Distribusi Perdagangan Komoditas Minyak Goreng Di Indonesia 2018 PDF
Distribusi Perdagangan Komoditas Minyak Goreng Di Indonesia 2018 PDF
DISTRIBUSI
PERDAGANGAN KOMODITAS
MINYAK GORENG
INDONESIA TAHUN 2018
o.id
.g
ps
PRODUSEN G
.b
PEDAGAARN
BES
w
minimarket
w
w
://
PASAR
s
tp
ht
KONSUMEN
ISBN : 978-602-438-266-7
No. Publikasi/Publication Number: 06130.1901
Katalog/Catalog: 8201014
Naskah/Manuscript:
.id
Subdirektorat Statistik Perdagangan Dalam Negeri
go
(Sub directorate Domestic Trade Statistic)
.
ps
Penyunting/Editor:
.b
Penerbit/Published by:
ht
Pencetak/Printed by:
CV. DHARMAPUTRA
.id
go
.
ps
Tim Penyusun
.b
Publikasi ini memuat kajian ringkas hasil penelitian rantai distribusi komoditas minyak
goreng yang diteliti mulai dari tingkat produsen, pedagang besar, pedagang eceran sampai
ke konsumen akhir. Informasi yang disajikan adalah pola distribusi perdagangan, Margin
Perdagangan dan Pengangkutan.
.id
Semoga publikasi ini bermanfaat bagi pengguna data dalam menyusun perencanaan
go
dan kebijakan, baik oleh pemerintah, dunia usaha maupun pengguna lainnya. Disamping itu,
.
diharapkan publikasi ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut. Akhir
ps
kata, diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam
.b
Suhariyanto
.id
gambaran pola distribusi komoditas minyak goreng secara nasional maupun di setiap
provinsi. Hasil survei menunjukkan bahwa pendistribusian minyak goreng dari produsen
go
sampai dengan konsumen akhir melibatkan 2 sampai 4 pelaku usaha distribusi perdagangan.
.
ps
Pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di Indonesia adalah Produsen
.b
.id
1.2 Landasan Hukum .......................................................................... 2
go
1.3 Tujuan ......................................................................................... 2
.
ps
BAB II METODOLOGI ........................................................................... 3
.b
.id
3.19 Provinsi Bali .................................................................................. 53
go
3.20 Provinsi Nusa Tenggara Barat ........................................................ 55
3.21 Provinsi Nusa Tenggara Timur ........................................................ 56
.
ps
3.22 Provinsi Kalimantan Barat .............................................................. 58
.b
.id
. go
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
.id
Gambar 3.6 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Aceh ..................... 21
go
Gambar 3.7 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Sumatera
Utara ................................................................................................ 23
.
ps
Gambar 3.8 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Sumatera
.b
Barat ................................................................................................ 25
w
Gambar 3.9 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Riau ...................... 27
w
//w
Gambar 3.10 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Jambi .................... 29
Gambar 3.11 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Sumatera
s:
Selatan ............................................................................................. 31
tp
Gambar 3.12 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Bengkulu ............... 33
ht
Gambar 3.13 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Lampung ............... 35
Gambar 3.14 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung ................................................................................. 37
Gambar 3.15 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Kepulauan
Riau.................................................................................................. 39
Gambar 3.16 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi DKI Jakarta ............ 41
Gambar 3.17 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Jawa Barat............. 43
Gambar 3.18 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Jawa Tengah ......... 45
Gambar 3.19 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi
D.I. Yogyakarta ................................................................................. 48
Gambar 3.20 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Jawa Timur ............ 50
Gambar 3.21 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Banten ................. 52
Gambar 3.22 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Bali ....................... 54
.id
Gambar 3.29 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Kalimantan
go
Utara ................................................................................................ 67
.
ps
Gambar 3.30 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Sulawesi
.b
Utara ................................................................................................ 68
w
Tengah ............................................................................................. 69
//w
Selatan ............................................................................................. 71
tp
Tenggara .......................................................................................... 73
Gambar 3.34 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Gorontalo .............. 74
Gambar 3.35 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Sulawesi
Barat ................................................................................................ 75
Gambar 3.36 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Maluku .................. 77
Gambar 3.37 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Maluku
Utara ................................................................................................ 78
Gambar 3.38 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Papua
Barat ................................................................................................ 79
Gambar 3.39 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Provinsi Papua.................... 81
.id
. go
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
1.1 Umum
Pola distribusi perdagangan menggambarkan rantai distribusi suatu barang mulai dari
produsen hingga ke konsumen yang melibatkan pelaku usaha distribusi perdagangan. Rantai
yang terdapat pada pola distribusi mempunyai peran penting dalam perekonomian
masyarakat, karena selain merupakan penghubung antara produsen dengan konsumen juga
dapat memberikan nilai tambah bagi pelakunya. Rantai distribusi yang baik mampu
menggerakkan suatu barang dari produsen ke konsumen dengan biaya yang serendah-
.id
rendahnya, memberikan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan
go
konsumen kepada semua pihak yang terlibat diiringi dengan tendensi harga yang terjangkau
oleh konsumen.
.
ps
Pola distribusi komoditas minyak goreng saat ini diduga masih bermasalah. Dugaan
.b
ini didasarkan dari adanya disparitas harga yang cukup tinggi antara harga di tingkat
w
produksi minyak sawit sebagai bahan baku utama minyak goreng sudah tersebar di beberapa
wilayah di Indonesia namun, pabrik minyak goreng hanya ada di beberapa wilayah di
s:
Indonesia. Dengan kondisi tersebut, ada indikasi bahwa fluktuasi harga minyak goreng saat
tp
ini disebabkan karena perbedaan biaya distribusi. Margin distribusi minyak goreng cenderung
ht
Untuk melihat dimana letak permasalahan tersebut maka pada tahun 2018 Badan
Pusat Statistik (BPS) mengadakan Survei Pola Distribusi (Poldis) Perdagangan Beberapa
Komoditas diantaranya komoditas minyak goreng. Hasil dari kegiatan ini dapat digunakan
untuk mendapatkan gambaran pola distribusi perdagangan minyak goreng di dalam negeri
dan margin yang diperoleh setiap pelaku usaha perdagangan. Hasil Survei Pola Distribusi
Perdagangan Minyak Goreng 2018 diharapkan dapat memenuhi kebutuhan data tentang pola
distribusi perdagangan komoditas minyak goreng dan sekaligus dapat digunakan sebagai
acuan untuk pelaksanaan survei selanjutnya.
1.3 Tujuan
.id
a. Mendapatkan pola distribusi perdagangan.
b. Menganalisis pola utama distribusi perdagangan.
go
c. Memperoleh total margin perdagangan dan pengangkutan dari produsen ke
.
ps
konsumen akhir.
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
.id
perdagangan. Usaha/perusahaan perdagangan terdiri dari usaha/perusahaan perdagangan
go
menengah, besar, dan kecil, baik sebagai distributor, subdistributor, agen, pedagang grosir,
.
pedagang pengepul, eksportir, importir, maupun pengecer. Untuk usaha/perusahaan non
ps
perdagangan terdiri dari usaha/perusahaan pertanian dan industri pengolahan. Untuk
.b
komoditas beras, produsen didekati melalui industri penggilingan padi dan penyosohan
w
beras. Sedangkan, untuk komoditas cabai merah dan bawang merah, produsen didekati
w
melalui petani cabai merah dan petani bawang merah. Produsen daging sapi didekati melalui
//w
kegiatan rumah potong hewan dan pengepakan daging bukan unggas. Komoditas minyak
s:
goreng, produsen didekati melalui kegiatan rumah potong ayam dan pengepakan daging
tp
unggas serta pedagang yang menjual ayam hidup dan menyediakan fasilitas pemotongan
ht
ayam. Komoditas telur ayam ras, produsen didekati melalui peternak ayam petelur.
Sedangkan komoditas gula pasir dan minyak goreng, produsen didekati melalui industri gula
pasir dan minyak goreng.
Penentuan komoditas dalam survei ini adalah komoditas strategis, yaitu komoditas
yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Komoditas yang paling banyak dikonsumsi masyarakat.
b. Komoditas yang memiliki peran besar dalam pembentukan inflasi nasional.
c. Komoditas yang mempunyai kontribusi cukup besar dalam pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB).
Berdasarkan kriteria di atas, maka dipilih 8 komoditas dengan jenis/kualitas komoditas
seperti pada Tabel 1.
.id
Cakupan wilayah Survei Poldis 2018 mencakup 266 kabupaten/kota terdiri dari 34
go
ibukota provinsi dan 232 kabupaten/kota potensi komoditas terpilih dengan jumlah sampel
7.000 perusahaan/usaha.
.
ps
2.4 Cakupan Kegiatan Usaha
.b
w
Usaha yang dicakup dalam survey ini menggunakan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
w
.id
setiap komoditas dan setiap pelaku usaha. Jika jumlah usaha/perusahaan dalam kerangka
sampel tidak mencukupi, maka seluruh usaha/perusahaan menjadi sampel (take all).
2.7 . go
Metode Perhitungan Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP) Total
ps
.b
penelitian.
