Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal 2017 diarahkan untuk mendukung
upaya mempercepat pemulihan ekonomi guna mencapai
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Strategi ditempuh dengan menyeimbangkan kebutuhan
stimulus jangka pendek dan jangka panjang, dengan tetap
menjaga prospek kesinambungan fiskal.
2016 2017
Asumsi Makro
APBN APBNP Realisasi APBN APBNP Realisasi
Pertumbuhan ekonomi (persen, yoy) 5,3 5,2 5,0 5,3 5,2 5,1
Nilai tukar (rupiah terhadap dolar AS) 13.900 13.500 13.307 13.900 13.400 13.385
Rata-rata suku bunga SPN 3 bulan (persen per tahun) 5,5 5,5 5,7 5,5 5,2 5,7
Lifting minyak Indonesia (ribu barel per hari) 830 820 829 815 815 804
Lifting gas Indonesia (ribu barel setara minyak per hari) 1.155 1.150 1.184 1.150 1.150 1.140
Sumber: Kementerian Keuangan
35
lain ditargetkan melalui penerbitan surat berharga
30
negara (SBN) neto yang mencapai Rp400 triliun, sedikit
25
lebih rendah dari realisasi tahun sebelumnya sebesar 20
Rp407,3 triliun. 15
10
Perubahan asumsi tersebut mendorong Pemerintah Dalam realisasinya, strategi pengelolaan fiskal 2017
menyesuaikan postur fiskal yang dituangkan dalam yang ditempuh menghasilkan kinerja APBN yang lebih
APBNP 2017. Perubahan asumsi harga minyak dunia baik. Kondisi ini tercermin dari pertumbuhan penerimaan
berdampak pada kenaikan penerimaan baik pajak dan belanja 2017 yang meningkat dibandingkan
dan nonpajak yang bersumber dari migas. Namun, dengan capaian tahun sebelumnya, serta defisit fiskal
pemerintah juga melakukan penyesuaian pada yang terjaga di bawah 3% PDB. Penerimaan pada
komponen penerimaan pajak di luar migas antara lain 2017 tumbuh 7,0%, lebih tinggi dibandingkan dengan
pajak penghasilan (PPh) nonmigas, pajak pertambahan kondisi 2016 yang tumbuh 3,2%. Perkembangan ini
nilai (PPN), serta pajak bumi dan bangunan (PBB) terutama didorong oleh penerimaan dari migas dan
menjadi lebih rendah dari APBN 2017. Secara sumber daya alam, sedangkan penerimaan di luar
migas khususnya pajak penghasilan masih belum
1 Pada 2016, adanya program pengampunan pajak yang dimulai sejak bulan Juli optimal. Belanja pada 2017 tumbuh 7,4%, lebih tinggi
berdampak pada capaian penerimaan pajak terhadap APBN hingga triwulan I 2016 dibandingkan dengan pertumbuhan belanja 2016
yang tercatat cukup rendah, bahkan lebih rendah dibandingkan dengan capaian
triwulan I tahun-tahun sebelumnya.
sebesar 3,2%. Tingkat penyerapan belanja terhadap
B. Belanja Negara 2.082,9 1.864,3 15,0 3,2 89,5 2.080,5 2.133,3 2.002,8 14,8 7,4 93,9
I. Belanja Pemerintah
1.306,7 1.154,1 9,3 -2,5 88,3 1.315,5 1.367,0 1.260,8 9,3 9,2 92,2
Pusat
1. Belanja Pegawai 342,4 305,1 2,5 8,5 89,1 343,3 340,4 312,7 2,3 2,5 91,9
2. Belanja Barang 304,2 259,6 2,1 11,3 85,4 296,6 318,8 290,6 2,1 11,9 91,1
3. Belanja Modal 206,6 169,5 1,4 -21,3 82,0 194,3 206,2 205,2 1,5 21,1 99,5
4. Pembayaran bunga
191,2 182,8 1,5 17,1 95,6 221,2 219,2 216,6 1,6 18,5 98,8
pajak
5. Subsidi 177,8 174,2 1,4 -6,3 98,0 160,1 168,9 166,4 1,2 -4,5 98,5
6. Belanja Hibah 8,5 7,1 0,1 67,3 83,9 2,2 5,5 5,4 0,0 -23,6 99,0
