Anda di halaman 1dari 49

Daftar Isi

Daftar isi..................................................................................................................1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................ 2
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
C. Tujuan .............................................................................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Definisi Stroke Hemoragik .............................................................................5
B. Etiologi Stroke Hemoragik ............................................................................5
C. Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik ............................................................ 6
D. Klasifikasi Stroke Hemoragik ........................................................................6
E. Pathway Stroke Hemoragik ...........................................................................7
F. Patofisiologi Stroke Hemoragik .....................................................................8
G. Epidemiologi Stroke Hemoragik ..................................................................10
H. Komplikasi Stroke Hemoragik .....................................................................11
I. Pencegahan Stroke Hemoragik ....................................................................11
J. Pemeriksaan Diagnostik Stroke Hemoragik ................................................12
K. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik ............................................................. 14
L. Terapi Stroke Hemoragik .............................................................................17
M. Teori Asuhan Keperawatan ...........................................................................18
BAB 3 TINJAUAN KASUS
A. Contoh Kasus ................................................................................................ 29
B. Pengkajian .....................................................................................................29
C. Analisa Data ..................................................................................................35
D. Diagnosa........................................................................................................37
E. Intervensi .......................................................................................................38
F. Implementasi .................................................................................................41
BAB 4 PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................47
B. Saran ..............................................................................................................47
Daftar Pustaka ......................................................................................................49

1
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya
menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia
muda dan produktif. Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara dengan
jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Angka ini diperberat dengan
adanya pergeseran usia penderita stroke yang semula menyerang orang usia
lanjut kini bergeser ke arah usia produktif. Bahkan, kini banyak menyerang
anak-anak usia muda (Gemari, 2008).
Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologis akut yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa
jam) dengan gejala - gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal
otak yang terganggu World Health Organization (WHO, 2005).
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika
Serikat. Mengacu pada laporan American Heart Association, sekitar
795.000 orang di Amerika Serikat terserang stroke setiap tahunnya. Dari
jumlah ini, 610.000 diantaranya merupakan serangan stroke pertama,
sedangkan 185.000 merupakan stroke yang berulang. Saat ini ada 4 juta
orang di Amerika Serikat yang hidup dalam keterbatasan fisik akibat stroke,
dan 15-30% di antaranya menderita cacat menetap Centers for Disease
Control and Prevention ( CFDCP, 2009).
Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan
modern saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000
penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang
meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke
cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk
usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif.
Stroke dapat menyerang setiap usia, namun yang sering terjadi pada usia di
atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia,

2
makin tinggi usia seseorang, makin tinggi kemungkinan terkena serangan
stroke. Secara ekonomi, insiden stroke berdampak buruk akibat kecacatan
karena stroke akan memberikan pengaruh terhadap menurunnya
produktivitas dan kemampuan ekonomi masyarakat dan bangsa (Yastroki,
2009).
Stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru
Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena Stroke, dari
jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya
mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga
sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan
penderita terus menerus di tempat tidur. Stroke merupakan masalah
kesehatan dan perlu mendapat perhatian khusus. Stroke merupakan
penyebab kematian dan kecacatan utama di hampir seluruh RS di Indonesia.
Angka kejadian stroke meningkat dari tahun ke tahun, Setiap tahun 7 orang
yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke (Depkes,2011).
Berdasarkan catatan rekam medis RSPAD Gatot Soebroto Jakarta
Pusat, Khususnya Ruang ICU pada bulan Januari – Maret 2015, pasien
dengan masalah Stroke Haemoragik berjumlah 6 orang dari 429 pasien
(1,39%), selama tiga bulan terakhir ini.
Adapun faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke adalah
faktor yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors) seperti
usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack atau stroke
sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk
factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas,
penggunaan oral kontrasepsi, alkohol, dislipidemia (PERDOSSI, 2007).
B. Rumusan Masalah
Berikut rumusam masalah yang terdapat pada makalah ini.
1. Apa definisi dari Stroke Hemoragi?
2. Apa etiologi dari Stroke Hemoragi?
3. Apa saja manifestasi klinis dari Stroke Hemoragi?
4. Apa saja klasifikasi dari Stroke Hemoragi?
5. Bagaimana pathway dari Stroke Hemoragi?

3
6. Bagaimana patofisiologi dari Stroke Hemoragi?
7. Bagaimana epidemiologi dari Stroke Hemoragi?
8. Apa saja komplikasi dari Stroke Hemoragi?
9. Bagaimana pencegahan dari Stroke Hemoragi?
10. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Stroke Hemoragi?
11. Bagaimana penatalaksanaan dari Stroke Hemoragi?
12. Apa saja terapi untuk Stroke Hemoragi?
C. Tujuan
Berikut tujuan yang ada pada makalah ini.
1. Mengetahui definisi dari Stroke Hemoragi.
2. Mengetahui etiologi dari Stroke Hemoragi.
3. Mengetahui manifestasi klinis dari Stroke Hemoragi.
4. Mengetahui klasifikasi dari Stroke Hemoragi.
5. Mengetahui pathway dari Stroke Hemoragi.
6. Mengetahui patofisiologi dari Stroke Hemoragi.
7. Mengetahui epidemiologi dari Stroke Hemoragi.
8. Mengetahui komplikasi dari Stroke Hemoragi.
9. Mengetahui pencegahan dari Stroke Hemoragi.
10. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Stroke Hemoragi.
11. Mengetahui penatalaksanaan dari Stroke Hemoragi.
12. Mengetahui terapi untuk Stroke Hemoragi.

4
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Definisi
Stroke addalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluhdarah di
otak pecah sehingga timbul iskemik dan hipoksia di hilir (Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah annormal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (Pudiastuti, 2011).
Jadi, stroke hemoragik adalah salah satu jenis stoke yang disebabkan
karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat
mengalir secara semestinya yangmenyebabkan otak mengalami ipoksia dan
berakhir dengan kelumpuhan.
B. Etiologi
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu (Ropper AH & Brown
RH, 2005) :
1. Perdarahan intraserebral primer (hipertensi)
2. Rupture kantung aneurisma
3. Rupture malformasi arteri dan vena
4. Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
5. Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastic, ITP, gangguann
fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemophilia.
6. Perdarahan primen atau sekunder dari tumor otak.
7. Septik embolisme, myotik aneurisma
8. Penyakit inflamasi pada arteri vena

5
C. Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi perdarahan
dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba,
tanpa peringatan dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul
dan menghilang atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke
waktu. Gejala stroke hemoragik bisa meliputi (Fransisca B. Batticaca,
2008):
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma)
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain
3. Kesulitan menelan
4. Kesulitan menulis atau membaca
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk atau kadang terjadi secara tiba-tiba
6. Kehilangan keseimbangan
7. Perubahan gerakan biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan ketrampilan
motorik
8. Mual atau muntah
9. Kejang
10. Sensasi perubahan biasanyan pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan
11. Kelemahan pada satu sisi tubuh
12. Mulut moncong atau tidak simetris ketika menyeringai
13. Nyeri kepala hebat
14. Gangguan daya ingat
15. Gangguan fungsi otak
16. Proses kencing terganggu
D. Klasifikasi
Klasifikasi stroke hemoragik dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Intracerebral Hemorrhage (ICH)
Perdarahan intraserebri merupakan perdarahan primer yang
berasal dari pembuluh darah dalam parenotak Deanto, 2009).

