PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu upaya pemerintah dalam melaksanakan pemerataan
kesehatan bagi masyarakat Indonesia adalah memberikan fasilitas dengan
berbagai sarana pelayanan kesehatan yang optimal.Peningkatan kualitas
tenaga kesehatan dengan adanya sistem pelayanan yang terorganisir secara
baik, dan ditunjang oleh sarana yang memadai sangat diperlukan untuk
dapat melaksanakan upaya kesehatan.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara terpadu, dan berkesinambungan untuk
memelihara danmeningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam bentuk
pencegahan, pengobatan, dan pemulihan penyakit oleh pemerintah dan atau
masyarakat.Satu diantara bentuk pelayanan yang dibutuhkan masyarakat
adalah pelayanan kefarmasian dalam perbekalan farmasi yang meliputi
penyediaan obat-obatan yang berkualitas, aman, sesuai kebutuhan
masyarakat dan distribusi merata dengan harga terjangkau.
Pengelolaan perbekalan (sediaan) farmasi tidak sama halnya
dengan pengelolaan barang kebutuhan rumah tangga (consumer goods),
karena perbekalan farmasi khususnya obat memiliki sifat yang dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan manusia. Salah satu sarana yang diberikan
untuk melakukan pelayanan kefarmasian adalah apotek. Apotek adalah
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
Apoteker.
Adapun pekerjaan kefarmasian tersebut meliputi pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,serta
pengembangan obat,bahan obat dan obat tradisional. Apotek dipimpin oleh
seorang apoteker yang disebut Apoteker Pengelola Apotek (APA), untuk
dapat mengelola apotek seorang apoteker tidak cukup dengan berbekal ilmu
teknis kefarmasian saja tetapi juga harus memiliki kemampuan memahami
1
manajerial yang meliputi pengelolaan administrasi, persediaan sarana
keuangan dan pengelolaan sumber daya manusia.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian pada saat ini telah mengalami
perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug
oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan
obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien dengan mengacu kepada Pharmaceutical Care, yang
berarti peran apoteker lebih terfokus pada pelaksanaan pemberian informasi
untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring
penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan
terjadinya kesalahan pengobatan.
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh
sebab itu apoteker dalam menjalankan praktik harus sesuai standar.
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya
dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional.
Dalam rangka memberi wawasan dan mempersiapkan calon apoteker yang
dapat menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawab seorang farmasis,
maka diadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) sebagai langkah
awal pengenalan bagi calon apoteker terhadap apotek. Atas dasar tersebut
maka Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Institut Sains dan
Teknologi Nasional bekerja sama dengan PT. Kimia Farma Apotek dalam
menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek
Kimia Farma No. 202, yang dilaksanakan pada tanggal 4 – 30 Februari
2019. Praktek dimaksudkan agar calon apoteker memiliki pengalaman
dalam menghadapi dunia kerja dan profesi serta siap dan mampu terjun ke
masyarakat guna memberikan pelayanan kesehatan yang tepat.
2
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Apotek Kimia Farma yaitu:
1. Untuk memahami peranan calon apoteker tentang tugas dan fungsi
apoteker sebagai apoteker pengelola Apotek.
2. Mengetahui tugas dan tanggung jawab apoteker dalam mengelola
Apotek sehingga mampu melaksanakan pelayanan kefarmasian di
Apotek sesuai dengan GPP (Good Pharmacy Practice).
3. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang
profesional dalam melaksanakan Pharmaceutical Care.
4. Memperluas pengetahuan mengenai pelayanan kefarmasian di Apotek.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Apotek
2.1.1 Landasan Hukum Apotek
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kefarmasian
masyarakat yang diatur dalam:
a. Undang-Undang Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
b. Undang-Undang Republik Indonesia No.35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
c. Undang-Undang Republik Indonesia No.5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika.
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2010
tentang Prekursor.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian.
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2015
tentang Peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan
narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi.
g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017
tentang Apotek.
h. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
i. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 31 Tahun
2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
No.889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan
Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
j. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun
2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.
k. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun
2017 tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika.
4
l. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
347/Menkes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek No. 1
m. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
924/Menkes/SK/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.
2
n. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1176/Menkes/SK/X/1999 Tentang Daftar Obat Wajib Apotek
No. 3
2.1.2 Definisi Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan no. 73 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yang dimaksud
dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker.(3) Pekerjaan
kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian adalah meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas dasar resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian
yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, yaitu Apotek, Instalasi farmasi rumah sakit,
puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.(2)
Penyelenggaraan dan pengelolaan Apotek menjadi tanggung
jawab penuh seorang Apoteker yang telah mengucap sumpah dan
telah memperoleh izin kerja dari Dinas Kesehatan setempat, baik
lembaga atau instansi pemerintah dan pihak swasta dengan tugas
pelayanan kesehatan di pusat atau di daerah. Sebagai salah satu
sarana pelayanan kesehatan, yang mana Apoteker harus
mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban
menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi
5
yang bermutu baik dan keabsahanya terjamin sehingga pelayanan
obat kepada masyarakat akan lebih terjamin keamanannya baik
kualitas maupun kuantitasnya.
2.1.3 Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 51
tahun 2019, tugas dan fungsi apotek diantaranya sebagai berikut : (2)
a. Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
b. Sebagai sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan
Kefarmasian.
c. Sebagai sarana yang digunakan untuk memproduksi dan
distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat
tradisional, dan kosmetika.
d. Sebagai sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Tugas dan fungsi apotek sangat jelas mengacu pada
kewajiban apotek kepada setiap orang sehingga tercipta kenyamanan
dalam pelayanan obat.Melalui adanya peraturan ini diharapkan
fungsi apotek dapat menjadi lebih maksimal dalam meningkatkan
taraf kesehatan masyarakat.
2.2 Perizinan Pendirian Apotek(2)
2.2.1 Persyaratan pendiarian apotek
Persyaratan untuk mendirikan apotek adalah sebagai berikut :
a. Lokasi
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran
Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian.
6
b. Bangunan
Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan,
kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan
kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi semua
orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut
usia. Bangunan Apotek harus bersifat permanen dapat
merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan,
apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan
bangunan yang sejenis.
c. Sarana, prasarana, dan peralatan
Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang
yang berfungsi:
Penerimaan Resep
Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas)
Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Konseling
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Arsip
Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:
Instalasi air bersih
Instalasi listrik
Sistem tata udara
Sistem proteksi kebakaran
Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian, yaitu rak
obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin,
meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi obat, formulir
catatan pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan
kebutuhan.
7
d. Ketenagaan
Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan
Apotek dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis
Kefarmasian dan/atau tenaga administrasi. Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud wajib memiliki
surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal
sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan
maupun perusahaan.Dalam hal Apoteker yang mendirikan
Apotek bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan
kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker
yang bersangkutan.Setiap pendirian apotek wajib memiliki izin
dari Menteri, dan dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin
Apotek (SIA).Pengertian SIA adalah suratyang diberikan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada Apotekeratau
Apotekeryang bekerja sama dengan pemilik sarana untuk
menyelenggarakan pelayanan apotek disuatu tempat tertentu.
SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama
memenuhi persyaratan.
Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dengan menggunakan Formulir 1dan harus ditandatangani oleh
Apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen administratif
meliputi:
a. Fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
c. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker
d. Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan
e. Daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
8
2.2.2 Tata Cara Perizinan Pendirian Apotek(14)
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
9 Tahun 2017 tentang Apotek, ketentuan dan tata cara pemberian
izin apotek adalah:
1. Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri.
2. Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
3. Izin berupa SIA. SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang selama memenuhi persyaratan.
4. Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dengan menggunakan Formulir.
5. Permohonan harus ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan
kelengkapan dokumen administratif meliputi:
a. Fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
c. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker
d. Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan
e. Daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
6. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima
permohonan dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan
dokumen administratif, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
menugaskan timpemeriksa untuk melakukan pemeriksaan
setempat terhadap kesiapan Apotek dengan menggunakan
Formulir 2.
7. Tim pemeriksa harus melibatkan unsur dinas kesehatan
kabupaten/kota yang terdiri atas:
a. Tenaga kefarmasian; dan
b. Tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan
prasarana.
9
8. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim
pemeriksa ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil
pemeriksaan setempat yang dilengkapi Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dengan menggunakan Formulir 3.
9. Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan dan
dinyatakan memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala
Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan
Organisasi Profesi dengan menggunakan Formulir 4.
10. Dalam hal hasil pemeriksaan dinyatakan masih belum
memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
harus mengeluarkan surat penundaan paling lama dalam waktu
12 (dua belas) hari kerja dengan menggunakan Formulir.
11. Permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan,
pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lambat dalam
waktu 1 (satu) bulan sejak surat penundaan diterima.
12. Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan
persyaratan, maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
mengeluarkan Surat Penolakan dengan menggunakan Formulir
6.
13. Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan
SIA melebihi jangka waktu, Apoteker pemohon dapat
menyelenggarakan Apotek dengan menggunakan BAP sebagai
pengganti SIA.
14. Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA, maka
penerbitannya bersama dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker
pemegang SIA. Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku
SIPA.
10
Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan
alamat dan pindah lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau
nama Apotek, wajib mengajukan permohonan perubahan izin kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Terhadap Apotek yang
melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan
nama Apotek tidak perlu dilakukan pemeriksaan setempat oleh tim
pemeriksa. Tata cara permohonan perubahan izin bagi Apotek yang
melakukan perubahan alamat dan pindah lokasi atau perubahan
Apoteker pemegang SIA mengikuti ketentuan Surat Izin Apotek.
2.2.3 Pencabutan Surat Izin Apotek(4)
Apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dapat mencabut Surat Izin Apotek apabila :
1. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker
Pengelola Apotek dan atau,
2. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan
kefarmasian atau,
3. Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya
lebih dari 2 tahun secara terus-menerus dan atau,
4. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang obat keras,
Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-
undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-undang
No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan
perundang-undangan lain yang berlaku dan atau,
5. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) Apoteker Pengelola Apotek
tersebut dicabut dan atau,
6. Pemilik Modal Apotek terbukti dalam pelanggaran Perundang-
undangan di bidang obat dan atau,
7. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.
Pelaksanaan pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan setelah
dikeluarkan:
11
a. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek
sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-
masing 2 bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6
bulan sejak dikeluarkan penetapan pembekuan kegiatan apotek.
c. Pembekuan SIA dapat dicairkan kembali apabila apoteker telah
membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan
ketentuan dalam peraturan.
d. Pencairan Izin Apotek dilakukan setelah menerima laporan
pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.
e. Keputusan Pencabutan Surat Izin Apotek oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota disampaikan langsung kepada yang
bersangkutan dan tembusan disampaikan kepada Menteri dan
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, serta Kepala Balai POM
setempat.
Apabila Surat Izin Apotek dicabut APA atau Apoteker
Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika,
psikotropika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh
resep yang tersedia di apotek.
b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam
tempat yang tertutup dan terkunci.
Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang
penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di
atas.
2.3 Sumber Daya Manusia(3)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016,
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
12
mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker,
dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau
Surat Izin Kerja. Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus
memenuhi kriteria:
a. Persyaratan administrasi
1. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
2. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
3. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
4. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA).
b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional
Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang
berkesinambungan.
d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan
pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop,
pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
e. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan
perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar
pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang
berlaku.
Untuk menjadi anggota tim pelayanan kesehatan yang efektif,
apoteker membutuhkan keterampilan dan sikap yang memungkinkan
mereka untuk menjalankan fungsi yang berbeda. Dalam melakukan
pelayanan kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran, yaitu :
a. Care giver : Apoteker menyediakan layanan pengasuhan. Mereka harus
beranggapan bahwa praktik mereka terintegrasi berkesinambungan
dengan sistem pelayanan kesehatan dan profesional kesehatan lainnya.
Layanan tersebut harus berkualitas tertinggi.
13
b. Decision-maker : Penggunaan sumber daya yang tepat, berkhasiat,
aman dan hemat biaya (misalnya, tenaga kerja, obat-obatan, bahan
kimia, peralatan, prosedur, praktek) harus menjadi landasan kerja
apoteker. Pada tingkat lokal dan nasional, apoteker berperan dalam
menetapkan kebijakan obat-obatan. Pencapaian tujuan ini memerlukan
kemampuan untuk mengevaluasi, menyatukan data dan informasi dan
memutuskan tindakan yang paling tepat tindakan.
c. Communicator : Apoteker berada dalam posisi ideal untuk menjelaskan
resep kepada pasien, dan untuk mengkomunikasikan informasi
mengenai kesehatan dan obat-obatan kepada masyarakat. Dia harus
berpengetahuan dan percaya diri saat berinteraksi dengan profesional
kesehatan lainnya dan masyarakat. Komunikasi melibatkan verbal, non-
verbal, mendengarkan dan keterampilan menulis.
d. Leader : Dalam multidisiplin, kepedulian di daerah di mana penyedia
layanan kesehatan sangat minim atau tidak ada, apoteker wajib
memposisikan diri sebagai pemimpin dalam kesejahteraan seluruh
pasien dan masyarakat. Kepemimpinan yang dimaksud termasuk kasih
sayang dan empati serta visi dan kemampuan untuk membuat
keputusan, berkomunikasi, dan mengatur secara efektif.
e. Manager : Apoteker harus mampu mengelola sumber daya
(manusia,fisik dan keuangan) dan informasi secara efektif. Mereka juga
harus bersedia diatur oleh orang lain, baik oleh pemberi kerja, manajer
atau pemimpin tim pelayanan kesehatan. Semakin banyak informasi
danteknologi yang terkait akan memberikan tantangan sebagai apoteker,
memikul tanggung jawab yang lebih besar untuk berbagi informasi
tentang obat-obatan dan produk-produk terkait dan memastikan
kualitasnya.
f. Live long learner : Di sekolah farmasi, tidak mungkin untuk
memperoleh semua pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan
untuk meniti karir seumur hidup sebagai seorang apoteker. Konsep,
prinsip dan komitmen untuk belajar seumur hidup harus dimulai saat
14
kuliah farmasi dan harus didukung sepanjang karir apoteker. Apoteker
harus belajar bagaimana menjaga pengetahuan dan keterampilan agar
selalu up to date.
g. Researcher : Apoteker harus dapat menggunakan evidence base
(misalnya, praktek farmasi, sistem kesehatan) secara efektif untuk
menyarankan tentang penggunaan obat yang rasional. Apoteker dapat
juga berkontribusi terhadap evidence base dengan tujuan
mengoptimalkan layanan kepada pasien dan hasil yang diperoleh.
Sebagai peneliti, apoteker dapat meningkatkan aksesibilitas kesehatan
dan pemberi informasi obat-obatan kepada masyarakat dan profesional
kesehatan lainnya.
2.4 Sarana dan Prasarana(3)
Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat.Sarana dan prasarana
Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian.
Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan
Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1. Ruang penerimaan Resep
Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari
tempat penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set
komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling
depan dan mudah terlihat oleh pasien.
