Anda di halaman 1dari 35

AGAR RAMADHAN

KITA MENJADI
BERMAKNA

Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc

www.sabilulilmi.com
Marhaban Yaa Ramadhaan …

Bulan penuh berkah akan tiba. Bulan ampunan akan segera hadir.
Bulan rahmat akan kembali menyapa, berjumpa dengan para
perindunya. Bulan kegembiraan bagi ahli iman yang merindukan
kemulian takwa dan kesempurnaan agamanya. Gegap gempita
bulan agung yang membahagiakan setiap mukmin. Di hati
mereka, ia begitu istimewa. Di dada mereka, ia sangat spesial.
Padanya, pintu-pintu surga dibuka. Pintu-pintu neraka ditutup.
Setan-setan yang menyesatkan dibelenggu.

Bulan Ramadhan merupakan musim beramal saleh. Ramadhan


merupakan moment bernilai untuk melesatkan kedudukan
seorang hamba di hadapan Sang Pencipta. Agar mencapai derajat
yang tinggi di sisi-Nya. Agar mendapat tempat yang terhormat
dalam pandangan-Nya. Agar dosa-dosa dan kesalahan dimaafkan.
Agar tubuh yang lemah ini dibebaskan dari sentuhan panasnya
neraka jahannam.

Ramadhan adalah kumpulan hari yang terbilang. Dua puluh


sembilan atau tiga puluh hari. Hanya orang-orang beruntung yang
mendapat manfaat dari bulan suci ini. Orang-orang yang
mempergunakannya sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri.
Orang-orang yang mengisinya dengan banyak berbuat ketaatan,
melipatgandakan pahala, menambah kebaikan dan menguatkan
rasa cinta pada Allah yang Mahaagung. Orang-orang yang pada
waktu siang berpuasa dan menjaga kualitas puasanya, pada waktu
malam bangkit untuk shalat dan memperbagus kualitas shalatnya.

Hadirnya bulan Ramadhan adalah bukti kasih sayang Allah untuk


hamba-hamba-Nya. Melalui Ramadhan, Allah menebar rahmat
seluas-luasnya. Pahala amal dilipatgandakan. Pintu maghfirah
2
dibuka selebar-lebarnya. Jalan-jalan menuju kesesatan
disempitkan. Ramadhan menjadi wahana latihan menekan hawa
nafsu, meredam emosi dan mengendalikan keinginan-keinginan
duniawi yang berlebih.

Di penghujungnya, Allah menjanjikan takwa bagi orang-orang


yang berpuasa dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Status
paling mulia di hadapan Allah. Karena keberkahan akan turun ke
tempat orang-orang yang bertakwa. Karena sifat takwa
mengalirkan ragam perbuatan baik kualitas tinggi. Karena takwa
bisa menajamkan pandangan dalam memilah kebenaran. Karena
takwa adalah jalan keluar dari setiap lilitan persoalan. Tidak ada
kebahagian kecuali hidup sebagai orang bertakwa.

Bagaimana Menyambut Ramadhan?

Setidaknya, menyambut bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan


kita jelang dilakukan dengan:

 Bersuka cita, senang dan bergembira

Sambutlah Ramadhan dengan hati yang berbunga-bunga, bak


sang kekasih saat menyambut kedatangan kekasihnya setelah
lama terhalang jarak dan waktu tak bisa bertemu. Sambutlah ia
dengan semangat yang positif dan penuh rasa optimisme. Karena
hari-hari yang indah di dalamnya bagaikan taman-taman surga.
Pesonanya memancarkan kebaikan beraneka ragam.

Ramadhan adalah karunia Allah atas hamba-hamba-Nya. Dan kita,


diperintahkan untuk berbahagia atas karunia dan keutamaan-Nya.

3
         



“Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah


dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu
adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus
[10]: 58)

 Pancangkan Tekad

Dalam menyambut bulan Ramadhan, alangkah baiknya jika kita


memancangkan tekad untuk mengisi bulan Ramadhan tahun ini
dengan sebaik-baiknya. Karena bisa jadi bulan Ramadhan ini
adalah yang terakhir bagi kita. Lihatlah orang-orang yang ada
disekitar kita. Diantara mereka mungkin ada yang Ramadhan
tahun lalu masih bersama-sama kita di dunia ini, entah itu
tetangga, sahabat, anggota keluarga atau kerabat dekat. Saat ini
mereka telah tiada. Jatah usianya telah habis, dan Ramadhan
tahun lalu adalah Ramadhan yang terakhir bagi mereka.

Kita tidak mengetahui, sangat mungkin Ramadhan tahun ini pun


adalah yang terakhir bagi kita di dunia ini. Untuk itulah,
kuatkanlah tekad sebenar-benarnya, bahwa kita –dengan izin
Allah- akan bersungguh-sungguh mengisi bulan Ramadhan ini
dengan beragam ibadah yang disyariatkan.

 Bertawakal dan ber-isti’anah kepada Allah

4
Tidak sekejap mata pun kebaikan akan dapat kita lakukan tanpa
taufiq dan pertolongan dari Allah. Begitupun dengan keburukan,
tidak akan mampu kita hindari tanpa bantuan dari-Nya.

Dari sini, penting bagi kita yang hendak meraih kebaikan apapun
untuk selalu menguatkan ketawakalan kepada Allah dan sering
memohon bantuan (beristi’anah) kepada-Nya. Dengan
menyandarkan hati kepada-Nya, dengan penuh perendahan diri di
hadapan-Nya kita memohon, agar Allah berkenan mambantu
urusan ibadah kita di bulan Ramadhan ini.

Kita juga berlindung kepada-Nya dari segala rintangan dan


hambatan yang dapat mencegah diri kita dari segala kebaikan
yang kita harapkan di bulan suci ini.

 Bertobat kepada Allah atas segala dosa

Ibadah dan amal shaleh hanya mampu dikerjakan dengan hati


yang bersih dan jiwa yang kuat, dan dosa membuat hati menjadi
kotor, serta jiwa menjadi lemah.

Agar Allah memberi karunia berupa kelezatan beribadah di


dalamnya, mari kita sambut kedatangan bulan agung ini dengan
tobat dan inabah. Agar kita menjumpainya dalam keadaan bersih.
Agar hati tidak lagi berkalang dosa, terhalangi noda-noda syahwat
yang kerap menenggelamkan kita dalam suasana lalai dan lupa
dari dzikir kepada-Nya.