6
Perdarahan intraserebri terjadi karena pecahnya pembuluh darah
karena hipertensi yang mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan
otak, membentuk massa yang menekan otak dan menimbulkan edema
otak (Muttaqin, 2008)
2. Subarachnoid Hemorrhage (SAH)
SAH merupakan jenis stroke hemoragik yang terjadi karena
adanya perdarahan dibagian antara otak dan jaringan yang melindungi
otak, atau biasa disebut dengan area subarachnoid. Penyebab SAH
antara lain bisa karena malformasi arteri vena, gangguang perdarahan,
cedera kepala, pengencer darah, dan pecahnya aneurisma. Pecahnya
aneurisma menjadi penyebab SAH yang sering terjadi (National Stroke
Association, 2016).
3. Transient Ischemic Attacks (TIA)
TIA yang biasa disebut dengan mini strokes merupakan gangguan
neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja dan gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam (Muttaqin, 2008). Kondisi
yang terjadi pada TIA yaitu dimana bagian otak mengalami kehilangan
fungsinya sementara atau temporer dikarenakan adanya gangguan
singkat pada aliran darah otak lokal, berlangsung kurang dari 24 jam
(Silvia, et al, 2014).

7
E. Pathway

F. Patofisiologi
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak
akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama
dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang
singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan deficit sementara dan
bukan deficit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama
dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak
(Fransisca B. Batticaca, 2008).
Setiap deficit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana
yang terkena. Daerah otak yang terkenan akan menggambarkan pembuluh
darah otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami
iskemik adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis interna. Deficit local
permanen dapat tidak diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik
otak total yang dapat teratasi (Fransisca B. Batticaca, 2008).
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat kareba thrombus atau
emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak.
Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang
dapar pulih seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen
dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-
neuron. Area yang mengalami nekrosis disebut infrak.

8
Gangguang peredarah darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolism sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan
glikogen sehingga kebutuhan metabolism tergantung glukosa dan oksigen
yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak.
Perdarahan intracranial termasuk perdarahan ke dalam ruang
subarachnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi
mengakibatkan timbulnya penebalan dan degenerative pembuluh darah
yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan
menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi
pada pembuluh darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan thrombus oleh fibrin
trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai
direabsorbsi. Rupture ulangan merupakan risiko serius yang terjadi sekitar
7-10 hari Setelah perdarahan pertama.
Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya alirah darah ke bagian
tertentu, menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut
dapat menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan
tekanan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak
terbelah sepanjang serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma
yang merusak jaringan otak.
Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat
meningkatkan tekanan intracranial yang membahayakan jiwa dengan cepat.
Peningkatan tekanan intracranial yang tidak diobati meningkatkan herniasi
unkus. Di samping itu, terjadi brakikardi, hipertensi sistemik, dan gangguan
pernapasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa,
darah dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen, dan otak. Darah dan
vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat
menurunnya perfusi serebral. Spasme serebri biasa terjadi pada hari ke-4
sampai hari ke-10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan
konstriksi arteri otak. Vasospasme merupakan komplikasi yang

9
mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis, iskemik otak, dan
infark.
G. Epidemiologi
Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke setiap tahun. 5 juta dari
penderita tersebut meninggal, dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas
permanen.Stroke merupakan penyebab kematian keempat di Amerika.
Sejak tahun 2001hingga 2011, angka kematian stroke menurun 21,2%. Hal
ini disebabkan usaha-usaha yang dilakukan untuk menurunkan tekanan
darah dan merokok. Akantetapi, angka stroke secara keseluruhan masih
tinggi disebabkan populasi usiayang semakin meningkat usianya. 13 Setiap
tahun di Amerika Serikat, 795.000 orang mengalami stroke baru dan
rekuren. Pada tahun 2011, setiap 1 dari 20 kematian disebabkan oleh stroke.
Setiap 40 detik, 1 orang mengalami stroke, dan setiap 4 detik, 1 orang
meninggal akibat stroke.
Di negara-negara berkembang, jumlah penderita stroke cukup tinggi dan
mencapai dua pertiga dari total penderita stroke di seluruh dunia
Negara berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat
stroke di seluruh dunia. Usia penderita stroke di negara berkembang rata-
rata lebih muda 15 tahun daripada usia penderita stroke di negara maju dan
ada pendapat yang menyatakan bahwa kondisi tersebut terkait dengan
keadaan ekonomi negara. Data di Indonesia menunjukkan prevalensi stroke
mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki
prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per
1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000
penduduk). Dari 8,3 per 1.000 penderita stroke, 6 diantaranya telah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Hal ini menunjukkan sekitar 72,3%
kasus stroke di masyarakat telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan,
namun angka kematian akibat stroke tetap tinggi. Hal ini terlihat dari angka
kematian stroke berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55
tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun), dan 23,5% (umur 65 tahun).
Data menunjukkan bahwa stroke menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian utama semua umur di Indonesia. Stroke, bersama-sama

10
dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya,
juga merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di
Indonesia. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil
usia di bawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia di
atas 65 tahun sebesar 33,5%.
Pada survey tahun 2005, 93% responden mengetahui bahwa rasa kebas
pada sebagian tubuh secara tiba-tiba merupakan salah satu gejala stroke.
Hanya 38% yang menyadari semua gejala stroke dan mencari pertolongan
pertama.Telah diketahui bahwa pasien yang tiba di ruang gawat darurat
dalam waktu 3 jam sejak gejala pertama cenderung untuk mempunyai lebih
sedikit disabilitas dalam 3 bulan daripada yang menerima pertolongan lebih
lambat.
Di Indonesia, prevalensi stroke meningkat dari 8,3 per 1.000 penduduk
(tahun 2007) menjadi 12,1 per 1.000 penduduk (2013) Prevalensi stroke
pada pria sama banyaknya dengan wanita. Prevalensi penyakit stroke
pada kelompok tertinggi pada usia di atas 75 tahun (43,1‰) (Doenges E,
Marilynn,2000 ).
H. Komplikasi
Berikut komplikasi dari stroke hemoragik (Fransisca B. Batticaca, 2008).
1. Infark serebri.
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif.
3. Fistula caroticocavernosum.
4. Epistaksis.
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal.
6. Gangguan otak berat.
7. Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernafasan atau
kardiovaskuler.
I. Pencegahan
1. Mencegah Stroke Hemoragik dengan Promotif
Upaya ini bertujuan untuk menurunkan angka kejadian stroke
dengan mencegah peningkatan faktor resiko stroke di masyarakat.
Termasuk upaya ini adalah kampanya atau penyuluhan tentang gaya

11
hidup sehat agar terhinda dari berbagai faktor resiko
sepertimerokok,minum alkohol,inaktivitas dan obesitas.
2. Mencegah Stroke Hemoragik dengan Prevensi primer
Upaya ini bertujuan untuk menurunkan angka kejadian stroke
dengan mencari dan mengobati individu yang mempunyai faktor resiko
tinggi terserang stroke. Antara lain hipertensi, diabetes mellitus dan
penyakit jantung.
3. Prevensi sekunder
Untuk mencegah serangan ulang pada penderita yang pernah
mengalami stroke atau TIA (transient ischemic attack). Upaya ini
diharapkan dapat menurunkan angka kekambuhan (frekuensi).
4. Mencegah Stroke Hemoragik dengan Terapi stroke fase akut
Upaya ini bertujuan untuk menurunkan angka kematian atau
kecacatan pada penderita yang mengalami serangan stroke untuk
pertama kalinya maupun serangan ulang.
5. Mencegah Stroke Hemoragik dengan Rehabilitasi
Disamping keempat komponen di atas, tidak kalah pentingnya adalah
usaha meningkatkan kemandirian penderita melalui upaya rehabilitasi.
J. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan klinis melalui anamnesis dan pengkajian fisik (Fransisca
B. Batticaca, 2008).
1. Riwayat penyakit sekarang (kapan timbulnya, lamanya serangan,
gejala yang timbul).
2. Riwayat penyakit dahulu (hipertensi, jantung, DM, disritmia, ginjal,
pernah mengalami trauma kepala).
3. Riwayat penyakit keluarga (hipertensi, jantung, DM)
4. Aktivitas (sulit beraktivitas, kehilangan sosialisasi penglihatan,
gangguang tonus otot, gangguang tingkat kesadaran).
5. Sirkulasi (hipertensi, jantung, disritmia, gagal ginjal kronis).
6. Makanan/cairan (nafsu makan berkurang, mual, muntah pada fase
akut, hilang sensasi pengecapan pada lidah, obesitas sehingga faktor
risiko).

