Anda di halaman 1dari 21

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Diabetes Melitus


Diabetes adalah berasal dari kata Yunani yang berarti mengalirkan
atau mengalihkan (siphon). Militus adalah kata latin untuk madu, atau gula
Diabetes Militus adalah penyakit di mana seseorang mengeluarkan atau
mengalihkan sejumlah besar urin yang terasa manis.
Diabetes Militus adalah penyakit yang di sebabkan oleh kelainan
hormone yang mengakibatkan sel-sel dalam tubuh tidak dapat menyerap
glukosa dari darah. Penyakit ini timbul ketika di dalam darah tidak
terdapat cukup insulin atau ketika sel-sel tubuh kita dapat bereaksi normal
terhadap insulin darah.

2.2. Penyebab Diabetes Melitus


2.2.1. Penyebab DM Tipe 1 :
1) Faktor keturunan atau genetika
2) Autoimunitas
3) Virus atau zat kimia
2.2.2. Penyebab DM Tipe 2 :
1) Factor keturunan atau genetika
2) Pola makan atau gaya hidup tidak sehat
3) Kadar kolesterol yang tinggi
4) Jarang olahraga
5) Obesitas atau kelebihan berat badan

2.3. Tanda Gejala Diabetes Melitus


Tanda awal adalah penderita merasa lemas, tidak bertenaga, ingin
makanan yang manis, sering buang air kecil, dan mudah sekali merasa
haus. Dan setelah jangka Panjang tanpa perawatan memadai, dapat
memicu berbagai komplikasi kronis, seperti:
1. Gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan
2. Gangguan pada ginjal hingga berajibat pada gagal ginjal
3. Gangguan pada kardiovaskuler, disertai membrane basalis yang
dapat diketahuai dengan pemeriksan menggunakan mikroskop
electron
4. Gangguan pada system saraf hingga disfungsi otonom, foot ulcer,
amputasi, charcit joint, dan disfungsi seksual.

Gejala seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria, dan hyperosmolar


nonketotic yang dapat berakibat pad stupor dan koma. Kata diabetes
militus itu sendiri mengacu pada simtoma yang di sebut glikosuria, atau
kencing manis, yang terjadi jika tidak segera mendapatkan perawatan.

2.4. Klasifikasi Diabetes Melitus


2.4.1. DM Tipe 1 : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM).
Disebabkan oleh destruksi sel β pancreas akibat autoimun sehingga
terjadi defisiensi insulin absolut.
2.4.2. DM Tipe 2 : Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM).
Disebabkan oleh resistensi insulin dan defisiensi insulin relative.
2.4.3. DM Gestasional : Kehamilan
2.4.4. DM Tipe Lain : Kelainan genetic sel β pancreas. Kelainan genetic
kerja insulin. Penyakit pancreas.

2.5. Patofisiologi Diabetes Melitus


Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan
dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya
konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan
kolestrol pada dinding pembuluh darah.
Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien – pasien yang
mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa
plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada
hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal
(konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul
glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan
pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi.
Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung
terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi
sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan
menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan
pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.

Gangren Kaki Diabetik


Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM
akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
a. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa
pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa
insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis
secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan
enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan
tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan
dan perubahan fungsi.
b. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi
pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin.
Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat
menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro
vaskular.Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh
faktor – factor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan
timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati
merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati
perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun
motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami
trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki
gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot
kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada
kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah
ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang
lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia
berjalan pada jarak tertentu
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting
yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai
bahan bakarHormon insulin merupakan hormon anabolik yang
diproduksi sel beta kelenjar pankreas rata 0,6 U / kg berat badan,
berfungsi menurunkan glukosa darah (Lewis, 2000). Mekanisme kerja
hormon insulin yaitu meningkatkan transport glukosa ke dalam sel,
meningkatkan sintesis protein (mencegah katabolisme protein otot),
meningkatkan sintesis lemak (mencegah lipolisis) dan menyimpan
glukosa menjadi glikogen di dalam hepar( Donna, 1992).
Penurunan produksi insulin pada penderita diabitus militus,
dapat mengakibatkan gangguan metabolisme yaitu terjadi penurunan
transport glukosa ke dalam sel, peningkatan katabolisme protein otot
dan lipolisis Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas.Pasien diabetes tipe ini mewarisi
kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan
autoimun sel beta pankreas.Respon autoimun dipacu oleh aktivitas
limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin
itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia,
jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat
pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke
dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.

