Anda di halaman 1dari 20

PENERAPAN MODEL VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT)

UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKN


MATERI NILAI KEBERSAMAAN DALAM PROSES PERUMUSAN
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA BAGI SISWA KELAS VI
SEMESTER I SD NEGERI WIROGUNAN 03 KARTASURA
TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh:
Sri Wijianti, S. Pd.
NIP. 19600317 198206 2 001

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan: 1) aktivitas belajar siswa
dalam pembelajaran PKn; dan 2) hasil belajar siswa dalam pembelajaran
PKn materi nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai
Dasar Negara bagi siswa kelas VI semester I SD Negeri Wirogunan 03
Kartasura tahun pelajaran 2014/2015 melalui penerapan model Value
Clarification Technique.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan
di SD Negeri Wirogunan 03 Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo
selama dua bulan. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI semester I SD
Negeri Wirogunan 03 Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo tahun
pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 13 orang siswa. Objek dalam
penelitian ini adalah pembelajaran PKn Nilai Kebersamaan dalam proses
perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara melalui penerapan model Value
Clarification Technique.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) Penerapan model Value
Clarification Technique dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam
pembelajaran PKn. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya aktivitas
belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan; dan 2) Penerapan
model Value Clarification Technique dapat meningkatkan hasil belajar
siswa dalam pembelajaran PKn materi Nilai Kebersamaan dalam proses
perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara bagi siswa kelas VI semester I
SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat
ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.

Kata Kunci: Hasil belajar, aktivitas belajar, pembelajaran PKn, model Value
Clarification Technique.

1
2

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pada prakteknya, pembelajaran PKn masih menghadapi banyak kendala-
kendala. Kendala-kendala yang dimaksud antara lain meliputi: Pertama, guru
pengampu mata Pelajaran PKn masih mengalami kesulitan dalam mengaktifkan
siswa untuk terlibat langsung dalam proses penggalian dan penelaahan bahan
pelajaran. Kedua, sebagian siswa memandang mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bersifat konseptual dan teoritis.
Akibatnya siswa ketika mengikuti pembelajaran PKn merasa cukup mencatat dan
menghafal konsep-konsep dan teori-teori yang diceramahkan oleh guru, tugas-
tugas terstruktur yang diberikan dikerjakan secara tidak serius dan bila dikerjakan
pun sekedar memenuhi formalitas.
Hal yang sama juga terjadi pada siswa di kelas VI semester I SD Negeri
Wirogunan 03 Kartasura tahun pelajaran 2014/2015. Siswa cenderung
menganggap pembelajaran PKn sebagai mata pelajaran yang kurang penting.
Mereka lebih mementingkan mata pelajaran yang diujikan secara nasional.
Sehingga dengan KKM yang tidak begitu tinggi, yaitu dengan KKM > 68.00,
masih cukup banyak siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar.
Berdasarkan observasi pratindakan yang dilakukan di kelas VI SD Negeri
Wirogunan 03 Kartasura, dalam pembelajaran PKn menunjukkan bahwa hasil
belajar yang dicapai siswa masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat
ketuntasan kelas yang baru mencapai 53.85% dengan nilai rata-rata kelas sebesar
66.46.
Selain itu, model pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi yaitu
ceramah, Tanya jawab, dan penugasan, sehingga kurang aktif dalam dalam
pembelajaran dan cenderung bosan mengikuti pelajaran. Oleh karena itu dalam
pembelajaran PKn, siswa dibina untuk membiasakan atau melakoni isi pesan
materi PKn. Agar tujuan dapat berjalan dengan baik maka sebagai guru PKn
hendaknya menjadi teladan dalam ber-perilaku dengan menunjukkan contoh
prilaku yang diharapkan ditiru dan dilaksanakan siswa dalam kehidupan di
sekolah dan kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Berangkat dari kondisi tersebut, guru perlu melakukan perbaikan
pembelajaran dengan fokus mendorong siswa lebih aktif terlibat dalam proses
pembelajaran. Dengan siswa terlibat secara aktif, maka pembelajaran akan
menjadi lebih bermakna dan siswa dapat memperoleh pengetahuan secara lebih
baik.
Upaya perbaikan yang dilakukan oleh guru adalah dengan menerapkan
model Value Clarification Technique (VCT). Model pembelajaran VCT, dianggap
3

