Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau

setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih

dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang

air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa
1,2
disertai lendir dan darah.

Durasi diare sangat menentukan diagnosis, diare akut jika durasinya kurang

dari 2 minggu, diare persistent jika durasinya antara 2-4 minggu, dan diare kronik jika

durasi lebih dari 4 minggu.3 Diare merupakan permasalahan yang umum diseluruh

dunia, dengan insiden yang tinggi baik di negara industri maupun di Negara

berkembang. Biasanya ringan dan sembuh sendiri, tetapi diantaranya ada yang

berkembang menjadi penyakit yang mengancam nyawa.4 Diare juga dikatakan

penyebab morbiditas, penurunan produktifitas kerja, serta pemakaian sarana

kesehatan yang umum.5,6 Diseluruh dunia lebih dari 1 milyar penduduk mengalami

satu atau lebih episode diare akut pertahun. Di USA 100 juta orang mengalami

episode diare akut pertahun. Statistik populasi untuk kejadian diare kronik belum

pasti, kemungkinan berkaitan dengan variasi definisi dan sistem pelaporan, tetapi

frekuensinya juga cukup tinggi. Di USA prevalensinya berkisar antara 2-7%.

Sedangkan dinegara Barat, frekwensinya berkisar antara 4-5%. Pada populasi usia

1
tua, termasuk pasien dengan gangguan motilitas, didapatkan prevalensi yang jauh

lebih tinggi yaitu 7-14%.7,8

Besarnya jumlah bayi dan balita ini memerlukan perhatian khusus dari

berbagai pihak, termasuk puskesmas mengingat masalah pada bayi dan balita berbeda

dengan masalah pada kelompok umur yang lain. Masalah pada bayi dan balita

berhubungan dengan ukuran tubuh yang secara fisik lebih kecil dibandingkan dewasa,

daya imunitas tubuh yang masih rendah, masih kurangnya kemampuan untuk

berkomunikasi dan keadaan psikologis (rasa takut) yang masih besar. Hal-hal tersebut

harus mendapatkan perhatian secara lebih khusus dari puskesmas.

Salah satu faktor yang mempengaruhi banyaknya penderita diare adalah

terjadinya perubahan musim. Pada tahun ini periode musim hujan memanjang. Air

hujan merupakan media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri penyebab

penyakit diare dan penyakit saluran cerna lainnya.4

Masih banyak bayi/balita yang mengidap diare di wilayah puskesmas. Dengan

demikian, dalam upaya untuk menurunkan angka kesakitan penyakit diare, diperlukan

kesadaran masyarakat terutama pada orang tua yang mempunyai anak bayi/balita,

yang diharapkan mampu mencegah dan mengenali secara dini gejala penyakit diare

pada anak-anak mereka dan hal-hal apa yang dilakukan apabila diketahui bayi/balita

mereka mengidap diare.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi

lebih dari 3 kali/ hari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi encer, dengan atau

tanpa darah dan atau lendir. Bila berlangsung selama kurang dari 14 hari disebut diare

akut dan bila lebih dari 14 hari disebut diare kronik. 10

Hipocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal

dan cair. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI/RSCM, diare diartikan sebagai

buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi

lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare apabila frekuensi buang air

besar lebih dari 4 kali, sedangkan bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak apabila

frekuensi lebih dari 3 kali.11

B. Etiologi

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar,

tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan

oleh infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare dapat dilihat dari skema

berikut : 12

3
Gambar 1. Skema etiologi penyakit diare 12

C. Patogenesis

Sesuai dengan perjalanan penyakit diare, patogenesisnya dibagi atas :

1. Diare akut

Patogenesis diare akut oleh infeksi, terutama oleh virus dan bakteri, dapat

digambarkan sebagai berikut : 10,13

Patogenesis Diare Yang Disebabkan Oleh Virus

- Penyakit diare pada anak biasanya sering disebabkan oleh rotavirus. Virus ini

menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak.

4
- Virus masuk kedalam tubuh bersama makanan dan minuman

- Virus sampai kedalam sel epitel usus halus dan menyebabkan infeksi serta

jonjot-jonjot (villi) usus halus.

- Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru yang

berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang. Sehingga

fungsinya masih belum baik.

- Villi-villi mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan

dengan baik.

- Cairan makanan yang tidak terserap dan tercerna akan meningkatkan tekanan

koloid osmotik usus.

- Terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak

terserap terdorong keluar usus melalui anus, sehingga terjadi diare.

Patogenesis Penyakit Diare Yang Disebabkan Oleh Bakteri

- Bakteri masuk kedalam tubuh manusia melalui perantaraan makanan atau

minuman yang tercemar oleh bakteri tersebut.