2.6. Mekanisme Komplikasi Diabetes Melitus


1. Ketoasidosis Diabetes adalah suatu komplikasi akut yang hampir selalu
di jumpai pada pengidap diabetes tipe I. kelainan ini di tandai oleh
perburukan destis semua gejala dibetes. Ketoasidosis dapat timbul
setelah stress fisik misalnya kehamilan atau penyakit akut atau trauma.
Individu dengan ketoasidosis diabetes sering mengalami mual dan nyeri
abdomen. Dapat timbul muntah-muntah, yang memperparah dehidrasi
ekstrasel dan ibtrasel. Kadar kalium tubuh total turun akibat poliura
kepanjangan dan muntah-muntah.
2. Efek somogyi, ditandai oleh penurunan unit kasdar glukosa darah pada
malam hari, diikuti oleh peningkatan rebound pada paginya, penyebab
hipoglikemia malam hari kemungkinan besar berkaitan dengan
penyuntikan insulin di sore harinya. Pengobatan untuk efek fomogyi
ditunjukan untuk memanipulasi penyuntikan insulin sore hari
sedemikian sehingga tidak menimbulkan hipoglikemia. Intervensi diet
juga dapat mengurangi efek somogyi.
3. Fenomena fajar (down phenomenon) adalah hiperglikemia pada pagi
hari (antara jam 5 dan jam 9) yang tampaknya disebabkan oleh
peningkatan sikadian kadar glukosa pada pagi hari. Fenomena ini dapat
dijumpai pada pengidap diabetes tipe I dan tipe II.
2.7. Mekanisme Glikolisis, Glikogenolisis, Glukoneogenesis
1) Mekanisme Glikosis
Glikolisis adalah rangkaian reaksi kimia penguraian glukosa (yang
memiliki 6 atom C) menjadi asam piruvat (senyawa yang memiliki 3 atom
C), NADH, dan ATP. NADH (Nikotinamida Adenina Dinukleotida
Hidrogen) adalah koenzim yang mengikat elektron (H), sehingga disebut
sumber elektron berenergi tinggi. ATP (adenosin trifosfat) merupakan
senyawa berenergi tinggi. Setiap pelepasan gugus fosfatnya menghasilkan
energi. Pada proses glikolisis, setiap 1 molekul glukosa diubah menjadi 2
molekul asam piruvat, 2 NADH, dan 2 ATP. Glikolisis memiliki sifat-
sifat, antara lain: glikolisis dapat berlangsung secara aerob maupun
anaerob, glikolisis melibatkan enzim ATP dan ADP, serta peranan ATP
dan ADP pada glikolisis adalah memindahkan (mentransfer) fosfat dari
molekul yang satu ke molekul yang lain. Pada sel eukariotik, glikolisis
terjadi di sitoplasma(sitosol). Glikolisis terjadi melalui 10 tahapan yang
terdiri dari 5 tahapan penggunaan energi dan 5 tahapan pelepasan energi.
Berikut ini reaksi glikolisis secara lengkap: Dari skema tahapan glikolisis
menunjukkan bahwa energi yang dibutuhkan pada tahap penggunaan
energi adalah 2 ATP. Sementara itu, energi yang dihasilkan pada tahap
pelepasan energi adalah 4 ATP dan 2 NADH. Dengan demikian, selisih
energi atau hasil akhir glikolisis adalah 2 ATP + 2 NADH.
Glikolisis adalah rincian sistematis glukosa dan gula lain untuk
kekuatan proses respirasi selular. Ini adalah reaksi biokimia universal yang
terjadi dalam setiap organisme uniseluler atau multiseluler yang hidup
respires aerobik dan anaerobik. Ada jalur metabolik di mana proses ini
terjadi. Tahap glikolisis yang saya hadir di sini merujuk pada jalur tertentu
yang disebut embden-Meyerhof-Parnus jalur. Proses ini adalah bagian
kecil dari siklus respirasi seluler dan metabolisme tubuh secara
keseluruhan, diarahkan untuk menciptakan ATP (Adenosine Triphosphate)
yang merupakan mata uang energi tubuh.
Glikolisis secara harfiah berarti pemecahan glukosa atau dekomposisi.
Melalui proses ini, satu molekul glukosa sepenuhnya dipecah untuk
menghasilkan dua molekul asam piruvat, dua molekul ATP dan dua
NADH (Reduced nikotinamida adenin dinukleotida) radikal yang
membawa elektron yang dihasilkan. Butuh waktu bertahun-tahun
penelitian melelahkan dalam biokimia yang mengungkapkan tahap-tahap
glikolisis yang membuat respirasi selular mungkin. Berikut adalah
berbagai tahap yang disajikan dalam urutan awal terjadinya dengan
glukosa sebagai bahan baku utama. Seluruh proses melibatkan sepuluh
tahap dengan membentuk produk pada setiap tahap dan setiap tahap diatur
oleh enzim yang berbeda. Produksi berbagai senyawa di setiap tahap
menawarkan entry point yang berbeda ke dalam proses. Itu berarti, proses
ini dapat langsung mulai dari tahap peralihan jika senyawa yang reaktan
pada tahap yang langsung tersedia.

