Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah Gangguan nyeri pinggang dapat dialami oleh semua
manusia, tidak memandang umur, jenis kelamin maupun jenis genetik.
Sebagian besar dari nyeri pinggang disebabkan karena otot-otot pada
pinggang sedikit lemah, sehingga pada saat melakukan gerakan yang
kurang betul atau berada pada suatu posisi yang cukup lama ataupun
kesalahan posisi pada saat mengangkat beban, hal ini dapat menimbulkan
peregangan yang ditandai dengan rasa sakit.
Sekitar 70% - 80% populasi di dunia mengalami nyeri pinggang
pada suatu waktu selama masa kehidupannya, dan diantaranya terdapat
subkelompok pasien yang mengalami nyeri pinggang sekaligus nyeri
sciatic. Salah satu diagnosis yang dapat ditegakkan berdasarkan evaluasi
pada pasien sciatica adalah sindrome piriformis.
Piriformis syndrome adalah gangguan neuromuskular yang terjadi
karena saraf sciatica (nervus ischiadicus) terkompresi atau teriritasi oleh
otot piriformis sehingga menimbulkan nyeri, kesemutan, dan mati rasa
pada area bokong sampai perjalanan saraf sciatica. Sekitar 15% dari
populasi kasus sciatica (ischialgia) adalah sindroma piriformis.
Problematik yang termasuk functional limitation adalah pasien
mengalami keterbatasan pada aktivitas sehari – hari saat duduk lama,
berjalan, pasien mengalami kesulitan saat aktifitas buang air besar dengan
kondisi toilet jongkok. Problematika yang termasuk participation
restriction adalah pasien merasa terganggu saat mengendarai kendaraan
bermotor.

1
BAB 2
STATUS PASIEN

2.1 Data Pasien


• Nama : Melva Napitupulu
• MR : 623374
• Umur : 37 tahun
• JK : perempuan
• Alamat : medan
• No HP : 081377113293
• Jaminan : BPJS

2.2 Anamnesis
• Keluhan Utama : Nyeri pada daerah bokong kanan
Hal ini dialami os sejak 1,5 bulan yang lalu dan memberat dalam 1 minggu
ini. Awalnya os mengalami kecelakaan 5 tahun yang lalu, mekanisme trauma
tidak jelas. Pada saat itu os tidak mempunyai keluhan yang mengganggu
aktifitas. Kemudian 1,5 bulan yang lalu pada saat os sedang beraktifitas
(menyapu) tiba-tiba os mengeluh kesakitan di daerah bokong, pinggang dan
kaki kanan. Nyeri dirasakan menjalar dari pinggang, bokong dan paha. BAB
dan BAK tidak ada keluhan.
• RPT : KLL sepeda motor
• RPO : Riwayat fisioterapi di RS luar, dengan konsumsi obat yang tidak
jelas

2.3 Pemeriksaan Fisik Di Poliklinik


• Respirasi : airway clear RR : 16 x/menit SD vesikular +/+ ST -/- SpO2 : 99 %
• Kardiovaskular : akral H/M/K , TD : 120/90 mmHg, Nadi : 88x/i, T : 36,6 C
• Neurovaskular : sensorium compos mentis
• Gastrointestinal : Abdomen soepel, peristatik (+) normal
• Genitourinari : UOP (+) normal tidak terpasang kateter
• Muskuloskeletal : oedema (-), fraktur (-)

2
• P = Saat bergerak
• Q = Berdenyut-denyut
• R = Bokong bagian kiri
• S = VAS 7-8
• T = Terus-menerus

2.4 Laboratorium
• Hb : 13,7 g/dL
• Ht : 40 %
• Leukosit : 6.630
• Trombosit : 345.000
• Kolesterol total : 205 mg/dl
• Trigliserida : 102 mg/dl
• HDL : 47 mg/dl
• LDL : 123 mg/dl
• Ureum : 13,8 mg/dl
• Kreatinin : 0,64 mg/dl
• Asam urat : 3,7 mg/dl

2.5 Diagnosa
Sindroma Piriformis

2.6 Penatalaksanaan/ Intervensi


 Piriformis Block
 Pregabalin 2x75 mg p.o
 Amitriptilin 1x 20 mg p.o

3
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Nyeri
3.1.1 Definisi
Nyeri adalah rasa indrawi dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata atau berpotensi rusak
atau tergambarkan seperti adanya kerusakan jaringan.