unggul untuk pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan


mempribadikan nilai dan moral; kedua, mampu mengklarifikasi dan
mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; ketiga mampu
mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam
kehidupan nyata; keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan
mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; kelima, mampu
memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu
menangkal, meniadakan mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral
naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang;
ketujuh, menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.
Melalui penerapan model Value Clarification Technique (VCT) dalam
pembelajaran PKn, siswa diharapkan dapat memperoleh situasi belajar yang
bervariatif sesuai karakteristik materi yang dikolaborasikan dengan metode-
metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Selain itu, perbaikan yang
dilakukan guru tersebut akan membawa dampak positif bagi peserta didik, karena
mereka akan mendapat kesempatan untuk lebih berperan aktif dalam proses
pembelajaran dan menumbuhkan rasa percaya dirinya.
Perumusan Masalah
Merujuk pada latar belakang permasalahan tersebut di atas, selanjutnya
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut ini:
1. Apakah penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran PKn?
2. Apakah penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan
hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi Nilai Kebersamaan dalam
proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara bagi siswa kelas VI
semester I SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura tahun pelajaran 2014/2015?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah pada bagian sebelumnya, selaanjutnya
dapat dikemukakan tujuan dilakukannya penelitian. Adapun tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran PKn melalui
penerapan model Value Clarification Technique.
2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi nilai
kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara bagi
siswa kelas VI semester I SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura tahun pelajaran
2014/2015 melalui penerapan model Value Clarification Technique.
4

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis
maupun secara praktis. Manfaat tersebut adalah:
1. Bagi Siswa
Perbaikan dengan menerapkan model VCT Percontohan akan membawa
peserta didik ke situasi belajar yang bervariatif sesuai karakteristik materi yang
dikolaborasikan dengan metode-metode pembelajaran yang diterapkan oleh
guru.
2. Bagi Guru
Perbaikan dimanfaatkan guru untuk memperbaiki proses pembelajaran yang
dikelolanya sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran secara optimal.
3. Bagi Sekolah
Pendidikan di sekolah akan meningkat secara kualitas maupun kuantitas
seiring dengan kemampuan profesional para pendidiknya. Selain itu,
penanggulangan berbagai masalah belajar, perbaikan terhadap konsep yang
keliru, serta kesulitan mengajar yang dialami akan segera teratasi.
LANDASAN TEORI
Pembelajaran PKn
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa, “pendidikan kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki
rasa kebangsaan dan cinta tanah air". Melalui mata pelajaran PKn siswa
diharapkan untuk mempunyai pengetahuan tentang NKRI, memiliki sikap
menghormati, menghargai dan memiliki tanggung jawab akan dirinya sendiri,
bangsa dan negara serta memiliki keterampilan untuk menjalin hubungan di dalam
negeri ataupun di luar negeri sesuai dengan nilai dan norma yang ada.
Selanjutnya, Aziz Wahab, dkk. (Cholisin, 2004: 10) mengemukakan bahwa,
“Pendidikan Kewarganegaraan ialah media pengajaran yang akan meng-
Indonesiakan para siswa secara sadar, cerdas dan penuh tanggung jawab”. Melalui
mata pelajaran PKn diharapkan siswa memiliki komitmen kuat dan konsisten
untuk mempertahankan NKRI.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah dasar yang
memberikan pengetahuan tentang nilai dan menanamkan sikap demokratis kepada
siswa, agar siswa memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta rasa
tanggung jawab untuk mempertahankan NKRI.
Ruang lingkup pembelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
5

1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan,


Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda.
Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan
negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Keterbukaan dan jaminan keadilan;
2) Norma, hukum, dan peraturan, meliputi: Tertib dalam lingkungan keluarga ,
Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-
peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional;
3) Hak asasi manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban
anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan,
penghormatan dan perlindungan HAM;
4) Kebutuhan warga negara, meliputi: Hidup gotong-royong, Harga diri sebagai
warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan
pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan
kedudukan warga negara;
5) Konstitusi Negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia,
Hubungan dasar negara dengan konstitusi;
6) Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,
Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem
politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani,
Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi;
7) Pancasila, meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi
terbuka.
8) Globalisasi, meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri
Indonesia di era globalisasi, Dampak globlalisasi, Hubungan internasional
dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.