Tahap1: Fosforilasi Glukosa


Tahap pertama adalah fosforilasi glukosa (penambahan gugus
fosfat). Reaksi ini dimungkinkan oleh heksokinase enzim, yang
memisahkan satu kelompok fosfat dari ATP (Adenosine Triphsophate) dan
menambahkannya ke glukosa, mengubahnya menjadi glukosa 6-fosfat.
Dalam proses satu ATP molekul, yang merupakan mata uang energi tubuh,
digunakan dan akan ditransformasikan ke ADP (Adenosin difosfat),
karena pemisahan satu kelompok fosfat. Reaksi keseluruhan dapat
diringkas sebagai berikut:
Glukosa (C6H12O6) + + ATP heksokinase → Glukosa 6-Fosfat
(C6H11O6P1) + ADP

Tahap 2: Produksi Fruktosa-6 Fosfat


Tahap kedua adalah produksi fruktosa 6-fosfat. Hal ini
dimungkinkan oleh aksi dari enzim phosphoglucoisomerase. Kerjanya
pada produk dari tahap sebelumnya, glukosa 6-fosfat dan berubah menjadi
fruktosa 6-fosfat yang merupakan isomer nya (Isomer adalah molekul
yang berbeda dengan rumus molekul yang sama tetapi susunan berbeda
dari atom). Reaksi seluruh diringkas sebagai berikut:
Glukosa 6-Fosfat (C6H11O6P1) + Phosphoglucoisomerase (Enzim) →
Fruktosa 6-Fosfat (C6H11O6P1)

Tahap 3: Produksi Fruktosa 1, 6-difosfat


Pada tahap berikutnya, Fruktosa isomer 6-fosfat diubah menjadi
fruktosa 1, 6-difosfat dengan penambahan kelompok fosfat. Konversi ini
dimungkinkan oleh fosfofruktokinase enzim yang memanfaatkan satu
molekul ATP lebih dalam proses. Reaksi ini diringkas sebagai berikut:
Fruktosa 6-fosfat (C6H11O6P1) + fosfofruktokinase (Enzim) + ATP →
Fruktosa 1, 6-difosfat (C6H10O6P2)

Tahap 4: Pemecahan Fruktosa 1, 6-difosfat


Pada tahap keempat, adolase enzim membawa pemisahan Fruktosa
1, 6-difosfat menjadi dua molekul gula yang berbeda yang keduanya
isomer satu sama lain. Kedua gula yang terbentuk adalah gliseraldehida
fosfat dan fosfat dihidroksiaseton. Reaksi berjalan sebagai berikut:
Fruktosa 1, 6-difosfat (C6H10O6P2) + Aldolase (Enzim) → gliseraldehida
fosfat (C3H5O3P1) + Dihydroxyacetone fosfat (C3H5O3P1)

Tahap 5: interkonversi Dua Glukosa


Fosfat dihidroksiaseton adalah molekul hidup pendek. Secepat itu
dibuat, itu akan diubah menjadi fosfat gliseraldehida oleh enzim yang
disebut fosfat triose. Jadi dalam totalitas, tahap keempat dan kelima dari
glikolisis menghasilkan dua molekul gliseraldehida fosfat.
Dihidroksiaseton fosfat (C3H5O3P1) + Triose Fosfat → gliseraldehida
fosfat (C3H5O3P1)

Tahap 6: Pembentukan NADH & 1,3-Diphoshoglyceric


Tahap keenam melibatkan dua reaksi penting. Pertama adalah
pembentukan NADH dari NAD + (nicotinamide adenin dinukleotida)
dengan menggunakan enzim dehydrogenase fosfat triose dan kedua adalah
penciptaan 1,3-diphoshoglyceric asam dari dua molekul gliseraldehida
fosfat yang dihasilkan pada tahap sebelumnya. Reaksi keduanya adalah
sebagai berikut:
Fosfat dehidrogenase Triose (Enzim) + 2 NAD + + 2 H-→ 2NADH
(Reduced nicotinamide adenine dinucleotide) + 2 H +
Triose fosfat dehidrogenase gliseraldehida fosfat + 2 (C3H5O3P1) + 2P
(dari sitoplasma) → 2 molekul asam 1,3-diphoshoglyceric (C3H4O4P2)

