Anda di halaman 1dari 153

ANALISIS PERSONAL HYGIENE PADA PENJUAL MAKANAN

TRADISIONAL GADO – GADO DI KELURAHAN PISANGAN,


CEMPAKA PUTIH DAN CIREUNDEU CIPUTAT TIMUR TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh:
Eka Lestari Sitepu
NIM: 1111101000004

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT (PSKM)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

2015
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Desember 2015
Eka Lestari Sitepu, NIM : 1111101000004

Analisis PersonalHygiene Pada Penjual Makanan Tradisional Gado – Gado Di


Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015
xiv + 98 halaman, 17tabel, 2 bagan, 4 lampiran

ABSTRAK
Menurut WHO (2005) Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu
permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak dan membebani yang pernah
ditemukan di zaman modern ini. Hal ini umumnya disebabkan oleh personalhygiene
yang tidak baik dari penjamah makanan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan predisposisi, pendukung dan pendorong dengan personalhygiene
pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
Cempaka Putih Ciputat Timur,yang di laksanakan September–Oktober 2015.Penelitian
ini merupakan penelitian kuantitatifdengan desaincross sectional study.Jumlah sampel
penelitian ini sebanyak 80 sampel yang diambil dengan teknik total sampling. Analisis
sampel data terdiri dari analisis univariat dan bivariat menggunakan uji statisik chi
square.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penjamah makanan yang memiliki
personalhygiene yang tidak baik sebesar 61,2%. Faktor predisposisi penjamah makanan
pada variabel : umur > 44 tahun (66,7%), berjenis kelamin laki – laki (83,3%),
berpendidikan SD – SMP (80%) dan lama kerja ≤ 5 tahun (76,9%), begitu juga pada
faktor pengetahuan dan sikap baik masing – masing sebesar 50% dan 64,3% memiliki
personalhygiene makanan yang tidak baik. Faktor pendorong pada variabel fasilitas
sanitasi memenuhi syarat sebesar 52,8% dan faktor pendukung pada variabel pernah
mengikuti penyuluhan/pelatihan sebesar 59,1% memiliki personalhygiene makanan tidak
baik.
Kesimpulan penelitian ini pada variabelpendidikan, lama bekerja, pengetahuan,
sikap, fasilitas sanitasi dan penyuluhan atau pelatihan tidak ditemukan adanya hubungan
dengan personalhygiene pada penjamah makanan gado - gado.Rekomendasi penelitian
ini adalah perlu dilakukannya kegiatan pelatihan/penyuluhan dan pengawasan mengenai
personal hygiene makanan dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan secara berkala
bagi penjamah makanan sehingga dapat menambah pengetahuan/wawasan tentang syarat
kesehatan makanan khususnya bagi penjamah makanan jajanan/tradisional.
Kata Kunci : Personal, hygiene, gado – gado
Daftar Bacaan : 60 (1995 – 2015)

ii
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA
FACULTY OF MEDICAL AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY
ENVIRONMENTAL HEALTH
Thesis, December 2015
Eka Lestari Sitepu, NIM : 1111101000004

Analysis of Personal Hygiene of Traditional Food Gado-Gado Seller at Pisangan


District, Cirendeu and Cempaka Putih East Ciputat In 2015
xiv + 98 pages, 17 tabels, 2 diagrams, 4 appendix

Abstrac
Including to WHO (2008) food innate disease is one of a burden and much found
in public health problem in this modern era. This situation usually caused by personal
hygiene unwell from the eater. That is why, the purpose of this research is to find the
correlation of predisposition, supporter and booster with personal hygiene of traditional
food gado-gado seller at Pisangan District, Cirendeu and Cempaka Putih East Ciputat, at
September-October 2015. This research is a quantitative research with cross sectional
study. Total of samples were 80 samples who taken by total sampling technique.
Analysis for data samples was consist of univariat and bivariat by Chi Square Test.
The result showed that the eaters who has unwell personal hygiene were 61,2%.
Predisposition factors at variable: age>44 years old (66,7%), male (83,3%), educated
from elementary school-high school (80%), and work duration ≤ 5 years (76,9%), also at
knowledge factor and well manner was 50% and 64,3% each, has unwell personal
hygiene and food sanitation. Supporter factor of sanitation facility variable fulfill the
requirement was 52,8% and booster factor of never went to counseling/training was
59,1% has unwell personal hygiene and food sanitation.
The conclusion of this research is on variable is education, work duration,
knowledge, behavior, sanitation facility and counseling or training variables were not
found a correlation with personal hygiene. This research recommendation is to make a
counseling or training and monitoring of personal hygiene food from South Tangerang
Health Department periodic to the eater, so they can increase the knowledge about food
health requirements especially to the traditional food eaters.
Key Words : Personal hygiene, gado – gado
Reading List : 60 (1995 – 2015)

iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Eka Lestari Sitepu

Tempat/Tgl Lahir : Marbau Selatan, 17 Januari 1993

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : BelumMenikah

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Impres Marbau Selatan Kec. Marbau Kab. Labuhan Batu Utara
Prov. Sumatra Utara

Telp : 0813 1724 3504

Email : ekasitepu95@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

 SD Negeri 112315 Marbau Selatan

 SMP Negeri 3 Marbau

 MAN 1 Binjai

 S-1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

vi
KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT. Yang tidak pernah tidur dan selalu dekat

dengan hambaNya. Syukur senantiasa terucapkan atas segala nikmat dan rahmat-Nya

hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Salawat dan salam selalu tercurah kepada

Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya menuju cahaya yang terang

benderang.

Skripsi dengan judul “Analisis Personal HygienePada Penjual Makanan

Tradisional Gado – Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat

Timur Tahun 2015” disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulisan skripsi ini semata – mata bukanlah hasil penulis, melainkan banyak pihak

yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi dan semangat. Untuk itu penulis

merasa pantas berterima kasih kepada :

1. Orang tua sya, spirit of my life, Bapak Ridwan Sitepu Tersayang dan Ibu J. Br.

Ginting, terima kasih atas didikan iringan do’a tanpa henti – hentinya, serta selalu

memberikan moril maupun materil kepada saya.

2. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM. M.Kes dan Ibu Yuli Amran, M.KM, selaku Dosen

Pembimbing, yang senantiasa meluangkan waktunya dan yang telah banyak

memberikan saran, arahan dan motivasi untuk membimbing penulis.

4. Keluarga Besar Sitepu : adikku tercinta Ayu Sri Menda Sitepu, Mitra Tri Mutia

Sitepu, Bolang, Iting, Tigan, Bi’ Tua (Nurahmah Sitepu), Bi’ Tengah (Hendani

vii
Sitepu), Pak Uda (Karya Sitepu) dan Bi’ Uda (Lilis Sitepu) yang selalu memberikan

dukungan perhatian dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Teman – teman seperjuangan Kesehatan Lingkungan 2011 (Envihsa 3) tercinta

khususnya Sarah Ajeng, Awaliyah dan Rahmatika yang selalu memberikan dukungan

semangat dan perhatian kepada peniliti. Terima kasih banyak dan sukses untuk kita

semua guys.

6. Teman–teman seperjuangan satu bimbingan Nurul, Pewe, Imah, Fera, Ipute, Puput,

Desy, Anantika, Lifi, Efri, Gita yang selalu memberikan dukungan semangat,

perhatian dan saran untuk perbaikan skripsi ini “Kalian Luar Biasa!”

7. Sahabat-sahabat 403 Asrama Putri FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Wina, Pipi

(Putri) dan Karin yang selalu membantu, memberikan perhatian dan dukungan

semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 PSKM FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang juga memberi dukungan semangat kepada peniliti.

9. Sahabat-sahabatku nan jauh di daerah sebrang Sumatra Utara : Yosa, Yuli Yani, Risa

Sembiring, Beti dan Mamay Lubis yang selalu memberikan motivasi, perhatian dan

dukungan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Keluarga Envihsa dan BEM Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan perhatian,

dukungan semangat sehingga memotivasi peniliti untuk segera menyelesaikan skirpsi

ini.

11. Semua Pihak yang tela membantu penulis dalam penyusunan skirpsi ini, dimana tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu.

Dalam pembuatan skripsi ini tentu masih memiliki keterbatasan dan perlu
perbaikan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kemajuan penelitian selanjutnya.
Jakarta, Desember2015

Eka Lestari Sitepu

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................... i


ABSTRAK ..................................................................................................................... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................viii
DAFTAR ISI................................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 7
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................................ 8
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 10
1.4.1Tujuan Umum ........................................................................................... 10
1.4.2Tujuan Khusus .......................................................................................... 10
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 11
1.5.1Bagi Pemerintah Daerah Setempat ........................................................... 11
1.5.2Bagi Pedagang .......................................................................................... 12
1.5.3Bagi Peneliti Selanjutnya .......................................................................... 12
1.6 Ruang Lingkup Penelitian....................................................................................... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 13


2.1 Makanan Tradisional .............................................................................................. 13
2.2 Gado – Gado .......................................................................................................... 15
2.2.1 Proses Pembuatan Gado – Gado ................................................................... 16
2.3 Higiene Sanitasi ..................................................................................................... 17
2.3.1 Peran Personal hygiene yang Baik Pada Makanan ...................................... 18
2.3.2 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan ................................................................ 19
2.3.2.1 Prinsip 1 : Pemilihan Bahan Makanan ............................................. 19
2.3.2.2 Prinsip 2 : Penyimpanan Bahan Makanan ........................................ 20
2.3.2.3 Prinsip 3 : Pengolahan Makanan ...................................................... 21
2.3.2.4 Prinsip 4 : Penyimpanan Makanan ................................................... 22
2.3.2.5 Prinsip 5 : Pengangkutan Makanan .................................................. 23
2.3.2.6 Prinsip 6 : Penyajian Makanan ......................................................... 25
2.4 PersonalHygiene Penjamah Makanan .................................................................... 27
2.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Personal Hygiene Penjamah Makanan ...... 27
2.6 Kerangka Teori ....................................................................................................... 34

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .................... 36


3.1 Kerangka Konsep .................................................................................................... 36
3.2 Definisi Operasional Variabel................................................................................. 38

ix
3.3 Hipotesis ................................................................................................................. 41

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 42


4.1 Desain Penelitian .................................................................................................... 42
4.2 Lokasi Waktu Penelitian ......................................................................................... 42
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................................. 42
4.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 44
4.4.1 Jenis Pengumpulan Data ............................................................................... 44
4.4.2 Teknik Pengumpulan Data............................................................................ 45
4.5 Validitas dan Realibilitas ........................................................................................ 45
4.5.1 Uji Validitas .................................................................................................. 46
4.5.2 Uji Realibilitas .............................................................................................. 47
4.6 Pengolahan dan Analisa Data ................................................................................. 48
4.6.1 Pengolahan Data ........................................................................................... 48
4.7 Analisa Data ............................................................................................................ 50
4.7.1 Analisis Univariat ........................................................................................... 0
4.7.2 Analisis Bivariat ........................................................................................... 50

BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................... 51


5.1 Analisis Univariat ................................................................................................... 51
5.1.1 Gambaran Personal Hygiene Makanan ................................................... 51
5.1.2 Faktor Predisposisi .................................................................................... 52
5.1.2.1 Sosial Demografi ................................................................................ 52
5.2.2.1.1 Gambaran Pendidikan ................................................................. 52
5.1.2.1.2 Gambaran Lama Kerja .............................................................. 52
5.1.2.1.3 Gambaran Pengetahuan ............................................................ 53
5.1.2.1.4 Gambaran Sikap ....................................................................... 54
5.1.3 Faktor Pendukung....................................................................................... 54
5..1.3.1 Gambaran Tersedianya Sarana Pribadi ......................................... 54
5.1.4 Faktor Pendorong ....................................................................................... 55
5.1.4.1 Gambaran Penyuluhan atau Pelatihan............................................ 55
5.2 Analisis Bivariat...................................................................................................... 56
5.2.1 Faktor Predisposisi dengan Personal Hygiene ........................................... 56
5.2.1.1 Hubungan Antara Pendidikan dengan Personal Hygiene .............. 56
5.2.1.2 Hubungan Antara Lama Kerja dengan Personal Hygiene ............. 58
5.2.1.3 Hubungan Antara Pengetahuan dengan PersonalHygiene ............ 59
5.2.1.4 Hubungan Antara Sikap dengan Personal Hygiene....................... 60
5.2.2 Faktor Pendukung dengan Personal Hygiene ............................................ 62
5.2.2.1 Hubungan Antara Sarana Pribadi dengan Personal Hygiene ........ 62

x
5.2.3 Faktor Pendorong ....................................................................................... 63
5.3.3.1 Hubungan Antara Kegiatan atau Pelatihan dengan Personal Hygiene
........................................................................................................ 63

BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................................... 66


6.1 Keterbatasan Penelitian ........................................................................................... 66
6.2 Gambaran Personal Hygiene .................................................................................. 67
6.3 Faktor Predisposisi .................................................................................................. 70
6.3.1 Hubungan Pendidikan dengan Personal Hygiene ........................................ 70
6.3.2 Hubungan Lama Kerja dengan Personal Hygiene ....................................... 73
6.3.3 Hubungan Pengetahuan dengan Personal Hygiene ...................................... 77
6.3.4 Hubungan Sikap dengan Personal Hygiene ................................................. 80
6.4 Faktor Pendukung ................................................................................................... 84
6.4.1 Hubungan Sarana Pribadi dengan Personal Hygiene ................................... 84
6.5 Faktor Pendorong .................................................................................................... 88
6.5.1 Hubungan Kegiatan Pelatihan atau Penyuluhan dengan Personal Hygiene. 88

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 92


7.1 Simpulan ................................................................................................................. 92
7.2 Saran ....................................................................................................................... 94
7.2.1 Bagi Institusi Pemerintah .............................................................................. 94
7.2.2 Bagi Pedagang .............................................................................................. 94
7.2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya .......................................................................... 95

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 96


LAMPIRAN................................................................................................................ xiv

xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerangka Teori ........................................................................................... 35
Gambar 2 Kerangka Konsep ......................................................................................... 37

xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Definisi Operasional ........................................................................................ 38
Tabel 2 Hasil Perhitungan Sampel ................................................................................ 44
Tabel 3Hasil Perhitungan Uji Validitas Instrumen Penelitian ...................................... 47
Tabel 4 Uji Perhitungan Uji Reabilitas Instrumen Penelitian ....................................... 48
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Personal Hygiene ........................................................... 51
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Pendidikan Penjamah Makanan ..................................... 52
Tabel 7 Distribusi Frekuensi Lama Kerja Penjamah Makanan .................................... 53
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penjamah Makanan ................................... 53
Tabel 9 Distribusi Frekuensi Sikap Penjamah Makanan .............................................. 54
Tabel 10 Distribusi Frekuensi Sarana Pribadi Penjamah Makanan .............................. 55
Tabel 11 Distribusi Frekuensi Penyuluhan atau Pelatihan Penjamah Makanan ........... 55
Tabel 12 Hubungan Antara Pendidikan dengan Personal Hygiene.............................. 57
Tabel 13 Hubungan Antara Lama Kerja dengan Personal Hygiene............................. 58
Tabel 14 Hubungan Antara Pengetahuan dengan Personal Hygiene ........................... 59
Tabel 15Hubungan Antara Sikap dengan Personal Hygiene ....................................... 61
Tabel 16 Hubungan Antara Sarana Pribadi dengan Personal Hygiene ........................ 62
Tabel 17 Hubungan Antara Penyuluhan/Pelatihan dengan Personal Hygiene ............ 64

xiii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Menurut WHO (2005) penyakit bawaan makanan merupakan salah

satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak ditemukan di

zaman modern ini. Penyakit yang diakibatkan bawaan makanan dari

kontaminasi bakteri pathogen adalah penyakit diare.Menurut perkiraan,

sekitar 70% kasus penyakit diare karena makanan yang terkontaminasi oleh

bakteri pathogen seperti bakteri Coliform (Eschercia coli, Enteribacter

arogenes), Shigella spp, Salmonella spp,dan Virbrio cholereae (WHO, 2005).

Kontaminasi mikroorganisme pada makanan tersebut disebabkan dari tidak

mempraktikkan hygieneperorangan dengan benar seperti mencuci tangan, dan

mencuci alat masakan danmemakai celemek (Arisman, 2009).

Diketahui pada tahun 1993 – 1997 di Amerika Serikat telah terjadi

outbreak sebesar 550 kasus akibat bawaan makanan, lebih dari 40% dari

outbreak tersebut disebabkan oleh perusahaan jasa makanan/tempat

pengolahan makanan (Olsen, 2000 dalam Selman, 2008).

Pada tahun 2014 Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

menginformasikan telah terjadi 43 kasus insiden keracunan makanan di

berbagai wilayah Indonesia. Salah satu kejadian keracunan makanan

disebabkan oleh pangan jajanan sebanyak 15 insiden keracunan dengan

jumlah korban 468 orang dan terdapat 1 orang meninggal serta 1 insiden
2

keracunan akibat pangan jasa boga/katering dengan jumlah korban 748 orang.

Sedangkan di Kabupaten Tangerang pada tahun 2007 telah terjadi

peningkatan kasus penyakit diare sebesar 3,63 per 1000 penduduk dan pada

tahun 2008 sebesar 77,48 per 1000 penduduk (Bank Data Kemenkes. 2015).

Dari peningkatan kasus wilayah Tangerang di atas bahwa

kemungkinan kasus penyakit diare disebabkan oleh konsumsi air minum dan

makanan yang mengandung bakteri pathogen seperti bakteri Coliform

(Eschercia coli, Enteribacter arogenes), Shigella spp, Salmonella spp, dan

Virbrio cholereae. Kemudian hasil identifikasi dari beberapa kasus keracunan

makanan yang dilakukan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan

outbreak tersebut seperti kebersihan pekerja/penjamah dalam menyajikan

makanan kemudian suhu memasak dan cara menyimpan makanan yang

kurang baik (Olsen, 2000 dalam Selman, 2008).

Salah satu bakteri yang sering dijadikan indikator terjadinya

pencemaran makanan adalah golongan bakteri coliform. Bakteri ini

digunakan sebagai indikator sanitasi karena jumlah koloninya berkolerasi

positif dengan keberadaan bakteri patogen lainnya sehingga mudah di deteksi

secara sederhana. Bakteri coliform dapat menimbulkan gangguan kesehatan

seperti penyakit diare apabila masuk ke saluran pencernaan. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan Setiawan (2004) mengenai analisis bakteri coliform

pada makanan olahan di kantin pusat Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya didapatkan nilai MPN coliform pada lontong balap, pecel, gado –

gado, siomay, sate ayam, ayam penyet dan sate kambing sebesar >1100

sel/100m.
3

Penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2009) mengenai hygiene

sanitasi ada pedagang makanan jajanan tradisional di lingkungan sekolah

dasar menunjukkan bahwa sebesar 47,8% responden hygiene perorangannya

tidak baik, didapatkan 65,2% responden memiliki sanitasi yang tidak baik

dari peralatan yang digunakan oleh pedagang makanan jajanan tradisional

tersebut. Hal ini diperkuat dengan penelitian Puspita (2013) tentang hygiene

sanitasi penjamah makanan dan cemaran bakteri Escherichia coli pada

makanan gado – gado di sepanjang kota Manado masih terdapat 35,5%

penjamah makanan melakukan praktik hygiene sanitasi kurang baik. Hasil

pemeriksaan Escherichia coli dari 31 sampel makanan gado – gado terdapat

26 sampel menunjukkan angka kuman Escherichia coli lebih dari 0 koloni/gr

di sepanjang kota Manado. Pada penelitian lain diperkuat pada pemantuan

kualitas makanan gado – gado dan ketoprak di kampus X dengan

menunjukkan hasil uji laboratorium terhadap kuman e. Coli yang ada di

makanan tersebut, didapatkan angka cukup tinggi di beberapa piring lebih

dari 100 koloni/ml (Susanna, 2003).

Studi pendahuluan telah dilakukan oleh peneliti melalui pemeriksaan

bakteri coliform pada makanan gado – gado di sekitar Kelurahan Pisangan,

Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur dengan mengambil

enam sample secara acak. Hasil pengujian bakteri yang telah dilakukan pada

makanan tersebut adalah “Coliform tidak memenuhi standar yang

dipersyaratkan” pada 6 sampel makanan gado - gado, hal ini dapat

disimpulkan bahwa makanan tradisional gado – gado telah terkontaminasi

oleh bakteri coliform dimana standar yang dipersyaratkan oleh Standar


4

Nasional Indonesia (SNI) No. 7388 tahun 2009 batas maksimum cemaran

Mikroba pada pangan adalah 500 koloni/gr kemudian hasil dari pengujian

salah satu sample makanan gado – gado didapatkan bakteri coliform sebanyak

76.000.000 koloni/gr di Kelurahan Pisangan, 80.000.000 koloni/gr di

Kelurahan Cirendeu dan 88.000.000 koloni/gr di Kelurahan Cempaka Putih.

Kemudian peneliti juga melakukan pengamatan melalui observasi di

Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur

terdapat banyak penjual makanan di sepanjang jalan tersebut dan dilalui oleh

kendaraan bermotor dengan jarak kurang lebih hanya satu meter dari warung

ke tepi jalan. Khususnya pada pedagang makanan gado – gado, penjamah

makanan menunjukkan perilaku yang tidak sehat dalam menjamah makanan,

misalnya menjajakan makanan dalam keadaan terbuka sehingga vektor

seperti lalat mudah masuk ke wadah makanan. Kemudian posisi warung

pedagang gado – gado tersebut tepat di pinggir jalan yang banyak dilalui oleh

kendaraan bermotor.

