Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Perkembangan teknologi yang pesat sangat berpengaruh dalam dunia

pendidikan. Dengan perkembangan teknologi ini pemerintah perlu meningkatkan

pembangunan di bidang pendidikan yang dilihat dari segi kualitas maupun

kuantitas. Peningkatan kualitas ini dilakukan dengan peningkatan sarana dan

prasarana, peningkatan tenaga profesionalisme, tenaga pendidik, dan peningkatan

mutu anak didik. Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat

memprihatinkan. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia

(dalam http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/03/01-masalah-pendidikan-di-

indonesia-5/):
Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan
ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Indonesia hanya berpredikat
sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di
dunia. Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila
di bandingkan dengan kualitas pendidikan di negara – negara lain. Hal –
hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan
standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan.

Di era global seperti sekarang ini akan semakin banyak perkembangan

yang terjadi di negara ini. Matematika merupakan ilmu yang terdiri dari produk

dan proses. Matematika dapat disampaikan dengan mengajak siswa menemukan

sendiri konsep yang ada dalam Matematika. Konsep – konsep yang ada dalam

Matematika akan sulit diterima siswa apabila mengandalkan komunikasi verbal

yang dilakukan oleh guru. Suatu konsep dalam Matematika akan mudah diterima

oleh siswa apabila dalam proses pembelajaran siswa dapat melihat proses

ditemukannya suatu konsep atau teori tersebut. Sejauh mana siswa menerima dan

menguasai suatu konsep dalam Matematika ditinjau dengan kemampuan

1
memahami konsep Matematika yaitu mampu menyelesaikan permasalahan yang

ditentukan pada proses belajar mengajar kemampuan tersebut ditunjukkan dengan

nilai prestasinya.

Namun kenyataannya, pendidikan Matematika di Indonesia masih

memprihatinkan jika dilihat dari rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa.

Rendahnya hasil belajar siswa berkaitan dengan kurangnya peran guru dalam

menerapkan model pembelajaran. Marpaung (2004) mengemukakan bahwa :

“guru cenderung memindahkan pengetahuan yang dimiliki ke pikiran siswa,

mementingkan hasil daripada proses, mengajarkan secara urut halaman per

halaman tanpa melihat keterkaitan antara konsep – konsep atau masalah”. Dalam

pembelajaran matematika guru cenderung menekankan siswanya untuk meniru

guru cara menyelesaikan soal – soal sehingga lebih bersifat hapalan.


Ketidaktertarikan siswa untuk belajar Matematika dapat terjadi karena

pada kenyataannya dalam pelaksanaan pembelajaran Matematika, pembelajaran

yang ditetapkan masih konvensional yaitu masih terpusat pada guru.


Dengan metode mengajar yang konvensional, siswa kebanyakan cerita

bersama teman – temannya sehingga siswa tidak ada timbal balik antara guru

dengan siswa dan pelajaran yang diberikan oleh guru tersebut tidak tersampaikan

dengan baik karena keaktifan siswa tidak dirangsang untuk memahami dan

memecahkan masalah berkaitan dengan sistem persamaan dan pertidaksamaan

linear. Proses pengajaran akan berhasil selain ditentukan oleh kemampuan guru

dalam menentukan metode dan alat yang digunakan dalam pengajaran, juga

ditentukan oleh minat belajar siswa. Seperti yang dikemukakan oleh Slameto

(2003: 35) : “ metode mengajar guru yang kurang baik diakibatkan karena guru

kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru tersebut

2
menyajikannya tidak jelas atau sikap guru terhadap siswa kurang senang terhadap

pelajaran”.
Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan minat dan kebutuhan

siswa serta melibatkan siswa menjadi lebih aktif adalah model pembelajaran yang

menggunakan penstrukturan isi pelajaran yang akan disajikan. Harahap (2011: 17)

menyatakan:
Melalui model pengorganisasian dan penyampaian pelajaran yang optimal
akan memberikan daya tarik siswa untuk mempelajari suatu bidang studi,
sehingga akan tercapai tujuan pengajaran yang diinginkan. Dengan kata
lain, guru dalam memberikan pengalaman mengajar pada siswa harus
mampu memberikan kemudahan pada siswa dalam belajar melalui model
pembelajaran yang cocok dengan materi yang disajikan.

Suatu alternatif penggunaan model pembelajaran untuk mencapai tujuan

pembelajaran adalah dengan model student teams achievement divisions ( STAD).

Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions ( STAD) yang

dikembangkan oleh Robert Slavin (dalam Slavin, 1995 ) merupakan pembelajaran

kooperatif yang paling sederhana dan merupakan pembelajaran kooperatifyang

cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran

kooperatif. Student Team Achievement Divisions ( STAD ) adalah salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim

belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat

kinerjanya, jenis kelamin dan suku.


Dalam pembelajaran Matematika dianggap perlu diberikan model

pembelajaran Student Team Achievement Divisions (STAD). Karena model ini

sebagian besar merupakan konsep – konsep yang harus diketahui siswa secara

cepat, karena waktu yang digunakan untuk materi Sistem Persamaan dan

Pertidaksamaan Linear ini hanya beberapa kali pertemuan saja. Disamping itu,

penerapan model STAD di kelas X akan sangat membantu siswa dalam

3
memahami materi karena model ini terdiri atas komponen strategi yang tersusun

sesuai dengan penalaran siswa.


Bertitik tolak dari pentingnya suatu model pembelajaran dalam

pengorganisasian dan penyampaian pelajaran untuk memperoleh hasil yang lebih

baik, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “ Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar siswa dengan Menggunakan Model Student

Teams Achievement Divisions ( STAD ) pada Materi Sistem Persamaan dan

Pertidaksamaan Linear di Kelas X-2 SMA Negeri 1 Nanga Pinoh Tahun

Ajaran 2015/2016”.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi identifikasi masalah

dalam penelitian ini adalah :


1. Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
2. Pendidikan Matematika di Indonesia masih lemah.
3. Matematika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa.
4. Rendahnya pemahaman Matematika siswa pada materi Sistem persamaan

dan Pertidaksamaan Linear.


5. Teknik pembelajaran yang digunakan guru belum efektif.
Identifikasi dan batasan masalah, maka yang menjadi masalah adalah

apakah model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) dapat

meningkatkan hasil belajar Matematika siswa pada pokok bahasan Sistem

Persamaan dan Pertidaksamaan Linear di kelas X-2 SMA Negeri 1 Nanga Pinoh

Tahun Pelajaran 2015/2016?

3. Batasan Istilah
Karena luasnya ruang lingkup permasalahan dan agar penelitian menjadi

lebih efektif, jelas dan terarah, penulis membatasi masalah yaitu :


1. Model pembelajaran yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah

model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD).

4
2. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengajarkan tentang pokok bahasan

Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan Linear.


3. Peneliti akan melaksanakan penelitian di SMA Negeri 1 Nanga Pinoh

kelas X-2 Tahun Pelajaran 2015/2016

4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah model pembelajaran Student Team

Achievement Division dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa

pada pokok bahasan Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan Linear di

kelas X-2 SMA Negeri 1 Nanga Pinoh T.A. 2015/2016.

5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:


1. Bagi siswa, untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada pokok

bahasan Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan Linear.