Tahap 7: Produksi ATP & 3-fosfogliserat Asam


Tahap ketujuh melibatkan penciptaan 2 molekul ATP bersama
dengan dua molekul 3-fosfogliserat asam dari reaksi
phosphoglycerokinase pada dua molekul produk 1,3-diphoshoglyceric
asam, dihasilkan dari tahap sebelumnya.
2 molekul asam 1,3-diphoshoglyceric (C3H4O4P2) + + 2ADP
phosphoglycerokinase → 2 molekul 3-fosfogliserat acid (C3H5O4P1) +
2ATP (Adenosine Triphosphate)

Tahap 8: Relokasi Atom Fosfor


Tahap delapan adalah reaksi penataan ulang sangat halus yang
melibatkan relokasi dari atom fosfor dalam 3-fosfogliserat asam dari
karbon ketiga dalam rantai untuk karbon kedua dan menciptakan 2 - asam
fosfogliserat. Reaksi seluruh diringkas sebagai berikut:
2 molekul 3-fosfogliserat acid (C3H5O4P1) + phosphoglyceromutase
(enzim) → 2 molekul asam 2-fosfogliserat (C3H5O4P1)

Tahap 9: Penghapusan Air


The enolase enzim datang ke dalam bermain dan menghilangkan
sebuah molekul air dari 2-fosfogliserat acid untuk membentuk asam yang
lain yang disebut asam phosphoenolpyruvic (PEP). Reaksi ini mengubah
kedua molekul 2-fosfogliserat asam yang terbentuk pada tahap
sebelumnya.
2 molekul asam 2-fosfogliserat (C3H5O4P1) + enolase (enzim) -> 2
molekul asam phosphoenolpyruvic (PEP) (C3H3O3P1) + H2O 2

Tahap 10: Pembentukan piruvat Asam & ATP


Tahap ini melibatkan penciptaan dua molekul ATP bersama
dengan dua molekul asam piruvat dari aksi kinase piruvat enzim pada dua
molekul asam phosphoenolpyruvic dihasilkan pada tahap sebelumnya. Hal
ini dimungkinkan oleh transfer dari atom fosfor dari asam
phosphoenolpyruvic (PEP) untuk ADP (Adenosin trifosfat).
2 molekul asam phosphoenolpyruvic (PEP) (C3H3O3P1) + + 2ADP
kinase piruvat (Enzim) → 2ATP + 2 molekul asam piruvat.

