Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan magang yang berjudul “Teknik Budidaya Rotifera
(Brachionus plicatillis) Skala Massal Sebagai Pakan Alami Bagi Larva Ikan Di
Balai Perikanan Budidaya Laut Batam”.
Kegiatan magang yang telah selesai penulis lakukan merupakan salah satu
kewajiban yang harus dilaksanakan bagi setiap mahasiswa/i Politeknik Indonesia
Venezuela. Shalawat dan salam selalu kita curahkan kepangkuan Nabi besar
Muhammad S.a.w yang telah membawa kita dari zaman kebodohan hingga zaman
yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Dalam penyusunan laporan magang ini, banyak hambatan yang penulis
hadapi. Namun, penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan laporan ini
adalah berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin menyampaikan banyak terimakasih kepada:
1. Teristimewa kepada Ayahanda dan Ibu tercinta yang telah memberikan
dukungan yang tidak henti - hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan ini.
2. Ibu Dini Islama,S.Kel.,M.Si selaku dosen pembimbing telah banyak
memberikan arahan - arahan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan
magang ini
3. Bapak Tutut Aji Kumoro,Amd. selaku pembimbing lapangan di Balai
Perikanan Budidaya Laut Batam Provinsi Riau yang telah memberikan
bimbingan nasehat dan arahan selama mengikuti magang.
4. Ibu Nurhatijah, S.Pi., M.Si selaku Ketua Program Studi Teknologi Produksi
Benih dan Pakan Ikan yang telah membimbing dan memberikan masukan
untuk perbaikan laporan magang ini.
i
5. Prof. Dr. Amhar Abubakar, M.S selaku direktur Politeknik Indonesia
Venezuela (POLIVEN).
6. Sahabat dan Kawan Seperjuangan, Khususnya kepada leting 2016 yang telah
memberikan motivasi tersendiri bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga saran dan kritikan yang sifatnya membangun dari semua
pihak sangat diharapakan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dibuat
agar dapat bermanfaat bagi kita semua.
Muzanni Azra
16103031000078
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................ i
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Tujuan ........................................................................................ 3
1.3. Manfaat ...................................................................................... 3
III. METODELOGI
iii
3.4.1. persiapan ............................................................................ 18
3.4.2. Pengisian alga..................................................................... 19
3.4.3. Penebaran Bibit .................................................................. 20
3.4.4. Pengolaan Kualitas Air ...................................................... 21
3.4.5. Pakan tambahan ................................................................. 21
3.4.6. Panen .................................................................................. 22
3.4.7. Sampling ............................................................................ 22
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Standar mutu air laut untuk Budidaya Zooplankton ............................ 13
2. Kandungan Nutrisi Mikroalga .............................................................. 14
3. Alat dan Bahan ...................................................................................... 19
3. Jumlah pegawai BPBL .......................................................................... 29
4. Sarana dan Prasarana............................................................................. 30
5. Pengukuran Kualitas air ........................................................................ 36
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Brachionus plicatillis ........................................................................... 4
2. Morfologi Brachionus plicatillis ........................................................... 5
3. Pengisian Alga ...................................................................................... 20
4. Penebaran Bibit ..................................................................................... 20
5. Penebaran Ragi...................................................................................... 21
6. Pemanenan ........................................................................................... 22
7. Menghitung Kepadatan Rotifera ........................................................... 23
8. Strukrur Organisasi BPBL Batam ......................................................... 28
9. Skala penyedian Air Laut ...................................................................... 32
10. Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Rotifera ...................................... 35
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta Lokasi BPBL Batam KEPRI 42
2. Bahan dan Alat yang digunakan 43
3. Pengukuran Kualitas Air 44
4. Perhitungan kepadatan Rotifera 45
5. Penyediaan Air laut 46
6. Sertifikat Magang 47
vii
I. PENDAHULUAN
bidang sektor perikanan yaitu dengan pengembangan budidaya ikan air tawar, payau,
Kegiatan budidaya laut harus seimbang antara benih dan tingkat produksi
dari segi jumlah, mutu dan berkesinambungan. Benih yang berkualitas adalah benih
yang memiliki pertumbuhan yang cepat dan sehat. Upaya untuk memperoleh benih
yang berkualitas dilakukan melalui pengadaan pakan yang tepat, baik dari segi
dihadapi adalah tingginya tingkat kematian dari larva ikan. Hal ini disebabkan karena
kekurangan makanan pada saat kritis, yaitu masa pergantian dari makanan kuning
telur ke makanan lainnya. Untuk mengatasi tingginya tingkat kematian ikan pada
stadia larva ini perlu disediakan makanan yang sesuai bagi larva ikan (Haris, 1983).
