Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak sebagai generasi unggul pada dasarnya tidak akan tumbuh dengan

sendirinya. Suatu perjalanan yang harus dilaluinya adalah tumbuh kembang dan

merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan

yang dimulai dari sejak bayi hingga remaja. Sementara itu, undang-undang

Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, menyebutkan anak adalah

seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam

kandungan (Suryani dan Badi’ah, 2013).

Kecanduan game online telah dikenal secara internasional, kecanduan

bermain game rencananya akan diklasifikasikan sebagai salah satu gangguan

kesehatan mental pada tahun 2018 (CNN, 2017). Wacana ini dikemukakan oleh

Badan kesehatan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) atau World Health

Organisation (WHO). Hal ini disebutkan dalam sebuah dokumen yang masih

berbentuk draft. ICD (International Classification of Disease) memberikan

panduan standar diagnostik untuk tujuan epidemiologi, manajemen kesehatan dan

klinis milik WHO. Dalam draf tersebut, WHO juga menjelaskan bahwa tidak

semua game bersifat adiktif atau memberi dampak buruk bagi kesehatan mental

pemainnya. Persentase anak usia sekolah di Indonesia pada tahun 2017 yang

mengalami kecanduan game online adalah (10.15%), sebagai perbandingan di

Korea 2.4% pada anak usia sekolah dan 10.2% pada rentang usia 9 sampai 39

tahun, di China terdapat 13.7% sedangkan di Amerika terdapat 1.5% sampai 8.2%
yang mengalami kecanduan (Jap et al, 2014). Seseorang yang mengalami

kecanduan biasa menggunakan waktu 2-10 jam per-hari (Kusumadewi, 2012)

bahkan 39 jam dalam seminggu (Young, 1998) atau rata-rata 20-25 jam dalam

seminggu (Chen & Chou & Hsiao, dalam Chou, et al., 2005) untuk memainkan

game online. Pola asuh orang tua memanjakan dan memberikan apa yang

diinginkan anak juga merupakan salah satu faktor pemicu kecanduan game (Tjhin

Wiguna, 2013).

Jumlah pemain game online di Indonesia terus mengalami pertumbuhan,

setiap tahun jumlah pemain game online naik sekitar 33% dari tahun 2010. Pada

tahun 2011 pengguna game online mencaoai 6,5 juta orang dari semula berjmlah

6 juta pengguna pada tahun 2010 (Giandi, Mustikasari, suprapto, 2012) penelitian

di 4 kota yaitu Manado, Medan, Yogyakarta dan Pontianak diambil dari beberapa

sekolah SD dan SMP dari 1.477 anak yang bermain game online, 14,96% remaja

bermain selama 1 jam, 42,78% bermain 2-3 jam, 20,37% bermain 4-5 jam

bermain game online dan sebanyak 10,15% bermain 5-7 jam (Jap, Triatri, Jaya,

Suteja, 2012) penelitian ragil (2011) yang dilakukan dimalang, dari total 50

responden anak ada sekitar 48% anak sekolah mengalami kecanduan geme online.

Kecanggihan teknologi memberikan pengaruh buruk bagi perkembangan

sikap anak. Pada masa ini dunia sudah dikuasai oleh teknologi. Teknologi dengan

segala keanggunan dan kecanggihannya berhasil memikat berbagai kalangan usia

mulai usia manula, dewasa, remaja, bahkan anak-anak. Orang tua kerap

memfasilitasi putra-putri mereka yang masih belia dengan gadget atau barang-

barang berbau teknologi lainnya. Tujuannya adalah untuk memanjakan putra-putri


mereka seperti komputer dan handphone. Namun orang tua patut waspada

terhadap fasilitas teknologi canggih yang mereka berikan kepada putra-putriny.

Hal ini disebabkan karena ternyata teknologi mampu membawa dampak negatif

pada sang buah hati. Teknologi dapat disalahgunakan fungsinya. Banyak anak

yang menggunakan teknologi seperti handphone untuk berpacaran dan menonton

video porno. Kemudian komputer digunakan anak bukan untuk belajar melainkan

untuk bermain game online. Tidak tanggung-tanggung, kebiasaan ini terjadi setiap

hari. Akibatnya, anak menjadi lupa belajar dan keras kepala. Pengawasan dan

bimbingan dari orang tua sangat penting guna menjadi filter untuk dampak negatif

dari lingkungan.