7. Bantuan Sosial 53,4 49,6 0,4 -48,9 92,9 57,0 58,1 55,3 0,4 11,5 95,2
8. Belanja Lain-lain 22,5 6,0 0,0 -40,1 26,8 41,0 49,9 8,7 0,1 44,2 17,4
II. Transfer ke Daerah dan
776,3 710,3 5,7 14,0 91,5 764,9 766,3 742,0 5,5 4,5 96,8
Dana Desa
1. Transfer ke Daerah 729,3 663,6 5,3 10,2 91,0 704,9 706,3 682,2 5,0 2,8 96,6
2. Dana Desa 47,0 46,7 0,4 124,8 99,3 60,0 60,0 59,8 0,4 28,0 99,6
C. Keseimbangan Primer -105,5 -125,3 -1,0 -12,1 118,7 -109,0 -178,0 -121,1 -0,9 -3,4 68,0
D. Surplus/Defisit Anggaran -296,7 -308,0 -2,5 3,2 103,8 -330,2 -397,2 -337,6 -2,5 9,6 85,0
E. Pembiayaan 296,7 334,5 2,7 3,5 112,7 330,2 397,2 362,2 2,7 8,3 91,2
Sumber: Kementerian Keuangan
APBNP juga meningkat yakni dari 89,5% pada 2016 6.2. Pendapatan Negara
menjadi sebesar 93,9% pada 2017. Akselerasi belanja
mulai tampak pada triwulan III 2017 setelah penetapan Kinerja pendapatan negara tahun 2017 tercatat
APBNP 2017, baik pada belanja konsumsi maupun lebih baik dari capaian tahun 2016 ditopang oleh
investasi pemerintah. Belanja konsumsi pemerintah kenaikan pertumbuhan penerimaan pajak dan bukan
meningkat didorong oleh penyaluran bansos yang pajak. Penerimaan dalam negeri tercatat sebesar
tumbuh 11,5%. Sementara itu, belanja investasi juga Rp1.655,5 triliun, atau tumbuh sebesar 7,0% lebih tinggi
naik signifikan seiring dengan pertumbuhan belanja dibandingkan dengan pertumbuhan penerimaan tahun
infrastruktur yang mencapai 44,3%. Secara keseluruhan, 2016. Peningkatan penerimaan ditopang oleh kenaikan
defisit fiskal 2017 terjaga pada level yang aman yakni harga migas dan komoditas lain. Selain itu, pemulihan
sebesar 2,5% PDB, dengan rasio utang pemerintah ekonomi domestik yang menguat pada paruh kedua
yang juga berada pada level yang sehat yakni sebesar 2017 juga mendukung penerimaan pajak, terutama PPN.
29,2% PDB. Perkembangan penerimaan tidak terlepas dari program
pengampunan pajak sehingga meningkatkan basis data
Grafik
Grafik 6.2 6.2. Pertumbuhan Komponen Penerimaan Grafik
Grafik 6.3 6.3. Pertumbuhan PPh Nonmigas
Pajak
Persen, yoy Triliun rupiah Persen, yoy
50 700 25
40
600 20
30
20 500 15
10
400 10
0
300 5
- 10
- 20 200
0
- 30
100 -5
- 40
- 50 0 -10
Pajak
PPh PPh 2013 2014 2015 2016 2017
PPN PBB Cukai Perdagangan
Migas Nonmigas
Internasional
PPh Nonmigas PPh Nonmigas di Luar Program Pengampunan Pajak
2013 2014 2015 2016 2017 Pertumbuhan PPh Nonmigas (skala kanan)
Pertumbuhan PPh Nonmigas di Luar Pengampunan Pajak (skala kanan)
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah Sumber: Kementerian Keuangan, diolah
4 Paket Kebijakan Ekonomi XI berupa fasilitas PPh dan bea perolehan hak atas tanah dan
2 PMK Nomor 188/PMK.04/2010 tentang Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang, bangunan (BPHTB) yaitu berupa pemotongan tarif hingga 0,5% dari tarif normal 5%
Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman. kepada perusahaan yang menerbitkan DIRE.
3 PMK Nomor 13/PMK.010/2017 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan 5 PP Nomor 105 Tahun 2015 tanggal 22 Desember 2015 tentang Penggunaan Kawasan
Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan.
