Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

SEORANG PASIEN DENGAN DIAGNOSIS SKIZOFRENIA PARANOID

Oleh :
Moch. Syafrudin Ridwan
15014101190
Masa KKM : 22 Januari 2018 – 04 Februari 2018

Pembimbing :
dr. Neni Ekawardani

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2018
LEMBAR PERSETUJUAN PASIEN LAYAK SEBAGAI

PASIEN LAPORAN KASUS

Seorang pasien dengan Gangguan Skizofrenia Paranoid

Nama Pasien : Antoni Takasana

Telah disetujui untuk menjadi Pasien Laporan Kasus pada, Februari 2018

Moch. Syafrudin Ridwan


NRI: 15014101190

Supervisor

dr. L. F. J. Kandou, SpKJ


SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Moch. Syafrudin Ridwan

NRI : 15014101190

Masa KKM : 22 Januari – 04 Februari 2018

Dengan ini menyatakan bahwa saya benar-benar telah melakukan wawancara


psikiatri terhadap pasien laporan kasus saya.

Manado, Februari 2018

Moch. Syafrudin Ridwan

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus yang berjudul “SEORANG PASIEN DENGAN SKIZOFRENIA

PARANOID” telah dibacakan, dikoreksi dan disetujui pada Februari 2018.

Oleh:

Moch. Syafrudin Ridwan

15014101190

Masa KKM 22 Januari 2018 – 04 Februari 2018

Pembimbing

Dr. Neni Ekawardani

iii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN ...................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ...........................................................................................................v
LAPORAN KASUS ................................................................................................1
IDENTITAS PASIEN ..............................................................................................1
RIWAYAT PSIKIATRI ..........................................................................................1
RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI......................................................................4
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL....................................................................9
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT ................................................11
IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA ..............................................................13
FORMULASI DIAGNOSTIK ...............................................................................14
EVALUASI MULTIAKSIAL ...............................................................................15
MASALAH ............................................................................................................16
PENATALAKSANAAN .......................................................................................16
PROGNOSIS .........................................................................................................16
DISKUSI ................................................................................................................16
KESIMPULAN ......................................................................................................21
WAWANCARA PSIKIATRI ................................................................................21
DOKUMENTASI ..................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................24
LAMPIRAN……………………………………………………………………..25

iv
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AT
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat/tanggal lahir : 1 Oktober 1974
Status perkawinan : Belum menikah
Jumlah anak : Belum mempunyai anak
Pendidikan terakhir : SMA
Perkerjaan : Tidak bekerja
Suku/bangsa : Sangihe/Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Alamat sekarang : Bailang Link. II, kec Bunaken
Tanggal MRS : 28 September 2017
Cara MRS : Diantar oleh keluarganya
Tanggal pemeriksaan : 23 Januari 2018
Tempat pemeriksaan : RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado
No Telepon : 082146xxxxxxxx

B. RIWAYAT PSIKIATRI
Riwayat psikiatri diperoleh melalui:
 Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 23 Januari 2018 di RS.
Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado.
 Alloanamnesis dengan Tn. JT, ayah pasien, agama Kristen Protestan,
suku Sangihe, pekerjaan pensiunan, pada tanggal 30 Januari 2018 di
Bailang Link. II, Kec. Bunaken.

1. Keluhan Utama
Suka marah-marah dan merusak barang.

1
Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien dibawa ke RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado pada
tanggal 28 September 2017 oleh keluarganya dengan keluhan cepat marah
dan merusak barang-barang. Namun, ketika diwawancara pada tanggal 23
Januari 2018 keluhan tersebut tidak dirasakan lagi. Pasien saat ini hanya
mengeluhkan susah tidur dan mendengar suara bisikan.
Pasien mengatakan bahwa ia.sangat sulit untuk tertidur. Menurut
pasien, ia merasa tidak mempunyai rasa kantuk pada saat malam hari.
Pasien sudah mencoba berbagai cara agar dapat tertidur. Mulai dari tidak
mengkonsumsi kopi, mendengarkan musik serta menonton televisi agar
dapat tertidur. Padahal menurut pengakuan pasien, kadang ia sudah
mengantuk namun tidak bisa tertidur. Hal ini hanya terjadi sepanjang
malam hari. Ketika pagi atau siang hari baru pasien dapat tertidur.
Keluhan seperti ini terus berlangsung sepanjang hari dan membuat pasien
terus terjaga pada malam hari.
Pasien mengatakan bahwa ia juga sesekali mendengar suara
bisikan. Suara tersebut didengar pasien pada saat malam hari ketika ia
tidak bisa tertidur, namun kadang juga ia mendengarnya pada waktu siang
dan sore hari. Suara bisikan tersebut diyakininya berasal dari nenek pasien
yang telah meningggal dunia. Menurut pasien, ia adalah cucu kesayangan
dari neneknya. Ia sangat dimanjakan oleh nenek pasien semasa hidupnya
dan ia sangat menyayangi neneknya. Mereka sering bercerita dan bermain
bersama. Saat neneknya meninggal, ia sangat bersedih dan kehilangan
orang yang sangat ia sayangi. Pasien bahkan mengurung diri di kamar
selama beberapa minggu setelah neneknya meninggal. Pasien mengatakan,
suara yang ia dengar itu seperti neneknya ingin menyapa dirinya saja,
bukan untuk menyuruhnya melakukan sesuatu.
Pasien juga mengatakan bahwa ayahnya merupakan pensiunan PT.
Pos Indonesia. Ia juga mengatakan bahwa ayahnya akan menerima uang
pensiun sekitar ratusan juta rupiah. Dengan uang tersebut, ayahnya akan
membawa dia keluar dari rumah sakit sesegera mungkin setelah menerima