12
7. Neurosensorik (pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan
berkurang atau ganda, reaksi pupil tidak sama).
8. Kenyamanan (sakit kepala dengan intensitas yang berbeda, tingkah
laku yang tidak stabil, gelisah, ketergantungan otot).
9. Pernapasan (merokok sebagai faktor risiko, tidak mampu menelan
karena batuk).
10. Interaksi sosial (masalah berbicara, tidak mampu berkomunikasi).
b. Pemeriksaan Penunjang (Fransisca B. Batticaca, 2008).
1. Angiografi serebral. Membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.
2. Skan Tomografi Komputer (Computer Tomography scan-CT-scan).
Mengetahui adanya tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli
serebral, dan tekanan intracranial (TIK). Peningkatan TIK dan
cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan
subarachnoid dan perdarahan intracranial. Kadar protein total
meningkat, beberapa kasus thrombosis disertai proses inflamasi.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI). Menunjukkan daerah infark,
perdarhan, malformasi arteriovena (MAV).
4. Ultrasonografi Doppler (USG Doppler). Mengidentifikasi penyakit
arteriovena (masalah sistem arteri karotis [aliran darah atau
timbulnya plak]) dan anteriosklerosis.
5. Elektroensefalogram. Mengidentifkasi masalah pada gelombang
otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
6. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi
karotis interna terdapat pada thrombosis serebral; klasifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.
c. Pemeriksaan laboratorium (Fransisca B. Batticaca, 2008).
1. Darah rutin
2. Gula darah
3. Urine rutin
4. Cairan serebrospinal

13
5. Analisa Gas Darah (AGD)
6. Biokimia darah
7. Elektrolit

K. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan umum yaitu berupa tindakan darurat sambil
berusaha mencari penyebab dan penatalaksanaan yang sesuai dengan
penyebab. Penatalaksanaan umum ini meliputi memperbaiki jalan napas
dan mempertahankan ventilasi, menenangkan pasien, menaikkan atau
elevasi kepala pasien 30º yang bermanfaat untuk memperbaiki drainase
vena, perfusi serebral dan menurunkan tekanan intrakranial, atasi syok,
mengontrol tekanan rerata arterial, pengaturan cairan dan elektroklit,
monitor tanda-tanda vital, monitor tekanan tinggi intrakranial, dan
melakukan pemeriksaan pencitraan menggunakan Computerized
Tomography untuk mendapatkan gambaran lesi dan pilihan pengobatan
(Affandi & Reggy, 2016).
Berdasarkan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI) (2011) penatalaksanaan umum lainnya yang dilakukan
pada pasien stroke yaitu meliputi pemeriksaan fisik umum,
pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh, dan melakukan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu berupa
pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan jantung, dan neurologi.
Pengendalian kejang pada pasien stroke dilakukan dengan memberikan
diazepam dan antikonvulsan profilaksi pada stroke perdarahan
intraserebral, dan untuk pengendalian suhu dilakukan pada pasien stroke
yang disertai dengan demam. Pemeriksaan penunjang untuk pasien
stroke yaitu terdiri dari elektrokardiogram, laboratorium (kimia darah,
kadar gula darah, analisis urin, gas darah, dan lain-lain), dan
pemeriksaan radiologi seperti foto rontgen dada dan CT Scan.
2. Terapi Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologi yang bisa dilakukan untuk pasien
stroke yaitu pemberian cairan hipertonis jika terjadi peninggian tekanan

14
intra kranial akut tanpa kerusakan sawar darah otak (Blood-brain
Barrier), diuretika (asetazolamid atau furosemid) yang akan menekan
produksi cairan serebrospinal, dan steroid (deksametason, prednison,
dan metilprednisolon) yang dikatakan dapat mengurangi produksi
cairan serebrospinal dan mempunyai efek langsung pada sel endotel
(Affandi dan Reggy, 2016). Pilihan pengobatan stroke dengan
menggunakan obat yang biasa direkomendasi untuk penderita stroke
iskemik yaitu tissue plasminogen activator (tPA) yang diberikan
melalui intravena. Fungsi tPA ini yaitu melarutkan bekuan darah dan
meningkatkan aliran darah ke bagian otak yang kekurangan aliran darah
(National Stroke Association, 2016).
Penatalaksanaan farmakologi lainnnya yang dapat digunakan untuk
pasien stroke yaitu aspirin. Pemberian aspirin telah menunjukkan dapat
menurunkan risiko terjadinya early recurrent ischemic stroke (stroke
iskemik berulang), tidak adanya risiko utama dari komplikasi hemoragik
awal, dan meningkatkan hasil terapi jangka panjang (sampai dengan 6
bulan tindakan lanjutan). Pemberian aspirin harus diberikan paling cepat
24 jam setelah terapi trombolitik. Pasien yang tidak menerima
trombolisis, penggunaan aspirin harus dimulai dengan segera dalam 48
jam dari onset gejala (National Medicines Information Centre, 2011).
3. Tindakan bedah
Penatalaksanaan stroke yang bisa dilakukan yaitu dengan
pengobatan pembedahan yang tujuan utamanya yaitu memperbaiki
aliran darah serebri contohnya endosterektomi karotis (membentuk
kembali arteri karotis), revaskularisasi, dan ligasi arteri karotis komunis
di leher khususnya pada aneurisma (Muttaqin, 2008). Prosedur carotid
endarterectomy/ endosterektomi karotis pada semua pasien harus
dilakukan segera ketika kondisi pasien stabil dan sesuai untuk
dilakukannya proses pembedahan. Waktu ideal dilakukan tindakan
pembedahan ini yaitu dalam waktu dua minggu dari kejadian (Scottich
Intercollegiate Guidelines Network, 2008). Tindakan bedah lainnya
yaitu decompressive surgery. Tindakan ini dilakukan untuk