2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas)
Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan
secara terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan.
Di ruang peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan
peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral) untuk pengencer,
sendok obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin, termometer
ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label obat. Ruang ini diatur
agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat
15
dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).
3. Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang
dapat digabungkan dengan ruang penerimaan Resep.
4. Ruang konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja
dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster,
alat bantu konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan
pengobatan pasien.
5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,
temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu
produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi
dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (air conditioner),
lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan
psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan
kartu suhu.
6. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang
berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka
waktu tertentu.
2.5 Pelayanan Kefarmasian di Apotek(3)
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar :
2.5.1 Pengelolaan Persediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai
Pengelolaan persediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek meliputi:
16
1. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu
diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan
kemampuan masyarakat.
2. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka
pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin
kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan
dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik
yang diterima.
4. Penyimpanan
a. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari
pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi
dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah
terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang
jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat
nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
b. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang
sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
c. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan
kontaminasi.
d. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan
bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara
alfabetis.
e. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expired
First Out) dan FIFO (First In First Out)
17
5. Pemusnahan
Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai
dengan jenis dan bentuk sediaan.Pemusnahan Obat kadaluwarsa
atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika
dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh
tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau
surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara
pemusnahan menggunakan Formulir Berita Acara Pemusnahan
Obat Kadaluarsa/Rusak.
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5
(lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan
oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain
di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang
dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep
menggunakan Formulir Berita AcaraPemusnahan Resep
selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Penarikan Sediaan Farmasi yang tidak memenuhi
standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan
oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh
BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap
memberikan laporan kepada kepala BPOM.
Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh
Menteri.
18
6. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis
dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui
pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan
pengeluaran.Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa,
kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara
manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat
nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah
pengeluaran dan sisa persediaan.
7. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu
stock), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan
lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan
eksternal.Pelaporan internal merupakan pelaporan yang
digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi
keuangan, barang dan laporan lainnya.Pelaporan Eksternal
merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi
pelaporan narkotika, pelaporan psikotropikadan pelaporan
lainnya.
2.5.2 Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek(3)
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu, harus menyertakan aspek pelayanan dalam setiap
kegiatannya. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 mengatur tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yang meliputi:
19
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi,
kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
a) Kajian administratif meliputi:
1) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2) Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat,
nomor telepon dan paraf; dan
3) Tanggal penulisan Resep.
b) Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1) Bentuk dan kekuatan sediaan;
2) Stabilitas; dan
3) Kompatibilitas (ketercampuran Obat).
c) Pertimbangan klinis meliputi:
1) Ketepatan indikasi dan dosis Obat;
2) Aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
3) Duplikasi dan/atau polifarmasi;
4) Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek
samping Obat, manifestasi klinis lain);
5) Kontra indikasi; dan
6) Interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari
hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi
dokter penulis Resep. Pelayanan Resep dimulai dari
penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap
tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya
pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat
(medication error).
20
2. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan
pemberian informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian
Resep dilakukan hal sebagai berikut:
a) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:
1) Menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan
Resep;
2) Mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak
penyimpanan dengan memperhatikan nama Obat,
tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat.
b) Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
c) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
1) Warna putih untuk Obat dalam/oral;
2) Warna biru untuk Obat luar dan suntik;
3) Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan
bentuk suspensi atau emulsi.
d) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah
untuk Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan
menghindari penggunaan yang salah.
Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:
1. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
Pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien
pada Etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat
(kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep);
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;
4. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat;
5. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal
yang terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat,
makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan
efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain;
21
6. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan
dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi
tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil;
7. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau
keluarganya;
8. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan
diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan);
9. Menyimpan Resep pada tempatnya;
10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan
menggunakan Formulir 5 sebagaimana terlampir.
Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep
atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan
edukasi kepada pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk
penyakit ringan dengan memilihkan Obat bebas atau bebas
terbatas yang sesuai.
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai
Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan
bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada
profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi
mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute
dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik
dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil
dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan,
harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain. Kegiatan
Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
b. Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet,
pemberdayaan masyarakat (penyuluhan);
22
c. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada
mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi;
e. Melakukan penelitian penggunaan Obat;
f. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum
ilmiah;
g. Melakukan program jaminan mutu.
Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan
untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif
singkat dengan menggunakan Formulir 6 sebagaimana
terlampir. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi
pelayanan Informasi Obat :
1) Topik Pertanyaan;
2) Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;
3) Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat
telepon);
4) Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi
lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang
hamil/menyusui, data laboratorium);
5) Uraian pertanyaan;
6) Jawaban pertanyaan;
7) Referensi;
8) Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan
data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.
4. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker
dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan,
pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi
perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan menyelesaikan
masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,
Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat
23
kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan
metode Health Belief Model.
Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau
keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi
hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis
(misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi).
3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi
khusus(penggunaan kortikosteroid dengan tappering
down/off).
4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi
sempit (digoksin, fenitoin, teofilin).
5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat
untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini
juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk
penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu
jenis Obat.
6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling:
a) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
b) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat
melalui Three Prime Questions, yaitu:
Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara
pemakaian Obat Anda?
Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang
diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat
tersebut?
24
c) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi
kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah
penggunaan Obat
d) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk
menyelesaikan masalah penggunaan Obat
e) Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman
pasien
Apoteker mendokumentasikan konseling dengan
meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien
memahami informasi yang diberikan dalam konseling dengan
menggunakan Formulir 7 sebagaimana terlampir.
5. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat
melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan
rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan
pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan
Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker,
meliputi :
a) Penilaian/ pencarian (assessment) masalah yang
berhubungan dengan pengobatan
b) Identifikasi kepatuhan pasien
c) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di
rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan
insulin
d) Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
e) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan
penggunaan Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien
f) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah
dengan menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
25
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang
pasien mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau
dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek
samping.
Kriteria pasien:
a) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c) Adanya multidiagnosis.
d) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
f) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi
Obat yang merugikan.
Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan
pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat
penggunaan Obat dan riwayat alergi; melalui wawancara
dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan
lain
c. Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah
terkait Obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak
diterapi, pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat
yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah,
terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau terjadinya
interaksi Obat
d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi
pasien dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau
berpotensi akan terjadi
e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang
berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan
26
pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak
dikehendaki
f. Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi
yang telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan
dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan
tujuan terapi.
g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi
Obat dengan menggunakan Formulir 9 sebagaimana
terlampir.
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap
Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada
dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi
fisiologis.
Kegiatan:
a. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko
tinggi mengalami efek samping Obat.
b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat
Nasional dengan menggunakan Formulir 10 sebagaimana
terlampir.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a) Kerjasama dengan tim kesehatan lain.
b) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
2.6 Sediaan Farmasi
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan
kosmetika. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Obat
27
yang berderat di Indonesia digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) dalam empat kategori, yaitu obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras, dan narkotika. Penggolongan ini berdasarkan tingkat
keamanan dan dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap
peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut.Setiap golongan obat diberi
tanda pada kemasan yang terlihat. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut,
maka obat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu:
1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat tanpa peringatan yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter dan dijual bebas di pasaran.Tanda khusus yang
terdapat pada obat bebas adalah lingkaran bulat berwarna hijau dengan
garis tepi hitam.(17)
28
Gambar 2.3. Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas
a. Contoh obat bebas terbatas P No. 1 (bacalah aturan memakainya)
adalah Paramex, Ultraflu, Decolgen, Fatigon.
b. Contoh obat bebas terbatas P No. 2 (hanya untuk kumur, jangan
ditelan) adalah Betadin Gargle, dan Listerine Gargle
c. Contoh obat bebas terbatas P No. 3 (hanya untuk bagian luar
badan) adalah Betadin
d. Contoh obat bebas terbatas P No. 4 (hanya untuk dibakar) adalah
Sigaret Asma
e. Contoh obat bebas terbatas P No. 5 (tidak boleh ditelan) adalah
Sulfanilamide Steril, Bufacetine
f. Contoh obat bebas terbatas P No. 6 (obat wasir, jangan ditelan)
adalah Molexdine Solution, Anusol Suppositoria, Boraginol
3. Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya boleh diserahkan dengan
resep dokter, dimana pada bungkus luarnya diberi tanda bulatan dengan
lingkaran hitam dengan dasar merah yang didalamnya terdapat huruf
“K” yang menyentuh garis tepi.Tanda dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Obat yang masuk ke dalam golongan obat keras ini adalah obat yang
dibungkus sedemikian rupa yang digunakan secara parenteral, baik
dengan cara suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan jalan
29
merobek jaringan, obat baru yang belum tercantum dalam
kompendial/farmakope terbaru yang berlaku di Indonesia serta obat-
obat yang ditetapkan sebagai obat keras melalui Kemenkes RI.
30
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentobarbital,
fenobarbital dan siklobarbital.
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuanserta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: diazepam, estazolam,
alprazolam.
31
benzilmorfin, difenoksin, petidin, normetadon, metadona, tebaina,
difenoksin, dan fentanil.
Narkotika golongan III yaitu narkotika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi danatau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan.Contohnya adalah kodein, asetil
dihirokodein, norkodein, etilmorfin, polkadin, dan propiram.
Narkotika disatu sisi merupakan obat atau bahan yang
bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan, namun di sisi lain dapat
menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila
dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan
seksama. Oleh karena itu, pengaturan narkotika harus benar-benar
terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi,
menanam, menyimpan, mengedarkan dan menggunakan narkotika
harus dikendalikan dan diawasi dengan ketat.Tujuan pengaturan
narkotika tersebut adalah menjamin ketersediaan narkotika untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika, dan
memberantas peredaran obat gelap.
32
Gambar 2.7. Penandaan Obat Prekursor
Prekursor dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Prekursor Tabel I
adalah bahan awal dan pelarut yang sering digunakan dan
diawasi lebih ketat dibandingkan Prekursor dalam penggolongan
pada Tabel II, seperti Potassium Permanganat, 1-Fenil 2Propanon,
Asam Asetat Anhidrat, Asam Asetil Antranilat, Isosafrol,
3,4Metilendioksifenil 2-Propanon, Piperonalm Safrol, Efedrin,
Pseudoefedrin, Fenil Propanol Amin Hidroklorida, Ergometrin dan
Asam Lisergat.
b. Prekursor Tabel II
Seperti Asam Hidroklorida, Asam Sulfat, Toluen, Dietil
Eter, Aseton, Metil Etil Keton, Asam Fenil Asetat, Asam
Antranilat dan Piperidin.
7. Obat Wajib Apotek(11, 12, 13)
Obat wajib apotek adalah beberapa obat keras yang dapat
diserahkan tanpa resep dokter, namun harus diserahkan oleh apoteker di
apotek.Pemilihan dan penggunaan obat DOWA harus dengan
bimbingan apoteker.Daftar obat wajib apotek yang dikeluarkan
berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan.Sampai saat ini sudah ada 3
daftar obat yang diperbolehkan diserahkan tanpa resep dokter.
Peraturan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek tercantum dalam:
a. Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/MENKES/SK/VII/1990
tentang Obat Wajib Apotek berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1
b. Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/MENKES/PER/X/1993
tentang Obat Wajib Apotek berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 2
c. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1176/MENKES/SK/X/1999
tentang Obat Wajib Apotek berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 3
33
d. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan no. 919 tahun 1993
pasal 2, kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep adalah
sebagai berikut:
1. Tidak dikontra indikasikan untuk penggunaan pada wanita
hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65
tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksudkan tidak memberi
resiko pada kelanjutan penyakit
3. Penggunanya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang
harus dilakukan oleh tenaga keshatan
4. Penggunanya diperlukan untuk penyakit yang pervalensinya
tinggi di Indonesia
5. Obat dimaksud memiliki ratio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggung jawabkan ntuk pengobatan sendiri.
e. Apoteker di Apotek dalam melayani pasien yang memerlukan Obat
Wajib Apotek diwajibkan:
1. Memenuhi ketentuan dan batas tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam Obat Wajib Apotek yang bersangkutan.
2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
3. Memberi informasi meliputi dosis dan aturan pakainya,
kontraindikasi,efek samping dan lain–lain yang perlu
diperhatikan oleh pasien.
Obat Wajib Apotek terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat
saluran cerna, obat mual untuk tenggorokan, obat saluran nafas, obat
yang mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit dan obat kulit
topikal.
2.7 Kegiatan dan Pengelolaan Narkotika, Psikotropika Dan Prekursor(7)
Kegiatan-kegiatan pengelolaan dari Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi adalah sebagai berikut:
a. Peredaran
Peredaran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi terdiri
34
dari Penyaluran dan Penyerahan. Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi yang diedarkan harus memenuhi persyaratan
keamanan, khasiat, dan mutu dalam bentuk obat jadi hanya dapat
diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri melalui
pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika dan PBF atau
Instalasi Farmasi Pemerintah yang menyalurkan Narkotika wajib
memiliki izin khusus dari Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan
berupa Izin Khusus Produksi Narkotika, Izin Khusus Impor Narkotika
atau Izin Khusus Penyaluran Narkotika.
Lembaga Ilmu Pengetahuan yang memperoleh, menanam,
menyimpan, dan menggunakan Narkotika dan/atau Psikotropika untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memiliki izin dari
Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.Peredaran Narkotika dalam bentuk obat jadi yang digunakan
dalam program terapi dan rehabilitasi medis dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Penyaluran
Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
wajib memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan atau laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) untuk pesanan dari
Puskesmas. Surat pesanan hanya dapat berlaku untuk masing-masing
Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi.
Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu)
jenis Narkotika.Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi
hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis Psikotropika
atau Prekursor Farmasi. Surat pesanan harus terpisah dari pesanan
barang lain.
35
Penyaluran Narkotika Golongan I hanya dapat dilakukan oleh
perusahaan PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor
Narkotika kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk untuk
kebutuhan laboratorium. Penyaluran Narkotika Golongan I dilakukan
berdasarkan surat pesanan dariApoteker penanggung jawab dan/atau
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan dengan menggunakan contoh
Formulir Surat Pesanan Narkotika.
Penyaluran Narkotika dalam bentuk bahan baku hanya dapat
dilakukan oleh perusahaan PBF milik Negara yang memiliki Izin
Khusus Impor Narkotika kepada Industri Farmasi dan/atau Lembaga
Ilmu Pengetahuan. Penyaluran Narkotika dalam bentuk bahan baku
hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker
penanggung jawab produksi dan/atau Kepala Lembaga Ilmu
Pengetahuan dengan menggunakan contoh Formulir Surat Pesanan
Narkotika.
Penyaluran Psikotropika dalam bentuk bahan baku hanya dapat
dilakukan oleh PBF yang memiliki izin sebagai Importir Terdaftar
Psikotropika kepada Industri Farmasi dan/atau Lembaga Ilmu
Pengetahuan. Penyaluran Psikotropika dalam bentuk bahan baku hanya
dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker penanggung
jawab produksi dan/atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan dengan
menggunakan contoh Formulir Surat Pesanan Psikotropika.
Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
dalam bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan oleh:
1) Industri Farmasi kepada PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah.
2) PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan.
3) PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika
kepada Industri Farmasi, untuk penyaluran Narkotika.
36
4) Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi Farmasi
Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik
Pemerintah, dan Instalasi Farmasi Tentara Nasional Indonesia atau
Kepolisian.
5) Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah kepada Instalasi Farmasi
Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Klinik
milik Pemerintah Daerah dan Puskesmas.
Selain kepada PBF lainnya, Apotek, Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Pemerintah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan dapat
menyalurkan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas kepada
Toko Obat. Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
dalam bentuk obat jadi oleh Industri Farmasi kepada PBF hanya dapat
dilakukan oleh Industri Farmasi pemilik izin edar.
Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
dalam bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan berdasarkan surat
pesanan dari Apoteker penanggung jawab atau Kepala Lembaga Ilmu
Pengetahuan untuk kebutuhan penelitian dan pengembangan, dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 1,
Formulir 2 dan Formulir 4. Dikecualikan untuk penyaluran kepada
Instalasi Farmasi Pemerintah, surat pesanan dapat ditandatangani oleh
Apoteker yang ditunjuk.
Dalam hal penyaluran Prekursor Farmasi dari PBF kepada Toko
Obat, hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Tenaga
Teknis Kefarmasian dengan menggunakan contoh Surat Pesanan Obat
Jadi Prekursor Farmasi.
Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
yang dilakukan oleh Industri Farmasi, PBF, atau Instalasi Farmasi.
Pemerintah harus dilengkapi dengan:
1) Surat pesanan
2) Faktur dan/atau surat pengantar barang, paling sedikit memuat:
a) Nama Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
37
b) Bentuk sediaan.
c) Kekuatan.
d) Kemasan.
e) Jumlah.
f) Tanggal kadaluarsa.
g) Nomor batch.
Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
yang dilakukan melalui jasa pengangkutan hanya dapat membawa
Narkotika, Psikotropika,dan Prekursor Farmasi sesuai dengan jumlah
yang tecantum dalam surat pesanan, faktur, dan/atau surat pengantar
barang yang dibawa pada saat pengiriman.
c. Penyerahan
Penyerahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
hanya dapat dilakukan dalam bentuk obat jadi. Dalam hal Penyerahan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan
dalam bentuk obat jadi dilakukan kepada pasien, harus dilaksanakan
oleh Apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian. Penyerahan
dilakukan secara langsung sesuai dengan standar pelayanan
kefarmasian.Dikecualikan penyerahan Prekursor Farmasi yang
termasuk golongan obat bebas terbatas di Toko Obat dilakukan oleh
Tenaga Teknis Kefarmasian.
Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika hanya dapat
dilakukan oleh Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik dan dokter.Apotek hanya dapat menyerahkan
Narkotika dan/atau Psikotropika kepada Apotek lainnya, Puskesmas,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, dokter dan
pasien.
Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika hanya dapat
dilakukan untuk memenuhi kekurangan jumlah Narkotika dan/atau
Psikotropika berdasarkan resep yang telah diterima. Penyerahan harus
berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh
38
Apoteker penanggung jawab dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir Surat Permintaan
Narkotika/Psikotropika.
Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan
Instalasi Farmasi Klinik hanya dapat menyerahkan Narkotika dan/atau
Psikotropika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
Penyerahan Narkotika dan Psikotropika oleh Apotek kepada
Dokter hanya dapat dilakukan dalam hal:
1) Dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan
Narkotikadan Psikotropika melalui suntikan.
2) Dokter menjalankan tugas atau praktik di daerah terpencil yang
tidak ada Apotek atau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Penyerahan harus berdasarkan surat permintaan tertulis yang
ditandatangani oleh dokter yang menangani pasien dengan
menggunakan contohsebagaimana tercantum dalam Formulir Surat
Permintaan Narkotika/Psikotropika.Penyerahan Narkotika dan
Psikotropika oleh dokter kepada pasien hanya dapat dilakukan dalam
hal:
1) Dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan
Narkotika dan Psikotropika melalui suntikan.
2) Dokter menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan
memberikan Narkotika melalui suntikan.
3) Dokter menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan
memberikan Psikotropika.
4) Dokter menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada
Apotek berdasarkan surat penugasan dari pejabat yang berwenang.
Surat penugasan termasuk sebagai izin penyimpanan
Narkotika danPsikotropika untuk keperluan pengobatan.
Penyerahan Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan oleh
Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi
39
Klinik, dokter dan Toko Obat.Apotek hanya dapat menyerahkan
Prekursor Farmasi golongan obat keras kepada Apotek lainnya,
Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
dokter dan pasien. Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
dan Instalasi Farmasi Klinik hanya dapat menyerahkan Prekursor
Farmasi golongan obat keras kepada pasien berdasarkan resep dokter.
Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat keras hanya dapat
dilakukan untuk memenuhi kekurangan jumlah Prekursor Farmasi
golongan obat keras berdasarkan resep yang telah diterima.
Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas
oleh Apotek kepada Apotek lainnya, Puskesmas, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, dan Toko Obat hanya dapat
dilakukan untuk memenuhi kekurangan kebutuhan harian Prekursor
Farmasi golongan obat bebas terbatas yang diperlukan untuk
pengobatan.
Penyerahan Prekursor Farmasi oleh Apotek kepada dokter
hanya dapat dilakukan apabila diperlukan untuk menjalankan
tugas/praktik di daerah terpencil yang tidak ada Apotek atau sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyerahan harus
berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh
Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian penanggung jawab atau dokter
yang menangani pasien dengan menggunakan contoh Formulir Surat
Permintaan Prekursor Farmasi Golongan Obat Keras, Formulir Surat
Permintaan Prekursor Farmasi Golongan Obat Bebas Terbatas,, dan
Formulir Surat Permintaan Prekursor Farmasi. Dikecualikan
penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas oleh
Apotek kepada Toko Obat, hanya dapat dilakukan berdasarkan surat
permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian dengan menggunakan contoh Formulir Surat Permintaan
Prekursor Farmasi Golongan Obat Bebas Terbatas.
40
Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas
kepada pasien harus memperhatikan kerasionalan jumlah yang
diserahkan sesuai kebutuhan terapi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d. Penyimpanan
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi di fasilitas produksi, fasilitas distribusi, dan fasilitas pelayanan
kefarmasian harus mampu menjaga keamanan, khasiat, dan mutu
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus.Tempat
penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk menyimpan barang
selain Narkotika.Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan
untuk menyimpanbarang selain Psikotropika. Tempat penyimpanan
Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku dilarang digunakan untuk
menyimpan barang selain Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku.
Gudang khusus harus berdinding yang dibuat dari tembok dan
hanya mempunyai pintu yang dilengkapi dengan pintu jeruji besi
dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda, langit-langit dapat terbuat dari
tembok beton atau jeruji besi, jika terdapat jendela atau ventilasi harus
dilengkapi dengan jeruji besi, gudang tidak boleh dimasuki oleh orang
lain tanpa izin Apoteker penanggung jawab dan kunci gudang dikuasai
oleh Apoteker penanggung jawab dan pegawai lain yang dikuasakan.
Ruang khusus harus berdinding dan langit-langit terbuat dari
bahan yang kuat, jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi
dengan jeruji besi, mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci
yang berbeda, kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan dan
tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk.
41
Lemari khusus harus terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah
dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda, harus
diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang (untuk Instalasi
Farmasi Pemerintah), diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat
oleh umum (untuk Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas,
Instalasi Farmasi Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan) dan kunci
lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker
yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.
Penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
wajib memenuhi Cara Produksi Obat yang Baik, Cara Distribusi Obat
yang Baik, dan/atau standar pelayanan kefarmasian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika harus memiliki
tempat penyimpanan Narkotika berupa gudang khusus, yang terdiri atas
gudang khusus Narkotika dalam bentuk bahan baku dan gudang khusus
Narkotikadalam bentuk obat jadi. Gudang khusus berada dalam
penguasaan Apoteker penanggung jawab.
Industri Farmasi yang memproduksi Psikotropika harus
memiliki tempat penyimpanan Psikotropika berupa gudang khusus atau
ruang khusus, yang terdiri atas gudang khusus atau ruang khusus
Psikotropika dalam bentuk bahan baku dan gudang khusus atau ruang
khusus Psikotropika dalam bentuk obat jadi. Gudang khusus atau ruang
khusus berada dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab.
PBF yang menyalurkan Narkotika harus memiliki tempat
penyimpanan Narkotika berupa gudang khusus. Dalam hal PBF
menyalurkan Narkotika dalam bentuk bahan baku dan obat jadi, gudang
harus terdiri atas gudang khusus Narkotika dalam bentuk bahan baku
dan gudang khusus Narkotika dalam bentuk obat jadi. Gudang khusus
untuk tempat penyimpanan Narkotika sebagaimana berada dalam
penguasaan Apoteker penanggung jawab.
42
PBF yang menyalurkan Psikotropika harus memiliki tempat
penyimpanan Psikotropika berupa gudang khusus atau ruang khusus.
Dalam hal PBF menyalurkan Psikotropika dalam bentuk bahan baku
dan obat jadi, gudang khusus atau ruang khusus harus terdiri atas
gudang khusus atau ruang khusus Psikotropika dalam bentuk bahan
baku dan gudang khusus atau ruang khusus Psikotropika dalam bentuk
obat jadi. Gudang khusus atau ruang khusus untuk tempat penyimpanan
Psikotropika berada dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab.
Instalasi Farmasi Pemerintah yang menyimpan Narkotika atau
Psikotropika harus memiliki tempat penyimpanan Narkotika atau
Psikotropika berupa ruang khusus atau lemari khusus. Ruang khusus
atau lemari khusus tempat penyimpanan Narkotika atau Psikotropika
berada dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab atau Apoteker
yang ditunjuk.
Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi
Farmasi Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan harus memiliki
tempatpenyimpanan Narkotika atau Psikotropika berupa lemari khusus.
Lemari khusus berada dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab.
Dokter praktik perorangan yang menggunakan Narkotika atau
Psikotropika untuk tujuan pengobatan harus menyimpan Narkotika atau
Psikotropika di tempat yang aman dan memiliki kunci yang berada di
bawah penguasaan dokter.
Industri Farmasi yang menggunakan Prekursor Farmasi dalam
bentuk bahan baku untuk memproduksi Prekursor Farmasi atau PBF
yang menyalurkan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku harus
memiliki tempat penyimpanan Prekursor Farmasi berupa gudang
khusus atau ruang khusus. Gudang khusus atau ruang khusus berada
dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab.
Industri Farmasi yang memproduksi Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi, PBF yang menyalurkan Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi, atau Instalasi Farmasi Pemerintah harus menyimpan
43
Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi dalam gudang penyimpanan
obat yang aman berdasarkan analisis risiko.
Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan harus menyimpan
Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi di tempat penyimpanan obat
yang aman berdasarkan analisis risiko.
e. Pemusnahan
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
hanya dilakukan dalam hal:
1) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang
berlakudan/atau tidak dapat diolah kembali.
2) Telah kadaluarsa.
3) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa
penggunaan.
4) Dibatalkan izin edarnya.
5) Berhubungan dengan tindak pidana.
Pemusnahan dilaksanakan oleh Industri Farmasi, PBF, Instalasi
Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, Dokter atau Toko Obat.
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang memenuhi
kriteria pemusnahan yang berada di Puskesmas harus dikembalikan
kepada Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah setempat. Instalasi Farmasi
Pemerintah yang melaksanakan pemusnahan harus melakukan
penghapusan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
yang berhubungan dengan tindak pidana dilaksanakan oleh instansi
pemerintah yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi harus dilakukan dengan tidak mencemari lingkungan
44
dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat.Pemusnahan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
a. Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas
pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik
perorangan menyampaikan surat pemberitahuan dan permohonan
saksi kepada:
1) Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan
Makanan, bagi Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat.
2) Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai
Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi Importir, Industri
Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi
Farmasi Pemerintah Provinsi.
3) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai
Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi
Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi
Farmasi Pemerintah Kabupaten/Kota, Dokter atau Toko Obat.
b. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan,
Dinas Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan
Makanan setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
menetapkan petugas di lingkungannya menjadi saksi pemusnahan
sesuai dengan surat permohonan sebagai saksi.
c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan.
d. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan
baku, produk antara, dan produk ruahan harus dilakukan sampling
untuk kepentingan pengujian oleh petugas yang berwenang
sebelum dilakukan pemusnahan.
e. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat
jadi harus dilakukan pemastian kebenaran secara organoleptis oleh
saksi sebelum dilakukan pemusnahan.
45
Dalam hal Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi dilakukan oleh pihak ketiga, wajib disaksikan oleh pemilik
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dan saksi. Penanggung
jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan yang
melaksanakan pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi harus membuat Berita Acara Pemusnahan.
Berita Acara Pemusnahan sebagaimana paling sedikit memuat:
1) Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan.
2) Tempat pemusnahan.
3) Nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas
distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter
praktik perorangan.
4) Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain
badan/sarana tersebut.
5) Nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
yang dimusnahkan
6) Cara pemusnahan
7) Tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas
distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/
dokter praktik perorangan dan saksi.
Berita Acara Pemusnahan dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan
tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal dan Kepala
Badan/Kepala Balai menggunakan contoh Formulir Berita Acara
Pemusnahan Resep.
f. Pencatatan dan Pelaporan
Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek,
Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau dokter praktik perorangan yang
melakukan produksi, Penyaluran, atau Penyerahan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib membuat pencatatan
46
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi.
Toko Obat yang melakukan penyerahan Prekursor Farmasi
dalam bentuk obat jadi wajib membuat pencatatan mengenai
pemasukan dan/atau pengeluaran Prekursor Farmasi dalam bentuk obat
jadi. Pencatatan sebagaimana paling sedikit terdiri atas:
1) Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi.
2) Jumlah persediaan.
3) Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan.
4) Jumlah yang diterima.
5) Tanggal nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan.
6) Jumlah yang disalurkan/diserahkan.
7) Nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau
penyaluran/penyerahan.
8) Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
Pencatatan yang harus dibuat sesuai dengan dokumen
penerimaan dan dokumen penyaluran termasuk dokumen impor,
dokumen ekspor dan/atau dokumen penyerahan.Seluruh dokumen
pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen penyaluran, dan/atau
dokumen penyerahan termasuk surat pesanan Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi wajib disimpan secara terpisah paling singkat 3
(tiga) tahun.
Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi wajib membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan produksi dan penyaluran produk jadi Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi setiap bulan kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.
PBF yang melakukan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi wajib membuat, menyimpan,
dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika,
47
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi setiap
bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan
Kepala Badan/Kepala Balai.
Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat wajib membuat, menyimpan,
dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.
Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah wajib membuat,
menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi
kepada KepalaDinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota setempat
dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat. Pelaporan paling
sedikit terdiri atas:
a. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika,
dan/atau Prekursor Farmasi.
b. Jumlah persediaan awal dan akhir bulan.
c. Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan.
d. Jumlah yang diterima.
e. Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran.
f. Jumlah yang disalurkan.
g. Nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran
dan persediaan awal dan akhir.
2.8 Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian(3)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
evaluasi mutu di apotek dilakukan terhadap:
2.8.1 Mutu Manajerial
a. Metode Evaluasi
1. Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan
kualitas pelayanan dengan pengukuran kinerja bagi yang
48
memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang
berkaitan dengan standar yang dikehendaki. Oleh karena
itu, audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi,
menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara sistematis.
Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil
monitoring terhadap proses dan hasil pengelolaan. Contoh:
a) Audit Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai lainnya (stock opname)
b) Audit kesesuaian SPO
c) Audit keuangan (cash flow, neraca, laporan rugi laba)
2. Review
Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan
Pelayanan Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar.
Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil
monitoring terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi dan
seluruh sumber daya yang digunakan. Contoh:
a) Pengkajian terhadap obat fast/slow moving
b) Perbandingan harga obat
3. Observasi
Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan
hasil monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan
Sediaan Farmasi. Contoh:
a) Observasi terhadap penyimpanan Obat
b) Proses transaksi dengan distributor
c) Ketertiban dokumentasi
b. Indikator Evaluasi Mutu
1. Kesesuaian proses terhadap standar
2. Efektifitas dan efisiensi
2.8.2 Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
a. Metode Evaluasi Mutu
49
1. Audit
Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil
monitoring terhadap proses dan hasil pelayanan farmasi
klinik. Contoh:
a) Audit penyerahan obat kepada pasien oleh Apoteker
b) Audit waktu pelayanan
2. Review
Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil
monitoring terhadappelayanan farmasi klinik dan seluruh
sumber daya yang digunakan. Contoh: review terhadap
kejadian medication error
3. Survei
Survei yaitu pengumpulan data dengan
menggunakan kuesioner.Survei dilakukan oleh Apoteker
berdasarkan hasil monitoring terhadap mutu pelayanan
dengan menggunakan angket/kuesioner atau wawancara
langsung. Contoh: tingkat kepuasan pasien
4. Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau
proses dengan menggunakan cek list atau perekaman.
Observasi dilakukan oleh berdasarkan hasil monitoring
terhadap seluruh proses pelayanan farmasi klinik. Contoh:
observasi pelaksanaan SPO pelayanan.
b. Indikator Evaluasi Mutu
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu
pelayanan adalah :
1. Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero deffect dari
medication error
2. Standar Prosedur Operasional (SPO): untuk menjamin mutu
pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
3. Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit
50
4. Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa
kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya
gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala,
memperlambat perkembangan penyakit.
2.9 Pelanggaran Apotek(4)
Berdasarkan berat dan ringannya pelanggaran, maka pelanggaran di
apotek dapat dikategorikan dalam dua macam. Kegiatan yang termasuk
pelanggaran berat apotek meliputi:
a. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis kefarmasian.
b. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpangan obat palsu atau gelap.
c. Pindah alamat apotek tanpa izin.
d. Menjual narkotika tanpa resep dokter.
e. Kerjasama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang
tidak berhak dalam jumlah besar.
f. Tidak menunjuk apoteker pendamping atau apoteker pengganti pada
waktu APA keluar daerah.
Kegiatan yang termasuk pelanggaran ringan apotek meliputi:
1. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping pada waktu APA tidak bisa
hadir pada jam buka apotek (apotek yang buka 24 jam).
2. Mengubah denah apotek tanpa izin.
3. Menjual obat keras kepada yang tidak berhak.
4. Melayani resep yang tidak jelas dokternya.
5. Menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum
dimusnahkan.
6. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada.
7. Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh apoteker.
8. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain.
9. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat.
10. Resep narkotika tidak dipisahkan.
11. Buku narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa.
51
12. Tidak mempunyai atau mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui
dengan jelas asal usul obat tersebut.
Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat
dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi
administratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 dan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 adalah :
1) Peringatan secara tertulis kepada APA secara 3 (tiga) kali berturut-turut
dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan.
2) Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam)
bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek.
Keputusan pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Menteri
Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.
3) Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek
tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan
dalam keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah
dipenuhi.
Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila
terdapat pelanggaran terhadap:
a) Undang–Undang Obat Keras (St.1937 No.541).
b) Undang–Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
c) Undang–Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
d) Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
52
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
3.1 Profil PT. Kimia Farma (Persero) Tbk
3.1.1 Sejarah
Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di
Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun
1817. Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien
Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi
atas eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun
1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan
sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara
Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16
Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan
Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia
Farma (Persero).
Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali
mengubah statusnya menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma
(Persero) Tbk, dalam penulisan berikutnya disebut Perseroan.
Bersamaan dengan perubahan tersebut, Perseroan telah dicatatkan
pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua
bursa telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia).
Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, Perseroan telah
berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan
terintegrasi di Indonesia. Perseroan kian diperhitungkan kiprahnya
dalam pengembangan dan pembangunan bangsa, khususnya
pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.
3.1.2 Struktur Organisasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk dipimpin oleh seorang
Direktur Utama yang membawahi 4 direktur, yaitu Direktur Supply
Chain, Direktur Pengembangan, Direktur Keuangan dan Direktur
Umum. Struktur organisasi PT. Kimia Farma (Persero) dapat dilihat
53
pada (Lampiran 1).
3.1.3 Visi dan Misi
a. Visi
Menjadi perusahaan healthcare pilihan utama yang
terintegrasi dan menghasilkan nilai yang berkesinambungan.
b. Misi
1) Melakukan aktivitas usaha di bidang-bidang industri kimia
dan farmasi, perdagangan dan jaringan distribusi, retail
farmsi dan layanan kesehatan serta optimalisasi aset.
2) Mengelola perusahaan secara Good Corporate Governance
(GCC) dan operational excellence didukung oleh SDM
profesional.
3) Memberikan nilai tambah dan manfaat bagi seluruh
stakeholder.
3.1.4 Budaya Perusahaan
Untuk mewujudkan visi dan misi PT. Kimia Farma
Diagnostika sebagai perusahaan jasa diperlukan budaya kerja yang
mengacu pada tata nilai dengan motto I CARE yang bermakna “Saya
Peduli” yaitu:
54
Mengutamakan pelanggan sebagai mitra kerja.
3) Accountable
Dengan senantiasa bertanggung jawab atas amanah yang
dipercayakan oleh perusahaan dengan memegang teguh
profesialisme, integritas dan kerja sama
4) Responsible
Memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat waktu,
tepat sasaran dan dapat diandalkan, serta senantiasa berusaha
untuk tegar dan bijaksana dalam menghadapi setiap masalah
5) Eco-Friendly
Menciptakan dan menyediakan baik produk maupun jasa
layanan yang ramah lingkungan.
3.1.5 Logo PT Kimia Farma (Persero) Tbk
55
2) Komitmen
Matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam
dari arah barat secara teratur dan terus menerus memiliki
makna adanya komitmen dan konsistensi dalam
manjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia
Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan.
3) Sumber energi
Matahari sumber energi bagi kehidupan dan
Kimia Farma baru memposisikan dirinya sebagai sumber
energi bagi kesehatan masyarakat.
4) Semangat yang abadi
Warna orange berarti semangat, warna biru
berarti keabadian. Harmonisasi antara kedua warna
tersebut menjadi satu makna yaitu semangat yang abadi.
b. Jenis huruf
Dirancang khusus untuk kebutuhan Kimia Farma
disesuaikan dengan nilai dan image yang telah menjadi
energi bagi Kimia Farma, karena prinsip sebuah identitas
harus berbeda dengan identitas yang telah ada.
c. Sifat huruf
1) Kokoh
Memperlihatkan Kimia Farma sebagai
perusahaan terbesar dalam bidang farmasi yang memiliki
bisnis hulu hingga hilir dan merupakan perusahaan
farmasi pertama yang dimiliki Indonesia.
2) Dinamis
Dengan jenis huruf italic, memperlihatkan
kedinamisan dan optimis.
3) Bersahabat
Dengan jenis huruf kecil dan
lengkung,memperlihatkan keramahan Kimia Farma
56
dalam melayani konsumennya dalam konsep Apotek
jaringan.
3.2 PT. Kimia Farma Apotek
PT.Kimia Farma Apotek adalah anak perusahaan yang dibentuk oleh
PT Kimia Farma untuk mengelola apotek-apotek milik perusahaan yang
ada. PT. Kimia Farma Apotek dalam upaya meningkatkan kontribusi
penjualan maka saat ini telah mengelola sebanyak 50 unit bisnis dan lebih
dari 900 Apotek Pelayanan yang tersebar diseluruh tanah air yang
memimpin pasar ritel farmasi dibidang perapotikan. Salah satu strategi PT
Kimia Farma Apotek dalam mengembangkan pasar adalah dengan
penambahan jumlah apotek baru dalam memanfaatkan momentum pasar
bebas.
Setiap unit bisnis membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang
berada dalam suatu wilayah. Unit bisnis bertugas menangani pembelian,
penyimpanan barang dan administrasi apotek pelayanan yang berada
dibawahnya. Fokus dari Apotek Pelayanan adalah pelayanan perbekalan
farmasi dan informasi obat pasien, sehingga pelayanan apotek yang
berkualitas dan berdaya saing mendukung dalam pencapaian laba melalui
penjualan setinggi-tingginya.
PT. Kimia Farma Apotek yang dahulu terkoordinasi dalam Unit
Apotek Daerah (UAD) sejak bulan Juli tahun 2004 dibuat dalam orientasi
bisnis manager dan apotek pelayanan sebagai hasil restrukturisasi organisasi
yang dilakukan. Manajemen PT. Kimia Farma Apotek melakukan
perubahan struktur (restrukturisasi) organisasi dan sistem pengelolaan
Sumber Daya Manusia (SDM) dengan pendekatan efisiensi, produktifitas,
kompetensi dan komitmen dalam rangka mengantisipasi perubahan yang
ada.
Salah satu perubahan yang dilakukan adalah dengan mengubah
persepsi dan citra lama tentang Kimia Farma. Dengan konsep baru bahwa
setiap apotek Kimia Farma bukan lagi terbatas sebagai gerai untuk jual obat,
tetapi menjadi pusat pelayanan kesehatan atau health center, yang didukung
57
oleh berbagai aktivitas penunjang seperti praktek dokter, dan gerai untuk
obat-obatan tradisional Indonesia seperti herbal medicine. Perubahan yang
dilakukan secara fisik antara lain dengan memperbaharui penampilan
eksterior dan interior dari apotek-apotek Kimia Farma yang tersebar di
seluruh Indonesia. Bersamaan itu diciptakan pula budaya baru di lingkungan
setiap apotek untuk lebih berorientasi kepada pelayanan konsumen, dimana
setiap apotek Kimia Farma haruslah mampu memberikan pelayanan yang
baik, penyediaan obat yang baik dan lengkap, berikut pelayanan yang cepat
dan terasa nyaman.
3.2.1 Visi dan Misi PT. Kimia Farma Apotek
a) Visi
Menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang
terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan
masyarakat di Indonesia.
b) Misi
Menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan yang
berkelanjutan berbasis teknologi, informasi, komunikasi,
melalui:
1. Pengembangan layanan kesehatan yang terintegrasi meliputi
apotek, klinik, laboratorium klinik, optik, alat kesehatan,
dan layanan kesehatan lainnya.
2. Saluran distribusi utama produk sendiri dan pilihan utama
saluran distribusi produk prinsipal.
3. SDM yang memiliki kompetensi, komitmen, dan integritas
tinggi.
4. Pengembangan bisnis baru.
5. Peningkatan pendapatan lainnya (free base income).
3.2.2 Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek
PT. Kimia Farma Apotek dipimpin oleh seorang Direktur
Utama (Manager Director) yang membawahi Direktorat Operasional,
Direktorat Keuangan dan Direktorat Sumber Daya Manusia memiliki
58
fungsinya masing-masing. Kegiatan yang dilakukan di Apotek
Kimia Farma yang ada di setiap wilayah, dibantu melalui Business
Manager yang membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada
dalam suatu wilayah. Business Manager bertugas menangani
pembelian, penyimpanan barang dan administrasi Apotek Pelayanan
yang berada di bawahnya, dapat dilihat pada (Lampiran 2).
Dengan adanya unit BM, diharapkan pengelolaan aset dan
keuangan dari Apotek dalam satu area menjadi lebih efektif dan
efisien serta mudah dalam pengambilan keputusan-keputusan yang
menyangkut antisipasi dan penyelesaian masalah. Secara umum
keuntungan yang diperoleh melalui konsep BM adalah:
a) Koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah.
b) Apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan,
sehingga mutu pelayanan akan meningkat yang diharapkan akan
berdampak pada peningkatan penjualan.
c) Merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang
diharapkan berimbas pada efisiensi biaya administrasi.
d) Meningkatkan bargaining dengan pemasok untuk memperoleh
harga yang lebih murah, dengan maksud agar dapat
memperbesar range margin atau HPP rendah.
3.3 Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan
Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan merupakan salah satu unit
usaha dari PT. Kimia Farma Apotek yang khusus bersifat pelayanan kepada
masyarakat dimana kegiatan administrasi dilakukan oleh Unit Bisnis Depok
yang berada di Jalan Kejayaan Raya Blok IX, Nomor 2, Depok. Saat ini,
Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan dikelolah oleh Ibu Winda
Werdhinindah, S. Farm., Apt sebagai Pharmacy Manager.
3.3.1 Struktur Organisasi
Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan dipimpin oleh
seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau disebut juga
Pharmacist Manager (PhM) yang telah memiliki Surat Izin Praktik
59
Apoteker (SIPA). Dibantu oleh Apoteker Pendamping, Tenaga
Teknis Kefarmasian oleh Asisten Apoteker (AA), dan Tenaga non
Teknis Kefarmasian seperti SPG, Satpam dan Cleaning Service,
dapat dilihat pada (Lampiran 3).
Adapun pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing
adalah sebagai berikut:
1. Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan dipimpin oleh
seorang APA yaitu Ibu Winda Werdhinindah, S. Farm., Apt
yang telah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, yaitu memiliki surat izin kerja dan telah mengucap
sumpah. APA bertanggung jawab penuh terhadap semua
kegiatan yang terjadi di apotek, baik di bidang teknis
kefarmasian (seperti kegiatan pelayanan kefarmasian) maupun
non-teknis kefarmasian (bidang administrasi dan bidang
ketenagakerjaan). APA sebagai manager pelayanan di Apotek
bertanggung jawab secara langsung kepada Manager Bisnis.