2) Mekanisme Glikogenolisis
Jika glukosa dari diet tidak dapat mencukupi kebutuhan, maka
glikogen harus dipecah untuk mendapatkan glukosa sebagai sumber
energi. Proses ini dinamakan glikogenolisis.
Glikogenolisis berlangsung dengan jalur yang berlainan. Dengan
adanya enzim fosforilase, fosfat anorganik melepaskan sisa glukose non
mereduksi ujung dalam satu persatu untuk menghasilkan D-glukose fosfat
1-fosfat. Proses glikogenolisis merupakan proses pemecahan glikogen
yang berlangsung lewat jalan yang berbeda, tergantung pada proses yang
mempengaruhinya. Molekul glikogen menjadi lebih kecil atau lebih besar,
tetapi jarang apabila ada molekul tersebut dipecah secara sempurna.
Meskipun pada hewan, glikogen tidak pernah kosong sama sekali. Inti
glikogen tetap ada untuk bertindak sebagai aseptor bagi glikogen baru
yang akan disintesis bila diperoleh cukup persediaan karbohidrat. Sekitar
85% D-glukose 1-fosfat, sedang 15% dalam bentuk glukose bebas.
Proses pada saat makan, hati dapat menarik simpanan glikogennya
untuk memulihkan glukosa di dalam darah (glikogenolisis) atau dengan
bekerja bersama ginjal, mengkonversi metabolit non karbohidrat seperti
laktat, gliserol dan asam amino menjadi glukosa. Upaya untuk
mempertahankan glukosa dalam konsentrasi yang memadai di dalam darah
sangat penting bagi beberapa jaringan tertentu, glukosa merupakan bahan
bakar yang wajib tersedia, misalnya otak dan eritrosit.
Proses dimulai dengan molekul glukosa dan diakhiri dengan
terbentuknya asam laktat. Serangkaian reaksi-reaksi dalam proses
glikolisis tersebut dinamakan jalur Embeden-Meyerhof. Reaksi-reaksi
yang berlangsung pada proses glikolisis dapat dibagi dalam dua fase. Pada
fase pertama glukosa diubah menjadi triosafosfat dengan proses
fosforilasi. Fase kedua dimulai dari proses oksidasi triosafosfat hingga
terbentuk asam laktat. Perbedaan antara kedua fase ini terletak pada aspek
energi yang berkaitan dengan reaksi-reaksi dalam kedua fase tersebut.
Terdapat tiga jalur penting yang dapat dilalui piruvat setelah
glikolisis. Pada organisme aerobik, glikolisis menyusun hanya tahap
pertama dari keseluruhan degradasi aerobik glukosa menjadi CO2 dan
H2O. Piruvat yang terbentuk kemudian dioksidasi dengan melepaskan
gugus karboksilnya sebagai CO2, untuk membentuk gugus asetil pada
asetil koenzim A. Lalu gugus asetil dioksidasi sempurna menjadi CO2 dan
H2O oleh siklus asam sitrat, dengan melibatkan molekul oksigen. Lintas
inilah yang dilalui piruvat pada hewan aerobik sel dan tumbuhan.
Glukosa dimetabolisasi menjadi piruvat dan laktat di dalam semua
sel mamalia melalui lintasan glikolisis. Glukosa merupakan substrat yang
unik karena glikolisis bisa terjadi dalam keadaan tanpa oksigen (anaerob),
ketika produk akhir glukosa tersebut berupa laktat. Meskipun demikian,
jaringan yang dapat menggunakan oksigen (aerob) mampu memetabolisasi
piruvat menjadi asetil koenzim A, yang dapat memasuki siklus asam sitrat
untuk menjalani proses oksidasi sempurna menjadi CO2 dan H2O dengan
melepasan energi bebas dalam bentuk ATP, pada proses fosforilasi
oksidatif.
3) Mekanisme Glukoneogenesis
Glukoneogenesis terjadi jika sumber energi dari karbohidrat tidak
tersedia lagi. Maka tubuh adalah menggunakan lemak sebagai sumber
energi. Jika lemak juga tak tersedia, barulah memecah protein untuk energi
yang sesungguhnya protein berperan pokok sebagai pembangun tubuh.
Glukoneogenesis adalah lintasan metabolisme yang digunakan oleh tubuh,
selain glikogenolisis, untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa di
dalam plasma darah untuk menghindari simtoma hipoglisemia. Pada
lintasan glukoneogenesis, sintesis glukosa terjadi dengan substrat yang
merupakan produk dari lintasan glikolisis, seperti asam piruvat, asam
suksinat, asam laktat, asam oksaloasetat, terkecuali:

Fosfopiruvat + Piruvat kinase + ADP → Piruvat + ATP


Fruktosa-6P + Fosfofrukto kinase + ATP → Fruktosa-1,6-BPt + ADP
Glukosa + Heksokinase + ATP → Glukosa-6P + ADP

Enzim glikolitik yang terdiri dari glukokinase, fosfofruktokinase,


dan piruvat kinase mengkatalisis reaksi yang ireversibel sehingga tidak
dapat digunakan untuk sintesis glukosa. Dengan adanya tiga tahap reaksi
yang tidak reversibel tersebut, maka proses glukoneogenesis berlangsung
melalui tahap reaksi lain. Reaksi tahap pertama glukoneogenesis
merupakan suatu reaksi kompleks yang melibatkan beberapa enzim dan
organel sel (mitokondrion), yang diperlukan untuk mengubah piruvat
menjadi malat sebelum terbentuk fosfoenolpiruvat.