//w
b. Menghitung MPP dari masing-masing pelaku usaha distribusi (MPPi) yang terlibat
ht
dalam pola utama distribusi perdagangan. MPP dari pelaku usaha distribusi dilakukan
dengan cara menghitung selisih nilai penjualan dan nilai pembelian dari seluruh pelaku
usaha pada level tertentu. Sedangkan MPP dalam bentuk persentase di dapatkan
dengan membagi selisih penjualan dan pembelian terhadap nilai pembeliannya.
Contoh: MPP Distributor = 9,71%; MPP Pedagang Eceran = 14,96%
d. Menghitung MPP Total dengan formula sebagai berikut:
𝑛
(∏ (1 + 𝑀𝑃𝑃𝑖 %) − 1) × 100%
𝑖=1
Dimana:
MPPi : selisih antara nilai penjualan dengan nilai pembelian untuk pelaku usaha ke-
i.
i : pelaku usaha yang terlibat pada pola utama
n : jumlah pelaku usaha distribusi perdagangan/pedagang perantara yang
terlibat pada pola utama
Pola Distribusi Perdagangan Komoditas Minyak Goreng 5
2.8 Konsep dan Definisi
.id
barang, baik perorangan maupun perusahaan. Pedagang besar seringkali secara fisik
go
mengumpulkan, menyortir dan memisahkan kualitas barang dalam ukuran besar,
membongkar dari ukuran besar dan mengepak ulang menjadi ukuran yang lebih
.
ps
kecil, misalnya produk farmasi, menyimpan, mendinginkan, mengantar dan
.b
dan perancangan label (KBLI 2015). Pada Survei Poldis 2017, ada beberapa kategori
w
//w
fungsi kelembagaan pedagang besar dan menengah yang termasuk dalam cakupan
penelitian, antara lain:
s:
.id
tunggal, distributor atau distributor tunggal sesuai kewenangan yang
diberikan oleh prinsipal produsen.
go
3. Pedagang Grosir termasuk pedagang level menengah-besar yang bersifat
.
ps
cash and carry, dimana transaksi (partai besar) biasanya dilakukan langsung di
.b
penghantaran (barang diambil sendiri oleh pembeli). Secara garis besar, ada
w
dua karakteristik penjualan dari pedagang grosir, yaitu yang menjual berbagai
//w
jenis komoditas (general line wholesaler) dan yang khusus menjual komoditas
s:
.id
industri pengolahan dapat didefinisikan sebagai unit yang kegiatannya
mengolah bahan baku menjadi barang jadi/setengah jadi dan/atau dari barang
go
yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Kemudian, yang
.
ps
tergolong dalam Pemerintah dan Lembaga Nirlaba antara lain adalah
.b
terbesar dari hulu ke hilir. Apabila pola penjualan dari produsen yang terbesarnya
tp
ke konsumen akhir, maka pola utama diambil dari penjualan terbesar produsen yang
ht
Berikut adalah petunjuk ringkas tata cara membaca peta yang ditampilkan dalam
publikasi ini.
8 Pola Distribusi Perdagangan Komoditas Minyak Goreng
1. Produsen sebagai titik hulu distribusi perdagangan, diwakili oleh simbol
tersendiri ( ).
2. Pedagang perantara dan pelaku usaha yang terlibat dalam distribusi
perdagangan dibedakan berdasarkan warna. Pembagian warna tersebut adalah
sebagai berikut:
.id
3. Pembagian kelompok pelaku usaha yang dimaksud pada poin di atas adalah
go
sebagai berikut:
.
a. Kelompok PB : eksportir, importir, distributor, sub distributor, agen,
ps
pedagang pengepul, dan pedagang grosir
.b
.id
e. Pedagang Grosir diwakili warna jingga ( )
go
f. Pedagang Eceran diwakili warna hitam ( )
g. Produsen diwakili warna coklat ( )
.
ps
6. Setiap garis alur distribusi akan diberikan informasi kuantitatif berupa
.b
persentase garis distribusi dari satu fungsi usaha ke fungsi usaha lainnya.
w
Minyak goreng merupakan salah satu komoditas yang cukup penting bagi
masyarakat Indonesia. Hampir semua masakan dan jenis makanan di Indonesia
membutuhkan minyak goreng sebagai salah satu bahan mediasi pengolahannya.
Terdapat beberapa jenis minyak goreng yang biasa digunakan untuk memasak. Mulai dari
minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak jagung, hingga minyak kedelai. Meski
.id
berbeda jenis, seluruhnya memiliki fungsi yang sama, yakni untuk memasak makanan.
go
Di Indonesia, minyak kelapa sawit masih menjadi salah satu jenis minyak yang
paling digemari masyarakat. Memiliki harga yang lebih murah dibandingkan jenis minyak
.
ps
goreng lainnya, produk yang terbuat dari ekstrak biji kelapa sawit ini tak pernah surut
.b
peminat.
w
Dalam proses pembuatan minyak, biji kelapa sawit yang telah dipanen akan
w
dikumpulkan dan diuji kualitasnya. Setelah itu, biji kelapa sawit yang memenuhi kualifikasi
//w
akan dibawa ke pabrik penggilingan (mill) yang berdekatan dengan kebun. Di sana, biji
s:
kelapa sawit diekstraksi menjadi larutan berwarna oranye pekat yang sering dikenal
tp
sebagai crude palm oil (CPO). CPO akan dikumpulkan di dalam tabung raksasa, kemudian
ht
disuling (refinery) untuk menghasilkan RBDPO yang dihasilkan dari ketiga proses diatas
terdiri dari dua fraksi, yaitu fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein). Setelah selesai
difraksinasi, minyak goreng kemudian akan didiamkan hingga mencapai suhu ruang, lalu
dikemas dengan aneka kemasan plastik, lalu didistribusikan ke para konsumen.
Perkembangan produksi minyak sawit (CPO) dari tahun 2000 sampai dengan
2016 selalu mengalami peningkatan per tahun. Pada tahun 2013 sampai 2015, produksi
minyak kelapa sawit mengalami kenaikan antara 5,67 sampai dengan 7,70 persen.
Kemudian pada tahun 2016, produksi minyak kelapa sawit mengalami peningkatan tajam
sebesar 53,28 persen dari tahun 2015. Pada tahun 2013 produksi minyak sawit (CPO)
sebesar 17,77 juta ton, meningkat menjadi 31,49 juta ton pada tahun 2016 atau terjadi
peningkatan 77,18 persen. Sementara tahun 2017 diperkirakan produksi minyak sawit
(CPO) akan meningkat menjadi 34,47 juta ton atau sebesar 9,46 persen (lihat Gambar
3.1).
minyak kelapa sawit di dunia. Total ekspor minyak kelapa sawit empat tahun terakhir
cenderung mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 2016 yang mengalami
s:
tp
penurunan. Peningkatan tersebut berkisar antara 9,44 sampai dengan 16,06 persen per
ht
tahun, sedangkan pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 13,96 persen.
Selanjutnya, pada tahun 2017 total volume ekspor kembali mengalami peningkatan
sebesar 19,45 persen. Pada tahun 2013 total volume ekspor mencapai 22,22 juta ton
dengan total nilai sebesar US$ 17,14 milyar, meningkat menjadi 29,07 juta ton pada tahun
2017 dengan total nilai sebesar US$ 20,72 milyar (lihat Gambar 3.2).
go
Indonesia Tahun 2013 – 2017
.
ps
Produksi minyak kelapa sawit Indonesia sebagian besar diekspor ke mancanegara
.b
dan sisanya dipasarkan di dalam negeri. Ekspor minyak kelapa sawit Indonesia
w
menjangkau lima benua yaitu Asia, Afrika, Australia, Amerika, dan Eropa dengan pangsa
w
//w
utama di Asia. Pada tahun 2017, lima besar negara pengimpor CPO Indonesia adalah
India, Belanda, Singapura, Italia, dan Spanyol. Volume ekspor ke India mencapai 4,63
s:
tp
juta ton atau 65,40 persen dari total volume ekspor CPO Indonesia dengan nilai US$ 3.068
ht
juta. Peringkat kedua adalah Belanda, dengan volume ekspor sebesar 0,62 juta ton atau
8,70 persen dari total volume CPO Indonesia dengan nilai US$ 415,7 juta. Peringkat ketiga
adalah Singapura, dengan volume ekspor sebesar 0,60 juta ton atau 8,55 persen dari
total volume ekspor CPO Indonesia dengan nilai US$ 398,6 juta. Peringkat keempat adalah
Italia dengan volume ekspor 0,36 juta ton atau sekitar 5,04 persen dari total volume
ekspor CPO Indonesia dengan nilai US$ 231,4 juta. Peringkat kelima adalah Spanyol
dengan volume ekspor 0,22 juta ton atau 3,05 persen dari total volume ekspor CPO
dengan nilai US$ 138,6 juta (lihat Gambar 3.3).