Tugas dan tanggung jawab apoteker pengelola apotek
adalah:
a) Memimpin, menentukan kebijaksanaan, melaksanakan
pengawasan dan pengendalian apotek sesuai dengan
undang-undang yang berlaku.
b) Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
(RKAP) sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan oleh
perusahaan antara lain menentukan target yang akan
dicapai, kebutuhan sarana, personalia dan anggaran dana
yang dibutuhkan.
c) Menyusun program kerja karyawan untuk mencapai sasaran
yang ditetapkan.
d) Memberikan pelayanan informasi obat dan perbekalan
farmasi kepada pasien, dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
60
e) Mengelola dan mengawasi persediaan perbekalan farmasi di
apotek untuk memastikan ketersediaan barang atau obat
sesuai dengan kebutuhan dan rencana yang telah ditetapkan.
f) Menguasai dan melaksanakan peraturan perundang-
undangan farmasi yang berlaku, seperti pelaporan bulanan
narkotika.
g) Memberikan laporan berkala tentang kegiatan apotek secara
keseluruhan kepada Manager Bisnis Depok.
2. Apoteker Pendamping
Apoteker Pendamping di Apotek Kimia Farma No.202
Kejayaan yaitu Mutia Karlina, S. Farm.,Apt dan Ekfial
Kolobinti, S.Farm.,Apt. Apoteker dibantu oleh seorang
pendamping apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan
dalam melakukan tugasnya pada jam buka apotek. Apoteker
pendamping ini bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas APA.
Tugas Apoteker pendamping adalah mengawasi secara langsung
pelayanan dan teknis farmasi dan memberikan informasi obat
kepada pasien, baik secara mandiri maupun bekerja sama
dengan dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
3. Asisten Apoteker (AA)
Tugas dan tanggung jawab asisten apoteker secara garis
besar terbagi menjadi 2 (dua), yaitu :
a) Pelayanan (Penjualan)
Tugas pokok pelayanan (penjualan) adalah:
1) Melayani resep tunai dan kredit serta memasukkan data
pasien dan resep di komputer.
2) Memeriksa ketersediaan obat dan perbekalan farmasi
lainnya berdasarkan resep yang diterima.
3) Mengatur dan menyusun penyimpanan obat dan
perbekalan farmasi lainnya di ruang peracikan
berdasarkan jenis dan sifat barang yang disusun secara
61
alfabetis dan berurutan serta mencatat keluar masuknya
barang di kartu stok.
4) Menyiapkan dan meracik obat sesuai dengan resep
dokter, yaitu menghitung dosis, menimbang bahan,
menyiapkan obat, mengemas dan memberikan etiket.
5) Membuat kwitansi atau salinan resep untuk obat yang
hanya ditebus sebagian atau bila diperlukan pasien.
6) Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan pada
pasien, meliputi etiket (nama pasien, nomor utut,
tanggal resep, tanggal daluwarsa), nama dan jumlah
obat, bentuk sediaan, aturan pakai dan salinan resep.
7) Menyerahkan obat dan perbekalan farmasi lainnya serta
memberikan informasi yang harus diberikan kepada
pasien
b) Pengadaan
Tugas pokok pengadaan adalah:
1) Mencatat dan merencanakan barang yang akan dipesan
berdasarkan defekta dari bagian peracikan maupun
penjualan bebas. Jenis barang yang akan dipesan
disusun dalam Bon Permintaan Barang Apotek
(BPBA). Melakukan pemesanan barang yang telah
direncanakan ke unit bisnis menggunakan BPBA.
2) Memeriksa kesesuaian antara faktur pembelian asli,
salinannya, jumlah barang, harga dan potongan.
3) Menerima barang dari administrator atau distributor
langsung, memeriksa kesesuaian barang yang diterima.
4) Mencatat barang yang sudah diterima dan mencocokan
dengan BPBA.
4. Petugas HV (Hand Verkoop) /OTC (Over The Counter) Petugas
HV/OTC bertanggung jawab untuk :
62
a) Melayani penjualan obat bebas, obat bebas terbatas serta
barang lain yang dijual bebas dengan menggunakan bon
penjualan bebas.
b) Menerima pembayaran tunai dari semua transaksi yang
terjadi dari penjualan bebas dan alat kesehatan.
c) Menjaga kebersihan dan menata ruangan penjualan bebas
3.3.2 Lokasi dan Tata Ruang Apotek
a. Lokasi
Apotek ini berlokasi di Jalan Kejayaan Raya Blok IX,
No. 2, Depok yang berada pada lokasi yang strategis. Disekitar
Apotek terdapat Rumah sakit yang berpotensi meningkatkan
pemasukan apotek yakni RS Hermina Depok dan RS Hasanah
Graha Afiah. Apotek ini terletak pada tepi jalan raya dua arah
yang dapat dilalui oleh kendaraan umum dan pribadi, serta
berada dekat dengan pemukiman penduduk, pusat perbelanjaan.
Area parkir terletak di depan dan dikhususkan bagi pelanggan
apotek.
Desain apotek dibuat sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan oleh PT. Kimia Farma Apotek. Bagian paling depan
apotek dilengkapi dengan papan iklan Kimia Farma berwarna
biru tua dan logo berwarna jingga untuk tulisan “Kimia Farma”.
Hal ini dibuat dengan tujuan agar masyarakat lebih mudah untuk
menemukan Apotek Kimia Farma.
b. Tata Ruang Apotek
Apotek terdiri atas 1 Lantai yang dibagi menjadi
beberapa ruangan, yaitu ruang apotek pelayanan, ruang praktek
dokter umum, ruang praktek dokter anak, ruang praktek dokter
THT dan ruang praktek dokter gigi. Tata ruang Apotek memiliki
konsep semi terbuka sehingga pasien dapat melihat langsung
apa yang sedang dilakukan oleh pegawai apotek kecuali ruangan
peracikan dan administrasi. Desain bagunan apotek yang
63
menggunakan kaca di bagian depan apotek dimaksudkan agar
menarik perhatian pengguna jalan yang melewati apotek, selain
itu agar mempermudah masyarakat untuk melihat kondisi di
dalam apotek.
1) Swalayan Farmasi
Swalayan farmasi terdiri dari perbekalan kesehatan
yang dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter. Area
swalayan farmasi terletak di sebelah kiri dari pintu masuk.
Selain produk obat, swalayan farmasi di apotek kimia farma
menawarkan produk non farmasi seperti kosmetik, produk
susu, perlengkapan bayi, alat kesehatan, dan minuman.
Swalayan farmasi didesain sedemikian rupa agar
dapat memberikan kenyamanan dan kebebasan tersendiri
bagi pelanggan apotek untuk memilih barang yang
diinginkan baik dengan maupun tanpa bantuan informasi
dari petugas apotek. Pelanggan juga menjadi lebih
terdorong untuk meningkatkan membelanjakan uangnya
untuk keperluan lain yang tersedia di swalayan farmasi
sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan
apotek. Hal ini jarang terjadi di apotek konvensional dimana
pelanggan hanya dapat mencari barang yang dibutuhkan
melalui petugas di loket.
2) Ruang Tunggu
Ruang Tunggu terdapat di sebelah kiri dari area
pelayanan yang dilengkapi dengan televisi, brosur dan AC
untuk membuat pasien merasa nyaman menunggu, selain itu
juga terdapat lemari pendingin berisi minuman ringan yang
dapat dibeli oleh pelanggan.
3) Area Pelayanan
Area pelayanan terdiri dari tempat penerimaan resep
sekaligus kasir, tempat penyiapan obat, tempat penyerahan
64
obat, skrining resep dan tempat pembelian HV (hand
verkoop) atau obat – obat OTC (over the counter). Antara
pelanggan dengan bagian dalam area pelayanan dibatasi
oleh meja berbentuk huruf L dengan tinggi setara dada
orang dewasa. Terdapat 3 counter untuk penerimaan resep
maupun pelanggan yang membeli obat-obat HV, masing-
masing counter memiliki komputer yang berfungsi untuk
memeriksa ketersediaan barang dan menginformasikan
harga obat kepada pasien sehingga memudahkan pelayanan
dan menghindari antrian yang panjang.
4) Tempat Penyimpanan Obat
Di bagian dalam area pelayanan apotek terdapat
lemari obat sebagai tempat penyimpanan obat yang disusun
di rak obat. Di ruangan ini dilakukan proses pembacaan
resep, penyiapan obat, dan pembuatan etiket. Ruangan ini
dilengkapi dengan lemari obat–obat, meja serta kursi untuk
menulis etiket, kemasan, label, lembar copy resep, dan
kuitansi. Penempatan obat di rak disusun berdasarkan
bentuk sediaan (padat, semi padat, cair oral, caair topikal),
dan penyusunan obat dilakukan secara farmakologis (kelas
terapi) dan alfabetis agar mempermudah dalam pencarian
dan penyimpanan. Obat dengan bentuk solid (tablet dan
kapsul dalam strip atau blister) disusun di rak yang dapat
diputar sehingga dapat menghemat tempat untuk meletakan
obat. Untuk obat-obat yang tidak stabil pada suhu ruangan,
penyimpanannya diletakkan di dalam lemari pendingin
yang memiliki pengatur suhu.
Obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan
terpisah pada lemari yang tidak dapat digeser, tertempel di
dinding diatas tempat peracikan obat, terbuat dari kayu,
65
memiliki dua bagian, dan masing-masing memiliki kunci
yang berbeda.
Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan memiliki
fasiltas gudang penyimpanan obat, yang digunakan untuk
menyimpan sisa obat yang tidak cukup untuk disimpan pada
rak obat yang berada diruang penyimpanan.
5) Tempat Peracikan
Tempat peracikan obat berada di bagian belakang
tempat pelayanan yang di tutup dengan lemari penyimpanan
obat. Di dalam ruangan ini dilakukan penimbangan,
peracikan, dan pengemasan obat–obat racikan. Ruangan ini
dilengkapi fasilitas untuk peracikan seperti timbangan,
lumpang, bahan baku, cangkang kapsul, kertas puyer
berlogo Kimia Farma, kertas perkamen, mesin press untuk
kertas puyer, dan mesin penggerus (pulverizer).
6) Ruang Apoteker Pengelola Apotek
Ruangan ini digunakan oleh Apoteker Pengelola
Apotek untuk melakukan tugas dan tangung jawabnya,
ruangan ini terletak di bagian belakang. Terdapat satu
komputer yang terletak di meja Apoteker serta digunakan
untuk administrasi apotek
7) Ruang penunjang lain
Ruang penunjang lainnnya terdiri dari tempat parkir,
toilet, musollah, dapur dan ruang makan untuk karyawan.
3.4 Kegiatan Operasional Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan
Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan memberikan pelayanan 24
jam setiap hari. Kegiatan pelayanan dibagi menjadi dalam 5 shiftt yaitu
shiftt pertama pukul (07.00-15.00WIB), shift kedua pukul (11.00-19.00WIB)
shift ketiga pukul (12.00-20.00WIB), shift keempat pukul (15.00-23.00WIB),
shift kelima pukul (23.00-0700WIB). Adapun kegiatan praktek kerja
kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan meliputi
66
pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan kefarmasian, kegiatan non
pelayanan kefarmasian.
3.4.1 Kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi Apotek Kimia Farma
No. 202 Kejayaan
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang akan dipesan
kepada distributor sesuai dengan jumlah yang diperlukan untuk
periode waktu tertentu yang akan dipesan kepada distributor
atau PBF untuk kebutuhan jangka waktu tertentu. Perencanaan
barang Apotek di Kimia Farma No. 202 Kejayaan dilakukan
berdasarkan analisis pareto, buku defecta dan buku penolakan.
Pareto adalah metode pembuatan grup atau
penggolongan berdasarkan peringkat Analisis Pareto merupakan
cara perencanaan pengadaan barang berdasarkan effort dan
result dari nilai tertinggi hingga terendah. Dilakukan analisa
jumlah dan jenis barang yang dibutuhkan melalui sistem pareto.
Dengan demikian dapat segera diketahui jenis obat yang bersifat
slow moving maupun fast moving sehingga pembelian barang
menjadi lebih efektif. Pareto dibagi menjadi 3, yaitu:
Pareto A : Pemesanan 1-80% total item menghasilkan 80%
omset.
Pareto B : Pemesanan 81-90 % total item menghasilkan 15
% omset.
Pareto C : Pemesanan 91-100 % total item menghasilkan
5% omset.
Buku defekta merupakan buku yang berisi catatan
sediaan farmasi yang akan habis atau sudah habis persediaanya
di apotek. Pencatatan terhadap buku defekta dilakukan setiap
hari oleh petugas dengan cara memeriksa barang yang kosong
atau hampir habis.
67
Buku penolakan merupakan buku yang berisikan nama
obat yang habis dan atau menolak permintaan / kebutuhan
pasien.
2. Pengadaan
Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan yang
bertujuan agar tersedia sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis
yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Pengadaan
yang efektif harus menjamin ketersediaan dalam jenis dan
jumlah yang tepat dengan harga yang ekonomis dan memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Kegiatan
pengadaan yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 202
Kejayaan, meliputi :
a) Pengadaan Min-Max
Pengadaan yang dilakukan sesuai dengan
pengolahan dari sistem KIS (Kimia Farma Information
System) yang diolah oleh bagian pengadaan BM kepada UB
Regional setempat sesuai dengan riwayat penjualan.
Pengadaan Min-Max dilakukan dengan mengambil data 3
bulan terakhir.
b) Pengadaan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA)
Pengadaan BPBA yaitu permintaan barang yang
berada di golongan pareto dan barang yang sudah habis stok
namun tidak dikirimkan pada system Min-Max. Bon
Permintaan Barang Apotek (BPBA), pada akhir minggu
BPBA divalidasi, selanjutnya BPBA dikirim ke Business
Manager (BM) secara online. BM akan merekap
permintaan tesebut dan akan membuat Surat Pesanan (SP)
ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang telah dipilih. PBF
akan mengirim barang-barang yang dipesan ke apotek
Kimia Farma 366 Maharaja yang disertai dengan faktur
pembelian.
68
c) Dropping antar apotek
Dropping adalah istilah yang digunakan untuk
peminjaman sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang
dilakukan ke apotek Kimia Farma lain dengan
menggunakan BPBA. Dropping dilakukan jika barang yang
diminta tidak dapat dipenuhi karena tidak adanya
persediaan barang. Hal ini dilakukan untuk menghindari
penolakan resep. Pengadaan seperti ini memberikan
keuntungan menurunnya kejadian penolakan resep sehingga
bertambahnya loyalitas pasien karena ketersediaan barang.
d) Pembelian/Pengadaan Mendesak (CITO)
Pengadaan perbekalan farmasi yang dapat dilakukan
kapan saja, karena dibutuhkan segera (cito) oleh pasien.