Hasil Belajar
Menurut Tirtonagoro (2007: 43) bahwa: “Prestasi belajar adalah penilaian
hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam bentuk simbul,
angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang dicapai oleh
setiap anak dalam periode tertentu.”
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2001:70) yang dimaksud prestasi
belajar adalah “penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan
oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang
diberikan oleh guru.”
Sardiman (2010) menyatakan bahwa hasil belajar adalah adanya perubahan
tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik
perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor)
6

maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Oleh karena itu, apabila siswa
mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang
diperoleh adalah tidak hanya berupa penguasaan konsep tetapi juga keterampilan
dan sikap.
Sedangkan pengertian prestasi belajar menurut Maslow (dalam Sudjana,
2007: 22) bahwa:
Prestasi belajar suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah
kehidupan manusia karena sepanjang rentang kehidupan manusia selalu
mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing
kehadiran prestasi belajar dalam kehidupan manusia pada tingkat dan
jenis tertentu pula manusia yang berada di bangku sekolah.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, mengambarkan bahwa hasil belajar


merupakan proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas belajar yang ditunjukkan dalam
bentuk angka-angka seperti yang dapat dilihat pada nilai rapor. Hasil belajar juga
diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang ditetapkan.
Tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor-faktor termaksud akan selalu ada sepanjang proses belajar
mengajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Purwanto
(2003: 107) sebagai berikut: “a) Faktor dari luar, meliputi: lingkungan dan
instrumental; b) Faktor dari dalam, meliputi: fisiologis, psikologis, kecerdasan,
motivasi, dan kemampuan kognitif.”
Aktivitas Belajar
Aktivitas berasal dari bahasa inggris activity yang berarti kegiatan (Echols
dan Shadily, 2000: 10). Bigot mengartikan aktivitas sebagai “sifat mudah atau
sukar bertindak dengan sendirinya” (Bigot, 1990: 275). Dalam hal ini, aktivitas
diartikan suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa pada saat proses pembelajaran.
Menurut Hamalik (2008: 89-90), siswa adalah suatu organisme yang hidup.
Dalam dirinya terkandung banyak kemungkinan dan potensi yang hidup dan
sedang berkembang. Nasution (1986: 92), menyatakan bahwa dalam kegiatan
pembelajaran setiap siswa terdapat ”prinsip aktif” yakni keinginan berbuat dan
bekerja sendiri. Prinsip aktif mengendalikan tingkah lakunya. Pembelajaran perlu
mengarahkan tingkah laku menuju ke tingkat perkembangan yang diharapkan.
Potensi yang hidup perlu mendapat kesempatan berkembang ke arah tujuan
tertentu.
Untuk mencapai hasil belajar yang optimal dalam pembelajaran perlu
ditekankan adanya aktivitas siswa baik secara fisik, mental, intelektual, maupun
7

emosional. Di dalam pembelajaran, siswa dibina dan dikembangkan keaktifannya


melalui tanya jawab, berfikir kritis, diberi kesempatan untuk mendapatkan
pengalaman nyata dalam pelaksanaan praktikum, pengamatan dan diskusi juga
mempertanggungjawabkan segala hasil dari pekerjaan yang ditugaskan. Dalam
pembelajaran, menurut Bruner yang dikutip Ruseffendi (1997: 178) siswa
haruslah aktif untuk menemukan prinsip-prinsip dan mendapatkan pengalaman
untuk melakukan eksperimen, dan guru mendorong siswa untuk melakukan
aktivitasnya. Dalam teori belajarnya, Bruner sangat menyarankan keaktifan siswa
dalam proses belajar secara penuh untuk mencapai hasil yang maksimal.
Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan
untuk mengadakan perubahan dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah
laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, dan keterampilan. Pada proses belajar,
siswa tidak hanya menerima, tetapi diharapkan untuk menemukan sendiri
(Suherman, 2010: 157). Sanjaya (2007: 130) berpendapat bahwa belajar bukanlah
menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh
pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan pengertian aktivitas dan belajar di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah kegiatan atau
perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Kegiatan–kegiatan yang
dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya,
mengajukan pendapat, mengerjakan tugas–tugas, dapat menjawab pertanyaan
guru dan bisa bekerjasama dengan siswa lain, serta tanggung jawab terhadap tugas
yang diberikan.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi
yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini
akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-
masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas
yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan
keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.
Aktivitas belajar dapat dilakukan di mana saja, di lingkungan keluarga,
lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Sekolah merupakan tempat yang
dominan untuk mengambangkan aktivitas belajar siswa. Dierdrich sebagaimana
dikutip Sardiman (2010: 99-100) membuat daftar berisi beberapa macam kegiatan
siswa, yaitu: 1) Visual activities; 2) Oral activities; 3) Listening activities; 4)
Writing activities; 5) Drawing activities; 6) Motor activities; 7) Mental activities;
dan 8) Emotional activities.
8

