PENDAHULUAN
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang
air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa
1,2
disertai lendir dan darah.
Durasi diare sangat menentukan diagnosis, diare akut jika durasinya kurang
dari 2 minggu, diare persistent jika durasinya antara 2-4 minggu, dan diare kronik jika
durasi lebih dari 4 minggu.3 Diare merupakan permasalahan yang umum diseluruh
dunia, dengan insiden yang tinggi baik di negara industri maupun di Negara
berkembang. Biasanya ringan dan sembuh sendiri, tetapi diantaranya ada yang
kesehatan yang umum.5,6 Diseluruh dunia lebih dari 1 milyar penduduk mengalami
satu atau lebih episode diare akut pertahun. Di USA 100 juta orang mengalami
episode diare akut pertahun. Statistik populasi untuk kejadian diare kronik belum
pasti, kemungkinan berkaitan dengan variasi definisi dan sistem pelaporan, tetapi
Sedangkan dinegara Barat, frekwensinya berkisar antara 4-5%. Pada populasi usia
1
tua, termasuk pasien dengan gangguan motilitas, didapatkan prevalensi yang jauh
Besarnya jumlah bayi dan balita ini memerlukan perhatian khusus dari
berbagai pihak, termasuk puskesmas mengingat masalah pada bayi dan balita berbeda
dengan masalah pada kelompok umur yang lain. Masalah pada bayi dan balita
berhubungan dengan ukuran tubuh yang secara fisik lebih kecil dibandingkan dewasa,
daya imunitas tubuh yang masih rendah, masih kurangnya kemampuan untuk
berkomunikasi dan keadaan psikologis (rasa takut) yang masih besar. Hal-hal tersebut
terjadinya perubahan musim. Pada tahun ini periode musim hujan memanjang. Air
demikian, dalam upaya untuk menurunkan angka kesakitan penyakit diare, diperlukan
kesadaran masyarakat terutama pada orang tua yang mempunyai anak bayi/balita,
yang diharapkan mampu mencegah dan mengenali secara dini gejala penyakit diare
pada anak-anak mereka dan hal-hal apa yang dilakukan apabila diketahui bayi/balita
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
lebih dari 3 kali/ hari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi encer, dengan atau
tanpa darah dan atau lendir. Bila berlangsung selama kurang dari 14 hari disebut diare
dan cair. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI/RSCM, diare diartikan sebagai
buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi
lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare apabila frekuensi buang air
besar lebih dari 4 kali, sedangkan bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak apabila
B. Etiologi
tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan
oleh infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare dapat dilihat dari skema
berikut : 12
3
Gambar 1. Skema etiologi penyakit diare 12
C. Patogenesis
1. Diare akut
Patogenesis diare akut oleh infeksi, terutama oleh virus dan bakteri, dapat
- Penyakit diare pada anak biasanya sering disebabkan oleh rotavirus. Virus ini
4
- Virus masuk kedalam tubuh bersama makanan dan minuman
- Virus sampai kedalam sel epitel usus halus dan menyebabkan infeksi serta
- Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru yang
berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang. Sehingga
- Villi-villi mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan
dengan baik.
- Cairan makanan yang tidak terserap dan tercerna akan meningkatkan tekanan
- Di dalam lambung bakteri akan dibunuh oleh asam lambung, tetapi apabila
jumlah bakteri cukup banyak ada bakteri yang dapat lolos sampai ke dalam
duodenum.
mencapai 100.000.000 koloni atau lebih per mililiter cairan usus halus.
5
- Dengan memproduksi enzim mucinase bakkteri berhasil mencairkan lapisan
lendir dengan menutupi permukaan sel epitel usus, sehingga bakteri dapat
- Didalam membran bakteri mengeluarkan toksin (racun) yang disebut sub unit
- Sub unit B akan melekat di dalam membran dan sub unit A akan bersentuhan
Monophosphate)
- CAMP berkhasiat merangsang sekresi cairan usus dibagian kripta villi dan
volume cairan di dalam lumen usus akan bertambah banyak. Cairan ini akan
usus besar.