3.1.2 Pembagian Nyeri


a. Durasi
• Nyeri akut
Nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan
yang temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
• Nyeri kronik
Nyeri yang bertahan untuk periode waktu yg lama (3-6 bulan). Nyeri
kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses
penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebabnya yang
pasti.
b. Patofisiologi
• Nyeri nosiseptif
Nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik dan
suhu yang menyebabkan aktivasi maupun sensitisasi pada nosiseptor
perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Contoh
: nyeri pasca bedah
• Nyeri neuropatik
Nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan jaringan saraf pada saraf
perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen
sentral dan perifer dan biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan
menusuk. Contoh : Nyeri pasca herpes
• Nyeri psikogenik

4
Nyeri yang dirasakan secara fisik yang timbulnya, derajat beratnya, dan
lama berlangsungnya dipengaruhi oleh faktor mental, emosi, dan
perilaku. Contoh : Nyeri psikosomatik
c. Lokasi
• Somatik
Adalah nyeri yang dipicu oleh adanya kerusakan jaringan yang terjadi
pada bagian permukaan tubuh(soma), meliputi kulit dan
jaringan muskulo-skeletal. Deep somatic, yaitu : otot
sendi,ligamentum,dan tulang, kualitas nyerinya tajam dengan lokalisasi
berbatas tegas
• Viseral
Adalah nyeri yang berasal dari organ dalam seperti abdomen, nyeri
berasal dari organ dalam, biasanya akibat distensi organ berongga,
misal usus, kandung empedu, pancreas, jantung.

3.1.3 Fisiologi Nyeri


Fisiologi Nyeri Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel
yaitu nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral,
eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara
stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses
tersendiri : tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen
menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif.
Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-
delta, dan C. Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non
noksius dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut
ini adalah A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi,
merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal
tanpa adanya mediator inflamasi.

5
Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu
dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak.
Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik
dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan
selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron spinal.
Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related
neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan
mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu,
kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga
mempunyai jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area
otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju
medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau
bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.
Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi
merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek
psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh
yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan
sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya
terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut

6
juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin
dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen.

3.1.4 Jalur Nyeri di Sistem Syaraf Pusat


Jalur Asenden Serabut saraf C dan A delta halus, yang masing-masing
membawa nyeri akut tajam dan kronik lambat, bersinap disubstansia gelatinosa
kornu dorsalis, memotong medula spinalis dan naik ke otak di cabang
neospinotalamikus atau cabang paleospinotalamikus traktus spino talamikus
anterolateralis. Traktus neospinotalamikus yang terutama diaktifkan oleh aferen
perifer A delta, bersinap di nukleus ventropostero lateralis (VPN) talamus dan
melanjutkan diri secara langsung ke kortek somato sensorik girus pasca sentralis,
tempat nyeri dipersepsikan sebagai sensasi yang tajam dan berbatas tegas. Cabang
paleospinotalamikus, yang terutama diaktifkan oleh aferen perifer serabt saraf C
adalah suatu jalur difus yang mengirim kolateral-kolateral ke formatio retikularis
batang otak dan struktur lain. Serat-serat ini mempengaruhi hipotalamus dan
sistem limbik serta kortek serebri.
Jalur Desenden Salah satu jalur desenden yang telah di identifikasi adalah
mencakup 3 komponen yaitu : a. Bagian pertama adalah substansia grisea
periaquaductus (PAG ) dan substansia grisea periventrikel mesenssefalon dan
pons bagian atas yang mengelilingi aquaductus Sylvius. b. Neuron-neuron di
daerah satu mengirim impuls ke nukleus ravemaknus (NRM) yang terletak di
pons bagian bawah dan medula oblongata bagian atas dan nukleus retikularis
paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis. c. Impuls ditransmisikan ke bawah
menuju kolumna dorsalis medula spinalis ke suatu komplek inhibitorik nyeri yang
terletak di kornu dorsalis medula spinalis.