Pengadaan cito ini dilakukan jika apotek kami sudah
meminta dropping ke apotek kimia farma lain ataupun
pembelian mendesak tetap sulit dilakukan dan jika ada
permintaan pembelian sediaan farmasi dari pasien yang
sangat banyak yang menyebabkan stok pesediaan barang
kita menjadi kosong sedangkan barang tersebut termasuk
fast moving maka dapat dilakukan pemesanan cito. Proses
pemesanan hampir sama dengan pesanan rutin, harus dibuat
BPBA yang kemudian dikirim ke Business Manager untuk
dibuatkan surat pesanan. Tetapi pada pemesanan ini dapat
dilakukan kapanpun di luar hari pengadaan rutin.
Bagian pembelian Business Manager membuat surat
pesanan yang berisi nama distributor, nama barang,
kemasan, jumlah barang dan potongan harga yang
kemudian ditandatangani oleh bagian pembelian dan
Manager Apotek Pelayanan. Surat pesanan dibuat rangkap
dua untuk dikirim ke pemasok dan untuk arsip apotek.
69
Pemasok akan mengantar langsung barang yang
dipesan melalui bagian pembelian BM ke apotek pelayanan
yang bersangkutan disertai dengan dokumen faktur dan SP
(surat pesanan). Setelah dilakukan pengecekan, faktur di
entry oleh Apotek Pelayanan kemudian dikirim ke Business
Manager bagian hutang atau pemasok mengantarkan barang
ke gudang BM.
Selain pengadaan diatas Apotek Kimia Farma juga
melakukan pengadaan dengan sistem konsinyasi.
Konsinyasi merupakan bentuk kerjasama yang biasanya
dilakukan untuk produk atau obat-obat baru, barang
promosi, alat kesehatan, food supplement. Konsinyasi
dilakukan dengan cara menitipkan produk dari perusahaan
kepada Kimia Farma, kemudian setiap bulannya dilakukan
pengecekan dari pihak perusahaan untuk mengetahui
jumlah produk yang terjual. Barang konsinyasi ini apabila
tidak laku, maka dapat diretur dan yang difakturkan untuk
dibayar adalah barang yang terjual saja.
Pengadaan dengan sistem satu pintu yang dilakukan
secara terpusat oleh Business Manager ini memberikan
beberapa keuntungan, yaitu apotek tidak perlu membeli
barang dalam kemasan utuh (box); efisiensi tempat karena
apotek pelayanan tidak memerlukan gudang; efisiensi SDM
karena apotek pelayanan dapat meminimalkan tenaga kerja
yang diperlukan untuk mengatur kegiatan pembelian,
penyimpanan, keuangan dan administrasi; penyediaan
barang lebih terkoordinir baik jumlah maupun sistem
pembayarannya; memungkinkan untuk mendapat diskon
besar karena pembelian dalam jumlah banyak; jika terdapat
kelebihan barang tertentu dapat dialihkan ke Apotek Kimia
Farma lainnya sehingga dapat dimanfaatkan oleh apotek
70
yang bersangkutan serta mengurangi kerugian dan
mencegah terjadinya barang sisa akibat salah peramalan dan
kadaluarsa. Selain itu dengan sistem terpusat ini Apotek
Kimia Farma dapat fokus menjalankan perannya sebagai
sarana pelayanan kesehatan dan dapat mengoptimalkan
pelayanannya untuk masyarakat.
e) Pengadaan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Pemesanan Narkotika dilakukan dengan pesanan
tertulis melalui Surat Pesanan Narkotika (Lampiran ) ke
PBF PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Surat Pesanan
Narkotika harus ditandatangani oleh Apoteker Penanggung
Jawab dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, SIA,
dan stempel apotek. Satu Surat Pesanan terdiri dari rangkap
empat dan hanya dapat memesan satu jenis obat Narkotika.
Untuk obat golongan psikotropika dapat dipesan di PBF
resmi, dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika
(Lampiran 8) model khusus dan ditandatangani oleh
Apoteker Penanggung Jawab dengan mencantumkan nomor
SIPA. Surat pemesanan psikotropika ini dibuat rangkap dua
dan berbeda dengan surat pesanan narkotika, surat pesanan
obat psikotropika dapat digunakan untuk memesanan
beberapa jenis psikotropika. Menurut UU No. 3 Tahun 2015
mengenai Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi,
pengadaan obat-obat Prekursor, yakni zat atau bahan
pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai
bahan baku untuk keperluan proses produksi industri
farmasi, produk antara, produk ruahan, dan atau produk jadi
yang mengandung ephedrine, pseudoephedrine,
norephedrine atau phenylpropanolamine, ergotamin,
ergometrine, dan kalium permanganat, diwajibkan
71
menggunakan surat pesanan khusus. Dalam satu surat
pesanan prekursor (Lampiran) dapat digunakan untuk satu
atau beberapa jenis prekursor.
3. Penerimaan
Setiap barang yang datang di Apotek Kimia Farma No.
202 Kejayaan yang berasal dari distributor dilakkan penerimaan
dan pemeriksaan terhadap barang-barang tersebut. Perbekalan
farmasi yang telah dipesan akan dikirim ke apotek disertai faktur
sebanyak 2 rangkap atau lebih yang ditandatangi oleh petugas
penerima dan diberi stempel apotik. Lembar faktur asli disimpan
sebagai arsip apotek dan 1 foto copy atau sisanya untuk
distributor sebagai bukti serah terima barang dari distributor ke
Apotek. Kemudian petugas apotek melakukan pemeriksaan
terhadap barang yang diterima meliputi nama, kemasan, jumlah,
tanggal kadaluarsa, nomor batch dan kondisi barang serta
dilakukan pencocokan antara faktur dengan surat pesanan yang
meliputi nama, kemasan, jumlah, harga barang, diskon serta
nama distributor.
4. Penyimpanan
Barang yang datang setelah diperiksa kelengkapannya,
langsung disimpan di ruang penyimpanan barang untuk
pelayanan resep dan di swalayan farmasi. Penyimpanan Barang
meliputi :
a) Penyimpanan obat di ruang penyimpanan
Setiap obat dimasukkan dalam sebuah kotak dan
disusun secara alfabetis dalam rak penyimpanan obat. Rak
penyimpanan obat dikelompokkan berdasarkan bentuk
sediaan seperti sediaan padat (tablet dan kapsul), sediaan
semi padat (salep, krim dan gel), sediaan cair (sirup, larutan,
suspensi), sediaan tetes mata/telinga/hidung, salep mata,
inhaler/spray dan sediaan injeksi, efek farmakologi, first
72
expired first out (FEFO), first in first out (FIFO), serta
berdasarkan kelompok obat tertentu seperti obat generik,
obat narkotika dan psikotropika. Selain itu terdapat pula
lemari es untuk menyimpan obat-obat seperti suppositoria,
ovula dan insulin serta terdapat meja untuk menulis etiket
dan aktivitas penyiapan obat lain sebelum diserahkan
kepada pasien.
Tiap kotak obat diberi identitas berupa nama obat,
dosis, bentuk sediaan dan/atau nama pabrik, juga dilengkapi
dengan kartu stok masing-masing obat untuk mencatat
keluar masuknya barang.
b) Penyimpanan obat/barang di swalayan farmasi
Obat/barang yang disimpan di swalayan farmasi
adalah obat/barang yang dapat dibeli secara bebas. Produk-
produk yang ada di swalayan farmasi ditempatkan
berdasarkan kelompok tertentu misalnya obat-obat bebas
dan bebas terbatas (medicine), traditional medicine,
suplemen makanan (food suplement), vitamin, personal
care, Milk and Nutrition, sediaan kosmetik, sediaan topikal,
produk dan perlengkapan bayi, alat kesehatan.
c) Penyimpanan dokumen
Dokumen sebagai arsip apotek disimpan dalam
jangka waktu lima tahun. Untuk resep penyimpanan disusun
berdasarkan tanggal dan nomor resep untuk mempermudah
penelusuran resep apabila diperlukan, baik untuk
kepentingan pasien maupun untuk pemeriksaan. Resep yang
mengandung narkotika atau psikootropika disimpan
terpisah, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam
sistem pelaporan narkotika dan psikotropika. Setelah lima
tahun, resep dapat dimusnahkan dengan cara dibakar dan
dibuatkan berita acara pemusnahan resep.
73
5. Pemusnahan
Produk farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat sesuai
dengan standar yang berlaku harus dimusnahkan. Beberapa hal
yang harus diperhatikan pada pemusnahan sediaan farmasi
antara lain:
a) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai
dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat
kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b) Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak selain narkotika
dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan
oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin
praktik atau surat izin kerja.
c) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima)
tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan
oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas
lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan
lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan
Resep selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota.
d) Prosedur pemusnahan narkotika dan/atau psikotropika
dilakukan sebagai berikut:
1) APA (Apoteker Pengelola Apotek) membuat dan
menandatangani surat permohonan pemusnahan
narkotika dan/atau psikotropika yang berisi jenis dan
jumlah yang rusak atau tidak memenuhi syarat.
2) Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA
(Apoteker Pengelola Apotek) dikirimkan ke BPOM.
BPOM akan menetapkan waktu dan tempat
pemusnahan.
74
3) Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri
dari APA, Asisten Apoteker, Petugas BPOM, dan
Kepala Suku Dinas Kesehatan Kabutaten/ Kota
setempat.
4) Bila pemusnahan telah dilaksanakan, dibuat Berita
Acara Pemusnahan yang berisi :
Hari, tanggal, bulan, tahun dan tempat dilakukannya
pemusnahan
Nama, jenis dan jumlah narkotika yang
dimusnahkan
Cara pemusnahan
Petugas yang melakukan pemusnahan
Nama dan tandatangan Apoteker Pengelola Apotek
Berita acara tersebut dibuat dengan tembusan :
Kepala Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
DKI Jakarta.
Arsip apotek.
6. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis
dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui
pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan
pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa,
kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian di apotek
kimia Farma No. 202 Kejayaan dilakukan dengan cara
melakukan uji petik dan Stock opname (SO).
Uji petik merupakan uji untuk memastikan bahwa data
stok barang dikomputer sama dengan jumlah fisik yang ada di
Apotek. Uji petik dilakukan setiap hari dan minimal 20 item
75
setiap harinya, jika ditemukan ketidaksesuaian maka perlu
dilakukan penelusuran terhadap masalah tersebut.
Stock Opname (SO) sama dengan uji petik untuk
memastikan bahwa data stok barang dikomputer sama dengan
jumlah fisik yang ada di Apotek. Uji petik didokumentasikan
dalam buku khusus uji petik sedangkan Stock opname (SO)
dibuatkan lembar khusus Stock opname (SO) dan dicatat dalam
kartu stok obat menggunakan kartu stok baik dengan cara
manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat
nama obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah
pengeluaran dan sisa persediaan. Fungsi Stock Opname, antara
lain :
a) Mengetahui jumlah persediaan barang yang sebenarnya
yang ada di apotek.
b) Menganalisa jika ada kemungkinan terjadinya mutasi
barang yang tidak seharusnya.
c) Mendapatkan informasi obat yang akan expired date atau
tidak laku.
7. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu
stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan
lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No.
202 Kejayaan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
Pelaporan internal meliputi laporan stock opname, laporan
kegiatan apotek, laporan keuangan, barang dan laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
76
perundang-undangan, meliputi laporan narkotika dan
psikotropika yang dilakukan setiap bulan (Lampiran 9).
Adapun cara pelaporan Narkotika dan Psikotropika,
yaitu:
a) Via Online (SIPNAP)
1) Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan setiap bulan
mengirim data pemakaian narkotika atau psikotropika
ke website sipnap.binfar.depkes.go.id dibuat sebelum
tanggal 10.
2) Didalam web tersebut diisi stok awal obat golongan
Narkotika atau Psikotropika, obat yang datang atau
jumlah pemasukan (yang meliputi pemasukan dari PBF
atau dari sarana), obat yang keluar atau jumlah
pengeluaran (yang meliputi pengeluaran untuk resep
atau untuk sarana), dan pemusnahan.
b) Dengan Cara Manual
1) Terdapat tabel obat narkotika atau psikotropika yang
didalamnya memuat saldo awal, masuk, keluar, saldo
akhir.
2) Kemudian apotek mengisi daftar tabel tersebut.
3) Hard copy dari pelaporan narkotika atau psikotropika
dikirm ke BM (Bisnis Manager).
4) Kemudian BM (Bisnis Manager) akan mengirim hard
copy tersebut ke Dinas Kesehatan.
3.4.2 Pelayanan Kefarmasian Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan
1. Pengkajian Resep dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian resep di apotek Kimia Farma No.
202 Kejayaan meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan
pertimbangan klinis.
Kajian administratif meliputi :
a) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
77
b) Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat,
nomor telepon dan paraf
c) Dan tanggal penulisan resep
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi
a) Bentuk dan kekuatan sediaan
b) Stabilitas
c) Kompatibilitas (ketercampuran obat)
Pertimbangan klinis meliputi :
a) Ketepatan indikasi dan dosis obat.
b) Aturan, cara dan lama penggunaan obat
c) Duplikasi dan/atau polifarmasi
d) Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping
obat)
e) Kontraindikasi
f) Interaksi obat
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis
habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan
disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan
resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan
pemberian obat (medication eror).
Pelayanan resep di Apotek Kimia Farma No. 202
Kejayaan terbagi atas pelayanan resep tunai dan pelayanan resep
kredit yang disertai kegiatan pengkajian resep serta pengelolaan
resep.
1) Pelayanan Resep Tunai
Pelayanan resep tunai adalah pelayanan resep yang
pembayarannya dilakukan secara tunai. Penjualan obat
dengan resep tunai dilakukan terhadap pelanggan yang
langsung datang ke apotek untuk menebus obat yang
78
dibutuhkan dan dibayar secara tunai. Prosedur pelayanan
resep tunai adalah sebagai berikut:
a. Pada bagian penerimaan resep, Apoteker/ Asisten
Apoteker menerima resep dari pasien/keluarga pasien,
lalu
memeriksa kelengkapan dan keabsahan resep.
b. Asisten Apoteker akan memeriksa ketersediaan obat
dalam persediaan. Bila obat tidak tersedia atau kosong,
maka dilihat stock obat yang ada di kimia farma lainnya
dan atau menawarkan obat lain yang memiliki
kandungan yang sama dan bertanya kepada pasien/
keluarga jikalau setuju atau tidak. Bila obat yang
dibutuhkan tersedia, selanjutnya dilakukan pemberian
harga dan diberitahukan kepada pasien/keluarga pasien.
Setelah disetujui oleh pasien/keluarga pasien, petugas
apotek akan meminta nomor telepon dan alamat pasien
sebagai arsip dan segera dilakukan pembayaran tunai
atau menggunakan debet/kredit card atas obat pada
bagian kasir. Bila obat hanya diambil sebagian, maka
petugas membuat Salinan resep untuk pengambilan
sisanya. Bagi yang memerlukan kwitansi dapat pula
dibuatkan kwitansi dan Salinan resep dibelakang
kwitansi.
c. Setelah dilakukan pembayaran, pasien diberikan struk
pembayaran, dan menunggu di ruang tunggu apotek.
d. Kasir menyerahkan resep kepada bagian peracikan atau
penyiapan obat. Selanjutnya asisten apoteker pada
bagian peracikan obat atau penyiapan obat akan
meracik dan menyiapkan obat sesuai dengan resep.
e. Setelah selesai disiapkan obat diberi etiket dan dikemas
79
f. Sebelum obat diberikan dilakukan pemeriksaan
kembali meliputi resep, nama pasien, kebenaran obat,
jumlah dan etiketnya.
g. Obat diserahkan kepada pasien/keluarga pasien sesuai
dengan resep, lalu memberikan Pelayanan Informasi
Obat (PIO)/ konseling kepada pasien.