15
menghilangkan haematoma dan meringankan atau menurunkan tekanan
intra kranial. Tindakan ini menunjukkan peningkatan hasil pada
beberapa kasus, terutama untuk stroke pada lokasi tertentu (contohnya
cerebellum) dan atau pada pasien stroke yang lebih muda (< 60 tahun)
(National Medicines Information Centre, 2011).
4. Penatalaksanaan medis lain
Penatalaksanaan medis lainnya menurut PERDOSSI (2011) terdiri
dari rehabilitasi, terapi psikologi jika pasien gelisah, pemantauan kadar
glukosa darah, pemberian anti muntah dan analgesik sesuai indikasi,
pemberian H2 antagonis jika ada indikasi perdarahan lambung,
mobilisasi bertahap ketika kondisi hemodinamik dan pernapasan stabil,
pengosongan kandung kemih yang penuh dengan katerisasi intermitten,
dan discharge planning. Tindakan lainnya untuk mengontrol peninggian
tekanan intra kranial dalam 24 jam pertama yaitu bisa dilakukan
tindakan hiperventilasi. Pasien stroke juga bisa dilakukan terapi
hiportermi yaitu melakukan penurunan suhu 30-34ºC. Terapi hipotermi
akan menurunkan tekanan darah dan metabolisme otak, mencegah dan
mengurangi edema otak, serta menurunkan tekanan intra kranial sampai
hampir 50%, tetapi hipotermi berisiko terjadinya aritmia dan fibrilasi
ventrikel bila suhu di bawah 30ºC, hiperviskositas, stress ulcer, dan
daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun (Affandi & Reggy).
5. Tindakan Keperawatan
Perawat merupakan salah satu dari tim multidisipliner yang
mempunyai peran penting dalam tindakan pengobatan pasien stroke
ketika dalam masa perawatan pasca stroke. Tujuan dari perawatan pasca
stroke sendiri yaitu untuk meningkatkan kemampuan fungsional pasien
yang dapat membantu pasien menjadi mandiri secepat mungkin, untuk
mencegah terjadinya komplikasi, untuk mencegah terjadinya stroke
berulang, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan pasca
stroke berfokus kepada kebutuhan holistik dari pasien dan keluarga yang
meliputi perawatan fisik, psikologi, emosional, kognitif, spritual, dan
sosial. Perawat berperan memberikan pelayanan keperawatan pasca

16
stroke seperti mengkaji kebutuhan pasien dan keluarga untuk discharge
planning; menyediakan informasi dan latihan untuk keluarga terkait
perawatan pasien di rumah seperti manajemen dysphagia, manajemen
nutrisi, manajemen latihan dan gerak, dan manajemen pengendalian
diri; kemudian perawat juga memfasilitasi pasien dan keluarga untuk
mendapatkan pelayanan rehabilitasi; dan memberikan dukungan
emosional kepada pasien dan keluarga (Firmawati, 2015).
L. Terapi
Menurut Batticaca (2008), terapi pada stroke hemoragik :
1. Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
2. Masukkan klien ke unit perawatan saraf untuk dirawat di bagian bedah
saraf
3. Penatalaksanaan umum di bagian saraf
4. Penatalaksanaan khusus pada kasus
a) Subarachoid hemorrhage dan intraventricular hemorrhage,
b) Kombinasi antara parenchymatous dan subarachoid hemorrhage
c) Parencymatous hemorrhage
5. Neurologis
a) Pengawasan tekanan darah dan perawatan pembuluh darah
b) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan
otak
6. Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah
a) Antrifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
1) Ammicaproic acid 100-150 ml% dalam cairan isotonik 2 kali
selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari
2) Antagonis untuk pencegahan permanen : Gordox dosis pertama
300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 x per hari IV; Contrical dosis
pertama 30.000 ATU, kemudian 100.000 ATU x 2 per hari
selama 5-10 hari.
b) Natrii etamylate (Dynone@) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari
c) Kalsium mengandung obat; Rutinium@, Vicasolum@, Ascorbicum@
7. Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak

17
8. Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.
M. Teori Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian (Adib, M. 2009)
a. Identitas
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku,
agama, alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan
tanggal pengkajian diambil) dan identitas penanggung jawab (nama,
umur, pendidikan, agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan,
alamat).
b. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kotrasepsi oral yang lama, penggunan obat-obat anti
koagulasi, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara, kadnag
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara/afasia, TTV meningkat, nadi bervariasi.
a) B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan sputum,
sesak naps, penggunaan alat bantu napas, dan peningkatan

18
frekuensi napas. Pada klien dengan kesadaran CM, pada
infeksi peningkatan pernapasannya tidak ada kelainan,
palpasi thoraks didapatkan taktil fremitus seimbang,
auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terdapat peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg)
c) B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis,
tergantung pada likasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran arean perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak
yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3
(Brain) merupakan pemeriksan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sememntara karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan
mengendalian kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunujukkan
kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonojol karena klien stroke mengalami

19
masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/hemiplegi serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat
2) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Pada klien lanjut usia kesadaran klien stroke biasanya berkisar
pada tingkat latergi, stupor dan koma
3) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal dan hemisfer
4) Pangkajian Saraf Kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII
central
5) Pengkajian Sistem Motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu
sisi tubuh
6) Pengkajian Reflek
Pada fase akur refleks fisiologis yang lumpuh akan menghilang
setelah beberapa hari reflek fisiologian muncul kembali
didahului refleks patologis
7) Pengkajian Sistem Sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.
2. Diagnosa Keperawatan (NANDA International, 2012-2014)
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah
sekunder akibat peningkatan tekanan intra cranial.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial
atau oral.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparese/ hemiplegic.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas b.d menurunnya reflek
batuk dan menelan, immobilisasi.
f. Resiko tinggi gangguan intergritas kulit b.d tirah baring lama.

20
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi yang tidak adekuat.
3. Intervensi/Rencana Tindakan (Wilkinson & Ahern, 2014)
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder akibat
peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria Hasil :
1) Klien tidak gelisah.
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.
4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20
x/menit).
Intervensi:
1) Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya.
Rasional : keluarga dapat berpartisipasi dalam proses
penyembuhan.
2) Berikan klien bed rest total.
Rasional : untuk mencegah perdarahan ulang.
3) Observasi dan catat TTV dan kelainan intrakranial tiap 2 jam.
Rasional : mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien
secara dini untuk penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30o dengan letak jantung
(beri bantal tipis).
Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan
drainase vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mngejan
berlebihan.
Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan
potensial terjadi perdarahan ulang.

21
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
meningkatkan TIK.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor.
Rasional : memperbaiki sel yang masih viable.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau
oral.
Tujuan : setelah diberikan tindakan selama 3x24 jam diharapkan
kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi
2) Mampu berbicara yang koheren
3) Mampu menyusun kata-kata
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti spontan tidak tampak
memahami kata/mengalami kesulitan berbicara atau membuat
pengertian sendiri.
Rasional : membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi.
2) Bedakan antara afasia dan disatria.
Rasional : intervensi yang dipilih tergantung pada tipe
kerusakannya.
3) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
Rasional : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
sensorik (afasia sensorik).
4) Minta pasien untuk mengucapkan suara sederhana.
Rasional : mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen
motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas)
yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak
disertai afasia motorik.
5) Berikan metode alternatif seperti menulis di papan tulis.