2. Bagi guru, sebagai pertimbangan untuk menentukan teknik pembelajaran

dalam proses belajar mengajar.


3. Bagisekolah, menjadi sumber informasi atau sumbangan pemikiran

sebagai salah satu alternatif pengajaran sebagai upaya untuk meningkatkan

hasil belajar Matematika siswa melalui model pembelajaran Student Team

Achievement Division (STAD) khususnya di sekolah tempat

dilaksanakannya penelitian ini dan di sekolah lain pada umumnya.


4. Bagi peneliti dan pembaca, sebagai bahan masukan sebagai bekal ilmu

pengetahuan dalam mengajar matematika pada masa yang akan datang dan

sebagai bahan studi banding penelitian yang relevan dikemudian hari.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1. Pengertian Belajar

Istilah belajar merupakan istilah yang sudah sering di kalangan

masyarakat. Banyak ahli telah memberi batasan atau defenisi tentang belajar.

Defenisi belajar sangat sulit untuk diformulasikan secara utuh atau memuaskan,

karena melibatkan semua aktifitas dan proses yang diharapkan untuk dimasukkan

ataupun dihapus. Menurut gagne (dalam Dahar, 1996: 11), belajar dapat

didefenisikan “sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya

sebagai akibat pengalaman”. Demikian juga diungkapkan Slameto (2003: 2)

bahwa : “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.


Perubahan tingkah laku yang diperoleh merupakan hasil interaksi yang

didapat dari lingkungan. Interaksi tersebut, salah satunya adalah proses belajar

mengajar yang diperoleh disekolah. Dengan belajar seseorang dapat memperoleh

sesuatu yang baru, baik ilmu pengetahuan, keterampilan maupun sikap.

Muhibbinsyah (2010: 87) mengemukakan bahwa :


Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu
amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia
berada disekolah maupun dilingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

6
Demikian juga diungkapkan oleh Djamarah (2002: 13) berpendapat bahwa :

“belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi

dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik”.

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali sifat maupun

jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang

merupakan perubahan dalam arti belajar. Ada perubahan – perubahan yang tidak

dapat dikategorikan dalam belajar, seperti perilaku saat orang dalam keadaan

mabuk, dan perubahan saat terjadi kecelakaan.

Yusri (dalam Hasanah, 2011: 14) mengemukakan bahwa ciri – ciri belajar

itu adalah :

1. Belajar adalah aktifitas yang menhasilkan perubahan pada diri individu

yang belajar, baik aktual maupun potensial.


2. Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kemampuan baru,

yang berlaku dalam waktu yang relatif lama.


3. Perubahan itu terjadi karena usaha.

Berdasarkan uraian diatas, dapat kita katakan bahwa belajar merupakan

proses bukan hasil, yakni suatu proses untuk merubah tingkah laku sehingga

diperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk menjadi lebih baik dari

sebelumnnya. Belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi didalam diri

seseorang setelah melakukan aktifitas tertentu. Walaupun pada hakikatnya tidak

semua perubahan termasuk kategori belajar.

2. Pengertian Hasil Belajar

7
Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa yang telah mengikuti

proses belajar mengajar. Hasil pada dasarnya merupakan sesuatu yang diperoleh

dari suatu aktifitas, sedangkan belajar merupakan suatu proses yang

mengakibatkan perubahan pada individu, yakni perubahan tingkah laku, baik

aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Hasil belajar

merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan yang

dicapai oleh seseorang setelah melakukan usaha tertentu. Dalam hal ini hasil

belajar yang dicapai siswa dalam bidang studi tertentu setelah mengikuti proses

belajar mengajar.
Sebagaimana Hudojo (1998: 44) mengatakan bahwa : “hasil belajar

merupakan penguasaan hubungan yang diperoleh sehingga orang itu dapat

menampilkan pengalaman dan penguasaan bahan pelajaran yang telah dipelajari”.

Senada dengan hal tersebut, Keller (dalam Abdurrahman, 2003: 39)

mengemukakan bahwa : “hasil belajar adalah prestasi aktual yang ditampilkan

oleh anak, sedangkan hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha yang

dilakukan oleh anak didik”.


Hasil belajar yang dicapai siswa menurut Sudjana (dalam

http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/hasil belajar pengertian dan defenisi.html)

melalui proses belajar mengajar yang optimal ditunjukkan dengan ciri – ciri

sebagai berikut :
1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar

instrinsik pada diri siswa. siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang

rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau

setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai.

8
2. Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu

kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang

tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya.


3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan

lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari

aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan

mengembangkan kreativitasnya.
4. Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif),

yakni mencakup ranah kognitif, pemgetahuan atau wawasan, ranah

afektif (sikap) dan ranah psikomotorik, keterampilan atau perilaku.


5. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan

diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan

mengendalikan proses dan usaha belajarnya.

3. Kesulitan Belajar Matematika


Kesulitan belajar merupakan hambatan yang dialami oleh siswa, baik

hambatan dari dalam diri siswa maupun hambatan yang berasal dari luar diri

siswa itu sendiri yang mempengaruhi aktifitas belajar. Menurut Muhibbinsyah

(2010: 170) faktor – faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua

macam :
1. Faktor intern siswa, yakni hal – hal atau keadaan – keadaan yang

dataang dari dalam diri siswa sendiri.


Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan

psikofisik siswa, yakni


a. Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya

kapasitas intelektual/inteligensi siswa;


b. Yang bersifat afektif (ranah rasa), anatara lain seperti labilnya emosi

dan sikap;

9
c. Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti

terganggunya alat – alat indera penglihat dan pendengar (mata dan

telinga).

2. Faktor ekstern siswa, yakni hal – hal atau keadaan – keadaan yang

datang dari luar diri siswa.


Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan

sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor ini dapat

dibagi tiga macam :


1. Lingkungan keluarga, contohnya : ketidakharmonisan hubungan

antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.


2. Lingkungan perkampungan/ masyarakat, contohnya : wilayah

perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer

group) yang nakal.


3. Lingkungan sekolah, contohnya : kondisi dan letak gedung sekolah

yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat – alat belajar

yang berkualitas rendah.

Para ahli pendidikan mempunyai penafsiran yang berbeda – beda tentang

apa yang disebut kesulitan belajar. Sebagaimana yang diungkapkan Abdurrahman

(2003: 9) bahwa :
1. Anak berkesulitan belajar memperoleh hasil belajar jauh dibawah

potensi yang dimilikinya.


2. Kesulitan belajar tidak dapat disamakan dengan tunagrahita (reterdasi

mental), gangguan emosional, gangguan pendengaran, gangguan

penglihatan, atau kemisikinan budaya dan sosial.


3. Bahwa pengertian kesulitan belajar harus disebabkan oleh adanya

kesulitan fungsi neurologis atau dikaitkan pada dugaan adanya kelainan

fungsi neurologist.

10
Secara garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua

kelompok. Abdurahman (2003: 11) mengemukakan bahwa :


1. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan yang

mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan

komunikasi dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial.


2. Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan –

kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas

yang diharapkan.

