Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Canalis ani panjangnya sekitar 4 cm dan berjalan ke bawah dan belakang dari

ampulla recti ke anus. Kecuali defekasi, dinding lateralnya tetap teraposisi oleh

m.levator ani dan sphincter ani.1

Canalis ani dibatasi pada bagian posterior oleh corpus anococcygeale, yang

merupakan massa jaringan fibrosa yang terletak antara canalis ani dan os coccygis. Di

lateral di batasi oleh fossa ischiorectalis yang terisi lemak. Pada pria, di anterior dibatasi

oleh corpus perineale, diafragma urogenitalis, urethra pars membranacea, dan bulbus

penis. Pada wanita, di anterior dibatasi oleh corpus perineale, diafragma urogenitalis

dan bagian bawah vagina.1

Bantalan hemorrhoid adalah jaringan normal dalam saluran anus dan rectum distal

Untuk fungsi kehidupan bersosial yang normal dapat berfungsi sebagai Fungsi kontinens

yaitu menahan pasase abnormal gas, feses cair dan feses padat Fungsi lainnya adalah

efektif sebagai katup kenyal yang “watertight”1

1
Bantalan vaskuler arterio-venous, matriks jar. ikat dan otot polos. Bantalan

hemorrhoid normal terfiksasi pada jaringan fibroelastik dan otot polos dibawahnya.

Hemorrhoid interna dan eksterna saling berhubungan, terpisah linea dentate1 Jaringan

hemorrhoid mengandung struktur arterio-venous fistula yang dindingnya tidak

mengandung otot, jadi pembuluh darah tersebut adalah sinusoid, bukan vena

Gambar 1.Bantalan hemorrhoid

Mukosa paruh atas canalis ani berasal dari ektoderm usus belakang (hind gut).

Gambaran anatomi yang penting adalah :

1. Dibatasi oleh epitel selapis thoraks.

2. Mempuyai lipatan vertikal yang dinamakan collum analis yang dihubungkan satu

sama lain pada ujung bawahnya oleh plica semilunaris yang dinamakan valvula

analis (sisa membran proctedeum.

3. Persarafannya sama seperti mukosa rectum dan berasal dari saraf otonom pleksus

hypogastricus. Mukosanya hanya peka terhadap regangan.

4. Arteri yang memasok adalah arteri yang memasok usus belakang, yaitu arteri

rectalis superior, suatu cabang dari arteri mesenterica inferior. Aliran darah vena

terutama oleh vena rectalis superior, suatu cabang v. Mesenterica inerior.

2
5. Aliran cairan limfe terutama ke atas sepanjang arteri rectalis superior menuju

nodi lympatici para rectalis dan akhirnya ke nodi lympatici mesenterica inferior.

Mukosa paruh bawah canalis ani berasal dari ektoderm proctodeum dengan

struktur sebagai berikut :

1. Dibatasi oleh epitel berlapis gepeng yang lambat laun bergabung pada anus dengan

epidermis perianal.

2. Tidak mempunyai collum analis

3. Persarafan berasal dari saraf somatis n. rectalis inferior sehingga peka terhadap

nyeri, suhu, raba, dan tekan.

4. Arteri yang memasok adalah a. rectalis inferior, suatu cabang a. pudenda interna.

Aliran vena oleh v. rectalis inferior, muara dari v. pudenda interna, yang

mengalirkan darah vena ke v. iliaca interna.

Aliran cairan limfe ke bawah menuju nodi lympatici inguinalis superficialis medialis.

VASKULARISASI

Vaskularisasi rektum dan canalis ani sebagian besar diperoleh melalui arteri

hemorrhoidalis superior, media, dan inferior. Arteri hemorrhoidalis superior merupakan

kelanjutan akhir arteri mesentrika inferior. Arteri hemorrhoidalis media merupakan

cabang ke anterior dari arteri hipogastrika. Arteri hemorrhoidalis inferior dicabangkan

oleh arteri pubenda interna yang merupakan cabang dari arteri iliaca interna, ketika

arteri tersebut melewati bagian atas spina ischiadica. Sedangkan vena-vena dari canalis

ani dan rektum mengikuti perjalanan yang sesuai dengan perjalanan arteri.