7
3.2 Sindrom Piriformis
3.2.1 Definisi
Sindrom piriformis adalah kondisi muskuloskeletal yang nyeri menyerupai
sciatica sekunder akibat terperangkapnya saraf sciatic pada otot piriformis pada
notisi skiatika yang lebih besar. Ini bertanggung jawab atas 6% kasus nyeri
punggung bawah dan sering tidak dikenali atau salah didiagnosis dalam diagnosa
klinis yang mirip dengan lumbar radiculopathy, sacroilitis, trosanteric bursitis,
intervertebral discitis. Pertama kali dijelaskan pada tahun 1928 oleh Yeoman
ketika mempelajari penyebab nyeri punggung bawah. Robinson pada 1947
memperkenalkan istilah "piriformis syndrome" dan menerapkannya ke linu
panggul karena otot abnormal yang disebabkan karena traumatis pada awalnya.
Ini biasanya terjadi karena kelainan pada otot piriformis seperti hipertrofi,
peradangan dan variasi anatomi seperti otot piriformis aksesori atau tendon yang
mengakibatkan iritasi dan jebakan saraf skiatik. Predisposing faktor termasuk
trauma, contohnya pada orang yang olahraga berlebihan, perbedaan panjang kaki
(perubahan biomekanik menyebabkan peregangan dan pemendekan otot
piriformis), cerebral palsy dan foramen sciatic yang menyempit. Sindrom

8
Piriformis telah disebut sciatica saku belakang atau sciatica dompet karena
menyimpan dompet di saku belakang celana panjang atau celana jeans dikatakan
dapat menjadi faktor predisposisi. Diagnosis sindrom piriformis dibuat oleh fitur
klinis, elektromiografi dan kecepatan konduksi saraf, computed tomography,
magnetic resonance imaging, dan pemindaian tulang. Manajemen sindrom
piriformis mencakup intervensi nonsurgical dan bedah. Penatalaksanaan non-
bedah meliputi- obat antiinflamasi nonsteroid, terapi fisik, USG, koreksi kelainan
biomekanik, modifikasi gaya hidup, 18 anestesi lokal dan / atau injeksi steroid ke
dalam otot piriformis. Manajemen bedah meliputi-bedah pelepasan otot piriformis
dan dekompresi saraf skiatik.

3.2.2 Epidemiologi
Sindrom piriformis paling sering muncul pada dekade keempat hingga
kelima kehidupan, lebih umum pada wanita dengan rasio jenis kelamin wanita
lebih banyak dari pria. Dilaporkan bahwa setidaknya 6% dari pasien yang yang
didiagnosis memiliki nyeri punggung bawah sebenarnya memiliki sindrom
piriformis.

3.2.3 Anatomi
Otot piriformis berasal dari permukaan anterior sakrum, pada vertebra S2
hingga S4, margin atas dari takik skiatika yang lebih besar, area yang berdekatan
pada sendi sakroiliaka, dan sakrotuberous. Piriformis dimasukkan ke dalam aspek
medial superior trokanter femur yang lebih besar melalui tendon bundar, yang
pada beberapa individu digabung dengan tendon otot obturator internus dan otot
gemili. Otot Piriformis dipasok oleh S1 dan S2 segmentasi sesekali oleh segmen
L5. Piriformis bertindak sebagai rotator eksternal, fleksor lemah, dan abduktor
lemah sendi pinggul. Untuk memahami sindrom piriformis, pengetahuan yang
benar tentang hubungan antara penderita skiatika otot saraf dan piriformis
diperlukan. Saraf sciatic adalah saraf yang paling tebal di dalam tubuh dan
menginervasi kompartemen posterior paha dan semua kompartemen kaki dan kaki
bagian bawah. Saraf sciatic muncul dari pleksus lumbosakral yang mengandung
serat dari saraf L4 ke S1. Saraf sciatic keluar dari foramen sciatic yang lebih besar