22
Rasional : memberikan komunikasi tentang kebutuhan
berdasarakan keadaan defisit yang mendasarnya.
6) Kolaborasi konsultasikan dengan rujuk kepada ahli terapi
wicara.
Rasional : mempercepat proses penyembuhan.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam
diharapkan mobilisasi klien mengalami peningkatan atau perbaikan.
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan posisi optimal.
2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
mengalami hemiparese.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal.
Rasional : mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
Rasional : menurunkan ressiko terjadinya trauma/iskemia
jaringan.
3) Latih rentang gerak/ROM
Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontroktur.
4) Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi
pada tangan.
Rasional : mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
5) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
Rasional : mempertahankan posisi fungsional.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparase/hemiplegic.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai

23
kemampuan.
2) Klien dapat mengidentifikasikan komunitas untuk memberikan
bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam
melakukan perawatan diri.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individual.
2) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas
sesuai kemampuan.
Rasional : meningkatkan harga diri dan semangat untuk
berusaha terus-menerus.
3) Berikan bantuan perawatan diri sesuai kebutuhan.
Rasional : memenuhi kebutuhan perawatan diri klien dan
menghindari sifat bergantung kepada perawat.
4) Berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang
dilakukannya.
Rasional : meningkatkan kemandirian dan mendorong klien
berusaha secara kontinyu.
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangan rencana terapi.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya reflek
batuk dan menelan, immobilisasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola nafas efektif.
Kriteria hasil :
1) Klien tidak sesak nafas.
2) Tidak terdapat suara nafas tambahan.
3) RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)
Intervensi :
1) Observasi pola dan frekuensi nafas.

24
Rasional : mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola
napas.
2) Auskultasi suara nafas.
Rasional : mengetahui adanya kelainan suara nafas.
3) Ubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : perubahan posisi dapat melancarkan saluran nafas.
4) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga sebab
ketidakefektifan pola nafas.
Rasional : klien dan keluarga berpartisipasi dalam mencegah
ketidakefektifan pola nafas.
5) Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen.
Rasional : mempertahankan kepatenan pola nafas.
f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM jika mungkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
2) Ubah posisi tiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah
yang menonjol.
Rasional : menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang
menonjol.
4) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area
sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap
merubah posisi.
Rasional : hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan
jaringan.
5) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma,

25
panas terhadap kulit.
Rasional : mempertahankan keutuhan kulit.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit baik.
2) Tidak terjadi penurunan berat badan.
3) Tidak muntah.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan
reflex batuk.
Rasional : untuk menentukan jenis makanan yang akan
diberikan kepada klien.
2) Berikan makan dengan bertahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan
tanpa ada gangguan dari luar.
3) Berikan makanan dalam penyajian masih hangat.
Rasional : menarik minat makan klien.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan makanan melalui
selang.
Rasional : mungkin dibutuhkan bila klien dalam penurunan
kesadaran.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat.
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi tidak adekuat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kebutuhan pengetahuan klien dan keluarga terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program pengobatan.

26
Intervensi :
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik.
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan klien.
2) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara
yang tepat.
Rasional : memenuhi kebutuhan informasi pasien.
3) Sediakan bagi keluarga tentang informasi kemajuan keadaan
pasien.
Rasional : memenuhi kebutuhan informasi keluarga.
4) Diskusikan dalam pemilihan terapi atau penanganan terhadap
pasien.
Rasional : melibatkan pasien dan keluarga dalam pengambilan
keputusan tindakan.
4. Evaluasi
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder
akibat peningkatan tekanan intracranial.
1) Klien tidak gelisah.
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.
4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20
x/menit).
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial
atau oral.
1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan
berkomunikasi
2) Mampu berbicara yang koheren
3) Mampu menyusun kata-kata
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
1) Mempertahankan posisi optimal.
2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
mengalami hemiparese.

27
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparase/hemiplegic.
1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
kemampuan.
2) Klien dapat mengidentifikasikan komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya
reflek batuk dan menelan, immobilisasi.
1) Klien tidak sesak nafas.
2) Tidak terdapat suara nafas tambahan.
3) RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)
f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama.
1) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan.
1) Turgor kulit baik.
2) Tidak terjadi penurunan berat badan.
3) Tidak muntah.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi tidak adekuat.
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang
penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan.

28
BAB 3
TINJAUAN KASUS
A. Contoh Kasus
Tn. Ch (53 th) dibawa ke IGD RSI Jemursari Surabaya oleh istrinya Ny. S (50
th) dengan keadaan tidak sadar. 2 hari sebelumnya pasien demam, kemudian
dibawa berobat ke dokter umum dan dikatakan ISK. ± 2 jam yang lalu pasien
tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa dibangunkan saat tidur dalam kondisi ngorok.
Sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah dan tidak ada
kejang sebelumnya. Keluarga membawa pasien ke Rumah Sakit Islam
Jemursari pukul 04.00 WIB. Klien datang di IGD RSI Jemursari Surabaya
dalam keadaan tidak sadar dengan GCS E1V1M2. Kemudian klien dirujuk ke
ruang ICU untuk mendapatkan perawatan intensif dengan ventilator. Saat
pengkajian di ICU klien soporokoma dengan GCS E1M2VET, terpasang
Ventilator dengan mode SIM V, FiO2 70%, PEEP +5, VT 487. Vital Sign : TD
140/98 mmHg, Nadi 124x/menit, Suhu : 38,5⁰C, dan SaO2 100%. Kondisi
pupil keduanya miosis, reflek cahaya +/- . Ada akumulasi secret di mulut dan
di selang ET, tidak terpasang mayo dan lidah tidak turun. Terdapat retraksi otot
interkosta dengan RR 38 x/menit dan terdengar ronkhi basah di basal paru
kanan. CRT <3 detik. Di ICU klien sudah mendapatkan Brainact /12 jam,
Alinamin F/12 jam, Ranitidin /12 jam, dan infuse RL 20 tpm.
B. Pengkajian

FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

Nama Mahasiswa : Finda Rahmaniya


NIM : 1130015133
Rumah Sakit : RSI Jemursari Surabaya
Ruangan : Stroke Center
Tanggal Pengkajian : 9 Mei 2018 Jam: 10:00 WIB

1. IDENTITAS PASIEN IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama : Tn. Ch Nama : Ny. S

29
Umur : 53 th Umur : 50 th
Jenis Kelamin : Laki-laki Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa Suku : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP
Alamat : Prapen, Surabaya Pekerjaan : buruh
No Rekam Medik: 00197 Alamat : Surabaya

2. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran
b. Riwayat Penyakit Sekarang
2 hari sebelumnya pasien demam, kemudian dibawa berobat ke dokter
umum dan dikatakan ISK. ± 2 jam yang lalu pasien tiba-tiba tidak sadar,
tidak bisa dibangunkan saat tidur dalam kondisi ngorok. Sebelumnya
tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah dan tidak ada kejang
sebelumnya. Keluarga membawa pasien ke Rumah Sakit Islam
Jemursari pukul 04.00WIB. Klien datang di IGD RSI Jemursari
Surabaya dalam keadaan tidak sadar dengan GCS E1V1M2. Kemudian
klien dirujuk ke ruang ICU untuk mendapatkan perawatan intensif
dengan ventilator. Saat pengkajian di ICU klien soporokoma dengan
GCS E1M2VET, terpasang Ventilator dengan mode SIM V, FiO2 70%,
PEEP + 5, VT 487. Vital Sign : TD 140/98 mmHg, Nadi 124x/menit,
Suhu : 38,5⁰C, dan SaO2 100%. Kondisi pupil keduanya miosis, reflek
cahaya +/- . Ada akumulasi secret di mulut dan di selang ET, tidak
terpasang mayo dan lidah tidak turun. Terdapat retraksi otot interkosta
dengan RR 38 x/menit dan terdengar ronkhi basah di basal paru kanan.
CRT <3 detik. Di ICU klien sudah mendapatkan Brainact /12 jam,
Alinamin F/12 jam, Ranitidin /12 jam, dan infuse RL 20 tpm.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Klien mempunyai riwayat hipertensi kurang dari satu tahun.