Pembelajaran Model Value Clarification Technique (VCT)


Model pembelajaran VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat
memenuhi tujuan pancapaian pendidikan nilai. VCT berfungsi untuk: a)
mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai; b)
membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif
maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau
pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang
rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya (Sanjaya, 2008: 283).
Menurut Taniredja, dkk., (Taniredja, dkk., 2012: 87-88) model VCT
merupakan teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan
menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan
melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.
Hall (Adisusilo, 2013: 144) juga menjelaskan bahwa VCT merupakan cara atau
proses di mana pendidik membantu peserta didik menemukan sendiri nilai-nilai
yang melatarbelakangi sikap, tingkah laku, perbuatan serta pilihan-pilihan yang
dibuatnya.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa model pembelajaran VCT merupakan suatu model pembelajaran dengan
teknik yang dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam
menemukan, mencari, dan menentukan nilai-nilai yang melatarbelakangi sikap,
tingkah laku, perbuatan serta pilihan-pilihan yang dibuatnya dalam menghadapi
suatu persoalan. VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun
nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut
akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Tujuan penggunaan dari model VCT dalam pembelajaran adalah sebagai
berikut (Taniredja, dkk., 2012: 88):
1) Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai,
sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai yang
akan dicapai;
2) Menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimiliki baik tingkat
maupun sifat yang positif maupun negatif untuk selanjutnya ditanamkan ke
arah peningkatan dan pencapaian target nilai;
3) Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melaui cara yang rasional
(logis) dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan
menjadi milik siswa sebagai proses kesadaran moral bukan kewajiban moral;
dan
4) Melatih siswa dalam menerima/menilai dirinya dan posisi nilai orang lain,
menerima serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan yang
berhubungan dengan pergaulannya dan kehidupan sehari-hari
9

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model VCT


bertujuan untuk mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa, menanamkan
kesadaran siswa tentang nilai-nilai, menanamkan nilai-nilai tertentu melalui cara
yang rasional, dan melatih siswa untuk dapat mengambil keputusan terhadap suatu
persoalan. Dengan demikian, siswa mempunyai keterampilan dalam menentukan
nilai-nilai hidup yang sesuai dengan tujuan hidupnya yang akan menjadi pedoman
dalam bertingkah laku atau bersikap.
Model pembelajaran VCT analisis nilai, penerapan langkah-langkah dalam
kegiatan pembelajaran menurut Ariantha (http://putra-ariantha.blogspot.com)
adalah sebagai berikut:
1) Guru melontarkan stimulus dengan cara membaca cerita atau menampilkan
gambar, foto, atau film;
2) Memberi kesempatan beberapa saat kepada siswa untuk berpikir atau
berdialog sesama teman sehubungan dengan stimulus tadi;
3) Melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan guru, baik secara
individual, kelompok, atau klasikal;
4) Menentukan argumen dan klarifikasi pendirian (melalui pertanyaan guru dan
bersifat individual, kelompok, dan klasikal);
5) Pembahasan/pembuktian argumen. Pada fase ini sudah mulai ditanamkan
target nilai dan konsep sesuai materi pelajaran; dan
6) Penyimpulan

Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan menerapkan langkah-langkah


model pembelajaran VCT analisis nilai seperti yang dijelaskan oleh Ariantha
karena lebih mudah untuk diterapkan dan sesuai dengan pengertian tentang
analisis nilai menurut Komalasari. Dengan demikian, dalam penerapan model
pembelajaran VCT perlu memperhatikan langkah-langkah pelaksanaan tersebut.
Kerangka Pemikiran
Pembelajaran PKn di kelas VI SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura,
Kabupaten Sukoharjo pada semester I tahun pelajaran 2014/2015 membahas
mengenai Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar
Negara. Materi pokok yang dibahas dalam konsep tersebut adalah berupa: Proses
perumusan Pancasila; Persiapan Kemerdekaan Indonesia; Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia; Perumusan Dasar Negara RI; Isi
perumusan Dasar Negara; Panitia Sembilan; Anggota Panitia Sembilan; Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia; dan Rumusan Pancasila yang disahkan pada
tanggal 18 Agustus 1945.
Dalam menyampaikan materi pelajaran khususnya mata pelajaran PKn guru
kelas VI SD Negeri Negeri Wirogunan 03 Kartasura masih menggunakan metode
10

