Oleh:
Karya Ilmiah Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Ners
Oleh:
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN LAPORAN
karya ilmiah akhir ini saya susun tanpa melakukan plagiat sesuai peraturan yang
penulis, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk, saya nyatakan dengan
benar. Bila ditemukan plagiat maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan
Penulis
NIM 163.0069
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
NIM. : 163.0069
Surabaya
menyetujui laporan karya ilmiah akhir ini guna memenuhi sebagaian persyaratan
NERS (Ns.)
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT Yang
Maha Esa, atas limpahan rahmat, karunia dan hidayahnya sehingga penulis dapat
menyusun karya ilmiah akhir yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Karya ilmiah akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Kesehatan Hang Tuah Surabaya. Karya ilmiah akhir ini disusun dengan
kemampuan dan pemanfaatan literatur, sehingga karya ilmiah akhir ini dibuat
dengan sangat sederhana baik dari segi sistematika maupun isinya jauh dari
kesempurnaan.
iv
3. Puket 1, Puket 2, dan Puket 3 STIKES Hang Tuah Surabaya yang telah
4. Bapak Ns. Nuh Huda, M.Kep., Sp.Kep.MB, selaku kepala program studi
5. Ibu Diyah Arini, S.Kep., Ns., M.Kes. selaku pembimbing I yang penuh
7. Orang tuaku dan kakakku tercinta yang tanpa henti memberikan doa,
penyusunan karya ilmiah akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
atas bantuannya. Penulis hanya bisa berdoa semoga Allah SWT membalas
amal baik semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian
v
Semoga budi baik yang telah diberikan kepada peneliti mendapatkan
balasan rahmat dari Allah SWT Yang Maha Pemurah. Peneliti berharap bahwa
Penulis
vi
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................. 4
1.5 Metode Penulisan .............................................................................. 5
1.6 Sistematika Penulisan ......................................................................... 7
vii
3.1.2 Pengkajian Keluarga........................................................................... 39
3.1.3 Riwayat Sosial .................................................................................... 39
3.1.4 Kebutuhan dasar ................................................................................. 39
3.1.5 Keadaan Umum .................................................................................. 40
3.1.6 Pemeriksaan Fisik .............................................................................. 41
3.1.7 Tingkat Perkembangan ....................................................................... 41
3.1.8 Pemeriksaan Penunjang...................................................................... 42
3.1.9 Terapi .................................................................................................. 42
3.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 43
3.3 Intervensi Keperawatan ...................................................................... 44
3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan .......................................... 45
BAB 4 Pembahasan
4.1 Pengkajian ......................................................................................... 51
4.2 Diagnosa Keperawatan ...................................................................... 58
4.3 Intervensi Keperawatan ...................................................................... 61
4.4 Implementasi Keperawatan ............................................................... 64
4.5 Evaluasi Keperawatan ....................................................................... 66
BAB 5 Penutup
5.1 Simpulan ........................................................................................... 69
5.2 Saran ................................................................................................... 70
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR SINGKATAN
BB : Berat Badan
HB : Hepatitis B
TBC : Tuberculosa
xi
BAB 1
PENDAHULUAN
Indonesia. Diare merupakan penyakit yang lebih sering Diare adalah buang air
besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair, kandungan air
tinja lebih banyak dari pada biasanya, lebih dari 200 gram atau 200 ml/ 24 jam.
Definisi lain memakai frekuensi yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali
perhari. Buang air besar tersebut dapat berupa lender atau darah (Sudoyo Aru,
dkk, 2009).
Data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) pada tahun
2009 menyatakan bahwa lebih dari sepertiga kematian anak secara global
menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Beban global diare
pada tahun 2011 adalah 9,00% balita meninggal dan 1,0% untuk kematian
Diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada balita
tertinggi terjadi pada anak dengan umur 6-35 bulan, karena pada umur sekitar 6
1
2
bulan anak sudah tidak mendapatkan air susu ibu. Prevalensi diare berdasarkan
jenis kelamin tercatat sebanyak 8.327 penderita laki laki, dan 8054 penderita
perempuan.
Penyakit Diare didaerah Jawa Timur dalam kurun waktu 6 (enam) tahun
terakhir cenderung meningkat, dimana pada tahun 2013 mencapai 118,39 %, dan
sedikit menurun pada tahun 2014 menjadi 106 %. Hal ini terjadi karena
penurunan angka morbiditas dari tahun 2012 yang sebesar 411/1.000 penduduk
menjadi 214/1.000 penduduk pada tahun 2013. Kualitas tata laksana program
Diare dari sisi pelaporan dalam kurun waktu 6 (enam) tahun terakhir belum
seluruhnya mencapai target karena angka penggunaan Oralit kurang dari 100 %
dan angka penggunaan infus lebih besar dari 1 % (Dinkes Jatim, 2014).