Miliar rupiah
Uang Tebusan
1. Pengampunan 130,2 4.816,2 88.790,8 93.737,2 734,5 1.015,5 7.734,3 9.484,3 449,8 1.110,4 9.432,9 10.993,1 114.214,5
Pajak
Penghentian
2. Pemeriksaan 0,5 65,7 287,9 354,1 44,9 84,1 256,2 385,2 32,6 11,7 964,8 1.009,1 1.748,5
Bukti Permulaan
Pembayaran
3. Tunggakan 986,8 1.137,1 941,0 3.064,8 0,0 0,0 6.911,1 6.911,1 508,3 813,9 7.659,0 8.981,2 18.957,1
Pajak
4. Jumlah 1.117,5 6.019,0 90.019,6 97.156,1 779,4 1.099,6 14.901,7 16.780,7 990,7 1.936,0 18.056,7 20.983,4 134.920,1
Rp54 juta per tahun yang berlaku mulai Juli 2016, Kenaikan juga terjadi pada PNBP pendapatan Badan
berdampak pada turunnya jumlah wajib pajak yang Layanan Umum (BLU) seiring dengan peningkatan efisiensi
wajib melaporkan SPT. Jumlah wajib pajak yang wajib dan layanan BLU. Sementara itu, kinerja PNBP lainnya
menyampaikan SPT turun dari 20,2 juta pada 2016 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan capaian
menjadi 16,6 juta pada 2017 (Tabel 6.4). 2016 yang disebabkan faktor base effect penerimaan sisa
surplus Bank Indonesia pada 2016 dan lebih rendahnya
Kinerja penerimaan negara yang positif juga didukung penerimaan premi obligasi 2017. Turunnya pendapatan
oleh tingginya penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dari premi obligasi 2017 tersebut disebabkan yield dari
yang didorong oleh peningkatan harga minyak dan penerbitan seri benchmark SBN 2017 yang cenderung
komoditas (Grafik 6.4). Realisasi PNBP tercatat sebesar bergerak di sekitar yield pasar.
Rp311,9 triliun, jauh di atas target APBNP 2017 sebesar
Rp260,2 triliun. PNBP 2017 tercatat tumbuh sebesar Di tengah perkembangan positif kenaikan pendapatan
19%, jauh lebih tinggi dari pertumbuhan 2016 sebesar negara 2017, tantangan untuk peningkatan penerimaan
2,5%. Perkembangan ini terutama dipengaruhi oleh pajak masih mengemuka. Hal ini tercermin dari rasio
PNBP berbasis sumber daya alam yang tumbuh kuat pajak terhadap PDB pada 2017 yang masih menurun
sebesar 72,3% didorong tren kenaikan harga minyak menjadi 9,9% dari tahun sebelumnya sebesar 10,4%
dan komoditas pada paruh kedua 2017. Kenaikan harga (Grafik 6.5). Kondisi ini menunjukkan peran pajak
komoditas tersebut juga berkontribusi pada membaiknya
kinerja BUMN pada 2017 dan berkontribusi pada
kenaikan PNBP dari komponen bagian laba BUMN. Grafik 6.4.
Grafik 6.4. Pertumbuhan Komponen Penerimaan
Negara Bukan Pajak
Persen, yoy
80
Tabel 6.4. Jumlah Wajib Pajak dan
Tingkat Kepatuhan 60
Juta 40
20
Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
0
WP Terdaftar 22,3 24,8 28,0 30,6 33,3 32,8 36,0
-20
WP Terdaftar -40
17,7 17,7 17,7 18,4 18,2 20,2 16,6
Wajib SPT
-60
SPT Tahunan
8,2 9,2 10,0 10,9 11,0 12,6 11,8
PPh -80
PNBP SDA Bagian Laba BUMN PNBP Lainnya Pendapatan BLU
1.200 14 30
2000 25
12
1.000
20
10
800 1500
15
8
600 10
6 1000
5
400
4
500 0
200 2
-5
0 0 0 -10
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Penerimaan Pajak Rasio Pajak (skala kanan) Belanja Negara Pertumbuhan Belanja Negara (skala kanan)
sebagai sumber permanen penerimaan fiskal dalam Salah satu strategi pemerintah untuk mengoptimalkan
pembiayaan ekonomi perlu terus ditingkatkan. Hal stimulus belanja jangka pendek ditempuh melalui
tersebut semakin perlu mendapat perhatian karena peningkatan dan perbaikan distribusi subsidi energi. Hal
berisiko mengganggu prospek kesinambungan fiskal. ini dilakukan untuk mengimbangi dampak peningkatan
jumlah subsidi energi yang disebabkan penyesuaian
pada parameter subsidi energi, serta diimbangi dengan
6.3. Belanja Negara upaya perbaikan pada penyaluran subsidi. Pada subsidi
BBM, peningkatan subsidi dilakukan seiring dengan
Berbagai strategi belanja fiskal ditempuh guna peninjauan ulang dan penundaan rencana pembatasan
mengoptimalkan peran Pemerintah dalam mempercepat LPG tabung 3 kilogram. Pada subsidi listrik, peningkatan
pemulihan ekonomi. Strategi dilakukan melalui subsidi direalokasikan untuk pelanggan listrik berdaya
peningkatan kualitas belanja, dengan tetap menjaga 450 VA. Sementara itu, penyaluran subsidi listrik 900 VA
keseimbangan stimulus fiskal jangka pendek dan jangka diperbaiki dengan menghapus keluarga dalam kelompok
panjang. Pemerintah melakukan berbagai upaya yang mampu dari daftar penerima subsidi sehingga
peningkatan kualitas belanja, baik belanja pemerintah subsidi hanya diberikan kepada keluarga masyarakat
pusat maupun transfer ke daerah dan dana desa (TKDD). berpenghasilan rendah (MBR).