Sejumlah survei terhadap kejadian luar biasa (KLB) penyakit bawaan

makanan yang berjangkit di seluruh dunia memperlihatkan bahwa sebagian

besar kasus penyakit bawaan makanan terjadi akibat kesalahan penanganan

pada saat penyiapan makanan tersebut baik di rumah, jasa katering, kantin

rumah sakit, sekolah, pangkalan militer, saat jamuan makanan atau pesta

(WHO, 2005).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene

Sanitasi Makanan Jajanan, terdapat beberapa aspek yang diatur dalam


5

penanganan makanan jajanan yaitu penjamah makanan, peralatan, air, bahan

makanan, bahan tambahan makanan, penyajian dan sarana penjaja. Dari

beberapa aspek tersebut dapat mempengaruhi kualitas makanan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

715/Menkes/SK/V2003 hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk

mengendalikan terhadap faktor makanan, orang, tempat, perlengkapannya

yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Banyak

makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga menimbulkan

gangguan kesehatan seperti makanan jajanan yang diolah secara tradisional

(Khomsan, 2003).

Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di

pedesaan. Konsumsi makanan jajanan khususnya pada makanan tradisional di

masyarakat diperkirakan terus meningkat makin terbatasnya waktu anggota

keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan

tradisional murah dan mudah didapat, serta cita rasanya yang enak dan cocok

dengan selera kebanyakan masyarakat (Kompas, 2006). Makanan tradisional

pada umumnya memiliki kelemahan dalam hal keamanannya terhadap bahaya

biologi atau mikrobiologi, kimia dan fisik. Adanya bahaya atau cemaran

tersebut seringkali terdapat dan ditemukan karena rendahnya mutu bahan

baku, teknologi pengolahan, belum diterapkannya praktik hygiene perorangan

dan kurangnya kesadaran pekerja maupun produsen dalam menangani

makanan tradisional yang baik dan benar (Nanuwasa, 2007).


6

Adapun faktor – faktor utama yang mengakibatkan kontaminasi

makanan sehingga mengakibatkan foodborne illness adalah adanya kesalahan

penyiapan makanan beberapa jam sebelum di makan, di sertai dengan

terjadinya kontaminasi silang akibat personal hygiene yang buruk dalam

mengolah makanan dan penyimpanannya dalam suhu yang baik untuk

pertumbuhan bakteri patogen serta pemasakan atau pemanasan yang kurang

memadai untuk mengurangi patogen (WHO, 2005).

Makanan jajajan yang berair dan tidak panas mempunyai risiko tinggi

terhadap kejadian kontaminasi (Puspita, 2013). Gado – gado merupakan salah

satu makanan yang tidak panas ketika disajikan sehingga berpotensi terjadi

kontaminasi oleh mikroba. Bakteri atau mikroba dapat tumbuh dengan baik

pada suhu di atas 5˚C derajat – 60˚C pada makanan. Kontaminasi bakteri

pada suhu tersebut dapat menyebabkan penyakit di derita manusia dengan

cepat. Suhu 5˚– 60˚C pada makanan disebut “Temparature danger zone”.

Suhu biasanya dikaitkan dengan waktu pemasakan dan sanitasi penjamah

makanan, suhu, waktu dan sanitasi sangat berperan penting dalam

pertumbuhan bakteri pathogen pada makanan (David, 2000).

Makanan tradisional gado – gado merupakan makanan dalam kategori

“Temparature danger zone” dimana makanan tersebut dapat dikonsumsi

antara suhu 5˚C – 60˚C. Sayuran merupakan salah satu bahan pangan yang

sering terkontaminasi oleh bakteri sehingga jika dalam tahap persiapannya

dan pengolahannya tidak memenuhi syarat seperti perebusan sayur pada suhu

yang tidak mencapai 60˚C selama 15 menit , hal ini bisa menjadi salah satu

faktor risiko terjadinya kontaminasi E. coli pada gado – gado (Puspita, 2013).
7

Adapun sayur- sayuran yang sering di gunakan dalam pengolahan

gado – gado adalah sayuran hijau yang diiris kecil – kecil seperti selada,

kubis, bunga kol, kacang panjang, taoge, wortel, mentimun, tomat, kentang

rebus telur rebus dan biasanya gado – gado menggunakan saus kacang untuk

menambah rasa enak pada sayuran. Masalah utama pada makanan gado –

gado adalah masalah keamanan yang disebabkan oleh tahap persiapan dan

pengolahan yang kurang memperhatikan aspek personal hygieneyang baik

oleh penjamah makanan. Hal ini tidak menutup kemungkinan terjadinya

kontaminasi silang (cross contamination) pada makanan gado – gado tersebut

akibat dari kurang memperhatikan personalhygiene yang baik pada makanan.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang analisis personal hygienepada penjual makanan

tradisonal gado - gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih

Ciputat Timur Tahun 2015.

1.2 Rumusan Masalah

Gado – gado adalah makanan yang dapat di konsumsi dalam keadaan

dingin dan banyak di konsumsi masyarakat saat ini. Selain dapat

mengenyangkan, gado – gado juga mengandung sayur – sayuran yang

mengandung nilai gizi yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Makanan

gado – gado ini dalam keamanan pangan termasuk dalam zona tempetature

danger zone dimana bakteri dapat tumbuh dengan baik pada suhu 5˚ - 60˚ C,

hal ini tidak menutup kemungkinan makanan gado – gado memenuhi syarat

kesehatan seperti :
8

a. Mengandung mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit, seperti

bakteri coliform.

b. Pedagang yang kurang memperhatikan personal hygieneyang

baik,sehingga terjadinya kontaminasi silang (cross contamination) pada

makanan tersebut.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran personal hygiene penjamah makanan pada penjual

makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka

Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015?

2. Bagaimana gambaranvariabel demografi (tingkat pendidikan dan lama

kerja) penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,Cirendeu

dan Cempaka Putih KecamatanCiputat Timur Tahun 2015?

3. Bagaimana gambaran pengetahuan penjamahpada penjual makanan

tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka

PutihKecamatanCiputat Timur Tahun 2015?

4. Bagaimana gambaran sikap penjamah pada penjual makanan tradisional

gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka

PutihKecamatanCiputat Timur Tahun 2015?

5. Bagaimana gambaran ketersediaan sarana personal hygiene penjamah

makanan pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan

Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatan Ciputat Timur Tahun

2015?

6. Bagaimana gambaran kegiatan penyuluhan atau pelatihan penjamah

makanan pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan


9

Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatan Ciputat Timur Tahun

2015?

7. Apakah ada hubungan antara faktordemografi (pendidikan dan lama kerja)

penjamah makanan denganpersonalhygiene pada penjual makanan gado –

gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan

Ciputat Timur Tahun 2015?

8. Apakah ada hubungan antara faktor pengetahuan penjamah dengan

personal hygienepada penjual makanan tradisional gado – gado di

Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatanCiputat

Timur Tahun 2015?

9. Apakah ada hubungan antara faktor sikap penjamah dengan personal

hygienepada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan

Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatan Ciputat Timur Tahun

2015?

10. Apakah ada hubungan antara faktor ketersediaan sarana pribadi penjamah

makanan dengan personalhygienepada penjual makanan tradisional gado –

gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka PutihKecamatan

Ciputat Timur Tahun 2015?

11. Apakah ada hubungan antara faktor kegiatan penyuluhan atau pelatihan

penjamah makanan dengan personal hygiene pada penjual makanan

tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka

Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015?


10

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran personalhygienepada penjual

makanan tradisonal gado - gado yang dijual di Kelurahan Pisangan,

Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran personal hygienepenjamah makanan pada

penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan

Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015

2. Diketahuinya gambaranvariabel demografi (pendidikan dan lama

kerja) penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan dan

Cempaka Putih KecamatanCiputat Timur Tahun 2015

3. Diketahuinya gambaran pengetahuan penjamah pada penjual

makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan

KecamatanCiputat Timur Tahun 2015

4. Diketahuinya gambaran sikap penjamah pada penjual makanan

tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan Kecamatan. Ciputat

Timur Tahun 2015

5. Diketahuinya gambaran ketersediaan sarana penjamah makanan

pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan

Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015

6. Diketahuinya gambaran kegiatan penyuluhan atau pelatihan

penjamah makanan pada penjual makanan tradisional gado – gado

di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015


11

7. Diketahuinya hubungan antara faktor karakteristik (umur, jenis

kelamin, pendidikan dan lama kerja) penjamah makanan

denganpersonalhygiene pada penjual makanan gado – gado di

Kelurahan Pisangan dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur

Tahun 2015

8. Diketahuinya hubungan antara faktor pengetahuan penjamah

dengan personal hygiene pada penjual makanan tradisional gado –

gado di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015

9. Diketahuinya hubungan antara faktor sikap penjamah dengan

personal hygienepada penjual makanan tradisional gado – gado di

Kelurahan Pisangan KecamatanCiputat Timur Tahun 2015.

10. Diketahuinya hubungan antara faktor ketersediaan sarana pribadi

penjamah makanan dengan personal hygienepada penjual makanan

tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat

Timur Tahun 2015

11. Diketahuinya ada hubungan antara faktor kegiatan penyuluhan atau

pelatihan penjamah makanan dengan personal hygiene pada

penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan

Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Pemerintah Daerah Setempat

Sebagai bahan masukan bagi pemerintah setempat untuk lebih

memperhatikan dan memperketat regulasi mengenai aspek kesehatan


12

dari makanan tradisional yang dijual di wilayah tersebut yang kemudian

sebagai acuan melakukan intervensi kepada para pedagang.

1.5.2 Bagi Pedagang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan yang

positif tentang hygiene perorangan untuk mencegah terjadinya

pencemaran dalam makanan sehingga dapat meningkatkan kualitas

keamanan pangan yang dihasilkan.

1.5.3 Bagi Peneliti Lain

Diharapkan dapat menjadi informasi untuk melengkapi penelitian

lebih lanjut mengenai personalhygienepenjamah makanan tradisional

gado – gado di berbagai daerah.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahuipersonalhygienepada penjual

makanan tradisonal gado - gado yang dijual di Kelurahan Pisangan, Cirendeu

dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015, yang dilakukan pada

bulanSeptember sampai Oktober 2015. Sumber data didapatkan

melaluiwawancara dan observasi langsung menggunakan kuesioner pada

semua pedagang gado – gado. Penelitian ini merupakan penelitian survey

analitikdengan desain studicross sectionalyang bertujuan mengetahui

hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.Instrumen

penelitian ini berupa wawancara dan observasi menggunakan kuesioner dan

tabel check list.


13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Makanan Tradisional

Makanan merupakan sumber energi utama manusia agar dapat

melaksanakan kegiatan sehari – hari dengan baik untuk bekerja, olahraga,

belajar dan sebagainya. Kemudian makanan di konsumsi yang menghasilkan

bahan baku dan energi untuk pergerakan sistem di dalam tubuh manusia.

Makanan tradisional adalah makanan yang erat kaitannya dengan tradisi suatu

masyarakat berasal dari suatu daerah tertentu yang memberikan ciri khas

berbeda setiap daerahnya, biasanya disesuaikan pada fungsi sosial, budaya

dan agama setempat (Winarno, 2004).

Makanan diperlukan dalam kehidupan manusia karena makanan

merupakan unsur esensialpertumbuhan dan kebutuhan pokok yang harus

dipenuhi setiap hari. Makanan berfungsi untuk memelihara proses tubuh

dalam pertumbuhan atau perkembangan serta mengganti jaringan tubuh

dalam pertumbuhan, memperoleh energi untuk melakukan aktivitas sehari –

hari, mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan air, mineral, dan

cairan yang lain, juga berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh

terhadap berbagai penyakit (Notoatmodjo, 2005).


14

Makanan memiliki peranan yang terhadap kesehatan manusia yaitu

berfungsi sebagai (Dainur, 1995) :

a. Nilai gizi makanan yang mencakup kecukupan unsur – unsur makanan

yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan pemeliharaan kesehatan,misalnya

cukup kalori dan mineral. Semua unsur tersebut dalam keadaan yang

seimbang baik kuantitas maupun kualitas yang dibutuhkan untuk

kesehatan manusia.

b. Kelebihan ataupun kekurangan kuantitas ataupun kualitas makanan, ikut

mempengaruhi kesehatan manusia, misalnya pada malnutrisi, kegemukan

dan sebagainya.

c. Alergi terhadap makanan tertentu, langsung atau tak langsung akan

mempengaruhi kesehatan.

d. Makanan karena sesuatu sebab menghasilkan racun (toksin) yang

menganggu kesehatan.

e. Makanan yang tercemar bahan kimia, mikroorganisme, parasit dan

sebagainya, secara langsung ataupun tidak langsung dapat menganggu

kesehatan.

Kemudian makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria

bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan

penyakit, adapun kriteria makanan tersebut adalah (Adams dan Moetarjemi,

2003):
15

a. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki.

b. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan

selanjutnya.

c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat

dari pengaruh enzim, aktivitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit

dan kerusakan – kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.

d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang

dihantarkan oleh makanan ( food borne illness).

2.2 Gado – Gado

Gado – gado merupakan makanan yang terdiri atas irisan beberapa

jenis sayuran seperti daun selada segar, tauge rebus, kol rebus, kentang rebus,

mentimun, tahu goreng yang diiris tipis dan telur rebus. Gado – gado juga

dilengkapi irisan lontong. Semua bahan tersebut disiram dengan bumbu

kacang yang rasanya gurih dan di atasnya diberi taburan bawang goreng,

kerupuk serta emping melinjo, gado – gado ini banyak dijumpai di pulau

Jawa (Tania, 2008).

Mengkonsumsi sayuran merupakan hal yang harus dilakukan bila

kita ingin hidup sehat. Kondisi tubuh yang bugar dan awet muda dapat

dicapai dengan mengonsumsi sayuran secara teratur dalam porsi cukup.

Sayuran merupakan pabrik bagi zat gizi mikro, yaitu vitamin dan mineral.

Selain itu, sayuran merupakan gudang antioksidan dan serat pangan. Semua

zat – zat tersebut sangat dibutuhkan untuk menjaga kesehatan tubuh agar

tetap prima. Vitamin yang banyak terdapat pada sayuran adalah vitamin C

dan vitamin B kompleks. Beberapa sayuran juga merupakan sumber bagi


16

vitamin A, D dan E. Karotenoid (prekursor vitamin A) serta vitamin C dan E

merupakan antioksidan alami yang sangat berguna utnuk melawan serangan

radikal bebas, penyebab penuaan dini, dan berbagai penyakit kanker. Mineral

yang banyak terdapat pada sayuran adalah zat besi, seng, mangan, kalsium

dan fosfor (Almatsier, 2001).

2.2.1 Proses Pembuatan Gado – gado

Tahap – tahap pembuatan gado – gado adalah sebagai berikut

(Rukmana dan Eosman, 2003) :

a. Persiapan Bahan

Bahan – bahan yang diperlukan terdiri atas kentang rebus, kangkung,

kacang panjang, taoge, mentimun, tahu goreng, tempe goreng, bawang

merah goreng dan kerupuk (emping) melinjo.

Adapun bumbu – bumbu yang diperlukan terdiri atas 100 gr kacang

tanah, 2 siung bawang putih, 1 potong kencur, 2 buah cabai merah,

asam, daun jeruk purut, gula merah secukupnya dan 1 potong terasi

yang telah dibakar.

b. Proses pembuatan

Proses pembuatan gado – gado adalah sebagai berikut :

1. Semua sayuran dimasak (direbus), kecuali mentimun

2. Mentimun dikupas di potong tipis-tipis. Kentang direbus hingga

matang, kemudian dikupas kulitnya dan dipotong – potong.


17

2.3 Higiene Sanitasi

Hygiene menurut Kemenkes adalah upaya kesehatan dengan cara

memelihara dan melindungi kebersihan individu misalnya, mencuci tangan

untuk melindungi kebersihan, membersihkan alat makan dengan air bersih

dan sabun, kemudian tidak membiarkan makanan membusuk sehingga tidak

terjadi kontaminasi pada benda lain seperti pada makanan (Kemenkes RI,

2003).

Hygiene menurut Tarwotjo (1998) adalah suatu pengetahuan tentang

kesehatan dan pencegahan suatu penyakit. Kemudian menurut Soeripto

(2008), hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari

pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia atau suatu upaya

untuk mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan.

Sedangkan sanitasi merupakan program yang seharusnya dijalankan

bukan untuk mengatasi masalah kotornya lingkungan atau kotornya

pemrosesan bahan, tetapi untuk menghilangkan kontaminan dari makanan

dan mesin pengolahan makanan serta mencegah terjadinya kontaminasi

kembali. Kontaminasi yang mungkin timbul berasal dari pestisida, bahan

kimia, insekta, tikus dan partikel – partikel benda asing seperti kayu, metal,

pecahan gelas dan lain – lain, tetapi yang terpenting adalah bebas dari

kontaminasi mikroba (Winarno, 2004).


18

2.3.1 Peran PersonalHygieneyang Baik Pada Makanan

Keracunan makanan merupakan suatu hal yang membahayakan,

sehingga hygiene perlu mendapatkan perhatian yang besar bagi setiap orang

yang menangani soal makanan. Bakteri dan bibit penyakit dari luar tubuh

manusia dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian. Bakteri tidak dapat

dilihat oleh kasat mata, makanan yang kelihatan bersih tidak berbau

mungkin dapat membahayakan bila dimakan karena terkontaminasi oleh

bakteri dari luar dan berkembang biak (Tarwotjo, 1998). Dalam hal ini

penting untuk mengamankan makanan dari kontaminasi bakteri dengan

membiasakan berperilaku hygiene dalam segala bidang. Serangga, tikus, air

bersih dan sampah merupakan faktor penting dalam menangani hygiene.

Menurut Kepmenkes RI No. 715/Menkes/SK/V/2003 bahwa higiene

sanitasi makanan dan minuman adalah upaya untuk mengendalikan faktor

makanan dan minuman, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau

mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.

Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan

makanan agar tetap bersih, sehat dan aman. Adapun menurut pengertian

yang lain sanitasi makanan merupakan salah satu usaha pencegahan yang

menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan

makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu

kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses

pengolahan, penyimpanan, pengangkutan sampai saat makanan dan

minuman tersebut dikonsumsi oleh masyarakat (Sumantri, 2010).


19

Tujuan dan berbagai tahapan upaya sanitasi makanan diperhatikan dalam

penyelengaraannya, kemudian ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi sanitasi makanan. Hal ini berkaitan dengan makanan,

manusia, tempat/bangunan dan peralatan.

2.3.2 Prinsip Higiene Sanitasi Makanan


Terdapat 6 (enam) prinsip hygiene dan sanitasi makanan dan

minuman yaitu (Kemenkes RI, 2011) :

2.3.2.1 Prinsip 1 : Pemilihan Bahan Makanan

Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri –

ciri fisik dan mutunya dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan

lainnya. Bahan makanan yang baik terbebas dari kerusakan dan

pencemaran oleh bahan kimia seperti pestisida (Sumantri, 2010).

Perlindungan terhadap bahan baku dari bahaya-bahaya bahan

kimia atau pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembentukan

toksin selama transportasi dan penyimpanan bahan baku mutlak

diperhatikan. Bahan-bahan yang dimakan dalam keadaan mentah harus

diangkut dan disimpan terpisah dari bahan baku lain dan bahan-bahan

yang bukan bahan pangan. Bahan pangan harus dikirim sedemikian

rupa sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen atau

pembentukan toksin dengan mengatur lamanya waktu pengiriman, suhu

dan aktifitas air (water aktivity=Aw) bahan baku (Purawidjaja, 1995).

Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik perlu diketahui

sumber – sumber makanan yang baik. Sumber makanan yang baik


20

seringkali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan

makanan yang demikian panjang dan melalui jaringan perdagangan

pangan (Kemenkes RI, 2011).

2.3.2.2 Prinsip 2 : Penyimpanan Bahan Makanan


Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian

mungkin disimpan baik dalam skala kecil di rumah maupun skala besar

di gudang. Tempat penyimpanan atau gudang harus memenuhi

persyaratan sanitasi sebagai berikut (Winarno, 2004) :

1) Tempat penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang

seperti tikus serangga tidak bersarang

2) Jika akan menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong

agar mudah membersihkannya

3) Suhu udara dalam gudang tidak lembab untuk mencegah

tumbuhnya jamur

4) Memiliki sirkulasi udara yang cukup

5) Memiliki pencahayaan yang cukup

6) Dinding bagian bawah dari gudang harus dicat putih agar

mempermudah melihat jejak tikus (jika ada).

Adapun kerusakan bahan makanan dapat terjadi karena :

1) Tercemar bakteri karena alam atau perlakuan manusia

2) Kerusakan mekanis seperti gesekan, tekanan benturan dan lain –

lain.
21

2.3.2.3 Prinsip 3 : Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan

mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik

adalah yang mengikuti prinsip – prinsip hygiene sanitasi (Kemenkes RI,

2011). Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan

memenuhi sanitasi terutama berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat

– alat perlengkapan masak, tempat pengolahan (dapur) dan penjamah

makanan (Winarno, 2004).

Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan

dalam proses pengolahan makanan, seperti pisau, sendok, kuali, wajan

dan lain – lain. Hal yang diperhatikan pada peralatan masak adalah

sebagai berikut :

1) Bahan peralatan

Tidak boleh melepas zat racun seperti zat beracun cadmium,

plumbum, zincum, cuprum, stibium atau arsenium. Logam ini dapat

berakumulasi sebagai penyakit saluran kemih dan kanker.