3
Vena-vena ini berasal dari 2 pleksus yaitu pleksus hemorrhoidalis superior

(interna) yang terletak di submukosa atas anorectal junction, dan pleksus hemorrhoidalis

inferior (eksterna) yang terletak di bawah anorectal junction dan di luar lapisan otot.

Persarafan rektum terdiri atas sistem saraf simpatik dan parsimpatik. Serabut saraf

simpatik berasal dari pleksus mesentrikus inferior dan dari sistem parasakral yang

terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Persarafan

parasimpatik (nervi erigentes) berasal dari saraf sakral kedua, ketiga, dan keempat.

Gambar 2. Anatomi rektum


4
Gambar 3. Pembuluh darah arteri yang memperdarahi rektum

Gambar 4. Pembuluh darah vena yang memperdarahi rektum

2.2 Definisi Hemorrhoid

Hemorhoid adalah pelebaran pleksus hemorrhoidalis yang tidak merupakan keadaan

patologik. Hanya jika hemorhoid ini menimbulkan keluhan atau penyulit sehingga

diperlukan tindakan.1 Kata hemorrhoid berasal dari kata haemorrhoides (Yunani) yang

berarti aliran darah (haem = darah, rhoos = aliran) jadi dapat diartikan sebagai darah

yang mengalir keluar.1

Hemorhoid adalah pelebaran pleksus hemorrhoidalis yang tidak merupakan keadaan

patologik. Hanya jika hemorhoid ini menimbulkan keluhan atau penyulit sehingga

diperlukan tindakan.1 Hemorrhoid dapat menimbulkan gejala karena banyak hal. Faktor

yang memegang peranan kausal ialah mengedan pada waktu defekasi, konstipasi menahun,

kehamilan, dan obesitas.

5
2.3 Etiologi Hemorrhoid

Etiologi hemorrhoid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa

faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah kurangnya mobilisasi, konstipasi,

cara buang air besar yang tidak benar, kurang minum, kurang memakan makanan

berserat, faktor genetika, kehamilan, penyakit yang meningkatkan tekanan

intraabdomen (tumor abdomen, tumor usus). Konstipasi merupakan etiologi hemoroid

yang paling sering. Konstipasi terjadi apabila feses menjadi terlalu kering, yang timbul

karena defekasi yang tertunda terlalu lama. Jika isi kolon tertahan dalam waktu lebih

lama dari normal, jumlah H2O yang diserap akan melebihi normal, sehingga feses

menjadi kering dan keras.

2.4 Epidemiologi

Hemoroid bisa terjadi pada semua umur tetapi paling banyak terjadi pada umur

45-65 tahun. Penyakit hemoroid jarang terjadi pada usia di bawah 20 tahun.

Prevalensi meningkat pada ras Kaukasian dan individu dengan status ekonomi tinggi.

Angka prevalensi hemoroid di akhir pertengahan abad ke 20 dilaporkan menurun.

Sepuluh juta orang di Indonesia menderita hemoroid, dengan prevalensi lebih dari 4%.

Laki-laki dan perempuan mempunyai resiko yang sama. Resiko hemoroid meningkat

seiring bertambahnya usia.

2.5 Patogenesis Hemorrhoid

Hemorhoid interna yang merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis superior

(v. hemorrhoidalis) dan diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang terletak pada colllum

analis posisi jam 3,7, dan 11 bila dilihat saat paien dalam posisi litotomi mudah sekali

menjadi varises. Penyebab hemorrhoid interna diduga kelemahan kongenital dinding vena
6
karena sering ditemukan pada anggota keluarga yang sama. Vena rectalis superior

merupakan bagian paling bergantung pada sirkulasi portal dan tidak berkatup. Jadi berat

kolom darah vena paling besar pada vena yang terletak pada paruh atas canalis ani.