ceramah. Guru belum mengembangkan model pembelajaran yang lain. Mayoritas


siswa terlihat kurang aktif dalam proses pembelajaran PKn, hasil belajar siswa
juga masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan KKM > 68.00,
yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 66.46.
Berangkat dari kondisi tersebut, guru berupaya melakukan perbaikan
pembelajaran dengan menggunakan model Value Clarification Technique (VCT).
Melalui model tersebut siswa didorong untuk terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran. Dengan aktivitas belajar yang tinggi diharapkan hasil pembelajaran
menjadi lebih optimal.
Kerangka pemikiran tersebut dapat disajikan secara skematis ke dalam
diagram berikut ini.
Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir

 Pembelajaran  Guru  Guru sebagai


PKn dilakukan menerapkan fasilitator
dengan ceramah model VCT  Aktivitas belajar
 Pembelajaran  Pembelajaran meningkat
bersifat teacher- bersifat student-  Siswa
centered centered memperoleh
 Siswa kurang  Siswa didorong pembelajaran
aktif aktif terlibat bermakna
 Hasil belajar  Siswa belajar  Hasil belajar PKn
kurang optimal PKn dengan aktif meningkat

Gambar 1 Diagram Kerangka Pemikiran

Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa dalam pembelajaran PKn.
2. Penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi Nilai Kebersamaan dalam proses
perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara bagi siswa kelas VI semester I SD
Negeri Wirogunan 03 Kartasura tahun pelajaran 2014/2015.
11

METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Sehubungan dengan penelitian yang dilakukan adalah tentang perbaikan
kualitas pembelajaran PKn materi “Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan
Pancasila sebagai Dasar Negara” di kelas VI Semester 1 SD Negeri Wirogunan
03 Kartasura Tahun Pelajaran 2014/2015, maka penelitian dilakukan di kelas VI
Semester 1 SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura Tahun Pelajaran 2014/2015.
Penelitian dilaksanakan pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. Waktu
penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, yaitu dari minggu ke I bulan
September 2014 hingga minggu VI bulan Oktober 2014.
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian tindakan ini adalah siswa kelas VI Semester 1 SD
Negeri Wirogunan 03 Kec. Kartasura Tahun Pelajaran 2014/2015 yang
berjumlah 13 orang siswa. Alasan pemilihan subjek didasari adanya fakta bahwa
kelas tersebut mempunyai ketuntasan belajar yang rendah dalam pelajaran PKn
khususnya pada materi ”Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila
sebagai Dasar Negara”.
Prosedur Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas. Andreas Priyono (2000 : 4) menyatakan bahwa "Penelitian
tindakan keras adalah penelitian reflektif yang dilakukan pendidik sendiri dan
hasilnya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan prestasi, pengembangan
kurikulum, pengembangan sekolah, dan pengembangan keterampilan mengajar".
Kemudian Syukur (2001 : 12) menyatakan bahwa "Penelitian tindakan kelas
adalah jembatan antara teori dan praktik yang secara kolaboratif pendidik dapat
melakukan penelitian terhadap proses dan produk pembeiajaran secara reflektif di
kelas".
Prosedur penelitian tindakan ini dilakukan ke dalam empat tahapan tersebut.
Adapun siklus yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dua siklus.
Desain penelitian tindakan kelas yang dinilai akurat dalam mencapai tujuan
tersebut adalah model desain alur dari Kemmis dan Taggart (Wiriaatmadja, 2006:
65) yang memiliki ciri khas menggunakan model siklus. Setiap siklus terdiri dari
dua atau tiga tindakan pembelajaran, sedangkan setiap tindakan pembelajaran
mencakup empat tahapan kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi, dan refleksi-evaluasi.
Agar lebih jelas, model tindakan yang digunakan dalam penelitian ini dapat
digambarkan ke dalam bagan skematis sebagai berikut:
12