30
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti klien.
3. Assesmen Awal
Pemeriksaan Fisik
Irama nafas : Teratur Tidak teratur
Pernafasan (Breath)

Suara nafas tambahan : Ronki Wheezing Stridor Crackles lain-lain


Sesak nafas : Tidak Ya, Jenis :
Batuk : Ya Tidak, Produktif : Ya Tidak
Sputum : Warna : - , Jumlah : - , Bau : - , Jenis : -
Alat bantu nafas : Tidak Ya, Jenis : -
MODE : SIM V, VT : 487, PEEP : +5, RR: 38 x/mnt, FiO2 : 70%, SaO2 : 100%
Irama jantung : Reguler Ireguler
Kardiovaskuler (Blood)

Akral : Hangat Kering Merah Dingin Basah Pucat


Pulsasi : Sangat kuat kuat, teraba Lemah, teraba Hilang, timbul
Tidak teraba
Pendarahan : Tidak ada Ada, Lokasi : -
CVC : Tidak ada Ada, CVP : CmH2O
Tensi : 140/98 mmHg, MAP : 112 mmHg, Nadi : 124 x/menit, Suhu : 38,5°C
Lain – lain : -
GCS : Eye : 1, Verbal : 1, Motorik : 2, Total : 4, Kesadaran : soporokoma
Persyarafan (Brain)

ICP : CmH2O
Tanda ↑ TIK : Nyeri kepala Muntah proyektil

Konjungtiva : Anemis Kemerahan Normal


Lain-lain :

Kebersihan area genital : Bersih Kotor


Perkemihan (Bladder)

Jumlah cairan masuk : 2000 cc/hari


Buang air kecil : Spontan Dower kateter
Produksi urine : Jumlah : 9 cc/jam, Warna : kuning, Bau : retensi

31
Kemampuan pergerakan sendi : Bebas Terbatas
Muskuloskeletal / Integumen
Warna kulit : Ikterus Sianotik Kemerahan Pucat Hiperpigmentasi
Odema : Tidak ada Ada, Lokasi : -
Dekubitus : Tidak ada Ada, Lokasi : -
Luka : Tidak ada Ada, Lokasi : - , Jenis luka : -
Kontraktur : Tidak ada Ada, Lokasi : -
Fraktur : Tidak ada Ada, Lokasi : - , Jenis fraktur : -
Jalur infus : Tidak ada Ada, Lokasi :
Lain-lain :
Tanda Tangan dan Nama Terang
Perawat Penanggung Jawab

....................................................

4. Hasil Pemeriksaan Penunjang ( Laboratorium, X-Ray, Dll) :


a. Laboratorium

09/05/18 10/05/18 11/05/18


Pemeriksaan Nilai Satuan
Nilai Nilai Nilai
Hb 13 - 16 % 13.8 12.3
Ht 40 - 54 % 44 38
Eritrosit 45 - 65 jt/ mmk 5.04 4.48
Leukosit 4 - 11 ribu/ mmk 8.4 7.4
Trombosit 150 - ribu/mmk 84 37
400
Creatinin 0.6 - 1.3 mg/ dL 1.5 12.4
Albumin 3.4 - 5 mg/ dL 3.6 3.1
Gula Sewaktu 80 - 120 mg/ dL 118 482
Ureum 15 - 39 mg/ dL 28 319
Na 136 - mmol/ L 139 132
145

32
K 3.5 - 5.1 mmol/ L 3.6 7
Cl 98 - 107 mmol/ L 106
Cholesterol 50 - 200 mg/ dL
Trigliserid 30 - 150 mg/ dL
Waktu 10 - 15 dtk
protrombin
PPT kontrol 12.8
Waktu 23.4 - dtk
tromboplastin 36.8
APPT kontrol 27.5
pH 7,35– 7.334 7.312 7.315
3,45
pCO2 35 - 45 mmHg 27 27.6 30
pO2 83 - 103 mmHg 236.9 199.7 189.8
HCO3 18 - 23 Mmol/L 16.3 16.9 17.2
AADO2 <100
Laktat 0,4 - 2
Base Excess -10.2 -8.8 -8.4
FiO2 70 % 60% 40
b. EKG
Hasil : Ada gambaran ST depresi inferior
c. Rontgen
Hasil : Hasil Rontgen tanggal 11 Mei 2018 : Cor dan pulmo dalam
batas normal, pulmo tidak menunjukkan adanya infiltrate
d. Pemeriksaan fundoskopi
Hasil : Tidak ada
e. Lain-lain.
Tidak ada

33
5. Terapi

Terapi 09/06/18 10/05/18 11/05/18


Cefriaxon 2 gr/24 jam √
Ranitidin 1 amp/12 jam √
Nexium 40 mg/12 jam √ √ √
Alinamin F 1 amp/12 jam √
Brainact 1 amp/12 jam √
Dexamethason 1 amp/8 jam √ √ √
Ecotrixon 2 gr/24 jam √ √
SNMC 1 amp/8 jam (drip dalam 100 cc √ √
NaCl)
RL/ 24 jam 20 tpm √
Aminovel/24 jam 20 tpm √
NaCl 0.9%/24 jam 20 tpm √
Asering/ 24 jam 20 tpm √ √
Comafusin hepar/24 jam 20 tpm √ √
Precedek+Ns Siryng pump 3.2 cc/jam √ √
Lasik 20 mg/jam √ √
Koreksi bicnat √
Methylprednison 40mg/12 jam √
Nebulizer/8 jam √ √ √

Tanda Tangan Mahasiswa

Finda Rahmaniya
NIM. 1130015133

34
C. Analisa Data
ANALISA DATA

Nama : Tn. Ch No RM : 000197


Usia : 53 tahun DM : CVA Haemoragik

NO DATA (DS/DO) MASALAH ETIOLOGI


1 DS : - Bersihan jalan napas Akumulasi secret di
DO : tidak efektif jalan napas
KU soporokoma, terdapat
secret di ET dan mulut, RR
38x/menit, terdengar bunyi
ronkhi basah di basal paru
kanan
2 DS : - Pola napas tidak Depresi pusat
DO: efektif pernapasan (infark
RR 38x/menit, terdapat serebri pada batang
retraksi intercosta, napas otak etcause
cepat dan dangkal, terpasang intracerebral
ventilator dengan mode P haemoragie)
SIMV dengan FiO2 70%,
PEEP + 5 dan SaO2 100%
3 DS : - Gangguan Kegagalan proses
DO: pertukaran gas difusi pada alveoli
RR 38x/menit, terdapat
retraksi intercosta, napas
cepat dan dangkal, Hasil
BGA : PH 7,334; pCO2 27;
pO2 236,9; HCO3 16,3; BE -
10,2 dengan interprestasi
Asidosis Metabolik
terkompensasi sebagian

35
4 DS : - Gangguan perfusi Perdarahan
DO: jaringan serebral intraserebal
Kesadaran soporokoma, GCS
E1VETM2, pupil miosis
(2mm), reaksi pupil +/-
5 DS : - Resiko tinggi Prosedur invasif dan
DO: infeksi bedrest total
Keadaan umum soporokoma,
panas dengan suhu 38,5⁰C,
terpasang ET dan infus line,
bedrest total, reflek motorik -
/-