9
jauh di sepanjang permukaan inferior otot piriformis pada 96% populasi. Saraf
sciatic dapat melewati sepenuhnya melalui perut otot, atau saraf dapat pecah
dengan satu cabang (biasanya satu bagian peroneum) menusuk otot dan cabang
lainnya (biasanya bagian tibialis) berjalan secara inferior atau superior di
sepanjang otot. Jarang saraf skiatika keluar dari foramen skiatika yang lebih besar
di sepanjang permukaan superior otot piriformis. Jarang mungkin terdapat otot
piriformis asesoris dengan serabut otot asesoris yang melintasi anterior ke
foramen sakral dan saraf sakral. Pembagian saraf tibialis dari saraf skiatik lebih
jarang terjadi daripada pembelahan peroneal, karena pembentuk terletak lebih
medial di dalam.

3.2.4 Etiologi
Sindrom piriformis sekunder yang lebih umum daripada primer (15%
kasus). Sindrom piriformis primer memiliki latar belakang anatomi seperti otot
piriformis yang, saraf skiatik yang terbelah, atau jalur saraf skiatik anomali.
Sindrom piriformis sekunder terjadi sebagai akibat dari penyebab pencetus
termasuk trauma, perbedaan panjang kaki, cerebral palsy dan foramen sciatic yang
menyempit. Macrotrauma ke bokong, menyebabkan radang pada jaringan lunak,
kejang otot , atau keduanya menyebabkan kompresi saraf. Microtrauma dapat
terjadi akibat terlalu seringnya otot piriformis seperti berjalan jarak jauh atau
berlari, olahraga berlebihan. Ini mungkin karena tekanan langsung karena
menyimpan dompet di saku belakang celana atau jeans. Perbedaan panjang kaki
mengubah biomekanik yang menyebabkan peregangan dan pemendekan otot
piriformis.

3.2.5 Tanda Klinis


Presentasi yang paling umum adalah meningkatnya rasa sakit di bokong
terutama pada perlekatan otot piriformis atau bagian bawah punggung ketika naik
setelah duduk atau berjongkok lebih dari 15 hingga 20 menit. Nyeri membaik
dengan ambulasi & memburuk tanpa gerakan tetapi tidak lega sepenuhnya pada
perubahan posisi. Rasa sakit dan atau paresthesia memancar dari sakrum melalui
daerah gluteal dan aspek posterior paha bawah, biasanya membungkuk di atas

10
lutut. Pasien mungkin mengeluh kesulitan dalam berjalan dan nyeri dengan rotasi
internal kaki ipsilateral, seperti terjadi selama duduk bersila atau ambulasi.
Mungkin ada pangkal paha atau nyeri panggul. Wanita kadang-kadang mengeluh
dispareunia. Pasien dapat datang dengan nyeri serviks, dada dan lumbar serta
gejala gastrointestinal dan sakit kepala karena mekanisme kompensasi atau
fasilitatif. Pada pemeriksaan daerah sendi sacroiliac, takik skiatika yang lebih
besar dan otot piriformis mungkin lunak. Mungkin ada massa yang teraba di
bokong atau atrofi gluteal (dalam kasus kronis) . Anggota gerak yang terkena
terletak pada rotasi eksternal dengan penurunan rotasi internal sendi pinggul
ipsilateral . Kelemahan asimetris anggota tubuh dapat terjadi.