2) Keutuhan peralatan

Tidak boleh patah, tidak mudah berkarat, gompel, penyok tergores

atau retak karena menjadi sarang bakteri. Peralatan yang tidak utuh

tidak mungkin dapat dicuci sempurna sehingga dapat menjadi

sumber kontaminasi

3) Fungsi

- Setiap bahan tidak boleh dicampur aduk karena mempunyai fungsi

tersendiri
22

- Gunakan warna gagang sebagai tanda dalam penggunaan

Contoh: gagang pisau warna biru/hitam untuk memasak dan gagang

pisau warna merah/kuning untuk bahan makanan mentah.

- Peralatan yang digunakan campur baur akan menimbulkan

kontaminasi

4) Letak

Peralatan yang bersih dan siap digunakan sudah berada pada tempat

masing – masing sehingga memudahkan untuk menggunakan kembali.

2.3.2.4 Prinsip 4 : Penyimpanan Makanan


Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi

persyaratan sanitasi, dalam lemari atau pendingin. Hal – hal yang perlu

diperhatikan dalam menyimpan makanan (Kemenkes RI, 2011) :

1) Makanan yang disimpan harus diberi tutup

2) Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan

3) Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air

4) Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam

dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain

5) Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup dan tidak berada tanpa kaki

penyangga atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa dan hewan lainnya

akan sangat mudah untuk menjangkaunya.

a) Waktu tunggu (holding time)

(1) Makanan masak yang disajikan panas harus tetap berada dalam

keadaan diatas 60˚ C


23

(2) Makanan yang disajikan dingin disimpan dalam keadaan dingin pada

suhu di bawah 10˚ C

(3) Makanan yang disimpan pada suhu di bawah 10˚ C harus dipanaskan

kembali.

b) Suhu

(1) Makanan kering disimpan dalam suhu kamar (25˚ C - 30˚ C)

(2) Makanan basah harus segera disajikan pada suhu diatas 60˚ C

(3) Makanan basah yang masih lama disajikan disimpan pada suhu di

bawah 10˚C.

Untuk mencegah pertumbuhan bakteri, usahakanlah bakteri

makanan selalu berada pada suhu dimana bakteri dapat tumbuh dan

berkembangbiak dengan baik pada suhu 5˚ C – 60˚ C. Hal ini sering

disebut makanan berbahaya dikonsumsi yang disebut “temperature

danger zone”. Pemantauan yang cermat waktu dan suhu adalah cara yang

paling efektif seorang manajer pengolah makanan harus mengontrol

pertumbuhan bakteri dan biasanya terjadi pada proses pembusukan.

Makanan harus disimpan dibawah 5˚ C dan jika dimasak harus diatas 60˚

C agar bakteri tidak terkontaminasi pada makanan tersebut (David,

2000).

2.3.2.5 Prinsip 5 : Pengangkutan Makanan

Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi,

misalnya apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan

tertutup. Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di


24

dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses

pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan,

pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkut itu sendiri.

1) Pengangkutan bahan makanan

Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa

pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia. Untuk mencegah

pencemaran makanan tersebut adalah dengan membuang atau

mengurangi sumber yang akan membahayakan tubuh manusia,berikut

cara dalam mengangkutnya (Kemenkes RI, 2011):

-. Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan

berbahaya dan beracun (B3) seperti pupuk, obat hama atau bahan

kimia lain.

- Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk

mengangkut bahan lain seperti : untuk mengangkut orang, hewan

atau barang – barang.

- Kendaraan harus diperhatikan kebersihannya agar setiap digunakan

untuk makanan selalu dalam keadaan bersih.

- Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia

atau pestisida walaupun telah dicuci masih akan terjadi pencemaran

- Hindari perlakuan manusia yang menangani makanan selama

pengangkutan, seperti : ditumpuk, diinjak dan dibanting


25

- Kalau mungkin gunakanlah kendaraan pengangkut bahan makanan

yang menggunakan alat pendingin sehingga mampu membawa

makanan dengan jangkauan yang lebih jauh lagi.

2) Pengangkutan siap santap

Dalam prinsip pengangkutan siap santap perlu diperhatikan sebagai

berikut (Kemenkes RI, 2011) :

a) Setiap makanan mempunyai wadah masing – masing

b) Wadah yang digunakan harus utuh, kuat dan ukurannya

memadai dengan makanan yang ditempatkan dan terbuat dari

bahan anti karat atau anti bocor.

c) Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya agar

tetap panas 60˚ C dan tetap dingin 4˚ C.

d) Wadah selama dalam perjalanan tidak boleh selalu dibuka dan

tetap dalam keadaan tertutup sampai di tempat penyajian.

e) Kendaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak digunakan

untuk keperluan lain.

2.3.2.6 Prinsip 6 : Penyajian Makanan


Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu

bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutup serta dapat memenuhi selera

makan pembeli. Penyajian makanan yang menarik akan memberikan

nilai tambah dalam menarik pelanggan. Teknis penyajian makanan

untuk konsumen memiliki berbagai cara yaitu memperhatikan kaidah

hygiene sanitasi yang baik. Penggunaan pembungkus seperti plastik,

kertas atau boks plastik harus dalam keadaan bersih dan tidak berasal
26

dari bahan – bahan yang dapat menimbulkan racun. Makanan disajikan

pada tempat yang bersih, peralatan yang digunakan bersih, sirkulasi

udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih dan rapi

menggunakan tutup kepala dan celemek, tidak boleh terjadi kontak

langsung dengan makanan yang disajikan (Kemenkes RI, 2011)

2.4 Personal Hygiene Penjamah Makanan

Menurut kamus Gizi Personalhygiene adalah semua hal yang

berhubungan dengan kebersihan badan. Personalhygiene penting karena bagian

– bagian tubuh seperti tangan, rambut, hidung, dan mulut merupakan jalan

masuk mikroba untuk mencemari makanan selama penyiapan, pengolahan dan

penyajian melalui sentuhan dan pernapasan (Sundjaja, 2009). Kemudian

penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan

makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,

pengangkutan sampai dengan penyajian (Winarno, 2004). Penjamah makanan

harus memperhatikan kesehatan dan kebersihan individu, karena ada 3

kelompok penderita penyakit yang tidak diperbolehkan untuk terlibat dalam

penanganan makanan yaitu penderita penyakit infeksi saluran pernafasan,

pencernaan dan penyakit kulit (Stokes, 1984 dalam Purnawijayanti, 2001).

Menurut Stokes ketiga jenis penyakit tersebut dapat dipindahkan kepada orang

lain melalui makanan yang diolah atau disajikan penderita. Orang sehat

sebenarnya masih membawa milyaran mikroorganisme di dalam mulut,

hidung, kulit dan saluran pencernaannya. Akan tetapi kebanyakan

mikroorganisme ini tidak berbahaya, meskipun ada pula beberapa jenis bakteri

yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia.


27

Syarat – syarat personal hygiene pada penjamah makanan dalam

menangani makanan yaitu (Kemenkes RI, 2003):

1. Tidak menderita penyakit mudah menular, misal : batuk, pilek, influenza,

diare, penyakit pert sejenisnya

2. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul)

3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian

4. Memakai celemek dan tutup kepala

5. Mencuci tangan setiap kali hendak menanganai makanan

6. Menjamah tangan setiap kali hendak menangani makanan

7. Tidak merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung mulut dan

bagian lainnya)

8. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau

tanpa menutup hidung atau mulut.

2.5 Faktor – Faktor yang MempengaruhiPersonalHygiene Penjamah

Makanan

Menurut Green (1980) perilaku manusia dipengaruhi oleh 3 faktor

utama, yaitu predisposing Factors diantaranya pengetahuan, sikap, persepsi,

nilai, keyakinan dan variabel demografi (pendidikan, lama kerja). Enabling

factors terdiri dari fasilitas penunjang, peraturan dan kemampuan sumber

daya. Kemudian Reinforcing factors merupakan faktor yang mendorong

untuk berperilaku seperti yang diharapkan, terwujud dalam perilaku petugas

kesehatan atau petugas lain, keluarga yang merupakan kelompok referensi

dari perilaku masyarakat.


28

A. Predisposing Factors

Faktor – faktor predisposisi, menurut Green (1980) adalah faktor-

faktor yang mendahului perilaku untuk menetapkan pemikiran atau

motivasi yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan keyakinan kemudian,

dalam konteks lain variabel demografi mempengaruhi faktor ini seperti

pendidikan dan lama kerja.

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan hal ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu

(Notoatmodjo, 2010). Menurut penelitian Rogers (1974) seperti yang

dikutip oleh Notoatmodjo (2010), mengungkapkan bahwa sebelum

seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan, yaitu (1) Awareness atau kesadaran, (2) Interest

atau ketertarikan, (3) Evaluation atau menimbang – nimbang terhadap

baik – tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, (4) Trial atau mulai

mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh

stimulus, (5) Adoption atau telah berperilaku baru sesuai pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa

perubahan perilaku tersebut tidak selalu harus melewati tahap – tahap

tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui

proses tersebut yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap

yang positif, maka perilaku baru ini akan bersifat langgeng. Sedangkan,
29

apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran

akan tidak berlangsung lama. Maka, orang yang memiliki tingkat

pengetahuan yang tinggi diharapkan akan dapat berpengaruh terhadap

perilaku yang lebih baik. Menurut penelitian Marsaulina (2004) bahwa

terdapat hubungan dengan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat

pendidikan semakin baik pengetahuan seseorang.

2. Sikap

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu atau obyek (Notoatmodjo, 2010). Manifestasi

dari sikap tidak dapat terlihat langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan

lebih dulu dari perilaku tertutup (covert behavior).

Kemampuan dalam menerima, merespon, menghargai dan mampu

mempertanggungjawabkan sikap yang dipilih akan menentukan

tingkatan sikap seseorang (Dartini, 2000). Selanjutnya, menurut

Notoatmodjo (2010) bahwa orang yang memiliki sikap yang positif

terhadap sesuatu hal, ia akan memiliki perilaku/tindakan yang baik pula.

3. Keyakinan

Keyakinan atau belief adalah pembentuk struktur konsep manusia

adalah makhluk rasional yang menggunakan informasi yang dia miliki

untuk menilai, melakukan evaluasi dan kemudian memutuskan

keyakinan diperoleh baik dari dalam atau luar unsur dirinya, yang

akhirnya terbentuklah keyakinan dirinya, orang lain, lembaga –

lembaga, tingkah laku, kejadian – kejadian (Bart, 1994).


30

4. Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (2011), pendidikan adalah upaya persuasi

atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan

tindakan – tindakan (praktek) untuk memelihara (mengatasi masalah –

masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh

pendidikan kesehatan ini didasarkan pada pengetahuan dan

kesadarannya melalui proses pembelajaran. Sehingga perilaku tersebut

diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap, karena

didasari oleh kesadaran (Notoatmodjo, 2011).

Kemudian pendidikan formal yang cukup tinggi dapat berguna

untuk membina proses intelektual penjamah makanan, dan jenis

pendidikan. Responden tersebut diharapkan dapat meningkatkan

kesadaran terhadap hygiene perorangan. Semakin tinggi pendidikan

yang dicapai oleh seseorang, maka semakin besar keinginannya untuk

dapat memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan (Notoatmodjo,

2007). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mubarak, dkk (2007)

bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai seseorang, maka

semakin besar untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan

perilakunya.

Penelitian yang dilakukan Sachriani (2001) menunjukkan bahwa

pendidikan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan hygiene

perorangan. Begitupula berdasarkan penelitian Rosia tentang


31

hygienedan sanitasi makanan jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan

Cirimekar Kecamatan Cibinong tahun 2010.

5. Lama Kerja

Seseorang yang telah lama bekerja akan memperoleh pengalaman

dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung

(Mubarak dkk, 2007). Menurut Siagian dalam Susanna (2008), seorang

penjamah makanan yang telah lama bekerja mempunyai wawasan,

pengalaman yang luas dan banyak untuk pembentukan perilakunya.

Penelitian Fathoni (2008) yang menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara lama kerja dengan perilaku hygiene dan sanitasi di

kantin kampus Universitas “X”.

B. Enabling Factors

Faktor pemungkin Green (1980) adalah kemampuan dari

sumber daya yang penting untuk membentuk perilaku. Faktor

pemungkin ini adalah fasilitas penunjang.

Ketersediaan fasilitas penunjang ini adalah seperti kepemilikan

sarana pribadi penjamah makanan merupakan salah satu faktor

pemungkin yang menyebabkan suatu perubahan perilaku untuk

memiliki personalhygiene yang baik. Pengetahuan dan sikap saja

belum menjamin terjadinya perilaku, masih diperlukan sarana atau

fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut

(Notoatmodjo, 2010). Ketersediaan fasilitas sangat dipengaruhi oleh

lokasi, dapat dijangkau oleh masyarakat atau tidak, serta kecukupan


32

fasilitas tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang

melakukannya (Effendy, 1997).

Menurut Dartini (2000) yakni jika terpenuhinya sarana yang

diperlukan oleh tenaga penjamah makanan maka dimungkinkan

memiliki personalhygiene dan sanitasi yang baik.

C. Reinforcing Factors

Reinforcing factors atau faktor penguat adalah faktor yang

menentukan apakah tindakan kesehatan mendapatan dukungan atau

tidak dengan memberikan reward, insentif dan punishment.

1. Kegiatan Pelatihan atau Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan atau Pelatihan adalah kegiatan pendidikan

dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga

masyarakat tidak saja sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau

dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungan dengan

kesehatan (Mubarak, 2007 dalam Azrul Azwar, 2001). Menurut

Strausse dalam Notoatmodjo (2010) pelatihan dapat berarti

mengubah pola penilaian karena dengan pelatihan, maka akhirnya

dapat menimbulkan perubahan perilakunya.

Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa pelatihan (Training)

adalah suatu bentuk proses pendidikan yang mana dengan melalui

pelatihan, sasaran belajar atau sasaran pendidikan akan

memperoleh pengalaman belajar yang pada akhirnya menimbulkan

pengaruh terhadap perilaku yang baik bagi mereka. Berdasarkan

penelitian Fathoni (2008) yang menunjukkan bahwa tidak ada


33

hubungan pelatihan dengan perilaku hygiene dan sanitasi di kantin

kampus Universitas “X”.

2. Pengawasan Pemerintah Setempat

Pengawasan pemerintah setempat dalam hal ini adalah

petugas kesehatan dari Dinas Kesehatan setempat yang memiliki

tiga peranan penting yaitu berperan sebagai kuratif, preventif dan

surveilans (Adams dan Motarjemi, 2003) :

1. Peranan Kuratif

Masalah yang langsung dihadapi oleh petugas kesehatan

adalah bagaimana menangani orang yang sakit. Kesakitan yang

berasal dari makanan tidak tampak dengan segera, meskipun

banyak foodborne illness dengan diare sebagai gejala utamanya,

kesakitan yang lain mungkin memiliki gejala yang berbeda.

2. Peranan Preventif : Pengendalian hazard bawaan makanan

Petugas kesehatan dapat melakukan intervensi untuk

menurunkan insiden foodborne illness melalui program

pendidikan kesehatan makanan.

3. Surveilans

Petugas kesehatan harus berpartisipasi secara aktif dalam

pengawasan terhadap foodborne disease. Data epidemiologi

diperlukan sehingga petugas di bidang kesehatan masyarakat

menjadi sadar akan jenis penyakit terbaru pada populasi, dapat

mengidentifikasi subkelompok populasi mana yang berisiko, dan

dapat merencanakan program keamanan makanan yang tepat dan


34

dapat mencapai target intervensi pendidikan dengan cara yang

sesuai.

2.6 KERANGKA TEORI

Sebuah teori yang dikembangkan oleh Lawrence Green pada tahun 1980,

menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang

dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni bentuk pasif (covert behavior) dan

bentuk aktif (overt behavior). Perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor

prediposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Faktor predisiposisi

terdiri dari pengetahuan, sikap, keyakinan, dan demografi. Faktor pendukung

terdiri dari faktor fisik, tersedia atau tidaknya sarana dan prasarana hygiene

dan sanitasi pada penjamah makanan. Faktor pendorong terdiri dari sikap dan

perilaku penjamah makanan dalam mengolah dan menyajikan makanan.

Berdasarkan teori yang dijelaskan di atas, cakupan personal hygiene pada

pedagang makanan gado – gado dipengaruhi oleh faktor perilaku yang

diantaranya terdiri dari faktor predisposisi (pengetahuan, sikap ,keyakinan,

keterampilan yang dimiliki dan demografi : pendidikan, lama kerja), faktor

pendukung (tersedia atau tidaknya sarana dan prasarana personal hygiene

pada penjamah makanan), faktor pendorong (kegiatan pelatihan penjamah

makanan tradisional / kaki lima dan pengawasan dari dinas kesehatan

menganai kemanan pangan)

Untuk memperjelas ide dan gagasan pada tinjauan pustaka yang telah

disajikan, materi terkait personal hygiene pada makanan dapat digambarkan

berupa bagan kerangka teori sebagai berikut :


35

Faktor Predisposisi :

- Pengetahuan Penjamah
Makanan
- Sikap Penjamah Makanan
- Keyakinan
- Demografi (Pendidikan, Lama
Kerja)

Faktor Pendukung :

- Ketersediaan sarana hygiene PersonalHygiene pada Pedagang


dan sanitasi penjamah makanan Makanan Gado - Gado

Faktor Pendorong :

- Kegiatan Pelatihan Penjamah


Makanan
- Pengawasan Dinas Kesehatan

Sumber : Lawrence Green (1980) dan Kemenkes (2003)

Bagan 3.1 Kerangka Teori Kerangka konsep personal hygiene pada penjual makanan
tradisional gado – gado yang dijual di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2015
36

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 KERANGKA KONSEP

Dalam proses pengolahan makanan faktor tenaga penjamah makanan

sangat penting perannya. Pengetahuan dan sikap yang baik tentang personal

hygiene makanan pada tenaga penjamah makanan akan sangat berpengaruh

pada kualitas makanan yang dihasilkan. Pada penelitian ini menggambarkan

hubungan antara variabel bebas (independent variabel) yaitu karakterirtik

sosio – demografi (pendidikan dan masa kerja), pengetahuan, sikap,

ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi penjamah makanan dan kegiatan

pelatihan penjamah makanan dengan variabel tergantung (dependent variabel)

yaitu variabel personalhygiene pada penjamah makanan tradisional gado –

gado yang dijual di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih

Kecamatan Ciputat Timur.

Untuk variabel keyakinan tidak diteliti karena terdapat kesulitan untuk

mengukur nilai dan keyakinan tersebut. Kemudian Faktor pengawasan tidak

diteliti, karena untuk pengamatan dan pengawasan secara terus menerus

dilakukan oleh Dinas Kesehatan setempat. Dengan demikian, kerangka

konsep penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut.


37

Faktor Predisposisi :

- Pengetahuan Penjamah
Makanan

- Sikap Penjamah Makanan

- Demografi (Pendidikan, Lama


Kerja)

Faktor Pendukung :

- Ketersediaan sarana higiene PersonalHygiene pada Pedagang


dan sanitasi penjamah makanan Makanan Gado - Gado

Faktor Pendorong :

- Kegiatan penyuluhan/Pelatihan
Hygiene dan Sanitasi

Bagan 3.1 Kerangka konsep personal hygiene pada penjual makanan


tradisional gado – gado yang dijual di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur tahun 2015
38

3.2 Definisi Operasional Variabel


Analisis Personal Hygienepada makanan tradisional gado – gado yang dijual di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.

No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil ukur Skala ukur

1. Personal Kebersihan seseorang dalam menangani Observasi Kuesioner 0= kurang baik, jika Ordinal
tidak memenuhi syarat
Hygienepeda makanan gado – gado yang dilihat
dengan skor < 23
gang secara visual yaitu menggunakan
1= baik, jika
makanan celemek, tidak merokok, tidak
memenuhi syarat
mengunyah, tidak menggunakan dengan skor ≥ 23
perhiasan yang berlebihan, memakai
pakaian bersih, mencuci tangan sebelum
menangani makanan dan setelah buang
air besar/kecil
2. Pendidikan Pendidikan formal terakhir yang pernah Wawancara Kuesioner 0= SD - SMP (rendah) Ordinal
diterima oleh responden saat penelitian 1= SMA – Perguruan
dilakukan Tinggi (tinggi)
(Sofiana, 2010)
39

3. Lamanya Lamanya responden berjualan gado - wawancara Kuesioner 0= ≤5 Tahun Ordinal


kerja gado 1= >5 Tahun
(Sofiana, 2010)
4. Pengetahuan Hasil tahu yang dimiliki oleh responden Wawancara Kuesioner 0= kurang baik, jika Ordinal
tentang hygiene makanan tradisional tidak memenuhi syarat
gado - gado dengan skor < 24
1= baik, jika
memenuhi syarat
dengan skor ≥ 24
5. Sikap Tanggapan atau pendapat responden Wawancara Kuesioner 0= kurang baik, jika Ordinal
terhadap hygiene makanan tradisional tidak memenuhi syarat
gado - gado dengan skor < 17
1= baik, jika
memenuhi syarat
dengan skor ≥ 17
40

6 Ketersediaan Sarana pribadi yang disediakan untuk wawancara Kuesioner 0= kurang baik, jika Ordinal
sarana penjamah makanan berupa tempat cuci tidak memenuhi syarat
hygiene tangan, alat pelindung kerja (topi, dengan skor < 12
penjamah celemek, alas kaki dan penutup 1= baik, jika
makanan mulut/masker) memenuhi syarat
dengan skor ≥ 12

7 Kegiatan Kegiatan pelatihan atau penyuluhan Wawancara Kuesioner 0 = Tidak pernah Ordinal
pelatihan/Pen hygienesanitasi makanan yang pernah 1 = Pernah
yuluhan diikuti oleh penjamah makanan selama
penjamah berjualan.
makanan
41

3.3 Hipotesis

Penelitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan antara lama kerja penjamah makanan dengan

personalhygienepada penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu

dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.

2. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan penjamah makanan dengan

personalhygiene pada penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu

dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.

3. Terdapat hubungan antara pengetahuan penjamah dengan personal hygiene pada

penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan

Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.

4. Terdapat hubungan antara sikap penjamah dengan personal hygiene pada penjual

makanan tradisional gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka

Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.

5. Terdapat hubungan antara ketersediaan sarana pribadi penjamah makanan dengan

personal hygiene pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan

Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.

6. Terdapat hubungan antara kegiatan penyuluhan/pelatihan penjamah makanan dengan

personal hygiene pada penjual makanan tradisional gado – gado di Kelurahan

Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2015.
42

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik menggunakan studi

cross sectional. Pada rancangan penelitian dengan desain cross sectional variabel

dependen (personal hygiene penjamah makanan gado - gado) maupun variabel

independen (umur, jenis kelamin, pendidikan, lama bekerja, pengetahuan dan

sikap) diteliti pada saat yang bersamaan untuk mengetahui hubungan antara

variabel – variabel tersebut.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan

Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur. Pengumpulan data

dilakukan pada bulan September sampai Oktober tahun 2015.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah tempat penjualan makanan gado – gado yang

berada di Kelurahan Pisangan sebanyak 31 penjamah makanan gado – gado,

Kelurahan Cirendeu sebanyak 25 penjamah makanan gado – gado dan Kelurahan

Cempaka Putih sebanyak 24 penjamah makanan gado – gado, sehingga jumlah

populasi penjamah makanan gado – gado tersebut adalah 80 penjamah makanan

gado – gado. Untuk mengetahui jumlah sampel penelitian ini sudah memenuhi

syarat atau belum maka harus dihitung nilai dari kekuatan uji (β) penelitian.
43

Kemudian pengambilan sampel dilakukan secara uji beda dua proporsi dengan

rumus berikut:

n = [Z1 – α/2√ √ ]2
(P1 – P2)2

Keterangan :

n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

p1 : Proporsi responden pada variabel penelitian sebelumnya yang beresiko

p2 :Proporsi responden pada variabel penelitian sebelumnya yang tidak

beresiko

P : Rata – rata proporsi ((P1 +P2)/2)

Z1-α/2 : Derajat Kemaknaan α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5% = 1,96

Z1-β : Kekuatan uji 1 – β yaitu sebesar 95% = 1,64


44

Untuk angka P1 dan P2 diperoleh dari penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Mulyanto (2003). Berikut hasil perhitungan untuk setiap variabel :

Tabel 4.1
Hasil Perhitungan Sampel

Variabel P1 P2 P Z1-α/2 Z1-β N

Pengetahuan 0,182 0,061 0,256 5% 80 70

Sikap 0,5 0,071 0,175 5% 95 26

Populasi pedagang gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan

Cempaka Putih adalah 80 orang. Berdasarkan perhitungan sampel, maka sampel

minimal yang dapat diambil adalah sebanyak 70 orang. Besar sampelmenurut

Suharsimi Arikunto (1986) sebagai berikut “apabila subjeknya kurang dari 100,

lebih baik sampel diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian

populasi”. Sehingga besar sampel untuk keperluan penelitian ini adalah sebanyak

80 sampel, yang juga merupakan populasi penelitian.

4.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

4.4.1 Jenis Pengumpulan Data

Pada penelitian ini jenis pengumpulan data diperoleh dari :

a. Data Primer

1) Wawancara

Wawancara dengan menggunakan kuesioner dilakukan kepada penjual

makanan gado - gado untuk mengetahui Sosial Demografi, pengetahuan,


45

sikap, ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi dan kegiatan pelatihan

penjamah makanan reponden.

2) Observasi

Observasi dengan menggunakan tabel check list untuk mengetahui

personal hygiene penjamah makanan.

b. Data Sekunder

Diperoleh dari studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan

penelitian yaitu tentang personal hygiene penjamah makanan.

4.4.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan dua tahan yaitu :

a. Wawancara terstruktur dengan memberikan kuesioner kepada para

penjamah makanan gado – gado untuk mengetahui sosial

demograf(pendidikan dan lama bekerja) pengetahuan, sikap, dan kegiatan

pelatihan penjamah makanan reponden.

b. Observasi dilakukan oleh peneliti mengenai personal hygiene dan

ketersediaan sarana higiene dan sanitasi penjamah makanan gado – gado.

4.5 Validitas dan Reabilitas

Sebelum instrument/ alat ukur digunakan untuk mengumpulkan data

penelitian, perlu dilakukan uji coba kuesioner untuk mencari kevalidan dan

realibitas alat ukur tersebut. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan

tingkat keabsahan suatu alat ukur. Tinggi rendahnya validitas alat ukur

menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari

gambaran variabel yang dimaksud. Sedangkan reabilitas menunjukkan bahwa

suatu alat ukur cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
46

pengumpul data karena alat ukur tersebut sudah baik dan tidak memiliki sifat

tendesius atau mengarahkan responden untuk memilih jawaban tertentu

(Rangkuti, 2002). Uji Validitas dan reabilitas instrumen penelitian dilakukan

terhadap 30 responden diluar sampel penelitian yang memiliki karakteristik

serupa dengan sampel yang diamati (Pella dan Inayati, 2011).

4.5.1 Uji Validitas

Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan

korelasi antar skor masing – masing variabel dengan skor totalnya. Hasilnya

pengujian validitas dilihat pada kolom corrected item-total correlation

dimana nilai r hitung yang terdapat pada kolom tersebut dibandingkan

dengan nilai r tabel. Bila nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel (r hitung

> r tabel) maka dapat dikatakan instrumen tersebut valid (Hastono, 2011).

Responden dalam uji validitas instrumen penelitian ini berjumlah 30

responden sehingga didapatkan nilai R tabel adalah 0,3610. Berdasarkan

hasil uji validitas, diketahui bahwa nilai r hitung dari setiap pertanyaan lebih

besar daripada nilai r tabel, sehingga seluruh pertanyaan dalam instrumen

penelitian ini dinyatakan valid. Hasil pengujian validitas instrumen

penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.


47

Tabel 4.1
Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian

No. Variabel Corrected Item- Keterangan


Total Correlation
Pengetahuan
1. Pengetahuan 1 0,510 Valid
2. Pengetahuan 2 0,745 Valid
3. Pengetahuan 3 0,473 Valid
4. Pengetahuan 4 0,645 Valid
5. Pengetahuan 5 0,388 Valid
6. Pengetahuan 6 0,378 Valid
7. Pengetahuan 7 0,386 Valid
8. Pengetahuan 8 0,551 Valid
9. Pengetahuan 9 0,364 Valid
10. Pengetahuan 10 0,606 Valid
11. Pengetahuan 11 0,450 Valid
12. Pengetahuan 12 0,371 Valid
13. Pengetahuan 13 0,607 Valid
14. Pengetahuan 14 0,502 Valid
15. Pengetahuan 15 0,492 Valid
16. Pengetahuan 16 0,502 Valid
17. Pengetahuan 17 0,418 Valid
18. Pengetahuan 18 0,398 Valid
Sikap
19. Sikap 1 0,745 Valid
20. Sikap 2 0,465 Valid
21. Sikap 3 0,370 Valid
22. Sikap 4 0,308 Valid
23. Sikap 5 0,786 Valid
24. Sikap 6 0,470 Valid
25. Sikap 7 0,391 Valid
26. Sikap 8 0,476 Valid
27. Sikap 9 0,430 Valid
28. Sikap 10 0,565 Valid
29. Sikap 11 0,391 Valid

4.5.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas pada penelitian ini dikatakan dengan cara melihat

nilai r pada kolom Cronbach’s alpha. Jika nilai r hitung lebih besar

dari pada r tabel (r hitung > r tabel) maka dapat diakatakan

intsrumen tersebut reliabel (Hastono, 2001). Berdasarkan hasil uji


48

validitas, diketahui bahwa nilai Cronbach’s alpha lebih besar

dibandingkan nilai r tabel (0,3610) sehingga instrumen dinyatakan

reliabel. Hasil perhitungan uji reliabilitas istrumen penelitian dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.2
Hasil perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian
Cronbach’s Alpha Jumlah Pertanyaan Keterangan

0,852 29 Reliabel

4.6 Pengolahan dan Analisa Data

4.6.1 Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut :

a. Penyuntingan Data (Editing)

Melakukan pemeriksaan kelengkapan data dengan memeriksa data,

meneliti setiap kuesioner yang diteliti untuk melihat terjadinya kesalahan

pengisian atau terlewat dalam pengisian, sehingga dapat diketahui dan

diharapkan data lebih lengkap dan jelas.

b. Koding Data (Coding)

Memberikan kode pada setiap kuesioner sehingga mudah untuk

mengentry, menganalisis data dan melakukan pengecekan ulang.

c. Scoring, untuk variabel independen dan dependen masing – masing diberi

skoring tanpa pembobotan.


49

1) Untuk variabel independen, hasil skoring tiap variabel dilakukan

penjumlahan sehingga setiap responden mempunyai nilai total masing –

masing. Setiap variabel independen diberi skoring yang berbeda, untuk:

a) Variabel pengetahuan, yaitu minimal skor = 16 dan maksimal skor = 32

(untuk 18 pertanyaan). Agar memudahkan analisa selanjutnya, nilai

total dari variabel dikategorikan menjadi dua (ukuran ordinal) yaitu

baik bila skor ≥ 24 dan kurang baik bila skor < 24

b) Variabel sikap, yaitu minimal skor = 11 dan maksimal skor = 22 (untuk

11 pertanyaan). Agar memudahkan analisa selanjutnya, nilai total dari

variabel dikategorikan menjadi dua (ukuran ordinal) yaitu baik bila skor

≥ 17 dan kurang baik bila skor < 17

c) Variabel ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi, yaitu minimal skor

=7 dan maksimal skor = 14 (Untuk 7 pertanyaan). Agar memudahkan

analisa selanjutnya, nilai total dari variabel dikategorikan menjadi dua

(ukuran ordinal) yaitu baik bila skor ≥ 12 dan kurang baik bila skor <

12.

2) Untuk variabel dependen (Personal Hygiene dan sanitasi pedagang),

hasil skoring tiap variabel dilakukan penjumlahan sehingga setiap

responden mempunyai nilai total masing – masing yaitu minimal skor =

15 dan maksimal skor = 30 (untuk 15 pertanyaan). Agar memudahkan

analisa selanjutnya, nilai total dari variabel dikategorikan menjadi dua

(ukuran ordinal) yaitu baik bila skor ≥ 23 dan kurang baik bila skor <

23.
50

d. Entry Data

Memasukkan data kedalam program yang telah disediakan.

e. Cleaning Data

Meneliti data apakah data yang dimasukkan kedalam program entry data

sudah dilakukan dengan benar.

4.7 Analisis Data

4.7.1 Analisis Univariat

Analisa univariat yaitu analisis untuk mendeskripsikan karakteristik

seluruh variabel yang di teliti. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi.

4.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat untuk menganalisis hubungan antara variabel bebas dan

variabel terikat dengan menggunakan uji Chi Square. Batas kemaknaan yang

digunakan ialah 0,05. Jika nilai p-value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang

bermakna antara 2 variabel yang diuji dan begitu sebaliknya jika p-value < 0,05

berarti ada hubungan yang bermakna antara 2 variabel yang diuji.

Untuk mengetahui keeratan hubungan antar variabel dihitung nilai odds

ratio (OR), apabila nilai OR > 1 disimpulkan variabel di hitung merupakan faktor

risiko terhadap variabel independen, bila nilai OR < 1 disimpulkan variabel

independen bersifat faktor pencegah terhadap variabel dependen, serta bila nilai

OR = 1 disimpulkan tidak ada hubungan asosiasi variabel independen dengan

variabel dependen.
51

BAB V

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian tentang “Analisis PersonalHygiene pada Penjual Makanan

di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015”

ini akan disajikan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu Analisis Univariat dan Analisis

Bivariat.

5.1 Analisis Univariat

5.1.1 Gambaran PersonalHygiene Penjamah Makanan

Variabel personal hygiene penjamah makanan dikategorikan

menjadi dua yaitu baik dan tidak baik. Distribusi personal

hygienepenjamah makanan di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan

Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi PersonalHygiene Penjamah Makanan
Pada Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015
PersonalHygiene dan n %
Sanitasi
Tidak Baik 51 63,8
Baik 29 36,2
Total 80 100
Berdasarkan perhitungan statistik yang terlihat pada Tabel 5.1

tersebut diketahui personal hygiene penjamah makanan gado – gado

yang tidak baik memiliki jumlah yang lebih besar yaitu sebesar 51

responden (63,8%) dibandingkan dengan personal hygiene penjamah

makanan gado – gado yang baik sebesar 29 responden (36,2%).


52

5.1.2 Faktor Predisposisi

5.1.2.1 Sosial Demografi

5.1.2.1.1 Gambaran Pendidikan

Variabel pendidikan dikategorikan menjadi dua yaitu SD –

SMP (rendah) dan SMA – Perguruan Tinggi (tinggi). Distribusi

pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pendidikan Penjamah Makanan pada
Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015

Pendidikan n %
SD – SMP (Rendah) 5 6,2
SMA-Perguruan Tinggi 75 93,8
(Tinggi)
Total 80 100

Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan distribusi latar belakang

pendidikan penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,

Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang pendidikan

terakhir SMA – Perguruan Tinggi lebih banyak yaitu sebesar

93,8% dibandingkan dengan pendidikan terakhir SD - SMP.

5.1.2.1.2 Gambaran Lama Bekerja

Variabel lama bekerja dikategorikan menjadi dua yaitu ≤ 5

tahun dan > 5 tahun. Distribusi lama bekerja dapat dilihat pada

tabel 5.3.
53

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Penjamah
Makanan Pada Penjual Makanan Gado - Gado di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun 2015
Lama Kerja n %
> 5 tahun 13 16,2
≤ 5 tahun 67 83,8
Total 80 100

Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan distribusi lama bekerja

menjadi penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,

Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang lama bekerja ≤

5 tahun lebih banyak yaitu sebesar 83,8% dibandingkan dengan

lama bekerja > 5 tahun.

5.1.2.2 Gambaran Pengetahuan

Variabel pengetahuan penjamah makanan gado - gado

dikategorikan menjadi dua yaitu baik dan tidak baik. Distribusi

pengetahuan penjamah makanan gado - gado di Kelurahan

Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015

dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penjamah Makanan Pada
Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015

Pengetahuan n %
Tidak Baik 28 35,5
Baik 52 65
Total 80 100
Berdasarkan Tabel 5.4 didapatkan distribusi tingkat

pengetahuan penjamah makanan gado – gado di Kelurahan

Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang


54

memiliki pengetahuan baik lebih banyak yaitu sebesar 65%

dibandingkan dengan pengetahuan tidak baik.

5.1.2.3 Gambaran Sikap

Variabel sikap penjamah makanan gado - gado

dikategorikan menjadi dua yaitu baik dan tidak baik. Distribusi

sikap penjamah makanan gado - gado di Kelurahan Pisangan,

Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 dapat

dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Sikap Penjamah Makanan Pada
Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun
2015
Sikap N %
Tidak Baik 66 82,5
Baik 14 17,5
Total 80 100
Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan distribusi sikap penjamah

makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan

Cempaka Putih Ciputat Timur yang tidak baik lebih banyak yaitu

sebesar 82,5% dibandingkan dengan sikap yang baik.

5.1.3 Faktor Pendukung

5.1.3.1 Gambaran Tersedianya Sarana Pribadi

Variabel sarana pribadi yang dimiliki oleh penjamah makanan

dikategorikan menjadi dua yaitu kurang memenuhi syarat dan

memenuhi syarat. Distribusi sarana pribadi yang dimiliki oleh

penjamah makanan gado - gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu

dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 dapat dilihat pada

tabel 5.6.
55

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Sarana Pribadi Pada Penjual
Makanan Gado – Gado di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun
2015
Sarana Pribadi n %
Kurang memenuhi 44 55
syarat
Memenuhi syarat 36 45
Total 80 100
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan distribusi sarana pribadi

yang dimiliki oleh penjamah makanan yang kurang memenuhi

syarat lebih banyak yaitu sebesar 55% dibandingkan dengan yang

memenuhi syarat.

5.1.4 Faktor Pendorong

5.1.4.1 Gambaran Penyuluhan atau Pelatihan


Variabel penyuluhan atau pelatihan yang pernah diterima

dikategorikan menjadi dua yaitu ya pernah dan tidak pernah.

Distribusi penyuluhan atau pelatihan yang pernah diterima dapat

dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Penyuluhan/ Pelatihan yang
diterima Penjual Makanan Gado – Gado di Kelurahan
Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur
Tahun 2015
Penyuluhan/Pelatihan n %
Tidak Pernah 36 45
Ya Pernah 44 55
Total 80 100

Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan distribusi

penyuluhan/pelatihan yang pernah menerima/ mengikuti

penyuluhan atau kegiatan kesehatan tentang hygiene dan sanitasi


56

makanan lebih banyak yaitu sebesar 55% dibandingkan dengan

yang tidak pernah.

5.2 Analisis Bivariat

Pada analisis bivariat, variabel independen (faktor predisposisi, faktor

pendukung dan faktor pendorong) dihubungkan dengan variabel dependen

(personal hygiene) yang diuji dengan Uji Chi Square. Dari hasil uji silang

antara variabel independen dengan variabel dependen akan ditunjukkan pada

tabel – tabel berikut :

5.2.1 Faktor Predisposisi dengan Personal Hygiene

Faktor predisposisi dalam penelitian ini terdiri atas Sosial

Demografi (tingkat pendidikan, lama kerja) pengetahuan dan sikap

penjamah makanan. Selanjutnya hubungan masing – masing variabel

dengan personalhygiene akan dijabarkan sebagai berikut :

5.2.1.1 Hubungan antara Pendidikan dengan PersonalHygiene

Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dengan

personal hygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan

Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun

2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan pada tabel

5.8 berikut ini


57

Tabel 5.8
Hubungan Antara Pendidikan Penjamah Makanan dengan
Personal HygienePada Penjual Makanan Gado – Gado di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat
Timur Tahun 2015

Pendidikan PersonalHygiene Total OR 95% P-


Tidak Baik CI Value
Baik
n % n % N %
SD – SMP 4 80 1 20 5 100 2,250
SMA - PT 48 64 27 40 75 100 (0,239 – 21,166) 0,654
Total 52 65 28 35 80 100

Berdasarkan Tabel 5.8 hasil analisis hubungan antara

pendidikan dengan personalhygiene penjual makanan gado –

gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih

Ciputat Timur Tahun 2015 menunjukkan bahwa responden

berpendidikan SD – SMP memiliki personalhygiene yang tidak

baik sebanyak 4 responden (80%) dan responden berpendidikan

SMA – Perguruan Tinggi memiliki personalhygiene dan sanitasi

yang tidak baik sebanyak 48 responden (64%).

Berdasarkan hasil Uji Chi Square diperoleh hasil p= 0,653

(p value> 0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara pendidikan dengan personalhygiene pada

penjual makanan gado – gado. Dari hasil analisis diperoleh juga

nilai OR= 2,250, yang artinya bahwa responden yang

berpendidikan SD - SMP mempunyai peluang 2,250 kali

memiliki personal hygiene makanan yang tidak baik

dibandingkan dengan responden yang berpendidikan SMA - PT.


58

5.2.1.2 Hubungan antara Lama Kerja dengan PersonalHygiene

Untuk mengetahui hubungan antara lama bekerja dengan

personal hygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan

Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun

2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan pada tabel

5.9 berikut ini.

Tabel 5.9
Hubungan Antara Lama Kerja Penjamah Makanan dengan
Personal Hygiene dan Sanitasi Pada Penjual Makanan Gado
– Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka
Putih Ciputat Timur Tahun 2015

Lama PersonalHygiene Total OR 95% CI P-


Kerja Tidak Baik Value
Baik
n % n % N %
> 5 Tahun 10 76,9 3 23,1 67 100 0,504
≤ 5 Tahun 42 62,7 25 37,3 13 100 (0,127– 2,007) 0,526
Total 52 65 28 35 80 100

Berdasarkan tabel 5.9 hasil analisis hubungan antara lama

kerja dengan personalhygiene penjual makanan gado – gado di

Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat

Timur menunjukkan bahwa lama kerja responden ≤ 5 tahun

memiliki personalhygiene yang tidak baik sebanyak 42

responden (62,7%) dan lama kerja responden > 5 tahun

memiliki personalhygiene yang tidak baik sebanyak 10

responden (76,9%).
59

Berdasarkan Uji Chi Square diperoleh hasil p= 0,526 (p

value> 0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara lama kerja dengan personalhygiene pada

penjual makanan gado – gado. Dari hasil analisis diperoleh juga

nilai OR= 0,504 yang artinya bahwa responden yang lama

bekerja > 5 tahun mempunyai peluang 0,504 kali memiliki

personalhygiene makanan yang tidak baik dibandingkan dengan

responden yang lama bekrja ≤ 5 tahun.