faktor diantaranya pertama faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya
kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus dan dapat
usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan
dan elektrolit. Adanya toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem transport
aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian akan
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang
dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. Ketiga, faktor
makanan ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan
3
dapat menyebabkan diare (Hidayat, AA, 2007). Komplikasi yang dapat muncul
pada penderita diare bila tidak segera ditangani dengan benar dapat terjadi
vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktase, terjadi kejang pada dehidrasi
hipertonik. Selanjutnya dapat terjadi malnutrisi energi protein akibat muntah dan
penyakit diare pada anak. Melihat kasus tersebut maka dibutuhkan peran dan
memeriksa kondisi secara dini sesuai dengan jangka waktu tertentu untuk
mengobati penyebab dasar dan dalam perawatan diri klien secara optimal,
dengan diare.
Surabaya.
Ramelan Surabaya.
Ramelan Surabaya.
Berdasarkan tujuan umum dan tujuan khusus maka karya ilmiah akhir ini
1. Secara Teoritis
pada anak.
2. Secara Praktis
gastroenteritis akut.
1. Metode
Metode yang digunakan adalah metode studi kasus. Studi kasus yaitu
a. Wawancara
b. Observasi
c. Pemeriksaan
penanganan selanjutnya.
3. Sumber Data
a. Data Primer
pasien.
b. Data Sekunder
c. Studi Kepustakaan
dibahas.
Dalam studi kasus ini secara keseluruhan dibagi menjadi 3 (tiga) bagian,
yaitu :
2. Bagian inti terdiri dari 5(lima) bab, yang masing-masing bab terdiri dari
gastroenteritis akut
BAB 4 : Pembahasan kasus yang ditemukan berisi data, teori, dan opini
serta analisis.
TINJAUAN PUSTAKA
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair, kandungan air tinja lebih banyak dari pada biasanya, lebih dari 200
gram atau 200 ml/ 24 jam. Definisi lain memakai frekuensi yaitu buang air besar
encer lebih dari 3 kali perhari. Buang air besar tersebut dapat berupa lender atau
defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja
terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja
Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga
didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair
dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila sudah
lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah
8
9
1. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan
Menurut Depkes (2011), diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang
banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut
dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu: (1) Diare tanpa dehidrasi, (2)
Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat
badan, (3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-
8% dari berat badan, (4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang
2. Diare persisten
kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
3. Diare kronik
metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari. Menurut
(Suharyono, 2008), diare kronik adalah diare yang bersifat menahun atau
1. Faktor infeksi
masuk kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan
Adanya toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem transpor menjadi aktif
dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan
2. Faktor malabsorbsi
tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air dan elektrolit
ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah
diare.
laktosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik
4. Faktor psikologis
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja
12
cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah
sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam
sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak
dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau
sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau
banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi makin tampak.
Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar
menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan,
sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi
faktor diantaranya pertama faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya
kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus dan dapat
yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan
elektrolit. Adanya toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem transport aktif
dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian akan
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang
dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. Ketiga, faktor
makanan ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan
berikut:
1. Dehidrasi
6. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare yang berlangsung lama)
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan
cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare
1. Berikan Oralit
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat
ini yang beredar di pasaran adalah oralit yang baru dengan osmolaritas yang
rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan
yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila
15
penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk
mendapat pertolongan cairan melalui infus. Berikut adalah cara pemberian oralit
dehidrasi.
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di
beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari
biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan
makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan
diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotik hanya bermanfaat
pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek
kolera. Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di
efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
5. Pemberian Nasehat
Orang tua atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi
nasehat tentang cara memberikan cairan dan obat di rumah, serta kapan harus
membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila diare lebih sering, muntah
Diare
Frekuensi BAB
Distensi abdomen
meningkat
Mual muntah
Hilang cairan Kerusakan
dan elektrolit integritas kulit
berlebihan perianal
Nafsu makan
menurun
Gangguan Asidosis
keseimbangan metabolik
cairan dan Ketidakseimbangan
elektrolit Sesak nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Dehidrasi Gangguan
pertukaran gas
Kakurangan Hipertermia
volume cairan
atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang dapat diukur dengan
ukuran berat (gram, pound, kilo). Ukuran panjang dengan cm atau meter, umur
dan fungsi tubuh yang lebih komplek dalam pola yang teratur sebagai hasil dari
Menurut Putra, dkk (2014) tumbuh kembang anak usia bayi (0-12 bulan)
1. Perkembangan Psikososial
Pada masa intra uterine merupakan masa yang aman dan nyaman serta
(pada umumnya berasal dari aktifitas tubuhnya sendiri). Usia 4-10 bulan
tergantung penuh pada orang lain. Bila pada fase ini tidak terpenuhi maka
akan timbul perilaku menggigit kuku, menggigit ibu jari. Pada masa
yang dapat memuaskan adalah menggigit. Pada masa ini anak secara aktif
dan dimasukkan kedalam mulutnya. Bila masa ini terfiksasi atau tidak
maupun terselubung.
kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit.