3.2.6 Tes Diagnostik


Ada beberapa tes klinis tetapi tidak ada tes tunggal yang spesifik untuk sindrom
piriformis :
a. Piriformis sign-In posisi terlentang ketika pasien rileks kaki ipsilateral
diputar secara eksternal dan upaya aktif untuk membawa kaki di garis
tengah menyebabkan rasa sakit, tanda piriformis positif.
b. Tanda Lasegue - Pasien dalam posisi telentang melenturkan pinggul dan
lutut hingga 90 derajat, kemudian menjaga pinggul tertekuk
memperpanjang lutut, jika pasien memiliki nyeri paha posterior, tes
lasegue positif.
c. Tanda Freiberg-Nyeri dialami selama rotasi internal pasif sendi panggul.
d. Tanda Pace - yang diungkap dengan uji FAIR (fleksi, adduksi, dan rotasi
internal), melibatkan rekreasi gejala skiatik. Uji FAIR dilakukan dengan
pasien dalam posisi telentang lateral, dengan sisi yang terkena menghadap
ke atas, pinggul tertekuk ke sudut 60 derajat, dan lutut tertekuk ke sudut
60 derajat hingga 90 derajat. Sambil menstabilkan pinggul, pemeriksa
internal memutar dan menambah pinggul dengan memberikan tekanan ke
bawah pada lutut. Atau, tes FAIR dapat dilakukan dengan pasien
terlentang atau duduk, lutut dan pinggul tertekuk, dan pinggul diputar
secara medial, sementara pasien menolak pemeriksa mencoba untuk

11
memutar dan menculik pinggul secara eksternal. Hasil tes FAIR positif
jika gejala sciatic diciptakan kembali.
e. Tes Beatty - Dalam tes ini, pasien berbaring miring, mengangkat dan
menahan lutut superior sekitar 4 inci dari meja pemeriksaan. Jika gejala
linu panggul diciptakan kembali, hasil tes positif.

3.2.7 Pemeriksaan
a. Elektromiografi (EMG) dan Kecepatan konduksi saraf (NCV) - EMG
mungkin bermanfaat dalam membedakan sindrom piriformis dari herniasi
intervertebralis. Pelampiasan saraf interspinal akan menyebabkan kelainan
EMG otot proksimal otot piriformis. Pada pasien dengan sindrom
piriformis, hasil EMG akan normal untuk otot proksimal otot piriformis
dan abnormal untuk otot yang distal. Studi NCV mungkin menunjukkan
gelombang F yang tertunda dan refleks H
b. Radiografi - Studi radiografi memiliki aplikasi terbatas pada diagnosis
sindrom piriformis. Meskipun pencitraan resonansi magnetik dan computed
tomography dapat mengungkapkan pembesaran otot piriformis, teknologi
pencitraan ini paling berguna dalam pengaturan ini ketika menyingkirkan
disk dan kondisi patologis tulang belakang.

3.2.8 Diagnosis Banding


Sindrom piriformis dapat menyerupai kondisi lainnya. Atau, itu mungkin
kondisi komorbiditas. Diagnosis banding dari sindrom piriformis mencakup
semua penyebab lain dari nyeri punggung bawah dan linu panggul seperti stenosis
tulang belakang, sindrom faset, disfungsi sendi sakroiliaka, bursitis trokanterika,
tumor panggul, endometriosis, dan berbagai kondisi yang mengiritasi saraf
skiatika. Riwayat lengkap dan penilaian fisik pasien sangat penting untuk
diagnosis yang akurat. Anamnesis harus mencakup trauma pada bokong dan
adanya perubahan usus dan kandung kemih. Penilaian fisik juga harus mencakup
pemeriksaan sistem muskuloskeletal dengan perhatian khusus pada tulang
belakang lumbar, panggul, dan sakrum, serta setiap panjang kaki. disparitas,
sistem saraf dan tes diagnostik yang disebutkan sebelumnya. Singkirkan

12
radikulopati lumbosakral, penyakit diskus degeneratif, fraktur kompresi, dan
stenosis spinal. Radikulopati biasanya disertai dengan kelemahan dan atrofi otot
proksimal dan distal. Sebaliknya, pasien dengan sindrom piriformis biasanya
menunjukkan kelemahan dan atrofi hanya pada otot distal. Sacroiliitis, disfungsi
sendi sacroiliac lainnya, dan disfungsi somatik dari sakrum dan inominate harus
dipertimbangkan sebagai kemungkinan penyebab atau efek sindrom piriformis.
Perbedaan panjang kaki memerlukan penyelidikan untuk membedakan antara
penyebab fisiologis atau anatomi. Penyakit pinggul, termasuk artritis dan radang
kandung lendir trokanterika, serta patah tulang, harus dipertimbangkan secara
diferensial diagnosa. Computed tomography, magnetic resonance imaging, dan
teknologi ultrasound dapat digunakan untuk menyingkirkan nyeri yang dirujuk
dari penyebab gastrointestinal atau panggul, seperti kanker usus besar,
endometriosis, dan sistitis interstitial.