5.2.1.3 Hubungan antara Pengetahuan dengan PersonalHygiene

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan

dengan personal hygiene penjamah makanan gado – gado di

Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat

Timur Tahun 2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan

pada tabel 5.10 berikut ini.

Tabel 5.10
Hubungan Antara Pengetahuan Penjamah Makanan dengan
Personal Hygiene Pada Penjual Makanan Gado – Gado di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat
Timur Tahun 2015

Pengetahuan PersonalHygiene Total OR 95% CI P-


Tidak Baik Value
Baik
n % n % N %
Tidak Baik 18 64,3 10 35,7 28 100 0,953
Baik 34 65,4 18 34,6 52 100 (0,364 – 2,492)
Total 52 65 28 35 80 100 1,000
60

Berdasarkan tabel 5.10 hasil analisis hubungan antara

pengetahuan dengan personalhygiene penjual makanan gado –

gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih

Ciputat Timur menunjukkan bahwa sebanyak 18 responden

(24,6%) dengan pengetahuan baik dan sebanyak 18 responden

(64,3%) dengan pengetahuan tidak baik memiliki

personalhygiene tidak baik.

Hasil analisis Uji Chi Square diperoleh hasil p= 1,000 (p

value>0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara pengetahuan dengan personalhygiene.

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 0,953, yang artinya

bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik tentang

hygiene dan sanitasi makanan mempunyai peluang 0,953 kali

memiliki personal hygiene makanan yang tidak baik

dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan

baik.

5.2.1.4 Hubungan antara Sikap dengan PersonalHygiene

Untuk mengetahui hubungan antara sikap dengan

personal hygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan

Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun

2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan pada tabel

5.11 berikut ini.


61

Tabel 5.11
Hubungan Antara Sikap Responden dengan
Personal Hygiene Pada Penjual Makanan Gado –
Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan
Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015

Sikap PersonalHygiene Total OR 95% CI P


Tidak Baik Value
Baik
n % n % N %
Tidak Baik 42 63,6 24 36,4 66 100 0,700
Baik 10 71,4 4 28,6 14 100 (0,198 – 2,476) 0,760
Total 52 65 28 35 80 100

Berdasarkan tabel 5.11 hasil analisis hubungan antara sikap

penjamah makanan dengan personalhygiene pada penjual

makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan

Cempaka Putih Ciputat Timur menunjukkan bahwa sebanyak 9

responden (69,2%) dengan sikap baik dan sebanyak 40

responden (60,6%) dengan sikap tidak baik memiliki

personalhygiene tidak baik.

Hasil analisis Uji Chi Square diperoleh hasil p= 0,855 (p

value> 0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara sikap dengan personalhygienepada

penjual makanan gado – gado. Dari hasil analisis diperoleh juga

nilai OR= 0,855, yang artinya bahwa responden yang

mempunyai sikap tidak baik mempunyai peluang 0,855 kali

memiliki personal hygiene makanan yang tidak baik

dibandingkan dengan responden yang mempunyai sikap baik.


62

5.2.2 Faktor Pendukung dengan Personal Hygiene

Faktor pendukung dalam penelitian ini adalah ketersediaan sarana

hygiene dan sanitasi penjamah makanan. Adapun hubungan variabel

tersebut dengan personalhygiene akan dijabarkan sebagai berikut :

5.2.2.1 Hubungan Sarana Pribadi denganPersonalHygiene


Untuk mengetahui hubungan antara sarana pribadi

dengan personal hygienepenjamah makanan gado – gado di

Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat

Timur Tahun 2015 menggunakan uji chi – square yang disajikan

pada tabel 5.12 berikut ini.

Tabel 5.12
Hubungan Antara Sarana Pribadi dengan Personal
Hygiene Pada Penjual Makanan Gado – Gado di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih
Ciputat Timur Tahun 2015

Sarana PersonalHygiene Total OR 95% CI P


Pribadi Tidak Baik Value
Baik
n % n % N %
Tidak 20 55,6 16 44,4 36 100 0,469
Memenuhi (0,84–1,193)
Syarat
0,157
Memenuhi 32 72,7 12 27,3 44 100
Syarat
Total 52 65 28 35 80 100

Berdasarkan tabel 5.12 hasil analisis hubungan antara

sarana pribadi dengan personalhygiene pada penjual makanan

gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka

Putih Ciputat Timur menunjukkan bahwa sebanyak 32responden


63

(72,7%) memenuhi syarat tidak baik dan sebanyak 20

responden (55,6%) tidak memenuhi syarat memiliki

personalhygienetidak baik.

Hasil analisis Uji Chi Square diperoleh hasil p= 0,157 (p

value> 0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara sarana pribadi yang dimiliki oleh

penjamah makanan dengan personalhygiene pada penjual

makanan gado – gado. Dari hasil analisis diperoleh juga nilai

OR= 0,469, yang artinya bahwa responden yang memiliki

sarana pribadi tidak memenuhi syarat mempunyai peluang 0,469

kali memiliki personal hygiene makanan yang tidak baik

dibandingkan dengan responden yang memiliki sarana pribadi

memenuhi syarat.

5.2.3 Faktor Pendorong dengan Personal Hygiene

Faktor pendorong dalam penelitian ini adalah kegiatan

pelatihan/penyuluhan tentang hygiene penjamah makanan. Adapun

hubungan variabel tersebut dengan personalhygiene akan dijabarkan

sebagai berikut :

5.2.3.1 Hubungan Kegiatan Pelatihan atau Penyuluhan

denganPersonalHygiene

Untuk mengetahui hubungan antara kegiatan

pelatihan/penyuluhan dengan personal hygiene penjamah

makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan


64

Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun 2015 menggunakan uji

chi – square yang disajikan pada tabel 5.17 berikut ini.

Tabel 5.13
Hubungan Antara Kegiatan Pelatihan atau Penyuluhan
dengan Personal Hygiene Pada Penjual Makanan Gado
– Gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka
Putih Ciputat Timur Tahun 2015

Penyuluhan/ PersonalHygiene Total OR 95% CI P-


Pelatihan Tidak Baik Value
Baik
n % n % N %
Tidak 25 69,4 11 30,6 100 100 1,431
Pernah (0,563- 3,639)
0,488
Pernah 27 61,4 17 38,6 100 100
Total 52 65 28 35 80 100

Berdasarkan Tabel 5.13 hasil analisis hubungan antara

kegiatan pelatihan/penyuluhan dengan personalhygiene pada

penjual makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu

dan Cempaka Putih Ciputat Timur menunjukkan bahwa

sebanyak 27 responden (61,4%) pernah melaksanakan kegiatan

pelatihan/penyuluhan hygiene makanan, kemudian sebanyak 25

responden (69,4%) tidak pernah melaksanakan kegiatan

pelatihan/penyuluhan higiene makanan memiliki

personalhygiene tidak baik.

Hasil analisis Uji Chi Square diperoleh hasil p= 0,488 (p

value> 0,05) maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara kegiatan pelatihan/penyuluhan tentang

hygiene penjamah makanan dengan personalhygiene pada


65

penjual makanan gado – gado. Dari hasil analisis diperoleh juga

nilai OR= 1,431, yang artinya bahwa responden yang tidak

pernah menerima pelatihan/penyuluhan mempunyai peluang

1,431 kali memiliki personal hygienemakanan yang tidak baik

dibandingkan dengan responden yang pernah menerima

pelatihan atau penyuluhan.


66

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data primer dengan

menggunakan kuesioner dan observasi. Terdapat beberapa keterbatasan

dalam penelitian ini, yaitu :

1. Kuesioner yang diisi langsung oleh responden memungkinkan

responden untuk bertanya kepada orang lain tanpa sepengetahuan

peneliti. Selain itu, terdapat responden sambil berjualan makanan

gado – gado sehingga konsentrasi terbagi dua dan akhirnya kuesioner

di isi seadanya saja dan terburu – buru.

2. Pada penelitian ini sanitasi lingkungan warung pedagang tidak

diteliti, sehingga tidak dapat melihat keadaan baik dan buruknya

sanitasi di warung tersebut. Penelitian ini hanya berfokus pada

personalhygiene penjamah makanan saja.

3. Pengisian kuesioner oleh responden memungkinkan terjadi bias

informasi dikarenakan sulitnya untuk membuat responden jujur

terkait higiene dan sanitasi. Hal ini disebabkan dari sisi psikologi,

agak sulit untuk membuat seseorang menunjukkan sisi buruknya

apalagi responden tersebut dalam kesehariannya berdagang di warung

tersebut. Maka dampak negatifnya akan membawa nama warung

menjadi buruk.
67

6.2 Gambaran Personal HygienePenjamah Makanan

Personalhygiene yang baik mempunyai pengaruh yang besar dalam

peningkatan kesehatan manusia. Menurut Sundjaja (2009) Personal

hygienepenjamah makanan harus diperhatikan seperti tangan, rambut, hidung

dan mulut yang merupakan jalan masuknya mikroba untuk mencari makanan

dan pernapasan.

Berdasarkan distribusi pada personal hygiene penjamah makanan pada

tabel 5.1. menunjukkan bahwa responden yang memiliki personal hygiene

tidak baik lebih banyak yaitu sebesar 63,8%. Hasil studi ini didukung oleh

penelitian Mardewi (2013) tentang hygiene dan sanitasi pada pedagang kaki

lima di Pasar Sukawati yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden

memiliki personalhygiene yang tidak baik yaitu sebesar 69,3%. Begitu juga

dengan penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2008) bahwa 65,8%

responden memiliki personalhygienedan sanitasi yang tidak baik.

Apabila di lihat penjamah makanan yang memiliki personalhygieneyang

tidak baik dengan pengetahuan maka di dapatkan personalhygiene yang baik

memiliki pengetahuan yang tidak baik yaitu sebesar 34,6%. Kemudian

penjamah makanan yang memiliki sikap tidak baik lebih banyak yaitu sebesar

80,8%. Selain itu, ternyata penjamah makanan yang tidak pernah mengikuti

penyuluhan atau pelatihan jumlahnya lebih banyak yaitu sebesar 48,1%.

Kemungkinan hal ini dapat terjadi dikarenakan akibat kurangnya penyuluhan

atau pelatihan, pembinaan dan sosialiasi tentang higiene sanitasi makanan

kepada penjual makanan jajanan dari Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan
68

khususnya di area penelitian, sehingga mempengaruhi pengetahuan dan sikap

tidak baik terhadap personalhygienemakanan.

Berdasarkan pengamatan pada penelitian ini ada beberapa

personalhygienejuga yang belum dilakukan dengan baik seperti penjamah

makanan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum mengolah makanan

sebesar 63,7%. Menurut Puspita (2013) kebiasaan mencuci tangan sebelum

menangani makanan bertujuan untuk membantu memperkecil risiko terjadi

kontaminasi bakteri dari tangan ke makanan. Perilaku cuci tangan sebelum

menangani makanan merupakan perilaku yang sangat penting. Para penjamah

makanan masih belum mempunyai kesadaran untuk mencuci tangan

kemungkinan disebabkan oleh ketidaktahuan.

Kemudian diketahuinya penjamah makanan yang berbicara menghadap

makanan sebesar 50%. Menurut Winarno (2004) hal yang harus dihindari dari

kebiasaan tidak sehat dalam menangani makanan adalah berbicara menghadap

makanan. Hal ini dapat terjadi tanpa sepengetahuan penjamah makanan ketika

berbicara tidak sengaja cipratan air liur dari mulut dapat masuk ke makanan,

sehingga kejadian tersebut merupakan kebiasaan tidak sehat yang harus

diperhatikan oleh penjamah makanan.

Sebelum bekerja mengolah makanan, sebaiknya semua perhiasan

penjamah makanan terutama wanita harus dilepas untuk menghindari

terjatuhnya perhiasan ke dalam bahan makanan (Laelasari, 2015). Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa responden memakai perhiasan di tangan

saat menjamah makanan sebesar 78,8%. Penggunaan perhiasan saat mengolah

makanan atau cuci tangan yang tidak bersih karena kuku penjamah panjang
69

dan kotor, hal ini kemungkinan menjadi sumber kontaminan pada tangan

(Adams & Motarjemi, 2003). Kemudian hasil penelitian ini juga menunjukkan

bahwa responden yang kontak langsung dengan makanan (tidak memakai alat

atau sarung tangan plastik sekali pakai) sebesar 55%. Hal ini konsumen

memiliki kecenderungan yang besar terhadap kontaminasi silang dari tangan

penjamah makanan yang tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum

mengolah makanan sehingga kontaminasi bakteri dari tangan ke makanan

dapat berakibat sakit pada konsumen.

Dari hasil wawancara terlihat jawaban yang tidak sesuai dengan hasil

observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu tentang sikap setuju untuk

mencuci tangan dengan sabun dan tidak memakai perhiasan saat menjamah

makanan masing- masing sebesar 85% dan 62,5%. Padahal salah satu syarat

menurut Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/2003 tentang higiene sanitasi

penjamah makanan adalah bahwa seorang penjamah makanan dalam

mengelola makanan harus memperhatikan personalhygiene makanan

diantaranya yaitu kebersihan tangan, kulit, rambut dan pakaian pekerja.

Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh

penjamah makanan yang tidak memperhatikan higiene saat mengolah

makanan, maka sebaiknya penjamah makanan selalu menjaga dan

meningkatkan kualitas higiene saat mengolah makanan. Selain itu perlu juga

dilakukannya pelatihan atau penyuluhan dan pembinaan dari Dinas Kesehatan

setempat secara berkala kepada penjual makanan jajanan di daerah tersebut,

mengingat bahwa sudah menjadi keharusan bagi setiap penjamah makanan

untuk menjaga kesehatan dan kebersihannya. Berikut ini akan dibahas satu
70

persatu mengenai variabel – varibel yang menjadi faktor – faktor yang

berhubungan dengan personalhygiene pada penjamah makanan tradisional

gado – gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat

Timur.

6.3 Faktor Predisposisi

6.3.1 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan PersonalHygiene

Menurut Notoatmodjo (2011), pendidikan adalah upaya persuasi

atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan

tindakan – tindakan (praktek) untuk memelihara (mengatasi masalah –

masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Variabel pendidikan pada

penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu kelompok

pendidikan rendah (SD - SMP) dan kelompok pendidikan tinggi ( SMA

– Perguruan Tinggi). Berdasarkan distribusi pada

personalhygienepenjamah makanan pada tabel 5.4. menunjukkan

bahwa pendidikan kategori tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) lebih

banyak yaitu sebesar 93,8%. Hal ini berarti penjamah makanan di

daerah penelitian hampir merata mendapatkan pendidikan minimal

sesuai dengan program pemerintah yaitu wajib belajar 9 tahun. Hasil

studi ini di dukung oleh penelitian Meikawati (2008) mengenai higiene

dan sanitasi penjamah makanan di Semarang yang menunjukkan bahwa

penjamah makanan dengan pendidikan SMA – Perguruan Tinggi lebih

banyak jumlahnya yaitu sebesar 75%.

Pendidikan formal yang cukup tinggi dapat berguna membina

proses intelektual penjamah makanan dan jenis pendidikan responden


71

tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran terhadap hygiene

perorangan, semakin tinggi pendidikan dicapai oleh seseorang, maka

semakin besar keinginannya untuk dapat memanfaatkan pengetahuan

dan keterampilan (Notoatmodjo, 2011). Kemudian, hal yang sama di

ungkapkan oleh Mubarak, dkk (2007) bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan yang dicapai seseorang, maka semakin besar untuk

memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan perilakunya. Sehingga

pendidikan tinggi yang di tempuh penjamah makanan mempunyai

kecenderungan untuk memiliki personalhygiene yang lebih baik. Akan

tetapi, hasil penelitian ini tidak membuktikan pernyataan tersebut.

Analisa tabel silang menunjukkan bahwa penjamah makanan dengan

kategori pendidikan tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) memiliki

personalhygiene yang tidak baik dibandingkan dengan kategori

pendidikan rendah (SD - SMP) yaitu sebesar 61,3%.

Ketidaksesuaian antara kelompok pendidikan tinggi (SMA –

Perguruan Tinggi) dengan personalhygiene makanan tersebut

kemungkinan karena lama kerja penjamah makanan pada kelompok

pendidikan rendah (SD - SMP) lebih lama daripada kelompok

pendidikan tinggi (SMA – Perguruan Tinggi), sehingga masih ada

responden yang memiliki personal hygiene yang tidak baik. Disebabkan

hal tersebut, kelompok pendidikan rendah (SD - SMP) lebih lama

bekerja kemungkinan hal yang terjadi responden mendapatkan

pengetahuan tentang personalhygiene yang baik dari kegiatan

penyuluhan atau pelatihan tentang hygiene sanitasi yang pernah di ikuti


72

oleh responden. Hal ini dibuktikan bahwa sebesar 40% kelompok

pendidikan (SD - SMP) pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan

hygienesanitasi makanan.

Personalhygiene yang tidak baik pada kelompok pendidikan

tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) dalam penelitian ini menyebabkan

tidak adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan

personalhygiene penjamah makanan gado – gado. Hal tersebut terlihat

dari hasil uji chi square menghasilkan nilai p sebesar 0,654. Hasil

penelitian ini di dukung oleh penelitian Marsaulina (2004)

menunjukkan, bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

pendidikan dengan perilaku higiene. Hal yang sama juga ditunjukkan

oleh penelitian yang dilakukan Sachriani (2001), bahwa pendidikan

tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan higiene perorangan.

Begitupula berdasarkan penelitian Rosia tentang hygiene dan sanitasi

makanan jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cirimekar Kecamatan

Cibinong tahun 2010.

Faktor lain yang menyebabkan responden dengan kelompok

pendidikan tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) tidak memiliki

personalhygiene baik adalah apabila di lihat penjamah makanan yang

memiliki personalhygiene tidak baik dengan pengetahuan, maka pada

kelompok pendidikan tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) yang memiliki

pengetahuan tidak baik yaitu sebesar 33,3%. Kemudian, sebesar 81,3%

memiliki sikap tidak baik. Selain itu, ternyata penjamah makanan pada

kelompok tinggi (SMA – Perguruan Tinggi) yang tidak pernah


73

mengikuti penyuluhan atau pelatihan yaitu sebesar 44%. Hal ini yang

dimungkinkan tidak terwujudnya personalhygiene yang baik tersebut,

dikarenakan banyaknya kelompok pendidikan tinggi (SMA – Perguruan

Tinggi) yang tidak mengikuti penyuluhan atau pelatihan tentang

hygiene sanitasi makanan, sehingga hal tersebut mempengaruhi

pengetahuan dan sikap responden.

Dengan demikian, peran Dinas Kesehatan setempat secara berkala

perlu memberikan pendidikan ilmu pengetahuan tambahan tentang

penyuluhan atau pelatihan tentang higienesanitasi makanan kepada

penjual makanan tradisional atau kaki lima di area penelitian.

Pemberian dan penyampaian ilmu pengetahuan sebaiknya disesuaikan

dengan latar belakang pendidikan penjamah makanan agar tercipta

kesamaan persepsi, terutama pada sikap yang baik dalam mengolah

makanan.

6.3.2 Hubungan Lama Kerja dengan Personal Hygiene

Lama kerja merupakan salah satu faktor resiko yang

mempengaruhi personalhygiene seorang penjamah makanan gado –

gado. Variabel lama kerja pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 2

kategori yaitu kelompok lama kerja ≤ 5 tahun dan kelompok lama kerja

> 5 tahun. Berdasarkan distribusi pada personalhygiene penjamah

makanan pada tabel 5.5. menunjukkan bahwa kelompok lama kerja ≤ 5

tahun lebih banyak dibandingkan kelompok lama kerja > 5 tahun yaitu

sebesar 83,8%. Hasil studi ini berbanding terbalik dengan penelitian

Sofiana (2010) mengenai hygiene dan sanitasi pangan jajanan sekolah


74

Dasar di Depok yang menunjukkan bahwa lama kerja responden > 5

tahun lebih banyak dari lama kerja ≤ 5 tahun yaitu sebesar 82,4%.

Kemungkinan hal ini terjadi dikarenakan daerah penelitian ini

merupakan daerah pemekaran dari Jakarta Selatan menjadi kota

Tangerang Selatan pada tahun 2008, sehingga kemungkinan masih

banyak responden yang baru membuka warung di tempat tersebut.

Kemudian daerah penelitian ini adalah salah satu sentral makanan

jajanan yang dapat di nikmati setiap harinya.

Seseorang yang telah lama bekerja akan memperoleh pengalaman

dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung

(Mubarak dkk, 2007). Sehingga lama kerja yang lebih lama berarti

mempunyai kecenderungan untuk memiliki personalhygiene yang baik.

Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak membuktikan pernyataan tersebut.

Analisa tabel silang menunjukkan bahwa penjamah makanan dengan

lama kerja > 5 tahun lebih besar memiliki personalhygiene yang tidak

baik (58,2%) dibanding dengan lama kerja ≤ 5 tahun. Ketidaksesuaian

antara lama kerja > 5 tahun dengan personalhygiene makanan tersebut

memiliki kemungkinan, bahwa masa kerja penjamah makanan lebih

lama, sehingga pengalaman yang di miliki lebih banyak.

Akan tetapi, apabila responden memiliki perilaku yang tidak baik

dan ditunjang dengan sikap yang buruk maka penjamah makanan

tersebut cenderung memiliki personalhygiene yang buruk seperti tidak

memakai alat penjepit atau sarung tangan plastik saat menjamah

makanan, sehingga makanan dapat terkontaminasi melalui tangan


75

responden yang tidak mencuci tangan sebelum menjamah makanan. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Rogers dalam Fitriani (2010) hal yang

pertama dalam proses orang mengadopsi perilaku baru adalah

Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut harus menyadari dalam

arti mengetahui stimulus (objek) lebih dahulu untuk melakukan sesuatu.

