Anda di halaman 1dari 8

Radiasi dalam Astronomi

A. Radiasi Gelombang Elekromagnetik


Informasi yang kita terima dari benda langit sebagian besar berasal dari radiasi gelombang elektromagnetik
(GEM). Pancaran gelombang elektromagnetik dapat dikelompokan berdasarkan panjang gelombangnya seperti
pada gambar 1.

Gambar 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik

Pada tahun 1900, Max planck (1858-1947), seorang fisikawan jerman mengemukakan hukumnya terkait energi
dari GEM; energi harus diradiasikan dalam suatu paket - paket energi terkecil atau yang biasa disebut quanta.
Dalam hal ini kita melihat cahaya sebagai “pertikel yang disebut sebagai foton. Foton mempunyai energi dimana
energi setiap foton

c
E v  h  h

dengan h merupakan konstanta Planck yang bernilai 6,26x10-34 Js, v adalah frekuensi, c adalah kecepatan cahaya
= 3x108 m/s.

B. Radiasi Benda Hitam


Terkait pemancaran energi berupa gelombang elektromagnetik, terdapat konsep pemancar (seklaigus
penyerap) sempurna yang disebut sebagai benda hitam. Radiasi suatu benda hitam hanya tergantung pada
temperaturnya. Benda hitam di definisikan sebagai suatu benda ideal yang dapat menyerap gelombang dalam
berbagai renran panjang gelombang dengan efisiensi 100%. Sesuai dengan hukum khircoff, benda tersebut dapat
mampu meradiasikan kembali seluruh energi yang diterimanya.

1
Hukum Stefan-Boltzman
Energi per satuan waktu yang dipancarkan benda hitam bersuhu T untuk semua panjang gelombang per satuan
luas sebesar:
F  eT 4

dimana  adalah kontabta Stefan-Boltzman, 5,67 x 10-8 Watt/m2K4 dan e merupakan koefisien benda hitam yaitu
1> e >1 dengan benda hitam sempurna bernilai 1.

Hukum Wien
Hukum ini menjelaskan kurva sebaran energi radiasi benda hitam. Dari hukum ini dapat diektahui bahwa suatu
benda hitam sebenarnya memancarkan energinya dakam semua panjang gelombang, namun terdapat suatu
puncak dimanan energi pada panajng gelombang tersebut dominan. Gelombang yang dominan inilah yang
menentukan “warna” dari pemancar radiasi semisal bintang.

Panjang gelombang dimana energi yang dipancarkan benda hitam paling tinggi atau maksimum ( max ) ternyata
terkait langsung dengan temperaturnya T dengan hubungan sederhana:

0,002898
max 
T

Dengan menggunakan persamaan ini temperature dari benda hitam tidak hanya bisa ditentukan dengan
mengukur energi total yang dipancarkan pada semua panjang gelombang namun juga dapat diperkirakan
berdasarkan warnanya.

C. Luminusitas dan Fluks


Bintang dan benda langit dapat memancarkan radiasi GEM yang dapat didekati dengan radiasi benda hitam.
Misalkan terdapat suatu benda hitam berbentuk bola dengan radius R. Jumlah energi yang dipancarkannya
persatuan waktu disebut sebagai Luminositas, dapat dihitung dengan persamaan:

E
L  4R 2T 4 atau  FA
t

dengan L satuan Watt dan R adalah radius bintang atau benda langit lain.
Energi yang dipancarkan akan diterima oleh pengamat yang jauhnya pada jarak tertentu. Jumlah energi per satuan
waktu yang diterima oleh pengamat per satuan luas disebut fluks. Karena energi tadi disebarkan ke segala arah
maka besar fluks (E) dapat dihitung dengan memebagi luminositas dengan luasan bola yang radiusnya adalah jarak
dari sumber ke pengamat (d).
L
E
4d 2

Fluks yang sampaii ke suatu benda dapat diserap atau dipantulkan kembali. Perbandingan antara energi yang
dipantulkan dengan energi yang diterima disebut albedo.

E pantul
Albedo 
Eterima
D. Magnitudo
Astronom menggunakan magnitudo sebagai besaran yang menunjukan kecerlangan suatu objek, seperti
seorang seorang seismolog yang menggunakan Skala Ritcher untuk menunjujan besarnya energi yang dilepas oleh
gempa bumi. Sebelum memasuki bab tentang magnitudo semu pertama - tama kalian harus hafal tentang besaran
- besarawn dalam magnitudo.
Variabel Nama Penjelasan
m Magnitudo Kecerlangan yang tampak berdasarkan mata
semu/magnitudo pengamat
tampak B = magnitudo semu filter Biru
U = magnitudo semu filter Ungu
V = magnitudi semu/tampak
M Magnitudo Mutlak Kecerlangan sebenarnya yang diukur dari jarak 10
parsek
MU = Magnitudo mutlak filter ungu
MB = Magnitudo mutalk filter biru
MV= Magnitudo Mutlak
d Jarak Jarak bintang/objek lain dengan pengamat
E Fluks Energi yang diterima oleh pengamat
L Luminositas Energi yang dipancarkan oleh bintang

Magnitudo Semu
Penggunaan magnitudo telah dimulai dari Hipparchus, seorang astronom dan matematikawan Yunani. Ia membuat
katalog bintang dan menggolongkannya dalam enam tingkat. Bintang magnitudo enam adlah bintang yang hampir
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Beberapa contoh magnitudo tampak/semu dari obejek dilangit dapat
dilihat pada tabel di bawah.