3.2.9 Pencegahan
Pencegahan trauma berulang (yaitu, mikrotrauma) efektif dalam
mengurangi risiko pasien sindrom piriformis. Koreksi defisiensi biomekanik dan
adaptasi fungsional terhadap defisiensi tersebut dapat mengurangi kejadian
sindrom piriformis.

3.2.10 Pengobatan dan Injeksi


Pengobatan konservatif dini adalah pengobatan yang paling efektif, pada
pasien dengan piriformis dengan penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID), pelemas otot, es, dan istirahat. Peregangan otot piriformis dan
penguatan otot abduktor dan adduktor juga membantu dalam perawatan pasien
dengan sindrom piriformis. Pendekatan konservatif dapat menggabungkan
peregangan otot, teknik semprot dan peregangan Gebauer, dan jaringan lunak ,
myofascial, energi otot, dan teknik dorong untuk mengatasi semua disfungsi
somatik pada pasien dengan sindrom piriformis.
Jika pasien tidak merespon secara memadai terhadap pengobatan di atas,
maka akupunktur dan injeksi titik pemicu dengan lidocaine hidroklorida, steroid,
atau toksin botulinum tipe A (BTX-A) mungkin dipertimbangkan. Jika semua

13
perawatan farmakologis dan obat gagal, pilihan pengobatan terakhir adalah
dekompresi bedah. Pengobatan farmakologis : Obat antiinflamasi nonsteroid dan
asetaminofen telah dianggap sebagai obat dari pilihan dalam pengelolaan banyak
kondisi yang bermanifestasi sebagai nyeri punggung bawah, termasuk sindrom
piriformis. Pasien yang menggunakan NSAID, dibandingkan dengan mereka yang
menggunakan plasebo, melaporkan pengurangan gejala secara global setelah 1
minggu perawatan. Relaksan otot juga sering diresepkan untuk pasien dengan
sindrom piriformis. Pasien yang menggunakan pelemas otot hampir lima kali
lebih mungkin melaporkan peningkatan gejala pada hari ke 14, dibandingkan
dengan pasien yang diberi plasebo. Kekeringan mulut, kantuk, dan pusing adalah
efek samping umum dari pelemas otot.
Beberapa pasien dengan nyeri kronis diuntungkan dari analgesik
narkotika. Narkotika dapat membantu dalam mengendalikan episode nyeri parah
atau melemahkan, tetapi mereka harus dianggap sebagai penghilang rasa sakit
jangka pendek. Konstipasi, gangguan pencernaan, dan sedasi adalah efek samping
yang umum dari narkotika. Potensi kecanduan harus selalu dipertimbangkan
ketika menangani dengan narkotika. Steroid perisciatic atau suntikan anestesi
lokal di lokasi kompresi saraf terbukti mengurangi pembengkakan saraf yang
dapat menghasilkan efek anti-inflamasi, mengurangi pelepasan ektopik dan
memfasilitasi pemulihan konduksi saraf setelah cedera saraf. Meskipun bukti
untuk kemanjuran steroid dalam kasus nyeri muskuloskeletal kronis tidak dapat
disimpulkan, suntikan steroid telah terbukti membantu dalam pengobatan pasien
yang dipilih dengan hati-hati. Suntikan perisciatic dapat diberikan di bawah
fluoroskopi, USG atau pedoman CT tetapi prosedur tradisional terdiri dari injeksi
buta. ke area nyeri maksimal. Arteri glutealis inferior yang digunakan sebagai
tengara mudah diidentifikasi dengan kekuatan warna Doppler; kita juga bisa
mengarahkan jarum ke pinggiran saraf siatik dan mengendalikan gerak jarum
sepanjang waktu.
Injeksi toksin Botulinum lokal pada otot piriformis diikuti oleh fisioterapi
adalah pengobatan yang efektif. Botox-A 100U-200U diberikan secara lokal.
Infeksi adalah komplikasi paling umum dari pengobatan invasif ini.
Kontraindikasi terhadap terapi Botox-A termasuk resistensi atau antibodi yang