Dampak yang ditimbulkan pada kecanduan bermain geme online terjadi pada

kesehatan fisik dan psikologi. Seseorang dengan kecanduan geme online

cenderung berada didepan computer selama berjam-jam yang mengakibatkan

kerusakan pada mata akibat radiasi. Penelitian Grifitth (2009) menemukan gejala

yang muncul akibat kecanduan game diantaranya adalah gejala penyakit jantung

yang ditandai dengan peningkatan denyut jantung, kelelahan fisik, penyakit

gangguan pencernaan, pola tidur yang terganggu, muncul adanya perubahan

psikologis yang mencakup perilaku menarik diri dari lingkungan sosial,

perubahan mood yang tidak stabil dan adanya perilaku agresif akibat mempelajari

dari game yang dimainkan, pada penelitian Young (2009) seorang yang

kecanduan game online akan menyebabkan mudah defresi, karena tidak

tercapainya keinginan dalam bermain game, seperti bermain yang terbatas dan

bermain yang dihentikan secara mendadak. Keadaan ini memicu adanya keadaan
perubahan psikososial yang berdampak bagi anak, orang yang disekitarnya

terutama orang tuanya, Keadaan akan memburuk apabila kecanduan game online

tidak diketahui oleh orang tua.

Pola asuh orang tua yang utama bagi anak untuk memperoleh pembinaan

mental dan pembentukan kepribadian. Oleh karena itu peran orang tua sangatlah

penting. Undang-Undang No 23 tahun 2002 pasal 26 Tentang Perlindungan Anak

menyatakan bahwa, “Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk

mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak. Menumbuh kembangkan

anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya adalah kewajiban orang tua

sepenuhnya”. Orang tua berkewajiban untuk menjaga anaknya dari perubahan

iklim lingkungan dengan menanamkan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Dengan demikian, pola asuh orang tua adalah hal utama yang merupakan dasar

pembentukan kepribadian anak.

Hal ini sangat penting bagi kehidupan anak karena perkembangan anak

berawal dari pola asuh kedua orang tua. Anak yang mendapatkan pola asuh yang

tepat, akan tumbuh dengan sikap dan kepribadian yang baik. Sebaliknya, anak

yang mendapat pola asuh yang kurang tepat, akan mengalami kesulitan dalam

perkembangan sikap sosialnya. Orang tua yang memberikan penanaman nilai

moral yang baik, akan menghasilkan anak yang memiliki kepribadian yang baik.

Sebaliknya, orang tua yang memberikan penanaman nilai moral yang tidak baik,

akan menghasilkan anak yang memiliki kepribadian yang buruk. Kepribadian

tersebut dapat dilihat dari sikap yang ditunjukkan oleh anak. Apakah sikap yang

ditunjukkan adalah sikap yang positif atau negatif. Sebagai contoh, orang tua yang
suka memaki, maka kemungkinan besar anaknya akan suka memaki. Sebaliknya

orang tua yang bertutur kata sopan, maka kemungkinan besar anaknya akan

bersikap sopan. Saat ini banyak orang tua yang keliru dalam menerapkan pola

asuh pada anaknya. Mereka menganggap telah memberikan yang terbaik pada

anaknya. Akan tetapi, tanpa disadari pada kenyataannya telah melakukan

kesalahan dalam mengasuh anaknya. Banyak orang tua yang menuntut anaknya

untuk melakukan apa yang mereka inginkan sehingga membuat anak kehilangan

waktu bermainnya. Para orang tua menuntut anak untuk melakukan hal-hal yang

berlebihan yang seharusnya belum mereka lakukan. Ada orang tua yang meminta

anaknya untuk bekerja baik sebelum maupun setelah pulang sekolah. Anak

diminta untuk bangun pagi, mempersiapkan segala kebutuhan keluarga untuk pagi

hari seperti sarapan, menimba air, dan sebagainya. Setelah pulang sekolah,

mereka juga diminta untuk bekerja seperti berjualan, ikut ke sawah,

membersihkan rumah, dan memang hal ini tidak terlepas dari faktor ekonomi

keluarga.

Bentuk pola pengasuhan orang tua pada anak berpengaruh pada kebiasaan-

kebiasaan anak. Kebiasaan yang dimaksud adalah kebiasaan anak sehari-hari.

Kebiasaan tertentu yang dimiliki anak adalah sesuatu yang lumrah. Akibatnya,

banyak orang tua yang cenderung abai dengan kebiasaan tersebut. Padahal, ada

beberapa kebiasaan yang sebenarnya berbahaya bagi kesehatan anak, baik secara

fisik ataupun mental. Kebiasaan tersebut seperti anak hiperaktif, suka merokok,

suka melawan dan keras kepala, suka berkata kotor, dan lain-lain.Menurut Shocib

(2010:2) menyatakan bahwa, “Tugas dan tanggung jawab keluarga (orang tua)
adalah menciptakan situasi dan kondisi yang memuat iklim yang dapat dihayati

anak-anak untuk memperdalam dan memperluas makna-makna essensial. Pola

pengasuhan orang tua pada anak berpengaruh pada kebiasaan-kebiasaan anak.