Singapura
8,55%
Belanda
8,70% India
65,40%
.id
Gambar 3.3 Persentase Volume Ekspor CPO Indonesia Menurut Negara
go
Tujuan, 2017
.
ps
Sementara itu sentra produksi minyak kelapa sawit sebagai bahan dasar industri
.b
minyak goreng hingga saat ini masih terpusat di wilayah Pulau Sumatera dan Kalimantan,
w
dimana Riau menjadi provinsi dengan produksi sawit terbesar. Adapun provinsi sentra
w
produksi minyak goreng berdasarkan jumlah produksi yang dihasilkan perkebunan yang
//w
terdapat di masing-masing provinsi, menurut data BPS tahun 2017* dapat dilihat pada
s:
Tabel 3.1
tp
Tahun 2017*
Provinsi Produksi (ribu ton)
(1) (2)
Riau 7.722,56
Kalimantan Tengah 5.212,35
Sumatera Utara 4.114,62
Sumatera Selatan 3.096,79
Kalimantan Timur 2.594,89
Kalimantan Barat 2.549,36
Jambi 1.701,36
Kalimantan Selatan 1.486,05
Sumatera Barat 1.225,81
Sumber : BPS, *)Angka Sementara
3.2 Indonesia
.id
3.2.1 Pola Distribusi
go
Pelaku usaha distribusi perdagangan yang berperan dalam pendistribusian
.
ps
minyak goreng dari produsen ke konsumen akhir di Indonesia yaitu distributor, sub
.b
konsumen adalah melalui pedagang perantara, baik pedagang besar maupun pedagang
//w
eceran. Pedagang besar yang dilewati, bisa satu atau lebih dari satu pedagang besar.
s:
membeli pasokan minyak goreng dari pedagang lain dengan pelaku usaha yang sama,
ht
misalnya distributor membeli dari sesama distributor, agen dari sesama agen, pedagang
grosir membeli dari sesama pedagang grosir. atau pedagang eceran dari sesama
pedagang eceran. Selain itu terdapat pula importir yang memasok minyak goreng dari
luar negeri lalu dijual ke agen, pedagang grosir, pedagang eceran bahkan langsung ke
rumah tangga. Hal ini biasanya terjadi di provinsi-provinsi yang berbatasan langsung
dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Pola distribusi perdagangan
minyak goreng di Indonesia digambarkan secara rinci pada Gambar 3.4.
Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng di Indonesia pada
Gambar 3.4, dapat disimpulkan bahwa pola utama distribusi perdagangan minyak goreng
di Indonesia adalah:
.id
. go
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
LUAR NEGERI
LUAR NEGERI
29,36%
26,56% 11,28%
.b 4,9%
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
17
Gambar 3.4 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng Nasional
3.2.2 Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP)
Hasil survei menunjukkan bahwa MPP untuk komoditi minyak goreng secara
nasional adalah sebesar 18,70 persen. Angka tersebut mengindikasikan bahwa secara
umum kenaikan harga minyak goreng dari produsen sampai dengan konsumen akhir
adalah sebesar 18,70 persen.
.id
. go
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
Tahun 2017 : Produsen -> Distributor -> Pedagang Eceran -> Konsumen Akhir
MPP : (6,66%) (11,29%)
Tahun 2015: Produsen -> Distributor -> Pedagang Eceran - > Konsumen Akhir
MPP : (6,73%) (9,51%)
Pola utama distribusi perdagangan minyak goreng data tahun 2017 tidak berbeda
.id
dengan pola utama data tahun 2015. Pola perdagangan terdiri dari tiga rantai dan
go
melibatkan dua pedagang perantara yakni distributor dan pedagang eceran dengan MPP
total mengalami kenaikan sebesar 1,82 persen. .
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
.id
31 DKI JAKARTA 3 17,40
32 JAWA BARAT 3 15,73
go
33 JAWA TENGAH 3 14,77
34 DI YOGYAKARTA . 3 18,98
ps
35 JAWA TIMUR 3 15,82
.b
36 BANTEN 3 22,78
w
51 BALI 4 23,29
w
Cakupan wilayah survei di Provinsi Aceh yang menjadi wilayah sampel survei pola
distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten
Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara, Kota Langsa, dan
Kota Lhokseumawe.
Provinsi Aceh tidak ada pabrik pengolahan minyak minyak goreng dari kelapa
sawit. Pasokan minyak goreng berasal dari Provinsi Sumatera Utara melalui distributor.
Sementara itu, distributor menyalurkan pasokannya sebagian besar ke pedagang eceran.
Selanjutnya, pedagang eceran menjual minyak goreng lebih banyak ke rumah tangga dan
.id
sisanya dijual ke industri pengolahan dan kegiatan usaha lainnya.
go
Berdasarkan pola distribusi perdagangan pada Gambar 3.6, dapat disimpulkan
.
ps
bahwa pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Aceh adalah sebagai
.b
berikut:
w
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
s:
terbentuk di Provinsi Aceh sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
tp
pedagang eceran.
Industri
ht
0,08%
40% Pengolahan
tp
Sumatera Utara 60%
(100%)
s:
//w
Pedagang Grosir
w 72,39% Pedagang Eceran 75,88% Rumah Tangga
w
.b
27,61%
20,70%
ps
. go
.id
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Cakupan wilayah survei di Provinsi Sumatera Utara yang menjadi wilayah sampel
survei pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Tapanuli
Utara, Kabupaten Asahan, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang,
Kabupaten Langkat, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Serdang Bedagai,
Kabupaten Batu Bara, Kota Sibolga, Kota Tanjung Balai, Kota Pematang Siantar, Kota Medan,
Kota Padangsidimpuan, dan Kota Gunungsitoli.
.id
juga dipasok dari provinsi lainnya. Hasil produksi sebagian besar didistribusikan ke luar
go
wilayah Provinsi Sumatera Utara, baik dalam negeri maupun luar negeri. Sementara itu di
.
dalam wilayah Sumatera Utara sendiri terdapat beberapa pelaku usaha perdagangan
ps
seperti distributor, agen, pedagang grosir, dan pedagang eceran. Distributor menerima
.b
memperoleh pasokan minyak goreng dari distributor dan pedagang grosir. Sementara itu,
s:
agen menjual minyak goreng ke industri pengolahan dan juga ke luar negeri. Pola
tp
distribusi perdagangan minyak goreng beserta persentasenya disajikan pada Gambar 3.7.
ht
Aceh (0,01%)
WILAYAH PEMBELIAN
DARI LUAR PROVINSI Sumatera Barat
(7,22%)
1,50%
8,54%
3,13%
Riau (0,01%)
Jambi (0,01%)
7,75% Distributor 53,65% Pedagang Eceran 96,35% Rumah Tangga
Sumatera Barat
(25,22%)
ht 0,01% Bengkulu (0,01%)
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Cakupan wilayah survei di Provinsi Sumatera Barat yang menjadi wilayah sampel
survei pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Solok,
Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Lima
.id
Puluh Kota, Kabupaten Pasaman Barat, Kota Padang, Kota Bukittinggi, dan Kota
go
Payakumbuh.
.
ps
3.5.1 Pola Distribusi
.b
baku yang digunakan berasal dari dalam wilayah provinsi dan luar Provinsi Sumatera
w
Barat. Hasil produksinya berupa minyak goreng kemasan sebagian besar didistribusikan
//w
ke luar wilayah Provinsi Sumatera Barat. Produesen juga menjual langsung ke konsumen
s:
akhir. Sementara itu pelaku usaha perdagangan minyak goreng yang terlibat di dalam
tp
Provinsi Sumatera Barat meliputi pedagang grosir dan pedagang eceran. Pedagang gosir
ht
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk di Provinsi Sumatera Barat dari produsen sampai dengan konsumen akhir
adalah tiga rantai. Pendistribusian utamanya melibatkan dua pedagang perantara, yakni
pedagang grosir dan pedagang eceran.
3.5.2 Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP)
.id
go
48,68%
.
ps
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.b
w
Cakupan wilayah survei di Provinsi Riau yang menjadi wilayah sampel survei pola
distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Kuantan Singingi,
Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru, dan
kota Dumai.
Di Provinsi Riau terdapat pabrik pengolahan minyak goreng dari kelapa sawit.
Hasil produksinya berupa minyak goreng kemasan dipasarkan melalui distributor. Tujuan
pemasaran dari distributor yakni pedagang grosir dan pedagang eceran. Untuk memenuhi
kebutuhan minyak goreng di dalam provinsi, distributor juga melakukan pembelian
minyak goreng dari luar wilayah Riau. Tak hanya distributor yang melakukan pembelian
dari luar Riau, pedagang grosir pun mencukupi permintaan akan minyak goreng dari luar
Riau. Pedagang grosir mendistribusikan barang dagangannya sebagian besar ke
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk di Provinsi Riau dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga
.id
rantai. Pendistribusian utamanya melibatkan dua pedagang perantara, yaitu distributor
go
dan pedagang eceran.