2) Pelayanan resep kredit
Pelayanan resep yang pembayarannya dilakukan
secara kredit. Penagihan biaya resep kredit dilakukan oleh
BM kepada instansi yang telah bekerja sama. Prosedur
pelayanan resep kredit hampir sama dengan pelayanan resep
tunai. Perbedaannya hanya terletak pada pemberian harga
dan cara bayarnya. Dimana untuk resep kredit ini pasien
tidak membayar langsung tetapi cukup menunjukan kartu
identitas kepegawaian kepada petugas apotek dan
memenuhi administrasinya. Pelayanan resep kredit
diantaranya:
a. Sebelum dilakukan pengambilan obat petugas
melakukan pengecakan resep apakah telah sesuai
dengan persetujuan klaim dari perusahaan yang
bersangkutan.
b. Resep diperiksa kelengkapannya dan diperiksa apakah
obat berada dalam formularium instansti tersebut. Jika
sesuai resep langsung dikerjakan oleh petugas apotek,
namun jika ada obat diluar formularium, maka petugas
akan melakukan konfirmasi kembali dengan pasien.
Selanjutnya, pasien memutuskan penebusan obat diluar
formularium dengan membayar tunai obat tersebut,
atau konfirmasi kepada dokter dengan obat lain yang
memiliki kandungan yang sama yang ada dalam
formularium.
80
c. Apabila stok kurang untuk memenuhi kebutuhan
pasien, maka obat akan di catat dalam buku bon obat,
dan pasien akan diberikan nota obat yang berlaku 15
hari sejak tanggal resep. Pasien akan dihubungi jika
stok obat telah tersedia di apotek.
d. Pada saat penyerahan obat, petugas meminta tanda
tangan dan nomor telepon pasien sebagai bukti
penerimaan obat.
Resep-resep kredit yang telah diberi harga
diserahkan kebagian administrasi untuk dikumpulkan,
dicatat dan dijumlahkan berdasarkan instansi lalu
dikirimkan ke BM, di BM dibuatkan kwitansi untuk
penagihan kepada perusahaan atau instansi terkait.
2. Dispensing
Dispensing yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No.
202 Kejayaan terdiri dari penyiapan, penyerahan, dan pemberian
informasi obat. Penyiapan obat sesuai dengan permintaan resep
yaitu menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan
permintaan resep. Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak
penyimpanan dengan memperhatikan nama obat, tanggal
kadaluwarsa dan keadaan fisik obat, kemudian melakukan
peracikan obat jika diperlukan. Selanjutnya pemberian etiket,
sekurang-kurangnya meliputi etiket warna putih untuk obat
dalam/oral dan warna biru untuk obat luar/suntik. Setelah itu
memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah
untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan
menghindari penggunaan yang salah. Setelah penyiapan obat
selanjutnya dilakukan penyerahan namun sebelum diserahkan
kepada pasien dilakukan pemeriksaan kembali mengenai
penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis
dan jumlah obat. Selanjutnya memanggil nama pasien,
81
memeriksa ulang identitas dan alamat pasien. Menyerahkan obat
yang disertai pemberian informasi obat dengan cara
memberitahu manfaat obat, kegunaan dan indikasi, makanan dan
minuman yang dihindari serta efek samping obat.
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek Kimia Farma
No. 202 Kejayaan dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek
atau Tenaga Teknis Kefarmasian. Pelayanan Informasi Obat
yang diberikan meliputi indikasi obat, aturan pakai, cara
pemakaian, efek samping yang mungkin terjadi dan interaksi
serta hal umum lainnya yang ditanyakan oleh pasien.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek Kimia
Farma No.202 Kejayaan, meliputi :
a) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan
b) Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet
c) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
d) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada
mahasiswa farmasi / profesi apoteker yang sedang praktik
profesi.
4. Konseling
Konseling merupakan proses interaksi antara Apoteker
dengan pasien/ keluarga yang perlu diberi konseling. Apoteker
menggali informasi dengan memberi kesempataan kepada
pasien untuk menceritakan masalah penggunaan obat dan
selanjutnya Apoteker memberikan penjelasan kepada pasien
untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat.
Adapun metode yang digunakan ketika melakukan
konseling adalah metode three prime question dan metode show
and tell.
Metode three prime question digunakan untuk obat-obat
yang baru pertama kali dikonsumsi oleh pasien Three Prime
82
Question yaitu;
a) Informasi apa yang telah diterima pasien dari dokter
mengenai obat yang diresepkan,
b) Cara penggunaan obat yang diresepkan,
c) Harapan pasien setelah mengkonsumsi obat yang
diresepkan.
Metode show and tell digunakan untuk obat-obatan yang
pernah dikonsumsi oleh pasien. Setelah memperoleh informasi
tersebut dari pasien kemudian apoteker memberikan informasi
mengenai obat dengan menyesuaikan informasi yang telah
diterima pasien. Informasi yang diberikan antara lain obat dan
indikasi, cara pakai, aturan pakai, waktu minum obat, efek
samping dan informasi penting lainnya, seperti yang tertera pada
label untuk antibiotik, yaitu obat harus dihabiskan, dan lain-lain.
Dengan dilakukannya konseling ini diharapkan agar
dapat meningkatkan kepatuhan pasien serta mencegah terjadinya
DRP.
5. Pelayanan kefarmasian di Rumah (home pharmacy care) dan
Telefarma
Pelayanan kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)
ini bersifat kunjungan ke rumah, khususnya untuk kelompok
lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
Sedangkan telefarma merupakan pelayanan yang dilakukan
melalui media telefon berdasarkan format yang telah ada.
3.5 Pengelolaan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor (NPP) Apotek
Kimia Farma No.202 Kejayaan
Pengelolaan narkotika diatur secara khusus mulai dari pengadaan
sampai pemusnahan untuk menghindari terjadinya kemungkinan
penyalahgunaan obat tersebut. Pelaksanaan pengelolaan narkotika di Apotek
Kimia Farma No. 202 Kejayaan, meliputi:
83
1. Pemesanan
Pemesanan narkotika menggunakan SP khusus yang harus
ditanda tangani langsung oleh APA. Untuk narkotika menggunakan SP
model N9 yang terdiri dari 4 rangkap. Dimana untuk pemesanan
narkotika Administrasi Barang, kegiatannya meliputi pembuatan dan
pengarsipan dropping, Surat Pesanan narkotika dan psikotropika, kartu
stok, laporan stock opname, dan lain-lain ini hanya boleh satu obat
dalam satu SP. Pemesanan obat golongan psikotropika di Apotek kimia
Farma No. 202 Kejayaan menggunakan Surat pesanan (SP) khusus
psikotropika. Surat pesanan dibuat rangkap dua yang masing-masing
diserahkan ke PBF yang bersangkutan dan sebagai arsip apotek. Untuk
pemesanan psikotropika dapat ditulis beberapa nama obat dalam satu
SP.
2. Penerimaan
Untuk penerimaan narkotika harus dilakukan oleh APA atau
sepengetahuan APA. APA harus melakukan kesesuaian barang meliputi
jenis dan jumlah narkotika dengan pesanan dan APA harus
menandatangani langsung faktur narkotika yang dikirim.
3. Penyimpanan
Obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan di lemari
khusus yang terkunci dan terpisah dari sediaan lain.
4. Pelayanan
Pelayanan untuk narkotika di Apotek Kimia Farma No. 202
Kejayaan hanya dapat dilayani dari resep asli dari dokter. Apotek Kimia
Farma No. 202 Kejayaan tidak melayani pembelian narkotika tanpa
resep dokter. Selain itu untuk pembelian narkotika hanya bisa dibeli di
kota yang sama tempat resep itu dibuat, sedangkan untuk resep
psikotropika dapat dilayani dari resep dokter dan salinan resep serta
pembelian dapat dibeli di luar kota.
5. Pelaporan
Pelaporan narkotika dan psikotropika di Apotek Kimia Farma
84
No. 202 Kejayaan dilakukan setiap bulan. Dalam laporan diuraikan
mengenai pemasukan dan pengeluaran obat yang dilakukan secara
online, kemudian dikirim kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai setempat.
6. Pemusnahan
Pemusnahan narkotika dan psikotropika dilakukan dengan tata
cara pemusnahan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Untuk
narkotika dan psikotropika yang telah rusak dan kadaluwarsa dapat
dimusnahkan oleh Apoteker Pengelola Apotek dengan membuat berita
acara pemusnahan. Prosedur pemusnahan narkotika dan psikotropika
sebagai berikut:
a) Apotek mengumpulkan bukti fisik narkotika dan psikotropika yang
akan dimusnahkan.
b) APA membuat dan menandatangani surat permohonan pemusnahan
yang berisikan jenis, jumlah narkotika dan psikotropika yang rusak
dan kadaluwarsa.
c) Surat permohonan dikirim ke Balai POM. Kemudian Balai POM
akan menentukan waktu dan tempat pemusnahan.
d) Pembentukan panitia pemusnahan, terdiri dari Apoteker Pengelola
Apotek, Tenaga Teknis Kefarmasian, dan petugas Balai POM dan
Kepala dinkes Kabupaten/Kota.
e) Jika pemusnahan telah dilaksanankan maka dibuat berita acara
yang berisi hari, tanggal, bulan, tahun, dan tempat pemusnahan,
nama APA, nama saksi dari pemerintahan dan apotek, nama dan
jumlah narkotika dan psikotropika yang dimusnahkan, cara
pemusnahan dan tanda tangan APA dan saksi.
f) Berita acara dikirimkan ke Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota, Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan provinsi dan
arsip.
85
BAB IV
PEMBAHASAN
Praktik kerja profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan
dilakukan lebih kurang satu bulan dimulai dari tanggal 4 Maret sampai dengan 30
Maret 2019. Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan beralamat di Jalan Kejayaan
Raya Blok IX, No. 2, Depok, Jawa Barat. Apotek ini memiliki lokasi yang strategis
karena berada dekat dengan pemukiman penduduk, pusat perbelanjaan, serta mudah
diakses karena terletak di tepi jalan besar yang cukup ramai dilalui baik oleh
kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Lokasi Apotek Kimia Farma ini sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang sarana dan
prasarana menurut standar pelayanan kefarmasian di apotek, yang menyebutkan
bahwa apotek berlokasi pada daerah yang mudah dikenali dan dapat mudah diakses
oleh masyarakat.
Bagian depan apotek juga dilengkapi neon box yang bertuliskan logo Kimia
Farma sehinga apotek mudah dikenali dan dapat menarik pelanggan. Bagian depan
Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan berupa kaca tembus pandang sehingga
terlihat dari luar. Bagian depan Apotek juga dilengkapi dengan papan nama yang
memuat nama apotek, nama Apoteker Penanggungjawab Apotek, nomor SIA, alamat
dan nomor telepon Apotek. Desain papan nama apotek dan papan nama praktek
Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan ini sudah sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 9 Tahun 2017 tentang Apotek.
Lay out Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan terdiri atas 1 lantai yang
dibagi menjadi beberapa ruangan, yaitu ruang apotek pelayanan, ruang praktek dokter
umum, ruang praktek dokter anak, ruang praktek dokter THT dan ruang praktek
dokter gigi. Tata ruang apotek terdiri dari tempat duduk tunggu, swalayan farmasi,
tempat penerimaan resep, kasir, lemari penyimpanan obat, tempat peracikan, tempat
penyerahan resep, dan tempat administrasi. Tata ruang dan bangunan Apotek Kimia
Farma No. 202 Kejayaan ini sudah sesuai dengan PerMenkes RI No.73 Tahun 2016
yang menyatakan bahwa bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang
tunggu, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, ruang penyimpanan obat, ruang
86
peracikan dan penyerahan obat, tempat pencucian obat dan toilet yang dilengkapi
dengan sumber air yang memenuhi persyartan kesehatan, penerangan yang baik,
ventilasi dan sistem sanitasi yang baik dan memenuhi syarat higienis. Ruangan yang
belum tersedia di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan adalah ruangan konseling,
dimana kegiatan konseling sebaiknya dilakukan di ruangan khusus yang berbeda
dengan ruangan penyerahan obat sehingga komunikasi antara Apoteker dengan
pasien bisa lebih optimal.
Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan juga dilengkapi dengan sarana
penunjang seperti tempat parkir yang cukup luas, tempat duduk pasien untuk
menunggu, toilet, timbangan, pengukur tinggi badan yang dapat digunakan oleh
pasien. Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan juga memilki swalayan farmasi
dimana menjual berbagai produk obat bebas, obat bebas terbatas, baby care, food
supplement, makanan ringan, minuman, alat kesehatan, dan kosmetik. Peletakkan
barang-barang swalayan farmasi sesuai dengan kelompok terapinya dan bentuk
sediaannya serta berdasarkan abjad untuk memudahkan pasien dalam mencari barang
yang dibutuhkan.
Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan dipimpin oleh seorang Apoteker
Pengelola Apotek (APA) yang bernama Ibu Winda Werdhinindah, S. Farm., Apt atau
disebut juga Pharmacy Manager yang telah memiliki Surat Izin Praktik Apoteker
(SIPA). Dibantu oleh Apoteker Pendamping, Tenaga Teknis Kefarmasian oleh
Asisten Apoteker, dan Tenaga non Teknis Kefarmasian seperti SPG, claning serving
dan satpam. Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan memberikan pelayanan 24 jam
setiap hari.
Kegiatan pelayanan yang dilakukan di apotek Kimia Farma No.202 Kejayaan
dibagi menjadi 2 jenis yaitu pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi
klinik. Pengelolaan perbekalan farmasi terdiri dari perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, penegendalian dan pelaporan. Kegiatan
pelayanan farmasi klinis yang dilakukan antara lain pengkajian resep, dispensiing,
pelayanan informasi obat, konseling, pelayanan kefarmasian di rumah, pemantauan
terapi obat, dan monitoring efek samping obat.
87
Kegiatan perencanaaan dan pengadaan dalam pengelolaan perbekalan farmasi
telah mengikuti sistem yang telah ditetapkan oleh PT. Kimia Farma Apotek dan
Permenkes No. 73 Tahun 2016 dimana perencanaan dilakukan dengan sistem Min-
Max, dimana semua kegiatan pengadaan barang berpusat kepada apotek Business
Manager. Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan ini berpusatkan pada Business
Manager Depok. Pengadaan barang dengan menggunakan Bon Permintaan Barang
Apotek (BPBA) yang diserahkan kepada apotek business manager secara online dan
apotek business manager akan memesan secara langsung kepada distributor.