Disini jaringan ikat longgar submukosa sedikit memberi penyokong pada dinding vena.

Selanjutnya aliran balik darah vena dihambat oleh kontraksi lapisan otot dinding rectum

selama defekasi. Konstipasi kronik yang dikaitkan dengan mengedan yang lama merupakan

faktor predisposisi. Hemorrhoid kehamilan sering terjadi akibat penekanan vena rectalis

superior oleh uterus gravid. Hipertensi portal akibat sirosis hati juga dapat menyebabkan

hemorrhoid. Kemungkinan kanker rectum juga menghambat vena rectalis superior.

Hemorrhoid eksterna adalah pelebaran cabang-cabang vena rectalis (hemorroidalis)

inferior waktu vena ini berjalan ke lateral dari pinggir anus. Hemorroid ini diliputi kulit

dan sering dikaitkan dengan hemorroid interna yang sudah ada. Keadaan klinik yang lebih

penting adalah ruptura cabang-cabang v. rectalis inferior sebagai akibat batuk atau

mengedan, disertai adanya bekuan darah kecil pada jaringan submukosa dekat anus.

Pembengkakan kecil berwarna biru ini dinamakan hematoma perianal.

Kedua pleksus hemorrhoid, internus dan eksternus, saling berhubungan secara

longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rectum sebelah

bawah dan anus. Pleksus hemorrhoid intern mengalirkan darah ke v. hemorrhoid superior

dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemorrhoid eksternus mengalirkan darah ke

peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha ke daerah v. Iliaka

2.6 Klasifikasi Hemorrhoid

Hemorrhoid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana linea dentata menjadi

batas histologis. Klasifikasi hemorrhoid yaitu:

7
a. Hemorrhoid eksternal, berasal dari dari bagian distal linea dentata dan dilapisi

oleh epitel skuamosa yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut

saraf nyeri.

b. Hemorrhoid internal, berasal dari bagian proksimal linea dentata dan dilapisi

mukosa.

c. Hemorrhoid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit

pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri.

2.7. Derajat Hemorrhoid Internal

Hemorrhoid internal diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan yakni:

Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4

8
2.8. Gejala Klinis Hemorrhoid

Gejala klinis hemorrhoid dapat dibagi berdasarkan jenis hemorrhoid yaitu:

a. Hemorrhoid internal

1. Prolaps dan keluarnya mukus

2. Perdarahan

3. Rasa tak nyaman

4. Gatal

5. Nyeri

b. Hemorrhoid eksternal

1. Rasa terbakar

2. Nyeri ( jika sudah mengalami trombosis)

3. Gatal

2.9 Pemeriksaan Fisik Hemorrhoid

Pemeriksaan yang dapat dilakukan hanya 2 yakni Inspeksi dan Palpasi dengan

melakukan Rectal Toucher. Pada inspeksi dapat ditemukan adanya pembengkakan vena

yang mengindikasikan hemorrhoid eksternal atau hemorrhoid internal yang mengalami

prolaps. Hemorrhoid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan

cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali

hemorrhoid tersebut telah mengalami thrombosis.

9
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula,

polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga

harus dinilai.

Pada pemeriksaan Rectal Toucher, sikap pasien dapat menungging (Knee-Chest),

litotomi, berdiri menungging, dan miring (Sims). Penilaian berupa nyeri pada perabaan,

permukaan benjolan, tonus sfingter, adanya perdarahan masif atau tidak, pemeriksaan

prostat pada pasien laki-laki, dan percobaan reposisi manual benjolan.

2.10 Pemeriksaan Penunjang Hemorrhoid

Canalis ani dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi.

Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran

hemorrhoid. Side-viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat

untuk mengevaluasi hemorrhoid. Gejala hemorrhoid biasanya bersamaan dengan inflamasi

pada canalis ani dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan

rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan

rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal,

dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi

harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien dengan

perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemorrhoid.