Para ulama menjelaskan, bahwa diantara balasan Allah atas dosa


seorang hamba adalah diharamkannya dari kebaikan yang
menguntungkan, dihalanginya dari taufik dalam meraih pundi-
pundi pahala melalui amal saleh. Mudah-mudahan, dengan tobat

5
Allah menghapus dosa kita. Sehingga kita dapat menuai
keberuntungan secara maksimal di musim ibadah tahun ini.

 Mempelajari kembali ilmu yang berkaitan dengan ibadah


puasa

Setidaknya, ilmu yang berkaitan dengan puasa ini mencakup


empat ilmu:

1. Fadha`ilu Ash-Shiyaam (keutamaan puasa), agar kita


memiliki motivasi yang kuat dalam menunaikan ibadah
puasa.
2. Hikamu Ash-Shiyaam (hikmah puasa), agar kita mengerti
maksud Allah dalam mensyariatkan ibadah puasa.
3. Ahkaamu Ash-Shiyaam (hukum-hukum puasa), agar kita
faham sah atau tidaknya ibadah puasa kita.
4. Aadaabu Ash-Shiyaam (etika puasa), agar pahala puasa kita
tidak hilang atau berkurang, dan agar kita semakin dapat
memaksimalkan raihan pahala di bulan Ramadhan.

Mengenal Keutamaan Shaum di Bulan


Ramadhan

Ibadah shaum merupakan bentuk taqarrub kepada Allah yang


terpenting di bulan Ramadhan. Ia adalah kewajiban seorang
muslim kepada Penciptanya, salah satu pilar keislamannya yang
harus ditegakkan. Karena ibadah ini lah Allah mengistimewakan
bulan Ramadhan dari sebelas bulan yang lainnya.

6
Ibadah yang sangat penting ini memiliki banyak sekali keutamaan.
Berikut adalah beberapa keutamaan shaum di bulan Ramadhan
yang penting untuk selalu kita hadirkan ketika kita melaksanakan
ibadah yang mulia ini. Mudah-mudahan dengan senantiasa
mengingatnya, kita dapat melaksanakan ibadah shaum di bulan
Ramadhan tahun ini dengan baik.

Allah berfiman: Shaum itu untuk-Ku

Dalam hadis qudsi Allah azza wa jalla berfirman:

“Setiap amal anak Adam untuknya, satu kebaikan dilipatgandakan


menjadi sepuluh kali lipat hingga tujuhratus kali lipat. Kecuali
shaum, sesungguhnya ia adalah untuk-Ku dan Aku yang akan
membalasnya. Orang yang melakukan shaum meninggalkan
syahwat, makanan dan minuman karena Aku. Orang yang
berpuasa mendapatkan dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika
berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabbnya.
Sungguh bau mulut seorang yang berpuasa lebih wangi disisi Allah
daripada wangi misk.” (Muttafaq ‘alaih)

Dalam hadis qudsi ini Allah menyebutkan beberapa keutamaan


ibadah shaum:

1. Allah menisbatkan ibadah shaum kepada diri-Nya,


“Sesungguhnya ia adalah untuk-Ku”. Ini berarti Allah
mengistimewakan ibadah shaum dari amal-amal shaleh yang
lain yang dikerjakan oleh hamba-hamba-Nya. Makna shaum
untuk Allah adalah bahwa shaum tidak dikerjakan oleh
seorang pun kecuali dengan niat untuk Allah. Ia adalah
ibadah yang bersifat rahasia antara Allah dan orang yang
berpuasa saja, hingga tidak ada celah bagi orang yang
berpuasa untuk riya dalam melakukannya, berbeda dengan
7
ibadah yang lainnya. (Lihat Syarh Suyuthi li An Nasa`i: 4/158,
tahqiq Abdul Fattah Abu Ghuddah)

2. Pahala shaum sangat besar. Karena Allah menyatakan


bahwa jika amal selain shaum dilipatgandakan dari sepuluh
hingga tujuhratus, maka shaum tidak demikian. Pahala
shaum dilipatgandakan menjadi tidak terbatas. Inilah makna
dari lafadz, “Aku yang yang akan membalasnya.” Hal ini juga
sesuai dengan firman Allah tentang orang-orang yang
bersabar, “Sesungguhnya orang-orang yang sabar akan
dibalas dengan pahala yang tidak terhingga.” (QS. Az-Zumar
[39]: 10) Karena shaum mengandung nilai kesabaran. (Lihat
Hâsyiyah As-Sindi: 4/159)

3. Orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan.


Kebahagiaan yang pertama adalah ketika berbuka. Ia
berbahagia karena telah selesai menyempurnakan ibadah
shaumnya, atau berbahagia karena dapat makan dan
minum, atau berbahagia karena apa yang ia harapkan dari
pahala shaum tersebut. Sebagaimana terdapat dalam doa
berbuka, “Dzahabadz dzama`u wabtalatil uruuqu wa
tsabatal ajru insyaa` Allah.” (Telah hilang dahaga, telah
basah kerongkongan dan telah tetap pahala insya Allah).
Kebahagiaan yang kedua adalah ketika bertemu dengan
Rabbnya seraya mendapatkan pujian dan kemenangan saat
bertemu dengan-Nya. (Miyskâtu al Mashâbîh: 6/249)

4. Bau mulut orang yang berpuasa dinyatakan oleh Allah lebih


baik, lebih utama dan lebih wangi dari minyak misk. Karena
bau mulut orang yang berpuasa itu muncul karena ketaatan
kepada Allah, maka Allah menyukainya.

Menjauhkan dari Api Neraka


8
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ ِ
َ ‫ص َام يَ ْوًما ِِف َسبِ ِيل اللَّو بَ َّع َد اللَّوُ َو ْج َهوُ َع ْن النَّا ِر َسْبع‬
‫ني َخ ِري ًفا‬ َ ‫َم ْن‬
“Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah
akan jauhkan wajahnya dari api neraka sejarak tujuhpuluh tahun
perjalanan.” (HR Bukhari Muslim)

Sangat jelas makna hadis ini, bahwa orang yang berpuasa satu
hari saja dalam rangka untuk mentaati Allah, maka ia akan
dijauhkan dari azab api neraka sejarak tujuhpuluh tahun perjalan.
Jarak yang sangat jauh sekali. Maka bagaimana dengan orang
yang melakukannya selama satu bulan penuh?