14
diketahui dan penggunaan bersamaan antibiotik aminoglikosida. Pengobatan
manipulatif: Tujuan pengobatan manipulatif sindrom piriformis adalah untuk
mengembalikan rentang gerak normal dan mengurangi rasa sakit. Tujuan-tujuan
ini dapat dicapai dengan mengurangi kejang piriformis. Dua teknik manipulatif
tidak langsung yang paling sering dilaporkan untuk penatalaksanaan sindrom
piriformis adalah counter strain dan pelepasan posisi yang difasilitasi. Kedua
teknik ini melibatkan prinsip untuk menghilangkan sebanyak mungkin ketegangan
dari otot piriformis. Teknik manipulatif langsung dapat dilakukan dengan
menggunakan metode aktif atau pasif. Teknik manipulatif langsung yang paling
berguna dalam mengobati pasien dengan sindrom piriformis termasuk energi otot,
artikulasi, Still, dan kecepatan tinggi / amplitudo rendah.
Fisioterapi : Pasien dengan sindrom piriformis dirawat dengan fisioterapi
yang melibatkan berbagai latihan gerak dan teknik peregangan. Tujuan fisioterapi
adalah menghilangkan gejala melalui program sistematis yang dirancang untuk
meningkatkan jangkauan gerak kelompok otot dan sendi di sekitarnya, serta untuk
meningkatkan kekuatan pendukung kelompok otot ini. Secara khusus, penguatan
otot adduktor pinggul telah terbukti bermanfaat bagi pasien dengan sindrom
piriformis. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa manfaat tambahan dapat
diperoleh dari modalitas fisioterapi, seperti terapi panas, terapi dingin, injeksi
toksin botulinum , dan USG. Terapi panas atau dingin biasanya paling efektif
diterapkan sebelum fisioterapi atau sesi terapi di rumah karena dapat mengurangi
ketidaknyamanan terkait dengan perawatan langsung yang diterapkan pada otot
piriformis yang teriritasi atau tegang. Suntikan botulinum toksin, ketika
digunakan sebagai tambahan untuk terapi fisik, telah terbukti menghasilkan lebih
banyak penghilang rasa sakit daripada lidocaine dengan steroid atau placebo.
Iontophoresis, penggunaan arus listrik untuk mengangkut obat yang dilarutkan ke
seluruh kulit, dan sonophoresis, penggunaan energi ultrasonik untuk
menggerakkan transportasi kulit dari molekul obat, keduanya telah diadvokasi
sebagai tambahan untuk terapi fisik meskipun tidak ada yang telah dipelajari
secara luas dalam perawatan pasien dengan sindrom piriformis.

15
Teknik injeksi Jarum dimasukkan dari medial ke lateral menggunakan
teknik in-plane. Karena anomali anatomi penderita linu panggul di dalam dan di
bawah PM, seorang praktisi dengan pengalaman terbatas dengan injeksi yang
dipandu ultrasound disarankan untuk melakukan pemasangan jarum dengan
stimulator saraf untuk mencegah injeksi yang tidak disengaja di sekitar
lingkungan penderita linu panggul. Arus stimulasi biasanya diatur pada 1 mA.
Jarum spinal 3,5 in 22G atau jarum insulasi 80 mm biasanya cukup, tetapi
jarum yang lebih panjang diperlukan untuk pasien dengan indeks massa tubuh
yang tinggi. Sejumlah kecil normalsaline (0,5mL) disuntikkan untuk
mengkonfirmasi lokasi intramuskular jarum (hidrolokasi). Biasanya memilih
volume kecil (1-1,5 mL) injeksi, apakah itu toksin botulinum atau campuran
anestesi lokal dengan steroid. Solusi injeksi Pencampuran larutan anestesi lokal
dengan 20-40 mg kortikosteroid kerja bersama (misalnya, metilpred-nisolon kerja
panjang) juga disarankan. Pengalaman menunjukkan bahwa anestesi lokal kerja
panjang tidak memberikan keuntungan substansial dibandingkan agen kerja
pendek.