Perencanaan

Refleksi
Tindakan/
Observasi-evaluasi

Perbaikan Rencana

Refleksi

Tindakan/
Observasi-evaluasi

Perbaikan Rencana

Gambar 2. Bagan Model Siklus Tindakan

Tindakan Siklus I
Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan meliputi sebagai berikut: 1)
Guru melakukan identifikasi terhadap permasalahan; 2) Guru menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); 3) Guru mempersiapkan materi pembelajaran;
4) Guru menyusun skenario pembelajaran model Value Clarification Technique
(VCT); 5) Menyiapkan sarana dan prasarana pembelajaran yang mendukung
terlaksananya tindakan pembelajaran seperti tata letak meja belajar untuk belajar
interaktif, menyiapkan buku sumber rujukan yang relevan dengan materi
pembelajaran, dan lain sebagainya; 6) Menyiapkan instrumen observasi berupa
instrumen pengamatan aktivitas belajar siswa dan tes hasil belajar; 7) Guru
dengan kolaborator membahas dan mendeskripsikan secara jelas peran guru
sebagai fasilitator pembelajaran tindakan, sebagai pengamat, dan sebagai
evaluator; dan 8)Guru dengan kolaborator melaksanakan simulasi pelaksanaan
tindakan dan menguji keterlaksanaannya di lapangan
Pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran PKn dengan penerapan model Value
Clarification Technique (VCT) dilaksanakan sebagai berikut: 1) Guru
memberikan apersepsi tentang materi yang akan dijelaskan dan menjelaskan
materi konsep ”Nilai Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai
Dasar Negara”; 2) Guru memberikan kesempatan siswa bertanya; 3) Guru
membagi siswa ke dalam 2 kelompok yang masing-masing terdiri dari 7 dan 6
13

orang orang siswa; 4) Guru memberikan penugasan kelompok; 5) Siswa


mengerjakan tugas kelompok dan mendiskusikannya di dalam kelompok; dan
6)Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan
kelas;
Observasi
Kegiatan pengamatan dalam pembelajaran PKn dengan penerapan model
Value Clarification Technique (VCT) dilaksanakan sebagai berikut: 1)
Kolaborator melakukan pengamatan terhadap kinerja siswa dalam kelompok serta
kinerja guru dalam pembelajaran; dan 2) Guru dan kolaborator mempersiapkan
instrumen berupa tes untuk penugasan secara individual.
Refleksi Hasil Tindakan
Refleksi dilakukan untuk mengetahui hasil pelaksanaan pembelajaran Siklus
I. Kekurangan yang ada pada tindakan pembelajaran Siklus I dipergunakan
sebagai bahan perbaikan untuk tindakan pembelajaran Siklus II.
Tindakan Siklus II
Tahapan yang dilakukan pada tindakan pembelajaran Siklus II sama dengan
apa yang dilakukan pada tindakan pembelajaran Siklus I. Perencanaan dalam
tindakan pembelajaran Siklus II dilakukan dengan memperhatikan hasil refleksi
dari tindakan pembelajaran Siklus I.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian tindakan
ini adalah teknik tes, observasi, dan dokumen.
1. Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan/latihan soal yang digunakan dan mengukur
ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki
oleh individu/kelompok (Arikunto, 1997:29).
2. Observasi
Teknik Observasi dalam penelitian ini adalah mengamati secara langsung
dengan teliti, cermat, hati-hati terhadap fenomena dalam pembelajaran PKn
pada kelas VI Semester 1 SD Negeri Wirogunan 03 Kec. Kartasura Tahun
Pelajaran 2014/2015 melalui penerapan model Value Clarification Technique
(VCT).
3. Dokumen
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah berupa foto, data nilai hasil belajar
siswa dalam pembelajaran PKn pada kelas VI Semester 1 SD Negeri
Wirogunan 03 Kec. Kartasura Tahun Pelajaran 2014/2015 melalui penerapan
model Value Clarification Technique (VCT).
14