Upaya tersebut ditempuh melalui optimalisasi alokasi
subsidi energi dan efisiensi belanja barang, sehingga
memberikan ruang pada peningkatan alokasi belanja
6.7. Lorem
Grafik 6.7. Penyerapan
Ipsum Belanja Negara
untuk fungsi perlindungan sosial, pendidikan dan
kesehatan, serta infrastruktur. Triliun rupiah Persen, yoy
2.500 40
Grafik 6.8. Belanja Fungsi Perlindungan Sosial Grafik 6.9. Realisasi Anggaran Pendidikan
0 6,0 0 18,5
2013 2014 2015 2016 2017* 2013 2014 2015 2016 2017*
Grafik
Grafik 6.12.6.12. Defisit Fiskal dan Keseimbangan Primer
Grafik 6.10.
6.10. Lorem
Realisasi
IpsumAnggaran Kesehatan
Persen PDB
Triliun rupiah Persen 3
120 6
2
100 5
1
80 4
0
60 3
-1
40 2
-2
20 1
-3
0 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
2013 2014 2015 2016 2017*
Realisasi Anggaran Kesehatan Persen terhadap Belanja (skala kanan) Defisit Fiskal Keseimbangan Primer
Rp54,3 triliun. 30
20
Strategi penerbitan SBN dibagi berdasarkan denominasi, 10
waktu (timing), dan jangka waktu (tenor). Dari segi
2012 2013 2014 2015 2016 2017
denominasi mata uang, selain dalam rupiah, penerbitan
Indonesia India Malaysia Filipina
SBN juga dilakukan dalam valuta asing dolar AS, euro, Thailand Vietnam
dan yen. Strategi ini dilakukan dalam rangka menjaga
Sumber: IMF, diolah
stabilitas pasar uang dan likuiditas dalam negeri. Dari
sisi waktu, penerbitan SBN valas tersebut telah dimulai
sejak awal tahun dengan penerbitan senilai 3 miliar dolar 23,1% PDB, sedangkan sisanya berasal dari pinjaman
AS atau setara dengan Rp40 triliun. Upaya ini dilakukan luar negeri (Grafik 6.13). Rasio ini masih lebih rendah
dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan belanja dibandingkan negara-negara lain di kawasan seperti
pada awal tahun dan meminimalkan dampak terhadap Malaysia, Thailand, dan Filipina (Grafik 6.14).
stabilitas pasar dalam negeri. Berdasarkan jangka waktu,
penerbitan SBN dilakukan dalam tenor yang berbeda- Berdasarkan jenis mata uang, posisi utang pemerintah
beda mulai dari 3 tahun, 5 tahun, hingga 15 tahun. didominasi oleh mata uang rupiah dengan
Langkah ini ditempuh untuk meningkatkan kedalaman kecenderungan utang dalam rupiah yang meningkat.
pasar dan membagi risiko jatuh tempo SBN. Pada 2017, pangsa utang dalam rupiah naik menjadi
sebesar 59% dibandingkan dengan kondisi tahun 2016
Perkembangan pembiayaan melalui SBN dan pinjaman sebesar 57% (Grafik 6.15). Posisi utang dalam valuta
luar negeri secara keseluruhan dapat menjaga posisi asing didominasi oleh lebih dari 70% dalam mata uang
utang pemerintah dalam level yang sehat. Rasio utang dolar Amerika Serikat. Sementara itu, berdasarkan
pemerintah pada 2017 dapat dijaga pada level yang mata uang, posisi SBN dalam valuta asing menunjukkan
rendah dan koridor yang aman sebesar 29,2% PDB, tidak peningkatan sejak 2015 (Grafik 6.16).
berbeda jauh dengan level 2016 sebesar 27,8% PDB.