.
ps
3.1.2 Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP)
.b
w
Provinsi Riau adalah sebesar 8,79 persen. Angka ini mengindikasikan bahwa kenaikan
//w
harga minyak goreng dari produsen sampai dengan konsumen akhir di Provinsi Riau
s:
adalah sebesar 8,79 persen. Nilai MPP di Provinsi Riau ini menjadi MPP yang terendah
tp
dibanding dengan provinsi lain di Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena Riau merupakan
ht
penghasil minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia. Selain itu juga pasokan dari provinsi
lain, membuat harga minyak goreng di pasar bersaing.
28
DARI LUAR PROVINSI
100%
Distributor
Sumatera Utara
ht
(99,98%) 70%
30%
tp 1,17%
Jambi (0,001%)
s:
Pedagang Grosir 80,82% Pedagang Eceran 90,17% Rumah Tangga
12,85%
DKI Jakarta (0,001%)
//w
4,93%
w
Industri
0,70%
w Supermarket/
Pengolahan
Swalayan
.b
ps 0,70%
Kegiatan Usaha
. 8,66%
go Lainnya
Keterangan:
.id
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Cakupan wilayah survei di Provinsi Jambi yang menjadi wilayah sampel survei pola
distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Merangin, Kabupaten
Muaro Jambi, Kabupaten Tebo, Kabupaten Bungo, dan Kota Jambi.
Di Provinsi Jambi terdapat industri minyak goreng kelapa sawit. Sebagian besar
.id
hasil produksinya dijual ke negara tetangga, Malaysia (60 persen). Sementara itu, pelaku
go
usaha perdagangan minyak goreng yang terlibat di dalam Provinsi Jambi mencakup
pedagang grosir, pedagang eceran, dan supermarket/swalayan. Pedagang grosir selain
.
ps
memperoleh pasokan minyak goreng dari industri di dalam Provinsi Jambi, juga memasok
.b
pada Gambar 3.10. Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng tersebut,
dapat disimpulkan bahwa pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi
s:
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
Pendistribusian utamanya melibatkan dua pedagang perantara, yakni pedagang grosir
dan pedagang eceran.
10%
w
Jawa Timur (0,01%) .b
60% Malaysia (4,4%)
6%
ps
Supermarket/
20% Swalayan
. go
Keterangan:
.id
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Cakupan wilayah survei di Provinsi Sumatera Selatan yang menjadi wilayah sampel
survei pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Ogan
Komering Ilir, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Banyu Asin, Kabupaten Ogan Komering
Ulu Timur, Kabupaten Ogan Ilir, Kota Palembang, dan Kota Lubuklinggau.
.id
Namun, hasil produksi minyak goreng tersebut lebih banyak dijual ke luar wilayah Provinsi
go
Sumatera Selatan yaitu sebesar 76,39 persen dan sisanya dijual ke dalam wilayah sendiri.
.
ps
Sementara itu, pelaku usaha perdagangan minyak goreng yang terlibat di Provinsi
Sumatera Selatan meliputi agen, pedagang grosir, dan pedagang eceran. Pedagang
.b
w
eceran selain memperoleh pasokan minyak goreng dari pedagang grosir juga mendapat
w
dapat disimpulkan bahwa pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi
tp
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
Pendistribusian utamanya melibatkan dua pedagang perantara, yakni pedagang grosir
dan pedagang eceran.
3.3.2 Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP)
76,39%
Sumatera Utara
(16,54%)
ht
15,31%
Jambi (0,001%)
tp
s: Riau (4,13%)
. 10,25%
23,6%
go
.id
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Gambar 3.11 Pola Distribusi Perdagangan Minyak Goreng di Provinsi Sumatera Selatan
Cakupan wilayah survei di Provinsi Bengkulu yang menjadi wilayah sampel survei pola
distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Rejang Lebong,
Kabupaten Bengkulu Utara, dan Kota Bengkulu.
.id
yang beredar di dalam provinsi merupakan pasokan dari luar Provinsi Bengkulu seperti
go
Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung melalui distributor. Selanjutnya distributor
.
ps
menjual sebagian besar ke pedagang eceran dan sisanya ke supermarket/swalayan,
.b
pedagang grosir, dan kegiatan usaha lainnya (rumah makan, catering, dan lain-lain).
w
pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Bengkulu adalah sebagai
//w
berikut:
s:
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai. Pendistribusian utamanya
melibatkan tiga pedagang perantara, yakni distributor dan pedagang eceran.
1%
25%
Jambi (4,97%) 64%
ht
tp
Sumatera Selatan
(90,06%)
s:
Pedagang Grosir 59,71% Pedagang Eceran 97,38% Rumah Tangga
20,74%
//w
Lampung (4,97%)
w 2,62%
w
.b
Pemerintah dan
0,15%
Lembaga Nirlaba
ps
. go
Keterangan: .id
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Cakupan wilayah survei di Provinsi Lampung yang menjadi wilayah sampel survei pola
distribusi perdagangan komoditas minyak goreng adalah Kabupaten Lampung Barat,
kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten
Lampung Tengah, Kabupaten Pringsewu, Kota Bandar Lampung, dan Kota Metro.
3.5.1 Pola Distribusi
.id
sebagai penyalur minyak goreng langsung dari pabrik pengolahan minyak sawit menjadi
go
minyak goreng. Selanjutnya, distributor tersebut menyalurkan pasokannya ke luar wilayah
.
Lampung. Selain distributor, agen dan pedagang grosir pun membeli minyak goreng
ps
langsung dari pabrik. Pedagang grosir juga membeli minyak goreng dari luar wilayah
.b
Lampung dan juga dari sesama pedagang grosir. Penjualan terbesar dari pedagang grosir
w
yaitu ke pedagang eceran sebesar 55,16 persen. Sedangkan pedagang eceran menjual
w
//w
minyak goreng lebih banyak ke rumah tangga sebesar 95,56 persen dan sisanya dijual ke
sesama pedagang eceran. Selengkapnya, pola distribusi perdagangan minyak goreng
s:
tp
Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng pada Gambar 3.13, pola
utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Lampung adalah sebagai berikut:
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Cakupan wilayah survei di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang menjadi wilayah
sampel survei pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten
Belitung, Kabupaten Bangka Selatan, dan Kota Pangkal Pinang.
.id
Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng pada Gambar 3.14, pola
go
utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
.
ps
adalah sebagai berikut:
.b
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai. Pendistribusian utamanya
s:
melibatkan dua pedagang perantara, yakni pedagang grosir dan pedagang eceran.
tp
DKI Jakarta (100%) Pedagang Grosir 55,14% Pedagang Eceran 100% Rumah Tangga
44,86%
Keterangan:
.id
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
go
Gambar 3.14 Pola Distribusi Perdagangan Minyak Goreng di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung .
ps
.b
w
w
Cakupan wilayah survei di Provinsi Kepulauan Riau yang menjadi wilayah sampel
tp
survei pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Karimun,
ht
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
Pendistribusian utamanya melibatkan dua pedagang perantara, yakni distributor dan
pedagang eceran.
.id
kenaikan harga minyak goreng dari produsen sampai dengan konsumen akhir di Provinsi
go
Kep. Riau adalah sebesar 21,20 persen.
.
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
Sumatera Utara
(0,001%)
Riau (19,99%)
WILAYAH PENJUALAN
DKI Jakarta (60,02%) KE LUAR NEGERI
ht
0,09%
30%
Jawa Barat (19,99%)
tp
5% 71,97% 70%
s:
Distributor Pedagang Eceran Rumah Tangga
42,19% 31,09%
United Arab Emirates
(0,001%)
//w
15%
25%
WILAYAH PEMBELIAN
w 19,96%
Malaysia (0,001%)
DARI LUAR NEGERI w Other Africa (0,001%)
Kegiatan Usaha
.b Supermarket/
Importir 35% Agen 25%
Swalayan Lainnya
Malaysia (0,001%)
ps
2,99%
95%
Singapura (0,001%)
.
4,99%
go
26,72% 50%
.id
20% Pedagang Grosir
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Gambar 3.15 Pola Distribusi Perdagangan Minyak Goreng di Provinsi Kepulauan Riau
Cakupan wilayah survei di Provinsi DKI Jakarta yang menjadi wilayah sampel survei
pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kota Jakarta Utara, Kota
Jakarta Barat, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Timur, dan Kota Jakarta Selatan.
DKI Jakarta menjadi salah satu penampung CPO terbesar di Indonesia yang
berasal dari provinsi-provinsi penghasil minyak sawit. Di provinsi ini juga terdapat pabrik
pengolahan minyak goreng kelapa sawit kemasan. Namun, tidak dipungkiri juga, minyak
goreng produksi luar Provinsi DKI Jakarta banyak beredar di pasaran. Pelaku usaha yang
terlibat di dalam perdagangan minyak goreng di DKI Jakarta terdiri dari distributor,
.id
pedagang grosir, dan pedagang eceran.
go
Selengkapnya pola distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi DKI Jakarta
dapat dilihat pada Gambar 3.16. Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng
.
ps
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di
.b
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
tp
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
ht
ht
WILAYAH PENJUALAN
KE LUAR PROVINSI
tp
Jawa Barat (69,64%) s:
Kegiatan Usaha
Jawa Timur (0,43%) Distributor 0,09%
Lainnya
//w
Banten (0,89%) w
40% w 10%
50%
Jawa Timur (0,44%)
.b
0,71%
Pedagang Grosir 97,76% Pedagang Eceran 99,91% Rumah Tangga
ps
.go
.id 1,54%
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Gambar 3.16 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng di Provinsi DKI Jakarta
Cakupan wilayah survei di Provinsi Jawa Barat yang menjadi wilayah sampel survei
pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Bogor, Kabupaten
Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten
Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten
Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota
Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, dan Kota Depok.