1. Imunisasi Hepatitis B
kamar.
anterolateral paha.
e. Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan
boleh diberikan pada bayi yang mengalami penyakit kulit yang berat/
luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan
regional di ketiak dan / atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak
3. Imunisasi Polio
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio trivalent yang terdiri dari
suspensi virus poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah
Poliomyelitis.
vaksin.
yang baru.
d. Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh
atau B
4. Imunisasi DPT
Imunisasi DPT adalah vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan
toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi. Imunisasi ini
pertusis. Reaksi yang timbul adalah reaksi lokal seperti rasa sakit,
5. Imunisasi Campak
ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan dengan aquabidest
campak. Efek samping imunisasi ini adalah 15% pasien dapat mengalami
demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari
setelah vaksinasi. Imunisasi ini tidak boleh diberikan pada anak yang
atas, pada usia 9-11 bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 6-7
maksimum 6 jam.
2.4.1 Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, dan
penghasilan.
2. Keluhan utama
Buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair
(diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/sedang),
BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung < 14 hari maka
yaitu:
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan timbul diare.
b. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.
c. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan
gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam
4. Riwayat kesehatan
yaitu:
atau berakibat berat pada anak-anak dengan campak atau yang baru
tahun biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi
d. Riwayat nutrisi
nutrisi, yaitu:
masak dan diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang
5. Pemeriksaan fisik
berikut:
a. Keadaan umum
Baik, sadar pada anak diare tanpa dehidrasi, gelisah dan rewel pada
anak dengan dehidrasi ringan atau sedang, dan lesu, lunglai, atau tidak
b. Berat badan
c. Kulit
ujung jari (bukan kuku). Apabila turgor kembali dengan cepat (< 2 detik),
Apabila turgor kembali sangat lambat (> 2 detik), ini termasuk diare
d. Kepala
e. Mata
Mulut dan lidah basah pada anak diare tanpa dehidrasi, mulut dan
lidah kering pada anak dengan diare dehidrasi ringan/sedang, mulut dan
g. Abdomen
meningkat.
29
h. Anus
menigkat.
keperawatan, yaitu:
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diare tidak terjadi
kebutuhan cairan
kekurangan nutrisi
gastrointestina
a. Kaji dan pantau tanda dan gejala dehidrasi dan intake output cairan.
elektrolit dan upaya rehidrasi cairan yang telah keluar akibat BAB
yang berlebihan.
pasien.
Rasional : Deteksi dini untuk pemberian terapi nutrisi yang tepat dan
memperbaiki defisit.
dan segera mulai pemberian makanan per oral setelah kondisi klien
mengizinkan
fungtiolaesa)
panas.
sehari-hari.
klien.
perawat.
kesehatan.
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
seorang anak laki-laki bernama An. S berusia 10 bulan, tanggal lahir 29 Agustus
2016 dan beragama islam. Pasien merupakan anak kedua dari Tn. T dan Ny. L.
Keluhan utama pada An. S adalah An. S diare 3 kali dengan ampas dan
lendir serta berwarna kuning. Riwayat penyakit sekarang pada tanggal 17 Juni
2017 An. S muntah-muntah hingga 5-7 kali, lalu pukul 09.00 WIB An. S dibawa
oleh keluarga ke IGD RSAL Dr. Ramelan Surabaya. Saat itu keluarga meminta
agar An. S dilakukan rawat jalan saja. Siang hari kira-kira pukul 13.30 WIB saat
dirumah An. S diare 5 kali disertai ampas, lendir dan berwarna hijau. Saat
dirumah An. S diberikan obat anti muntah yang didapat dari IGD RSAL Dr.
Ramelan Surabaya. Keesokan harinya pada tanggal 18 Juni 2017 pukul 22.00
WIB An. S dibawa kembali ke IGD RSAL Dr. Ramelan Surabaya karena An. S
mengalami diare berkali-kali, demam, dan masih muntah. Saat di IGD dilakukan
pemeriksaan suhu tubuh An. S dan didapatkan hasil 37oC, kemudian AN. S
diberikan terapi infus KAEN 3B 500 cc dan injeksi antrain 80 mg. An. S
dipindahkan keruang D1 pada pukul 01.00 WIB. Saat dilakukan pengkajian pada
tanggal 19 Juni 2017 pukul 08.00 An. S masih diare 3 kali dengan ampas, lendir,
37
38
dan berwarna kuning yang disertai mual, namun tidak mengalami demam dan
24x/menit. An. S terpasang infus ditangan kiri KAEN 3B 800 cc/ 24 jam.