Magnitudo tampak/semu Benda langit


-26,8 Matahari
-12,6 Bulan purnama
-4,4 Kecerahan maksimum venus
-2,8 Kecerahan maksimum Mars
-1,5 Bintang tercerah : Sirius
-0,7 Bintang tercerah kedua : Canopus
0 Titik nol berdasarkan bintang Vega
+3,0 Bintang redup terlihat diperkotaan
+6,0 Bintang teredup yang dapat dilihat oleh mata telanjang
+12,6 Kuasar tercerah
+30 Objek teredup yang dapat diamati oleh teleskop Hubble

Dari data hipparchus, Pogson (1856) mendapati bahwa bintang pada tingkat kesatu memiliki kecerlangan (fluks)
100 kali melebih bintang tingkat enam. Kemudian, sistem magnitudo ini diadoptasi sebagai skala logaritmik
terhadap kecerlangan. Pogson merumuskan magnitudo sebagai:

m  2,5 log E  C
Persamaan diatas juga disebut sebagai persamaan Pogson.
Untuk kaitan antar magnitudo dua objek dalam suatu pengamatan yang sama persamaan:

E1
m1  m2  2,5 log
E2

Contoh Soal
1. Jika magnitudo semu bintang B 100 kali lebih besar daripada bintang A, tentukanlah beda magnitudo kedua
bintang!
Penyelesaian : mA – mB = -2,5 log (EA/EB)
mA – mB = -2,5 log (1/100)
mA – mB = -2,5 log (0,01)
mA – mB = -2,5 log (-2)
mA – mB = 4,5 magnitudo

Magnitudo Mutlak
Magnitudo mutlak merupakan besaran magnitudo yang diukur dari jarak 10 parsec. Hubungan antara magnitudo
semu (m) dengan magnitudo mutlak (M) diberikan sebagai persamaan berikut:

m  M  5  5 log d

Besar m-M biasa disebut sebagai modulus jarak. Perbandingan magnitudo mutlak dari dua objek dapat diperoleh
dengan hubungan:

L1
M 1  M 2  2,5 log
L2

Contoh Soal
1. Diketahui m = 10, M = 5, hitung jaraknya!
Penyelesaian : m – M = - 5 + 5 log d
5 log d = m – M + 5
log d = (m – M + 5)/5
d = 100,2(m – M + 5)
d = 100,2(10 -5 + 5)
d = 102 = 100

2. Magnitudo semu sirius adalah -1,46 dan magnitudo absolutnya +1,42. Tentukan berapa tahun cahaya jarak
Sirius ke Bumi!
Penyelesaian : d = 100,2( -1,46 -1,42 + 5)
d = 100,2( 2,12)
d = 100,424
d = 2,654 parsec = 8,64 tahun cahaya

Sistem Magnitudo
Pengamatan bintang oleh manusia dimulai dengan pengamatan melalui mata. Hasil yang diperoleh yang disebut
sistem visual (mV). Mata manusia memiliki sensivitas di daerah panjnag gelombang visual kuning. Artinya tidak
semua panjang gelombang cahaya diterima oleh retina dengan porsi yang sama. Hal ini berkaitan juga dengan
detektor lain yang digunakan. Sistem magnitudo yang lebih modern dapat mengintegrasikan berbagai rentang
panajng hasil pengamatan. Sitem yang sering digunakan adalah sistem magnitudo UBV, yang mengintegrasikan
pengamtan pada daerah panajang ultraviolet, biru, dan visual kuning. Sistem ini dikembangkan oleh Johnson dan
Morgan. Sistem Johnson-Morgan diperoleh magnitudo semu U,B,V dan magnitudo mutalk MU, MB, dan MV.

Indeks Warna
Untuk setiap sistem magnitudo dapat kita kurangkan dua jenis magnitudo, yang disebut sebagai indeks warna
(color index). Misalnya pada sistem UBV terdapat dua indeks warna U-B dan B-V. Indeks warna dibuat U-B = B - V =
0 untuk bintang dengan kelas spektrum A0. Contohnya adalah vega dengan suhu sekitar 10000 K. Indeks warna
dapat mempunyai persamaan seperti berikut:

C .I  B  V

Jika nilai C.I negatif, artinya bintang tersebut lebih biru dari vega (lebih panas), dan sebaliknya apabila positif maka
bintang tersebut lebih merah daripada vega(lebih dingin).