36
D. Diagnosa Keperawatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama : Tn. Ch No RM : 000197


Usia : 53 tahun DM : CVA Haemoragik

NO DX. KEPERAWATAN TTD

1 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya


akumulasi secret di jalan napas, ditandai dengan :
1. Adanya sekret di ET dan mulut
2. Terdengar bunyi ronkhi basah di basal paru kanan
2 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
(infark serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie),
ditandai dengan :
1. Frekuensi napas tinggi RR 38x/menit
2. Terdapat retraksi intercosta
3. Napas cepat dan dangkal
3 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi
pada alveoli, ditandai dengan :
1. Napas cepat dan dangkal, RR 38x/menit
2. Hasil BGA : Asidosis Metabolik terkompensasi sebagian
4 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya
perdarahan intraserebral, ditandai dengan :
1. Penurunan kesadaran : Soporocoma
2. GCS E1M2VET
3. Pupil miosis
5 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan
bedrest total

37
E. Intervensi Keperawatan
Nama : Tn. Ch No RM : 000197
Usia : 53 tahun Diagnosa Medis : CVA Haemoragik
No DIAGNOSA
OUTCOMES INTERVENTION TTD
Dx. KEPERAWATAN
1 Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
berhubungan dengan adanya keperawatan selama 3x 24 jam 1. Monitor adanya akumulasi secret dan
akumulasi secret di jalan napas diharapkan jalan napas klien warnanya di jalan napas (ET dan mulut)
dapat efektif adekuat dengan 2. Auskultasi suara napas klien
kriteria hasil : 3. Monitor status pernapasan klien
- Sekret di ET dan mulut 4. Monitor adanya suara gurgling
berkurang atau tidak ada 5. Lakukan positioning miring kanan dan kiri
- RR dalam batas normal(16- 6. Pertahankan posisi head of bed (30-45⁰)
24x/menit) 7. Lakukan suction sesuai indikasi
- Suara ronkhi berkurang atau Kolaborasi :
hilang 1. Berikan nebulizer tiap 8 jam dengan
perbandingan berotec : Atroven : NaCl
yaitu 18 tetes : 16 tetes : 1 cc

38
2 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
berhubungan dengan depresi keperawatan selama 3x 24 jam 1. Monitor keadaan umum dan vital sign
pusat pernapasan (infark serebri diharapkan pola napas klien klien
pada batang otak etcause dapat efektif dengan kriteria 2. Pantau status pernapasan klien
intracerebral haemoragie) hasil : 3. Pantau adanya retraksi otot intercostal
- Napas adekuat spontan (16- 4. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
24x/menit) 5. Monitor saturasi oksigen klien
- KU dan VS stabil Kolaborasi :
- Retraksi otot intercosta 1. Pertahankan penggunaan ventilator dan
berkurang observasi setting ventilator dengan status
- Weaning off ventilator pernapasan klien
3 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
berhubungan dengan kegagalan keperawatan selama 3x 24 jam 1. Monitor keadaan umum dan vital sign
proses difusi pada alveoli diharapkan pertukaran gas klien klien
dapat adekuat dengan kriteria 2. Observasi status pernapasan klien
hasil : 3. Pantau adanya tanda-tanda hipoksia
- KU dan VS stabil 4. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
- Napas adekuat spontan (16- Kolaborasi :
24x/menit) 1. Pantau hasil BGA sesuai indikasi

39
- BGA dalam batas normal 2. Pertahankan penggunaan ventilator dengan
oksigenasi yang adekuat
4 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan Mandiri : Finda
serebral berhubungan dengan keperawatan selama 3x 24 jam 1. Monitor status neurologi
adanya perdarahan intraserebral diharapkan perfusi jaringan 2. Pantau tanda-tanda vital tiap jam
serebral klien dapat adekuat 3. Evaluasi pupil, refleks terhadap cahaya
dengan kriteria hasil : 4. Pantau adanya peningkatan TIK
- Kesadaran membaik 5. Posisikan kepala lebih tinggi 30-45⁰
- Reflek pupil +/+ Kolaborasi :
- Pupil isokon 1. Pertahankan oksigenasi adekuat melalui
ventilator
2. Berikan obat Brainact 1 amp/12 jam
5 Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
berhubungan dengan adanya keperawatan selama 3x 24 jam 1. Monitor KU dan VS termasuk suhu
prosedur invasif dan bedrest total diharapkan tidak terjadi infeksi klien/jam
pada klien dengan kriteria hasil : 2. Pertahankan teknik aseptic setiap tindakan
- KU dan VS stabil 3. Pantau adanya tanda-tanda infeksi
- Suhu normal (36.5-37.5) 4. Lakukan personal dan oral care setiap hari
- Leukosit normal 5. Lakukan early mobilization

40
6. Lakukan penilaian CPIS setelah 48 jam
perawatan
Kolaborasi :
1. Berikan antibiotic sesuai indikasi
2. Pantau hasil foto thorak

F. Implementasi dan Evaluasi


Nama : Tn. Ch No RM : 000197
Usia : 53 tahun Diagnosa Medis : CVA Haemoragik
TGL IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
09/05/18 1. Memonitor keadaan umum, status neurologis S : -
21.00 klien dan vital sign klien/jam O:
WIB 2. Memonitor status pernapasan klien a. Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma
3. Mengobservasi adanya akumulasi secret di dengan vital sign : TD 140/88, HR 126x/menit, SaO2
mulut dan ET, suara gargling serta 100%, dan Suhu 38.2 ⁰C
mengauskultasi bunyi napas klien b. GCS : E1M2VET, pupil miosis 2mm, reflek pupil
4. Melakukan suction di mulut dan ET terhadap cahaya +/-
5. Mempertahankan head of bed 30⁰ c. Masih terpasang ventilator P SIMV, VT 465, RR 34,
6. Melakukan oral care dengan antiseptic 70%, PEEP + 5

41
7. Kolaborasi Memberikan terapi sesuai program: d. Sekret di mulut dan ET berkurang
Cefriaxon 2 gr, inj. Ranitidin 1 amp, nexium 40 e. Masih terdapat retraksi otot intercosta, RR 34x/menit
mg, alinamin F 1 amp, brainact 1 amp, f. Hasil BGA : PH 7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3
dexamethason 1 amp/8 jam, methylprednison 16,3; BE -10,2 dengan interprestasi Asidosis
8. Menganalisa hasil BGA Metabolik terkompensasi sebagian
9. Melakukan alih baring miring kanan, lateral dan g. Masih ada suara ronkhi basah di basal paru kanan
miring kiri h. Tidak terjadi tanda-tanda peningkatan TIK
A:
Dx. 1 : Masalah teratasi sebagian
Dx. 2 : Masalah belum teratasi
Dx. 3 : Masalah belum teratasi
Dx. 4 : Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi dengan
tetap memantau KU dan vital sign serta status
pernapasan klien serta kolaborasi untuk rencana koreksi
bicnat, nebulizer untuk jaga siang dan usulkan untuk
extra pamol