Pelaku usaha perdagangan minyak goreng di Provinsi Jawa Barat terdiri dari:
distributor, agen, pedagang grosir, dan pedagang eceran. Distributor menyalurkan minyak
.id
goreng dari produsen ke pedagang eceran dan ke luar wilayah Jawa Barat. Selain
go
memperoleh dari produsen di dalam wilayah Jawa Barat, distributor juga memperoleh
pasokan minyak goreng dari luar Jawa Barat. Agen, pedagang grosir, dan pedagang
.
ps
eceran juga melakukan pembelian minyak goreng dari luar wilayah Jawa Barat. Untuk
.b
memenuhi permintaan konsumen, pembelian pasokan di sesama level pelaku usaha pun
w
terjadi di provinsi ini. Selengkapnya pola distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi
w
//w
pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Jawa Barat adalah sebagai
tp
berikut.
ht
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
Pendistribusian utamanya melibatkan dua pedagang perantara, yakni distributor dan
pedagang eceran.
44
DARI LUAR PROVINSI
WILAYAH PENJUALAN
KE LUAR PROVINSI
Kegiatan Usaha
0,01%
Lainnya
Sumatera Selatan 100% Distributor Jawa Tengah (0,02%)
(0,69%)
0,35% 19% DKI Jakarta (0,001%)
ht
DKI Jakarta (99,08%) 50,04%
tp
Industri 0,01%
s:
Banten (0,001%) 0,33%
Pengolahan
Agen
//w
Kalimantan Selatan w 49,81%
(0,09%)
0,08% w 0,08% 80,98%
29,98%
.b
Pedagang Grosir 70,01% Pedagang Eceran
ps 99,07% Rumah Tangga
0,23%
. go 0,01%
Keterangan:
.id
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Gambar 3.17 Pola Distribusi Perdagangan Minyak Goreng di Provinsi Jawa Barat
Cakupan wilayah survei di Provinsi Jawa Tengah yang menjadi wilayah sampel survei
pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Cilacap,
Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten
Kebumen, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten
Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten
Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus,
Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal, Kabupaten Pemalang,
Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, Kota Surakarta, dan Kota Semarang.
.id
Di Provinsi Jawa Tengah terdapat pabrik pengolahan minyak sawit menjadi
go
minyak goreng kemasan. Hasil produksinya disalurkan oleh distributor ke pedagang
.
ps
eceran (40,51 persen), agen (16,81 persen), pedagang grosir (13,25 persen),
.b
supermarket/swalayan (12,61 persen), serta dijual ke luar provinsi sebesar 16,81 persen.
w
Pedagang grosir paling banyak menyuplai minyak goreng ke pedagang eceran (82,74
w
terdapat pabrik minyak goreng, tidak dipungkiri minyak goreng yang berasal dari luar
s:
Jawa Tengah banyak beredar di dalam provinsi. Pelaku usaha yang melakukan pembelian
tp
minyak goreng dari luar Provinsi Jawa Tengah yaitu distributor, pedagang grosir, dan
ht
pedagang eceran. Selain melakukan pembelian dari luar wilayah Jawa Tengah, terjadi
juga penjualan ke luar wilayah Jawa Tengah yang dilakukan oleh distributor (16,81
persen), pedagang eceran (0,04 persen), dan produsen (80 persen). Selengkapnya pola
distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar
3.18.
Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng pada Gambar 3.18, pola
utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai
berikut:
WILAYAH PENJUALAN
KE LUAR PROVINSI
Kegiatan Usaha
3,12%
1,46% Lainnya
0,05%
0,04% DKI Jakarta (6%)
ht
DKI Jakarta (5,59%) Distributor 40,51%
Pedagang Eceran
tp
82,74% DI Yogyakarta (10,6%)
Pedagang Grosir
. go 20%
.id
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Gambar 3.18 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng di Provinsi Jawa Tengah
.id
3.11 Provinsi DI Yogyakarta
go
Cakupan wilayah survei di Provinsi DI Yogyakarta yang menjadi wilayah sampel survei
.
pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Kulon Progo,
ps
Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta.
.b
w
Berdasarkan hasil survei, pelaku usaha yang terlibat dalam perdagangan minyak
//w
goreng di Provinsi D.I. Yogyakarta terdiri dari distributor, sub distributor, pedagang grosir,
s:
provinsi karena tidak terdapat pabrik pengolahan minyak goreng kelapa sawit di provinsi
ht
ini. Penjualan terbesar distributor adalah ke pedagang eceran yaitu sebesar 90 persen.
Selain dari distributor, pedagang eceran memperoleh pasokan minyak goreng dari sub
distributor dan pedagang grosir. Pedagang eceran juga membeli ke sesama pedagang
eceran untuk memenuhi permintaan konsumen. Selengkapnya pola distribusi
perdagangan minyak goreng di Provinsi DI Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar 3.19.
Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng pada gambar tersebut,
dapat disimpulkan bahwa pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi
DI Yogyakarta adalah sebagai berikut:
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai. Pendistribusian utamanya
.id
.go
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
4,65%
Distributor 90%
Kegiatan Usaha
100% Pedagang Eceran 5,26%
ht Lainnya
49
Gambar 3.19 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng di Provinsi D.I. Yogyakarta
3.12 Provinsi Jawa Timur
Cakupan wilayah survei di Provinsi Jawa Timur yang menjadi wilayah sampel survei
pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Trenggalek,
Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten
Situbondo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Magetan, Kabupaten
Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Sumenep, Kota Kediri, Kota
Malang, dan Kota Surabaya.
.id
setelah Tanjung Priok, Jakarta. Jawa Timur banyak mensuplai barang-barang ke
go
Indonesia bagian timur. Sesuai dengan hasil survei, minyak goreng yang berasal dari luar
Jawa Timur masuk dan beredar di pasar Jawa Timur meskipun terdapat pabrik
.
ps
pengolahan minyak goreng kelapa sawit di provinsi ini. Pelaku usaha yang terlibat dalam
.b
pendistribusian minyak goreng di dalam Provinsi Jawa Timur adalah distributor, agen,
w
persen); dan ke luar Provinsi sebesar 21,61 persen. Pola distribusi perdagangan minyak
tp
goreng di Provinsi Jawa Timur beserta persentase pendistribusiannya dapat dilihat pada
ht
Gambar 3.20.
Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng pada gambar di atas,
pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Jawa Timur adalah sebagai
berikut.
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
Pendistribusian utamanya melibatkan dua pedagang perantara, yakni distributor dan
pedagang eceran.
Riau (0,92%)
DKI Jakarta (2,07%) 63,49% Distributor
DKI Jakarta (0,001%)
Jawa Barat (1,62%) 2,28%
Kegiatan Usaha Jawa Barat (2,69%)
5,07%
NTT (3,83%) 0,07%
Lainnya
66,72% 0,01%
3,28%
Jawa Tengah (2,89%)
Kalimantan Barat
(6,20%) DI Yogyakarta (3,21%)
0,46% Agen 71,17% Pedagang Eceran 99,92%
Kalimantan Tengah Bali (5,56%)
(25,34%)
9,71% 0,32% NTB (0,925)
ht
Kalimantan Timur
tp 1,99% Rumah Tangga
(9,30%) NTT (0,01%)
Supermarket/ 19,58%
Sulawesi Selatan Pedagang Grosir 14,38% Kalimantan Timur
Swalayan
s:
(3,48%) (0,92%)
Industri
Sulawesi Tenggara 3,10%
//w
3,36% Pengolahan Kalimantan Utara
(2,32%) 6,81% (0,92%)
Gorontalo (7,49%)
w 21,61% Papua (0,001%)
Maluku (13,29%)
w
WILAYAH PENJUALAN
.b
KE LUAR NEGERI
Malaysia (1,06%)
go
Qatar (0,21%)
Saudi Arabia (4,65%) 8,3%
.id
Russia Federation
(0,62%)
Singapore (0,87%)
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
51
Gambar 3.20 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng di Provinsi Jawa Timur
3.12.2 Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP)
Cakupan wilayah survei di Provinsi Banten yang menjadi wilayah sampel survei pola
distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Pandeglang,
Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang, Kota Cilegon, dan Kota Serang.
.id
go
3.13.1 Pola Distribusi
.
ps
Berdasar hasil survei, pelaku usaha yang terlibat dalam perdagang minyak goreng
di Provinsi Banten terdiri dari distributor, agen, pedagang grosir, dan pedagang eceran.
.b
w
Di provinsi ini juga terdapat pabrik pengolahan minyak goreng kelapa sawit. Sebagian
w
besar hasil produksinya dijual ke luar Provinsi Banten yaitu DKI Jakarta dan Jawa Barat.