Teknik Analisis Data


Teknik analisis data dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif dan
sajian visual yang menggambarkan bahwa tindakan yang dilakukan dapat
menimbulkan adanya perbaikan, peningkatan, dan atau perubahan ke arah yang
lebih baik jika dibandingkan keadaan sebelumnya.
Analisis data kualitatif diperoleh melalui pengamatan berupa aktivitas siswa
selama berlangsungnya proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan PKn
materi “Proses Pemilu dan Pilkada” dengan menggunakan metode PBI. Data
diolah dengan menggunakan metode komparatif konstan seperti yang disarankan
oleh Strauss dan Glasser (Moleong, 2004: 288-289). Strauss dan Glasser
menyatakan bahwa, secara umum, proses analisis data mencakup reduksi data,
klasifikasi data, sintesis data dan diakhiri dengan pembuktian hipotesis tindakan.
Indikator Kinerja Penelitian
Indikator kinerja dalam penelitian ini mencakup indikator keberhasilan
tindakan pada aspek hasil belajar siswa. Indikator tersebut adalah sebagai berikut:
1. Siswa dianggap mencapai ketuntasan belajar apabila telah memperoleh nilai >
68.00.
2. Siswa secara klasikal dianggap mencapai ketuntasan belajar apabila nilai rata-
rata kelas > 68.00.
3. Pembelajaran dianggap berhasil apabila tingkat ketuntasan belajar siswa secara
klasiklai > 80.00%.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Aktivitas Belajar Siswa
Hipotesis tindakan yang menyatakan bahwa “Penerapan model Value
Clarification Technique dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam
pembelajaran PKn” terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan
meningkatnya aktivitas belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.
Hasil pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa pada kondisi awal
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa terlihat pasif dalam kegiatan
pembelajaran sebelum dilakukannya tindakan. Hal ini menjadi dasar dilakukannya
tindakan perbaikan pembelajaran dengan fokus meningkatkan aktivitas siswa
dalam pembelajaran.
Tindakan perbaikan yang dilakukan guru dengan menerapkan model Value
Clarification Technique (VCT) dalam pembelajaran PKn berhasil meningkatkan
aktivitas siswa dalam pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya
15

jumlah siswa dengan aktivitas belajar kategori aktif pada setiap siklus tindakan
yang dilakukan.
Data peningkatan aktivitas belajar siswa dari kondisi awal hingga tindakan
Siklus II dapat disajikan ke dalam tabel berikut ini.
Tabel 1
Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Tindakan Siklus II
Kondisi Awal Siklus I Siklus II
No. Kategori
Jml % Jml % Jml %
1. Aktif 2 15.38% 4 30.77% 7 53.85%
(Skor 27 – 36)
2. Cukup Aktif 4 30.77% 5 38.46% 4 30.77%
(Skor 17 – 26)
3. Kurang Aktif 7 53.85% 4 30.77% 2 15.38%
(Skor 9 – 16)
Jumlah 13 100.00% 13 100.00% 13 100.00%

Data peningkatan aktivitas belajar siswa dari kondisi awal hingga tindakan
Siklus II dapat disajikan ke dalam diagram berikut ini.
7 7

6 5

5 4 4 4 4

3 2 2

0
Awal Siklus I Siklus II

Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif

Gambar 3 Diagram Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa dari Kondisi Awal


hingga Tindakan Siklus II
16

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar siswa berupa faktor


yang ada dalam diri siswa (internal) dan faktor yang berasal dari luar dari siswa
(eksternal). Terkait dengan aktivitas belajar tersebut, Harmer (2005: 14)
menjelaskan bahwa aktivitas belajar berkaitan dengan mengenai adanya motivasi,
baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsik. Menurut Harmer dikatakan bahwa
“intrinsic motivation consists of learning for personal reasons as an end in itself,
whereas extrinsic motivation stems from a desire for an external reward”.
Demikian pula dalam hal pembelajaran sejarah, keberhasilan sangat ditentukan
oleh adanya motivasi intrinsik dan ekstrinsik yang ada pada diri siswa.
Dorongan yang diberikan guru dapat menciptakan keberanian dalam diri
siswa untuk berinteraksi dalam pembelajaran dan meningkatkan rasa percaya diri
siswa. Hal ini dapat mendorong adanya keinginan untuk melakukan suatu usaha
dengan melakukan latihan dalam proses belajar pada diri siswa. Dengan demikian
maka aktivitas belajar siswa semakin meningkat dalam proses pembelajaran.
Meningkatnya aktivitas belajar tersebut pada gilirannya dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa
Hasil Belajar Siswa
Hipotesis tindakan yang menyatakan bahwa “Penerapan model Value Clarification
Technique dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi Nilai
Kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara bagi siswa kelas
VI semester I SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura tahun pelajaran 2014/2015” terbukti
kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya tingkat ketuntasan belajar
siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.
Tingkat ketuntasan belajar siswa pada tahap awal sebelum dilakukannya tindakan
pembelajaran adalah sebesar 53.85%. Tingkat ketuntasan belajar siswa pada akhir
tindakan pembelajaran Siklus I mengalami peningkatan menjadi 69.23%. Tingkat
ketuntasan belajar siswa tersebut mengalami peningkatan menjadi 100.00% pada akhir
tindakan pembelajaran Siklus II.
Ditinjau dari nilai rata-rata hasil belajar, penerapan model Value Clarification
Technique (VCT) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang
dilakukan.
Nilai rata-rata hasil belajar PKn siswa kelas VI semester I SD Negeri Wirogunan 03
Kartasura, Kabupaten Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015 pada kondisi awal adalah
sebesar 66.46. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan menjadi 69.85
pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada akhir
tindakan pembelajaran Siklus II meningkat menjadi sebesar 74.00.
17