Riwayat kehamilan dan persalinan An. S, ibu pasien mengatakan pada saat
hanya mengkonsumsi vitamin dan tablet Fe. An. S lahir secara spontan di RSAL
Dr. Ramelan Surabaya dengan berat badan lahir 3300 gr dan panjang badan 49
cm. Ibu pasien mengatakan tidak ada penyulit saat persalinan. Sejak lahir hingga
usia 6 bulan An. S diberikan ASI eksklusif. An. S diberikan pendamping ASI
Riwayat masa lampau An. S didapatkan data bahwa pasien tidak pernah
dirawat di RS sebelumnya, pasien hanya mengalami batuk pilek biasa dan sembuh
setelah diberikan obat. Ibu pasien juga mengatakan bahwa An. S tidak pernah
menjalani operasi. An. S tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-
obatan sebelumnya. An. S sudah mendapatkan imunisasi HB-1 dan polio-0 saat
lahir, usia 1 bulan mendapatkan imunisasi HB-2 dan BCG, usia 2 bulan
imunisasi DPT-2, HiB-2, dan polio- 2, usia 6 bulan mendapatkan imunisasi DPT-
3, HiB-3, Polio-3 dan HB-3. Saat usia 9 bulan pasien belum mendapatkan
imunisasi campak, karena saat akan dilakukan imunisasi An. S selalu batuk pilek
dan hingga saat usia 10 bulan An. S belum mendapatkan imunisasi campak.
39
An. S merupakan anak kedua dari dua bersaudara, anak pertama saat ini
berusia 4 tahun. Ayah An. S adalah Tn. T berusia 29 tahun, anak pertama dari
empat bersaudara, sedangkan ibu An. S adalah Ny. L berusia 24 tahun, anak
kedua dari dua bersaudara. Ayah dan Ibu An. S bersuku bangsa Jawa. Keluarga
An. S menginginkan An. S segera sembuh karena tidak tega saat melihat anaknya
Saat dirumah An. S diasuh oleh kedua orang tuanya. Ibu pasien
mengatakan saat dirumah An. S sering diajak bercanda oleh kakak dan saudara-
saudaranya. Ibu pasien juga mengatakan bahwa An. S merupakan anak yang
1. Pola Nutrisi
Sebelum sakit pasien memiliki nafsu makan yang baik dengan porsi
makan setiap makan habis setengah sampai 1 porsi dengan komposisi lauk
pauk, nasi tim, dan sayuran. Pasien minum ASI dan susu formula kurang
lebih 600cc per hari. Saat sakit pasien tidak mau makan. An. S hanya mau
makan 3-4 sendok setiap makan. Pasien juga tidak mau saat diberikan ASI
dan susu formula, pasien hanya mau minum air mineral kurang lebih 100
cc.
2. Pola Tidur
Sebelum sakit pola tidur pasien normal seperti anak pada umumnya,
pasien tidur kurang lebih 10-13 jam per hari. Saat sakit pasien tidak dapat
40
tidur dengan nyenyak, sering terbangun dan rewel karena perutnya yang
kembung.
3. Pola Aktivitas/Bermain
Sebelum sakit pasien biasanya bermain dengan kakak nya saat dirumah
dan kadang lebih sering tidur. Semenjak sakit pasien lebih banyak rewel
4. Pola Eliminasi
Sebelum sakit biasanya pasien BAK 1 kali sehari dengan konsistensi padat
berwarna kuning dan BAK 5-6 x/hari dengan jumlah 60-80 cc/ BAK. Saat
konsistensi cair disertai dengan sedikit ampas dan lendir sedangkan pola
Pasien sering menangis dan rewel karena kembung pada perutnya dan
seperti perawat.
Pada saat pengkajian pada tanggal 19 Juni 2017 keadaan umum pasien
composmentis, pasien rewel dan menangis, terpasang infus di tangan kiri KAEN
3B 800 cc/ 24 jam. Suhu tubuh 37,1oC, RR 24 x/ menit, N 123x/ menit, BB 8 kg,
bersih, tidak terdapat benjolan, dan tidak ada kelainan pada kepala. Mata simetris,
mata tidak cekung, sclera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis. Bentuk hidung
simetris, septum tepat di tengah, tidak terdapat polip, tidak ada pernafasan cuping
hidung, dan tidak ada sekret. Telinga simetris kanan dan kiri dan telinga tampak
bersih. Mukosa bibir kering, tidak terdapat sianosis, tidak ada pembesaran tonsil,
tidak distensi vena jugularis dan tidak ada benjolan pada leher. Bentuk dada
simetris, tidak ada retraksi dada, pola nafas regular, perkusi dada sonor, suara
nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan. Bunyi jantung S1 S2 tunggal,
denyut nadi 123 x/menit, CRT <2 detik, tidak ada sianosis dan tidak ada clubbing
finger. Bentuk punggung simetris, tidak terdapat benjolan maupun kelainan pada
daerah punggung. Tidak terdapat ascites, bising usus meningkat, perkusi abdomen
terdapat luka pada daerah genetalia dan anus. Tidak terdapat fraktur dan dapat
bergerak secara aktif. Turgor kulit elastis, warna kulit bayi normal, tidak ada
tingkat perkembangan motorik halus dan motorik kasar pada pasien adalah pasien
mampu menjimpit mainan yang jatuh, pasien mampu berdiri dengan berpegangan.