//w
pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Banten adalah sebagai
berikut:
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk di Provinsi Banten dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga
rantai. Pendistribusian utamanya melibatkan dua pedagang perantara, yaitu distributor
dan pedagang eceran.
Kegiatan Usaha
Distributor 40% Pedagang Eceran 0,04%
Lainnya
99,82% 80%
20% 80% 52,34%
DKI Jakarta (41,12%)
ht
DKI Jakarta (36,84%) tp
10%
Agen 20% Rumah Tangga Jawa Barat (13,71%)
Jawa Barat (19,67%)
s:
//w
30%
w 47,66%
w
Industri
.b 20%
Pedagang Grosir Pengolahan
53
3.13.2 Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP)
Cakupan wilayah survei di Provinsi Bali yang menjadi wilayah sampel survei pola
distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Tabanan, Kabupaten
Badung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng, dan Kota Denpasar.
.id
go
3.14.1 Pola Distribusi
.
ps
Berdasar hasil survei, pelaku usaha yang terlibat di dalam pendistribusian minyak
goreng di Provinsi Bali terdiri dari distributor, pedagang grosir, pedagang eceran, dan
.b
w
supermarket/swalayan. Pasokan minyak goreng yang masuk ke Bali berasal dari luar
w
Provinsi Bali melalui distributor dan pedagang grosir. Distributor juga membeli dari
//w
bahkan langsung ke konsumen akhir (rumah tangga 17,63 persen; kegiatan usaha lainnya
1,16 persen; industri pengolahan 8,79 persen). Selengkapnya, pola distribusi
perdagangan minyak goreng Provinsi Bali beserta persentasenya dapat dilihat pada
Gambar 22.
Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng pada Gambar 3.22, pola
utama distribusi perdagangan minyak goreng yang melibatkan pelaku usaha perdagangan
di Provinsi Bali adalah sebagai berikut:
WILAYAH PEMBELIAN
DARI LUAR PROVINSI Supermarket/ Kegiatan Usaha
Distributor 50%
Swalayan Lainnya
w 17,63%
17,58%
w 10,52%
.b
.id
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
55
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk di Provinsi Bali sampai dengan konsumen akhir adalah empat rantai.
Pendistribusian melibatkan tiga pedagang perantara, yaitu distributor, pedagang grosir,
dan pedagang eceran.
.id
3.15 Provinsi Nusa Tenggara Barat
. go
Cakupan wilayah survei di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang menjadi wilayah
ps
sampel survei pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten
.b
Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Bima,
w
pendistribusian minyak goreng di NTB adalah distributor, pedagang grosir, dan pedagang
eceran. Distributor dan pedagang grosir mendapat pasokan minyak goreng dari Jawa
Timur. Penjualan terbanyak dari distributor yaitu ke pedagang eceran (50 persen),
selebihnya ke pedagang grosir (45 persen) dan ke rumah tangga (5 persen). Pedagang
grosir menjual sebagian besar pasokannya ke pedagang eceran (50 persen), ke sesama
pedagang grosir sebesar 30 persen dan ke supermarket/swalayan sebesar 20 persen. Nilai
persentase pendistribusian pasokan komoditas dari setiap pelaku usaha ke pelaku usaha
lainnya dan konsumen akhir selengkapnya disajikan pada Gambar 3.23.
Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng pada Gambar 3.23, pola
utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah
sebagai berikut:
.id
Supermarket/ Industri
Pedagang Grosir 20% 2,51%
go
Swalayan Pengolahan
.
ps
.b
Keterangan:
w
Cakupan wilayah survei di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang menjadi wilayah sampel
survei pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Sumba
Timur, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Rote Ndao, dan Kota Kupang.
.id
go
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk sampai dengan konsumen akhir adalah tigs rantai. Pendistribusian utamanya
.
ps
melibatkan dua pedagang perantara, yakni pedagang grosir dan pedagang eceran.
.b
WILAYAH PEMBELIAN
w
30% 100%
tp
ht
10%
Supermarket/
Swalayan
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi bahwa MPP minyak goreng di Provinsi
Nusa Tenggara Timur adalah sebesar 24,93 persen. Angka ini mengindikasikan bahwa
kenaikan harga minyak goreng dari produsen sampai dengan konsumen akhir di Provinsi Nusa
Cakupan wilayah survei di Provinsi Kalimantan Barat yang menjadi wilayah survei
pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Sambas,
Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Kubu Raya, Kota Pontianak, dan Kota Singkawang.
.id
perdagangan minyak goring di Provinsi Kalimantan Barat terdiri dari produsen, distributor,
go
pedagang grosir, dan pedagang eceran. Distributor menyalurkan pasokannya ke
pedagang grosir dan pedagang eceran. Kemudian pedagang eceran mendistribusikannya
.
ps
ke konsumen akhir. Pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi
.b
Kalimantan Barat disajikan pada Gambar 3.25. Berdasarkan pola distribusi perdagangan
w
minyak goreng tersebut, dapat disimpulkan bahwa pola utama distribusi perdagangan
w
//w
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
Pendistribusian utamanya melibatkan tiga pedagang perantara, yakni distributor dan
pedagang eceran.
Industri
0,01%
2,24% Pengolahan
DKI Jakarta (0,02%)
Berdasarkan hasil survei, pola distribusi minyak goreng bermula dari distributor
yang mendapatkan pasokan dari wilayah luar provinsi. Distributor menjual seluruh
pasokannya ke pedagang grosir. Kemudian pedagang grosir menjual sebagian besar
pasokannya ke pedagang eceran sebelum akhirnya sampai di tangan konsumen akhir.
.id
Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng pada Gambar 3.26, pola
go
utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Kalimantan Tengah adalah
.
ps
sebagai berikut.
.b
Konsumen Akhir
w
//w
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah empat rantai.
s:
tp
Distributor
Kegiatan Usaha
0,77%
ht
tp Lainnya
Jawa Timur (82,22%) 100% s: 2,67%
Kalimantan Selatan
//w
(17,78%) w
Pedagang Grosir 90,40% Pedagang Eceran 96,56% Rumah Tangga
w
.b
7,02% 2,58%
ps
. go
Keterangan:
.id
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Gambar 3.26 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng di Provinsi Kalimantan Tengah
.id
Pendistribusian pasokan komoditas dari setiap pelaku usaha selengkapnya disajikan pada
go
Gambar 3.27. Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng pada gambar
.
ps
tersebut, pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Kalimantan
.b
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
tp
ht
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
Pendistribusian utamanya melibatkan dua pedagang perantara, yaitu distributor dan
pedagang eceran.
2,49%
Kegiatan Usaha
9,69%
Lainnya
Kalimantan Tengah
Jawa Timur (16,76%) 41,73%
(36,54%)
Distributor
Pemerintah dan
4,85%
ht
Lembaga Nirlaba
70%
tp
s:
Supermarket/
Agen 10% 0,5%
Swalayan Industri
//w
Pengolahan
0,45%
w 55,91%
20%
2,37% w 5,02%
57,01%
.b 79,99%
Pedagang Grosir Pedagang Eceran
ps Rumah Tangga
. 40%
go
Keterangan:
.id
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
persentase pendistribusian pasokan komoditas dari setiap pelaku usaha ke pelaku usaha
go
lainnya dan konsumen akhir selengkapnya disajikan pada Gambar 3.28. Berdasarkan pola
.
distribusi perdagangan minyak goreng tersebut, dapat disimpulkan bahwa pola utama
ps
distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Kalimantan Timur adalah sebagai
.b
berikut:
w
w
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
s:
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
tp
ht
//w
Pedagang Grosir 65% Pedagang Eceran 96,48% Rumah Tangga
w
w
35%
.b 2,03%
ps
.go
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
Gambar 3.28 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng di Provinsi Kalimantan Timur
Berdasar hasil survei, pola distribusi minyak goreng di Provinsi Kalimantan Utara
melibatkan pelaku usaha importir, pedagang grosir, pedagang eceran dan rumha tangga.
Pedagang grosir memasok sebagian besar ke pedagang eceran untuk selanjutnya
disalurkan seluruhnya ke konsumen akhir. Sedangkan importir langsung memasok ke
konsumen akhir yakni rumah tangga. Nilai persentase pendistribusian pasokan komoditas
.id
dari setiap pelaku usaha ke pelaku usaha lainnya dan konsumen akhir selengkapnya
go
disajikan pada Gambar 3.29. Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng
.
ps
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di
.b
Konsumen Akhir
//w
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
s:
tp
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
ht
Pendistribusian utamanya melibatkan dua pedagang perantara, yaitu pedagang grosir dan
pedagang eceran.
100%
WILAYAH PEMBELIAN
DARI LUAR PROVINSI
Pedagang Grosir 70% Pedagang Eceran 100% Rumah Tangga
30%
Jawa Timur (99,60%)
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
go
Gambar 3.29 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng
di Provinsi Kalimantan Utara
.
ps
.b
w
w
Cakupan wilayah survei di Provinsi Sulawesi Utara yang menjadi wilayah sampel
s:
Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Manado, Kota
Bitung, Kota Tomohon, dan Kota Kotamobagu.