Jenis pakan yang dapat diberikan pada ikan berupa pakan yang alami dan
pakan buatan. Ketersediaan pakan alami merupakan faktor penting dalam budidaya
ikan, terutama pada usaha pembenihan dan usaha budidaya ikan hias serta ikan
1
konsumsi. Selain itu pakan alami sumber makanan ikan dapat dilihat dari nutrisinya
budidaya ikan. Pemberian pakan dengan kualitas yang baik serta dalam jumlah yang
cukup akan meningkatkan daya tahan benih ikan. Pakan dalam kegiatan budidaya
digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan
alami dapat dijadikan sebagai alternatif guna memenuhi kebutuhan pakan benih ikan.
Hal tersebut disebabkan karena pakan alami memililki kandungan nutrisi tinggi dan
Menurut mujiman (1998), agar benih ikan yang dipelihara dapat tumbuh
sehat dan bertahan hingga dewasa harus diberi pakan alami. Brachionus plicatillis
adalah salah satu pakan alami komersil yang digunakan sebagai pakan larva ikan dan
non ikan budidaya serta digunakan dalam pemeliharaan ikan laut dengan sistem green
water. Larva ikan kakap putih, ikan kakap merah, dan ikan kerapu memerlukan pakan
menggunakan beberapa jenis Ragi dan pakan-pakan buatan yang dibuat khusus
2002).
kecil dan berenang lambat sehingga membuat rotifera yang sangat sesuai untuk
makanan larva ikan. Beberapa macam alga telah dapat digunakan untuk
2
Pertumbuhan Brachionus plicatillis sangat tergantung pada suplai pakannya,
sumber pakan Brachionus plicatillis adalah jasad-jasad renik yang lebih kecil darinya
antara lain adalah ganggang renik, bakteri, dan protozoa (Djarijah, 1995).
Karena pentingnya pakan alami yang merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan usaha budidaya pada sector pembenihan ikan terutama pada stadia larva
maka penulis berniat untuk melakukan praktek magang tentang teknik budidaya
Februari sampai 29 Maret 2019 di Balai Perikanan Budidaya Laut Batam Kepulauan
Riau.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktek magang ini adalah untuk mengetahui teknik budidaya dan
Kepulauan Riau.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari praktek magang ini adalah dapat memberikan
informasi kepada pembudidaya ikan dan pembaca tentang teknik budidaya pakan
alami Rotifera (Brachionus plicatillis) guna menjadi bekal dalam memasuki dunia
kerja.
3
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Klasifikasi
masal dan dijadikan sebagai pakan alami larva ikan dan udang (Villages 1982 dalam
Dikrurahman,2003).
2.1.2. Morfologi
transparan, beberapa berwarna hijau, merah atau coklat yang disebabkan oleh warna
5
Zooplankton ini termasuk simetris, menyerupai piala. Kulit terdiri atas dua
lapisan yaitu Hypodermis dan katikula. Kutikula merupakan bagian kulit yang tebal
kepala, badan kaki atau ekor, badan lurus dan bulat. Pada bagian badan terdapat tiga
tonjolan kecil yaitu dua buah antena lateral dan sebuah atau sepasang antena dorsal.
Pada msing-masing ujung antena terdapat alat indera berupa bulu-bulu halus, untuk
bagian kepala yang di sebut corona. Kulit luar yang keras menutupi tubuhnya disebut
lorica memberikan rotifera bentuk tubuh yang jelas. Kadang-kadang lorica memiliki
duri anterior dan posterior yang berfungsi sebagai pertahanan diri dari predator atau
sebagai alat pengapung. Kaki yang memanjang pada bagian posterior di gunakan
6
untuk melekat. Panjang tubuh rotifera antara 60-273 µm dengan lebar 92-170 µm
(Suminto, 2005).
yang berukuran besar dengan kisaran antara 230-400 mikron disebut dengan Tipe-L
dan Brachionus yang berukuran antara 50-220 mikron disebut dengan Tipe S
Brachionus 100-210 mikron dengan rata-rata 160 mikron kedalam Tipe S dan yang
berukuran 130-340 dengan rata-rata 239 mikron kedalam Tipe-L. Rotifera yang
sering di budidayakan adalah jenis rotifera Tipe-L , untuk dewasa (induk) berukuran
menyolok. Brachionus jantan memiliki bentuk yang jauh lebih kecil dari pada
dan aseksual. Perkembang biakan secara aseksual (tidak kawin) di sebut dengan
rotifera jantan siap berkopulasi setelah satu jam telur menetas. Sifat yang khas pada
rotifera adalah adanya dua tipe jenis betina yaitu betina miktik dan betina amiktik.
Betina amktik menghasilkan telur yang akan berkembang menjadi betina amiktik
pula. Tetapi dalam keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan (tidak normal)
seperti terjadi perubahan salinitas, suhu air dan kualitas pakan, maka telur betina
7
amiktik tersebut dapat menghasilkan individu dari jenis jantan dan betin, sehingga
Betina miktik tidak melakukan fertilisasi maka akan menghasilkan telur yang
akan berkembang menjadi jantan atau hiploid. Bila jantan dan betina miktik tersebut
kawi, maka betina miktik akan menghasilkan telur dorman (dorman egg) dengan
cangkang yang keras dan tebal yang tahan terhadap kondisi perairan yang jelek dan
kekeringan, dan dapat menetas bila keadaan perairan telah normal kembali (Gilbert,
1980). Pada populasi yang rendah banyak yang di jumpai yang amiktik. Pada keadaan
Betina miktik tidak akan melakukan reproduksi secara seksual (Gilbert, 1977).