Siswa yang mendapat kesulitan dalam belajar matematika pada umumnya

dapat dilihat dari beberapa karakteristik adanya perubahan tingkah laku dari siswa

yang tidak mendapat kesulitan belajar matematika. Lerner (dalam Abdurrahman,

2003: 259) mengemukakan bahwa :


Karakteristik anak berkesulitan belajar matematika yaitu : (1) adanya
gangguan dalam hubungan keruangan; (2) abnormalitas persepsi visual;
(3) asosiasi visual – motor; (4) perseverasi; (5) kesulitan memahami dan
mengenal simbol; (6) gangguan penghayatan tubuh; (7) kesulitan dalam
bahasa dan membaca; (8) performance IQ jauh lebih rendah dari skor
verbal IQ.

Kesulitan siswa dalam menguasai konsep Matematika merupakan salah

satu faktor penting belajar siswa. dalam hal ini, dapat terjadi siswa yang

mengalami kesulitan dalam menguasai konsep Matematika mendapat nilai yang

rendah sewaktu tes dilaksanakan. Hal ini menunujukkan bahwa salah satu

indikator dari siswa berkesulitan belajar Matematika adalah karena siswa

melakukan kesalahan dalam menjawab soal yang diberikan guru akibat kurangnya

pemahaman siswa akan konsep. Untuk dapat membantu anak berkesulitan belajar

Matematika, guru perlu mengenal berbagai kesalahan umum yang dilakukan

siswa dalam mengerjakan soal – soal. Namun, mengatasi kesulitan siswa tersebut

tidaklah mudah. Salah satu kendalanya guru tidak mengetahui secara tepat faktor

11
– faktor yang menyebkan kesulitan tersebut, dan dimana letak kesulitan tersebut

serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar siswa tersebut.

4. Model Pembelajaran

Model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk

mempresentasikan suatu hal. Sebagaimana dikatakan oleh Meyer, W.J. (dalam

Trianto, 2009: 21) bahwa : “model merupakan sesuatu yang nyata dan dikonversi

untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif.


Joyce (dalam Trianto, 2009: 22) berpendapat bahwa : “Model

pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai

pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam

tutorial dan untuk menentukan peranngkat – perangkat pembelajaran termasuk

didalamnya buku – buku, film, komputer, kurikulum, dan lain – lain”.


Selanjutnya Joyce (dalam Trianto, 2009: 22) juga menyatakan bahwa :

“setiap model pembelajaran mengarahkan kita dalam mendesain pembelajaran

untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran

tercapai”.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada

strategi, metode atau prosedur. Menurut Kardi dan Nur (dalam Trianto, 2009: 23),

model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus antara lain :


1. Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau

pengembangnya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan

pembelajaran akan dicapai).


3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat

dilaksanakan dengan berhasil


4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat

tercapai.

12
Dari uraian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

5. Model Student Team Achievement Division ( STAD )

5.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division


( STAD ) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman – temannya (dalam

Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan

merupakan pembelajaran koperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru

mulai menggunakan pembelajaran koperatif.


Student Team Achievement Divisions ( STAD ) adalah salah satu tipe

pembelajaran koperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim

belajar bearnggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat

kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa

bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai

pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan

catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.


Model pembelajaran koperatif tupe STAD merupakan pendekatan

cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara

siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi

pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD

mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan

presentasi verbal atau teks.


Menurut Slavin ( dalam Noornia, 1997 : 21 ) ada lima komponen utama

dalam pembelajaran kooperatif metode STAD, yaitu :

a. Penyajian kelas

13
Penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara

klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian

difokuskan pada konsep – konsep dari materi yang dibahas. Setelah penyajian

materi, siswa bekerja pada kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran

melalui tutorial, kuis atau diskusi.


b. Menetapkan siswa dalam kelompok
Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD karena didalam

kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapau

kemampuan akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok

adalah untuk saling meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat

bekerja sama dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan semua

anggota kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok yang dibentuk

sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu siswa dari

kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok sedang. Guru perlu

mempertimbangkan agar jangan sampai terjadi pertentangan antar anggota

dalam satu kelompok, walaupun ini tidak berarti siswa dapat menentukan

sendiri teman sekelompoknya.


c. Tes dan Kuis
Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali

penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus

menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan memberikan

sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok.

d. Skor peningkatan individual


Skor peningkatan individual berguna untuk memotivasi agar bekerja keras

memperoleh hasil yang lebih baik dibanding dengan hasil sebelumnya. Skor

peningkatan individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor

dasar dapat diambil dari skor tes yang paling akhir dimiliki siswa, nilai pretes

14
yang dilakukan oleh guru sebelumnya melaksanakan pembelajaran kooperatif

metode STAD.
e. Pengakuan kelompok
Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan atas

usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok dapat diberi

sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika dapat mencapai kriteria yang

telah ditetapkan bersama. Pemberian penghargaan ini tergantung dari

kreativitas guru.

5.2. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model STAD

Menurut Maidiyah ( 1998: 7 – 13 ) langkah – langkah pembelajaran

kooperatif metode STAD adalah sebagai berikut :

a. Persiapan STAD
1. Materi
Materi pembelajaran kooperatif metode STAD dirancang sedemikian rupa

untuk pembelajaran secara kelompok. Sebelum menyajikan materi

pembelajaran, dibuat lembar kegiatan ( lembar diskusi ) yang akan

dipelajari kelompok kooperatif dan lembar jawaban dari lembar kegiatan

tersebut.
2. Menetapkan siswa dalam kelompok
Kelompok siswa merupakan bentuk kelompok yang heterogen. Setiap

kelompok beranggotakan 4 – 5 siswa yang terdiri dari siswa yang

berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Bila memungkinkan harus

diperhitungkan juga latar belakang, ras dan sukunya. Guru tidak boleh

membiarkan siswa memilih kelompoknya sendiri karena akan cenderung

memilih teman yang disenangi saja. Sebagai pedoman dalam menentukan

kelompok dapat diikuti petunjuk berikut ( Maidiyah, 1998: 7 – 8 ).


a. Merangking siswa

15
Merangking siswa berdasarkan hasil belajar akademiknya di dalam kelas.

Gunakan informasi apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan

rangking tersebut. Salah satu informasi yang baik adalah skor tes.
b. Menentukan jumlah kelompok
Setiap kelompok sebaiknya beranggotakan 4 – 5 siswa. untuk menentukan

beberapa banyak kelompok yang dibentuk, bagilah banyaknya siswa

dengan empat. Jika hasil baginya tidak bulat, misalnya ada 28 siswa,

berarti ada 7 kelompok yang beranggotakan empat siswa.


c. Membagi siswa dalam kelompok
Dalam melakukan hal ini, seimbangkanlah kelompok – kelompok yang

dibentuk yang terdiri dari siswa dengan tingkat hasil belajar rendah,

sedang hingga hasil belajarnya tinggi sesuai dengan rangking. Dengan

demikian tingkat hasil belajar rata – rata semua kelompok dalam kelas

kurang lebih sama.


d. Mengisi lembar rangkuman kelompok
Isikan nama – nama siswa dalam setiap kelompok pada lembar rangkuman

kelompok ( format perhitungan hasil kelompok untuk pembelajaran

kooperatif metode STAD ).


3. Menentukan skor awal
Skor awal siswa dapat diambil melalu pretest yang dilakukan guru.

Sebelum pembelajaran kooperatif metode STAD dimulai atau skor tes

paling akhir yang dimiliki oleh siswa. Selain itu, skor awal dapat diambil

dari nilai rapor siswa pada semester sebelumnya.