- Di dalam lambung bakteri akan dibunuh oleh asam lambung, tetapi apabila

jumlah bakteri cukup banyak ada bakteri yang dapat lolos sampai ke dalam

duodenum.

- Didalam duodenum bakteri akan berkembang biak sehingga jumlahnya

mencapai 100.000.000 koloni atau lebih per mililiter cairan usus halus.

5
- Dengan memproduksi enzim mucinase bakkteri berhasil mencairkan lapisan

lendir dengan menutupi permukaan sel epitel usus, sehingga bakteri dapat

masuk kedalam membran (dinding) sel epitel

- Didalam membran bakteri mengeluarkan toksin (racun) yang disebut sub unit

A dan sub unit B

- Sub unit B akan melekat di dalam membran dan sub unit A akan bersentuhan

dengan membran sel, serta mengeluarkan CAMP (Cyclic Adenosine

Monophosphate)

- CAMP berkhasiat merangsang sekresi cairan usus dibagian kripta villi dan

menghambat cairan usus di bagian apikal villi, tanpa menimbulkan kerusakan

sel epitel usus.

- Sebagai akibat adanya ransangan sekresi cairan yang berlebihan tersebut,

volume cairan di dalam lumen usus akan bertambah banyak. Cairan ini akan

menyebabkan dinding usus akan mengakan kontraksi sehingga terjadi

hipermotilitas atau hiperperistaltik untuk mengalirkan cairan kebawah atau ke

usus besar.

2. Diare kronik

Kemungkinan penyebab diare kronik sangat beragam, dan tidak selalu

disebabkan kelainan pada usus. Di negara maju, sindrom usus iritatif dan penyakit

radang usus non spesifik (inflamatory bowel disease) merupakan penyebab utama

diare kronik.6,7 Dinegara berkembang infeksi dan parasit masih menjadi penyebab

tersering. Diare kronis dapat terjadi pada kelainan endokrin, kelainan pankreas,

6
kelainan hati, infeksi, keganasan, dan sebagainya.14,15,16 Berdasarkan mekanisme

patofisiologi yang mendasari terjadinya, diare kronis diklasifikasikan menjadi 3

golongan yaitu: diare sekretorik, diare osmotik dan diare inflamasi. Klasifikasi lain

ada juga yang membagi menjadi 3 jenis yaitu diare cair (watery diarrhea), yang

mencakup diare sekretorik dan diare osmotik, diare imflamasi dan diare berlemak

(fatty diarrhea).7,14

Diare sekretorik terjadi karena gangguan transportasi cairan dan elektrolit

melewati mukosa enterokolik. Ditandai diare cair, dengan volume feses yang besar,

tanpa rasa nyeri dan menetap dengan puasa. Diare osmotik terjadi bila ada asupan

makanan, penyerapan yang berkurang, solute osmotik aktif dalam lumen yang

melampaui kapasitas resorpsi kolon. Kandungan air feses meningkat sebanding

dengan jumlah solut. Diare osmotik ditandai keluhan yang berkurang saat puasa

dan menghentikan agen penyebab. Diare inflamasi umumnya disertai dengan nyeri,

demam, perdarahan, atau tanda inflamasi yang lainnya. Mekanismenya tidak hanya

melalui eksudasi saja, tergantung lokasi lesi, dapat melalui malabsorpsi lemak,

gangguan absorpsi air dan atau elektrolit dan hipersekresi atau hipermotilitas karena

pelepasan cytokines dan mediator inflamasi yang lain. Ditandai dengan adanya

leukosit atau protein yang berasal dari leukosit seperti calpotrectin pada analisa

feses. Proses inflamasi yang berat dapat menyebabkan terjadi kehilangan protein

eksudatif yang memicu terjadinya edema anasarka.3,5

Berdasarkan mekanisme patofisiologi yang mendasari terjadinya diare kronis,

maka penyebab utama diare kronis adalah sebagai berikut :

7
a. Diare cair (watery diarrhea):

Diare osmotik: osmotik laxative, malabsorpsi karbohidrat

Diare sekretorik: Sindrom kongenital, misalnya congenital chloridorhea. Toksin

bakterial, ileal malabsorpsi asam empedu ileum. Inflamatory bowel disease

(IBD) terdiri dari kolotis ulseratif, dan penyakit Chron’s, kolitis mikroskopis,

dan divertikulitis. Vaskulitis, keracunan dan obat. Penyalahgunaan laxative

(stimulant laxative). Gangguan motilitas atau regulasi berupa diare

postvagotomy, postsympathectomy, diabetes autonomik neuropati, irritable

bowel syndrome. Penyakit endokrin: Hipertiroidism, Addison’s disease,

gastrinoma, VIPoma, somatostatinoma, carsinoinoid sindrom, mastositosis,

feokromasitoma. Tumor lain: karsinoma kolon, limfoma, villous adenoma. Diare

sekretorik idiopatik: diare sekretorik epidemic (Brained), idiopatik diare

sekretorik sporadik.