Kista Rotifera dihasilkan selama fase aseksual dalam siklus hidupnya. Kista
bertahan selama beberapa tahun. Kista yang dihasilkan hampir sama dengan besar
telur yang di hasilkan melalui fase seksual. Namun bedanya mereka ditutupi oleh
cangkang yang keras serta mereka dapat bertahan dalam ligkungan yang ekstrim.
Ketika berada dalam lingkungan yang sesuai kista tersebut dapat menetas pada usia
24 sampai 48 jam pada saat reproduksi, suhu maksimum antara 30-34 0C (Fulks dan
Main, 1991) dengan pencahayaan yang cukup. Rotifera-rotifera yang menetas tidak
digunakan langsung untuk pakan tetapi di gunakan untuk inokulan pada kultur
massal. Setelah di kultur massal baru rotifera-rotifera ini digunakan sebagai pakan
Rotifera memiliki siklus hidup yang unik pada suatu kondisi, betina amiktik
dapat menghasilkan 20 atau lebih telur/kista selama 7-10 hari. Betina amiktik
8
meletakkan seluruh telurnya). Anonimus dalam Dikrurahman (2003) menerangkan
bahwa rotifera betina tersebut dapat hidup selama 12-19 hari, sedangkan rotifera
jantan hidup berkisar anatara 3-6 hari, kepadatan pakan, kualitas air kultur, jenis
Reproduksi seksual terjadi apabila ada betina miktik (Wallace & Snell, 2011).
Rotifera memiliki masa hidup yang tidak terlalu lama. Usia betina pada suhu
25 0C adalah antar 6-7 hari sedangkan yang jantan hanya 2 hari. Rotifera memiliki
toleransi salinitas mulai dari 1-60 ppt, perubahan salinitas yang tiba-tiba dapat
reproduksi seksual. Pencegahan ini merupakan hal yang diinginkan dalam kultur
massal di sebabkan karena keberadaan individu jantan dan kista akan mengurangi
2.1.4 Habitat
Rotifera dapat hidup di perairan telaga, sungai, telaga, rawa, danau, laut dan
sebagian besar terdapat di bagian air payau (Marshall & William, 1967, Redjeki dan
dentritus dan semua partikel organik yang sesuai dengan lebar mulutnya. Jumlah dan
menyebutkan kepadatan Tetraselmis dan Chorella sp. Sebesar 5 juta sel/ml dan roti
sebanyak 500-700 ekor/ml. Oleh sebab itu untuk mendapatkan rotifera yang lebih
baik di sarankan agar dalam memberikan pakan chorella sp. Sebaliknya dengan
9
Rotifera dapat di jumpai pula di kolam-kolam yang telah di pupuk atau di
perairan yang yang memgandung bahan organik tersuspensi sebagai bahan buangan.
Untuk memperoleh pakan alami yang tidak bercampur oleh jenis planton dan
tumbuhan air lain, dapat dilakukan dengan cara kultur. Pada suatu unit pembenihan,
penyediaan pakan alami untuk larva ikan dibedakan menjadi tiga kegiatan, yaitu
kultur murni (skala laboratorium), kultur semi masal dan kultur masal yaitu dalam
metode daur ulang. Pada dasarnya prinsip kerja yang dilakukan pada drain-off,
metode harian dan metode daur ulang hampir sama dengan media kultur panen-
pindah harian. Perbedaannya terletak pada saat pemanenannya yang hanya diambil
beberapa volume dari bak/wadah kultur untuk metode panen harian, metode drain-
Pada media transfer atau metode panen-pindah harian dilakukan bak kultur
lebih banyak dan setiap hari harus mempersiapkan bak untuk kultur baru. Namun
keuntungannya hasil produksi Rotifera dengan metode transfer lebih bersih karena
10
2.2.1. Faktor-Faktor Pendukung Kultur
Faktor teknis meliputi seluruh komponen yang berkaitan secara langsung dengan
yaitu meliputi : sumber tenaga kerja (manusia), fasilitas transfortasi, komunikasi, dan
makanannya, salah satu sumber pakan bagi Brachionus plicatillis adalah beberapa
mudah dan ekonomis serta memenuhi persyaratan kualitas dan kuntitas yang terkait
dengan aspek biologi, teknik, ekonomi dan higienis. Ketersediaan air tawar pun
merupakan kebutuhan pokok karena pada saat-saat tertentu seperti pada saat musim
kemarau terjadi peningkatan kadar garam pada media kultur dengan demikian air
Kualitas air merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
kultur Rotifera. Pasokan air tawar dan air laut pada lokasi kultur harus kontiniu serta
11
Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
populaasi (Dikrurahman,2003).