Proses Glukoneogenesis
Asam laktat yang terjadi pada proses glikolisis dapat dibawa oleh
darah ke hati. Disini asam laktat diubah menjadi glukosa kembali melalui
serangkaian reaksi dalam suatu proses yang disebut glukoneogenesis
(pembentukan gula baru).
Pada dasarnya glukoneogenesis ini adalah sintesis glukosa dari senyawa-
senyawa bukan karbohidrat, misalnya asam laktat danbeberapa asam
amino. Proses glukoneogenesis berlangsung terutama dalam hati.
Walaupun proses glukoneogenesis ini adalah sintesis glukosa, namun
bukan kebalikandari proses glikolisis karena ada tiga tahap reaksi dalam
glikolisis yang tidak reversible, artinya diperlukan enzim lain untuk
kebalikannya.
Glukosa + ATP → heksokinase Glukosa-6-Posfat + ADP
Fruktosa-6-posfat + ATP fosforuktokinase → fruktosa 1,6 diposfat + ADP
Fosfoenol piruvat + ADP piruvatkinase → asam piruvat + ATP
Dengan adanya tiga tahap reaksi yang tidak reversible tersebut, maka
proses glukoneogenesis berlangsung melalui tahap reaksi lain, yaitu :
Fosfoenolpiruvat dibentuk dari asam piruvat melalui pembentukan asam
oksaloasetat.
a. asam piruvat + CO2+ ATP + H2O asam oksalo asetat +ADP + Fosfat +
2H+
b. oksalo asetat + guanosin trifosfat fosfoenol piruvat +guanosin difosfat +
CO2
Reaksi (a) menggunakan katalis piruvatkarboksilase dan reaksi(b)
menggunakan fosfoenolpiruvat karboksilase. Jumlah reaksi (a) dan (b)
ialah : asam piruvat + ATP + GTP + H2O fosfoenol piruvat + ADP +GDP
+ fosfat+ 2H+
Fruktosa-6-fosfat dibentuk dari fruktosa-1,6-difosfat dengan cara
hidrolisisoleh enzim fruktosa-1,6-difosfatase.
fruktosa-1,6-difosfat + H2O ↔ fruktosa-6-fosfat + fosfat.
Glukosa dibentuk dengan cara hidrolisis glikosa-6-fosfat dengan
katalisglukosa-6-fosfatase.glukosa-6-fosfat + H2O ↔ glukosa + fosfat
2.8. Pengobatan Diabetes Melitus
Penanganan DM terdiri dari terapi non farmakologi dan
farmakologi. Terapi farmakologi diberikan apabila terapi non farmakologi
tidak bisa mengendalikan control glukosa darah. Pemberian terapi
farmakologi tetap diseimbangi dengan terapi non farmakologi.
2.8.1. Terapi Non Farmakologi
1) Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes
yaitu makanan yang seimbang sesuai dengan kebutuhan
kalori masing – masing individu dengan memperhatikan
keteraturan jadwal amakn, jenis, dan jumlah makanan.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari
karbohidrat 45 – 65%, lemak 20 – 25%, protein 10 – 20%,
natrium kurang dari 3g dan diet cukup serat sekitar
25g/hari.
2) Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani secara
teratur (3 – 5 kali seminggu selama 30 – 45 menit). Latihan
jasmani yang dianjurkan untuk pasien Diabetes Melitus
berupa latihan jasmani bersifat aerobic dengan intensitas
sedang (50 – 70% denyut jantung maksimal), seperti jalan
cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut
jantung maksimal dihitung dengan cara = 220 – usia pasien.

2.8.2. Terapi Farmakologi


Terapi farmakologi diberikan bersama dengan peningkatan
pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi
farmakologi yang dapat digunakan oleh pasien diabetes yaitu
antihiperglikemia suntik, oral dan kombinasi.
1) Obat Antihiperglikemia Suntik
a. Insulin
Insulin merupakan terapi yang digunakan dalam
penanganan pasien DM tipe 1, dapat juga digunakan
untuk pasien DM tipe 2 apabila obat hiperglikemik oral
tidak mampu menanganinya. Insulin merupakan
hormone polipeptida yang disekresi oleh sel β pancreas.
Insulin dapat dirusak oleh enzim pencernaan sehingga
diberikan melalui injeksi. Insulin di dalam tubuh
membantu transpor glukosa dari darah ke dalam sel.
Dosis insulin awal yang diberikan didasarkan
terhadap berat pasien dimana rentang dosis dari 0,4 – 1.0
unit/kg/hari dari total insulin. Pemberian insulin dengan
asupan karbohidrat perlu disesuaikan. Penyerapan insulin
dipengaruhi oleh beberapa hal. Penyerapan paling cepat
terjadi di daerah abdomen diikuti oleh daerah lengan,
paha bagian atas dan bokong.
Insulin berdasarkan waktu kerja dibagi menjadi
insulin kerja cepat (rapid acting), kerja pendek (short
acting), kerja menengah (intermediate acting), kerja
panjang (long acting) dan campur. Insulin masa kerja
panjang diberikan pada pagi hari untuk menjaga kadar
insulin dalam kondisi basal (kondisi pada saat
normal/tidak ada asupan makanan), sedangkan insulin
masa kerja pendek diberikan seelum makan untuk
menurunkan kadar glukosa darah yang meningkat sesaat
setelah adanya supan makanan. Farmakokinetik insulin
berdasarkan waktu kerja dapat dilihat pada table di
bawah ini :
b. Agonis GLP-1 (Glucagon – like Peptide) / Incretin
Mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1
merupaakn pendekatan baru untuk pengobatan DM.
agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang
pelepasan glukagon. Tidak meningkatkan berat badan
yang biasanya terjadi pada pengobatan insulin ataupun
sulfonylurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin
menurunkan berat badan. Efek samping antara lain
gangguan saluran cerna seperti mual dan muntah.
Obat agonis GLP-1 contohnya adalah Exenatide dan
liraglutide. Exenatide meningkatkan sekresi insulin dan
mengurangi produksi glukosa hati. Efek samping antara
lain, nausea, vomiting dan diare. Liraglutide (victoza)
memiliki efek farmakologi dan efek samping yang mirip
dengan exenatide.
c. Analog Amylin/Amylinomimetic
Pramlintide merupakan analog amylin yang
menghambat pengosongan lambung, sekresi pancreas
glukosa dan meningkatkan rasa kenyang. Obat ini telah
disetujui oleh FDA untuk digunakan pada orang dewasa
dengan diabetes tipe 1. Pramlintide dapat menginduksi
penurunan berat badan dan dosis insulin yang rendah.
Efek samping yang biasa terjadi yaitu nausea, vomiting
dan anoreksia. Pramlintide tidak menyebabkan
hipoglikemik ketika digunakan sendiri, namun pada
pasien yang menerima insulin, hipoglikemia dapat
terjadi.