Data peningkatan tingkat ketuntasan belajar dan nilai rata-rata hasil belajar siswa
dalam pembelajaran dari tahap awal hingga akhir tindakan pembelajaran Siklus II dapat
disajikan ke dalam tabel berikut.
Tabel 2
Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa dari Kondisi Awal hingga Tindakan
Pembelajaran Siklus II

Awal Siklus I Siklus II


No. Ketuntasan
Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1. Tuntas 7 53.85 9 69.23 13 100.00


2. Blm Tuntas 6 46.15 4 30.77 0 0.00
Jumlah 13 100.00 13 100.00 13 100.00
Nilai Rata-rata 66.46 69.85 74.00

Perkembangan tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan


yang dilakukan dapat disajikan ke dalam diagram sebagai berikut.

13
14

12
9
10
7
8 6

6 4

2 0

0
Awal Siklus I Siklus II

Tuntas Belum Tuntas

Gambar 4 Diagram Data Tingkat Ketuntasan Belajar Kondisi Awal hingga Akhir
Tindakan Pembelajaran Siklus II
18

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan temuan-temuan penelitian dan analisis, maka selanjutnya dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa dalam pembelajaran PKn. Hal ini ditunjukkan dengan
meningkatnya aktivitas belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang
dilakukan. Jumlah siswa dengan aktivitas belajar kategori aktif mengalami
peningkatan dari sebesar 15.38% pada kondisi awal, meningkat menjadi
30.77% pada tindakan Siklus I, kemudian meningkat menjadi 53.85% pada
tindakan Siklus II.
2. Penerapan model Value Clarification Technique dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran PKn materi Nilai Kebersamaan dalam proses
perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara bagi siswa kelas VI semester I SD
Negeri Wirogunan 03 Kartasura tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar dan tingkat
ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus tindakan yang dilakukan.
Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada kondisi awal adalah sebesar
66.46. Nilai rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan menjadi 69.85
pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I. Nilai rata-rata hasil belajar siswa
pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II meningkat menjadi sebesar 74.00.
Tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal adalah sebesar 53.85%.
Tingkat ketuntasan belajar siswa pada akhir tindakan pembelajaran Siklus I
mengalami peningkatan menjadi 69.23%, kemudian meningkat menjadi
100.00% pada akhir tindakan pembelajaran Siklus II.
Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan saran
sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
Siswa diharapkan lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran yang
dilakukan sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
2. Bagi Guru
Guru disarankan untuk selalu berusaha meningkatkan kemampuan mereka
dalam menggunakan berbagai metode pembelajaran yang bervariatif dan
inovatif.
3. Bagi Sekolah
19

Pihak sekolah disarankan untuk mendorong para guru agar mau mencoba
menggunakan berbagai metode pembelajaran guna meningkatkan kualitas
pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan
pelatihan kepada para guru tentang metode-metode pembelajaran inovatif.

DAFTAR PUSTAKA
Adisusilo, Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT.
Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali Press.
Adisusilo, Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT.
Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali Press.
Amri, Sofan. 2013. Pengembangan & Model Pembelajaran dalam Kurikulum
2013. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: Rineka Cipta.
Dwiyatmi, Sri Harini. dkk. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Elmubarok, Zaim. 2009. Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan yang
Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai.
Bandung: Alfabeta.
Hidayat, Komarudin. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada
Media Grup.
Huda, Miftahul. 2013. Model-model pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sanjaya, Wina. 2012. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Taniredja, Tukiran. dkk. 2012. Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung:
Alfabeta.
Trianto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Winaputra, S. Udin. 2009. Pembelajaran PKn di SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Bio Data Penulis:
Nama : Sri Wijianti, S. Pd.
NIP : 19600317 198206 2 001
Jabatan : Kepala Sekolah
Unit Kerja : SD Negeri Wirogunan 03 Kartasura
UPTD Pendidikan Kecamatan Kartasura, Sukoharjo
20

Anda mungkin juga menyukai