perkembangan pada pasien adalah saat ini pasien dalam tahap perkembangan dan
3.1.9 Terapi
1. 19 Juni 2017
berikut:
kembung pada perut, bising usus hiperaktif, defekasi 3 kali dengan feses
cair.
dengan mual dan muntah ditandai dengan diare, bising usus hiperaktif,
Tujuan Keperawatan
tidak terjadi komplikasi diare, tujuan jangka pendek diare berkurang atau
tidak terjadi dengan kriteria hasil pasien BAB 1 kali dalam sehari dengan
bertambah, tidak ada mual dan muntah, pasien mau saat diberikan makan,
hasil turgor kulit elastis, suhu tubuh dalam batas normal (36,5oC – 37,5oC),
komplikasi diare, tujuan jangka pendek diare berkurang atau tidak terjadi
dengan kriteria hasil pasien BAB 1 kali dalam sehari dengan konsistensi
tidak cair dan tidak disertai dengan lendir. Rencana tindakan keperawatan
bertambah, tidak ada mual dan muntah, pasien mau saat diberikan makan,
anak setiap anak makan dan jumlah minum, 3) Anjurkan ibu untuk
45
memberikan anak makan sedikit tetapi sering 4) Berikan obat muntah pada
turgor kulit elastis, suhu tubuh dalam batas normal (36,5oC – 37,5oC),
mukosa bibir lembab, tidak ada diare dan muntah. Rencana tindakan
setiap 4 jam, 2) Pantau turgor kulit dan membran mukosa bibir pasien, 3)
intake dan output pasien, 5) Berikan terapi cairan infus KAEN 3B.
19-22 Juni 2017. Implementasi untuk masalah diare yang dilakukan oleh
pasien BAB 3 kali, dengan konsistensi cair, ampas disertasi lendir, dan
mebran mukosa bibir pasien: turgor kulit elastis, membran mukosa bibir
Evaluasi tanggal 19 Juni 2017, didapatkan data bahwa pasien masih diare
kurang lebih 7 kali dalam sehari dengan konsistensi cair, ampas, dan lendir
pada pasien, pasien rewel dan menangis, dari data tersebut menjelaskan
tindakan keperawatan.
Evaluasi tanggal 20 Juni 2017, didapatkan data bahwa pasien masih diare
kurang lebih 8 kali dalam sehari dengan konsistensi cair, ampas, dan lendir
pada pasien, pasien rewel dan menangis, observasi TTV suhu 37,2oC, N
keperawatan.
Evaluasi tanggal 21 Juni 2017, didapatkan data bahwa pasien masih diare
kurang lebih 6 kali dalam sehari dengan konsistensi cair, sedikit ampas,
bising usus pada pasien, pasien rewel dan menangis, observasi TTV suhu
tindakan keperawatan.
Evaluasi tanggal 22 Juni 2017, didapatkan data bahwa pasien masih diare
kurang lebih 9 kali dalam sehari dengan konsistensi cair, sedikit ampas,
peningkatan bising usus pada pasien, pasien masih sering rewel dan
47
dilaksanakan sesuai dengan kondisi pasien pada tanggal 19-22 Juni 2017.
tidak muntah, mual (+), 2) memonitor jumlah porsi makan dan jumlah
minum pasien: pasien makan habis 4 sendok dan minum kurang lebih 120
Evaluasi pada tanggal 19 juni 2017, didapatkan data pasien mual namun
tidak muntah, pasien tidak mau diberikan ASI, makan habis 4 sendok,
mukosa bibir kering, pasien rewel dan menangis, perut kembung, dari data
tindakan keperawatan.
Evaluasi pada tanggal 20 juni 2017, didapatkan data pasien mual namun
tidak muntah, pasien sudah mau diberikan ASI, makan habis 2 sendok,
mukosa bibir kering, pasien rewel dan menangis, perut kembung, dari data
berkurang, tidak muntah, pasien minum ASI dan susu formula, makan
habis 3 sendok, mukosa bibir kering, pasien rewel dan menangis, perut
Evaluasi pada tanggal 22 juni 2017, didapatkan data pasien tidak mual dan
tidak muntah, pasien minum ASI dan susu formula, makan habis 7 sendok,
mukosa bibir kering, rewel berkurang, perut tidak kembung, dari data
dan membran mukosa bibir pasien, 4) memantau intake dan output pasien,
Evaluasi pada tanggal 19 Juli 2017, didapatkan data suhu 36,8oC, N 120x/
pasien masih diare, tidak muntah namun mual, pasien terpasang infus
KAEN 3B pada tangan kiri, pasien rewel dan menangis, pasien minum
kurang lebih 300 cc per hari, pasien tidak mau saat diberikan ASI, dari
tindakan keperawatan.