2) Obat Antihiperglikemia Oral


Saat ini terdapat 8 golongan antidiabetik oral
yang tersedia untuk pengobatan, yaitu inhibitor α-
glukosidase, biguanid, meglitinid, tiazolidinedion,
inhibitor dipeptidil peptidase-4 (DPP-4), agonis
dopamin, pemecahan asam empedu dan sulfonilurea.
1. Golongan Sulfoniluria
Golongan sulfonylurea sering disebut insulin
secretagogue karena mekanisme kerja nya merangsang
sekresi insulin dari granul sel – sel β Langerhans
pancreas. Pilihan utama untuk pasien berat badan normal
atau kurang. Sulfonilurea kerja panajng tidak dianjurkan
pada orang tua, gangguan faal hati dan ginjal, serta
malnutrisi. Contoh golongan sulfonylurea adalah
Glibenklamid, Klorpromid, Tolazamid, Gliburid,
Glipizid, Glimepiride.

2.9. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus


Jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk
pemeriksaan laboratorium DM adalah urin dan darah. Mekipun dengan
menggunakan urin dapat dilakukan, namun hasil yang didapat kurang
efektif. Darah vena adalah spesimen pilihan yang tepat dianjurkan untuk
pemeriksaan gula darah. Apabila sampel yang digunakan adalah darah
vena maka yang diperiksa adalah plasma atau serum, sedangkan bila yang
digunakan darah kapiler maka yang diperiksa adalah darah utuh. Pada
pengambilan darah kapiler, insisi yang dilakukan tidak boleh lebih dari 2,5
mm karena dapat mengenai tulang. Pada pengambilan darah kapiler juga
tidak boleh memeras jari dan tetesan pertama sebaiknya dibuang.
Jenis-jenis pemeriksaan laboratorium untuk Diabetes Melitus adalah
sebagai berikut :

