com/2008/06/13/persalinan-normal-tanpa-nyeri/.
Access on: September 26, 2012.

5. Muhiman M, Sembalangi H, Iskandar S, Lolong RW. Penanggulangan Nyeri pada


Persalinan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1986; 41-52: 65-72:
85-90.

6. Geary M, Fanagam M, Boylan P: Material Satisfaction With Management in Labour


and Preference for made of Delivery. New York: J perinat Med; 1997; 25: 433-39.

7. Ward ME, Cousins MJ. Pain Mechanism In Labor. In Bimbach DJ, Batt Sp, Datta S,
(eds). Textbook of Obstetric Anaesthesia. New York: Churchill Living Stone; 2000;
13: 251.

8. Covino BG, Scott DB, Hakansson L, Buckhoj P, Hjertholm K. Handbook of Epidural


Anaesthesia and Analgesia. Orlando, Florrida: Grune & Stratton, Inc; 2000; 118-24.

9. Rachmawati I. Nyeri Persalinan. Available at:


http://www.scribd.com/doc/70593200/nyeri-persalinan. Access on: September 26,
2012

10. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Induksi dan Rumatan Anestesia. Petunjuk
Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007; 3: 33-5.

11. Marwoto. Anestesi Epidural Lumbar Untuk Memfasilitasi Persalinan Bebas Nyeri.
Available at: http://eprints.undip.ac.id/339/. Access on: September 26, 2012.

18

Anda mungkin juga menyukai