b. Diare inflamasi

Inflamatory bowel disease: colitis ulserative, penyakit Chron’s, diverticulitis,

ulcerative jejunoileitis. Penyakit infeksi: Kolitis pseudomembranosa. Infeksi

bakteri invasive seperti TBC, yersinosis. Infeksi viral ulceratif: citomegalo,

herpes simplek Iinfeksi parasit invasif: amebiasis, strongiloides. Kolitis iskemik,

kolitis radiasi, keganasan (karsinoma kolon, limfoma).

c. Diare berlemak (fatty diarrhea)

Sindrom malabsorpsi Penyakit mukosa (celiac sprue, whipple disease). Sindrom

usus pendek, pertumbuhan bakteri berlebih diusus halus (SIBO), iskemik

8
mesenterik. Maldigesti: insufisiensi eksokrin pankreas, konsentrasi asam empedu

liminal inadequate.4

D. Epidemiologi

Sampai saat ini penyakit diare masih merupakan masalah masyarakat di

Indonesia. Selama tahun 1997 – 2003 KLB diare menunjukkan peningkatan frekuensi

kejadian dan jumlah penderitanya, tetapi dengan case fatalitiy rate yang semakin

menurun, terjadi di berbagai daerah diantaranya Nanggroe Aceh Darussalam,

Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Lampung, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa

Timur, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, NTB,

NTT serta Kalimantan. 17

Di Kalimantan Selatan (Kalsel) penyakit diare masih merupakan masalah

kesehatan yang utama. Tahun 2003 kasus diare di Kalsel mencapai 36.415 yang

mengakibatkan empat warga meninggal dunia. Januari hingga Juli 2004 kasus diare

di Kalsel mencapai 5.793 kasus, 5 orang balita meninggal akibat menderita diare.

Dari catatan Dinas Kesehatan Kalsel, kasus diare tahun 2004 terbanyak menyerang

Kabupaten Hulu Sungai Utara yang mencapai 1.788 kasus. Disusul kemudian

Kabupaten Barito Kuala dengan 1.188 kasus. 18

Epidemiologi diare tergantung dari 3 faktor, yaitu : 19

1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare (agent). Kuman penyebab diare

biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan/minuman yang

tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku

9
dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya

diare, perilaku tersebut antara lain :

a) Tidak memberikan ASI ( Air Susu Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada

pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita

diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan

menderita dehidrasi berat juga lebih besar.

b) Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencernaan

oleh kuman, karena botol susah dibersihkan.

c) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan

beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan

berkembang biak.

d) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari

sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran dirumah dapat

terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar

menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

e) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja

anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.

f) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering orang

beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya

mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja

binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.

10
2. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare (host).

Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden dan lamanya diare.

Faktor-faktor tersebut adalah : 20

a. Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang

dapat melindungi terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Shigella

dan V.cholerae.

b. Kurang gizi. Beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare

meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada

penderita gizi buruk.

c. Campak. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak

yang sedang menderita campak. Hal ini sebagai akibat dari penurunan

kekebalan tubuh penderita.

d. Imunodefisiensi/imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung

sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin

yang berlangsung lama seperti pada penderita AIDS (Autoimune Deficiensy

Syndrome). Pada penderita anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena

kuman yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama.

e. Rentang usia. Secara proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan

balita (55%).

3. Faktor lingkungan dan perilaku (environtment). Penyakit diare merupakan

salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu

sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi

11
bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena

tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak

sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan

kejadian penyakit diare. 21

E. Diagnosis

Pendekatan Umum Diare Akut Infeksi Bakteri

Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan

yang sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar

belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik,


22,23,24
riwayat perjalanan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pendekatan

umum Diare akut infeksi bakteri baik diagnosis dan terapeutik terlihat pada gambar

1.

12
Dikutip dari 22
Gambar 2. Pendekatan umum Diare infeksi Bakteri.
25,26,27
F. Manifestasi Klinis

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau

demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung

beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian

karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau

karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan

cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering,

tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala

ini disebabkan deplesi air yang isotonik.