Shaum adalah Perisai

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada salah


seorang sahabatnya Mu’adz bin Jabal:

ِ ْ‫الصدقَةُ تُط‬ ِ ‫ك على أبو‬


‫طفئ‬
ُ ُ ‫ي‬ ‫ما‬ ‫ك‬
َ ‫ة‬
َ ‫طيئ‬
َ َ‫اخل‬ ‫ئ‬
ُ ‫ف‬ َّ ‫ و‬،ٌ‫وم ُجنَّة‬
ُ ‫الص‬
َّ ‫اب اخلري؟‬ َ ُّ‫أال أ َُدل‬
‫النار‬
َ ُ‫اااا‬
“Tidakkah aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan? Shaum
itu adalah perisai, dan sedekah dapat memadamkan kesalahan
sebagaimana air memadamkan api.” (HR Tirmidzi: hadis hasan
shahih)

Sebagaimana perisai dapat melindungi seorang prajurit perang


dari serangan musuh, shaum pun demikian, ia berfungsi

9
melindungi orang yang berpuasa dari kemaksiatan. Hal ini sesuai
dengan firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa


sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah [2]: 183)

Jika shaum dapat menjadi pelindung dari kemaksiatan di dunia,


maka berarti ia menjadi pelindung dari azab api neraka di akhirat.
(Jâmi al Ulûm wa al Hikam, Ibnu Rajab)

Mendapat Maghfirah

Shaum di bulan Ramadhan yang kita lakukan dengan dasar iman


kepada Allah dan dorongan untuk mengharap pahala dari-Nya
akan mengundang ampunan Allah subhanahu wa ta’ala, akan
membuat dosa-dosa kita yang telah lalu habis berguguran.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang shaum di bulan Ramadhan, dengan iman dan


mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu. (HR Bukhari Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

ِّ ‫ ُم‬،‫ ورمضان إىل َرمضان‬،‫ واجلمعة إىل اجلمعة‬،‫الصلوات اخلمس‬


‫كفرات ما‬
‫بينهن إذا اجتُنِبت الكبائر‬

“Shalat-shalat lima waktu, jumat ke jumat, Ramdhan ke


Ramadhan, adalah penggugur dosa antara semua itu, selama
dosa-dosa besar dijauhi.” (HR Muslim)

10
Menjadi Syafaat pada Hari Kiamat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam barsabda:

‫الطعام‬
َ ‫رب؛ منَعتُو‬
ِّ ‫ أي‬:‫الصيام‬
ِّ ‫يوم القيامة؛ يقول‬َ ‫الصيام والقرآن يَش َفعان للعبد‬
ِّ
:‫ قال‬،‫فشفِّعين فيو‬
َ ‫النوم بالليل‬
َ ‫ منَعتُو‬:‫ ويَقول القرآن‬،‫فشفِّعين فيو‬
َ َ‫والشهوة‬
ِ ‫في َش َّف‬
‫عان‬ ُ
Shiyam dan al Qur`an kelak akan memberi syafa’at untuk seorang
hamba pada hari kiamat. Shiyam berkata: Wahai Rabb, aku telah
menghalanginya dari makanan dan syahwat, maka izinkanlah aku
memberi syafaat untuknya. Al Qur`an juga berkata: Wahai Rabb,
aku telah menghalanginya dari tidur pada malam hari, maka
izinkanlah aku menjadi syafaat baginya. Maka keduanya memberi
syafaat. (HR Ahmad, Hakim dan Baihaqi, Ahmad Syakir berakata,
“sanadnya shahih”)

Pintu Surga Al Rayyan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫دخل‬ ِ َّ
ُ َ‫ ال ي‬،‫يوم القيامة‬
َ ‫دخل منو الصائمون‬ ُ َ‫ ي‬،‫ الريَّان‬:‫إن ِف اجلنة بابًا يُقال لو‬
‫ فإذا دخلوا أُغلِق‬،‫ أين الصائمون؟ فيَ ُقومون فيدخلون‬:‫ يُقال‬،‫منو أح ٌد غريىم‬
‫دخل منو أح ٌد‬ُ َ‫فلم ي‬
“Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang disebut al Rayyan.
Orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat memasuki (surga)
dari pintu tersebut, tidak ada seorang pun selain mereka. Kelak
11
akan ada yang berseru, “dimanakah orang-orang yang berpuasa?”
maka mereka bangkit dan masuk. Jika mereka telah masuk, pintu
itu akan ditutup dan tidak ada seorang pun yang masuk
melaluinya lagi.” (HR Bukhari Muslim)

Dua Kebahagiaan Bagi Orang yang Berpuasa

Dalam hadis qudsi Allah berfirman,

‫ وفرحة عند لقاا ربو‬،‫ فرحة عند فطره‬،‫للصائم فرحتان‬

“Bagi orang yang melaksanakan puasa ada dua kebahagiaan;


kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu
dengan Rabbnya.” (muttafaq ‘alaihi)

Hadis ini adalah satu dari sekian banyak hadis yang menerangkan
tentang keutamaan ibadah puasa. Allah secara langsung
menyatakan bahwa puasa dapat menerbitkan kebahagiaan pada
hati orang-orang yang melaksanakannya. Beban saat berpuasa
menahan segala keinginan syahwat kelak berakhir dengan berjuta
kebaikan yang menyenangkan, baik di dunia, maupun di akhirat.

 Meraih Kebahagiaan Dunia

Orang-orang yang berpuasa akan merasakan bahagia saat ia


menyelesaikan ibadah puasa karena ia dapat melakukan kembali
perkara-perkara yang dilarang saat ia berpuasa. Dan lebih dari itu,
ia akan berbahagia karena kepuasaan batin yang dirasakannya
saat ia dapat melaksanakan ibadah kepada Allah seraya
mengharap pahala dari-Nya.

12
Kebahagiaan orang yang berpuasa tentu bukan bermakna bahwa
ia tidak menyukai ibadah yang dilakukannya itu. Namun
sebagaimana yang dikatakan tadi, kebahagiaan itu lahir dari
kenikmatan yang ia rasakan saat ia diberikan kekuatan untuk
melaksakan salah satu ibadah kepada Allah yang cukup berbeban.
Kebahagiaan itu adalah tanda keimanan yang terpancang dalam
hatinya, kesadaran yang dalam atas kebutuhannya terhadap
ketaatan yang dapat mengangkat derajatnya di sisi Allah. Dan ini
adalah hakikat kebahagian orang yang beriman.

Meraih kebahagiaan adalah cita-cita setiap manusia. Tidak ada


manusia yang ingin bersedih, sengsara dan hidup dalam
kegalauan. Siapa pun, akan berusaha mencari kebahagian itu,
walaupun harus melalui kesengsaraan dan kesulitan terlebih
dahulu.