Utang pemerintah bersumber dari SBN yang mencapai
Grafik
Grafik 6.13.6.13. Komposisi Utang Pemerintah Grafik
Grafik 6.15.6.15. Posisi Utang Pemerintah
90
35
80
30
70
25 60
20 50
40
15
30
10
20
5 10
0 0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
80 700
70
600
60
500
50
400
40
30 300
20 200
10
100
0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 0
2001* 2004** 2016 2017
SBN Rupiah SBN Valas
Belanja K/L Dana Transfer
Seiring dengan peningkatan dana transfer ke daerah, Berdasarkan sumber pendapatan, dana perimbangan
postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih memiliki proporsi yang dominan terhadap
konsolidasi tahun 2017 menunjukkan peningkatan baik anggaran pendapatan. Pangsa dana perimbangan
dari sisi pendapatan dan belanja. Dari sisi pendapatan,
anggaran pendapatan meningkat 1,7% dibandingkan
6 SiLPA (dengan huruf i kecil) adalah sisa lebih perhitungan anggaran yaitu selisih lebih
dengan anggaran pendapatan tahun sebelumnya menjadi
realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode anggaran. Sementara SILPA
Rp1.051,3 triliun. Sejalan dengan peningkatan anggaran (dengan huruf I besar) adalah sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan, yaitu
selisih antara surplus/defisit dengan pembiayaan neto.
Triliun rupiah
Keterangan:
*Angka agregat APBD Kabupaten/Kota dan Provinsi yang tersedia di Kementerian Keuangan per Mei 2016
** Angka agregat APBD Kabupaten/Kota dan Provinsi yang tersedia di Kementerian Keuangan per Mei 2017
terhadap anggaran pendapatan 2017 sebesar 63,2%, (selain Bali), dan Kalimantan (selain Kalimantan Timur
meningkat dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar dan Kalimantan Selatan) menunjukkan komposisi dana
60,8%. Komposisi dana perimbangan terhadap anggaran perimbangan yang melebihi 75% dari total pendapatan.
pendapatan paling rendah utamanya di wilayah Jawa
dan beberapa daerah di Sumatera, seperti Sumatera Dari komponen dana perimbangan, DAK pada APBD
Utara, Riau, dan Kepulauan Riau. Sementara sebagian 2017 meningkat sejalan arah kebijakan pemerintah
besar daerah Sumatera, Sulawesi, Mapua, Balinusra untuk lebih meningkatkan kualitas belanja di daerah.
2016 2017
Wilayah
Realisasi Defisit SiLPA Defisit APBD SiLPA
Sumatera -13,7 16,2 -9,7 11,9
DAK meningkat sebesar 19,1% didorong penerapan Namun, peningkatan DAU cenderung terbatas karena
kebijakan reformulasi Dana Transfer Khusus. dipengaruhi dampak penerapan kebijakan penyesuaian
Peningkatan kualitas belanja dilakukan melalui pangsa alokasi mengikuti dinamika pendapatan pemerintah
pengalokasian yang lebih besar pada DAK fisik untuk serta pembatasan belanja yang kurang produktif. DAU
pembangunan infrastruktur, dan pengalokasian DAK dalam APBD 2017 tercatat hanya meningkat sebesar
nonfisik untuk peningkatan pelayanan publik. Khusus 6,3% dibandingkan dengan angka tahun sebelumnya.
untuk pengalokasian DAK fisik, Pemerintah Pusat Penerapan kebijakan pagu DAU yang lebih fleskibel
juga mempertimbangkan usulan Pemerintah Daerah. berpengaruh kepada besaran DAU di setiap daerah.
Selain DAK fisik dan Nonfisik, Pemerintah Pusat juga Dalam hal ini, realisasi penyaluran DAU disesuaikan
mengalokasikan DAK fisik afirmasi untuk pembangunan dengan naik turunnya penerimaan dalam negeri neto.
daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan dan Kenaikan DAU yang terbatas juga dipengaruhi oleh
transmigrasi. Terkait dengan mekanisme penyaluran DAK, kebijakan pembatasan besaran belanja gaji pegawai
penyaluran DAK tersebut berbasiskan kinerja penyerapan negeri sipil daerah yang menjadi komponen alokasi
dana serta pencapaian output di daerah. Kenaikan DAK dasar perhitungan DAU.