3.2.11 Bedah
Sebagai upaya terakhir, pembedahan kadang-kadang digunakan dalam
kasus-kasus tertentu yang gagal diselesaikan dengan penggunaan tindakan
pengobatan lain. Tujuan operasi dalam kasus ini adalah untuk mengurangi
ketegangan di mana otot piriformis dapat ditempatkan, serta untuk
mengeksplorasi takik skiatika untuk memastikan bahwa tidak ada pita fibrosa atau
konstriksi yang menekan saraf skiatik. Dalam posisi tengkurap menggunakan
sayatan Kocher-langenbeck, otot piriformis adalah dicapai melalui serat gluteus
maximus dan dibelah setelah diseksi saraf dan neurolisis saraf skiatika.

16
BAB 4
KESIMPULAN

1. Ada kurangnya pengetahuan tentang sindrom piriformis dari kita.


Peningkatan pengetahuan tentang sindrom piriformis diperlukan untuk
perawatan yang optimal.
2. Diperlukan penelitian dan studi lebih lanjut dengan memfokuskan
faktor epidemiologis, faktor risiko, dan pengobatan yang optimal pada
pasien sindrom piriformis, namun, ada kekurangan penelitian yang
jelas.
3. Sindrom piriformis adalah kondisi kompleks yang sering tidak
dipertimbangkan dalam diagnosis banding hip kronis dan nyeri
punggung bawah. Terlepas dari asal fisiopatologis gangguan kompleks
(otot atau saraf), gejala, tanda dan pencitraan harus dikombinasikan
untuk mengkonfirmasi diagnosis.
4. Studi radiografi dan tes neuroelektrik juga digunakan untuk
mempersempit diagnosis banding ke arah sindrom piriformis dengan
mengesampingkan kondisi patologis lainnya.
5. Terapi nonfarmakologis dapat digunakan sendiri atau bersama dengan
perawatan farmakologis dalam pengelolaan sindrom piriformis dalam
upaya untuk menghindari intervensi bedah.

17
REFERENSI

1. Buku Ajar Nyeri. Sekertariat: Departemen Anestesiologi dan Terapi


Intensif RSUP Dr. Sardjito Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.
2017.
2. Sureshan Sivananthan, Eugene Sherry, Patrick Warnke, Mark D
Miller. Mercer’s Textbook of Orthopaedics and Trauma.10th Ed. Edward
Arnold (Publishers) Ltd. 2012.
3. DiGiovanna EL, Schiowitz S, Dowling DJ, eds. An Osteopathic
Approach to Diagnosis and Treatment. 3rd ed. Philadelphia, Pa:
Lippincott Williams & Wilkins; 2005.
4. Pace JB, Nagle D. Piriformis syndrome. West J Med. 1976; 124:435-439.
5. Papadopoulos EC, Khan SN. Piriformis syndrome and low back pain: a
new classification and review of the literature. Orthop Clin North Am.
2004; 35: 65-71.
6. Hallin RP. Sciatic pain and the piriformis muscle. Postgrad Med. 1983; 74:
69-72.
7. Yeoman W. The relation of arthritis of the sacro-iliac joint to sciatica,
with an analysis of 100 cases. Lancet 1928, 2:1119-1122.
8. Robinson D. Piriformis syndrome in relation to sciatic pain. Am J Surg
1947, 73:356-358.
9. Benzon HT, Katz JA, Benzon HA, Iqbal MS. Piriformis Syndrome:
anatomic considerations, a new injection technique, and a review of the
literature. Anesthesiology 2003;98:1442–8

18

Anda mungkin juga menyukai