Namun, dari seluruh manusia yang mengharapkan kebahagian itu,


ternyata hanya sedikit sekali manusia yang menemukan
kebahagiaan sejati. Kebanyakan manusia terjebak pada pusaran
kebahagiaan palsu yang berujung pada kesengsaraan. Jika
demikian, apakah kebahagiaan yang hakiki itu? Dalam porsi apa
kita menempatkan rasa bahagia itu sehingga ia dapat dinamakan
sebagai kebahagiaan yang sejati?

Dalam Alquran, Allah menyebut kata bahagia dalam dua segmen;


pertama, kebahagiaan karena dunia. Dan kedua, kebahagiaan
karena keutamaan dan rahmat Allah. Kebahagiaan karena dunia
adalah kebahagiaan yang tercela. Maksudnya dunia yang
melupakan keutamaan dan nikmat Allah. Hal ini ditunjukkan oleh
firman Allah tentang Qarun, “Janganlah engkau berbahagia
(berbangga diri), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbahagia (berbangga diri).” (QS. Al Qashash [28]: 76)

13
Juga firman Allah tentang orang-orang yang diazab oleh-Nya,
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah
diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-
pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka
bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka,
Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu
mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-An’am *6+: 44)

Adapun kebahagiaan karena keutamaan dan rahmat Allah adalah


kebahagian yang terpuji, bahkan diperintahkan. Allah berfirman,
“Katakanlah: “Dengan keutamaan Allah dan rahmat-Nya,
hendaklah dengan itu mereka bergembira. Keutamaan Allah dan
rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.” (QS. Yunus [10]: 58)

Lalu, apakah yang dimaksud keutamaan dan rahmat Allah itu?


Untuk mengetahuinya, kita harus melihat ayat sebelumnya. Yaitu
firman Allah, “Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus [10]: 57)

Maka, ia adalah bahagia karena pelajaran dari Allah, yaitu


perintah dan larangan Allah yang sarat hikmah dan kebaikan.
Bahagia karena penyembuh bagi penyakit-penyakit hati dalam
dada berupa kejahilan, kegelapan dan kesesatan. Bahagia karena
petunjuk dan rahmat yang menjamin penjagaan. Bahagia karena
Rasul-Nya, karena Alquran, karena sunnah, ilmu dan amal shaleh.

Inilah kebahagian yang hakiki. Kebahagiaan yang abadi sampai ke


akhirat. Adapun bahagia karena dunia, ia adalah kebahagian yang
sementara dan menuju kepada kehancuran.

14
Syaikhul Islam –rahimahullah- berkata,

‫ من مل يدخلها ال يدخل جنة اآلخرة‬،‫إن ِف الدنيا جنة‬

Sesungguhnya di dunia terdapat surga, barangsiapa yang tidak


memasukinya, ia tidak akan memasuki surga akhirat.

Dan diantara kebahagian bagi ahli iman adalah datangnya bulan


Ramadhan. Bulan rahmat dan keutamaan. Karena pada bulan ini
Allah melipatgandakan pahala kebaikan, menjanjikan ampunan,
menyempitkan jalan keburukan dan membuka selebar-lebarnya
jalan amal shaleh yang menguntungkan. Maka berbahagialah
dengan bulan agung ini. Isilah dengan memperbanyak kebaikan.
Mudah-mudahan Allah memberkahi hidup kita.

 Bahagia Saat Bertemu dengan Rabbul `Alamin

Sebagaimana mereka berbahagia di dunia dengan karunia dan


keutamaan dari Allah, dengan iman dan amal shaleh, di akhirat
pun mereka berbahagia ketika mereka mendapatkan pahala yang
sangat besar saat bertemu dengan-Nya. Dan ini adalah
kebahagian yang sangat besar di akhirat. Yaitu menghadap Allah
dalam keadaan tidak takut terkena azab Allah yang sangat berat
dan dimasukkan kepada surga-Nya; kenikmatan abadi yang tidak
ada bandingannya di dunia ini.

Pertemuan dengan Allah adalah keniscayaan hidup yang diyakini


oleh orang-orang yang beriman. Allah berfirman,

“Wahai manusia, sesungguhnya engkau bekerja keras menuju


Tuhanmu, maka engkau akan menemuinya.” (QS. Al Insyiqaq
[84]: 6)
15
Saat seluruh manusia bertemu dengan Allah, mereka terbagi
menjadi dua golongan. Ada yang sengsara, dan ada yang
berbahagia.

“Dan diantara mereka ada yang sengsara dan (ada yang)


bahagia” (QS. Hud: 105)

Orang-orang yang kelak menghadap Allah dengan membawa


tauhid, iman, islam, ketaatan, amal shaleh dan hati yang selamat,
ia akan mendapat kebahagiaan dan pahala yang tidak akan
pernah putus.

“Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi


mereka pahala yang tidak pernah terputus.” (QS. At-Tin [95]: 6)

Adapun orang-orang yang menghadap Allah dengan membawa


kesyirikan, kekufuran, kemaksiatan dan dosa, maka ia akan
mendapat kesengsaraan dan berarti telah merugikan dirinya
sendiri.

“Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-


orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada
hari kiamat". ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang
nyata. Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di
bawah merekapun lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah
mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan azab itu. Maka
bertakwalah kepada-Ku Hai hamba-hamba-Ku.” (QS. Az Zumar
[39]: 15-16)

Tidak hanya itu, orang-orang beriman kelak juga berbahagia saat


melihat wajah Tuhannya. Dan ini adalah kenikmatan tertinggi di
akhirat. Wajah mereka berseri-seri melihat kepada Tuhannya.
16
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.
Kepada Tuhannyalah mereka Melihat.” (QS. Al Qiyamah [75]: 22-
23)

Mudah-mudahan dengan keberkahan ibadah puasa Ramadhan


tahun ini kita dapat meraih kebahagian yang hakiki, kebahagian
hidup dalam ketaatan kepada Allah di dunia, begitu juga
kebahagian abadi di akhirat saat bertemu dengan Rabbul
‘aalamin. Amin.

Nilai-Nilai Ketakwaan Dalam Ibadah


Puasa

Hikmah teragung dari ibadah puasa adalah untuk mewujudkan


ketakwaan. Hal ini yang Allah nyatakan dalam al Qur`an,

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa


sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa,” (QS. Al Baqarah: 183)

Bertakwa kepada Allah dilakukan dengan beriman kepada-Nya,


menunaikan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya dan teguh
dalam semua itu. Keutamaan takwa dan pujian bagi orang yang
bertakwa sangat tinggi dan harum. Takwa menjadi ukuran
kemuliaan seorang hamba, Allah bersama orang yang bertakwa,
surga disediakan untuk mereka dan neraka akan dijauhkan dari
tubuh-tubuh mereka kelak pada hari kiamat. Allah juga
menjanjikan kemudahan dan rizki yang tidak disangka-sangka bagi
orang yang bertakwa di dunia.