Personal hygiene yang tidak baik pada kelompok lama kerja > 5

tahun dalam penelitian ini menyebabkan tidak adanya hubungan yang

bermakna antara lama kerja dengan personalhygiene penjamah

makanan gado – gado. Hal tersebut terlihat dari hasil uji chi square

menghasilkan nilai p sebesar 0,526. Hasil penelitian ini di dukung oleh

penelitian Fathoni (2008) yang menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara lama kerja dengan perilaku hygiene di kantin kampus

Universitas “X”.

Menurut Mubarak dkk (2007), bahwa walaupun pengalaman akan

membentuk perilaku seseorang, belum tentu selalu dapat melaksanakan

semua tugas yang memang dipengaruhi oleh perubahan – perubahan

dan perkembangan yang selalu terjadi. Sehingga pada penelitian ini

penjamah makanan masih perlu banyak pengalaman tambahan

pendidikan dan pengetahuan khususnya tentang personal hygiene

makanan.

Faktor lain yang menyebabkan responden dengan kelompok lama

kerja > 5 tahun tidak memiliki personalhygiene baik adalah apabila di

lihat penjamah makanan yang memiliki personalhygiene yang tidak


76

baik dengan pengetahuan maka didapatkan lebih banyak kelompok

lama kerja > 5 tahun yang memiliki pengetahuan yang tidak baik yaitu

sebesar 53,8%. Kemudian, kelompok lama kerja > 5 tahun yang

memiliki sikap tidak baik juga lebih banyak yaitu sebesar 92,3%. Selain

itu, ternyata penjamah makanan pada kelompok lama kerja > 5 tahun

yang tidak pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan jumlahnya

lebih banyak yaitu sebesar 69,2%. Hal ini yang dimungkinkan tidak

terwujudnya personalhygiene yang baik tersebut, dikarenakan

banyaknya kelompok lama kerja > 5 tahun yang tidak mengikuti

penyuluhan atau pelatihan tentang hygienesanitasi makanan, sehingga

mempengaruhi pengetahuan dan sikap responden.

Dengan demikian, untuk meningkatkan personalhygieneyang

baik, penjamah makanan perlu mengikuti penyuluhan atau pelatihan

sebagai bekal pengalaman ilmu pengetahuan yang berguna dalam hal

mengolah makanan yang layak di perjualbelikan dan memenuhi syarat

kesehatan. Sehingga diharapkan dapat mewujudkan sikap yang baik

dalam meningkatkan personal hygiene makanan.

Sebagai bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut, apabila

jumlah sampelnya kecil maka pengelompokan lama bekerja sebaiknya

dibuat cut off point yaitu dilakukan observasi terlebih dahulu sejak

kapan tempat tersebut menjadi sentral penjualan makanan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar dan atau kapan lamanya

warung-warung tersebut dibuka untuk menjual makanan di area

penelitian, sehingga akan diperoleh hasil yang lebih baik


77

6.3.3 Hubungan Pengetahuan dengan PersonalHygiene

Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (fitriani, 2010).

Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang. Tingkat pengetahuan adalah salah satu

faktor yang mempermudah perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010).

Pengalaman dan penelitian membuktikan bahwa perilaku yang didasari

oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang

tidak didasari oleh pengetahuan (Efendi dan Makhfudi, 2009).

Pengukuran mengenai pengetahuan terhadap personalhygiene

penjamah makanan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua

yaitu, baik dan tidak baik. Pengukuran pengetahuan dilakukan

menggunakan 16 pertanyaan mengenai pengertian higiene sanitasi,

tujuan, manfaat, cara dan dampak melakukan personalhygiene pada

makanan yang benar. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa

responden yang memiliki pengetahuan baik lebih banyak dibandingkan

dengan pengetahuan tidak baik yaitu sebesar 57,5%. Hasil studi ini di

dukung oleh penelitian Sofiana (2010) yang menunjukkan bahwa

pengetahuan dalam kategori baik lebih banyak pada penjamah makanan

mengenai hygiene dan sanitasi makanan yaitu sebesar 58,5%.

Diketahui sebanyak 52 responden (65%) telah mengetahui bahwa

hygiene sanitasi makanan merupakan penyelenggaraan pengolahan

makanan yang memenuhi syarat kesehatan. Diketahui 58 responden

(72,5%) mengetahui tujuan penjamah makanan mencuci tangan dengan


78

sabun sebelum menangani makanan yaitu untuk mencegah pencemaran

makanan oleh bibit penyakit melalui tangan. Sebanyak 66 responden

(82,5%) mengetahui manfaat memakai perlengkapan khusus seperti

pakaian kerja bersih, penutup rambut, celemek dan alas kaki untuk

menghindari terjadinya kontaminasi dari tubuh penjamah makanan.

Kemudian, sebanyak 57 responden (71,2%) mengetahui cara

menyimpan makanan matang yang higienis yaitu dengan suhu

penyimpanan makanan harus diperhatikan, menggunakan wadah dan

penjamah alat yang bersih. Selain itu, 65 responden (81,2%)

mengetahui akibat penyakit yang ditimbulkan dan ditularkan melalui

media makanan yaitu penyakit saluran pencernaan.

Menurut Notoatmodjo, S (2007) yang mengutip penelitian Rogers

(1974) bahwa orang yang memiliki pengetahuan yang tinggi diharapkan

akan dapat berpengaruh terhadap perilaku yang baik. Penelitian ini

tidak membuktikan pernyataan Noatmodjo (2007) tersebut, dari analisa

tabel silang menunjukkan bahwa responden yang berpengetahuannya

baik memiliki personalhygieneyang tidak baik, dibandingkan dengan

responden berpengetahuan tidak baik yaitu sebesar 76,5%. Hasil

tersebut diperkuat dengan hasil uji chi square menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang tidak bermakna antara pengetahuan dengan

personalhygiene penjamah makanan gado – gado. Adapun besar nilai p

yang didapatkan adalah 1,000 dengan menghasilkan nilai OR = 0,953

yang artinya bahwa penjamah makanan yang memiliki pengetahuan

baik tentang personalhygiene makanan mempunyai peluang 3,250 kali


79

memiliki personal hygiene makanan yang baik dibandingkan dengan

penjamah makanan yang memiliki pengetahuan tidak baik.

Kemudian penelitian ini tidak sesuai dengan teori Lawrence

Green (1980). Menurut Green perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama

yaitu faktor predisposing yang mencakup pengetahuan dan sikap

masyarakat terhadap kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat,

tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi. Faktor enabling yaitu

tersedianya sumber – sumber yang diperlukan khususnya untuk

mendukung terjadinya perubahan perilaku seperti adanya fasilitas

tersebut dari pemukiman masyarakat dan faktor reinforcing yaitu sikap

dan perilaku dari petugas yang bertanggungjawab terhadap perubahan

perilaku masyarakat, yang menjadi sasaran. Kosa dan Robertson dalam

Notoatmodjo 2010 mengatakan bahwa “perilaku kesehatan individu

cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan

terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan, dan kurang pengetahuan

biologi”.

Adanya hubungan yang tidak bermakna antara pengetahuan

dengan personalhygienepenjamah makanan menunjukkan bahwa

sebenarnya pengetahuan memegang peranan penting terhadap personal

hygiene. Kemungkinan hal ini dapat terjadi dikarenakan responden

tidak mengetahui benar tentang personal hygiene makanan, sertatidak

mengetahui manfaat memakai perlengkapan khusus seperti celemek dan

pakaian bersih. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan
80

bahwa responden tidak mengetahui manfaat memakai perlengkapan

khusus seperti pakaian kerja bersih, penutup rambut, celemek dan alas

kaki untuk menghindari terjadinya kontaminasi dari tubuh penjamah

makanan yaitu sebesar 82,5%.

Dengan demikian, diharapkan peran pemerintah yaitu Dinas

Kesehatan setempat untuk memberikan pengetahuan berupa

penyuluhan atau pelatihan mengenai hygiene sanitasi makanan secara

berkala kepada penjajah makanan di daerah penelitian, agar semua

penjajah makanan mengetahui personalhygieneyang baik saat

mengolah makanan dan dapat menghasilkan makanan yang sehat setiap

hari.

6.3.4 Hubungan Sikap dengan Personal Hygiene

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus

atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga

manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat

ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut (Fitriani,

2010). Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap

suatu objek dan membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain

atau objek lain (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian ini mengukur sikap responden menggunakan kuesioner

dengan 11 pertanyaan yang diberi jawaban setuju dan tidak setuju.

Variabel sikap dikelompokkan menjadi dua yaitu sikap baik dan sikap

tidak baik. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang


81

memiliki sikap tidak baik mengenai personalhygiene penjamah makanan

lebih banyak jumlahnya yaitu sebesar 83,8% dibandingkan dengan

responden yang memiliki sikap baik mengenai personalhygiene

penjamah makanan. Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Iriani

(2000) menunjukkan bahwa sebesar 54,5% responden memiliki sikap

kurang baik dalam praktek hygiene perorangan pada penjamah makanan

di Lampung.

Sikap tidak baik responden terhadap personalhygiene penjamah

makanan yang tidak diwujudkan oleh perilaku yang sesuai, dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu sebanyak 50 responden (62,5%) yang

mengatakan setuju setelah dari kamar mandi tidak perlu mencuci tangan

dengan sabun. Kemudian, 38 responden (47,5%) mengatakan setuju

penjamah makanan sebaiknya tidak perlu memakai alat atau sarung

tangan plastik sekali pakai dan sebanyak 51 responden (63,7%)

mengatakan setuju penutup rambut tidak diperlukan karena tidak akan

mengotori makanan. Selain itu, masing – masing sebanyak 61 responden

(76,2%) mengatakan setuju teman kerja bersin atau batuk tetapi tidak

menutup mulut pada saat melakukan pengolahan makanan dan yang

sedang melakukan pengolahan makanan sambil merokok.

Orang yang memiliki sikap yang baik terhadap sesuatu hal, ia

akan memiliki perilaku atau tindakan yang baik pula (Notoatmodjo,

2010). Kemudian menurut Dartini (2000) bahwa kemampuan dalam

menerima, merespon, menghargai dan mampu

mempertanggungjawabkan sikap yang dipilih akan menentukan tingkatan


82

sikap. Seseorang yang memiliki sikap baik terhadap

personalhygienemempunyai kecenderungan untuk memiliki

personalhygiene yang baik pula. Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak

membuktikan pernyataan tersebut. Analisa tabel silang menunjukkan

bahwa penjamah makanan yang bersikap baik yang memiliki

personalhygiene tidak baik (71,4%) daripada penjamah makanan yang

bersikap tidak baik (60,4%).

Ketidaksesuaian antara sikap tidak baik responden dengan

personalhygiene penjamah makanan kemungkinan dikarenakan sikap

yang dikemukakan tidak tercermin dalam perilaku yang kemungkinan

dapat disebabkan karena adanya sarana pribadi yang kurang memenuhi

syarat dan mungkin juga kesulitan penjamah makanan untuk

mempersepsikan jawaban dari kuesioner yang ada sehingga responden

cenderung untuk memberikan jawaban yang diharapkan, seperti

pertanyaan tidak diperbolehkannya penjamah makanan memakai

perhiasan tangan (cincin dan gelang) terdapat 30 responden (37,5%)

dengan sikap tidak setuju dengan dan pertanyaan saat menjamah

makanan sebaiknya tidak perlu memakai alat atau sarung tangan plastik

sekali pakai terdapat 38 responden (47,5%) dengan sikap setuju.

Personalhygiene penjamah makanan yang lebih banyak dilakukan

oleh responden dengan sikap tidak baik dalam penelitian ini

menyebabkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara sikap

dengan personalhygiene penjamah makanan gado – gado. Hal tersebut

terlihat dari hasil uji chi square menghasilkan nilai p sebesar 0,760. Hasil
83

penelitian ini tidak di dukung oleh penelitian yang dilakukan Meikawati

(2008), bahwa ada hubungan bermakna antara sikap dengan praktek

hygiene dan sanitasi pada penjamah makanan di Semarang.

Tidak adanya hubungan antara sikap dengan

personalhygienepenjamah makanan gado – gado karena responden harus

mempunyai kesadaran dalam diri untuk melakukan personalhygiene yang

baik. Hal ini harus sesuai dengan pernyataan pada penelitian Rogers

dalam Fitriani (2010) yang mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses

berurutan yaitu :

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus,

3. Evaluation (menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih

baik lagi.

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru,

5. Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Dalam hal ini untuk merubah perubahan perilaku mungkin

penjamah makanan harus melewati tahap – tahap di atas. Kemudian

Rogers menjelaskan kembali adopsi perilaku harus melalui proses seperti

didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka

perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya


84

apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran

maka tidak akan berlangsung lama.

Kemudian apabila di lihat penjamah makanan yang memiliki

personalhygiene yang tidak baik dengan pengetahuan maka didapatkan

lebih banyak penjamah makanan bersikap baik memiliki pengetahuan

yang tidak baik yaitu sebesar 50%. Selain itu, ternyata penjamah

makanan bersikap baik yang tidak pernah mengikuti penyuluhan atau

pelatihan yaitu sebesar 35,7%.

Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan

personalhygieneyang baik bagi penjamah makanan khususnya di area

penelitian maka Dinas Kesehatan setempat harus melakukan penyuluhan

atau pelatihan tentang hygiene sanitasi makanan yang difokuskan pada

kesamaan persepsi ilmu pengetahuan terhadap sikap hygiene sanitasi

yang seharusnya di lakukan kepada penjamah makanan.

6.4 Faktor Pendukung

6.4.1 Hubungan Sarana Pribadi dengan Personal Hygiene

Ketersediaan fasilitas seperti kepemilikan sarana pribadi

penjamah makanan merupakan salah satu faktor pemungkin yang

menyebabkan suatu perubahan perilaku untuk memiliki

personalhygiene yang baik. Sentra pedagang makanan jajanan harus

dilengkapi dengan fasilitas sanitasi untuk kebersihan penjamah

makanan seperti celemek, pakaian bersih, penutup kepala, masker,

tempat cuci tangan dan sabun khusus cuci tangan (Kepmenkes, 2003).
85

Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, masih

diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung

perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010). Ketersediaan fasilitas sangat

dipengerahui oleh lokasi, dapat dijangkau oleh masyarakat atau tidak,

serta kecukupan fasilitas tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat

yang melakukannya (Effendy, 1997). Sarana pribadi penjamah

makanan dalam penelitian ini diukur menggunakan enam buah

pertanyaan dalam kuesioner seputar kepemilikan baju bersih, celemek,

topi atau penutup kepala, alas kaki atau sepatu, tempat cuci tangan dan

sabun cuci tangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sarana pribadi yang

dimiliki oleh responden makanan yang kurang memenuhi syarat lebih

banyak dibandingkan dengan yang memenuhi syarat yaitu sebesar 55%.

Diketahui sebanyak 44 responden (55%) tidak memiliki tempat cuci

tangan dan 69 responden (82,6%) tidak memiliki sabun cuci tangan

khusus. Kemungkinan hal ini dapat terjadi dikarenakan dari menurut

observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa tidak tersedianya sarana

pribadi yang memenuhi syarat seperti tempat cuci tangan dikarenakan

keterbatasan tempat yang sempit di warung tersebut, untuk fasilitas

sabun cuci tangan yang tidak tersedia, kemungkinan disebabkan oleh

harga sabun yang tidak terjangkau oleh pedagang gado – gado.

Menurut Dartini (2000) yakni jika terpenuhinya sarana yang

diperlukan oleh tenaga penjamah makanan maka dimungkinkan

memiliki personalhygieneyang baik. Akan tetapi, hasil penelitian ini


86

tidak membuktikan pernyataan tersebut. Analisa tabel silang

menunjukkan bahwa sarana pribadi yang tidak memenuhi syarat

memiliki personalhygieneyang tidak baik (70,5%) daripada sarana

pribadi yang memenuhi syarat (52,8%). Hal ini menunjukkan bahwa

sarana pribadi yang tidak memenuhi syarat akan berdampak pada

perilaku yang tidak baik.

Personalhygiene penjamah makanan yang tidak baik lebih banyak

didapatkan oleh responden dengan sarana pribadi yang memenuhi

syarat. Hal ini menyebabkan tidak adanya hubungan yang bermakna

antara kepemilikan sarana pribadi dengan personalhygiene penjamah

makanan. Hal tersebut terlihat dari hasil uji chi square menghasilkan

nilai p sebesar 0,157. Salah satu faktor yang menyebabkan tidak

terdapatnya hubungan yang bermakna antara sarana pribadi dengan

personalhygiene adalah kemungkinan dikarenakan sarana pribadi

seperti seperti celemek, penutup rambut dan pakaian bersih responden

tidak mengetahui manfaat pemakaian perlengkapan khusus tersebut.

Kemudian hasil wawancara terlihat jawaban yang tidak sesuai dengan

hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu tentang sikap setuju

terhadap pemakaian celemek, pakaian bersih, penutup rambut/topi,

sepatu kerja, dan dalam mencuci tangan. Padahal sikap dan perilaku

tersebut merupakan syarat Kepmenker RI No. 942/Menkes/Sk/2003

tentang hygiene sanitasi yang harus di penuhi oleh seorang penjamah

makanan dalam mengelola makanan.


87

Pada penelitian ini responden yang memiliki sarana pribadi

memenuhi syarat juga memiliki personal hygiene yang tidak baik. Hal

ini di duga karenalebih banyak responden dengan kepemilikan sarana

pribadi memenuhi syarat memiliki lama kerja ≤ 5 tahun yaitu sebesar

72,7%. Sehingga pengalaman yang mereka dapatkan mengenai

personal hygiene tidak banyak. Menurut Mubarak (2007) bahwa

seseorang yang lama bekerja akan memperoleh pengalaman dan

pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Variabel lain yang di duga pada kepemilikan sarana pribadi memenuhi

syarat juga memiliki personal hygiene tidak baik adalah sikap

responden. Diketahui bahwa lebih banyak responden dengan

kepemilikan sarana pribadi memenuhi syarat memiliki sikap tidak baik

yaitu sebesar 77,3%. Menurut Notoatmodjo (2010) orang yang

memiliki sikap yang baik terhadap sesuatu hal, ia akan memiliki

perilaku atau tindakan yang baik pula. Sehingga, meskipun responden

lebih banyak yang memiliki sarana pribadi yang memenuhi syarat tetapi

karena sebagian besar memiliki sikap yang tidak baik maka akan

berpengaruh terhadap personal hygiene yang tidak baik pula.

Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan personal hygiene

yang baik untuk penjamah makanan perlu dilakukannya pelatihan atau

penyuluhan dan pembinaan kepada pedagang baru yang berjualan

makanan tradisional gado - gado secara intensif dari Dinas Kesehatan

setempat. Kemudian dilakukan pula pelatihan atau penyuluhan dan

pembinaan mengenai sikap yang baik terhadap pentingnya


88

menggunakan dan melengkapi fasilitas sarana personal hygiene saat

mengelola makanan kepada penjamah makanan jajanan.

6.5 Faktor Pendorong

6.5.1 Hubungan Kegiatan Penyuluhan atau Pelatihan dengan Personal


Hygiene
Pelatihan adalah kegiatan pendidikan dengan cara menyebarkan

pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar,

tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran

yang ada hubungan dengan kesehatan (Azrul Azwar, 2001 dalam

Mubarak dkk, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007) pelatihan dapat

berarti mengubah pola penilaian karena dengan pelatihan, maka

akhirnya dapat menimbulkan perubahan perilakunya. Dengan

mengikuti pelatihan mengenai personal hygiene penjamah makanan

akan dapat meningkatkan pengetahuan sehingga secara tidak langsung

dapat merubah perilaku.

Pada penelitian ini variabel penyuluhan atau pelatihan mengenai

hygiene sanitasi yang dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu ya

pernah dan tidak pernah. Berdasarkan distribusi pada

personalhygienepenjamah makanan pada tabel 5.9. menunjukkan

bahwa responden yang pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan

mengenai hygiene sanitasi makanan lebih banyak dari pada yang tidak

pernah yaitu sebesar 55%. Hasil studi ini berbanding terbalik dengan

penelitian Fathoni (2008) mengenai higiene dan sanitasi Penjamah

makanan di Universitas “X” yang menunjukkan bahwa responden tidak


89

pernah mendapatkan pelatihan mengenai hygiene dan sanitasi makanan

yaitu sebesar 71,2%.

Menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pelatihan (Training) adalah

suatu bentuk proses pendidikan yang mana dengan melalui pelatihan,

sasaran belajar atau sasaran pendidikan akan memperoleh pengalaman

belajar yang pada akhirnya menimbulkan pengaruh terhadap perilaku

yang baik bagi mereka. Responden yang mengikuti kegiatan

penyuluhan atau pelatihan yang berkaitan dengan hygienesanitasi

makanan diharapkan akan mempunyai perilaku yang baik. Akan tetapi,

hasil penelitian ini tidak membuktikan pernyataan tersebut. Analisa

tabel silang menunjukkan bahwa responden yang pernah mengikuti

penyuluhan/pelatihan memiliki personal hygiene yang tidak baik yaitu

sebesar 59,1%. Kemungkinan hal ini dapat terjadi dikarenakan

penerapan higiene sanitasi dianggap merepotkan dan memperlambat

pekerjaan bagi responden yang pernah mendapatkan penyuluhan atau

pelatihan tentang personal hygiene makanan.