1. Gula darah puasa


Pada pemeriksaan ini pasien harus berpuasa 8-10 jam sebelum
pemeriksaan dilakukan. Spesimen darah yang digunakan dapat berupa
serum atau plasma vena atau juga darah kapiler. Pemeriksaan gula darah
puasa dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaringan, memastikan
diagnostik atau memantau pengendalian DM. Nilai normal 70-110 mg/dl.
2. Gula darah sewaktu
Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada pasien tanpa perlu
diperhatikan waktu terakhir pasien pasien. Spesimen darah dapat berupa
serum atau plasma yang berasal dari darah vena. Pemeriksaan gula darah
sewaktu plasma vena dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaringan dan
memastikan diagnosa Diabetes Melitus. Nilai normal <200 mg/dl.
3. Gula darah 2 jam PP (Post Prandial)
Pemeriksaan ini sukar di standarisasi, karena makanan yang
dimakan baik jenis maupun jumlah yang sukar disamakan dan juga sukar
diawasi pasien selama 2 jam untuk tidak makan dan minum lagi, juga
selama menunggu pasien perlu duduk, istirahat yang tenang, dan tidak
melakukan kegiatan jasmani yang berat serta tidak merokok. Untuk pasien
yang sama, pemeriksaan ini bermanfaat untuk memantau DM. Nilai
normal <140 mg/dl.
4. Glukosa jam ke-2 TTGO
TTGO tidak diperlukan lagi bagi pasien yang menunjukan gejala
klinis khas DM dengan kadar gula darah atau glukosa sewaktu yang tinggi
melampaui nilai batas sehinggasudah memenuhi kriteria diagnosa DM.
(Gandasoebrata, 2007 : 90-92).
Nilai normal :
Puasa : 70 – 110 mg/dl
½ jam : 110 – 170 mg/dl
1 jam : 120 – 170 mg/dl
1½ jam : 100 – 140 mg/dl
2 jam : 70 – 120 mg/dl
5. Pemeriksaan HbA1c
HbA1c atau A1c merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan
antar glukosa dan hemoglobin (glycohemoglobin). Jumlah HbA1c yang
terbentuk, tergantung pada kadar gula darah. Ikatan A1c stabil dan dapat
bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan usai sel darah merah), kadar
HbA1c mencerminkan kadar gula darah rata-rata 1 sampai 3 bulan. Uji
digunakan terutama sebagai alat ukur keefektifan terapi diabetik. Kadar
gula darah puasa mencerminkan kadar gula darah saat pertama puasa,
sedangkn glikohemoglobin atau HbA1c merupakan indikator yang lebih
baik untuk pengendalian Diabetes Melitus.
Nilai normal HbA1c 4-6%, Peningkatan kadar HbA1c > 8 %
mengindikasi hemoglobin A (HbA) terdiri dari 91 sampai 95 % dari
jumlah hemoglobin total.
Molekul glukosa berikatan dengan HbA yang merupakan bagian
dari hemoglobin Pembentukan HbA1c terjadi dengan lambat yaitu 120
hari yang merupakan rentang hidup eritrosit, HbA1c terdiri atas tiga
molekul hemoglobin HbA1c, HbA1b dan HbA1c. Sebesar 70 % HbA1c
dalam bentuk 70 % terglikosilasi pada jumlah gula darah yang tersedia.
Jika kadar gula darah meningkat selama waktu yang lama, sel darah merah
akan tersaturasi dengan glukosa dan menghasilkan glikohemoglobin.
Menurut Widman (1992:470), bila hemoglobin bercampur dengan
larutan glukosa dengan kadar yang tinggi, rantai beta hemoglobin
mengikat glukosa secara reversible. Pada orang normal 3 sampai 6 persen
hemoglobin merupakan hemoglobin glikosilat yang dinamakan kadar
HbA1c. Pada hiperglikemia kronik kadar HbA1c dapat meningkat 18-20
% . glikolisasi tidak mempengaruhi kapasitas hemoglobin untuk mengikat
dan melepaskan oksigen, tetapi kadar HbA1c yang tinggi mencerminkan
adanya diabetes yang tidak terkontrol selama 3-5 minggu sebelumnya.
Setelah keadaan normoglikemia dicapai, kadar HbA1c menjadi normal
kembali dalam waktu kira-kira 3 minggu.

Berdasarkan nilai normal kadar HbA1c pengendalian Diabetes Melitus


dapt dikelompokan menjadi 3 kriteria yaitu :
DM terkontrol baik / kriteria baik : <6,5%
DM cukup terkontrol / kriteria sedang :6,5 % - 8,0 %
DM tidak terkontrol / kriteria buruk : > 8,0 %
Pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan kadar gula darah
pada saat diabetes diperiksa, tetapi tidak menggambarkan pengendalian
diabetes jangka panjang (± 3 bulan). Meski demikian, pemeriksaan gula
darah tetap diperlukan dalam pengelolaan diabetes, terutama untuk
mengatasi permasalahan yang mungkin timbul akibat perubahan kadar
gula darah yang timbul secara mendadak. Jadi, pemeriksaan HbA1c tidak
dapat menggantikan maupun digantikan oleh pemeriksaan gula darah,
tetapi pemeriksaan ini saling menunjang untuk memperoleh informasi
yang tepat mengenai kualitas pengendalian diabetes seseorang.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). 2017. Pharmacologic approaches


to glycemic treatment. Sec. 8. In Standards of Medical Care in Diabetes
2017. Diabetes Care. 40 (Suppl. 1) : S64 – S74

Anda mungkin juga menyukai