17
Takwa, tidak dibangun diatas satu nilai kebaikan. Takwa adalah
akumulasi dari nilai-nilai dan unsur-unsur kebaikan yang beragam.
Nilai-nilai inilah yang penulis sebut sebagai nilai-nilai ketakwaan.
Dalam ibadah puasa, terdapat sejumlah nilai-nilai yang dapat
membangun ketakwaan seorang hamba kepada Allah. Berikut ini
diantaranya beserta penjelasannya yang ringkas:

Ibadah Puasa Meningkatkan Iman

Dengan ibadah puasa, iman seorang hamba akan melesat naik.


Puasa adalah salah satu ketaatan kepada Allah, dan setiap
ketaatan memberi dampak pada meningkatnya keimanan seorang
hamba kepada-Nya. Selanjutnya, keimanan akan menumbuhkan
ketakwaan pada dirinya. Oleh karena itu, sejumlah ayat yang
memerintahkan untuk bertakwa, Allah awali dengan seruan
kepada orang-orang yang beriman. Karena takwa hanya mampu
diwujudkan oleh orang-orang yang beriman.

Ibadah Puasa Melatih Kesabaran

Dalam ibadah puasa, kesabaran sangat diperlukan. Lebih


diperlukan dari ibadah-ibadah yang lainnya. Orang yang berpuasa
secara otomatis akan bersabar. Oleh karena itu pada ulama
mengatakan bahwa dalam ibadah puasa, terkumpul seluruh jenis
kesabaran;

1. Sabar dalam taat; karena ibadah puasa adalah perintah


Allah.

2. Sabar dalam menjauhi maksiat; karena selama berpuasa


seorang hamba meninggalkan yang dilarang berupa perkara-
perkara yang dapat membatalkan puasanya.
18
3. Sabar dalam menerima ketentuan Allah yang tidak disukai;
karena pada saat seorang hamba berpuasa, rasa lapar,
dahaga, lelah dan kondisi-kondisi lain yang tidak disukainya
akan terjadi padanya.

Ibadah Puasa Menekan Syahwat dan Mengendalikan Hawa


Nafsu

Nilai ketakwaan selanjutnya yang terdapat dalam ibadah puasa


adalah, ibadah puasa dapat menekan syahwat seorang hamba,
mengurangi keinginan-keinginan buruk yang ada pada dirinya dan
mengendalikan hawa nafsunya. Jelas, hawa nafsu yang terkendali
dan syahwat yang terkontrol akan memberi dampak pada
ketakwaan seorang hamba. Karena syahwat dan hawa nafsu
adalah faktor yang sangat besar yang membuat manusia
meninggalkan ketaatan dan mengerjakan kemaksiatan.

Ibadah Puasa Menumbuhkan Keikhlasan

Satu-satunya ibadah yang tidak dapat dilaksanakan dengan riya,


tujuan agar dilihat orang manusia dan mendapat pujian mereka
adalah ibadah puasa. Para ulama mengatakan, ibadah puasa
adalah ibadah rahasia antara seorang hamba dengan rabbnya,
hanya dirinya dan Allah saja yang mengetahui bahwa ia sedang
berpuasa. Oleh karena itu dalam sebuah hadis qudsi Allah
berfirman, “Puasa itu untukku dan aku yang akan membalasnya”
(HR Bukhari Muslim)

Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, “Puasa tidak terjadi padanya


riya, sebagaimana yang terjadi pada ibadah selainnya.” (al Fath)

19
Keikhlasan tentu sangat penting dalam ketakwaan. Perintah-
perintah Allah harus dilaksanakan seorang hamba dengan ikhlas,
dalam rangka mencari keridhaan Allah. Pun demikian dengan
larangan-larangan Allah, jika seorang hamba ingin mendapat
pahala dari meninggalkannya, ia pun harus meninggalkannya
karena Allah.

Ibadah Puasa Menguatkan Rasa Muraqabatullah

Merasa selalu diawasi oleh Allah adalah perasaan yang harus


dihadirkan oleh seorang hamba jika ia ingin menjadi manusia yang
benar-benar bertakwa kepada-Nya. Muraqabatullah akan
membuat ia senantiasa berusaha menjaga diri dari perbuatan-
perbuatan yang dimurkai Allah kapan pun dan dimana pun ia
berada. Orang yang tidak memiliki rasa muraqabatullah dalam
hatinya, pasti akan kesulitan mempertahankan ketakwaannya,
khususnya dalam kondisi sendirian, jauh dari pandangan manusia.

Ibadah puasa mengandung nilai muraqabatullah. Saat seorang


hamba berpuasa, ia akan benar-benar sadar bahwa ia selalu
dalam pengawasan Allah. Tidak ada tempat dan waktu yang tidak
diketahui oleh-Nya. Oleh karena itu ia akan senantiasa menjaga
puasanya dari hal-hal yang dapat membatalkannya, walaupun
saat sendirian dan jauh dari pandangan manusia.

Ibadah Puasa Meningkatkan Rasa Syukur

Dasar dari ketakwaan adalah rasa syukur. Rasa syukur akan


tumbuh dari kesadaran yang baik atas karunia dan nikmat Allah
bagi seorang hamba. Semua nikmat datang dari Allah. Sekecil
apapun. Manusia tidak dapat hidup tanpa karunia Allah.

20
Biasanya, kenikmatan serta karunia Allah tersebut manusia sadari
saat ia terhalang darinya dan merasa membutuhkannya. Makan
dan minum adalah karunia Allah yang dirasakan oleh manusia
setiap hari, namun sering kali baru disadari bahwa semua itu
merupakan nikmat Allah yang sangat besar pada saat manusia
terhalang darinya.

Dalam beribadah puasa, seorang hamba akan menyadari bahwa


nikmat makan, minum dan juga nikmat-nikmat lainnya
merupakan karunia Allah yang sangat besar atas dirinya, untuk
itulah ia pun akan merasa harus bersyukur kepada-Nya.