Magnitudo Bolometrilk
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sistem magnitudo yang digunakan terbatas dalam suatu rentang
panjang gelombang tertentu. Maka dibuatlah suatu bentuk sistem magnitudo lain yang dapat mencakup seluruh
panajng gelombang yang disebut magnitudo bolometrik. Magnitudo mutlak bolometrik (Mbol) merupakan suatu
besaran yang sangat penting, karena menggambarkan seluruh energi yang dipancarkan oleh bintang. Magnitudo
bolometrik dapat ditentukan dengan menambahkan koreksi pada besaran magnitudo visual:

V  mbol  M V  M bol  BC

Dengan BC ( bolometric Correction ) menyatakan besarnya koreksi bolometrik dari magnitudo visual.

Surface Brightness
Tidak semua sebjek astronomi teramati dalam bentuk titik seperti bintang. Beberapa objek dapat terlihat sebagai
extended object atau objek yang memiliki luasan, misalnya planet, bulan, matahari dan galaksi. Untuk
mendefinisikannya disebut besaran yang dinamakan surface brighness (kecerlangan permukaan). Surface
Brightness (Es) didefinisikan sebagai fluks suatu permukaan sumber per satuan sudut ruang (Steredian).

E E L
Es   2

 A/ d 4A

CONTOH SOAL
1. Suatu Active Galactic Nuclei (AGN) memancarkan foton dengan energi sebesar 2 keV. Maka, foton tersebut
termasuk ke dalam rentang gelombang elektromagnetik yang bernama . . .
Penyelesaian:
Energi dari foton dinyatakan dengan:

c
E v  h  h

Pertama kita mengkonversi satuan energi foton dari eV menjadi Joule bahwa 1 eV = 1,602 x 10-19 J, sehingga

Ev  (2  103 )(1,602  10 19 )  3,2  10 16 J


Sehingga dengan menggunakan persamaan energi foton

c
Ev  h

c
h
Ev
3  108
  6,63  10 34
3,2  10 16
  6,2  10 10 m

Foton tersebut memiliki panjang gelombang pada rentang antara 1x10-9 - 1x10-12 m sehingga foton tersebut
termasuk dalam gelombang X-ray

2. Dua buah bintang A dan B dapat dianggap sebagai benda hitam sempurna. Jika kedua bintang mempunyai
diameter yang sama, namun temperature berbeda, masing-masing 8000 K dan 24000 K, maka perbandingan
energi bintang A dan bintang B yang dipancarkan per satuan luas per satuan waktu adalah….
a. 1/3
b. 1/9
c. 1/27
d. 1/81
e. 1/243
Penyelesaian:
Energi yang dipancarkan oleh benda hitam sempurna per satuan waktu

F  eT 4

Karena benda hitam sempurna maka nilai e = 1, sehingga perbandingan energi bintang A dan bintang B

4
FA  TA

FB  TB 4
4
FA TA

FB TB 4
FA 8000 4

FB 24000 4
4
FA  1 
 
FB  3 
FA 1

FB 81
3. Citra Matahari yang disertai bitnik Matahari diperoleh dari pengamatan resolusi tinggi dalam cahaya tampak.
Fotometri dari bitnik Matahari ini menunjukan bahwa kecerlangan permukaan bintik Matahari adalah sekitar 0,32
kali kecerlangan permukaan fotosfer sekitarnya. Jika temperature fotosfer Matahari diketahui sebesar 6600 K,
temperature bintik Matahari adalah ….
Penyelesaian:

E E
Es  
 A/ d2

Eb int ik
Es ( b int ik ) A /d
2
 b int ik b int ik
Es ( fotosfer ) E fotosfer
2
A fotosfer / d fotosfer
Eb int ik
Es ( b int ik ) 2
4d b int ik / d b int ik
2

Es ( fotosfer ) E fotosfer
2 2
4d fotosfer / d fotosfer
Es ( b int ik ) Eb int ik

Es ( fotosfer ) E fotosfer
Es ( b int ik )  Tb int ik 4

Es ( fotosfer )  T fotosfer 4
1
 Es ( b int ik )  4
T( b int ik )  T( fotosfer )  
E 
 s ( fotosfer ) 
1
T( b int ik )  6600 0,32 4
T( b int ik )  4964 K

4. Dua buah bintang sedang diamati kecerlangannya menggunakan CCD. Misalkan kedua bintang itu ialah bintang A
dan B. Hasil fotometri menunjukkan bahwa luminositas bintang A 103,4 kali lebih besar dari pada bintang B.
Namun jarak bintang A 345 lebih jauh daripada bintang B. Bila magnitudo bintang A sebesar 7 magnitudo, maka
rasio perbandingan magnitudo bintang A terhadap bintang B adalah.…’
a. --7,6
b. 7,6
c. 10,7
d. -10,7
e. 8,4
Penyelesaian:
Untuk mencari perbandingan magnitudo maka perlu dicari perbandingan energi Fluks (E) dari persamaan

L
E
‘ 4d 2
sehingga

2
E A LA  d B 
  
E B LB  d A 

2
EA  1  4
 103,4   8,867  10
EB  345 

Menggunakan rumus Pogson

EA
m A  mB  2,5 log
EB

7  mB  2,5 log(8,867  10 4 )

mB  0,65

Sehingga perbandingan bintang A dan bintang B adalah

mA
 10,7
mB

Anda mungkin juga menyukai