4. Kerja sama kelompok sebelum memulai pembelajaran kooperatif,

sebaiknya diawali dengan latihan – latihan kerja sama kelompok. Hal ini

merupakan kesempatan bagi setiap kelompok untuk melakukan hal – hal

yang menyenangkan dan saling mengenal antar anggota kelompok.


5. Jadwal aktivitas

16
STAD terdiri atas lima kegiatan pengajaran yang teratur, yaitu

penyampaian materi pelajaran oleh guru, kerja kelompok, tes penghargaan

kelompok dan laporan berkala kelas.


b. Mengajar
Setiap pembelajaran dalam STAD dimulai dengan presentasi kelas, yang

meliputi pendahuluan, pengembangan, petunjuk praktis, aktivitas

kelompok, dan kuis.


Dalam presentasi kelas, hal – hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Pendahuluan
a. Guru menjelaskan kepada siswa apa yang akan dipelajari dan

mengapa hal itu penting untuk memunculkan rasa ingin tahu siswa.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberi teka- teki,

memunculkan masalah – masalah yang berhubungan dengan materi

dalam kehidupan sehari – hari, dan sebagainya.


b. Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk

menentukan konsep atau untuk menimbulkan rasa senang pada

pembelajaran.
2. Pengembangan
a. Guru menentukan tujuan – tujuan yang ingin dicapai dari

pembelajaran.
b. Guru menekankan bahwa yang diinginkan adalah agar siswa

mempelajari dan memahami makna bukan hapalan.


c. Guru memeriksa pemahaman siswa sesering munggkin dengan

memberikan pertanyaan – pertanyaan.


d. Guru menjelaskan mengapa jawabannya benar atau salah
e. Guru melanjutkan materi jika siswanya memahami pokok

masalahnya.
3. Praktek terkendali
a. Guru menyuruh siswa mengajarkan soal – soal atau jawaban

pertanyaan – pertanyaan yang diajukan oleh guru.


b. Guru memanggil siswa secara acak untuk menjawab pertanyaan atau

menyelesaikan soal – soal yang diajukan oleh guru. Hal ini akan

17
menyebabkan siswa mempersiapkan diri untuk menjawab

pertanyaan atau soal – soal yang diajukan.


c. Guru tidak perlu memberikan soal atau pertanyaan yang lama

penyelesaiannya pada kegiatan ini. Sebaliknya siswa mengerjakan

satu atau dua soal, dan kemudian guru memberikan umpan balik.
c. Kegiatan kelompok
1. Pada hari pertama kegiatan kelompok STAD, guru sebaiknya

menjelaskan apa yang dimaksud bekerja dalam kelompok, yaitu :


a. Siswa mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman

dalam kelompoknya telah mempelajari materi dalam lembar

kegiatan yang diberikan oleh guru.


b. Tidak seorangpun siswa selesai belajar sebelum semua anggota

kelompok menguasai pelajaran.


c. Mintalah bantuan kepada teman satu kelompok apabila seorang

anggota kelompok mengalami kesulitan dalam memahami materi

sebelum meminta bantuan kepada guru.

d. Dalam satu kelompok harus saling berbicara sopan

2. Guru dapat mendorong siswa dengan menambahkan peraturan –

peraturan lain sesuai kesepakatan bersama. Selanjutnya kegiatan yang

dilakukan guru adalah :

a. Guru meminta siswa berkelompok dengan teman sekelompoknya

b. Guru memberikan lembar kegiatan ( lembar diskusi ) beserta

lembar jawabannya
c. Guru menyarankan siswa agar bekerja secara berpasangan atau

dengan seluruh anggota kelompok tergantung pada tujuan yang

dipelajarinya. Jika mereka mengerjakan soal – soal maka setiap

siswa harus mengerjakan sendiri dan selanjutnya mencocokkan

jawabannya dengan teman sekelompoknya. Jika ada seorang teman

18
yang belum memahami, teman sekelompoknya bertanggung jawab

untuk menjelaskan.
3. Guru melakukan pengawasan kepada setiap kelompok selama siswa

bekerja dalam kelompok. Sesekali guru mendekati kelompok untuk

mendengarkan bagaimana anggota kelompok berdiskusi.


d. Kuis atau tes
Setelah siswa bekerja dalam kelompok selama kurang lebih dua kali

penyajian, guru memberikan kuis atau tes individual. Setiap siswa

menerima satu lembar kuis. Waktu yang disediakan guru untuk kuis adalah

setengah sampai satu jam pelajaran. Hasil dari kuis itu kemudian diberi

skor dan akan disumbangkan sebagai skor kelompok.


e. Penghargaan kelompok
1. Menghitung skor individu dan kelompok
Setelah diadakan kuis, guru menghitung skor perkembangan individu dan

skor kelompok berdasarkan rentang skor yang diperoleh setiap individu.

Skor perkembangan ditentukan berdasarkan skor awal siswa.


2. Menghargai hasil belajar kelompok
Setelah guru menghitung skor perkembangan individu dan skor kelompok,

guru mengumumkan kelompok yang memperoleh poin peningkatan

tertinggi. Setelah itu guru memberi penghargaan kepada kelompok tersebut

yang berupa sertifikat atau berupa pujian. Untuk pemberian penghargaan

ini tergantung dari kreativitas guru.


f. Mengembalikan kumpulan kuis yang pertama
Guru mengembalikan kumpulan kuis pertama kepada siswa.

5.3. Kelebihan dan Kelemahan Model pembelajaran Kooperatif tipe STAD

Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kelemahan, begitu

juga dengan cooperative learning. Menurut Slavin dalam Hartati ( 1997 : 21 )

cooperative learning mempunyai kelebihan dan kelemahan sebagai berikut :

Kelebihan :

19
a. Dapat mengembangkan prestasi siswa, baik hasil tes yang dibuat guru

maupun tes baku.

b. Rasa percaya diri siswa meningkat, siswa merasa lebih terkontrol untuk

keberhasilan akademisnya.

c. Strategi kooperatif memberikan perkembangan yang berkesan pada

hubungan interpersonal diantara anggota kelompok yang berbeda etnis.

Keuntungan jangka panjang yang dapat dipetik dari pembelajaran kooperatif

menurut Nurhadi ( 2004 : 115 – 116 ) adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

b. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan,

informasi, perilaku sosial, dan pandangan – pandangan.

c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian.

d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai – nilai sosial dan

komitmen.

e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri dan egois.

f. Membangun persahabatan yang dapat berkelanjutan hingga masa

dewasa.

g. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara

hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.

h. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

i. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari

berbagai perspektif.

j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang laain yang disarankan

lebih baik.

20
k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan

kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial,

agama, dan orientasi tugas.