Ibadah Puasa Menghadirkan Rasa Belas Kasihan

Saat beribadah puasa, rasa lapar dan dahaga akan dirasakan. Saat
ia merasakan lapar dan dahaga itulah, ia pun akan mengingat
sebagian saudara-saudaranya yang merasakan hal yang sama.
Namun bedanya, ia hanya merasakan lapar dan dahaga
sementara waktu saja, sementara sebagian saudara-saudaranya
yang miskin merasakan hal itu hampir dalam setiap waktu.

Ibadah Puasa Membersihkan Hati Dari Noda

Dalam sebuah hadis yang diterima dari sahabat Ibnu Abbas,


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa di bulan
kesabaran dan tiga hari setiap bulan, akan meninghilangkan
waharsh shadri” (HR al Bazzar) Wahash shadri adalah tipuan,
kedengkian, amarah, kemunafikan yang ada dalam hati.

Jika hati bersih, maka tentu lisan dan anggota badan akan baik
dan selalu bertakwa kepada Allah.

21
Shaum; Pengertian dan Hikmahnya

Shiyam secara bahasa artinya menahan. Orang yang diam disebut,


“shaa`im”, karena ia menahan dari berbicara.Diantaranya firman
Allah, “Sesungguhnya aku bernadzar kepada Allah Ar-Rahman
untuk tidak berbicara (shaum).” (QS. Maryam: 26).

Secara istilah syar’i, shiyam adalah menahan diri dengan niat dari
perkara-perkara yang khusus, pada waktu yang khusus, dilakukan
oleh orang-orang yang khusus.

Ibadah shaum Ramadhan pertama kali diwajibkan kepada kaum


muslimin pada bulan Sya’ban tahun kedua hijriyah. Para ulama
sepakat bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan
shaum sebanyak sembilan kali Ramadhan.
Shaum di bulan Ramadhan adalah salah satu rukun Islam yang
lima dan diantara kewajiban yang agung. Hal ini ditunjukkan oleh
dalil-dalil Kitab, Sunnah dan ijma. Allah berfirman, “Telah
diwajibkan atas kalian shaum.” (QS. Al Baqarah: 183)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam dibangun


diatas lima perkara.” Diantaranya disebutkan, “Shaum di bulan
Ramadhan.” (HR Bukhari Muslim). Dan hadis-hadis yang
menunjukkan wajibnya shaum sangat banyak. Kaum muslimin
sepakat bahwa yang mengingkari kewajiban shaum maka dia
kafir.

Adapun keutamaan shaum, terdapat sejumlah hadis tentangnya,


diantaranya adalah hadis qudsi, “Setiap amal anak adam
untuknya, kecuali shaum. Ia adalah untuk-Ku dan Aku yang akan
membalasnya.” (HR Bukhari Muslim)
22
Tahapan Pensyariatan Kewajiban Shaum

Dahulu, Ibadah shaum diwajibkan dengan tiga tahapan:


1. Diwajibkan shaum Asyura. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan untuk shaum Asyura.

2. Diwajibkan shaum Ramadhan akan tetapi dengan pilihan


antara shaum atau membayar fidyah. Allah berfirman, “Dan
atas orang-orang yang berat menjalankannya, wajib
membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tapi
barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajiakan,
maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 185)

3. Diwajibkan shaum tanpa pilihan. Allah berfirman, “Bulan


Ramadhan adalah bulan yang didalamnya diturunkan Al
Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang
bener dan yang batil). Karena itu, barangsiapa diantara kamu
ada di bulan itu, maka berpuasalah.” (QS. Al Baqarah: 185)

Hikmah dalam tahapan pensyariatan ini adalah bahwa shaum


padanya terdapat beban bagi jiwa, maka ia diwajibkan secara
bertahap.
Hikmah Shaum

Ibadah Shaum memiliki faidah yang banyak, diantaranya:


1. Ibadah Shaum merupakan salah satu ketaatan yang sangat
agung. Ia adalah rahasia antara seorang hamba dengan
Rabbnya. Dan ia adalah tujuan dalam melaksanakan amanat.
23
2. Shaum mengandung makna sabar dengan ketiga jenisnya
sekaligus; sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dari
kemaksiatan kepada Allah dan sabar dalam menanggung
takdir Allah yang tidak disukai.

3. Orang yang melaksanakan shaum dapat merasakan sulitnya


lapar sehingga ia dapat mengingat nikmat-nikmat Allah yang
terus-menerus atas dirinya dan ia pun dapat mengingat
saudara-saudaranya yang merasakan kelaparan terus-
menerus.

4. Pada shaum terdapat faidah kesehatan; shaum dapat


mengistirahatkan lambung, memberinya kesempatan untuk
tidak beroperasi sehingga dapat memulihkan kekuatannya.

Maka, shaum adalah ibadah yang sangat agung. Terdapat banyak


sekali kebaikan padanya. Ia juga menjauhkan dari macam-macam
keburukan. Oleh karena itu, Allah juga mewajibkan shaum atas
umat-umat terdahulu. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang
beriman telah diwajibkan atas kalian shaum sebagaimana telah
diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian
bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)

Hukum-Hukum Puasa

Ilmu yang berkaitan dengan hukum-hukum ibadah puasa, yang


dengannya kita dapat mengetahui cara melaksanakan ibadah
puasa dengan benar, termasuk diantara ilmu yang wajib dipelajari
setiap muslim (fardhu ‘ain). Hal ini sejalan dengan hukum dari
puasa Ramadhan itu sendiri. Ia adalah ibadah yang wajib
24
dilaksanakan setiap muslim dan muslimah. Bahkan termasuk salah
satu dari rukun Islam yang lima.

Syarat wajibnya puasa

1. Islam, maka orang kafir tidak wajib berpuasa dan tidak sah
puasanya jika ia berpuasa. Karena syarat seseorang diterima
amalannya adalah Islam.

2. Baligh, maka anak kecil tidak diwajibkan berpuasa. Namun


hendaknya bagi orang tua yang melihat anaknya sudah
mampu berpuasa, ia melatih anaknya untuk berpuasa dan
puasanya sah.

3. Berakal, maka orang gila, cacat mental, pikun, koma atau


pingsan tidak wajib berpuasa dan tidak sah puasanya.

4. Tidak sedang safar, maka orang yang sedang dalam


perjalanan (safar) tidak wajib berpuasa, ia boleh berbuka
sebagai keringanan baginya, namun ia harus menggantinya
pada bulan yang lain.

5. Suci dari haidh dan nifas, maka wanita yang sedang haidh
atau nifas tidak wajib dan tidak diperbolehkan berpuasa,
dan ia harus menggantinya (qadha) pada bulan yang lain.