Rotifera memiliki toleransi mulai dari 1-60 ppt, perubahan salinitas yang tiba-
tiba dapat mengakibatkan kematian. Salinitas diatas 35 ppt akan mencegah terjadinya
Pada suhu 150C Rotifera masih dapat tumbuh, tetapi tidak dapat bereproduksi,
sedangkan suhu dibawah 100C akan berbentuk telur istirahat, kenaikan suhu antara
150- 350C akan menaikkan laju reproduksi. Kisaran umum pada suhu 200C – 300C
terlarut dalam media kultur sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan Rotifera dalam
rangka melangsungkan metabolisme dalam tubuh mereka. DO dalam air media kultur
dapat melalui difusi dari udara bebas dan dari sumber pengudaraan tersendiri yaitu
sehingga akan meningkatkan kadar amoniak dalam perairan media kultur. Amoniak
12
tersebut berada dalam bentuk NH3 (amoniak tak berion/bersipat racun) dan NH4
(Amoniak berion). Amoniak berion dapat membahayakan organisme pada kadar 0,6
ppm (Boyd,1982).
Intensitas cahaya yang baik untuk kehidupan Rotifera yaitu 2000 – 5000 lux,
kosentrasi amoniak bebas tidak boleh lebih dari 1 ppm. Fekunditas total untuk seekor
betina Brachionus plicatillis secara aseksual dan dalam kondisi yang baik maka 20 –
Secara visual air yang berkualitas terlihat jenis, tidak berbau, tidak berwarna
dan tidak membawa endapan baik suspensi maupun emulsi. Namun, kejernihan air
lau tersebut bukanlah jaminan bahwa air tersebut berkualitas, karena sumber air laut
yang baik haruslah memenuhi persyaratan secara fisika, kimia dan biologi. Beberapa
kualitas air yang perlu diperhatikan yaitu suhu, salinitas, kesadahan, pH, DO, pospat,
13
2.4. Pakan
sumber pakan Brachionus plicatillis adalah jasad-jasad renik yang lebih kecil darinya
antara lain ganggang renik, ragi, bakteri, dan protozoa (Djarijah, 1995).
cara menyaring makanan. Rotifera ini memakan berbagai jenis makanan seperti alga,
ragi, bakteri, atau makanan lainnya yang bergerak lambat seperti mikrokapsul (Thariq
et al., 2002).
dari Rotifera ini harus memiliki kandungan nutrisi yang seimbang. Mikroalga laut
mempunyai kandungan vitamin B12 yang sangat baik untuk pertumbuhan populasi
protein dan lemak yang cukup tinggi, begitu hanya dengan mikroalga jenis lainnya
(tabel 2). Semakin komplit dan semakin tinggi kandungan nutrien pakan yang
diberikan maka akan semakin baik hasil yang diperoleh (Isnansetyo dan Kurniastuty,
1995).
14
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Mikroalga (Nannochloropsis sp dan Tetraselmis sp)
yang digunakan sebagai Pakan Rotifera (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995 ;
Fulks and Main, 1991).
Nannochloropsis sp Tetraselmis sp
dipacu dengan penambahan air tawar sampai 23 ppt. Apa lagi jumlah chlorella tidak
mencukupi dapat digunakan ragi (yeast) pada saat dosis 30 mg/1.000.000 Rotifera
(Wisnu, 2006).
dunaliela, dan tetraselmis dapat digunakan sebagai pakan B.plicatillis, dimana dapat
15
juga dilakukan kombinasi pakan, misalnya antara Nannochloropsis sp (Chlorella laut)
dengan ragi roti. Main dan Fulks (1991), menambahkan bahwa dalam penggunaan
kandungan nutrisi pada Rotifera yang dibutuhkan untuk kelangsungan semua proses
Rotifera yang berlanjut perlu penambahan nutrisi kedalam kultur Rotifera seperti
Dalam budidaya Rotifera, taurin dapat diberikan, karena taurin ini memiliki
fungsi didalam tubuh secara invivo yaitu merangsang sistem saraf, dimana sistem
saraf pada Rotifera menyebar diseluruh tubuhnya mulai dari otak hingga ke asisten
organ dan muscullar dari beberapa sensor penerima rangsang sehingga taurin
16
III . METODELOGI KERJA
3.1 Waktu dan Tempat
Magang ini dilaksanakan pada tanggal 14 Februari sampai pada tanggal 29
Maret 2019 yang dilaksanakan di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam
17
3.3. Metode Praktek
Metode yang digunakan dalam praktek magang ini adalah metode survey
ataupun metode langsung dilapangan. Data yang dikumpulkan meliputi data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari wawancara dengan pegawai
dengan data yang diperlukan mengenai Brachionus plicatillis serta ditambah dengan
literatur yang mendukung kelengkapan dan kejelasan mengenai data yang didapatkan
tersebut.