2
uang pensiunan. Ayahnya akan mengajak keluarganya untuk berjalan-jalan
ke luar negeri. Selain itu, ayahnya juga akan membeli sebuah mobil untuk
digunakan oleh dirinya dan juga keluarganya.
Saat diwawancarai, pasien menyangkal jika tentang keluhan
adanya bisikan-bisikan maupun penglihatan yang aneh, berbicara dan
tertawa sendiri. Ia meyakini bahwa dirinya telah sembuh, namun
memerlukan obat-obatan untuk mengontrol emosinya. Bertolak belakang
dengan pengakuan pasien, menurut ayahnya, saat di rumah pasien
mengeluh sering mendengar bisikan-bisikan yang diyakini dari nenek
pasien yang telah meninngal dunia. Pasien merupakan cucu kesayangan
dari neneknya, tetapi setelah meninggal, pasien merasa sangat terpukul.
Pasien mengatakan bahwa ayahnya dulu bekerja di PT Pos
Indonesia dan juga mantan Kepala Kantor Pos di Tahuna. Namun saat ini
ayahnya telah pensiun dan menurut pasien ayahnya mendapatkan uang
dari pensiunannya sejumlah ratusan juta. Dengan uang itu pula
keluarganya akan mampu membiayai keperluannya, sehingga ia akan
segera dijemput pulang ke rumah.
Pasien mengatakan bahwa ia meminum obatnya secara teratur tepat
waktu. Ia tidak pernah melewatkan jadwal minum obatnya. Ia juga tahu
mengenai pentingnya kebutuhan pengobatan penderita untuk tidak putus
obat. Menurut ayah pasien, penderita memang sangat memperhatikan
kepatuhan minum obatnya. Jika sudah lebih stabil penderita akan
melakukan rawat jalan dengan tetap meminum obat dirumah dan dating ke
poliklinik sesuai jadwal yang ditentukan dokter.

2. Riwayat Gangguan Sebelumnya


Riwayat gangguan psikiatri
Pasien sudah dua puluh dua kali dirawat di RS Prof. Dr.V. L.
Ratumbuysang. Pasien pertama kali dirawat pada tahun 1991, pasien
datang dengan diantar oleh ayahnya dengan rujukan dari RS

3
Liunkendage, Tahuna. Menurut keluarganya, pasien berobat ke RS
Liunkendage, Tahuna dengan keluhan sering murung, tidak mau keluar
kamar, sering marah-marah tanpa sebab dan bicara sendiri. Pasien
dirawat jalan di RS Prof. Dr.V. L. Ratumbuysang Manado selama enam
tahun sejak tahun 1991.
Pada tahun 1996, pasien masuk kembali dengan diantar oleh
keluarga (ayah pasien) dengan keluhan suka marah-marah dan merusak
barang. Hal ini mulai mengusik tentangga sekitar sehingga mereka
sering memperlakukan pasien dengan tidak wajar, seperti mengejek
bahkan sampai pernah mengeroyoknya. Ini membuat ayahnya
memutuskan mengajukan permintaan agar pasien dirawat inap. Sejak
tahun 1996 sampai sekarang, pasien telah dirawat puluhan kali di RS.
Pasien mengatakan bahwa ayahnya dulu bekerja di PT Pos
Indonesia dan juga mantan Kepala Kantor Pos di Tahuna. Namun saat
ini ayahnya telah pensiun dan menurut pasien ayahnya mendapatkan
uang dari pensiunannya sejumlah ratusan juta. Dengan uang itu pula
keluarganya akan mampu membiayai keperluannya, sehingga ia akan
segera dijemput pulang ke rumah.
Pasien memiliki riwayat masa kanak dan remaja yang sangat baik.
Pasien merupakan anak yang patuh pada orang tua, berprestasi,
sehingga menjadi kebanggaan orang tua. Namun, pasien memang agak
pemurung, senang mengurung diri di kamar, dan tidak suka berkumpul
bersama teman-temannya.
Menurut keluarganya, setelah tamat SMA, pasien ingin
melanjutkan pendidikannya di Akademi Angkatan Bersenjata
(AKABRI) pada tahun 1991, namun tidak lolos berkas. Padahal selama
ini pasien selalu unggul dalam hal yang ditekuninya. Hal ini yang
membuat pasien murung, lebih sering mengurung diri, tidak mau
makan, mudah teringgung dan marah-marah tanpa sebab. Apabila
seseorang mengajaknya bercanda, ia menjadi cepat tersinggung dan
kadang memukul orang tersebut. Kadang juga ketika melihat atribut

4
yang berhubungan dengan tentara atau polisi pasien menjadi
tersinggung dan mudah marah.
Pasien sebelumnya tidak patuh dan teratur soal minum obat. Hal
inilah yang menyebabkankeadaan pasien belum membaik. Namun, saat
ini pasien sudah patuh dan teratur minum obat dan berdampak pada
beberapa gejala yang sudha hilang maupun berkurang.

Riwayat gangguan medis


Tidak ada riwayat trauma kepala, kejang, ataupun penyakit
malaria.

Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif


Pasien merokok kurang lebih 1-2 batang rokok per hari. Pasien
minum minuman beralkohol hanya jika diberikan teman-teman di
lingkungannya.

C. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


Riwayat Prenatal dan Perianal
Pasien lahir spontan di RS Gunung Wenang Manado, dibantu oleh
dokter dan perawat. Pasien tidak mengalami cacat fisik atau penyakit
tertentu paska melahirkan. Saat hamil, kondisi ibu pasien sehat.