Evaluasi pada tanggal 20 Juli 2017, didapatkan data observasi TTV suhu
mukosa bibir kering, pasien masih diare, tidak muntah namun mual, pasien
terpasang infus KAEN 3B pada tangan kiri, pasien rewel dan menangis,
pasien minum kurang lebih 360 cc per hari, pasien sudah mau minum ASI,
kekurangan volume cairan teratasi sebagian, oleh karena itu perawat tetap
Evaluasi pada tanggal 21 Juli 2017, didapatkan data hasil observasi TTV
mukosa bibir kering, pasien masih diare, tidak muntah dan mual
rewel dan menangis, pasien minum susu formula dan air mineral kurang
lebih 360 cc per hari serta ditambah ASI, dari data tersebut menunjukkan
Evaluasi pada tanggal 22 Juli 2017, didapatkan data hasil observasi TTV
mukosa bibir kering, pasien masih diare, tidak muntah dan tidak mual,
pasien terpasang infus KAEN 3B pada tangan kiri, pasien rewel dan
menangis, pasien minum susu formula dan air mineral kurang lebih 360 cc
per hari serta ditambah ASI, dari data tersebut menunjukkan bahwa
PEMBAHASAN
pada pasien An. S dengan diagnosa medis Gastroenteritis Akut (GEA) di Ruang
D1 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya dilaksanakan mulai tanggal 19- 22 Juni 2017.
Melalui pendekatan studi kasus untuk mendapatkan kesenjangan antara teori dan
dan evaluasi.
4.1 Pengkajian
pada pasien dan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik dan mendapatkan data
1. Identitas
Data yang didapatkan dari orang tua An. S , An. S berjenis kelamin laki-
laki, berusia 10 bulan, anak ke dua dari dua bersaudara. Dilihat dari
kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29 bulan
antara fakta dan teori dengan usia kejadian diare pada anak. Pada usia 6-11
bulan merupakan fase oral pada anak yang membuat anak memasukkan
51
52
benda atau jari ke dalam mulut. Fase ini memungkinkan anak lebih mudah
Dari identitas orang tua didapatkan bahwa orang tua An. S berpendidikan
dengan kondisi lingkungan yang cukup padat dan sedikit kumuh, namun
sudah dengan air bersih PAM. Faktor-faktor penyebab diare akut pada
air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah
faktor yang dominan yang mempengaruhi terjadinya diare yaitu: sarana air
bersih dan pembuangan tinja. Menurut penulis ada kesesuaian antara fakta
dan teori, dimana pasien tinggal diadaerah perkampungan yang kumuh dan
disertai ampas, lendir, dan berwarna kuning tanpa disertai darah. Pasien
mual namun tidak disertai muntah dan demam. Pasien rewel dan sering
Mansjoer (2009), mula-mula bayi dan anak yang mengalami diare menjadi
atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai
lendir dan atau darah. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah
diare. Menurut penulis terdapat kesesuaian antara fakta dan teori karena
anak rewel, mual muntah. Pada saat pengkajian tidak didapatkan pasien
muntah.
3. Pengkajian Keluarga
tua mengetahui sakit yang dialami pasien, namun orang tua tidak
anak (Suharsi, 2011). Menurut penulis peranan ibu dalam pola pengasuhan
4. Kebutuhan Dasar
a. Pola Nutrisi
Sebelum sakit pasien memiliki nafsu makan yang baik dengan porsi
komposisi lauk pauk, nasi tim, dan sayuran. Pasien minum ASI dan
susu formula kurang lebih 600cc per hari. Saat sakit pasien tidak mau
makan. An. S hanya mau makan 3-4 sendok setiap makan. Pasien
juga tidak mau saat diberikan ASI dan susu formula, pasien hanya
mau minum air mineral kurang lebih 100 cc. Menurut Suradi dalam
risiko diare pada bayi yang tidak mendapat ASI dengan bayi yang
b. Pola Eliminasi
padat berwarna kuning dan BAK 5-6 x/hari dengan jumlah 60-80 cc/
Menurut Suriadi (2010), anak dengan diare biasanya buang air besar
(BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa
dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/sedang), BAB >
c. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
disertai dehidrasi.
2) Mata
pemeriksaan fisik.