1. Pencucian wadah
harus dibersihkan terlebih dahulu. Bak fiberglass sebagai wadah kultur dan pipa PVC
sebagai penyalur aerasi harus disikat dan dicuci hingga bersih dengan alat-alat
pembersih. Pada pencuci bak dapat ditambahkan sabun cuci biasa agar hasil lebih
bersih dan maksimal. Pada pipa PVC terdapat lubang-lubang untuk mengeluarkan
aerasi dari Hi- blower. Lubang-lubang tersebut harus disikat agar tidak terjadi
2. Pembilasan Wadah
Setelah semua alat yang akan digunakan untuk kultur Rotifera dibersihkan
kemudian alat tersebut dibilas dengan air. Apa bila pencucian menggunakan sabun
18
maka pembilasan harus maksimal agar tidak terdapat sisa-sisa sabun pada wadah
kultur agar wadah lebih steril pada air pembilasan dapat ditambahkan klorin dengan
dosis tertentu. Kemudian air yang ditambah dengan klorin tersebut disiram secara
merata pada dinding-dinding bak dan pipi-pipa PVC. Penggunaan klorin bertujuan
3. Pengeringan wadah
Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan kain lap dan dapat juga
memanfaatkan sinar matahari. Wadah yang dibilas dengan menggunakan klorin dapat
digunakan setelah dikeringkan selama 1 x 24 jam jika cuaca mendukung. Hal ini
disebabkan agar sisa dari klorin dapat hilang secara maksimal. Setelah wadah kering,
wadah dapat digunakan untuk kultur Rotifera namun sebelum digunakan dibilas
Suplai Nannochloropsis sp berasal dari kultur murni skala laboratorium, kultur skala
masal yang kemudian disedot dengan menggunakan mesin pompa dan dialirkan
dahulu air media Nanochloropsis sp disaring menggukan filterbag agar media hidup
untuk Rotifera lebih bersih dari sampah-sampah atau organisme lain yang berasal dari
19
Kemudian alga Nannochloropsis sp dimasukkan pada wadah kultur hingga
wadah kultur penuh. Penambahan alga dilakukan setiap hari setelah selesai panen.
Penebaran bibit dilakukan secara merata di seluruh wadah media kultur. Bibit
20
3.4.4. Pengelolaan Kualitas Air
Untuk menjaga kualitas air pada media kultur diberikan aerasi didasar bak
yang berasal dari Hi blower guna menjaga kandungan oksigen terlarut. Parameter
kualitas air diukur setiap pagi dan sore dengan menggunakan refraktometer untuk
Pemanenan dapat dilakukan apabila pakan dari Rotifera telah habis yang
ditandai dengan beningnya air pada media kultur. Hal ini menandakan bahwa alga
kurang maka Ragi di gunakan sebagai pakan tambahan.Ragi di larutkan di dalam air
dan ditebar diseluruh wadah kultur Rotifera hinnga panen bisa dilakukan keesokan
harinya.
21
3.4.6. Panen
Pemanenan pertama dilakukan setiap hari dari media kultur dilakukan sesuai
kebutuhan larva ikan yang dibutuhkan. Sisa Rotifera yang tidak dipanen digunakan
disiapkan terlebih dahulu. Air pada media kultur Rotifera disipon dengan
Gambar 6. Pemanenan
3.4.7. Sampling
22
campur dengan formalin, supaya rotifera mati tidak berkembang biak,lalu diaduk
objek glass,amati dibawah mikroskop dengan metoda sapuan dan hitung dan catat
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1. Lokasi
Lokasi Balai Perikanan Laut Batam sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis
tanggal 6 Mei 1994 lalu disempurnakan dengan SK Menteri Eksplorasi Laut dan
Perikanan Nomor : 64 tahun 2000 tanggal 31 Juli 2000 kemudian disempurnakan lagi
C/MEN/2001 tanggal 01 Mei 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Budidaya
Laut. Pada Juni 2002 Balai Budidaya Laut Batam menempati lokasi baru di Desa
Balai Perikanan Laut Batam merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Pusat (UPT
laut. Balai Budidaya Laut Batam berdiri sejak tahun 1986 dengan nama Stasiun
Budidaya Laut yang berkantor di Tanjung Pinang, kemudian berganti menjadi Sub
Sejak tahun 1994 Sub Balai Budidaya Laut resmi terbentuk dengan nama Loka
tanggal 06 Mei 1994 lalu disempurnakan dengan SK Menteri Eksplorasi Laut dan
24
Perikanan Nomor : 64 tahun 2000 tanggal 31 Juli 2000 kemudian disempurnakan lagi
Pada Juni 2002 Loka Budidaya Laut Batam Menempati lokasi baru di Pulau
Setoko, Kecamatan Bulang, Kota Batam dan pada tahun 2006 melalui Peraturan
Menteri Kelautan Dan Perikanan No. PER. 10/MEN/2006, tanggal 12 Januari 2006
resmi menjadi Balai Budidaya Laut Batam dan seluruh kegiatan dipusatkan di lokasi
4.1.3.1. Fungsi
Adapun fungsi dari Balai Perikanan Budidaya Laut adalah sebagai berikut:
3. Pengkajian system dan tata laksana produksi dan pengelolaan induk penjenis
ikan laut.