Riwayat Perkembangan Psikoseksual


1. Stadium Oral (usia 0-18 bulan)
Pasien lahir spontan di RS Gunung Wenang Manado, dibantu
oleh dokter dan perawat. Pertumbuhan dan perkembangan pasien
secara umum sama dengan anak lainnya. Pasien diberi ASI oleh
ibunya sampai dengan usia 12 bulan. Saat lapar atau haus pasien

5
menangis, dan ibunya segera memberikan ASI. Setelah diberi ASI
penderita kembali tenang dan tertidur.

2. Stadium Anal (usia 1-3 tahun)


Pada stadium anal (usia 1-3 tahun) pasien mulai berbicara,
berjalan, dan makan, pasien sudah bisa mengenggam benda-benda
kecil, sudah bisa mengucapkan beberapa kata-kata. Pasien tidak
memiliki penyakit psikiatrik atau medis. Pasien diasuh oleh kedua
orang tuanya. Pasien sudah bisa bermain dan sudah bisa
mengerjakan perintah sederhana jika disuruh.
3. Stadium Uretral (Transisional dari Stadium Anal ke Stadium
Falik)
Pada stadium uretheral (transisional), pasien diajarkan BAK di
toilet (toilet training) oleh ibunya, dan dapat ke toilet sendiri saat ingin
BAK.
4. Stadium Falik (usia 3-5 tahun)
Pasien bahwa pada awalnya pasien mendapat kasih sayang dan
perhatian dari orang tua kandung seperti yang didapatkan anak-anak
seusianya. Setelah pasien mengetahui identitas seksualnya adalah laki-
laki, pasien mulai berpakaian seperti anak laki-laki, masuk ke toilet
umum khusus laki-laki. Setelah diajarkan, memperhatikan, mengikuti
kebiasaan berpakaian ayahnya. Pasien sudah tahu dan mengerti untuk
meminta maaf bila berbuat salah.
5. Stadium Latensi (usia 5-6 tahun sampai 11-13 tahun)
Pada stadium latensi, pasien senang bermain bersama dengan
teman-temannya, di sekolah namun jarang di lingkungan rumah. Pasien
juga senang bermain dengan saudara-saudaranya di rumah. Inisiatif
untuk bermain baik dan ketika disuruh belajar, pasien menurut. Saat
melakukan kesalahan dan dimarahi, pasien hanya diam dan kemudian
tidak melakukannya lagi. Pasien jarang berkelahi dengan saudara-
saudaranya.

6
6. Stadium Genital (usia 11-13 tahun sampai dewasa muda)
Pada stadium ini, pasien mulai lebih mandiri, berusaha
mengerjakan tugas yang dibebankan padanya. Pasien lebih sering
melakukan kegiatannya diri di kamar. Ia senang bermain musik,
mendengarkan lagu dan membaca sendiri di kamar. Menurut keluarga
pasien, ini karena di lingkungan sekitar pasien tidak banyak anak-anak
berusia sebayanya, kebanyakan yang lebih tua dan pasien tidak
menyukai kebiasaan mereka yang suka mabuk-mabukkan. Oleh sebab
itu, pasien sangat behati-hati dalam memilih teman-temannya. Pasien
berkumpul bersama teman-teman jika ada pelayanan di gereja saja.
Pasien juga tidak terlalu terbuka tentang masalah-masalahnya pada
keluarga ataupun teman-temannya, ia memilih diam dan
menyelesaikannya sendiri.

B. Riwayat Siklus Kehidupan


1. Kepercayaan Dasar vs. Ketidakpercayaan Dasar (usia 0-1 tahun)
Pada fase ini pasien mudah untuk diberi minum ASI. Tanda pasien
haus atau lapar biasanya menangis. Apabila pasien selesai diberi ASI,
pasien biasanya langsung tenang dan tertidur.
2. Otonomi vs. Rasa Malu dan Ragu-ragu (usia 1-3 tahun)
Pada usia ini pasien belajar berjalan, makan sendiri dan berbicara,
sudah bisa mengenggam benda-benda kecil, sudah bisa menggucapkan
beberapa kata-kata. Pasien kemudian sudah bisa berjalan, sudah mulai
bisa bicara dan membentuk kalimat.
3. Inisiatif vs. Rasa Bersalah (usia 3-5 tahun)
Pasien mendapat kasih sayang dan perhatian dari orang tua
kandung seperti yang didapatkan anak-anak lain seusianya. Setelah
pasien mengetahui identitas seksualnya adalah laki-laki, pasien mulai
berpakaian seperti anak laki-laki dan masuk ke toilet umum khusus
laki-laki. Setelah diajarkan, memperhatikan, mengikuti kebiasaan

7
berpakaian ayahnya. Pasien sudah tahu dan mengerti untuk meminta
maaf bila berbuat salah.
4. Industri vs. Inferioritas (usia 6-11 tahun)
Pada stadium ini, pasien senang bermain bersama dengan teman-
temannya, di sekolah namun jarang di lingkungan rumah. Pasien juga
senang bermain dengan saudara-saudaranya di rumah. Inisiatif untuk
bermain baik dan ketika disuruh belajar, pasien menurut. Saat
melakukan kesalahan dan dimarahi, pasien hanya diam dan kemudian
tidak melakukannya lagi. Pasien jarang berkelahi dengan saudara-
saudaranya.