dalam APBD 2017 terjadi di sebagian besar daerah,
dengan kenaikan tertinggi dan melebihi 50% terjadi di Penggunaan Dana Bagi Hasil (DBH) sebagai salah satu
Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. komponen dana perimbangan juga diperluas untuk
mendukung kebutuhan dan prioritas daerah. Hal tersebut
Komponen lain dana perimbangan yakni DAU juga sesuai dengan amanat Undang Undang No.18 tahun
meningkat untuk memperkuat kinerja pemerintah daerah. 2016 tentang APBN 2017, yaitu Pemerintah memperluas
penggunaan DBH untuk memacu kegiatan ekonomi
daerah. Perluasan tersebut antara lain pada penggunaan
Grafik 6.18
Grafik 6.18. Judul
Perkembangan Anggaran Pendapatan DBH cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 50% dan
Menurut Wilayah
tambahan sumber daya alam (SDA) migas sebesar 0,5%
Triliun rupiah
450
yang dapat digunakan untuk kegiatan sesuai prioritas
400 dan kebutuhan daerah penghasil.
350
0
dibandingkan dengan pangsa tahun sebelumnya, sebagai
Sumatera Jawa Kalimantan Balinusra Sulawesi Mapua akibat penurunan lifting produksi migas dan masih belum
2015 2016 2017 cukup kuatnya kinerja pertambangan mineral dan batu
bara (minerba). Penurunan terbesar DBH terutama terjadi
Sumber: Kementerian Keuangan, diolah di daerah-daerah utama penghasil migas, seperti Aceh,
80
2015 2017
WILAYAH
IKF Kategori IKF Kategori 60
Triliun Persen
200 100
90
80
150
70
60
100 50
40
30
50
20
10
0 0
2015 2016 2017
Sumatera Jawa Kalimantan Balinusra Sulawesi Mapua
2015 2016 2017 Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal
Belanja Transfer Belanja Lainnya
dan jasa serta belanja modal terhadap total belanja industri, serta fasilitas umum pariwisata mendominasi
tetap terjaga dilevel tinggi (Grafik 6.21). Pangsa belanja penggunaan belanja di ketiga daerah tersebut.
barang dan jasa dan belanja modal masing-masing
berada di atas 20% terhadap total belanja. Percepatan pembangunan infrastruktur di daerah juga
didukung oleh peningkatan alokasi belanja modal di
Alokasi pangsa belanja produktif yang cukup beberapa daerah. Hal ini mengindikasikan adanya
tinggi tercatat di sebagian besar wilayah. Mapua partisipasi penggunaan dana APBD untuk mendukung
memiliki pangsa terbesar di kisaran 47%, lebih tinggi percepatan pembangunan proyek infrastruktur strategis
dibandingkan dengan pangsa wilayah lainnya didorong Pemerintah di daerah. Daerah-daerah yang menunjukkan
pembangunan infrastruktur pendukung logistik dan fokus peningkatan alokasi belanja modal pada APBD 2017
Pemerintah Daerah pada pengurangan kemiskinan. adalah Sumatera Utara, Lampung, Yogyakarta, Bali, dan
Belanja produktif di Sumatera, Sulawesi, dan Balinusra Nusa Tenggara Barat.
juga cukup tinggi di kisaran 40% (Grafik 6.22.
Pembangunan infrastruktur jalan, fasilitas umum Stimulus fiskal di daerah yang mengutamakan
menjelang Asian Games 2018, pembangunan kawasan peningkatan kualitas belanja yang lebih produktif juga
Grafik6.24.