6. Mampu berpuasa, maka orang yang sakit tidak wajib


berpuasa dan ada keringanan untuk berbuka, namun ia
wajib menggantinya (qadha) dengan berpuasa di bulan yang
lain. Jika sakitnya tidak lagi diharapkan kesembuhannya,
maka ia menggantinya dengan membeyar fidyah. Begitu
juga tidak wajib berpuasa bagi orang yang sudah tua jika ia

25
tidak mampu melakukannya dan menggantinya dengan
fidyah.

Yang Diperbolehkan Berbuka (tidak berpuasa)

A. Orang sakit

Orang sakit yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa


adalah yang menderita penyakit yang cukup payah, sehingga jika
ia berpuasa, hal itu dapat mempengaruhi kondisi tubuhnya,
menyakitinya atau memperparah penyakitnya. Adapun penyakit
ringan seperti flu, batuk atau sakit kepala ringan dan yang
sepertinya, maka hal itu tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak
berpuasa.

Bagi yang sakit dan masih diharapkan kesembuhannya, maka ia


wajib mengqadha puasanya di bulan yang lain tatkala ia sembuh
dari sakitnya. Namun bagi orang yang sakitnya cukup parah
sehingga tidak diharapkan lagi kesembuhannya, maka yang harus
dilakukannya adalah memberi makan satu orang miskin (fidyah)
untuk mengganti setiap satu harinya.

B. Musafir

Orang yang sedang dalam perjalanan, diperbolehkan untuknya


berbuka. Para ulama sepakat tentang kebolehan berbuka bagi
orang yang berpuasa. Namun mereka berbeda pendapat soal
mana yang lebih utama, apakah berbuka atau tetap berpuasa?

Jika perjalanan tersebut menimbulkan beban yang cukup berat,


maka yang lebih utama adalah berbuka. Ini adalah pendapat
mayoritas para ulama. Namun jika perjalanan tersebut tidak

26
menimbulkan beban yang berat, mayoritas para ulama
berpendapat bahwa berpuasa lebih utama.

Sekelompok para ulama, diantara Ibnu Taimiyyah rahimahullah,


memilih pendapat bahwa dalam keadaan apapun, berbuka lebih
utama, hal ini sebagaimana hadis,

“Bukan termasuk kebaikan, berpuasa dalam keadaan safar.” (HR


Bukhari dan Muslim)

Tatkala seseorang telah meninggalkan kota atau daerah tempat


tinggalnya, ia baru diperbolehkan untuk berbuka. Namun jika ia
masih di dalam kota, tidak boleh baginya mulai berbuka.

Seorang yang berbuka karena safar, maka ia harus mengganti


puasa yang telah ia tinggalkan itu di hari yang lain (Qadha).

C. Orang tua yang sudah renta

Diperbolehkan bagi orang yang sudah lanjut usia dan renta untuk
tidak berpuasa jika memang. Hal sebagaimana firman Allah ta’ala,

       

“dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika


mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi
Makan seorang miskin.” (QS. Al Baqarah *2+: 184)

Sebagaimana dalam ayat diatas, orang tua yang tidak berpuasa


wajib menggantinya dengan fidyah.

D. Hamil dan Menyusui


27
Diperbolehkan bagi wanita yang sedang hamil atau menyusui
untuk berbuka di bulan Ramadhan, baik karena khawatir kepada
dirinya sendiri atau kepada janin dan anak yang sedang
disusuinya.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala
menggugurkan setengah dari shalat bagi seorang musafir dan
menggungurkan kewajiban puasa bagi wanita hamil dan
menyususi.” (HR Ahmad, Tirmidzi dan Nasa`i)

Bagi wanita yang meninggalkan puasa karena hamil atau


menyusui, maka ia wajib mengqadha puasanya di bulan yang lain
sebagaimana orang yang sakit atau musafir.

o Hukum puasa bagi pekerja berat

Para pekerja berat termasuk orang-orang diwajibkan untuk


berpuasa. Ia tidak termasuk orang yang sakit atau musafir. Maka,
wajib berniat puasa di malam harinya untuk esok hari. Puasa di
pagi harinya sebagaimana biasa. Namun jika tatkala ia berkerja,
dalam keadaan ia membutuhkan pekerjaan itu dan ia khawatir
atas dirinya jika ia berpuasa di siang hari, maka ia boleh berbuka
sekadar kebutuhannya dan wajib berpuasa pada sisa hari yang
ada setelah ia bekerja, kemudian di bulan yang lain ia wajib
mengqadha.

o Lapar dan Haus yang sangat

Dalam keadaan seseorang sangat lapar dan sangat kehausan,


sehingga jika ia berpuasa ia dapat meninggal dunia, maka ia wajib
berbuka dan ia wajib untuk mengqadha.
28
o Jihad di jalan Allah

Diperbolehkan juga bagi orang yang berjihad di jalan Allah untuk


berbuka. Hal ini juga pernah difatwakan oleh Ibnu Taimiyyah
rahimahullah untuk pasukan kaum muslimin tatkala mereka
menghadapi musuh di Damaskus.

Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

Tidak dinyatakan batal puasanya orang yang melakukan salah satu


dari hal-hal yang membatalkan puasa kecuali jika ia:

1. Mengetahui hukum tersebut dan mengetahui waktu. Maka


orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa
karena ia tidak mengetahui, tidak batal puasanya. Begitu
pun bagi orang yang melakukan perkara yang membatalkan
puasa karena tidak mengetahui bahwa waktu itu adalah
waktu sudah masuk puasa. Seperti orang yang makan atau
minum setelah fajar karena menyangka belum datang fajar.

2. Ingat dan tidak lupa. Maka orang yang makan atau minum
karena pula, puasanya tidak batal.

3. Secara sengaja melakukannya. Maka orang yang tidak


sengaja masuk sesuatu ke dalam rongga kerongongannya,
juga tidak batal puasanya. Begitu juga orang yang dipaksa
untuk berbuka.

a. Makan dan Minum secara sengaja. Termasuk yang semakna


dengannya seperti infus.

29
b. Keluar mani dengan cara masturbasi, bercumbu, dan berulang
kali melihat sesuatu yang dapat membangkitkan syahwatnya.
Adapun jika karena memikirkannya, maka ia tidak
membatalkannya.

c. Muntah dengan sengaja.

d. Keluar darah haidh dan nifas.

e. Gila dan pingsan.

f. Murtad.

g. Jimak atau melakukan hubungan suami istri.

h. Hijamah atau bekam. Termasuk yang semakna dengannya


seperti donor darah.