25
7. Pelaksanaan system jaringan laboratorium pengujian, pengawasan benih, dan
Tugas pokok dari Balai Perikanan Budidaya Laut Batam itu sendiri yaitu
4.1.4.1. Visi
pelayanan prima dalam pembangunan dan pengembangan system budidaya air laut
4.1.4.2. Misi
Adapun misi dari Balai Budidaya Laut Batam adalah sebagai berikut:
26
5. Memfasilitasi upaya pelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya.
Kepala Balai dalam kerjanya dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala
Seksi Pelayanan Teknis dan Informasi, Kepala Seksi Sarana Teknik dan Kelompok
Pejabat funsional. Tugas dari masing – masing pembantu Kepala Balai adalah sebagai
berikut :
lingkungan Balai Perikanan Budidaya Laut Batam yang terdiri dari sub bagian
budidaya air laut yang pelaksanaannya dibantu oleh sub seksi pelayaan teknis,
sarana teknik kegiatan dan penerapan teknik kegiatan budidaya air laut yang
27
Bertugas melakukan perekayasaan teknologi budidaya air laut sesuai dengan
tugas dan fungsinya. Struktur organisasi Balai Perikanan Budidaya Laut Batam dapat
melakukan perekayasaan dan kaji terap akan berbagai informasi ilmu pengetahuan
teknologi yang berhubungan dengan teknologi budidaya laut yang baru dan
masyarakat.
Untuk mendukung tugas dan fungsinya, Balai Perikanan Budidaya Laut Batam
sampai dengan tahun 2013 didukung oleh sumber daya manusia sebanyak 97 orang
yang terdiri dari 71 orang PNS dan CPNS 26 orang tenaga kontrak. Jumlah pegawai
Balai Perikanan Budidaya Laut Batam berdasarkan status kepegawaian dapat dilihat
28
Tabel 4. Jumlah Pegawai Balai Perikanan Budidaya Laut Batam
Berdasarkan Status Kepegawaian Tahun 2013
Berdasarkan dari Tabel 4 di atas dapat dilihat jumlah pegawai Balai Perikanan
anggaran 2014 berjumlah 97 orang. Untuk pegawai yang terbanyak berstatus sebagai
PNS sebanyak 71 orang dan yang paling sedikit berstatus tenaga kontrak berjumlah
26 orang.
Balai Perikanan Budidaya Laut Batam memiliki sarana dan prasarana untuk
larva, pendederan dan pembesaran. Sarana dan prasarana dapat dilihat pada (Tabel 5).
29
Tabel 5. Sarana dan Prasarana Fisik yang Dimiliki Balai Budidaya Laut
Batam.
No Fasilitas Fungsi
1 Keramba Jaring Apung (KJA) Pembesaran Ikan
2 Bak Induk Beton (255m3) Pemeliharaan Induk
3 Bak Beton (10m3) Pemeliharaan Induk
4 Bak Induk Fiberglass (15m3) Pemeliharaan Induk dan Pemijahan
5 Bak Fiberglass (1m3) Pemeliharaan Post Larva dan Benih
6 Bak Persegi Panjang (3m3) Perakayasaan
7 Indor Hatchery Lokasi Pemeliharaan Larva
8 Outdoor Hatchery Lokasi Pemeliharaan Larva
9 Laboratorium Penyakit Identifikasi Penyakit Ikan
10 Laboratorium Plankton Penyediaan Pakan Alami
11 Aquarium Wadah Rotifera
12 Bak Beton Pemeliharaan Plankton dan Alga
13 Bak Kultur Alat Kultru Artemia
14 Sand Filter Menyaring Air
15 Tendon Air Laut (100m3) Stock Air Laut
16 Tendon Air Tawar (125m3) Stock Air Tawar
17 Pompa Pengisi Air
18 Mess Operator Tempat Tinggal Karyawan
Kelancaran Kegiatan Administrasi dan
19 Kantor
Program Proyek
Kelancaran Operasional
20 Peralatan Operasional Hatchary
Produksi/Perekayasaan
kelancaran Operasional Pegawai dan
21 Kendaraan Operasional
Produksi
22 Genset Sumber Energi
23 Asrama Penginapan Peserta Diklat
30
24 Ruang Pelatihan Pendidikan dan Pelatihan
Sarana dan Penunjang Kegiatan
25 Komputer
Karyawan
Sarana Ibadah dan Pendidikan Agama
26 Mesjid
Islam
27 Rumah Genset Fasilitas Penerangan dan Operasional
28 Pos Jaga Keamanan
29 Perpustakaan Pengadaan Buku-Buku Perikanan
Sumber : Laporan Tahunan Balai Perikanan Budidaya Laut Batam 2014
air laut yang akan di gunakan untuk kegiatan pengkulturan diambil langsung
dari perairan yang berada di sekitar Balai Perikanan Budidaya Laut Batam dengan
menggunakan pompa. Air laut diberikan bertujuan untuk memperbaiki kualitas air
pada media kultur tersebut agar tingkat kejenuhan dapat diminimalkan. Sebelum
Setiap air yang melewati tandon, bertujuan untuk memperbaiki kualitas air dan
31
Berikut skema penyedian air laut :
Air laut di pompa lalu di alirkan ke sand filter (gambar 3) Alat ini berfungsi
untuk menyaring padatan tersuspensi dalam air laut (misalnya lumpur dan pasir).