Grafik 6.23. Xxx
Belanja APBD Menurut Wilayah
Pabar
Papua
Kalbar
NTT
Jabar
Aceh
Sulbar
Sumbar
Kalsel
Bali
Sulsel
Gto
Kaltara
Sumsel
Riau
Kepri
Jambi
DKI
DIY
Sultra
Maluku
Kalteng
Malut
Jateng
Banten
Sulteng
Lampung
Kaltim
Jatim
Sulut
Sumut
Bengkulu
Pagu 2016 Pagu 2017 Realisasi Terhadap Pagu 2017 (skala kanan) Realisasi Terhadap Pagu 2016 (skala kanan)
Triliun rupiah
0
Kepri
Babel
DIY
Kaltara
Sulbar
Gorontalo
Bali
Kaltim
Sumbar
NTB
Maluku
Banten
Bengkulu
Jambi
Kalteng
Riau
Kalsel
Sulteng
Sultra
Kalbar
Sulsel
Lampung
Sumsel
NTT
Papua
Jabar
Aceh
Jatim
Jateng
Malut
Sulut
Papua Barat
Sumut
2016 2017
lalu sebesar 67,2%.7,8 Realisasi belanja terbesar terjadi percepatan dan berdampak positif dalam menopang
di wilayah Sulawesi yang mencapai 83,7%, terutama pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah. Realisasi
di Gorontalo. Sementara itu, realisasi belanja terbesar penyaluran TKDD 2017 mencapai 96,8%, lebih tinggi
kedua terjadi di wilayah Jawa yang mencapai 82,6%, dibandingkan dengan kondisi periode yang sama tahun
dengan penyerapan tertinggi terjadi di Yogyakarta sebelumnya sebesar 91,5%. Selain itu, secara nominal
(Gambar 6.1). realisasi penyaluran dana desa pada 2017 juga lebih
tinggi mencapai Rp59,8 triliun, dibandingkan dengan
Dalam tataran implementasi, penerapan peraturan realisasi periode sebelumnya sebesar Rp46,7 triliun.
tersebut mampu mendorong peningkatan realisasi Indikasi dampak kebijakan penyaluran TKDD (DAK
TKDD. Realisasi penyaluran TKDD menunjukkan fisik dan dana desa) yang bertahap secara triwulanan
Gambar
Grafik 10.1. Peta6.1. Penyerapan
Pertumbuhan Belanja
Ekonomi Daerah 2016 Pemerintah Daerah 2017
SULUT
SUMUT GORONTALO 84,2
72,5 90,2
KEP. RIAU KALTIMRA
RIAU 82,2 76,4
81,6 KALBAR MALUT
89 SULTENG 85,6
SUMBAR 83,8
83,3 JAMBI PAPBAR
KEP. BABEL KALTENG SULBAR 43,5
82,9 86,9 83,8
77,1
SUMSEL KALSEL
82,3 69,2 SULTRA
BENGKULU 83,1 PAPUA
SULSEL MALUKU 47,2
87,7 DKI JAKARTA 82,4 75,4 Mapua:
82,9 JATENG 68,9 (65,1)
LAMPUNG
81,1 80,4 Balinusra:
BANTEN BALI 76,9 (64,0)
71,6 80,7
JABAR
84,6 DIY
Jawa: 89,7 JATIM NTT
82,6 (67,8) 84,7 NTB 66,1
85,8
_ 90%
APBD > _ APBD < 90%
80% > _ APBD < 80%
70% > APBD < 70%
Sumber: TEPRA per akhir Januari 2018
Keterangan: Angka dalam kurung adalah realisasi Triwulan IV 2016
7 Berdasarkan data realisasi APBD Triwulan IV 2017 dari Tim Evaluasi dan Pengawasan
Realisasi Anggaran (TEPRA) per akhir Januari 2018.
8 Berdasarkan data realisasi APBD Triwulan IV 2016 dari TEPRA per Januari 2017. Untuk
angka realisasi APBD 2016 dari Kementerian Keuangan tersedia per 6 Oktober 2017
di laman www.djpk.kemenkeu.go.id
250
200
150
100
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
K
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Pemerintah
eterbatasan infrastruktur merupakan salah
menetapkan 225 proyek infrastruktur, termasuk
satu tantangan utama dalam perekonomian
pembangunan konektivitas antar wilayah, sebagai
Indonesia. Data dari Global Competitiveness Index
proyek strategis nasional (PSN). Dalam pelaksanaannya,
2017-2018 menunjukkan bahwa kualitas infrastruktur
penyelesaian proyek strategis nasional tersebut
Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan
melibatkan juga pihak swasta, meski tetap didominasi
peringkat beberapa negara ASEAN lain. Keterbatasan
oleh Pemerintah.
infrastruktur menjadi penghambat upaya mencapai
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, berkelanjutan
Infrastruktur sangat berperan dalam mendorong
dan berdaya saing tinggi. Keterbatasan infrastruktur
perekonomian baik dalam jangka pendek maupun jangka
konektivitas antarwilayah, seperti pelabuhan dan jalan
panjang. Dampak kenaikan investasi pemerintah untuk
raya, menyebabkan tingginya biaya logistik yang
infrastruktur terhadap perekonomian akan terlihat melalui
kemudian memengaruhi iklim investasi dan daya saing
dua jalur. Dalam jangka pendek, investasi pemerintah
perekonomian Indonesia.