Berdasar hasil survei didapatkan informasi bahwa pasokan minyak goreng dari
distributor sebagian besar disalurkan ke pedagang eceran sebelum akhirnya ke konsumen
akhir. Secara umum, pola utama distribusi perdagangan minyak goreng Provinsi Sulawesi
Utara disajikan pada Gambar 30. Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di
Provinsi Sulawesi Utara adalah sebagai berikut.
WILAYAH PEMBELIAN
DARI LUAR PROVINSI
DKI Jakarta (100%) Pedagang Grosir 100% Pedagang Eceran 100% Rumah Tangga
.id
go
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.
ps
.b
Provinsi Sulawesi Utara adalah sebesar 14,61 persen. Angka ini mengindikasikan bahwa
ht
kenaikan harga minyak goreng dari produsen sampai dengan konsumen akhir di Provinsi
Sulawesi Utara adalah sebesar 14,61 persen.
Cakupan wilayah survei di Provinsi Sulawesi Tengah yang menjadi wilayah sampel
survei pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Banggai,
Kabupaten Parigi Moutong, dan Kota Palu.
Berdasarkan hasil survei, sebagian besar pola distribusi minyak goreng bermula
dari pedagang grosir yang didistribusikan ke pedagang eceran. Pasokan dari pedagang
eceran kemudian didistribusikan ke konsumen akhir dan pemerintah dan lembaga nirlaba.
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
.id
Pendistribusian utamanya melibatkan dua pedagang perantara, yaitu pedagang grosir dan
go
pedagang eceran.
.
ps
3.23.2 Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP)
.b
Provinsi Sulawesi Tengah adalah sebesar 17,82 persen. Angka ini mengindikasikan bahwa
//w
kenaikan harga minyak goreng dari produsen sampai dengan konsumen akhir di Provinsi
Sulawesi Tengah adalah sebesar 17,82 persen.
s:
tp
WILAYAH PEMBELIAN
ht
Sulawesi Selatan
Pedagang Grosir 70% Pedagang Eceran 98,66% Rumah Tangga
(100%)
Pemerintah dan
1,34%
Lembaga Nirlaba
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Cakupan wilayah survei di Provinsi Sulawesi Selatan yang menjadi wilayah sampel
survei pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten
Bulukumba, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Takalar, Kabupaten
Gowa, Kabupaten Maros, Kabupaten Bone, Kabupaten Wajo, Kabupaten Sidenreng
Rappang, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten
Toraja Utara, Kota Makassar, dan Kota Parepare.
.id
Berdasarkan hasil survei, produsen minyak goreng menyalurkan pasokannya ke
go
distributor, pedagang grosir, pedagang eceran sebelum akhirnya sampai ke konsumen
akhir. Pola utama distribusi perdagangan minyak goreng Provinsi Sulawesi Selatan
.
ps
disajikan pada Gambar 3.32. Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng
.b
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di
w
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
ht
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah empat rantai.
Pendistribusian utamanya hanya melibatkan tiga pedagang perantara, yaitu distributor,
pedagang grosir, dan pedagang eceran.
8,3% 29,74%
//w
100%
15,55% w
w 70,26%
Pedagang Grosir .b 37,52% Pedagang Eceran 86,84% Rumah Tangga
ps 4,26%
.
Pemerintah dan
go
0,24%
Lembaga Nirlaba
2,13%
.id
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Gambar 3.32 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng di Provinsi Sulawesi Selatan
Berdasar hasil survei didapatkan informasi bahwa pasokan minyak goreng dari
distributor sebagian besar disalurkan ke pedagang eceran sebelum akhirnya ke konsumen
akhir. Nilai persentase pendistribusian pasokan komoditas dari setiap pelaku usaha ke
pelaku usaha lainnya dan konsumen akhir selengkapnya disajikan pada Gambar 3.33.
Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng pada Gambar 3.33, pola
.id
utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah
go
sebagai berikut:
.
ps
Luar Provinsi Distributor Pedagang Eceran Konsumen Akhir
.b
w
w
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
//w
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
s:
pedagang eceran.
ht
Distributor Supermarket/
40%
Swalayan
0,06%
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
Gambar 3.33 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng di
go
Provinsi Sulawesi Tenggara
.
ps
3.26 Provinsi Gorontalo
.b
w
Cakupan wilayah survei di Provinsi Gorontalo yang menjadi wilayah sampel survei
w
pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Pohuwato dan
//w
Kota Gorontalo.
s:
tp
Bila dilihat dari hasil survei, pola distribusi minyak goreng bermula dari distributor
selanjutnya distributor menjual pasokannya ke pedagang eceran sebelum akhirnya dijual
ke konsumen akhir. Distributor membeli pasokan minyak goreng seluruhnya dari luar
Provinsi Gorontalo karena di provinsi ini tidak terdapat pabrik pengolahan minyak goreng
dari minyak sawit. Nilai persentase pendistribusian pasokan komoditas dari setiap pelaku
usaha ke pelaku usaha lainnya dan konsumen akhir selengkapnya disajikan pada gambar
berikut:
Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng pada gambar di atas,
pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Gorontalo adalah sebagai
berikut.
.id
go
WILAYAH PEMBELIAN
DARI LUAR PROVINSI
.
ps
Sulawesi Selatan
.b
0,04%
Keterangan:
s:
Distribusi minyak goreng yang ada di Provinsi Sulawesi Barat bermula dari
distributor yang mendapat pasokan dari luar provinsi. Selanjutnya distributor menjual
pasokannya ke pedagang eceran, dan ke konsumen akhir. Nilai persentase pendistribusian
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
Pendistribusian utamanya melibatkan dua pedagang perantara, yaitu distributor dan
.id
pedagang eceran.
go
3.27.2 Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP)
.
ps
Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi bahwa MPP minyak goreng di
Provinsi Sulawesi Barat adalah sebesar 14,28 persen. Angka ini mengindikasikan bahwa
.b
w
kenaikan harga minyak goreng dari produsen sampai dengan konsumen akhir di Provinsi
w
WILAYAH PEMBELIAN
DARI LUAR PROVINSI
tp
ht
Distributor
60%
40%
Sulawesi Selatan 5,19%
(100%)
49,60%
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Cakupan wilayah survei di Provinsi Maluku yang menjadi wilayah sampel survei
pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Maluku
Tengah, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kota Ambon.
Distribusi minyak goreng yang ada di Provinsi Maluku bermula dari distributor
yang mendapat pasokan dari luar provinsi. Selanjutnya distributor menjual pasokannya
ke pedagang eceran, dan ke konsumen akhir. Nilai persentase pendistribusian pasokan
komoditas dari setiap pelaku usaha ke pelaku usaha lainnya dan konsumen akhir
selengkapnya disajikan pada Gambar 36.
.id
Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng pada Gambar 36, pola
go
utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Maluku adalah sebagai berikut:
.
ps
Luar Provinsi Distributor Pedagang Eceran Konsumen Akhir
.b
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
w
w
terbentuk sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai. Pendistribusian utamanya
//w
Distributor
55,91%
Jawa Timur (100%)
44,09%
28,25%
40%
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
Gambar 3.36 Pola Distribusi Perdagangan Minyak goreng di
go
Provinsi Maluku
.
ps
3.29 Provinsi Maluku Utara
.b
Cakupan wilayah survei di Provinsi Maluku Utara yang menjadi wilayah sampel
w
w
Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Kota Ternate, dan Kota Tidore
s:
Kepulauan.
tp
.id
WILAYAH PEMBELIAN
DARI LUAR PROVINSI
go
21,70%
.
ps
Jawa Timur (100%) Pedagang Grosir 60% Pedagang Eceran 78,30% Rumah Tangga
.b
w
w
40%
//w
s:
Keterangan:
tp
Cakupan wilayah survei di Provinsi Papua Barat yang menjadi wilayah sampel
survei pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten
Manokwari dan Kota Sorong.
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
terbentuk sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai. Pendistribusian utamanya
melibatkan tiga pedagang perantara, yaitu distributor dan pedagang eceran.
.id
3.30.2 Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP)
go
Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi bahwa MPP minyak goreng di
.
ps
Provinsi Papua Barat adalah sebesar 20,80 persen. Angka ini mengindikasikan bahwa
.b
kenaikan harga minyak goreng dari produsen sampai dengan konsumen akhir di Provinsi
w
WILAYAH PEMBELIAN
DARI LUAR PROVINSI
s:
Kegiatan Usaha
tp
10%
Lainnya
ht
30%
60%
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Cakupan wilayah survei di Provinsi Papua yang menjadi wilayah sampel survei
pola distribusi perdagangan komoditas minyak goreng meliputi Kabupaten Merauke,
Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kota Jayapura.
.id
penjualan minyak goreng di Provinsi Papua dari setiap pelaku usaha perdagangan beserta
go
persentasenya dapat dilihat pada Gambar 3.39.
.