13
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang

mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan

sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha

tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada

keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah,

pCO2 normal dan base excess sangat negatif.

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan

dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur.

Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis.

Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan

timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis

tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut.

Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian

darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini

penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi

cairan intravena tanpa alkali.

G. Pemeriksaan Laboratorium

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan

feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu

dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena

netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses

14
terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi
23
dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya.

Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin

adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses

menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI.

Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks

yang tersedia secara komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 %

terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi

dengan biakan kotoran.

Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare

inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip,

atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses
22
untuk EHEC O 157 : H7.

Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus

diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan
25,28,29,26
pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya


30
tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.

H. Penatalaksanaan

WHO menetapkan 4 unsur utama dalam penanggulangan diare akut yaitu: 17,18

15
- Pemberian cairan, berupa upaya rehidrasi oral (URO) untuk mencegah

maupun mengobati dehidrasi.

- Melanjutkan pemberian makanan seperti biasa, terutama ASI, selama diare

dan dalam masa penyembuhan.

- Tidak menggunakan antidiare, sementara antibiotik maupun antimikroba

hanya untuk kasus tersangka kolera, disentri, atau terbukti giardiasis atau

amubiasis.

- Pemberian petunjuk yang efektif bagi ibu dan anak serta keluarganya tentang

upaya rehidrasi oral di rumah, tanda-tanda untuk merujuk dan cara mencegah

diare di masa yang akan datang.

1. Prinsip tatalaksana penderita diare 17,18

Mencegah terjadinya dehidrasi

Mencegah terjadinya dehidasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan

memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan

seperti air tajin, kuah sayur, air sup. Bila tidak mungkin memberikan cairan

rumah tangga yang diajukan , berikan air matang. Macam cairan yang dapat

digunakan akan tergantung pada :

- Kebiasaan setempat dalam mengobati diare

- Tersedianya cairan sari makanan yang cocok

- Jangkauan pelayanan kesehatan

- Tersedianya oralit

16
Mengobati dehidrasi

Bila terjadi dehidrasi pada anak, penderita harus segera dibawa ke petugas atau

sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu

dengan oralit.

Memberi makanan

Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama

pada anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.

Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang

masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula

diberikan lebih sering dari biasanya. Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi

yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah

dicerna sedikit sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti pemberian makanan

ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan

anak.

Mengobati masalah lain

Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka

diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi.

Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare.

17
2. Prosedur tatalaksana penderita diare 11

Menilai derajat dehidrasi

Tabel 1. Penilaian derajat dehidrasi dan menentukan rencana pengobatan 11


Penilaian A B C
1. Lihat :
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel *Lesu, lunglai
atau tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
dan kering
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut & lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, tidak *Haus, ingin *Malas minum
haus minum banyak atau tidak bisa
minum

2. Periksa :
Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
3. Derajat Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
dehidrasi ringan/sedang

Bila ada 1 tanda * Bila ada 1 tanda *


ditambah 1 atau ditambah 1 atau
lebih tanda lain lebih tanda lain
4. Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

18
Gambar 3. Rencana Terapi A 10

19
20
Gambar 4. Rencana Terapi B 10

21
Gambar 5. Rencana Terapi C 11

22
I. KOMPLIKASI

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama

pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara

mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
22,25
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok

hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular

Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini

dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai
26,31,32
rehidrasi yang optimal.

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan

terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan

trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi

EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya

HUS masih kontroversi. Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut,

adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah

infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi

C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik

dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme

dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui. Artritis

pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
22
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.

23
J. PROGNOSIS

Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan

terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik

dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit,

morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika

Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada

infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik
1
hemolitik.

K. Pencegahan

Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa cara pencegahan diare pada

balita yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah : 10

1. Pemberian ASI

2. Memperbaiki makanan sapihan

3. Menggunakan air bersih yang cukup banyak

4. Mencuci tangan

5. Menggunakan jamban keluarga

6. Cara membuang tinja yang baik dan benar

7. Pemberian imunisasi campak

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat

dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan

setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia

24
harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran

manusia.22,23,24

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan

perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air

yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan

tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air,

harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau

sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air. 22,23,24

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih

(air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan

yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran.

Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi

dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum

jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan

terkena kotoran ternak. 22,23,24

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas

dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk

V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak

direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi

imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan

sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi

hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin

25
tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan

memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya. 22,23,24

26
BAB III

RINGKASAN

Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang

maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu

diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengobatan simtomatik dapat diberikan

karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut

infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan

sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.