42
10/05/18 1. Memonitor keadaan umum, status neurologis S : -
07.00 klien dan vital sign klien/jam O:
WIB 2. Mempertahankan head of bed 30⁰ dan a. Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma dengan
memonitor status pernapasan klien vital sign : TD 145/97, HR 130x/menit, SaO2 100%,
3. Memberikan nebulizer via ventilator dan Suhu 38.2 ⁰C
4. Melakukan suction di mulut dan ET b. GCS masih E1M2VET, pupil miosis 2mm, reflek pupil
5. Mengauskultasi bunyi napas klien terhadap cahaya +/-
6. Melakukan oral care dengan antiseptic c. Masih terpasang ventilator P SIMV, VT 416, RR 20,
7. Kolaborasi Memberikan terapi sesuai program: 60%, PEEP + 5
nexium 40 mg, dexamethason 1 amp, d. Sekret di mulut dan ET sudah berkurang
dexamethason 1 amp, ecotrixon 2 gr, SNMC 1 e. Retraksi otot intercosta berkurang, RR 20x/menit
amp (drip dalam 100 cc NaCl) f. Hasil BGA post koreksi bicnat : PH 7,312; pCO2 27.6;
8. Kolaborasi memberikan extra lasik 20 mg/jam pO2 199,7; HCO3 16,9; BE -8,8 dengan interprestasi
via syring pump Asidosis Metabolik terkompensasi sebagian
9. Melakukan alih baring miring kanan, lateral dan g. Masih ada suara ronkhi basah di basal paru kanan
miring kiri h. Tidak terjadi tanda-tanda peningkatan TIK
10. Mengambil sampel darah arteri untuk cek BGA i. Balance cairan : + 1800 cc, urin tidak keluar
post koreksi bicnat. A:
Dx. 1 : Masalah teratasi sebagian

43
Dx. 2 : Masalah teratasi sebagian
Dx. 3 : Masalah belum teratasi
Dx. 4 : Masalah belum teratasi
Dx. 5 : Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi, rencana
kolaborasi cek BGA lagi dan darah rutin, ureum
kreatinin, GDS, nebulizer masih lanjut, dan lasik lanjut
20 mg/jam
11/05/18 1. Memonitor keadaan umum, status neurologis S : -
07.00 klien dan vital sign klien/jam O:
WIB 2. Melakukan pemeriksaan GDS a. Keadaan umum lemah, kesadaran coma dengan vital
3. Mempertahankan head of bed 30⁰ dan sign : TD 88/51, HR 96x/menit, SaO2 97%, dan Suhu
memonitor status pernapasan klien dan 40.6 ⁰C
sesuaikan dengan setting ventilator b. GCS E1M1VET, pupil miosis 2 mm, reflek pupil
4. Melakukan oral care dengan antiseptic terhadap cahaya -/-
5. Mengambil specimen darah untuk BGA, darah c. Tidak nampak retraksi dada, RR 17x/menit
rutin, dan ureum kreatinin d. Masih terpasang ventilator dengan mode P SIMV, VT
6. Melakukan suction di mulut dan ET 340, FiO2 40%, dan PEEP +5

44
7. Mengauskultasi bunyi napas klien e. Secret di mulut dan ET berkurang, masih ada ronkhi
8. Kolaborasi Memberikan terapi sesuai program: basah di basal paru kanan
nexium 40 mg, dexamethason 1 amp, f. Skor CPIS : 3
dexamethason 1 amp, ecotrixon 2 gr, SNMC 1 g. Hasil BGA : PH 7,315 ; pCO2 30; pO2 189,8; HCO3
amp (drip dalam 100 cc NaCl) 17,2; BE -8,4 dengan interprestasi Asidosis metabolik
9. Kolaborasi melanjutkan pemberian extra lasik terkompensasi sebagian
20 mg/jam via syring pump dan insulin 4 h. Hasil Ureum : 3.9, kreatinin 12.4, lekosit 7.4
unit/jam via syring pump ribu/mmk, GDS : 482
10. Melakukan alih baring miring kanan, lateral dan i. Urin masih tidak keluar, balance cairan : - 100 cc
miring kiri A:
Dx. 1 : Masalah teratasi sebagian
Dx. 2 : Masalah teratasi sebagian
Dx. 3 : Masalah belum teratasi
Dx. 4 : Masalah belum teratasi
Dx. 5 : Tidak terjadi infeksi
P:
Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi, nebulizer
lanjut/8 jam, lasik lanjut 20 mg/jam, insulin syring pump
4 unit/jam. Pantau haluaran urin

45
Jam 14.20 WIB, kondisi klien drop, gambaran EKG arrest,
HR turun terus, Saturasi turun drop dibawah normal,
dilakukan RJP selama 15 menit dengan SA 4 ampul,
Adrenalin 3 ampul. RJP berhasil dengan vital sign TD
117/63, HR 126, dan SaO2 100% via bagging. Setelah 20
menit kondisi klien drop lagi dan klien dinyatakan
meninggal pukul 14.55 WIB

46
BAB 4
PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke addalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular (Muttaqin, 2008).
Jadi, stroke hemoragik adalah salah satu jenis stoke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah
tidak dapat mengalir secara semestinya yangmenyebabkan otak mengalami ipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
B. Saran
1. Instansi Rumah Sakit
a) Pada ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya terdapat protab perawatan DC, dressing infuse, perawatan NGT sesuai
dengan waktu yang ditentukan.
b) Untuk perawat di ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya perawat yang benar-benar terlatih dalam keperawatan kritis,
sehingga lebih peka terhadap perawatan pasien di intensive care unit (ICU).
2. Perawat
a) Pasien stroke dengan bedrest dimungkinkan terjadinya decubitus, sehingga perawat perlu lebih memperhatikan pasien
dengan tanda-tanda decubitus dan penatalaksanaan decubitus.
b) Perawat diharapkan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien serta memakai alat pelindung diri untuk

47
mencegah terjadinya resiko infeksi dan infeksi nosokomial pada pasien di intensive care unit (ICU.
c) Perawat diharapkan melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab dan kesadaran masing-masing yang bertujuan
untuk kesembuhan dan keselamatan pasien. Keluarga Pada keluarga sebaiknya senantiasa mendampingi dan memberikan
support kepada pasien meskipun dalam kondisi koma sekalipun.
3. Untuk diri sendiri
Diharapkan dapat memanfaatkan waktu yang telah diberikan dengan efektif dan efisien untuk melakukan asuhan keperawatan.
Mahasiswa / i juga diharapkan secara aktif untuk membaca dan meningkatkan keterampilan serta menguasai kasus yang diambil
untuk mendapatkan hasil asuhan keperawatan yang komprehensif.
4. Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan bisa digunakan sebagai referensi yang menunjang pembelajaran dan referensi untuk penulisan makalah
selanjutnya.

48
Daftar Pustaka

Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung, dan Stroke. Yogyakarta: Dianloka Pustaka.
Artiani. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persyarafan, Jilid 1. Jakarta : Media Action Publishing
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gngguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC.
Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics.: Division for Heart Disease and Stroke Prevention. Available
from: http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.htm diaskses pada tangal 25 Mei 2018.Gemari, 2008. Esensial Stroke. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Profile Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000. Edisi 3. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika
NANDA International. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan
Perdossi, 2011. Guideline Stroke Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology Edisi 8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease:
Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York, 2005.
Tips Mencegah Serangan Penyakit Stroke Hemoragik. http://googleweblight.com/i?u=http://smartdetoxid.com/tips-mencegah-serangan-
penyakit-stroke-hemoragik/&hl=id-ID diaksek pada 25 Mei 2018.
Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. 2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.
World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEP wise Approach to Stroke Surveillance. World Health
Organization.
Yastroki, 2009. Yastroki Tangani Masalah Stroke di Indonesia. www.yastroki.or.id diaskses pada tangal 25 Mei 2018.
Yayasan Stroke Indonesia. Tahun 2020, Penderita Stroke Meningkat 2 Kali. Jakarta: Yayasan Stroke Indonesia. Available from:
http://www.yastroki.or.id/berita.php?id=4 diaskses pada tangal 25 Mei 2018.

49

Anda mungkin juga menyukai