Sand filter berbahan fiber glass, di dalamnya berisi pasir. Pada sand filter terdapat
fungsi lain selain filter, yaitu backwash. Fungsi backwash ini adalah untuk
dalam sand filter. Lalu di masukkan ke tandon pertama dan dipompa lembali dan
masuk ketandon kedua dan dialiri di tandon ke tiga kemudian dialirkan di Sand filter
lalu dibak kultur Alga dan Bak Kultur Rotifera Skala masal.
Aerasi digunakan untuk menambah udara terlarut atau oksiden terlarut (DO)
dalam media pemeliharaan apapun sehingga oksigen terlarut pada media tersebut bisa
32
Jenis sistem aerasi yang digunakan di BPBL BATAM yaitu menggunakan alat
Hi Blower yang dialirkan dengan menggunakan pipi PVC untuk semua bak
pemeliharaan yang yaitu ukuran pipa PVC yang dibuat sesuai bentuk wadah
pemeliharaan yang digunakan, ukuran pipa PVC yang digunakan yaitu pipa ½ inchi
serta dibuat lubang-lubang untuk menghasilkan udara dan diluar bang diberi kran
Sumber listrik atau aliran listrik merupakan sumber utama dalam masalah
usaha budidaya oleh karena itu listrik harus tersedia selama 24 jam non stop. Tenaga
listrik sangat banyak diperlukan untuk menunjang kegiatan yang akan dilakukan
Sumber listrik yang digunakan di BPBL BATAM ini berasal dari PLN dan genset.
Apabila terjadi PLN terjadi pemadaman maka akan timbul masalah pada kegiatan
budidaya yang sedang berjalan dan genset ini merupakan listrik cadangan.
magang di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam adalah teknik kultur skala
masal. Manfaat dari pengkulturan Rotifera ini adalah untuk memenuhi pasokan pakan
dengan beberapa tahap atau metode yaitu kultur skala laboratorium, kultur semi
massal, dan kultur skala masal. Perbedaan dari masing-masing kulutr ini adalah hanya
33
Adapun langkah-langkah kultur Rotifera (Brachionus plicatillis) skala massal
massal.
pada saat melakukan magang di BPBL BATAM KEPULAUAN RIAU adalah teknik
kultur skala masal. Manfaat dari pengkulturan ini adalah untuk memenuhi pasokan
pakan alami bagi larva ikan sehingga kebutuhan pakan ikan dapat terpenuhi secara
terus menerus.
Pada kultur pakan alami Rotifera (Brachionus plicatillis) skala dan masal
digunakan yaitu bak fiber berbentuk bulat yang bervolume 28 ton air. Kemudian
wadah diisi alga hingga 26 ton, kemudian penebaran bibit secara merata, bibit
didapatkan dari kultur Rotifera (Brachionus plicatillis) semi masal. Air yang berasal
Pada kultur Rotifera juga diberi Ragi sebagai pakan tambahan, ragi diberikan
pada saat media kultur telah jernih yang menandakan bahwa alga Nannochloropsis
sp telah habis dikonsumsi dan ragi dilarutkan dengan mengguakan air sebanyak 20
liter air laut dan di tebar di seluruh permukaan bak kultur Rotifera (Brachionus
plicatillis).
34
Perbandingan pertumbuhan jumlah Rotifera yang diamati hari pertama sampai
hari terakhir melakukan praktek magang dapat dilihat dari gambar grafik
pertumbuhan dibawah ini:
800
700
600
500
400
ind/ml
300
200
100
0
Hari
2
4
6
8
20
10
12
14
16
18
22
24
26
28
30
Gambar 10. Perbandingan pertumbuhan jumlah rotifera.