Jika terjadi kepada seseorang hal-hal yang membatalkan puasa


diatas, maka ia wajib untuk mengqadha puasanya di bulan yang
lain. Khusus untuk jimak, maka selain qadha, ia diharuskan
menunaikan kaffarah. Memerdekakan budak, puasa dua bulan
berturut-turut atau memberi makan enampuluh orang miskin.

Yang Diperbolehkan Saat Berpuasa

a. Mengakhirkan mandi hingga waktu fajar datang bagi


orang yang junub atau wanita yang baru selesai haidh
atau nifas.

b. Berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung lalu


mengeluarkannya.

30
c. Mandi untuk menyegarkan badan.

d. Mencicipi makanan jika perlu untuk melakukannnya.

e. Mencium atau bercumbu dengan pasangan bagi yang


merasa mampu menguasai dirinya.

f. Memakai wangi-wangian atau menghirup bau.

g. Bersiwak atau gosok gigi menggunakan pasta gigi.

h. Menggunakan celak.

i. Menggunakan obat tetes mata.

j. Menggunakan obat tetes telinga.

Adab-Adab Puasa

Selain hal-hal yang wajib kita lakukan saat berpuasa, kita juga
dianjurkan untuk menjaga etika atau adab-adab pada saat kita
berpuasa. Tujuannya, agar kita dapat benar-benar secara
maksimal meraih pahala dari ibadah puasa yang kita lakukan.
Sangat disayangkan, jika dari bulan Ramadhan yang sangat
istimewa itu kita ternyata tidak meraih banyak pahala.

Begitupun, dengan menjaga adab-adab puasa, kita dapat


mempertahankan pahala puasa tersebut, karena kita bisa
kehilangan pahala puasa kita, akibat dari tidak menjaga adab-
adab puasa kita.

31
Diantara adab-adab tersebut adalah:

 Menyegerakan berbuka.

Disunnahkan bagi orang yang berpuasa, tatkala sudah benar-


benar dipastikan bahwa matahari telah terbenam, ia segera
berbuka.

Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia akan selalu mendapatkan
kebaikan, selama ia membiasakan untuk bersegera saat berbuka.”
(HR Bukhari Muslim)

 Makanan berbuka yang disunnahkan.

Disunnahkan berbuka dengan kurma basah, atau kurma kering,


atau air.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam biasanya berbuka sebelum melaksanakan shalat dengan
beberapa butir kurma basah (ruthab), jika tidak ada, beliau
berbuka dengan beberapa butir kurma kering (tamr), jika tidak
ada, beliau berbuka dengan beberapa teguk air.” (HR Ahmad)

 Makan sahur

Sahur adalah makanan yang dimakan pada akhir malam


menjelang waktu fajar bagi orang yang siang harinya hendak
bepuasa.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda, “Makan sahurlah kalian, sesungguhnya pada
makanan sahur itu terdapat keberkahan.” (HR Bukhari Muslim)
32
Keberkahan yang akan kita dapat dari makan sahur ditinjau dari
beberapa sisi, diantaranya:

a. Ittiba’ (mengikuti) sunnah.


b. Menyelisihi ahli kitab. Karena perbedaan antara puasa kita
dan ahli kita terletak pada makan sahur. (HR Muslim)
c. Sebagai persiapan untuk melaksanakan suatu ibadah.
d. Menambah semangat dalam beribadah.
e. Mencegah akhlak yang buruk yang dapat disebabkan karena
rasa lapar yang berlebihan.
f. Menyediakan waktu untuk berzikir, bersitighfar dan berdoa
di waktu yang mustajab, karena waktu sahur (akhir malam)
adalah waktu dikabulkannya doa.
g. Waktu berniat bagi yang belum berniat pada malam harinya.

 Mengakhirkan waktu sahur

Disunnahkan untuk mengakhirkan waktu sahur hingga dekat


dengan terbit fajar, pada batas tidak dikhawatirkan fajar akan
terbit disaat makan sahur belum selesai.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Zaid bin Tsabit
meneritakan kepadanya, bahwa mereka makan sahur bersama
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian setelah itu mereka
shalat.” Aku (Anas) berkata, “Berapa jarak waktu antara
keduanya?” ia menjawab, “Sekitar selama seseorang membaca 50
ayat.” (HR Bukhari Muslim)

Ibnu Hajar berkata, “Maksudnya adalah 50 ayat yang sedang,


tidak panjang dan tidak pendek, tidak terlalu cepat dan tidak
lambat.” (Fathul Bary 1/367)

33
 Menjauhi maksiat

Diantara adab saat kita berpuasa yang sangat penting adalah


menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan saat kita berpuasa.
Tujuan utama disyariatkannya ibadah puasa adalah ketakwaan.
Dan takwa itu sendiri berarti mengerjakan perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya.

Jika saat kita berpuasa masih suka bermaksiat, berbuat buruk dan
melanggar aturan Allah, maka apa yang menjadi tujuan puasa itu
sendiri tidak tercapai. Karenanya, Allah tidak membutuhkan lagi
puasa seorang hamba, jika perbuatan dan perkataannya buruk.

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan buruk,


perbuatan buruk dan kebodohan, maka Allah tidak butuh lagi
kepada ia meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR
Bukhari)

 Menyibukkan diri dengan ketaatan

Dalil-dalil syar’i menunjukkan bahwa segala kebaikan akan


dilipatgandakan dengan pelipatgandaan yang sangat banyak di
waktu-waktu istimewa seperti Ramadhan dan yang lainnya.

Karenanya, sangat dianjurkan bagi orang yang tengah menjalani


ibadah puasa di bulan Ramadhan, selain meninggalkan perkara
yang mubah dan hal-hal yang diharamkan, ia juga menyibukkan
dirinya dengan beragam ketaatan yang disyariatkan, baik pada
siang hari atau malam harinya. Diantaranya:

 Membaca al Qur`an.
 Memperbanyak zikir.
 Berdoa.
34
 Berbuat kebaikan kepada orang lain dengan sedekah,
memberi makan orang berbuka, bersilaturahmi, tolong
menolong dalam kebaikan dan lain-lain.
 Melakukan shalat tarawih secara berjamaah.

Penutup

Itulah sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan bulan


ramadhan, mudah-mudahan Allah memberi taufiq kepada kita
semua. Amin.

****

Donasi Dakwah dan Pondok Pesantren Sabilul Ilmi

Bank Muamalat cab Subang


1170006301
An/ Resa Gunarsa

Jazakumullah khairan

35

Anda mungkin juga menyukai