10
2.10 Diagnosa Banding Hemorrhoid

Tabel 1. Diagnosa Banding

2.11 Penatalaksanaan Hemorrhoid

Terdiri dari Konservatif, Medikamentosa, dan Operatif definitif. Sebagian besar

kasus hemorrhoid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan konservatif.

Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi

serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi.

Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari

konstipasi, dan mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan

awal dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan hemorrhoid.

11
Classification Treatment Options

1st Degree – No rectal prolapse  Diet

 Local & general drugs

 Sclerotherapy

 Infrared coagulation

2nd Degree – Rectal prolapse is  Sclerotherapy

spontaneously reducible  Infrared coagulation

 Banding [recurring banding may

require Procedure for Prolapse and

Hemorrhoids (PPH)]

3rd Degree – Rectal prolapse is manually  Banding

reducible  Hemorrhoidectomy

 Procedure for Prolapse and

Hemorrhoids (PPH)

4th Degree – Rectal prolapse irreducible  Hemorrhoidectomy

 Procedure for Prolapse and

Hemorrhoids (PPH)

Tabel 2. Terapi pada Hemorrhoid

1. Hemorrhoid externa

12
Trombosis akut pada hemorrhoid eksterna merupakan penyebab nyeri yang

konstan pada anus. Penderita umumnya pederita berobat kedokter pada fase akut ( 2-

3 hari pertama). Jika keluhan belum teratasi, dapat dilakukan eksisi dengan local

anestesi.Kemudian dilanjutkan dengan pengobatan non operatif. Eksisi dianjurkan karena

trombosis biasanya meliputi satu pleksus pembuluh darah. Insisi mungkin tidak

sepenuhnya mengevakuasi bekuan darah dan mungkin menimbulkan pembengkakan lebih

lanjut dan perdarahan dari laserasi pembuluh darah subkutan . Incisi tampaknya lebih

sering menimbulkan skin tag daripada eksisi.5

2. Hemorrhoid Interna

A. Non InvasiveTreatment

Diperuntukan bagi penderita dengan keluhan minimal.Yang disampaikan meliputi

a. Edukasi

- jangan mengedan terlalu lama

- mengkonsumsi makanan yang berserat tinggi

- membiasakan selalu defekasi, jangan ditunda

- minum sekira 8 gelas sehari5

b. Obat-obatan vasostopik

Obat Hydroksyethylen yang dapat diberikan dikatakan dapat mengurangi edema

dan inflamasi. Kombinasi Diosmin dan Hesperidin (ardium) yang bekerja pada vascular

dan mikro sirkulasi dikatakan dapat menurunkan desensibilitas dan stasis pada vena

dan memperbaiki permeabilitas kapiler.7Ardium diberikan 3x2tab selama 4 hari kemudian

2x2 selama 3 hari dan selanjutnya1x1tab.

13
B. Ambulatory Treatment

1. Skleroterapi

Adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya Fenol 5 % dalam

minyak nabati, atau larutan quinine dan urea 5% yang disuntikan ke sub mukosa dalam

jaringan areolar longgar di bawah jaringan hemorrhoid. Sclerotheraphy dilakukan untuk

menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut

pada hemorrhoid. Secara teoritis, teknik ini bekerja dengan cara mengoblitersi pembuluh

darah dan memfiksasinya ke lapisan mukosa anorektal untuk mencegah prolaps. Terapi

ini cocok untuk hemorrhoid interna grade I yang disertai perdarahan> Kontra indikasi

teknik ini adalah pada keadaan inflammatory bowel desease, hipertensi portal, kondisi

immunocomprommise, infeksi anorectal, atau trombosis hemorrhoid yang prolaps.