Kebiasaan yang dimaksud adalah kebiasaan anak sehari-hari. Kebiasaan tertentu

yang dimiliki anak adalah sesuatu yang lumrah. Akibatnya, banyak orang tua yang

cenderung abai dengan kebiasaan tersebut. Padahal, ada beberapa kebiasaan yang

sebenarnya berbahaya bagi kesehatan anak, baik secara fisik ataupun mental.

Kebiasaan tersebut seperti anak hiperaktif, suka merokok, suka melawan dan

keras kepala, suka berkata kotor, dan lain-lain.

Menurut Shocib (2010 : 2) menyatakan bahwa, “Tugas dan tanggung jawab

keluarga (orang tua) adalah menciptakan situasi dan kondisi yang memuat iklim

yang dapat dihayati anak-anak untuk memperdalam dan memperluas makna-

makna essensial”. Dengan bentuk demikian, adanya kebiasaan-kebiasaan anak

merupakan hasil yang diperoleh dari internalisasi nilai dalam keluarga. Hal ini

mengindikasikan bahwa anak yang memiliki kebiasaan buruk adalah anak yang

kurang mendapat pemahaman moral yang baik dari orang tua.

Penerapan pola asuh yang salah dapat mengakibatkan terjadinya kebiasaan-

kebiasaan buruk pada anak. Salah satunya adalah hiperaktif. Hiperaktif

merupakan salah satu kebiasaan buruk pada anak. Setiap pengalaman sensorik

yang mereka peroleh dalam perkembangananya akan mereka respon dengan

berbagai cara agar kepuasaan dirinya itu terpenuhi. Menurut Zaviera, Ferdinand

(dalam Bunda Novi, 2015 : 15) menyatakan bahwa, “Faktor penyebab anak
Hiperaktif yaitu anak sedang mengalami disfungsi minimal dan karena gangguan

psikologis.

Persentase anak usia sekolah di Indonesia pada tahun 2017 yang mengalami

kecanduan game online adalah (10.15%), sebagai perbandingan di Korea 2.4%

pada anak usia sekolah dan 10.2% pada rentang usia 9 sampai 39 tahun, di China

terdapat 13.7% sedangkan di Amerika terdapat 1.5% sampai 8.2% yang

mengalami kecanduan (Jap et al, 2014). Seseorang yang mengalami kecanduan

biasa menggunakan waktu 2-10 jam per hari (Kusumadewi, 2012) bahkan 39 jam

dalam seminggu (Young, 1998) atau rata-rata 20-25 jam dalam seminggu (Chen

& Chou; Chou & Hsiao, dalam Chou, et al., 2005) untuk memainkan game online.

Pola asuh orang tua memanjakan dan memberikan apa yang diinginkan anak juga

merupakan salah satu faktor pemicu kecanduan game (Tjhin Wiguna, 2013).

Atas dasar pemikiran di atas, peneliti merasa terdorong untuk melakukan

penelitian khususnya yang berkenaan dengan hubungan permainan game online

dengan pola asuh orang tua dalam lingkungan keluarga serta dampaknya. Untuk

itu, peneliti mengajukan skripsi dengan judul penelitian “Hubungan permainan

game online dengan pola asuh orang tua pada anak siswa kelas V dan IV di

Batua II Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang dapat

diidentifikasikan adalah “Apakah ada hubungan permainan game online dengan

pola asuh orang tua pada anak usia sekolah kelas V dan IV SD Inpres Batua II

Kota Makassar”.
C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah diatas maka,

tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan permainan game online dengan pola asuh orang

tua pada anak kelas V dan IV di SD Inpres Batua II Kota Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pola asuh orang tua pada anak di SD Inpres Batua II

Makassar .

b. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat permainan game online pada

anak di SD Inpres Batua II Makassar.

c. Untuk mnegetahui hubungan permainan game online dengan pola asuh

orang tua pada anak di SD Inpres Batua II Makassar.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya dan

mendapatkan pengetahuan baru dalam ilmu kesehatan masyarakat khususnya

mengenai hubungan permainan game online terhadap pola asuh orang tua

pada anak.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan masukan terhadap masyarakat terutama bagi orang tua,

sebagai madrasah utama perkembangan anak untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang efektif dirumah.


b. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman dalam penulisan skripsi tentang hubungan permainan game

online terhadap pola asuh orang tua pada anak.

c. Bagi peneliti-peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

referensi untuk melakukan penelitian-penelitian yang selanjutnya.

d. Bagi para pembaca, penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan untuk

menambah khasanah pengetahuan. Khususnya tentang hubungan

permainan game online terhadap pola asuh orang tua pada anak.

Anda mungkin juga menyukai