5. Identitas vs. Difusi Peran (usia 11 sampai akhir masa remaja)

Pada tahap ini, pasien mulai lebih mandiri, berusaha mengerjakan


tugas yang dibebankan padanya. Pasien lebih sering melakukan
kegiatannya diri di kamar. Ia senang bermain musik, mendengarkan
lagu dan membaca sendiri di kamar. Menurut keluarga pasien, ini
karena di lingkungan sekitar pasien tidak banyak anak-anak berusia
sebayanya, kebanyakan yang lebih tua dan pasien tidak menyukai
kebiasaan mereka yang suka mabuk-mabukkan. Oleh sebab itu, pasien
sangat behati-hati dalam memilih teman-temannya. Pasien berkumpul
bersama teman-teman jika ada pelayanan di gereja saja. Pasien juga
tidak terlalu terbuka tentang masalah-masalahnya pada keluarga
ataupun teman-temannya, ia memilih diam dan menyelesaikannya
sendiri.
6. Keintiman vs. Isolasi (usia 21-40 tahun)
Pasien tidak menikah dan tidak memiliki anak.
7. Generativitas vs. Stagnasi (usia 40-65 tahun)
Ini fase yang sesuai dengan usia pasien saat ini, yaitu 43 tahun.
Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tuanya yang sangat
memperhatikan keperluannya, namun karena tentangganya sekitar

8
menolak pasien, ia harus sering dirawat inap di rumah sakit sehingga
orang tuannya sudah jarang bertemu dengan dia.
8. Integritas vs. Putus Asa (usia >65 tahun)
Saat ini pasien masih berumur 43 tahun (<65 tahun).

9
C. Riwayat Masa Dewasa
1. Riwayat Pendidikan
Setelah lulus SMP, pasien melanjutkan jenjang pendidikan di
sekolah kejuruan.
2. Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak mempunyai pekerjaan.
3. Riwayat Psikoseksual
Orientasi pasien adalah lawan jenis seksual.
4. Riwayat Perkawinan
Pasien tidak menikah dan tidak memiliki anak.
5. Kehidupan Beragama
Pasien beragama Kristen Protestan, namun sudah tidak aktif dalam
kegiatan kerohanian di lingkungan tempat tinggalnya karena sudah
sering di rawat inap di rumah sakit.
6. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak terlibat dengan pelanggaran hukum sampai saat ini.
7. Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien hidup bersama dengan kedua orang tuanya, namun sekarang
sudah sering di rawat inap di rumah sakit.
8. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak keempat dari enam bersaudara. Tidak ada
riwayat gangguan psikiatri pada keluarga pasien.

Ibu Pasien

Ayah Pasien

GENOGRAM

10
9. Persepsi pasien terhadap diri
Pasien merasa dirinya sudah sembuh namun masih
memerlukan obat-obatan untuk mengontrol emosinya.
10. Persepsi pasien terhadap keluarga
Pasien mengatakan bahwa ayahnya dulu bekerja di PT Pos
Indonesia dan juga mantan Kepala Kantor Pos di Tahuna. Namun
saat ini karena ayahnya telah pensiun, maka keluarganya sedang
mengalami kesulitan ekonomi. Namun hal ini akan segera berakhir
karena ayahnya akan mendapatkan uang dari pensiunannya
sejumlah ratusan juta. Dengan uang itu pula keluarganya akan
mampu membiayai keperluannya, sehingga ia akan segera
dijemput pulang ke rumah.
11. Persepsi keluarga terhadap pasien
Keluarga pasien sangat peduli dan sebenarnya ingin pasien
untuk di rawat dirumah, namun karena tetangga sekitar sering
merasa terganggu, maka pasien harus sering di rawat inap di rumah
sakit.

D. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Dekripsi umum
1. Penampilan
Pasien adalah seorang laki-laki, 43 tahun, tampak sesuai umur,
berkulit sawo matang, kepala botak, rambut hitam. Berpakaian bersih
dengan baju kemeja berwarna hijau dan celana kain selutut. Pasien
dalam kondisi duduk pada saat diwawancara.
2. Kesadaran
Compos mentis.
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Selama wawancara, pasien duduk, agak gugup. Pasien dapat
merespon saat diucapkan salam. Pasien menghindari kontak mata.

11
4. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien cukup kooperatif pada saat menjawab setiap pertanyaan.
B. Mood dan afek
1. Mood : Hipotimia
2. Afek : Menyempit
3. Kesesuaian : Sesuai afek
C. Pembicaraan
Selama wawancara pasien menyimak pertanyaan dan menjawab
dengan jawaban yang cepat dan tepat. Artikulasi sangat jelas, volume
kecil, isi pembicaraan luas, pembicaraan berpindah dari satu ide ke ide lain
yang tidak berhubungan.
D. Gangguan persepsi
Halusinasi auditorik. Halusinasi visual tidak ada
E. Pikiran
1. Arus pikiran : Asosiasi longgar
2. Isi pikiran : Waham kebesaran (+), waham bizarre (-), waham
kejar (-), waham cemburu (-), preokupasi (-),
fobia (-)
F. Kesadaran dan kognitif
1. Taraf kesadaran dan kesiagaan
Keadaan pasien compos mentis. Pasien dapat mengarahkan,
mengalihkan dan memusatkan perhatiannya.
2. Orientasi
 Orientasi waktu : Baik. Pasien dapat membedakan pagi, sore dan
malam. Pemeriksaan dilakukan pada sore hari, pasien mengucapkan
“Selamat Sore”.
 Orientasi tempat : Baik. Pasien mengetahui di mana dia saat ini,
yaitu di RS Ratumbuysang.
 Orientasi orang : Baik. Pasien dapat mengenali orang di
sekitarnya; baik perawat maupun teman-teman satu sel.