akan meningkatkan permintaan agregat melalui fiscal
multiplier. Sementara itu, dalam jangka menengah dan
Keterbatasan infrastruktur Indonesia tidak terlepas dari
panjang, investasi pemerintah pada infrastruktur akan
rendahnya pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur.
memengaruhi sisi penawaran melalui peningkatan
Rata-rata pengeluaran pemerintah Indonesia untuk belanja
kapasitas output perekonomian.
infrastruktur selama kurun waktu 2000-2014 adalah
sekitar 2% dari PDB (Grafik 1). Jumlah ini berada jauh
Dampak positif pembangunan infrastruktur dapat diukur
di bawah rata-rata rasio pengeluaran untuk infrastruktur
dengan menggunakan model Dynamic Stochastic General
sebelum krisis Asia 1997/1998 yang sebesar 6%
Equilibrium (DSGE). Salah satu kelebihan penggunaan
model DSGE adalah perumusan model yang diawali
dengan pendekatan mikro dari perilaku agen ekonomi,
Grafik 1.
Grafik 1. Belanja Infrastruktur Pemerintah seperti rumah tangga, Pemerintah, dan bank sentral.2
Model ini memungkinkan pengukuran dampak konsumsi
Triliun rupiah Persen dan investasi pemerintah terhadap output baik dalam
450 3,5 jangka pendek maupun jangka panjang. Secara garis
400
3,0 besar, model DSGE yang dibangun Bank Indonesia
350
2,5
memuat pelaku ekonomi rumah tangga, perusahaan,
300
Pemerintah, bank sentral dan eksternal. Model telah
250 2,0
dikalibrasi dengan menggunakan parameter yang sesuai
200 1,5
dengan kondisi perekonomian Indonesia (Gambar 1).
150
1,0
100
0,5
50
0 0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 1 Tabor, SR. (2015). Constraints to Indonesia’s Economic Growth. ADB Papers on
Indonesia No. 10.
Total Belanja Infrastruktur Persen terhadap PDB
2 Sahminan et al. (2016). Pengembangan Model DSGE untuk Asesmen Dampak
Reformasi Struktural terhadap Perekonomian Indonesia. Laporan Hasil Penelitian Bank
Sumber: Kementerian Keuangan
Indonesia.
0,01
Ekspor
Memasok
barang-barang
konsumsi Impor 0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Periode (Kuartal)
Bank Sentral Dunia Konsumsi Pemerintah Investasi Pemerintah
Menetapkan kebijakan
Hasil simulasi Bank Indonesia menunjukkan bahwa menengah-panjang, peningkatan pertumbuhan ekonomi
peningkatan konsumsi pemerintah berdampak positif dapat mencapai 0,20% (Tabel 1). Peningkatan PDB
terhadap PDB. Hasil Impulse Response Functions (IRF) tersebut terutama didorong oleh permintaan temporer
menunjukkan bahwa dalam jangka pendek peningkatan yang naik akibat investasi (sisi permintaan) dan
konsumsi pemerintah sebesar 1% berpotensi mendorong ketersediaan infrastruktur publik yang mendukung
peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,04% kapasitas produksi (sisi penawaran). Dengan demikian,
(Grafik 2). Hal ini terutama disebabkan oleh peningkatan kebijakan pemerintah untuk mendorong perekonomian
permintaan agregat akibat kenaikan konsumsi jauh lebih efektif melalui pengeluaran investasi daripada
pemerintah. Secara kumulatif, dalam jangka panjang, pengeluaran konsumsi.
output multiplier dari peningkatan konsumsi pemerintah
mencapai 0,03 (Tabel 1).3 Hasil simulasi lanjutan juga menunjukkan bahwa jenis
infrastruktur yang dibangun akan memengaruhi besarnya
Hasil simulasi lebih jauh menunjukkan bahwa dampak investasi pemerintah pada pertumbuhan
peningkatan investasi pemerintah berpotensi mendorong ekonomi.4 Semakin tinggi produktivitas infrastruktur publik
kenaikan PDB lebih tinggi daripada konsumsi yang dibangun, semakin besar pula potensi kenaikan
pemerintah. Hasil IRF menunjukkan bahwa kenaikan pertumbuhan ekonomi. Mempertimbangkan hal tersebut,
investasi pemerintah sebesar 1% dapat mengakibatkan pembangunan infrastruktur perlu diprioritaskan pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,05% proyek-proyek yang memperbaiki produktivitas ekonomi
dalam jangka pendek (Grafik 2). Dalam jangka sehingga dapat memberikan dampak yang maksimal.