Berdasarkan pola distribusi perdagangan minyak goreng pada gambar di atas,
ps
pola utama distribusi perdagangan minyak goreng di Provinsi Papua adalah sebagai
.b
berikut.
w
w
Konsumen Akhir
s:
Banyaknya rantai pada pola utama distribusi perdagangan minyak goreng yang
tp
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
ht
Pendistribusian utamanya melibatkan dua pedagang perantara, yaitu pedagang grosir dan
pedagang eceran.
Supermarket/
50% Industri
Swalayan 10%
Pengolahan
DKI Jakarta (0,02%) ht
Jawa Timur (99,98%)
tp
Pedagang Grosir 25% Pedagang Eceran 73,63% Rumah Tangga
s:
//w 5%
w
w 26,37%
Kegiatan Usaha
10%
.b
ps Lainnya
.go
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
Hasil Survei Pola Distribusi menunjukkan bahwa pendistribusian minyak goreng dari
produsen ke konsumen akhir melibatkan 2 sampai dengan 4 pelaku usaha distribusi
perdagangan. Terdapat 2 provinsi dengan pendistribusian minyak goreng yang melibatkan 4
pelaku usaha distribusi perdagangan, yakni Jawa Tengah dan Banten. Sedangkan provinsi
yang hanya melibatkan 2 pelaku usaha dalam pendistribusian minyak goreng sebagian besar
provinsi-provinsi di bagian timur Indonesia. Untuk provinsi-provinsi yang berada di Pulau
Jawa rata-rata melibatkan 3 pelaku usaha.
.id
Berdasarkan pola utama, mayoritas distribusi perdagangan minyak goreng di provinsi-
provinsi di Indonesia (31 dari 34 provinsi) adalah melewati tiga rantai, yakni pendistribusian
go
barang dari produsen ke konsumen akhir melewati 2 pedagang perantara. Pola utama dengan
.
ps
rantai terpanjang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan, dengan pendistribusian minyak goreng
.b
dari produsen ke konsumen akhir melewati empat rantai dengan tiga pedagang perantara
w
yaitu melalui distributor, pedagang grosir, dan pedagang eceran. Sementara itu, pola utama
w
dengan rantai terpendek terjadi di Provinsi Riau sebanyak tiga rantai dengan melalui 2
//w
pedagang perantara, yaitu distributor dan pedagang eceran. Jika diagregasikan secara
s:
nasional, pola utama pendistribusian minyak goreng adalah melewati tiga rantai, dengan
tp
pendistribusian barang dari produsen ke konsumen akhir melewati dua pelaku usaha
ht
Secara nasional, MPP minyak goreng adalah sebesar 18,70 persen. Angka tersebut
mengindikasikan bahwa secara umum, kenaikan harga minyak goreng dari produsen sampai
dengan konsumen akhir adalah sebesar 18,70 persen. NTB merupakan provinsi dengan MPP
terbesar yaitu 29,39 persen, sedangkan Riau merupakan povinsi dengan MPP terendah yakni
8,79 persen.
RAHASIA VPDP-18
REPUBLIK INDONESIA
BADAN PUSAT STATISTIK
1. Provinsi
: ………………………………………………………….….
.id
1)
2. Kabupaten/Kota
: ………………………………………………………….….
go
3. Kecamatan
: ………………………………………………………….….
4. Kelurahan/Desa1)
.
ps
: ………………………………………………………….….
………………………………………………………………………………………………………………….
Kewajiban : Responden wajib memberikan keterangan yang diperlukan dalam penyelenggaraan statistik dasar oleh Badan Pusat Statistik
berdasarkan Undang-undang No. 16 tahun 1997 tentang Statistik pasal 27.
2. Rata-rata banyaknya tenaga kerja per bulan pada tahun 2017: ....................... orang
5. a. Apakah memiliki ijin khusus dalam menjalankan usaha dari instansi terkait? 1. Ya 2. Tidak
b. Jika "Ya" ( Rincian 5a kode 1), maka ijin usaha adalah sebagai:
1. Produsen 4. Agen 7. Swalayan/Supermarket
2. Distributor 5. Sub Agen 8. Eksportir
3. Sub distributor 6. Pedagang grosir 9. Importir
6. Apakah komoditas yang dijual adalah produksi sendiri (produsen)? 1. Ya 2. Tidak
.id
9. Apakah menjalankan usaha berdasarkan sistem komisi? 1. Ya 2. Tidak
go
r Blok III s.d. Blok VI, berkaitan dengan komoditas pada Rincian 4.
a. …………..……………..…………………………………………………………………………… %
w
……………………….. ……………………..……..
c. …………..……………..…………………………………………………………………………… % ………………………..
s:
f. …………..……………..…………………………………………………………………………… % ………………………..
ht
Jumlah 1 0 0 %
3) Kode Provinsi/Negara diisi oleh pemeriksa
b. %
…………..……………..…………………………………………………………………………… ……………………….. ……………………..……..
d. %
…………..……………..…………………………………………………………………………… ……………………….. ……………………..……..
f. %
…………..……………..…………………………………………………………………………… ……………………….. ……………………..……..
Jumlah 1 0 0 %
No. Asal pembelian barang dagangan Persentase Harga Beli per Kg (Rp)
(1) (2) (3) (4)
1. Dalam provinsi
a. Importir …………………………………………………………………………………………………………
a. % …………………………………………
b. Produsen …………………………………………………………………………………………………………
b. % …………………………………………
c. Distributor …………………………………………………………………………………………………………
c. % …………………………………………
d. %
d. Sub distributor ………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………
e. Agen …………………………………………………………………………………………………………
e. % …………………………………………
f. %
f. Pedagang grosir ………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………
g. %
g. Pedagang pengepul ………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………
h. %
h. Pedagang eceran ………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………
i. %
i. Petani/Peternak………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………
2. Luar provinsi %
3. Luar negeri %
.id
Jumlah 1 0 0 %
2) Persentase dari volume pembelian di kolom (3) yang berasal dari luar provinsi
go
2. Penjualan barang dagangan/hasil produksi selama tahun 2017:
No. Tujuan penjualan barang dagangan/hasil produksi Persentase Harga Jual per Kg (Rp)
(1) (2)
. (3) (4)
ps
1. Dalam provinsi
a. Eksportir ………………………………………………………………………………………………
a. % ……………………………………...……
.b
b. Distributor ………………………………………………………………………………………………
b. % ……………………………………...……
w
d. Agen ………………………………………………………………………………………………
d. % ……………………………………...……
//w
g. Supermarket/swalayan ………………………………………………………………………………………………
g. % ……………………………………...……
tp
2. Luar provinsi %
3. Luar negeri %
Jumlah 1 0 0 %
2) Persentase dari volume penjualan di kolom (3) yang dijual ke luar provinsi
RINCIAN INI DIISI OLEH PEMERIKSA
3. Berdasarkan asal pembelian dan tujuan penjualan(Blok IV Rincian 1 dan 2) dan indikator pelaku usaha
(Blok II Rincian
(Rincian 6 s.d.
ini diisi oleh Rincian 9), usaha/perusahaan ini dapat dikategorikan sebagai:
pengawas)
1. Produsen 4. Sub distributor 7. Pedagang eceran
2. Berapa persen nilai penjualan komoditas yang diteliti terhadap seluruh nilai penjualan selama tahun 2017?
3. Selama tahun 2017, produksi/penjualan komoditas terjadi pada bulan: (beri tanda √ )
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
.id
4. a. Selama tahun 2017 rata-rata harga komoditas yang diproduksi/dijual dibanding tahun sebelumnya
go
b. Jika lebih murah, faktor utama penyebabnya:
Produksi banyak 1 Ada operasi pasar 3
.
ps
Ada impor 2 Lainnya (tuliskan : ….………….) 4
1. Nama
…………………………....……….. …………………………....……….. …………..………..……..……..
2. Telepon
…………………………....……….. …………………………....……….. …………..………..……..……..
3. Tanggal
………..….…. s.d. ………….…… ………..….…. s.d. ………….…… ……..….…. s.d. ………….……
4. Tanda tangan
…………………………....……….. …………………………....……….. …………..………..……..……..
Mulai
Apakah
termasuk KBLI Ya Produsen
Produsen?
Tidak
Apakah
membeli dari luar Ya Importir
negeri > 50%?
Tidak
.id
Apakah
go
menjual ke luar negeri Ya Eksportir
> 50%?
.
ps
Tidak
.b
w
Apakah
Pedagang
menjual ke rumah Ya
w
Tidak
s:
Apakah
tp
Apakah
membeli dari
Ya menjual ke konsumen Ya
distributor
ht
akhir ≤ 50%?
= 100%?
Sub Distributor
Tidak Tidak
Pedagang
Grosir
Apakah
berdasarkan sistem Ya Agen
komisi?
Tidak
Apakah
membeli dari produsen + Pedagang
distributor + pengepul
Ya
.id
Grosir
≤ 50%?
go
Tidak
.
ps
Apakah
menguasai gudang yg Ya Distributor
.b
terdaftar?
w
Tidak
w
//w
Apakah
Pedagang
aktif mendatangi Ya
Pengepul
s:
petani?
tp
Tidak
ht
Pedagang
Grosir