12
3. Daya ingat
 Jangka panjang : Baik. Pasien dapat menceritakan apa yang dia
pelajari selama sekolah.
 Jangka sedang : Baik. Pasien dapat mengingat kapan dia masuk
rumah sakit.
 Jangka pendek : Baik. Pasien mengingat apa yang dia kerjakan
pada pagi hari.
 Segera : Baik. Pasien dapat mengingat dan mengulang
kata-kata yang diucapkan pemeriksa.
4. Konsentrasi dan perhatian
Pasien dapat mengikuti wawancara dengan baik.
5. Kemampuan membaca dan menulis
Pasien dapat membaca tulisan dan menulis dengan jelas.
6. Kemampuan visuospatial
Pasien mampu berjalan dengan baik tanpa menabrak benda-benda
di sekelilingnya.
7. Intelegensi dan daya informasi
Pasien mampu menjawab semua pertanyaan dengan cukup baik.
G. Pengendalian impuls
Pasien dapat mengikuti wawancara dengan baik dan tenang.
H. Kesadaran dan kognitif
1. Daya nilai sosial
Pasien masih menjunjung tinggi nilai sosial yang ada di
masyarakat.
2. Tilikan
Derajat tilikan 2, pasien agak sadar dirinya sakit, namun pada saat
bersamaan, ia menyangkal dirinya sakit.

13
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT / PEMERIKSAAN
FISIK INTERNA DAN NEUROLOGI
A. Status Interna
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : T : 120/80 mmHg
N :78 x/m
R : 20 x/m
S : 36,4ºC
Kepala : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-
Thoraks : Simetris kiri = kanan
Jantung : SI-SII regular normal, bising (-)
Paru : Suara pernapasan vesikuler, ronki -/-,
wheezing-/-
Abdomen : Datar, lemas, peristaltik (+) normal, hepar
dan lien : Tidak teraba
Ekstremitas : Edema (-), turgor kembali cepat<2 detik,
akral hangat

B. Status Neurologi
1. GCS : E4M6V5
2. Mata : Gerakan normal, searah, pupil bulat, isokor, diameter
3mm/3mm, reflex cahaya (+/+).
3. Pemeriksaan nervus kranialis
a. N. olfaktorius (N.I)
Tidak dievaluasi.
b. N. optikus (N.II)
Tidak dievaluasi.
c. N. okulomotorius (N.III), n. trochlearis (N.IV), n. abducens
(N.VI)

14
Selama wawancara dapat diamati bahwa pasien memliki gerakan
bola mata yang wajar.
d. N. trigeminus (N.V)
Selama wawancara berlangsung terlihat wajah pasien simetris.
e. N. facialis (N.VII)
Selama wawancara berlangsung terlihat wajah pasien simetris.
f. N. vestibulocochlearis (N.VIII)
Selama wawancara pasien mampu menjawab pertanyaan dengan
tepat. Hal ini memberi kesan bahwa pendengaran pasien normal.
Saat berjalan pasien terlihat stabil dan tidak terjatuh.
g. N. glosssopharyngeus (N.IX),
Tidak dilakukan evaluasi
h. N. vagus (N.X)
Tidak dilakukan evaluasi
i. N. aksesorius (N.XI)
Selama wawancara berlangsung terlihat bahwa pasien dapat
menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan, hal ini menandakan
bahwa fungsi Nervus Aksesorius pasien dalam keadaan normal.
j. N. hypoglossus (N.XII)
Tidak dilakukan evaluasi.
Ekstrapiramidal sindrom : Tidak ditemukan ada gejala
ekstrapiramidal (Tremor,bradikinesia, rigiditas).

F. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien laki-laki umur 43 tahun, belum
menikah, pendidikan terakhir SMA. Pasien merupakan anak keempat dari enam
bersaudara, suku Sangihe, Kebangsaan Indonesia. Agama pasien Kristen
Protestan. Pasien tinggal bersama Ayah, Ibu, Kakak dan adik.
Pasien dibawa ke rumah sakit Prof. dr. V. L. Ratumbuysang pada tanggal 28
September 2017 oleh keluarganya dengan keluhan keluhan sering murung, tidak
mau keluar kamar, sering marah-marah tanpa sebab dan bicara sendiri. Namun

15
saat diwawancara pada tangggal 23 Januari 2018, keluhan tersebut sudah tidak
ada. Keluhan yang dirasakan saat ini adalah susah tidur dan mendengar seara
bisikan.
Berdasarkan status mental ditemukan pasien mempunyai psikomotor tenang,
artikulasi baik, volume besar, intonasi sedang, pasien menoleh saat dipanggil
namanya. Pasien kooperatif saat diwawancara. Bentuk pikiran asosiasi longgar.
Mood Hipotimia, afek menyempit, ditemukan adanya halusinasi auditorik, waham
kebesaran. Daya nilai sosial baik, uji daya nilai baik, penilaian realitas baik.
Derajat tilikan II, pasien agak sadar dirinya sakit, namun pada saat bersamaan, ia
menyangkal dirinya sakit.

G. FORMULASI DIAGNOSTIK

AKSIS I
Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis serta didapatkan
gejala-gejala pada pasien berupa waham kebesaran, halusinasi auditorik,
serta asosiasi longgar. Maka berdasarkan DSM-V, dapat disimpulkan
bahwa pasien menderita skizofrenia tipe paranoid.

AKSIS II
Hasil pemeriksaan menunjukkan pasien memiliki ciri kepribadian
skizoid menurut DSM V. Di masa remajanya, pasien termasuk orang yang
suka menyendiri. Pasien lebih sering melakukan kegiatannya diri di
kamar. Menurut keluarga pasien, ini karena di lingkungan sekitar pasien
tidak banyak anak-anak berusia sebayanya, kebanyakan yang lebih tua dan
pasien tidak menyukai kebiasaan mereka yang suka mabuk-mabukkan.
Oleh sebab itu, pasien sangat behati-hati dalam memilih teman-temannya.
Pasien berkumpul bersama teman-teman jika ada pelayanan di gereja saja.
Pasien juga tidak terlalu terbuka tentang masalah-masalahnya pada
keluarga ataupun teman-temannya, ia memilih diam dan
menyelesaikannya sendiri.

16
AKSIS III
Berdasarkan aloanamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium,
diketahui bahwa pasien tidak memiliki penyakit yang mempengaruhi
kondisinya sekarang.