Komplikasi sklerotherapy biasanya akibat penyuntikan cairan yang tidak tepat atau

kelebihan dosis pada satu tempat. Komplikasi yang paling sering adalah pengelupasan

mukosa, kadang bisa menimbulkan abses.5

2. Infrared Coagulation

Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan radiasi infra merah dengan lampu

tungsten-halogen yang difokuskan ke jaringan hemorrhoid dari reflector plate emas

melalui tabung polymer khusus. Sinar koagulator infra merah (IRC) menembus jaringan

ke submukosa dan dirubah menjadi panas, menimbulkan inflamasi, destruksi jaringan di

daerah tersebut. Daerah yang akan dikoagulasi diberi local anestesi terlebih dahulu.

Komplikasi biasanya jarang terjadi, umumnya berupa koagulasi pada daerah yang tidak

tepat.5

3. Bipolar Diatheraphy

14
Teknik ini menggunakan listrik untuk menghasikan jaringan koagulasi pada ujung

cauter. Cara ini efektif untuk hemorrhoid derajat III atau dibawahnya.5

4. Cryotheraphy

Teknik ini didasarkan pada pemebekuan dan pencairan jaringan yang secara teori

menimbulkan analgesia dan perusakan jaringan hingga terbentuk jaringan parut.5

5.Rubber Band Ligation

Merupakan pilihan kebanyakan pasien dengan derajat I dan II yang tidak

menunjukkan perbaikan dengan perubahan diet, tetapi dapat juga dilakukan pada

hemorrhoid derajat III. Hemorrhoid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat

diatasi dengan ligasi menurut Baron ini.5

Dengan bantuan anoskop, mukossa diatas hemorrhoid yang menonjol dijepit dan

ditarik atau dihisap kedalam lubang ligator khusus. Rubber band didorong dan ligator

ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus hemorrhoidalis. Nekrosis karena

iskemia terjadi dalam beberapa hari. Mukosa bersama rubber band akan lepas sendiri.

Fibrosis dan parut akan terjadi pada pangkalnya. Komplikasi yang sering terjadi berupa

edema dan trombosis.5

Untuk pasien dengan terapi laser dengan prolaps, Rubber Band Ligation adalah

cara terpilih di AS untuk terpi hemorrhoid internal. Prosedur ini , jaringan hemorrhoid

ditarik ke dalam double-sleeved cylinder untuk menempatkan karet disekeliling jaringan.

Seiring dengan jalannya waktu, jaringan dibawahnya akan mengecil.5

15
Gambar 5..Rubber Band Ligation

C. Surgical Approach

Hemorrhoidectomy

Merupakan metoda pilihan untuk penderita derajat III dan IV atau pada penderita

yang mengalami perdarahan yang berulang yang tidak sembuh dengan cara

lain.Penderita yang mengalami hemorrhoid derajat IV yang mengalami trombosis dan

nyeri yang hebat dapat segera ditolong dengan teknik ini. Prinsip yang harus

diperhatikan pada hemorrhoidectomy adalah eksisi hanya dilakukan pada jaringan

yang benar-benar berlebihan, dengan tidak mengganggu spincter ani.4

Langkah-langkahnya adalah, pertama, anoderm harus dijaga selama operasi dan

hemorrhoidectomy tidak pernah dilakukan sebagai ekstirpasi radikal. Jaringan yang

patologis diangkat. Spincter dengan hati-hati diekspos dan ditinggalkan selama

pengangkatan hemorrhoid. Kepastian hemostasis harus benar-benar diperhatikan.4

Ada 2 variasi daras tindakan bedah hemorrhoidectomy, yaitu:

1. Open hemorrhoidectomy

16
2. Closed hemorrhoidectomy

Perbedaannya tergantung pada apakah mukosa anorectal dan kulit perianal

ditutup atau tidak setelah jaringan hemorrhoid dieksisi dan diligasi5

Open Hemorrhoidectomy

Dikembangkan oleh Milligen- Morgan, dilakukan apabila terdapat hemorrhoid yang

telah mengalami gangrenous atau meliputi seluruh lingkaran ataupun bila terlalu

sempit untuk masuk retractor.2

Closed Hemorrhoidectomy2

Dikembangkan oleh Ferguson dan Heaton. Ada 3 prinsip pada teknik ini, yaitu:

1. Mengangkat sebanyak mungkin jaringan vaskuler tanpa mengorbankan anoderm.

2. Memperkecil serous discharge post op dan mempercepat proses penyembuhan

dengan cara mendekatkan anal kanal dengan epitel berlapis gepeng (anoderm)

3. Mencegah stenosis sebagai komplikasi akibat komplikasi luka terbuka luas yang

diisi jaringan granulasi.