Pada awal perhitungan kepadatan Rotifera yaitu melanjutkan kerja yang telah
bak kultur sudah terlalu lama digunakan maka dari itu bak sudah sangat kotor. Panen
total dilakukan pada H9 dan hasil panennya di tebar kembali di bak kultur yang baru
dengan kepadatannya 715 ind/ml dan terlihat lonjakan yang sangat tinggi dengan hal
Selama kegiatan magang parameter kualitas air diukur setiap hari pagi dan
sore. Secara garis besar kisaran angka pada kualitas air masih memenuhi syarat untuk
kelangsungan hidup Rotifera. Kiasan nilai suhu pagi 29,90C – 30,90C dan sore
35
berkisar 31,20C – 33,50C, kisaran nilai salinitas pagi 28 ppt – 32 ppt dan sore 28 ppt –
32 ppt, kisaran nilai pH pagi 7, 79 – 7,76 dan sore 8,03 – 8,88 dan nilai kisaran DO
pagi 6,1 ppm – 7,1 ppm sore 6 ppm – 8,9 ppm. Waktu yang diukur pagi pukul 09.00
Parameter kualitas air yang diukur selama kegiatan magang dilakukan dapat
Kisaran nilai
Kisaran nilai Kisaran nilai
No Parameter yang diukur Satuan
baku mutu yang diukur sore
pagi
1 Suhu 28-32 29,9-30,9 31,2-33,5 ºC
2 Salinitas 30-32 28-32 28-32 ppt
3 pH 7,8-8,3 7.79-7,96 8,03-8,89 -
4 DO >5 6,1-7,1 6-8,9 ppm
pengganngu yang terdapat pada media kultur Rotifera. Hama pengganggu tersebut
berupa cacing darah. Hal ini terjadi dikarenakan air yang terkontaminasi yang
36
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil kegiatan magang, maka diketahui kesimpulan yaitu:
berapa jumlah volume air kultur Rotifera yang akan dipanen berikutnya.
3. Untuk parameter kualitas air meliputi DO, suhu, pH, Salinitas sesuai dengan
5.2 Saran
Dalam teknik kultur pakan Alami Rotifera (Brachionus plicatillis) dilakukan
pengecekan kualitas air secara terus menerus untuk mendapatkan hasil produksi yang
optimum serta dalam perhitungan kepadatan rotifera hendaknya dengan teliti dan
37
DAFTAR PUSTAKA
Boyd C.E., 1982. Water quality Manajemen for fish culture. Elsevier . science
publishers B.V. Amsterdam : 310 pp
Fuji and Pechenik, 2000. Aquaculture The farming and husbandry of fess water and
marine organism Jhon Willey and sons. Canada. 868. P
Fulks W. And K. L. Main 1991. Rotifera and Microalga Culture Systems. Proceeding
of, a U. S. Asia Worksop. Yhe oceanic Institute, Honolulu, Hawaii. 366
pp.
38
Gilbert. 1980. Fermale Polymorphism and Seksual Reproduktion in the Rotifera.
Asplancha. Evolution of their Relationship and Control by Dietary
Tocopherol. Am. Nat. 116 :pp. 409 – 431.
Marshall A.J. and W.D. William 1967. Text book of zoology invertebrates. English
language book society and Mc. Millan. The Mc. Millan press Ltd,
Melbourn.
Mudjiman, A., 1998. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta 149 hal.
Pennak, R.W. 1978. Freswater invertebrates of united States. Second Edition. Jhon
Willey and Sons. New York
Priyambodo, 2001. Budidaya pakan alami untuk ikan. Jakarta : Penerbit PT. Penebar
Swadaya.
39
Redjeki S., R. Purba, S. Murtiningsih dan P.T. Imanto 1995b. Peningkatan jasa
pakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hiduo larva
kakap putih (Lates calcarifer). Pros. Kongres Biologi Nasional XIV di
depok tanggal 24 – 17 juli 1995 : 17 pp.
Saifanur, 2008. Pengaruh pemberian beberapa variasi pupuk urea pada komposisi
media kotoran ayam dengan pupuk TSP terhadap laju pertumbuhan
populasi Rotifera. Skripsi I Biologi. FMIFA USU Medan: Tidak
dipublikasikan. Hal 16-17.
40
Thariq, M., Mustamin dan D. Handoko, P., 2002. Biologi Zooplankton dalam
budidaya plankton. BBL Lampung Dikrektorat Jendral Perikanan
Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan. Proyek Pengembangan
Perekayasaan Teknologi BBL Lampung Tahun Anggaran 2002. Bandar
Lampung. Hal 78-96.
Villegas, C.T., 1982. Culture and screening of food Organism as potential larva food
for finfish and Shelfish. Report of the training Course on Growing Food
Organism for Fish Hachery. FAO – SEAFDEC.lloilo.
Wallace, R.L., & T. W. Snell. 2001. Phylum Rotifera, PP. 195 – 254. In.j.h.thorp &
A.P. covic. Academic Press.
West. S.A., C.M. Lively, & A.F. Read. 1999. A pluralist approach to sex and
recombination.J. Evol. Biol. 12: pp. 1003 – 1012.
Yurisman 2002. Penuntun Praktikum Pakan Alami. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru. Hal 31.
41
Lampiran 1 Peta Lokasi BPBL BATAM Kepulauan Riau
42
Lampiran 2. Alat dan Bahan yang digunakan
Ragi Kamera HP
43
lampiran 3. Alat dan Bahan yang digunakan untuk pengukuran kualitas air
multiparameter refraktometer
44
lampiran 4. Penghitungan kepadatan Rotifera
Alat-alat yang digunakan :
Sampel Rotifera
45
Lampiran 5.Penyediaan air laut
pompa Tendon 1
Tendon 2 Tendon 3
Bak alga
Pipa pvc
46
Lampiran 6. Sertifikat Magang
47