AKSIS IV
Dari aloanamnesis, ditemukan masalah yaitu pasien tidak lulus seleksi
masuk AKABRI tahun 1991, .kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan
dan lingkungan sekitar (tetangga) yang tidak bersahabat/ mendukung.

AKSIS V
 GAF Current : 70 – 61, terdapat beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik. Terdapat
gejala halusinasi dan waham yang menetap, gangguan ringan dalam
lingkungan sosialnya (kadang suka marah-marah dan merusak barang
disekitarnya).
 GAF HLPY (Highest Level Past Year) : 70 – 61, terdapat beberapa
gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara
umum masih baik. Terdapat halusinasi, waham yang menetap, dan
gangguan ringan dalam lingkungan sosialnya.

H. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : Skizofrenia Paranoid (F20)
Aksis II : Ciri kepribadian skizoid
Aksis III : Tidak ada kelainan medis
Aksis IV : Tidak lulus seleksi masuk AKABRI tahun 1991, kondisi
ekonomi keluarga yang pas-pasan, lingkungan sekitar
(tetangga) yang tidak bersahabat/ mendukung.
Aksis V : Global Assestment of Functioning (GAF) scale

17
GAF Current 70-61 yaitu beberapa gejala ringan dan
menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum
masih baik. GAF scale Highest Level Past Year (HLPY)
70-61 yaitu beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas
ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.

G. MASALAH
1. Pasien mengalami halusinasi auditorik dan waham paranoid
(waham kebesaran).
2. Lingkungan sekitar (tetangga) menolak keberadaan pasien
sehingga pasien harus sering dirawat inap yang mengakibatkan
kurangnya interaksi pasien dengan lingkungannya.

H. PENATALAKSANAAN
Farmakologi
- Risperidone 2 mg tablet 3x1

Non- Farmakologi
a. Diberikan Psikoterapi Suportif pada pasien agar ia dapat meningkatkan
mekanisme defens yang ada, memperluas mekanisme pengendalian
yang dimiliki, serta memiliki keseimbangan yang lebih adaptif.
b. Edukasi diberikan pada keluarga tentang penyakit pasien, penyebabnya
serta terapi yang diberikan, kepatuhan minum obat serta kontrol yang
rutin.

I. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

18
J. DISKUSI
1. Penegakkan Diagnosis
Pasien datang dengan keluhan suka marah-marah dan merusak
barang. Selain itu, pasien pernah mendengar bisikan-bisikan yang diyakini
dari nenek pasien yang telah meninggal dunia. Pasien merupakan cucu
kesayangan dari neneknya, tetapi setelah meninggal, pasien merasa sangat
terpukul. Menurut keluarganya, keluhan pertama kali dirasakan ± 20 tahun
yang lalu, yaitu sejak pasien tidak lolos masuk AKABRI.
Dari anamnesis, pasien dapat dikatakan memiliki gangguan
kejiwaan berdasarkan kriteria gangguan kejiwaan DSM V yang
mendefinisikannya sebagai, “…sindrom yang ditandai oleh gangguan yang
sangat bermakna secara klinis dari kognisi, regulasi emosi atau tingkah
laku seseorang yang mencerminkan ketidakmampuan secara fisiologis,
biologis ataupun proses perkembangan yang melatarbelakangi kerja
mental. Gangguan kejiwaan biasanya berhubungan dengan stress yang
hebat atau disabilitas dalam kegiatan sosial, okupasi, ataupun kegiatan
penting lainnya. Tanggapan dari suatu pemicu yang dapat diprediksikan
atau yang dapat diterima secara sosial, seperti kematian seseorang yang
dekat, tidak masuk dalam suatu gangguan kejiwaan. Tingkah laku yang
menyimpang secara sosial (contohnya dalam hal politik, keagamaan, atau
seksual) dan perselisihan yang terjadi antara seorang individu dan
masyarakat, tidak digolongkan sebagai gangguan kejiwaan, kecuali
perselisihan tersebut disebabkan oleh disfungsi individual yang dimaksud,
seperti yang telah dijelaskan diatas.” 1
Selain itu, pasien juga memiliki gejala psikotik separti adanya
waham paranoid (kebesaran) serta halusinasi auditorik yang sesuai dengan
kriteria psikotik berdasarkan DSM V, yaitu:1
a. Adanya satu atau lebih gejala berikut. Sekurang-kurangnya
harus ada 1, 2, atau 3:

19
1.Delusi
2.Halusinasi
3.Bicara Kacau (Inkoheren)
4.Perilaku katatonik atau tidak teratur
b. Durasi dari satu episode gangguan yaitu sekurang-kurangnya
satu hari tetapi kurang dari satu bulan, dengan pengembalian
seutuhnya ke tingkat fungsi premorbid.
c. Gangguannya tidak dapat dijelaskan dengan depresi mayor atau
gangguan bipolar dengan psikotik atau gangguan psikotik
lainnya seperti skizofrenia atau katatonia, dan tidak
berhubungan dengan efek fisiologis suatu substansi atau
kondisi medis lainnya.
Ini menunjukkan bahwa pasien ini dapat digolongkan dalam kriteria psikotik.
Selanjutnya, terlihat gejala yang paling menonjol dari pasien ini adalah
waham dan halusinasi auditorik sejak tahun 1990, dimana pada kriteria
Skizofrenia sesuai dengan DSM-V, dikatakan bahwa:1
a. Terdapat dua (atau lebih) gejala berikut, masing-masing ada
selama sebagian waktu yang signifikan selama periode satu
bulan (atau kurang jika berhasil diobati). Setidaknya salah satu
dari gejala (1), (2) dan (3) harus ada:
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara kacau
4. Perilaku katatonik
5. Gejala negatif
b. Selama sebagian waktu yang signifikan sejak onset gangguan,
fungsi dari satu atau lebih area, seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perawatan diri, nyata dibawah tingkat dicapai
sebelum onset.
c. Tanda-tanda terus-menerus dari gangguan ini menetap
setidaknya 6 bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk

20
setidaknya 1 bulan gejala (atau kurang jika berhasil diobati) dan
ada kriteria a) (gejala fase aktif) dan mungkin termasuk periode
prodormal atau gejala negatif.
d. Gangguan skizoafektif dan gangguan depresif atau bipolar
dengan gejalan psikotik harus dikesampingkan karena salah satu
1) tidak ada episode depresif atau manik yang telah terjadi
bersama-sama dengan gejala fase aktif, atau 2) jika episode
mood telah terjadi selama gejala fase aktif, mereka telah ada
selama minoritas dari total durasi periode aktif dan paranoid dari
penyakit.
e. Gangguan ini tidak disebabkan oleh pengaruh zat (misalnya
penyalahgunaan obat, medikasi) atau kondisi medis lain.
f. Jika terdapat riwayat gangguan spektrum autis atau gangguan
komunikasi dari onset anak, tambahan diagnosis dari skizofrenia
dibuat hanya jika waham atau halusinasi menonjol,
tambahannya gejala skizofrenia ada setidaknya 1 bulan (atau
kurang jika berhasil diobati).
Skizofrenia paranoid memiliki kriteria diagnostik, yaitu:1
a. Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau halusinasi dengar
yang menonjol.
b. Tidak ada dari berikut ini yang menonjol: bicara terdisorganisasi,
perilaku terdisorganisasi atau katatonik, atau afek yang datar atau
tidak sesuai (inappropriate affect).
Sesuai kriteria diatas, maka diambil diagnosis kerja yaitu Skizofrenia paranoid.
Pada pemeriksaan fisik, tidak ditemukan adanya kelainan. Ini dapat
menyimpulkan bahwa, keluhan yang dialami pasien diatas, tidak disebabkan
oleh adanya gangguan organik, sehingga dapat digolongkan dalam gangguan
psikotik non-organik (fungsional).

2. Penatalaksanaan

21
Tatalaksana pada skizofrenia meliputi terapi farmakologi dan terapi
psikososial. Diberikan obat antipsikotik sebagai tatalaksana farmakologi pada
skizofrenia. Sangat penting untuk dilakukan pemilihan obat yang tepat pada
pasien skizofrenia dikarenakan efek samping obat yang mengganggu baik
secara fisik, maupun secara mental (kognitif). Menurut penelitian tentang
dampak antipsikotik pada fungsi kognitif pada pasien dengan skizofrenia yang
lakukan di bagian psikiatri University of Heidelberg di Jerman, terdapat efek
negatif yang signifikan dari penggunaan antipsikotik dosis harian (ADD) pada
performa kognitif pasien.4 Adapun obat antipsikotik untuk terapi Skizofrenia
terdiri dari, antagonis reseptor dopamin, risperidone dan clozapine.3
Pemberian antagonis reseptor dopamine (Remoxipiride) harus diseleksi
dengan cermat, dengan mempertimbangkan bahwa obat hanya bekerja pada
sejumlah kecil pasien (kira-kira 25%) dan efek samping obat antipsikotik yang
berupa akatisia, rigiditas dan tremor.3
Risperidone dikatakan menjadi obat pilihan pertama dalam terapi
skizofrenia karena dinilai efektif serta memiliki efek samping neurologis yang
kurang bermakna dibandingkan antagonis reseptor dopamin yang lain.3 Pada
kasus ini, pasien diberikan Risperidone 2 mg tablet 3x1, dengan pertimbangan
bahwa gejala yang ada pada pasien sudah berkurang dan tetap harus
dipertahankan demikian. Oleh karena itu, dalam kasus ini, Risperidone
digunakan sebagai terapi maintenance saja.
Adapun Clozapine merupakan lini kedua dari pengobatan Skizofrenia.3
Menurut studi oleh National Institute of Mental Health tahun 2006, pasien
Skizofrenia yang tidak berespon terhadap pemberian obat antipsikotik atipikal
sebelumnya, Clozapine terbukti lebih efektif dibandingkan dengan obat
antipsikotik atipikal lain. Namun, pemakaian obat ini harus dimonitor secara
ketat akibat efek sampingnya yang serius.5
Selain terapi farmakologi, terapi psikososial juga berperan penting untuk
menangani Skizofrenia. Tujuan dari terapi psikososial adalah untuk
menurunkan stressor lingkungan atau mengembangkan kemampuan penderita
untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Terapi psikososial pada

22
Skizofrenia termasuk, terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi
kelompok dan psikoterapi individual.3 Suatu penelitian yang dilaksanakan oleh
Centre for Mental Health, Imperial College London meneliti lebih jauh tentang
efek terapi kelompok yang berorientasi pada karya seni pada pasien
Skizofrenia; namun terbukti bahwa group art therapy ini tidak memberikan
hasil yang jauh berbeda dengan terapi kelompok lainnya.6 Akhirnya, pasien
direncanakan untuk dilakukan terapi psikososial agar pasien dapat berperilaku
sosial yang baik dalam kehidupannya sehari-hari.

K. KESIMPULAN
1.Diagnosis pasien adalah Skizofrenia Paranoid
2.Dukungan dan partisipasi keluarga sangat menentukan pemulihan dan
pencegahan timbulnya relaps.
3.Serta menyarakan kepada keluarga dalam mengontrol pasien dalam proses
pengobatan agar dapat meminum obat dengan rutin. Sehingga pengobatan
dapat terlaksana dengan baik dan tidak ada namanya putus obat.