Ketidaksesuaian antara pelatihan atau penyuluhan yang pernah

diikuti oleh penjamah makanan dengan personalhygiene makanan

tersebut kemungkinan dikarenakan pengetahuan tentang hygiene

sanitasi penjamah makanan yang didapatkan dari penyuluhan atau

pelatihan tidak di praktikkan ketika saat mengolah makanan. Mengingat

banyaknya penjamah makanan berumur > 44 tahun dalam hal ini di

kategorikan usia tua kemungkinan daya ingat penjamah makanan tidak

berfungsi dengan baik untuk melakukan personalhygiene yang baik.


90

Personalhygiene yang tidak baik pada penjamah makanan yang

tidak pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan mengenai hygiene

sanitasi dalam penelitian ini menyebabkan tidak adanya hubungan yang

bermakna antara penyuluhan atau pelatihan dengan

personalhygienepenjamah makanan gado – gado. Hal tersebut terlihat

dari hasil uji chi square menghasilkan nilai p sebesar 0,488. Hasil

penelitian ini didukung oleh penelitian Fathoni (2008) yang

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pelatihan dengan perilaku

hygiene dan sanitasi di kantin kampus Universitas “X”. Meskipun tidak

menunjukkan adanya hubungan, menurut Fitriani (2010) mengatakan

bahwa kegiatan pelatihan dipakai sebagai salah satu cara atau metode

pendidikan, khususnya di dalam meningkatkan atau menambah

pengetahuan dan keterampilan penjamah makanan.

Faktor lain yang menyebabkan responden pernah mengikuti

penyuluhan atau pelatihan tidak memiliki personalhygiene baik adalah

apabila di lihat penjamah makanan yang memiliki personalhygiene

yang tidak baik dengan pengetahuan maka didapatkan penjamah

makanan pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan yang memiliki

pengetahuan tidak baik yaitu sebesar 29,5%. Selain itu, ternyata

penjamah makanan yang pernah mengikuti penyuluhan atau pelatihan

memiliki sikap tidak baik yaitu sebesar 79,5%.

Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan personalhygiene

yang baik khususnya di area penelitian maka Dinas Kesehatan setempat

perlu melakukan penyuluhan atau pelatihan tentang hygiene sanitasi


91

secara berkala yang mencakup semua penjamah makanan tidak hanya

warung makanan gado – gado saja. Personalhygiene yang tidak baik

dapat juga di alami oleh semua penjamah warung makanan. Sehingga

penjamah makanan dapat mewujudkan perilaku dan sikap yang baik

dalam mengelola makanan.


92

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 SIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai faktor predisposisi,

pendukung, pendorong dan personal hygiene penjamah makanan gado – gado

di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur dapat

disimpulkan sebagai berikut :

a. Personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,

Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang tidak baik memiliki

jumlah yang lebih banyak yaitu sebesar 50 responden (62,5%).

b. Ditribusi demografi penjamah makanan yang meliputi tingkat pendidikan

dan lama kerja menunjukkan sebagian besar berpendidikan tinggi yaitu

SMA – Perguruan Tinggi, lama kerja ≤ 5 tahun.

c. Distribusi pengetahuan penjamah makanan Kelurahan Pisangan,

Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang memiliki pengetahuan

baik lebih banyak yaitu sebesar 57,5% dibandingkan dengan pengetahuan

tidak baik.

d. Distribusi sikap penjamah makanan Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan

Cempaka Putih Ciputat Timur yang tidak baik lebih banyak yaitu sebesar

83,8% dibandingkan dengan sikap yang baik.

e. Distribusi sarana pribadi yang di miliki oleh penjamah makanan

Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang

kurang memenuhi syarat lebih banyak yaitu sebesar 55% dibandingkan

dengan yang memenuhi syarat.


93

f. Distribusi penyuluhan/pelatihan penjamah makanan Kelurahan Pisangan,

Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur yang pernah mengikutinya

lebih banyak yaitu sebesar 55% dibandingkan dengan yang tidak pernah.

g. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan

personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,

Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur.

h. Tidak ada hubungan yang bermakna antara lama kerja dengan

personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,

Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur

i. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan

personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,

Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur

j. Tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan

personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,

Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur.

k. Tidak ada hubungan yang bermakna antara sarana pribadi dengan

personalhygiene penjamah makanan gado – gado di Kelurahan Pisangan,

Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat Timur.

l. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kegiatan

penyuluhan/pelatihan dengan personalhygiene penjamah makanan gado

– gado di Kelurahan Pisangan, Cirendeu dan Cempaka Putih Ciputat.


94

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Institusi Pemerintah

1. Perlu diadakan kegiatan pelatihan/penyuluhan penyehatan makanan

tentang personal hygiene yang baik khususnya mengenai manfaat

kesadaran mencuci tangan dengan sabun sebelum menjamah makanan.

Kemudian pengetahuan mengenai seharusnya tidak berbicara saat

menghadap ke makanan, tidak menggunakan perhiasan di tangan dan

memakai alat atau sarung tangan plastik sekali pakai saat mengolah

makanan bagi penjamah makanan.Kegiatan ini dapat dilaksanakan oleh

pihak yang berwenang yaitu Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatansecara berkala sehingga dapat menambah pengetahuan/wawasan

penjamah makanan mengenai personal hygiene yang baik saat

mengolah makanan.

2. Perlu peningkatan pengawasan yang baik terhadap penjamah makanan

jajanan/tradisional di Kecamatan Ciputat Timur dari pihak yang

berwenang yaitu Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

7.2.2 Bagi Pedagang

1. Penjamah makanan agar selalu meningkatkan personalhygiene yang

baik saat mengolah makanan, hendaknya selalu memakai celemek dan

alat atau sarung tangan plastik saat menjamah makanan.

2. Penjamah makanan harus membiasakan diri untuk selalu mecuci tangan

sebelum menangani makanan agar tidak terjadi kontaminasi silang dari

tangan ke makanan.
95

7.2.3 Bagi penelitian selanjutnya

1. Perlu diadakannya penelitian yang lebih lanjut mengenai faktor – faktor

yang berhubungan dengan personalhygiene pada penjual makanan

tradisional dengan jumlah sampel yang lebih besar.


96

DAFTAR PUSTAKA

Adams M dan Moetarjemi Y. 2003. Dasar – Dasar Kemanan Makanan Untuk


Petugas Kesehatan. Jakarta. EGC

Agustina Febria, Prambayun dan Febri Fatma Fatmalina. 2009. Hygiene Sanitasi
pada Pedagang Makanan Jajanan Tradisional di Lingkungan Sekolah
Dasar di Kelurahan Demang Palembang Tahun 2009. Jurnal Kesmas.

Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta, Gramedia Jakarta.

Arikunto, S. 1986. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Bona Aksara.


Jakarta

Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta. EGC

Armanti D. 2010. Kontaminasi Bakteri Coliform Pada Kerang Hijau (Perna


Vindis L) Yang Dibudidaya di Perairan Muara Kamal dan Cilincing, Teluk
Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia. Jakarta

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2014. Berita


Keracunan Bulan Oktober, November dan Desember Tahun 2014. Diakses
pada tangagal 05 April 2015 melalui http://ik.pom.go.id/v2014/berita-
keracunan/berita-keracunan-bulan-oktober-desember-2014

Cahyaningsih, CT dkk. 2009. Hubungan Hygiene Sanitasi dan Perilaku Penjamah


Makanan dengan Kualitas Bakteriologis Makanan di Warung Makan.
Jurnal FK UGM. Yogyakarta. Vol. 25 No. 4 Desember 2009.

Dainur. (1995). Materi – materi pokok kesehatan masyarakat. Jakarta.Widya


Medika.

David Mc. Swane, RN, Unlon Richard. 2000. Essential of Fodd Safety and
Sanitation America.

Datini. (2000). Tinjauan Hygiene Sanitasi Pada Pengelolaan Makanan Pasien Di


Instalasi Gizi RSUP Fatmawati Jakarta Selatan Tahun 2000. Skripsi FKM
UI.

Effendi Ferry, M. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunikasi Teori dan Praktik


dalam Keprawatan. Jakarta, Salemba Medika.
Effendy, Nasrul. (1997). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta. EGC

Fardiaz S. (1989). Petunjuk Laboratorium Analisis Mikrobiologi Pangan. IPB.


Bogor
97

Fathoni Ahmad (2008). Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Penjamah


Terhadap Hygiene dan Sanitasi Makanan dengan Kualitas Makanan di
Kantin Universitas “X” tahun 2008. Skripsi. Universitas Indonesia

Fitriani, Sinta. (2010). Promosi Kesehatan. Yogyakarta. Graha Ilmu

Hastono. S.P. (2001). Modul Analisis Data. Jakarta : Fakultas Kesehatan


Masyarakat Univerisas Indonesia.

Iriani. (2000). Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Hygiene


Perorangan pada Penjamah Makanan di Instalasi Gizi dr. H.A Moelok
Bandar Lampung Tahun 2000. Skripsi FKM UI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Data Base Kemenkes. Diakses pada


tanggal 3 Maret 2015 melalui
http://www.bankdata.depkes.go.id/propinsi/public/report/createtablepti

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia No.


942/Menkes/SK/VII/2003.Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan
Jajanan.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia No. 715/Menkes/SK/2003 Tentang


Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia No. 1096/Menkes/Per/VI/2011


Tentang Hygiene Sanitasi Jasaboga.

Khomsan, Ali. 2003. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. PT Grasindo. Jakarta

Kompas. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta. Kompas

Laelasari, Ela. (2015). Islam dan Keamanan Pangan. Ciputat. UIN Perss

Lawrance Green. 1980.Health Education Planning. Hopkins University

Mardewi I Gusti. (2013). Gambaran Hygiene Pedagang Kaki


Lima dan Sanitasi Lingkungan di Pasar Sukawati 1 Tahun 2013. Jurnal
kesehatan masyarakat

Marsaulina, Irnawati. 2004. Study Tentang Pengetahuan Perlaku dan Kebersihan


Penjamah Makanan Pada Tempat Umum Pariwisata di DKI Jakarta (TMII,
TIJA, TMR). Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra
Utara.

Meikawati (2008). Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Tentang Hygiene


dan Sanitasi Petugas Penjamah Makanan dengan Praktek Hygiene dan
Sanitasi di Instalasi Gizi RSJ DR Amino GondoHutomo Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Indonesia. Vol 6 No. 1 Tahun 2010.
98

Mubarak W.I, Chayatin Nurul dkk. (2007). Promosi Kesehatan. Yogyakarta.


Graha Ilmu

Mulyanto, H. (2003). Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku


Hygiene dan Sanitasi Tenaga Penjamah Makanan di Instalansi Gizi dan
Ruangan Perawatan Rumah Sakit Umum R.A Kartini Jepara Tahun 2003.
Skripsi. Universitas Indoensia

Nanuwasa, Franklin & Munir. (2007). Tata Cara Laksana Hygiene Hidangan
Keracunan Hidangan, Jenis Bakteria. Diakses melalui
http://www.Ihsmakassar.com pada tanggal 20 Maret 2015.

Notoatmodjo, S (2005). Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.


Jakarta. PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S (2010). Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi. Jakarta. PT.


Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S (2011). Kesehatan Masyarakat : Ilmu & Seni. Jakarta. PT. Rineka
Cipta.

Pella, Darmin Ahmad & Afifah Inayati. (2011). Talent Management. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.

Purawidjaja. (1995). Enam Prinsip Dasar Penyediaan Makan di Hotel, Restoran


dan Jasaboga. Majesty

Purnawijayanti, H. (2001). Sanitasi Hygiene dan Keselamatan Kerja dalam


Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta

Puspita Ika dkk. (2013). Hubungan Praktik Hygiene Sanitasi Penjamah Makanan
terhadap cemaran E.coli Pada Makanan Gado - Gado di Sepanjang Jalan
Kota Manado. Jurnal. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam
Ratulangi.

Rangkuti, Freddy. (2002). The Power of Brands: Teknik Mengelola Brand


Equaity dan Startegi Pengembangan Mereka + Analisis Kasus dengan
SPSS. Jakarta : Gramedia pustaka Utama.

Rosaria D. (2010). Hubungan Pengetahuan Penjamah Makanan Tentang Hygiene


Dan Sanitasi Makanan Dengan Kualitas Escherichia Coli (Studi Kassus
Jajanan Di Sekolah Dasar Kelurahan Cirimekar Kecamatan Cibinong
Kabupaten Bogor). Skrispis. FKM UI Depok.

Rukmana R dan Oesman YY. (2003). Aneka Olahan Kentang.Kanisius.


Yogyakata
99

Sachriani. (2001). Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Hygiene


Perorangan Penjamah Makanan Jasa Boga A3 di Jakarta Selatan. Thesis
Program Pascasarjana FKM UI.

Selman A Carol dan Green R Laura. (2008). Environmental Health Specialist Self
– Reported Foodborne Ilness Outbreak Investigation Oractices. Journal of
Environment Health January – February Page 16 – 21. Volume 70. Number
6. Features.

Setiawan. (2004). Analsisis Bakteri Coliform pada Makanan Olahan di Kantin


Pusat ITS Sepuluh Nopember Surabaya. Abstrak

Soeripto, M. (2008). Hygiene indusrti. Jakarta. FKUI.

Sofiana Erna. (2012). Hubungan Hygiene dan Sanitasi Dengan Kontaminasi


Escherichia Coli Pada Jajanan Di Sekolah Dasar Kecamatan Tapos Depok
Tahun 2012. Skripsi. FKM UI Depok

Sundjaja. (2009). Kamus Gizi. Jakarta. Kompas

Supardi, et al. (2004). Pengaruh Penyuluhan Obat terhadap peningkatan Perilaku


Pengobatan Sendiri yang Sesuai dengan Aturan. Buletin Penelitian
Kesehatan. Vo.32, No, 4 : 178.

Susanna Dewi dan Hartono Budi (2003). Pemantauan Kualitas Makanan dan
Gado – Gado di Lingkungan Kampus UI Depok Melalui Pemeriksaan
Bakteriologis. Makara, Seri Kesehatan, Vol. 7 No. 1 Juni 2003.

Sumantri, A. (2010). Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam. Jakarta,


Kencana.

Susanna, Dewi dkk (2010). Kontaminasi Bakteri E. coli pada Peralatan Makanan
Pedagang Kaki Lima di Sepanjang Jalan Margonda Depok, Jawa Barat.
Jurnal Kesmas. Vol 5 No 3.

Tania, vina. 2008. Djakabaia 'Djalan - Djalan dan Makan di Soerabaia. CM.
Surabaya

Tarwotjo, Soejoeti C. (1998). Dasar – Dasar Kuliner Gizi. Jakarta. Grasindo

Yunita N dan Dwipayanti NM. (2010). Kualitas Mikrobiologi Nasi Jinggo


Berdasarkan Angka Lempeng Total, Coliform Total dan Kandungan
Escherichia Coli. Jurnal Biologi XIV (1) : 15 – 19 ISSN ; 14105292

WHO. (2005). Penyakit Bawaan Makanan Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta.


EGC

Winarno. (2004). Kemanan Pangan. Bogor. M.Biro. Press Cet. I.


LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS PERSONAL HYGIENE PADA PENJUAL MAKANAN TRADISIONAL
GADO – GADO DI KELURAHAN PISANGAN, CIRENDEUDAN CEMPAKA PUTIH
CIPUTAT TIMUR TAHUN 2015

Saya Eka Lestari Sitepu, mahasiswa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta saat ini saya

sedang melakukan peneltian atau skripsi dengan tema “ANALISIS PERSONAL HYGIENE

PADA PENJUAL MAKANAN TRADISIONAL GADO – GADO DI KELURAHAN

PISANGAN, CIRENDEU DAN CEMPAKA PUTIH CIPUTAT TIMUR TAHUN

2015”.Untuk itu saya mohon bantuan kepada Ibu/Bapak/Saudara untuk mengisi kuesioner ini

dengan sebaik – baiknya. Kerahasiaan dari jawaban anda pada kuesioner ini dapat dijamin,

untuk itu saya mohon isilah pertanyaan sesuai dengan kondisi yang sebenar – benarnya dan

mendekati kenyataan. Terima kasih

Responden Peneliti

(..................) (Eka Lestari Sitepu)


PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER

1. Sebelum Ibu/Bapak/Saudara menjawab daftar pertanyaan yang telah disiapkan, terlebih


dahulu isi daftar identitas yang telah disediakan.
2. Bacalah dengan baik setiap pertanyaan, kemudian beri tanda silang (X) pada jawaban yang
dianggap paling tepat.

A. Data Umum
1. Nama :
2. Pendidikan : 1. SD 2. SMP 3. SMA 4.Perguruan Tinggi (D3, S1, S2)
3. Lama bekerja sebagai penjamah makanan : Tahun

B. Pengetahuan Tentang Personal Hygiene Makanan

4. Apakah anda pernah mendengar tentang higiene makanan?


1. Ya
2. Tidak (Lanjut ke no 10)
5. Bila ”Ya” apa arti higiene makanan?
1. Usaha pengendalian penyakit yang ditularkan melalui bahan
makanan
2. Usaha melindungi makanan dari bahaya penyakit/kotoran
3. Lain – lain________________
6. Apakah tujuan penjamah makanan mencuci tangan dengan sabun sebelum
menangani makanan ?
1. Agar mencegah pencemaran makanan oleh bibit penyakit melalui
tangan
2. Agar tangan terlihat bersih dan tidak berbau yang kurang sedap
3. Lain – lain_____________________
7. Penjamah makanan perlu memotong kuku yang panjan atau membersihkan kuku
yang kotor, apa alasannya?
1. Agar tidak menjadi tempat berkembang biaknya kuman penyakit
2. Agar tidak terlihat kotor dan tidak menganggu pada saat bekerja
3. Lain – lain______________________
8. Pada saat menangani makanan, penjamah makanan tidak dibolehkan mencicipi
makanan dengan jari atatu menggaruk anggota tubuh, mengapa?
1. Karena dari anggota tubuh / jari dapat mencemari makanan
2. Memudahkan pengambilan makanan
3. Lain – lain______________________
9. Apa manfaat penjamah makanan memakai perlengkapan khusus seperti pakaian
kerja, penutup rambut, celemek dan alas kaki / sepatu kerja pada saat mengani
makanan?
1. Menghindari terjadinya kontaminasi makanan dari tubuh penjamah
2. Gara terlohat rapi dan sopan
3. Lain – lain_____________________
10. Makanan dapat menjadi media perantara penyakit. Penyakit apakah yang dapat
ditularkan melalui media tersebut?
1. Saluran pencernaan
2. Saluran pernafasan
3. Lain – lain______________________
11. Apakah alasannya bahwa seorang penjamah makanan yang menderita penyakit
batuk, pilek/flu, penyakit kulit (bernanah, bisul, koreng dan luka terbuka) tidak
boleh mengani makanan?
1. Makanan dapat tercemar karena penyakit tersebut
2. Orang lain dapat tertular karena penyakit tersebut
3. Lain – lain________________________
12. Tenaga penjamah makanan tidak diperbolehkan merokok pada saat mengangani
makanan, apa alasannya?
1. Mencegah agar abu rokok tidak masuk ke dalam makanan
2. Berbahaya bagi kesehatan diri dan orang lain
3. Lain – lain___________________________
13. Pada saat kegiatan pengolahan makanan, tenaga penjamah makanan tidak
diperbolehkan berbicara menghadap makanan. Apa alasannya?
1. Karena dapat mencemari makanan melalui percikan air ludah
2. Karena menimbulkan kebisingan (suara berbisik) di tempat kerja
3. Lain – lain____________________________
14. Apakah anda pernah mendegar tentang cara menyimpan makanan matang yang
kurang baik dan higienis?
1. Ya
2. Tidak (Lanjut ke no 21)
15. Bila “Ya” bagaimana cara penyimpanan makanan matanh yang baik?
1. Memperhatikaan suhu dan waktu penyimpanan
2. Tidak perlu memperhatikan suhu dan waktu penyimpanan, yang
penting tertutup dalam menyimpan
3. Lain – lain
16. Bila “Ya” Bagaimana cara menyimpan mkaanan matang yang higienis?
1. Suhu penyimpanan makanan diperhatikan, menggunakan wadah dan
penjamah alat yang bersih
2. Membawa dan menyimpan makanan dengan tertutup dan pada
tempat yang bersih
3. Lain – lain_____________________________
17. Apakah anda pernah mendegar bagaimana bahwa makanan dikatakan busuk/basi
dan cara mencegah agar kondisinya tetap baik pada saat penyimpaan makanan?
1. Ya
2. Tidak (selesai)
18. Bila “Ya” Bagaimana tanda – tanda bahwa makanan dikatakan busuk atau basi?
1. Warna, rasa dan aroma berubah, mengeluarkan bau, berlendir dan
berjamur
2. Mengeluarkan bau tak sedap, berlendir dan berjamur
3. Lain – lain
19. Bila “Ya” Bagimana cara mencegah agar kondisi makanan tetap baik?
1. Cara memasaknya benar, memakai ala – alat yang bersih, tidak
kontak langsung dengan anggota tubuh dan disimpan dengan baik
2. Makanan tidak kontak langsung dengan tubuh dan menggunakan alat
– alat yang bersih
3. Lain – lain_________________________