Sedangkan keuntungan model pembelajaran kooperatif metode STAD untuk

jangka pendek menurut Soewarso ( 1998 : 22 ) sebagai berikut :

a. Model pembelajaran kooperatif membantu siswa mempelajari isi materi

pelajaran yang sedang dibahas.

b. Adanya anggota kelompok lain yang menghindari kemungkinan siswa

mendapat nilai rendah, karena dalam tes lisan siswa dibantu oleh

anggota kelompoknya.

c. Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa mampu belajar berdebat,

belajar mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal – hal yang

bermanfaat untuk kepentingan bersama – sama.

d. Pembelajaran kooperatif menghasilkan pencapaian belajar siswa yang

tinggi menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan

teman sebaya.

e. Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan memberikan dorongan

bagi siswa untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.

f. Siswa yang lambat berpikir dapat dibantu untuk menambah ilmu

pengetahuan.

g. Pembentukan kelompok – kelompok kecil memudahkan guru untuk

memonitor siswa dalam belajar bekerja sama.

Menurut Slavin dalam Hartati ( 1997 : 21 ) cooperative learning

mempunyai kekurangan sebagai berikut :

21
a. Apabila guru terlena tidak mengingatkan siswa agar selalu

menggunakan keterampilan – keterampilan kooperatif dalam kelompok

maka dinamika kelompok akan tampak macet.

b. Apabila jumlah kelompok tidak diperhatikan, yaitu kurang dari empat,

misalnya tiga, maka seorang anggota akan cenderung menarik diri dan

kurang aktif saat berdiskusi dan apabila kelompok lebih dari lima maka

kemungkinan ada yang tidak mendapatkan tugas sehingga hanya

membonceng dalam penyelesaian tugas.

c. Apabila ketua kelompok tidak dapat mengatasi konflik – konflik yang

timbul secara konstruktif, maka kerja kelompok akan kurang efektif.

Selain diatas, kelemahan – kelemahan lain yang mungkin terjadi

menurut Soewarso ( 1998 : 23 ) adalah bahwa pembelajaran kooperatif

bukanlah obat paling mujarab untuk memecahkan masalah yang timbul

dalam kelompok kecil, adanya suatu ketergantungan, menyebabkan siswa

yang lambat berpikir tidak dapat berlatih belajar mandiri. Dan juga

pembelajaran kooperatif memerlukan waktu yang lama sehingga target

mencapai kurikulum tidak dapat dipenuhi, tidak dapat menerapkan materi

pelajaran secara cepat, serta penilaian terhadap individu dan kelompok dan

pemberian hadiah menyulitkan bagi guru untuk melaksanakannya.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian diatas bahwa untuk

mengatasi kelemahan – kelemahan dalam pelaksanaan model

pembelajaran kooperatif metode STAD, sebaiknya dalam satu anggota

kelompok ditugaskan untuk membaca bagian yang berlainan, sehingga

mereka dapat berkumpul dan bertukar informasi. Selanjutnya, pengajar

22
mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian materi. Dengan cara inilah

maka setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan

tugasnya agar berhasil mencapai tujuan dengan baik.

6. Materi Pembelajaran

Sekolah : SMA Negeri 1 Nanga Pinoh


Mata Pelajaran : Matematika
Kelas : X- 2
Tujuan Pembelajaran : 2015/2016
1) Memahami Sistem persamaan dan pertidaksamaan linear
2) Menentukan himpunan penyelesaian persamaan dan pertidaksamaan
linear
3) Menerapkan persamaan dan pertidaksamaan linear

Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan Linear


1. Persamaan Linear
Persamaan linear adalah kalimat yang memiliki peubah (variabel)

berderajat satu dan menggunakan tanda hubung sama dengan “=”.


Bentuk umum : ax + b = 0 dimana a dan b R dan a ≠ 0
Keterangan : a = koefisien dari x
b = konstanta
x = variabel atau peubah
Macam – macam persamaan linear :
1. Persamaan linear 1 peubah
Bentuk umum : ax + b = 0
Untuk menyelesaikan persamaan ini dengan cara :
a. Kedua ruas dikurangi atau ditambah bilangan yang sama
b. Kedua ruas dibagi atau dikali bilangan yang sama
Contoh :
Tentukan himpunan penyelesaian dari persamaan 5x + 5 =

30
Penyelesaian
5x + 5 = 30
5x + 5 - 5 = 30 – 5 ( kedua ruas sama-sama dikurangi 5 )
5x + 0 = 25
5x = 25 ( Kedua ruas sama-sama dibagi 5 )
x = 5 Maka himpunan penyelesaiannya adalah {5}
2. Persamaan linear dua peubah
Bentuk umum :
ax + by + c = 0 dimana a, b, c R dan a, b , c ≠ 0

23
Persamaan ini dapat diselesaikan dengan 2 cara yaitu :
1. Eliminasi ( menghilangkan )
2. Subtitusi ( mengganti )

Contoh :

Tentukan nilai x dan y dari persamaan berikut

3x – 2y = 12

4x + y = 5

Penyelesaian

a. menghilangkan nilai x
3x – 2y = 12 × 4 || 12x – 8y = 48
4x + y = 5 × 3 || 12x + 3y = 15

-11y = 33

-y = 3

y = -3

b. menghilangkan nilai y
3x – 2y = 12 ×1 || 3x – 2y = 12
4x + y = 5 ×2 || 8x + 2y = 10
11x = 22
x =2
jadi himpunan penyelesaian adalah {2, -3}

7. Kerangka Konseptual

Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division


( STAD ) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman – temannya (dalam

Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan

merupakan pembelajaran koperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru

mulai menggunakan pembelajaran koperatif.


Student Team Achievement Divisions ( STAD ) adalah salah satu tipe

pembelajaran koperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim

belajar bearnggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat

24
kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa

bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai

pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan

catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.


Model pembelajaran koperatif tupe STAD merupakan pendekatan

cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara

siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi

pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD

mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan

presentasi verbal atau teks.

8. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka teoritis diatas, maka yang menjadi hipotesis

penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa akan lebih meningkat dengan

menggunakan model pembelajaran STAD.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action

Research) dengan tujuan untuk meningkatkanhasil belajar Matematika siswa

dalam menyelesaikan soal – soal Matematika khususnya dalam materi listrik

statisdan untuk mengetahui bagaimana aktivitas yang dilakukan siswa selama

menyelesaikan permasalahan Matematika.


Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif.

Pendekatan kualitatif berguna untuk menemukan data yang berbentuk kata – kata

seperti hasil observasi. Sedangkan pendekatan kuantitatif berguna untuk

25
menemukan data hasil belajar siswa yang berbentuk angka yaitu dari tes hasil

belajar siswa.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 1 Nanga Pinoh pada

semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016.


3. Subjek dan Objek Penelitian
3.1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-2 SMA Negeri 1 Nanga

Pinoh Tahun Ajaran 2015/2016 yang berjumlah 28 orang.


3.2. Objek Penelitian
Yang menjadi objek penelitian ini adalah hasil belajar Matematika siswa

pada materi Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan Linear serta upaya

meningkatkannya dengan model pembelajaran Student Team Achievement

Division di kelas X-2 SMA Negeri 1 Nanga Pinoh Tahun Ajaran 2015/2016.
4. Populasi dan Sampel
4.1. Populasi
Adapun yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X

SMA Negeri 1 Nanga Pinoh Tahun Ajaran 2015/2016.

4.2. Sampel

Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-2

SMA Negeri 1 Nanga Pinoh Tahun Ajaran 2015/2016.


5. Variabel penelitian
Adapun variabel bebas dari penelitian ini adalah Model pembelajaran

Student Team Achievement Division dan variabel terikat adalah hasil belajar

Matematika siswa.