Di wilayah puskesmas angka kejadian diare masih cukup tinggi yaitu 390

orang atau mencapai 43,05% dari jumlah penduduk bayi/balita. Hal ini menunjukkan

bahwa masih banyak bayi/balita yang mengidap diare. Untuk itu sangat diperlukan

penyuluhan kesehatan tentang pengenalan dan penanganan secara dini diare di

posyandu-posyandu wilayah puskesmas.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry
NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New
York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.

2. Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the
Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51.

3. Drossman DA, Dorn SD. Evaluation and management of chronic diarrhea: An


algorithmic approach. Available from: http://www.medscape.com.

4. Ahlquist DA, Camilleri M. Diarrhea and constipation. In: Kasper DL, Fauci A.S,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison’s principles internal
medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.224-34.

5. Ammon VH. Diarrhea. In: Haubrich WS, Chaffner F, editors. Bockus


Gastroenterology. 5th ed. Philadelphia: Mosby; 1990. p.89-99.

6. Simadibrata M, Rani A, Daldiyono, et al. Diseases in chronic non infective


diarrhea. The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive
Endoscopy 2004;5:15-8.

7. Thomas PD, Forbes A, Green J, Howdle P, et al.vGuidelines for the investigation


of chronic diarrhoea. Gut 2003;52:1-15.

8. Lipsky MS. Chronic diarrhea: evaluation and treatment. American Family


Phsycian 1993;43:1-8.

9. Laporan kantor Kelurahan Sungai Lulut dan Pemurus Luar, 2010.

10. Departemen Kesehatan RI. P2M & PL & LITBANGKES. (online:


http://www.depkes.go.id)

11. Notoatmodjo Soekidjo. Kesehatan Lingkungan. Dalam : Ilmu Kesehatan


Masyarakat. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta Jakarta, 2003

12. Noerasid H, Suraatmadja S, Asnil PO. Gastroenteritis (Diare) Akut. Dalam :


Gastroenterologi anak praktis. Jakarta : Balai penertiban FKUI, 2003

28
13. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PPM dan PL. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1216/MENKES/SK/XI/ 2001. Tentang
pedoman pemberantasan diare. Edisi ke 3. Jakarta, 2003.

14. Mossoro C, Glaziou P, Simon Yassibanda et al. Chonic diarrhea, hemoragic


colitis, and hemolytic-uremic syndrome ascociated with Hep-2 adherent
eschericia coli in adult infected with human immunodeficiency Virusin Bangui,
Central African Republic. Jurnal of Clinical Microbiology 2002;13:3086-8.

15. Kotler DP, Orenstein JM. chronic diarrhea and malabsortion ascociated with
enteropathogenic bacterial infection in patient with AIDS. Brief Report
1993;19:127-8.

16. Vanderhoof JA. Chronic diarrhea. Pediatric Review 1990;19:418-22.

17. Yunanto A, Hartoyo E, Andayani P. Standar Pelayanan Medis. Bagian/SMF Ilmu


Kesehatan Anak,FK UNLAM. Banjarmasin:2006

18. Dinas Kesehatan Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan. Buku Pedoman Dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman Epidemiologi Penyakit).
Banjarmasin 2005

19. Anonymous. Air sulit, diare mulai serang Kalsel. Dalam : Kumpulan berita.
9Juli 2004. Online (http://digilib.ampl.or.id)

20. Rudianto H, Azizah R. Studi tentang perbedaan jarak perumahan ke TPA sampah
open dumping dengan indikator tingkat kepadatan lalat dan kejadian diare (studi
di Desa Kenep Kecamatan Beji Kabupaten Pasurun). Dalam : Jurnal Kesling. Vol.
1, No. 2, Oktober 2007, h.152-159. Online (http://jurnal kesling.ac.id)

21. Eko DJ. Banjarmasin kota seribu sungai seribu masalah. Dalam : Walhi. 4
Oktober 2004. Online (http://www.walhi.or.id)

22. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,
et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York:
Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.

23. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH,
nd
editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2 edition. New York:
Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.

24. Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier
LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium

29
Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam II. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2002. 52-70.

25. Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM,
Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 451-
57.

26. Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam: Setiati S,
Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal
Medicine 2001. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI,
2001. 49-56.

27. Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL,
Henry NK, et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease,
New York: Lange Medical Books, 2003. 603 - 13.

28. Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of
acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2002;17: S54-
S71

29. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa.
Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment
in Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit
Dalam FK UI, 2002. 49-56.

30. Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296-
305.

31. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea).
Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi
Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi.
Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 – 40.

32. Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med 2004;350:1:
38-47.

30

Anda mungkin juga menyukai