Mulut dan lidah basah pada anak diare tanpa dehidrasi, mulut
kurang minum.
4) Pemeriksaan Abdomen
usus.
5) Pemeriksaan Integumen
saat pengkajian tanggal 19 Juni 2017 yaitu kembung pada perut pasien,
pasien rewel dan sering menangis, peningkatan bising usus, BAB 3 kali
berwarna kuning, konsistensi cair disertai dengan sedikit ampas dan lendir.
tiga kali defekasi dengan feses cair, dan bising usus hiperaktif. Menurut
kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus dan dapat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat
2017) adalah haus, perubahan status mental, penurunan turgor kulit dan
pada pasien.
muntah. Penulis mengangkat diagnosa ini karena mual dan muntah 1 kali,
pasien tidak mau saat diberikan ASI, makan habis 3 sendok, pasien
karena peningkatan bising usus yang menyebabkan rasa tidak enak untuk
kisaran normal (36,5 oC-37,5 oC), kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa
karena pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 19 Juni 2017 tidak
didapatkan bahwa suhu tubuh pasien dalam batas normal, tidak ada
2017) adalah kehilangan yang berlebihan melalui rute normal (diare), obat
atau absorbsi cairan, usia ekstrem (bayi baru lahir atau lansia), kehilangan
konsistensi cair disertai dengan sedikit ampas dan lendir, mukosa bibir
kering, turgor kulit elastis, pasien mual, tidak muntah, suhu tubuh 37,1oC,
penulis risiko kekurangan volume cairan terjadi pada pasien karena pasien
mengalami diare, dan terdapat 1 tanda dehidrasi yaitu mukosa bibir kering.
cekung, turgor kulit lambat, dan penurunan pengeluaran urine tidak terjadi
pada pasien.
61
keperawatan selama selama 3x24 jam dengan tujuan jangka panjang tidak
terjadi komplikasi diare, tujuan jangka pendek diare berkurang atau tidak
terjadi dengan kriteria hasil pasien BAB 1 kali dalam sehari dengan
konsistensi tidak cair dan tidak disertai dengan lendir. Rencana tindakan
Ajarkan dan Anjurkan ibu untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah
diare tidak terjadi dan kriteria hasil menjaga daerah sekitar rectal dari
iritasi, feses berbentuk,BAB sehari sekali tiga hari, tidak mengalami diare,
memberikan obat anti diare pada anak, dan evaluasi efek samping
untuk memberikan makanan rendah serat, tinggi protein, dan tinggi kalori
didapat dari ruangan dan makanan tersebut sudah di sesuai dengan anjuran
ahli gizi saat pasien pertama kali masuk rumah sakit. Namun terdapat
pada pasien, tujuan jangka pendek asupan nutrisi pasien bertambah dengan
kriteria hasil porsi makan pasien bertambah, tidak ada mual dan muntah,
pasien mau saat diberikan makan, mukosa bibir lembab. Rencana tindakan
pasien, 2) Monitor jumlah porsi makan anak setiap anak makan dan
tetapi sering 4) Berikan obat muntah pada saat anak muntah. Berdasarkan
dengan kriteria hasil pasien tidak lagi mual muntah, pasien sudah bisa
kaji dan pantau pemasukan makanan dan status nutrisi pasien, pertahankan
63
status puasa selama fase akut (sesuai program terapi) dan segera mulai
diet, buat lingkungan yang tenang dan nyaman, kolaborasi dengan ahli gizi
turgor kulit elastis, suhu tubuh dalam batas normal (36,5oC – 37,5oC),
mukosa bibir lembab, tidak ada diare dan muntah. Rencana tindakan
setiap 4 jam, 2) Pantau turgor kulit dan membran mukosa bibir pasien, 3)
intake dan output pasien, 5) Berikan terapi cairan infus KAEN 3B. Sesuai
dengan teori konsep asuhan keperawatan pada pasien diare yang muncul
kulit dan mebran mukosa bibir pasien: turgor kulit elastis, membran
tangan kepada ibu pasien, ibu pasien mengatakan memahami cara cuci
tangan yang benar dan ibu pasien dapat mempraktikkan cara cuci tangan
dengan benar.
bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila
muntah pasien, memonitor jumlah porsi makan dan jumlah minum pasien,
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering
di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering
dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare
memantau intake dan output pasien, berikan cairan infus KAEN 3B 800
cairan anak dengan melihat tanda dehidrasi pada anak seperti ubun-ubun
pada anak cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, mukosa bibir kering
atau tidak, turgor kulit elastis atau lambat (Wong, 2009). Dari hasil
2017 dan dilakukan evaluasi dalam waktu 3 hari. Pada hari pertama
didapatkan data bahwa pasien masih diare kurang lebih 7 kali dalam sehari
dengan konsistensi cair, ampas, dan lendir serta berwarna kuning, pada
hari kedua didapatkan data bahwa pasien masih diare kurang lebih 8 kali
dalam sehari dengan konsistensi serta berwarna kuning, pada hari ketiga
didapatkan data bahwa pasien masih diare kurang lebih 6 kali dalam sehari
data bahwa pasien masih diare kurang lebih 9 kali dalam sehari dengan
konsistensi serta berwarna kuning. Data ini menunjukkan bahwa tidak ada
2017 dan dilakukan evaluasi dalam waktu 3 hari. Pada hari pertama
67
didapatkan data pasien mual namun tidak muntah, pasien tidak mau
diberikan ASI, makan habis 4 sendok, mukosa bibir kering, pasien rewel
dan menangis, perut kembung, pada hari kedua didapatkan data pasien
mual namun tidak muntah, pasien sudah mau diberikan ASI, makan habis
kembung, pada hari ketiga didapatkan data mual berkurang, tidak muntah,
pasien minum ASI dan susu formula, makan habis 3 sendok, mukosa bibir
kering, pasien rewel dan menangis, perut kembung berkurang, pada hari
keempat didapatkan data pasien tidak mual dan tidak muntah, pasien
minum ASI dan susu formula, makan habis 7 sendok, mukosa bibir kering,
ada peningkatan nafsu makan pada pasien dan mual muntah pasien hilang
2017 dan dilakukan evaluasi dalam waktu 3 hari. Pada hari pertama
didapatkan data turgor kulit elastis, membran mukosa bibir kering, pasien
masih diare, tidak muntah namun mual, pasien terpasang infus KAEN 3B
pada tangan kiri, pasien rewel dan menangis, pasien minum kurang lebih
300 cc per hari, pasien tidak mau saat diberikan ASI. Pada hari kedua
didapatkan data turgor kulit elastis, membran mukosa bibir kering, pasien
masih diare, tidak muntah namun mual, pasien terpasang infus KAEN 3B
pada tangan kiri, pasien rewel dan menangis, pasien minum kurang lebih
360 cc per hari, pasien sudah mau minum ASI. Pada hari ketiga
68
masih diare, tidak muntah dan mual berkurang, pasien terpasang infus
KAEN 3B pada tangan kiri, pasien rewel dan menangis, pasien minum
susu formula dan air mineral kurang lebih 360 cc per hari serta ditambah
ASI. Pada hari keempat didapatkan data mukosa bibir kering, pasien masih
diare, tidak muntah dan tidak mual, pasien terpasang infus KAEN 3B pada
tangan kiri, pasien rewel dan menangis, pasien minum susu formula dan
air mineral kurang lebih 360 cc per hari serta ditambah ASI. Dari hasil
PENUTUP
Ramelan Surabaya, maka penulis dapat mengambil simpulan dan saran sebagai
berikut:
5.1 Simpulan
19-22 Juni 2017 di Ruang D1 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya dapat ditarik
simpulan bahwa:
1. Pada pengkajian didapatkan pasien diare 3 kali dengan ampas dan lendir
serta berwarna kuning. Pasien mual namun tidak disertai muntah dan
demam.
berkurang atau tidak terjadi, asupan nutrisi pasien bertambah, dan tidak ada
69
70
5. Hasil evaluasi pada hari akhir perawatan pada pasien tanggal 22 Juni 2017
didapatkan bahwa pasien masih mengalami diare kurang lebih 9 kali dalam
sehari dengan konsistensi cair, sedikit ampas, dan berlendir serta berwarna
kuning, perut pasien tidak kembung, peningkatan bising usus pada pasien,
pasien masih sering rewel dan menangis, observasi TTV suhu 37oC, N
pasien dalam kondisi yang belum cukup baik, sehingga pasien belum
dipulangkan.
5.2 Saran
rumah sakit.
2. Bagi Institusi
anak.
3. Bagi Penulis
Dewi, Vivian Nanny Lia. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika
Kyle, Terri & Susan Carman. (2014). Buku Ajar Keperawatan Pediatri vol.1.
Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. (2009). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Edisi ketiga. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 1.
Yogyakarta: Mediaction.
Putra, Donny Setiawan Hendyca. (2014). Keperawatan Anak & Tumbuh Kembang
(Pengkajian dan Pengukuran). Yogyakarta: Medical Book
Rahmadhani, Eka Putri & Gustina Lubis. (2013). Jurnal Kesehatan Andalas
Volume 3. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian
Diare Akut Pada Bayi Usia 0-1 Tahun di Puskesmas Kurnaji Kota Padang.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Sudoyo Aru, dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,2,3, edisi
keempat. Jakarta: Internal Publishing
Suharyono. (2008). Diare Akut Klinik dan Laboratorik. Jakarta : Rineka Cipta
Suriadi, Yuliani, Rita. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta:
Agung Seto
72
73