6. Defenisi operasional

Untuk dapat melakukan variabel penelitian secara kuantitatif maka

variabel – variabel didefenisikan sebagai berikut :

 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan dan

pertidaksamaan linear.

26
 Model pembelajaran Koperatif tipe STAD adalah pendekatan Cooperative

Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa

untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi

pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

7. Prosedur Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian tindakan

kelas, maka penelitian ini memiliki beberapa tahapan yang berupa siklus. Tiap

siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang akan dicapai. Pada penelitian

ini jika siklus I tidak berhasil, yaitu hasil belajar Matematika siswa belum

mencapai ketuntasan, maka dilaksanakan siklus II dan siklus akan berhenti jika

hasil belajar siswa meningkat mencapai ketuntasan secara klasikal.

SIKLUS I

1. Permasalahan I
Dalam siklus ini permasalahan diperoleh dari data tes diagnostik awal

yang diberikan kepada siswa di kelas X-2 dan hasil wawancara dengan guru

dan siswa yang memperoleh nilai di bawah 65 atau tidak tuntas. Dari tes

diagnostik awal yang diberikan dapat diidentifikasi masalah – masalah yang

dialami siswa, sehingga diperlukan suatu cara untuk mengatasi kesulitan ini,

antara lain dengan cara menerapkan model pembelajaran STAD. Sehingga

didapatlah refleksif awal dari permasalahan tersebut.


2. Tahap perencanaan tindakan I

Pada tahap perencanaan tindakan ini, hal – hal yang dilakukan adalah :

27
a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang

berisikan langkah – langkah kegiatan dalam pembelajaran yang

menggunakan model pembelajaran STAD.


b. Mempersiapkan sarana pendukung pembelajaran yang mendukung

pelaksanaan tindakan, yaitu : (1) lembar kerja siswa, (2) buku mata

pelajaran untuk peneliti


c. Mempersiapkan instrumen penelitian, yaitu : lembar observasi

untuk mengamati kegiatan belajar mengajar (lembar observasi

aktivitas guru dan siswa), tes awal, dan tes untuk melihat hasil

belajar siswa.
3. Tahap pelaksanaan tindakan I
Setelah tahap perencanaan tindakan I disusun, maka tahap selanjutnya

adalah pelaksanaan tindakan I yaitu :


a. Pemberian tes awal
b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran STAD sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah

disusun.
c. Selama pelaksanaan tindakan diadakan observasi terhadap siswa dan

peneliti yang bertindak sebagai guru.


d. Setelah pembelajaran dilakukan, setelah siklus I diberikan tes hasil belajar

I kepada siswa.
4. Observasi I
Observer (guru Matematika SMA Negeri 1 kelas X-2 Nanga Pinoh)

mengamati kegiatan yang dilakukan peneliti (yang bertindak sebagai guru).


5. Analisis Data I
Data yang diperoleh dari tes hasil belajar I yang mencakup materi

Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan Linear dan observasi terhadap guru

dalam hal ini peneliti dan siswa dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi

data, interpretasi hasil dan menarik kesimpulan.

6. Refleksi I

28
Tahap ini dilakukan untuk mengambil keputusan perencanaan tindakan

selanjutnya berdasarkan hasil analisis data dari pemberian tindakan pada

siklus I. Kesimpulan yang diambil kemudian digunakan sebagai dasar untuk

tahap perencanaan yang akan dilakukan pada siklus II.

SIKLUS II

Secara lebih rinci, prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas menurut

Arikunto (2009: 16), dapat digambarkan sebagai berikut :

Alternatif
Permasala Pelaksanaan
pemecahan
ha tindakan I
Seles (Rencana Siklu
ai n Tindakan ) I sI
Refleksi I Analisis data I Observasi I

Belum Alternatif Pelaksanaan


Terselesaik pemecahan tindakan I
an (Rencana Siklus
Seles
Tindakan) II II
ai Observasi II
Refleksi II Analisis Data II

Belum
Siklus
Terselesaik
selanjutnya
ann

8. Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah tes dan non tes yang berupa lembar observasi.

29
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti sebelum menyusun

naskah tes, yaitu:

 Menentukan ruang lingkup pertanyaan.


 Menentukan apa yang diukur meliputi aspek kognitifnya, yaitu

pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3).


 Menyusun kisi – kisi tes
 Dalam kisi – kisi tampak ruang lingkup materi yang diujikan, bentuk

soal, dan jumlah soal.


 Menyusun soal berdasarkan kisi – kisi.
 Membuat penyelesaian soal.

9. Teknik Analisis Data

Data dianalisis dengan tahapan – tahapan sebagi berikut :

1. Tes Hasil Belajar Siswa


Tes hasil belajar siswa dihitung dengan cara memaparkan data yang

diperoleh dari hasil belajar siswa kedalam bentuk tebel dengan menggunakan

rumus yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui persentase kemampuan siswa,

peneliti menggunakan rumus :

Keterangan :
PPH = Persentase Penilaian Hasil
B = Skor yang diperoleh
N = Skor total

Berdasarkan jawaban siswa akan diperoleh tingkat pencapaian belajar.

Untuk dapat mengetahuinya, peneliti melakukan pemeriksaan terhadap jawaban

siswa melalui pemberian skor. Tingkat kemampuan siswa menyelesaikan soal

ditentukan dengan kriteria penentuan tingkat penguasaan siswa terhadap materi

yang diajarkan.

Pedoman yang dilakukan adalah sebagai berikut :

90% - 100% : kemampuan sangat tinggi

30
80% - 89% : kemampuan tinggi

65% - 79% : kemampuan cukup

55% - 64% : kemampuan rendah

00% - 54% : kemampuan sangat rendah

Menurut Suryo Subroto (1997:56) bahwa : “Ketuntasan belajar adalah

pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan bagi setiap unit bahan

pelajaran, baik secara perorangan maupun kelompok”.

Kemampuan ketuntasan belajar siswa secara klasikal dengan rumus :

Keterangan :

PKK = Persentase Ketuntasan Klasikal

Indikator alat ukur tentang peningkatan hasil belajar siswa dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Nilai rata – rata lebih dari 60 pada skor 100


b) Seorang siswa dikatakan hasil belajarnya meningkat, jika persentase

ketuntasan individual siswa tersebut telah mencapai paling sedikit 65%


c) Persentase ketuntasan klasikal yang diperoleh siswa semakin meningkat

dari tes awal yang diberikan hingga mencapai minimal 85% siswa

memperoleh skor 65
Sejalan dengan itu, Usman (2004:64) menyatakan bahwa : “Seorang siswa

dinyatakan tuntas belajar bila memiliki daya serap paling sedikit 65%.

Sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal apabila paling sedikit 85%

siswa dikelas tersebut tuntas belajar”. Jika kriteria ini telah tercapai, maka

siklus penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhenti.