L. WAWANCARA PSIKIATRI
Wawancara dilakukan pada hari Selasa, 23 Januari 2018 di Ruang
Alabadiri, RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado jam 15.30 WITA.
Pada saat diwawancarai, pasien sangat kooperatif sehingga mudah untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan.

M : Selamat sore Antoni, perkenalkan saya dokter muda Moch.


Syafrudin
A : Sore juga pak dokter
M : bgmana kabarnya?
A : Yah puji tuhan.. Ada bae-bae
M : Kalo boleh tau, kiapa dang sampe ada rawat disini?
A : Yah.. kita ada pukul tetangga sebelah rumah
M : Oh, tinggal dimana dang ini?

23
A : Bailang lingkungan dua. Papa so pensiun pegawai negeri, di PT Post
Indonesia.

M : Lengkali ada nda ja marah-marah sendiri, begitu?


A : Ada kalo kita ad alia tu polisi ato tentara lengkali nae tpe emosi
M : Bagimana dang tu perasaan skarang?
A : Ada sakit ini dok, kong ja sakit kepala leh ini.
M : Ada ja bicara sendiri dang ini?
A : Nda dok.
M : Kalo rupa ja bale-bale dang? Ja bajalang-bajalang mar nintau mo
pigi kemana?
A : Nda. So bae.Yang saki cuma pang ba tersinggung deng pang ba
emosi. Kita pe saki cuma itu.
M : Sering nda ja tersinggung begitu?
A : Io. Mar ada obat. Ses ja kase obat. Dulu tiap teman ja bakusedu, kita
ja tersinggung, kong berkelahi, to? Sekarang setelah so minm obat, so nda
lagi. Dulu kita ada bakalae deng Ompi di bawah, karna Ompi cuma
bakusedu, kita tersinggung, kong terjadi perkelahian. Skarang so sembuh.
Kecuali jangan minum cap tikus. Mar saya sudah berhenti. Saya rasa cap
tikus hanya membawa petaka saja. Bisa pukul orang.
M : Kong itu marah-marah skali-skali ato terus menerus?
A : So nda marah-marah. So sembuh. Diobati oleh dokter dan perawat-
perawat disini. Kalo saya pindah di sal laeng, bisa jadi gila. Kita suka katu
mo jadi bae-bae skali. Sayang mama, sayang papa, sayang kita pe kakak-
kakak, kita ape ade-ade. Kita so ada keponakan
M : Pas ada bawa pertama kali ke rumah saki, itu karna apa dang?
A : karna ja bamarah-marah kong pang emosi pa orang.
M : So brapa kali dang dirawat disini?
A : Kita so beberapa kali dirawat disini. Dulu waktu kita pe papa masih
bos, da rawat di ruangan di bawah, tampa anak-anak orang kaya. Mar

24
skarang so orang miskin kita dok. Kalo papa pe pensiun somo nae Ratusan
juta, papa somo pangge pa kita pulang karna so ada doi.
M : Jadi, skarang antoni rasa antoni so bae?
A : Kita, io.. kita rasa so bae. Yang penting obat. Kita dulu SMA 2
Tahuna, dulu papa bekas kepala kantor pos Tahuna.
M : Kalo nafsu makan dang bagimana ini?
A : Nafsu makan tinggi
M : Kalo malam-malam ada susah tidor nda? Ja tabangun-tabangun nda?
A : Nda
M : Oh io, antoni pernah sempat kerja ini?
A : Nda, kita cuman ja ba bantu tape mama ba kasih bersih rumah.
M : Dulu pas lulus SMA ada sempat maso kuliah?
A : Nda. Nda ada biaya. Kasiang kita pe keluarga nd mampu. Ekonomi
susah torang. Tpe papa le so pension so nda kerja..mar ada batunggu tpe
papa mo trima pensiunan ini.
M : Agama apa dang ini?
A : Kristen Protestan
M : Kalo skarang torang ada dimana dang?
A : Ada di rumah sakit ini
M : Kalo bapak pe keluarga dang bagimana? Ada kase dukungan?
A : Iyo ada.
M : Iyo dang. Banyak berdoa neh supaya bapak bae.
A : Iyo, kita cuma perlu minum obat supaya bae deng berdoa noh.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association, Diagnostic and statistical manual of


mental disorders Fifth Edition, American Psychiatric Publishing,
Washington DC, p.12-17, 2013.
2. Maslim R, Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK- Unika Atma Jaya. Jakarta, h.14, 2007.
3. Kaplan H, Sadock B, Grebb J, Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan
Psikiatri Klinis Jilid 1, Binarupa Aksara Publisher, Tangerang, h. 699-743,
2010.
4. Rehse M, Bartolovic M, Baum K, Richter D, Weisbrod M, Roesch-Ely,
Influence of Antipsychotic and Anticholinergic Loads on Cognitive
Functions in Patients with Schizophrenia, Hindawi Publishing Corporation
vol. 2016. p.1-10, 2016.
5. McEvoy J, Lieberman J, Stroup T, Davis S, et al, Effectiveness of
Clozapine Versus Olanzapine, Quetiapine, and Risperidone in Patients
With Chronic Schizophrenia Who Did Not Respond to Prior Atypical
Antipsychotic Treatment., Am J Psychiatry, vol. 163, p.600-610, 2006.
6. Crawford M, Killaspy H, Barnes T, Barrett B, et al. Group art therapy as
an adjunctive treatment for people with schizophrenia: multicentre
pragmatic randomised trial. British Medical Journal, vol. 344,p.1-9, 2012.

26
Lampiran

Foto bersama pasien

Foto bersama ayah pasien

27
Gambar denah rumah pasien

Foto rumah pasien

28

Anda mungkin juga menyukai