C. Sikap Tentang personal hygiene Makanan


20. Kuku dan tangan adalah salah satu anggota tubuh yang mudah menyebabkan
pencemaran makanan. Oleh karena itu perlu dibersihkan setiap akan mengolah
makanan. Bagaimana menurut anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
21. Apabila sebelum mengolah atau menjamah makanan, maka tidak perlu mencuci
tangan dengan menggunakan sabun. Bagaiamna menurut anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
22. Pada saat melakukan pegolahan makanan, seorang tenaga penjamah makanan tidak
diperbolehkan memakai perhiasan tangan cincin. Bagaimana menurut Anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
23. Cara menjamah makanan sebaiknya adalah tidak perlu memakai alat/sarung tangan
plastik sekali pakai. Bagaimana menurut anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
24. Pakaian dapat menjadi sumber pencemaran terhadap makanan. Oleh karena itu, pada
saat melakukan kegaiatan pengelolaan makanan harus memakai pakaian kerja yang
bersih. Bagaimana menurut Anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
25. Memakai celemek pada saat mengolah, menyiapkan dan membagikan makanan adalah
syarat yang harus dipenuhi oleh seorang tenaga penjamah makanan. Bagaimana
menurut anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
26. Saat melakukan pengelolaan makanan, penjamah makanan (pria) harus berambut
pendek, tidak berkumis dan berjanggut panajng, serta (wanita) berambut pendek atau
tidak digerai bila panjang. Bagaimana menurut anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
27. Penutup rambut tidak diperlukan dalam mengolah maupun menyajikan makanan
karena tidak akan megotori makanan. Bagaimana menurut Anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
28. Bila ada temen kerja anda yang bersin atau batuk, akan tetapi tidak menutup disaat
melakukan pengeloaan makanan. Bagaimana menurut anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
29. Apabila ada temen kerja yang sedang melakukan pengolahan makanan sambil
merokok. Bagaimana menurut anda?
1. Setuju
2. Tidak Setuju
30. Tenaga penjamah makanan yang menderita penyakit kulit (bisul, koreng, luka terbuka)
ataupun penyakit menular (Typus, kolera, TBC) tidak diperkenankan melakukan
pengelolaan makanan. Bagaimana menurut anda?
1. Setuju 2. Tidak Setuju

D. Kegiatan Pelatihan atau Penyuluhan Penjamah Makanan


31. Apakah anda pernah menerima pelatihan atau penyuluhan tentang Higiene dan
Sanitasi Makanan?
1. Ya pernah 2. Tidak pernah

TERIMA KASIH ATAS KEJUJURAN DAN KESEDIAAN ANDA


UNTUK MENGISI KUESIONER INI ^_^
E. PersonalHygienePenjamah Makanan (Observasi)

32. Apakah penjamah makanan memakai pakaian bersih / pakaian kerja pada saat
menagani / menyajikan makanan?
1. Ya
2. Tidak
33. Apakah penjamah memakai celemek pada saat menangani/menyajikan makanan?
1. Ya
2. Tidak
34. Apakah penjamah makanan memakai penutup kepala/rambut pada saat
menangani/menyajikan makanan?
1. Ya
2. Tidak
35. Apakah penjamah makanan menggunakan alas kaki/sepatu kerja pada saat
menangani/menyajikan makanan?
1. Ya
2. Tidak
36. Apakah penjamah makanan menggunakan penutup mulut pada saat menangani
makanan?
1. Ya
2. Tidak
37. Apakah penjamah makanan mencuci tangan dengan sabun sebelum menangani
makanan, sesudah buang air besar, merokok, membuang sampah, meracik bahan
mentah dan lainnya?
1. Ya
2. Tidak
38. Apakah penjamah makanan selalu tidak merokok pada saat menangani makanan?
1. Ya
2. Tidak
39. Apakah penjamah makanan tidak berbicara menghadap ke makanan?
1. Ya
2. Tidak

40. Apakah penjamah makanan tidak menggaruk anggota badan pada saat menangani
makanan?
1. Ya
2. Tidak
41. Apakah penjamah makanan tidak memakai perhiasan tangan (misalnya cincin)?
1. Ya
2. Tidak
42. Apakah penjamah makanan tidak kontak langsung dengan makanan jadi?
1. Ya
2. Tidak

43. Apakah penjamah makanan tidak meludah di area kerja?


1. Ya
2. Tidak
44. Apakah penjamah makanan berkuku pendek dan bebas dari cat kuku?
1. Ya
2. Tidak
45. Apakah penjamah makanan menutup mulut saat bersin atau batuk?
1. Ya
2. Tidak

F. Ketersediaan sarana personal hygiene penjamah makanan (Observasi)

46. Apakah terdapat sarana pribadi untuk melindungi kebersihan makanan saat bekerja
pada penjamah makanan, seperti :
a. Pakaian bersih 1. Ya 2. Tidak

b. Celemek 1. Ya 2. Tidak

c. Penutup rambut/ topi 1. Ya 2. Tidak

d. Alas kaki / sepatu kerja 1. Ya 2. Tidak

e. Penutup mulut / masker 1. Ya 2. Tidak

f. Tempat cuci tangan 1. Ya 2. Tidak


g. Sabun khusus pencuci tangan 1. Ya 2. Tidak
Lampiran Univariat
Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD- SMP


5 6.2 6.2 6.2
(rendah)

SMP-SMA
75 93.8 93.8 100.0
(tinggi)

Total 80 100.0 100.0

Lama_kerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid >5 tahun 67 83.8 83.8 83.8

<_5 tahun 13 16.2 16.2 100.0

Total 80 100.0 100.0

Penyuluhan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Pernah 36 45.0 45.0 45.0

Pernah 44 55.0 55.0 100.0

Total 80 100.0 100.0

Pengetahuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Baik 28 35.0 35.0 35.0

Baik 52 65.0 65.0 100.0

Total 80 100.0 100.0

Sikap

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Baik 66 82.5 82.5 82.5

Baik 14 17.5 17.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

Personal

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Baik 51 63.8 63.8 63.8

Baik 29 36.2 36.2 100.0

Total 80 100.0 100.0

Sarana

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Baik 36 45.0 45.0 45.0

Baik 44 55.0 55.0 100.0

Total 80 100.0 100.0


LAMPIRAN Bivariat

1. PENDIDIKAN
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pendidikan * Personal 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Crosstab

Personal

Tidak Baik Baik Total

Pendidikan SD- SMP Count 4 1 5

% within Pendidikan 80.0% 20.0% 100.0%

SMP-SMA Count 48 27 75

% within Pendidikan 64.0% 36.0% 100.0%

Total Count 52 28 80

% within Pendidikan 65.0% 35.0% 100.0%

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Pendidikan


2.250 .239 21.166
(SD- SMP / SMP-SMA)

For cohort Personal = Tidak


1.250 .781 2.000
Baik

For cohort Personal = Baik .556 .094 3.291

N of Valid Cases 80
2. Lama Kerja
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Lama_kerja * Personal 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Crosstab

Personal

Tidak Baik Baik Total

Lama_kerja <_ 5 tahun Count 42 25 67

% within Lama_kerja 62.7% 37.3% 100.0%

> 5 tahun Count 10 3 13

% within Lama_kerja 76.9% 23.1% 100.0%

Total Count 52 28 80

% within Lama_kerja 65.0% 35.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .970 1 .325
b
Continuity Correction .445 1 .505

Likelihood Ratio 1.025 1 .311

Fisher's Exact Test .526 .257

Linear-by-Linear Association .958 1 .328


b
N of Valid Cases 80

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,55.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Lama_kerja (<_ 5


.504 .127 2.007
tahun / > 5 tahun)

For cohort Personal = Tidak Baik


.815 .574 1.157

For cohort Personal = Baik 1.617 .572 4.574

N of Valid Cases 80

3. Pengetahuan
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pengetahuan * Personal 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Crosstab

Personal

Tidak Baik Baik Total

Pengetahuan Tidak Baik Count 18 10 28

% within Pengetahuan 64.3% 35.7% 100.0%

Baik Count 34 18 52

% within Pengetahuan 65.4% 34.6% 100.0%

Total Count 52 28 80

% within Pengetahuan 65.0% 35.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .010 1 .922
b
Continuity Correction .000 1 1.000

Likelihood Ratio .010 1 .922

Fisher's Exact Test 1.000 .556

Linear-by-Linear Association .010 1 .922


b
N of Valid Cases 80

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,80.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Pengetahuan


.953 .364 2.492
(Tidak Baik / Baik)

For cohort Personal = Tidak


.983 .700 1.381
Baik

For cohort Personal = Baik 1.032 .554 1.921

N of Valid Cases 80

4. Sikap
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Sikap * Personal 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%


Crosstab

Personal

Tidak Baik Baik Total

Sikap Tidak Baik Count 42 24 66

% within Sikap 63.6% 36.4% 100.0%

Baik Count 10 4 14

% within Sikap 71.4% 28.6% 100.0%

Total Count 52 28 80

% within Sikap 65.0% 35.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .308 1 .579
b
Continuity Correction .061 1 .805

Likelihood Ratio .316 1 .574

Fisher's Exact Test .760 .411

Linear-by-Linear Association .304 1 .581


b
N of Valid Cases 80

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,90.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Sikap (Tidak


.700 .198 2.476
Baik / Baik)

For cohort Personal = Tidak


.891 .610 1.300
Baik

For cohort Personal = Baik 1.273 .524 3.092

N of Valid Cases 80

5. Fasilitas Sanitasi
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Sarana * Personal 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Crosstab

Personal

Tidak Baik Baik Total

Sarana Tidakmemen Count 20 16 36


uhisyarat
% within Sarana 55.6% 44.4% 100.0%

Memenuhisy Count 32 12 44
arat
% within Sarana 72.7% 27.3% 100.0%

Total Count 52 28 80

% within Sarana 65.0% 35.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.566 1 .109
b
Continuity Correction 1.867 1 .172

Likelihood Ratio 2.566 1 .109

Fisher's Exact Test .157 .086

Linear-by-Linear Association 2.534 1 .111


b
N of Valid Cases 80

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,60.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Sarana


.469 .184 1.193
(Tidak Baik / Baik)

For cohort Personal = Tidak


.764 .542 1.077
Baik

For cohort Personal = Baik 1.630 .890 2.985

N of Valid Cases 80

6. Penyuluhan
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Penyuluhan * Personal 80 100.0% 0 .0% 80 100.0%


Crosstab

Personal

Tidak Baik Baik Total

Penyuluhan Tidak Pernah Count 25 11 36

% within Penyuluhan 69.4% 30.6% 100.0%

Pernah Count 27 17 44

% within Penyuluhan 61.4% 38.6% 100.0%

Total Count 52 28 80

% within Penyuluhan 65.0% 35.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .568 1 .451
b
Continuity Correction .269 1 .604

Likelihood Ratio .571 1 .450

Fisher's Exact Test .488 .303

Linear-by-Linear Association .561 1 .454


b
N of Valid Cases 80

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,60.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Penyuluhan


1.431 .563 3.639
(Tidak Pernah / Pernah)

For cohort Personal = Tidak


1.132 .822 1.557
Baik

For cohort Personal = Baik .791 .427 1.466

N of Valid Cases 80
LAMPIRANANALISIS UNIVARIAT

1. Personal Higiene Sanitasi

Personal * Pengetahuan Crosstabulation

Pengetahuan

Tidak Baik Baik Total

Personal Tidak Baik Count 18 34 52

% within Personal 34.6% 65.4% 100.0%

Baik Count 10 18 28

% within Personal 35.7% 64.3% 100.0%

Total Count 28 52 80

% within Personal 35.0% 65.0% 100.0%

Personal * Sikap Crosstabulation

Sikap

Tidak Baik Baik Total

Personal Tidak Baik Count 42 10 52

% within Personal 80.8% 19.2% 100.0%

Baik Count 24 4 28

% within Personal 85.7% 14.3% 100.0%

Total Count 66 14 80

% within Personal 82.5% 17.5% 100.0%

Personal * Penyuluhan Crosstabulation

Penyuluhan

Tidak Pernah Pernah Total

Personal Tidak Baik Count 25 27 52

% within Personal 48.1% 51.9% 100.0%


Baik Count 11 17 28

% within Personal 39.3% 60.7% 100.0%

Total Count 36 44 80

% within Personal 45.0% 55.0% 100.0%

2. Pendidikan

Pendidikan * Pengetahuan Crosstabulation

Pengetahuan

Tidak Baik Baik Total

Pendidikan SD- SMP Count 3 2 5

% within Pendidikan 60.0% 40.0% 100.0%

SMP-SMA Count 25 50 75

% within Pendidikan 33.3% 66.7% 100.0%

Total Count 28 52 80

% within Pendidikan 35.0% 65.0% 100.0%

Pendidikan * Sikap Crosstabulation

Sikap

Tidak Baik Baik Total

Pendidikan SD- SMP Count 5 0 5

% within Pendidikan 100.0% .0% 100.0%

SMP-SMA Count 61 14 75

% within Pendidikan 81.3% 18.7% 100.0%

Total Count 66 14 80

% within Pendidikan 82.5% 17.5% 100.0%


Pendidikan * Penyuluhan Crosstabulation

Penyuluhan

Tidak Pernah Pernah Total

Pendidikan SD- SMP Count 3 2 5

% within Pendidikan 60.0% 40.0% 100.0%

SMP-SMA Count 33 42 75

% within Pendidikan 44.0% 56.0% 100.0%

Total Count 36 44 80

% within Pendidikan 45.0% 55.0% 100.0%

3. Lama Kerja

Lama_kerja * Pengetahuan Crosstabulation

Pengetahuan

Tidak Baik Baik Total

Lama_kerja <_ 5 tahun Count 21 46 67

% within Lama_kerja 31.3% 68.7% 100.0%

> 5 tahun Count 7 6 13

% within Lama_kerja 53.8% 46.2% 100.0%

Total Count 28 52 80

% within Lama_kerja 35.0% 65.0% 100.0%

Lama_kerja * Sikap Crosstabulation

Sikap

Tidak Baik Baik Total

Lama_kerja <_ 5 tahun Count 54 13 67

% within Lama_kerja 80.6% 19.4% 100.0%

> 5 tahun Count 12 1 13


% within Lama_kerja 92.3% 7.7% 100.0%

Total Count 66 14 80

% within Lama_kerja 82.5% 17.5% 100.0%

Lama_kerja * Penyuluhan Crosstabulation

Penyuluhan

Tidak Pernah Pernah Total

Lama_kerja <_ 5 tahun Count 27 40 67

% within Lama_kerja 40.3% 59.7% 100.0%

> 5 tahun Count 9 4 13

% within Lama_kerja 69.2% 30.8% 100.0%

Total Count 36 44 80

% within Lama_kerja 45.0% 55.0% 100.0%

4. Pengetahuan

Pengetahuan * Sikap Crosstabulation

Sikap

Tidak Baik Baik Total

Pengetahuan Tidak Baik Count 21 7 28

% within Pengetahuan 75.0% 25.0% 100.0%

Baik Count 45 7 52

% within Pengetahuan 86.5% 13.5% 100.0%

Total Count 66 14 80

% within Pengetahuan 82.5% 17.5% 100.0%


Pengetahuan * Penyuluhan Crosstabulation

Penyuluhan

Tidak Pernah Pernah Total

Pengetahuan Tidak Baik Count 15 13 28

% within Pengetahuan 53.6% 46.4% 100.0%

Baik Count 21 31 52

% within Pengetahuan 40.4% 59.6% 100.0%

Total Count 36 44 80

% within Pengetahuan 45.0% 55.0% 100.0%

5. Sikap

Sikap * Pengetahuan Crosstabulation

Pengetahuan

Tidak Baik Baik Total

Sikap Tidak Baik Count 21 45 66

% within Sikap 31.8% 68.2% 100.0%

Baik Count 7 7 14

% within Sikap 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 28 52 80

% within Sikap 35.0% 65.0% 100.0%

Sikap * Penyuluhan Crosstabulation

Penyuluhan

Tidak Pernah Pernah Total

Sikap Tidak Baik Count 31 35 66

% within Sikap 47.0% 53.0% 100.0%

Baik Count 5 9 14

% within Sikap 35.7% 64.3% 100.0%


Total Count 36 44 80

% within Sikap 45.0% 55.0% 100.0%

6. Sarana Personal Higiene

Sarana * Pengetahuan Crosstabulation

Pengetahuan

Tidak Baik Baik Total

Sarana Tidak Count 9 27 36


Memenuhisy
% within Sarana
25.0% 75.0% 100.0%
arat

MemenuhiSy Count 19 25 44
arat
% within Sarana 43.2% 56.8% 100.0%

Total Count 28 52 80

% within Sarana 35.0% 65.0% 100.0%

Sarana * Sikap Crosstabulation

Sikap

Tidak Baik Baik Total

Sarana TidakMemen Count 32 4 36


uhiSyarat
% within Sarana 88.9% 11.1% 100.0%

MemenuhiSy Count 34 10 44
arat
% within Sarana 77.3% 22.7% 100.0%

Total Count 66 14 80

% within Sarana 82.5% 17.5% 100.0%


Sarana * Penyuluhan Crosstabulation

Penyuluhan

Tidak Pernah Pernah Total

Sarana Tidak Count 12 24 36


MemenuhiSy
% within Sarana
33.3% 66.7% 100.0%
arat

MemenuhiSy Count 20 24 44
arat
% within Sarana 46.5% 54.5% 100.0%

Total Count 36 44 80

% within Sarana 45.0% 55.0% 100.0%

7. Penyuluhan atau Pelatihan

Penyuluhan * Pengetahuan Crosstabulation

Pengetahuan

Tidak Baik Baik Total

Penyuluhan Tidak Pernah Count 15 21 36

% within Penyuluhan 41.7% 58.3% 100.0%

Pernah Count 13 31 44

% within Penyuluhan 29.5% 70.5% 100.0%

Total Count 28 52 80

% within Penyuluhan 35.0% 65.0% 100.0%


Penyuluhan * Sikap Crosstabulation

Sikap

Tidak Baik Baik Total

Penyuluhan Tidak Pernah Count 31 5 36

% within Penyuluhan 86.1% 13.9% 100.0%

Pernah Count 35 9 44

% within Penyuluhan 79.5% 20.5% 100.0%

Total Count 66 14 80

% within Penyuluhan 82.5% 17.5% 100.0%


UJI NORMALITAS

Descriptives

Statistic Std. Error

Umur Mean 43.92 .806

95% Confidence Interval for Lower Bound 42.32


Mean
Upper Bound 45.53

5% Trimmed Mean 44.26

Median 46.00

Variance 51.994

Std. Deviation 7.211

Minimum 25

Maximum 56

Range 31

Interquartile Range 9

Skewness -.801 .269

Kurtosis .123 .532

Lama_kerja Mean 3.66 .222

95% Confidence Interval for Lower Bound 3.22


Mean Upper Bound 4.10

5% Trimmed Mean 3.57

Median 3.00

Variance 3.948
Std. Deviation 1.987

Minimum 1

Maximum 8

Range 7

Interquartile Range 3

Skewness .622 .269

Kurtosis -.413 .532

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Umur .126 80 .003 .938 80 .001

Lama_kerja .168 80 .000 .921 80 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Umur Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

1,00 Extremes (=<2


5)
3,00 2 . 788
7,00 3 . 0002
233
5,00 3 . 6888
9
19,00 4 . 0000
011112223333344
28,00 4 . 5555
666666777777788888889999
15,00 5 . 0000
11122233334
2,00 5 . 66

Stem width: 10
Each leaf: 1 case(s)
Lama_kerja Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

10,00 1 . 0000000000
17,00 2 . 00000000000000000
16,00 3 . 0000000000000000
12,00 4 . 000000000000
11,00 5 . 00000000000
5,00 6 . 00000
4,00 7 . 0000
5,00 8 . 00000

Stem width: 1
Each leaf: 1 case(s)

UJI VALIDITAS DAN REALIBILITAS


Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0


a
Excluded 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha Part 1 Value .852


a
N of Items 15

Part 2 Value .555


b
N of Items 14

Total N of Items 29

Correlation Between Forms .287

Spearman-Brown Coefficient Equal Length .446

Unequal Length .446

Guttman Split-Half Coefficient .441

a. The items are: p1, p2, p3, p4, p5, p6, p7, p8, p9, p10, p11, p12, p13, p14, p15.

b. The items are: p16, p17, p18, s1, s2, s3, s4, s5, s6, s7, s8, s9, s10, s11.

Item-Total Statistics
Corrected Item- Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Total Squared Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted

p1 35.50 27.707 .510 . .537

p2 35.23 28.599 .745 . .569

p3 35.33 26.368 .473 . .523

p4 34.87 28.189 .645 . .563

p5 35.17 30.213 .388 . .575

p6 34.93 28.754 .378 . .564

p7 34.83 26.764 .386 . .532

p8 34.83 30.420 .551 . .586

p9 34.97 29.757 .364 . .579

p10 34.77 25.220 .606 . .502

p11 34.83 30.764 .450 . .593

p12 34.90 26.921 .371 . .535

p13 35.47 29.568 .607 . .567

p14 34.90 26.645 .502 . .546

p15 34.97 29.482 .492 . .573

p16 35.53 28.809 .502 . .556

p17 35.07 25.444 .418 . .519

p18 34.93 27.030 .398 . .534

s1 35.17 28.489 .741 . .557

s2 34.80 29.821 .465 . .587

s3 34.73 27.720 .370 . .547

s4 34.93 28.892 .308 . .566

s5 35.03 30.447 .786 . .584

s6 35.00 31.172 .470 . .595

s7 35.03 32.240 .391 . .616

s8 35.10 26.300 .476 . .522

s9 34.97 29.206 .430 . .583


s10 34.83 27.868 .565 . .557

s11 34.83 30.213 .391 . .592

Anda mungkin juga menyukai