2. Observasi

31
Lembar observasi yang sudah dilengkapi oleh observer berdasarkan hasil

pengamatan dikelas, dianalisis oleh peneliti untuk mengetahui kenyataan yang

terjadi didalam kelas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan

kelebihan tindakan peneliti selama pembelajaran berlangsung untuk bahan

pertimbangan rencana tindakan pada siklus berikutnya. Pembelajaran dikatakan

sudah efektif jika hasil pengamatan observer pembelajaran termasuk dalam

kategori baik atau sangat baik.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1 Hasil Penelitian Siklus I

Perencanaan dan persiapan untuk siklus yang pertama dua hari sebelum

tindakan dilakukan. Pada saat itu peneliti dan kolaborator yakni guru dalam Team

Teching Matematika SMA N 1 Nanga Pinoh mendiskusikan satuan acara

pembelajaran dan materi yang terkait dengan listrik statis. Selain itu juga

dipersiapkan pedoman wawancara, lembar observasi, jurnal untuk guru dan juga

siswa, serta instrumen tes.

32
1.Hasil Nontes

Hasil nontes siklus satu mencakup hasil yang diperoleh dari wawancara,

observasi, dan jurnal. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar siswa

merasa lebih tertantang untuk menggali ide berdasarkan kata kunci yang

ditawarkan.Selanjutnya, dari 28 siswa diperoleh informasi bahwa teknik ini baru

pertama kali dilakukan. Walaupun begitu ada sebagian siswa yang masih merasa

bingung membedakan persamaan dan pertidak samaan linear. Dalam proses

pembelajaran , berdasarkan pengamatan antara guru peneliti dan kolaborator

siswa nampak lebih aktif, ada kompetisi antarkelompok, Namun masih terdapat

beberapa siswa (5 orang) yang kurang antusias dalam kelompok.Sedangkan yang

lainnya dua puluh siswa tampak aktif dan serius mengerjakan tugas.

Data jurnal menunjukkan bahwa strategi /teknik simulasiini disambut baik

oleh sebagian besar siswa yakni 23 orang menunjukkan reaksi positif. Dan

beberapa siswa juga menyatakan bahwa teknik ini sangat bagus digunakan karena

memberikan peluang kepada siswa untuk kreatif, dan berkompetisi untuk

melahirkan karya yang unik dan bernilai.

2.Hasil Tes

Setelah dilakukan tes kemampuan siswa dalam memahami listrik

statisyang meliputi aspek Pemahaman dan Pemecahan masalah, diperoleh data

sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Penilaian Aspek Pemahaman Siklus I

No. Kategori Skor Responden Hasil Klasikal

33
1. Baik sekali 85-100 5 Skor rata-rata 2227/28

= 79,54
2. Baik 72-83 12

Kategori: Baik
3. Cukup 62-71 6

4. Kurang 51-61 5

5. Kurang sekali 0 -50 0

Jumlah 28

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui kemampuan siswa dalam

memahami ditinjau dari struktur pemahaman materi yang meliputi mengerti,

menjelaskan Persamaan dan pertidaksamaan linear adalah sebagai berikut:

Dari 28 siswa yang diteliti terdapat 5 siswa berkategori baik sekali yang

berarti 18 %, sedangkan kategori baik sebanyak 12 siswa atau sebesar 43 %.

Untuk kategori cukup sejumlah 6 siswa atau 21%, sedangkan kategori kurang

sejumlah 5 siswa atau 18%. Dengan menerapkan cara perhitungan yang telah

diuraikan pada analisis data, diperoleh data skor rata-rata kemampuan ditinjau dari

pemahamannya sebesar 79,54. Jika skor maksimal 100, skor rata-rata siswa

sebesar 79,54 itu berarti berada pada kategori baik dan jika dipersentase mencapai

85%.

Tabel 2. Hasil Penilaian Aspek Pemecahan Masalah (siklus I)

No. Kategori Skor Responden Hasil Klasikal

34
1. Baik sekali 85-100 6 Nilai rata-rata

2232/28= 79,71
2. Baik 72-83 10

Kategori : Baik
3. Cukup 62-71 7

4. Kurang 51-61 5

5. Kurang sekali 0 -50 0

Jumlah

Ditinjau dari aspek pemecahan masalah , kemampuan siswa yang

berkategori baik sekali sebanyak 6 siswa atau 21 %, sedangkan yang berada pada

posisi baik sebanyak 10 siswa atau 36 %. Siswa yang berkategori cukup sebanyak

7 siswa atau 25% dan siswa berkategori kurang sebanyak 5 siswa atau 18%.

Dengan menerapkan cara perhitungan yang telah diuraikan pada analisis data,

diperoleh data skor rata-rata kemampuan ditinjau dari struktur pemecahan

masalah sebesar 79,71. Jika skor maksimal 100, skor rata-rata siswa sebesar

79,71 itu berarti berada pada kategori baik dan jika dipersentase mencapai 85%.

2 Hasil Penelitian Siklus II

1. Hasil Nontes

Hasil observasi pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan aktivitas

dan keseriusan siswa. Sebanyak 28 siswa menunjukkan keseriusan yang tinggi

saat mengikuti pembelajaran sistem persamaan dan pertidaksamaan linear. Jika

pada siklus teknik simulasi dilakukan dalam kelompok, pada siklus kedua teknik

35
simulasi ditempuh secara individu. Dari hasil wawancara dapat diinformasikan

bahwa siswa yang semula berautosugesti bahwa ia tidak berbakat dan tidak yakin

bisa memahami Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan Linear ternyata lebih

membuka diri dan ternyata memang mampu memahami Sistem Persamaan dan

Pertidaksamaan Linear dengan bagus asal mau berusaha dan berlatih secara terus-

menerus.

Data jurnal menunjukkan bahwa pembelajaran memahami sistem

persamaan dan pertidaksamaan linear khususnya tingkatan apresiasi tertinggi

dengan teknik simulasi lebih mampu mengaktifkan siswa dan lebih menarik bagi

siswa terbukti dari 28 siswa terdapat 27 siswa atau 96% menunjukkan reaksi

positif terhadap terhadap penyampaian pembelajaran dengan teknik ini dan

menganggap bahwa teknik ini sangat tepat digunakan sebagai salah satu alternatif

cara mengembangkan ide dalam memahami materi.

Tabel 3. Hasil Penilaian Aspek Pemahaman siklus II

No. Kategori Skor Responden Hasil Klasikal

1. Baik sekali 84-100 11 Skor rata-rata

2475/28=88,39
2. Baik 73-83 14

Kategori : Baik
3. Cukup 62-72 3
sekali
4. Kurang 51-61 0

5. Kurang sekali 0 -50 0

Jumlah 28

36
Kemampuan memahami khususnya memahami Sistem persamaan dan

pertidaksamaan linear ditinjau dari aspek pengamatan sebagaimana tercantum

pada tabel di atas sejumlah 11 siswa atau 39% mencapai kategori baik sekali,

sedangkan 14 siswa atau 50% berkategori baik. Hanya 3 siswa atau 11% yang

berkategori cukup dan tak seorang pun berkategori kurang. Dengan skor

maksimal 100, jika skor rata-rata mencapai 88,39 berarti rata-rata siswa

berkategori baik sekali dan jika dipersentase kemampuan rata-rata siswa dalam

memahami sistem persamaan dan prtidaksamaan linear ditinjau dari aspek

pengamatan adalah 100%.