Kemudian PBF akan mengirim barang langsung ke apotek. Khusus untuk pengadaan
obat narkotika dan psikotropika Surat Pesanan (SP) dilakukan secara langsung oleh
Apotek.
Kegiatan penerimaan di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan dilakukan
dengan mengecek kesesuaian antara faktur dengan surat pesanan dilakukan verifikasi
penerimaan/penolakan dengan memeriksa kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu,
expired date, waktu penyerahan, dan harga yang tertera dalam pesanan.
Pendistribusian barang dari PBF ke apotek pelayanan dilakukan 1 kali dalam sebulan.
Penerimaan barang dilakukan oleh TTK dengan memeriksa kesesuaian antara barang
yang diterima dengan form dropping barang apotek dari PBF. Apabila ditemukan
ketidaksesuaian, maka petugas apotek dapat langsung mengkonfirmasikan kepada
petugas PBF. Kegiatan ini sudah sesuai dengan Permenkes No. 73 Tahun 2016 yaitu
dengan memastikan kesesuaian antara surat pesanan dengan faktur dan kesesuaian
antra faktur dengan barang yang diterima serta dicocokan kembali dengan BPBA.
Penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan sudah sesuai
dengan GPP (Good Pharmacy Practice), dimana penyimpanan obat dilakukan
berdasarkan bentuk sediaan dan disusun di rak penyimpanan menurut efek
farmakologinya dan secara alfabetis dengan tidak lupa menerapkan sistem kombinasi
antara FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Penyususnan
obat berdasarkan farmakologi ini dinilai baik karena memudahkan tenaga teknis
kefarmasian untuk mengetahui obat-obat yang termasuk dalam efek farmakologis
tertentu, memudahkan tenaga teknis kefarmasian untuk meginformasikan obat ke
88
pasien, mengurangi resiko kesalahan terapi apabila terjadi kesalahan pengambilan
obat, dan memudahkan dalam mencari serta mengambil obat-obat yang dibutuhkan
pasien, sehingga lebih mengefisienkan waktu pelayanan. Obat-obat sediaan padat dan
cair diletakan di tempat terpisah dan tidak terkena cahaya matahari langsung. Obat-
obat yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus seperti suppositoria, insulin, dan
obat dengan suhu penyimpanan khusus disimpan dalam lemari pendingin (2-80C).
Penyimpanan obat-obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan terpisah
dengan obat-obat lainnya. Obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan dalam
lemari khusus dengan 2 pintu dan terkunci dan tertempel pada dinding serta tidak
terlihat dari luar. Obat-obat golongan ini hanya dapat ditebus oleh pasien yang
membawa resep asli.
Kegiatan pengendalian persediaan di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan
sudah sesuai dengan Permenkes No. 73 Tahun 2016 dimana pengendalian persediaan
dilakukan dengan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual maupun
elektronik. Kartu stok ini memuat nama obat, tanggal kadaluarsa, jumlah pemasukan,
jumlah pengeluaran, dan sisa persediaan.
Kegiatan pelaporan yang dilakukan sudah sesuai dengan peraturan. Menurut
Permenkes No. 73 Tahun 2016, pelaporan pada pengelolaan perbekalan farmasi dapat
dibagi menjadi dua jenis yaitu pelaporan internal dan pelaporan eksternal. Pelaporan
internal merupakan pelaporan yang dibutuhkan untuk kebutuhan manajemen apotek
meliputi laporan keuangan, barang, dan laporan lainnya. Pelaporan ekternal
merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika, psikotropika.
Pelaporan ini sudah dilakukan dan berjalan dengan baik di Apotek Kimia Farma No.
202 Kejayaan.
Kegiatan pelayanan yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 03 yaitu
melakukan pelayanan penjualan bebas (HV/OTC), resep dokter secara tunai atau
kredit, dan swamedikasi yang juga dikenal dengan upaya pengobatan diri sendiri.
Alur pelayanan resep baik resep tunai maupun resep kredit pada intinya sama. Yang
membedakan yaitu untuk resep tunai pasien melakukan pembayaran secara tunai
89
(pasien membayar obat yang dibeli) sedang untuk resep kredit pasien tidak membayar
resep obat tersebut.
Alur pelayanan resep yang pertama yaitu resep yang dibawa oleh pasien
diterima oleh petugas apotek. Kemudian petugas melakukan skrining resep tersebut
untuk melihat persyaratan administrasi (nama dokter, alamat praktik dokter, paraf
dokter, nama pasien, umur, obat yang diminta, dan signa obat), kesesuaian farmasetik
(bentuk sediaan, dosis obat), dan pertimbangan klinis (interaksi, alergi, dan efek
samping). Setelah dinyatakan resep sah dan lengkap, selanjutnya dilakukan
pengecekan terhadap persediaan obat dan dihargai. Kemudian setelah resep diberi
harga, petugas akan menanyakan kepada pasien terkait harga yang harus dibayar dan
jika pasien telah setuju maka obat langsung disiapkan. Setiap tahap dalam kegiatan
dispensing dilakukan oleh petugas yang berbeda-beda dengan tujuan untuk
memperkecil kesalahan dalam pelayanan seperti kesalahan obat atau kesalahan etiket.
Pada pelayanan resep kredit pembelian dan pembayarannya didasarkan pada
kerjasama serta perjanjian yang disetujui antara apotek dengan instansi atau
perusahaan tertentu. Apotek Kimia Farma bekerjasama dengan instansi-instansi
terkait seperti Asuransi Mandiri In Health, dan BPJS. Untuk pasien dengan resep
kredit khususnya BPJS, harus melampirkan persyaratan sebagai berikut dalam
pengambilan obat di Apotek Kimia Farma diantaranya:
a. Fotokopi kartu BPJS dan fotokopi KTP pasien
b. Kertas resep dari rumah sakit yang asli atau copy resep dari apotek yang berada
di rumah sakit
c. Lembar SEP (Surat Eligibitas Pasien)
d. Kartu kendali pengambilan obat (untuk pasien lama) .
Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan juga melayani penjualan obat bebas
dan swamedikasi yang dikenal sebagai Upaya Penyembuhan Diri Sendiri (UPDS).
Setiap jenis pelayanan, dilakukan pemeriksaan untuk menghindari terjadinya
kesalahan. Proses pemeriksaan meliputi perhitungan harga, penyiapan obat,
pemberian etiket, pembuatan salinan resep, kuitansi, pengemasan dan penyerahan
obat serta pemberian informasi obat. Tahap-tahap tersebut dilakukan untuk menjamin
90
keamanan, kemanfaatan, serta mutu pelayanan di apotek. Selain itu, Apotek Kimia
Farma No. 202 Kejayaan memberikan pelayanan pemeriksaan kesehatan yang
ditawarkan meliputi pemeriksaan tekanan darah, kolesterol total, glukosa darah, dan
asam urat. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh Apoteker, TTK maupun SPG yang
bertugas.
Pelayanan informasi obat (PIO) di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan
sudah berjalan dengan cukup baik, akan tetapi pelayan informasi obat belum
didokumentasikan dengan baik. Kegiatan PIO untuk pasien, dokter, atau tenaga
kesehatan lain sebaiknya didokumentasikan karena akan membantu penelusuran
kembali dalam waktu yang singkat. Menurut Permenkes No. 73 Tahun 2016, hal-hal
yang harus diperhatikan dalam dokumentasi PIO adalah topik pertanyaan, tanggal dan
waktu pelayanan informasi yang diberikan, metode pelayanan informasi obat (lisan,
tertulis, lewat telepon), data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain
seperti riwayat alergi, apakan pasien sedang hamil/menyususi, data laboratorium),
uraian pertanyaan, jawaban pertanyaan, referensi, metode pemberian jawaban
(lisan,tertulis, per telepon) dan data apoteker.
Salah satu kegiatan pelayanan farmasi klinis adalah konseling. Di Apotek
Kimia Farma No. 202 Kejayaan, kegiatan konseling yang dilakukan belum memenuhi
standar karena belum terdokumentasi dengan baik dan belum dilakukan di ruang
khusus yaitu ruang konseling sehingga pasien lebih mudah melakukan komunikasi
dengan apoteker.
Pelayanan kefarmasian di rumah (home care) juga dilakukan oleh Apotek
Kimia Farma No. 202 Kejayaan namun belum dilakukan dengan rutin. Kegiatan ini
biasanya ditujukan untuk pasien tunai dan pasien yang membutuhkan obatnya untuk
diantar ke rumah terutama obat resep. Kegiatan ini belum memenuhi standar karena
belum terdokumentasi dengan baik. Pelayanan ini sebaiknya disertai dengan
dokumentasi formulir home pharmacy care sehingga memudahkan apoteker dalam
memonitoring pengobatan pasien.
Proses administrasi di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan dilakukan
secara komputerisasi untuk meningkatkan kelancaran dan efisiensi pelayanan apotek.
91
Sistem ini juga membantu apotek untuk mencegah maupun mengatasi masalah yang
mungkin baru diketahui setelah obat diserahkan ke pasien dimana sistem komputer
pada kasir mengharuskan petugas memasukkan alamat dan nomor telepon pasien
yang dapat dihubungi sebelum melakukan pencetakan struk pembayaran.Walaupun
telah diterapkan dalam sistem komputerisasi namun untuk informasi jumlah
persediaan obat masih dilakukan secara manual, sehingga saat melayani resep petugas
apotek harus melihat stok obat yang tersedia terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk
mencegah atau mengantisipasi kesalahan pada sistem komputerisasi dan sebagai
bahan pengecekan stok obat.
Dalam setiap pergantian shift, petugas apotek yang bertanggung jawab harus
melaporkan seluruh hasil penjualan apotek dalam bentuk bukti setoran kasir apotek
untuk selanjutnya divalidasi. Validasi merupakan proses pengecekan kebenaran data
transaksi dari hasil entry, lalu dicek bukti setoran kas untuk transaksi tunai yang
dicocokkan dengan kas yang ada, kemudian dibuat Lembar Ikhtisar Penjualan Harian
(LIPH) untuk dikirim ke BM. Dengan proses validasi ini dapat diketahui apabila
terjadi ketidaksesuaian antara data dengan kondisi fisik yang ada sehingga dapat
ditelusuri penyebabnya. Setiap transaksi akan didata untuk diklaim setiap bulannya
kepada instansi yang bersangkutan. Uang hasil penjualan yang didapatkan
disesuaikan dengan yang tercetak di total penjualan yang dilakukan per shift dan
disetorkan kepada BM melalui rekening bersama milik BM Depok dengan
menuliskan tanggal pada berita acara setoran apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan.
Pengarsipan resep dilakukan secara berurutan dan teratur dimaksudkan untuk
memudahkan petugas jika sewaktu- waktu diperlukan penelusuran resep. Resep
narkotika dan psikotropika disimpan terpisah setiap bulan dimana faktur dan surat
pesanan dijadikan satu. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penyusunan laporan ke
Dinas Kesehatan wilayah setempat dan memudahkan jika sewaktu-waktu terjadi
inspeksi mendadak. Resep disimpan selama 5 tahun sebelum dimusnahkan.
Pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika dilakukan sebulan sekali
dengan menyerahkan Laporan Penggunaan Sediaan Jadi Narkotika dan Laporan
Penggunaan Sediaan Jadi Psikotropika kepada Kepala Dinas Kesehatan Depok dan
92
arsip untuk apotek. Penyusunan laporan dilakukan oleh Apoteker Pendamping/TTK
yang diberikan tanggung jawab oleh Apoteker Penanggung jawab Apotek. Pelaporan
penggunaan obat narkotika dilakukan secara online melalui SIPNAP (Sistem
Pelaporan Narkotika dan Psikotropika), dengan cara menginput data penggunaan
narkotika dan psikotropika melalui SIPNAP lalu setelah data terinput data tersebut di
import (paling lama sebelum tanggal 10 pada bulan berikutnya), yang sebelumnya
password dan username yang telah didapatkan setelah melakukan registrasi pada
Dinkes setempat.
93
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
yang dilaksanakan di Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan sejauh ini sudah melakukan peran
dan fungsi apoteker di Apotek sesuai dengan peraturan menteri kesehatan
No.73 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek
meliputi pengelolaan sediaan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan
manajerial apotek yang berwenang untuk mengambil keputusan yang
berkaitan dengan mutu pelayanan apotik.
2. Kegiatan pelayanan yang dilakukan dalam rangka pengembangan praktik
kefarmasian di apotek diantaranya pelayanan farmasi klinik yang meliputi
pelayanan informasi obat, pelayanan homecare dan adanya pelayanan
telefarma. Dari kegiatan tersebut, mendapatkan wawasan yang sangat luas
dan pengalaman praktis dalam pelayanan kefarmasian dengan mengamati
secara langsung kegiatan manajemen dan pelayanan kesehatan di apotek.
3. Kegiatan teknis kefarmasian dan non teknis kefarmasian di Apotek Kimia
Farma No. 202 Kejayaan diantaranya, meliputi kegiatan teknis yaitu
dimulai dari pengadaan sediaan farmasi, penyimpanan dan perencanaan.
Kegiatan non teknis yang dilakukan dimulai dari pencatatam, pelaporan
narkotika-psikotropika, dan administrasi pelayanan pengarsipan resep.
5.2 Saran
Berdasarkan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia
Farma No. 202 Kejayaan, saran yang dapat disampaikan adalah:
1. Perlu peningkatan pelayanan konseling, telefarma, dan homecare dengan
tujuan agar Apoteker dapat mengetahui kondisi pengobatan pasien secara
lebih jelas dan meningkatkan hubungan yang lebih baik kepada
pasien/pelanggan.
94
2. Perlu diadakannya ruangan konseling untuk pasien untuk mengoptimalkan
kegiatan konseling bagi pasien tertentu.
95
DAFTAR PUSTAKA
96
12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.924/MENKES/SK/X/1993 tentang Obat Wajib Apotek
No. 2. Jakarta. 1993.
13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1176/MENKES/SK/X/1999 tentang Obat Wajib Apotek
No. 3. Jakarta. 1999.
14. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2017, Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek, Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun 2017 tentang
Perubahan Penggolongan Psikotropika. Jakarta.
16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1969. Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No. 6335/Dirjen/SK/1969 tentang Tanda Peringatan P. No 1 sampai 6.
Jakarta.
17. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Penggunaan Obat
Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta.
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2017 tentang
Perubahan Penggolongan Narkotika. Jakarta.
97
LAMPIRAN
98
Lampiran 2. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek
Supervisor
Destilia Astutik
99
Lampiran 4. Penampakan Luar Apotek Kimia Farma No. 202 Kejayaan
100
101
Lampiran 6. Etiket Obat
102
Lampiran 8. Surat Pesanan Narkotika dan Psikotropika
103
Lampiran 9. Surat Pelaporan Narkotika dan Psikotropika
104