Indikasi :

1. Perdarahan berlebihan

2. Tidak terkontrol dengan rubber band ligation.

3. Prolaps hebat disertai nyeri.

4. Adanya penyakit anorectal lain

Stapled Hemorrhoidectomy

Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse Hemorrhoids (PPH)

atau Hemorrhoid Circular Stapler. Teknik ini biasanya digunakan untuk hemorrhoid
17
derajat II hingga derajat IV. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemorrhoid

dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan

hemorrhoid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemorrhoid ini masih

diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua.

Gambar 6. Stapled Hemorrhoidectomy

2.12 Pencegahan

Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah berulangnya kekambuhan

keluhan hemorrhoid, di antaranya :

1. Hindari mengedan terlalu kuat saat buang air besar

2. Cegah konstipasi dengan banyak mengonsumsi makanan kaya serat (sayur dan

buah serta kacang-kacangan).

3. Banyak minum air putih minimal delapan gelas sehari untuk melancarkan defekasi.

4. Jangan menunda-nunda jika ingin buang air besar sebelum feses menjadi keras.

5. Istirahat yang cukup.

6. Jangan duduk terlalu lama.

7. Senam/olahraga rutin.

18
8. Hindari anal seksual.

BAB III

ANALISIS KASUS

Teori Keadaan yang terjadi pada pasien

Epidemiologi :

Hemoroid bisa terjadi pada semua umur Pasien merupakan seorang perempuan dan

tetapi paling banyak terjadi pada umur berusia 46 tahun yang merupakan salah

45-65 tahun. Laki-laki dan perempuan satu rentang usia yang paling sering dalam

mempunyai resiko yang sama. Resiko terjadinya hemorrhoid.

hemoroid meningkat seiring bertambahnya

usia.

Etiologi & Faktor Risiko :

Belum diketahui secara pasti, beberapa Pasien mempunyai riwayat konstipasi

faktor pendukung yang terlibat cukup lama dan konstipasi merupakan

diantaranya adalah kurangnya mobilisasi, salah satu faktor risiko dalam terjadinya

konstipasi, cara buang air besar yang tidak hemorrhoid. Pasien juga kurang dalam

benar, kurang minum, kurang memakan mengkonsumsi serat ,terutama buah-

19
makanan berserat, faktor genetika, buahan dan sayur sehingga meningkatkan

kehamilan, penyakit yang meningkatkan risiko terjadinya konstipasi.

tekanan intraabdomen Konstipasi

merupakan etiologi hemoroid yang paling

sering

Gambaran Klinis :

. Hemorrhoid internal Pasien mengeluh adanya benjolan pada

1. Prolaps dan keluarnya mukus anus. Terkadang benjolan juga terasa nyeri

2. Perdarahan saat BAB dan mengeluarkan darah

3. Rasa tak nyaman berwarna merah segar terkadang menetes

4. Gatal dan lebih sering bercampur dengan feses

5. Nyeri saat BAB

b. Hemorrhoid eksternal Gatal sekitar anus (-) ,demam (-),

1. Rasa terbakar mual(-), muntah (-),penurunan berat

2. Nyeri ( jika sudah mengalami badan disangkal, BAK lancar tidak ada

trombosis) keluhan.