Tabel 4. Hasil Penilaian Aspek Pemecahan masalah

No. Kategori Skor Responden Hasil klasikal

1. Baik sekali 84-100 12 Skor rata-rata

2504/28=89,43
2. Baik 73-83 14

Kategori= Baik
3. Cukup 62-72 2
sekali
4. Kurang 51-61 0

5. Kurang sekali 0 -50 0

37
Kemampuan siswa dalam memahami Sistem Persamaan dan

Pertidaksamaan Linear ditinjau dari aspek Pemecahan Masalah adalah siswa yang

berkategori baik sekali sejumlah 12 siswa atau 43%, sedangkan yang berkategori

baik 14 siswa atau 50%. Siswa dalam kategori cukup sebanyak 2 siswa atau 7%

dan tak seorang siswa pun menempati kategori kurang.Secara klasikal skor rata-

rata mencapai 89,43 berada pada kategori baik sekali yang jika dipersentase

kemampuan rata-rata siswa memahami Sistem persamaan dan pertidaksamaan

linear ditinjau dari aspek pemecahan masalahnya adalah 100%.

3 Pembahasan

Pembahasan akan meliputi hasil tes dan nontes yang telah diperoleh dari

penelitian pada siklus I dan siklus II. Hasil tes berupa nilai kemampuan

memahami Sistem persamaan dan pertidaksamaan linear ditinjau dari aspek

pemahaman dan Pemecahan masalah, sedangkan hasil nontes berupa perilaku

dan sikap siswa yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan jurnal.Dari

aspek pemahaman materi, pada siklus pertama hanya 5 siswa yang mencapai

kategori baik sekali, sedangkan pada siklus kedua11 siswa yang mampu

mencapai kategori baik sekali.Siswa yang berkategori baik pada siklus I sebanyak

12 siswa menjadi 14 siswa pada siklus II. Untuk kategori cukup pada siklus I

sebanyak 6 siswa menjadi 3 orang pada siklus II. Kategori kurang pada siklus I

sebanyak 5 orang dan tidak seorangpun siswa yang berkategori kurang pada siklus

II.

Dari aspek Pemecahan masalah , pada siklus I terdapat 6 orang berkategori

baik sekali dan menjadi 11 orang pada siklus II. Katergori baik pada siklus

38
pertama 10 siswa menjadi 14 siswa pada sikuls II. Kategori cukup 7 siswa pada

siklus pertama dan 2 siswa pada siklus II dan kategori kurang pada siklus I

sebanyak 5 siswa dan tak satu pun siswa yang berkategori kurang pada siklus II.

Peningkatan ini dipengaruhi oleh sikap dan perilaku siswa pada siklus II

yang lebih serius dan siswa semakin merasa percaya diri bahwa setiap orang bisa

memahami materi persamaan dan pertidaksamaan linear. Autosugesti positif juga

mengurangi siswa yang agak kurang berminat pada memahami materi. Dilihat

dari kedua aspek yakni aspek pemahaman dan pemecahan masalah matematika

siswa , secara umum mengalami peningkatan skor dari siklus I ke siklus II seperti

tertuang pada tabel berikut:

Tabel 5. Kemampuan yang dicapai pada Siklus I dan II

Aspek Penilaian Jumlah

No. Siklus Pemecahan Rata- Keterangan


Pemahaman
Masalah rata
1. Siklus 79,54 79,71 79,63 Yang bernilai kurang sebanyak

I 10 siswa dari 28 siswa, yang

berarti 36%
2. Siklus 88,39 89,43 88,91 Yang berniali kurang tidak

II ada, berarti secara nyata

seluruh siswa tuntas.

Secara klasikal kemampuan siswa memahamai materi sistem persamaan

dan pertidaksamaan linear baik dari aspek pemahaman maupun pemecahan

39
masalah pada siklus pertama mencapai nilai rata-rata 79,63. Pada siklus kedua

nilai rata-rata mencapai 88,91, berarti terjadi peningkatan sebesar 9,29 atau 9%.

Pada siklus pertama tuntas belajar secara klasikal sudah tercapai, namun

yang bernilai kurang ada 10 siswa, atau ketuntasan mencapai 64% secara klasikal,

yang belum tuntas 36 %.Pada siklus kedua seluruh siswa mencapai ketuntasan

belajar, tidak terdapat siswa yang bernilai kurang. Dengan demikian pada siklus

kedua tuntas 100%

Peningkatan nilai rata-rata dan pencapaian tuntas belajar klasikal sungguh sangat

dipengaruhi oleh banyak hal. Teknik pembahasan hasil penelitian siswa secara

klasikal ternyata memberi motivasi yang cukup tinggi pada siswa. Para siswa

lebih antusias dan serius untuk memahami Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan

Linear dengan hasil yang maksimal, merasa laporan penelitiannya diperhatikan,

dan dihargai. Dengan kata lain siswa lebih senang jika hasil karyanya dikomentari

bahkan ditunjukkan perolehan nilainya.

40
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Teknik memahami Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan Linear dengan

model pembelajaran STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam

membentuk dan memahami listrik statis. Peningkatan itu diketahui dari

hasil pada siklus pertama sebesar 79,54 menjadi sebesar 88,39 pada siklus

kedua. Terjadi peningkatan sekitar 9%. Ditinjau dari ketuntasan belajar,

teknik ini juga dapat meningkatkan jumlah siswa yang tuntas belajar. Pada

siklus pertama ketuntasan klasikal sebesar 64 %, sedangkan pada siklus

kedua ketuntasan klasikal mencapai 100%.

41
2. Melalui model pembelajaran STAD ini, bebagai perubahan sikap positif

juga diperoleh siswa. Para siswa lebih antusias, aktif, kreatif, serius,

kooperatif, toleran, percaya diri, termotivasi, dan tertantang untuk

menghasilkan laporan penelitian terbaiknya.

3. Model pembelajaran STAD juga dapat membuat pembelajaran lebih

menarik, menyenangkan, tidak membosannkan dan yang lebih penting

bermakna. Jadi Matematika yang seharusnya indah sekaligus bermakna

dapat diwujudkan.

5.2. Saran
 Untuk meningkatkan kemampuan memahami Sistem persamaan dan

pertidaksamaan , guru dapat menerapkan berbagai model pembelajaran,

antara lain model pembelajaran STAD. Model pembelajaran STAD

menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling

memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna

mencapai prestasi yang maksimal.


 Sistem Persamaan dan Pertidaksamaan Linear memerlukan pelatihan yang

intensif dan selalu menanamkan sikap percaya diri dengan pemberian

motivasi dan penguatan positif.

42
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono, (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.

Jakarta : Rineka Cipta.

Arikunto, S., Suhardjono dan Supardi, (2010). Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta : Bumi Aksara.

Dimyati dan Mudjiono, (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka

Cipta.

Djamarah, S.B. dan Zain, A., (2002). Strategi Belajar Mengajar. Surabaya :

Rineka Cipta.

Ngalimun, (2012). Strategi dan Model Pembelajaran. Banjarmasin : A3waja

Pressindo.

Sihombing, (2014). http://www.peduli-matematika.org).

43
Slameto, (2003). Belajar Dan Faktor – Faktor Yang mempengaruhinya. Jakarta :

Rineka Cipta.

Sudjana, (2005). Metoda Statistika. Bandung : Tarsito.

Uno, B Hamzah, (2007). Model Pembelajaran. Gorontalo : Bumi Aksara.

44

Anda mungkin juga menyukai