3. Gatal

Pemeriksaan Fisik : Regio Anal:

Pada inspeksi dapat ditemukan adanya Pada inspeksi didapatkan massa prolaps

pembengkakan vena yang mengindikasikan saat pasien mengejan pada daerah jam 5

hemorrhoid eksternal atau hemorrhoid dengan ukuran ± 1cm, warna sedikit

internal yang mengalami prolaps. kemerahan, luka (-), darah (-). Nyeri

Hemorrhoid internal derajat I dan II tekan tidak ada

biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan Rectal Toucher:

20
cukup sulit membedakannya dengan Pada inspeksi tampak tonjolan massa (+)

lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal pada daerah jam 5 setelah pasien

kecuali hemorrhoid tersebut telah mengejan dengan ukuran diameter ± 1cm,

mengalami thrombosis. Pada pemeriksaan luka (-), tanda radang (-), darah (-).

Rectal Toucher penilaian berupa nyeri Palpasi teraba massa pada daerah jam

pada perabaan, permukaan benjolan, tonus 5,tidak nyeri saat penekanan, pada sarung

sfingter, adanya perdarahan masif atau tangan sedikit cairan feses (+), lendir (-

tidak ) dan darah (-)

Pemeriksaan Penunjang :

Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa Pada pemeriksaan laboratorium darah

rektal dan mengevaluasi tingkat rutin dan fungsi ginjal tidak didapatkan

pembesaran hemorrhoid. Dengan kelainan. Pada pemeriksaan glukosa darah

menggunakan sigmoidoskopi, anus dan sewaktu didapatkan peningkatan dengan

rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain hasil 252 mg/dL

sebagai diagnosa banding untuk perdarahan

rektal dan rasa tak nyaman.

Tatalaksana :

Hemorrhoidectomy Hemorrhoidectomy

21
BAB IV

KESIMPULAN

Penyakit hemorroid walaupun bukan penyakit yang fatal, tetapi cukup

mengganggu kehidupan. Patogenesis penyakit ini masih belum sepenuhnya

dipahami,tetapi faktor kongesti,hipertoni sfinkter ani dan kelemahan penyangga

pleksus hemorroidalis memegang peran utama. Berbagai macam modalitas terapi dan

yang akan dipilih hendaknya dipertimbangkan berdasarkan besar dan derajat

hemorroid dan juga tentunya bergantung fasilitas serta pengalaman dari dokter yang

menanganinya. Sehingga, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan yang adekuat

dapat menurunkan prevalensi, angka kekambuhan, serta timbulnya komplikasi.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, W. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi ke- 2.Jakarta:Penerbit Buku


Kedokteran EGC.2005
2. Ulima B. Faktor Risiko Kejadian Hemorrhoid pada Usia 21-30 Tahun [Karya Tulis
Ilmiah]. Semarang: Universitas Diponegoro.2012.
3. Nugroho S. Hubungan aktivitas fisik dan konstipasi dengan derajat hemorrhoid
diURJbedah RSUD dr. Soegiri Lamongan. Surya. 2014. 2(18): 41-50.
4. Mubarak H. Karakteristik Penderita Hemorrhoid Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin di RSUP H. Adam Malik tahun 2008-2009 [Karya Tulis Ilmiah].
Medan: Universitas Sumatera Utara. 2010.
5. Djumhana. Patogenesis Diagnosis dan Pengelolaan Medik Hemorroid. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin. Bandung: Fakultas
Kedokteran Unpad.2010.
6. Marcellus SK. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-4. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006.
7. Varut L. Hemorrhoids: From basic pathophysiology to clinical management. World
Gastroenterol.2012.18(17): 2009–2017
8. Acheson AG, Scholefield JH. Management of
haemorrhoids.BMJ.2008.336(7640):380–383.
9. Kaidar-Person O., Person B, Wexner SD. 2007. Hemorrhoidal Disease: A

Comprehensive Review. J. American College of Surgeons 204 (1): 102-114.

10. Nisar PJ, Scholfield JH. 2003. Managing Haemorrhoids. British Medical Journal;

327: 847-851.

23
11. Agbo SP. 2011. Surgical Management of Hemorrhoids. J Surg Tech Case Rep

2011 Jul-Dec; 3(2): 68-75.

24

Anda mungkin juga menyukai