2. Diare kronik
disebabkan kelainan pada usus. Di negara maju, sindrom usus iritatif dan penyakit
radang usus non spesifik (inflamatory bowel disease) merupakan penyebab utama
diare kronik.6,7 Dinegara berkembang infeksi dan parasit masih menjadi penyebab
tersering. Diare kronis dapat terjadi pada kelainan endokrin, kelainan pankreas,
6
kelainan hati, infeksi, keganasan, dan sebagainya.14,15,16 Berdasarkan mekanisme
golongan yaitu: diare sekretorik, diare osmotik dan diare inflamasi. Klasifikasi lain
ada juga yang membagi menjadi 3 jenis yaitu diare cair (watery diarrhea), yang
mencakup diare sekretorik dan diare osmotik, diare imflamasi dan diare berlemak
(fatty diarrhea).7,14
melewati mukosa enterokolik. Ditandai diare cair, dengan volume feses yang besar,
tanpa rasa nyeri dan menetap dengan puasa. Diare osmotik terjadi bila ada asupan
makanan, penyerapan yang berkurang, solute osmotik aktif dalam lumen yang
dengan jumlah solut. Diare osmotik ditandai keluhan yang berkurang saat puasa
dan menghentikan agen penyebab. Diare inflamasi umumnya disertai dengan nyeri,
demam, perdarahan, atau tanda inflamasi yang lainnya. Mekanismenya tidak hanya
melalui eksudasi saja, tergantung lokasi lesi, dapat melalui malabsorpsi lemak,
gangguan absorpsi air dan atau elektrolit dan hipersekresi atau hipermotilitas karena
pelepasan cytokines dan mediator inflamasi yang lain. Ditandai dengan adanya
leukosit atau protein yang berasal dari leukosit seperti calpotrectin pada analisa
feses. Proses inflamasi yang berat dapat menyebabkan terjadi kehilangan protein
7
a. Diare cair (watery diarrhea):
(IBD) terdiri dari kolotis ulseratif, dan penyakit Chron’s, kolitis mikroskopis,
sekretorik sporadik.
b. Diare inflamasi
8
mesenterik. Maldigesti: insufisiensi eksokrin pankreas, konsentrasi asam empedu
liminal inadequate.4
D. Epidemiologi
Indonesia. Selama tahun 1997 – 2003 KLB diare menunjukkan peningkatan frekuensi
kejadian dan jumlah penderitanya, tetapi dengan case fatalitiy rate yang semakin
Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Lampung, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa
Timur, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, NTB,
kesehatan yang utama. Tahun 2003 kasus diare di Kalsel mencapai 36.415 yang
mengakibatkan empat warga meninggal dunia. Januari hingga Juli 2004 kasus diare
di Kalsel mencapai 5.793 kasus, 5 orang balita meninggal akibat menderita diare.
Dari catatan Dinas Kesehatan Kalsel, kasus diare tahun 2004 terbanyak menyerang
Kabupaten Hulu Sungai Utara yang mencapai 1.788 kasus. Disusul kemudian
biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan/minuman yang
tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku
9
dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya
a) Tidak memberikan ASI ( Air Susu Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada
pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita
diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan
beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan
berkembang biak.
d) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari
terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar
e) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja
f) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering orang
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja
10
2. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare (host).
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden dan lamanya diare.
dan V.cholerae.
b. Kurang gizi. Beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare
c. Campak. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak
yang sedang menderita campak. Hal ini sebagai akibat dari penurunan
Syndrome). Pada penderita anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena
e. Rentang usia. Secara proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan
balita (55%).
salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu
sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi
11
bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena
tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
E. Diagnosis
yang sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar
umum Diare akut infeksi bakteri baik diagnosis dan terapeutik terlihat pada gambar
1.
12
Dikutip dari 22
Gambar 2. Pendekatan umum Diare infeksi Bakteri.
25,26,27
F. Manifestasi Klinis
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung
beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian
karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan
cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering,
tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala
13
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha
tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada
keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah,
dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis.
Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan
timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis
tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut.
Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian
darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini
penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi
G. Pemeriksaan Laboratorium
feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu
dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena
netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses
14
terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi
23
dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya.
Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin
adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses
menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI.
Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks
Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare
inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip,
atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses
22
untuk EHEC O 157 : H7.
Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus
diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan
25,28,29,26
pemeriksaan darah lengkap
H. Penatalaksanaan
WHO menetapkan 4 unsur utama dalam penanggulangan diare akut yaitu: 17,18
15
- Pemberian cairan, berupa upaya rehidrasi oral (URO) untuk mencegah
hanya untuk kasus tersangka kolera, disentri, atau terbukti giardiasis atau
amubiasis.
- Pemberian petunjuk yang efektif bagi ibu dan anak serta keluarganya tentang
upaya rehidrasi oral di rumah, tanda-tanda untuk merujuk dan cara mencegah
memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan
seperti air tajin, kuah sayur, air sup. Bila tidak mungkin memberikan cairan
rumah tangga yang diajukan , berikan air matang. Macam cairan yang dapat
- Tersedianya oralit
16
Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi pada anak, penderita harus segera dibawa ke petugas atau
sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu
dengan oralit.
Memberi makanan
Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama
pada anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang
masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi
yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah
dicerna sedikit sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti pemberian makanan
anak.
Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare.
17
2. Prosedur tatalaksana penderita diare 11
2. Periksa :
Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
3. Derajat Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
dehidrasi ringan/sedang
18
Gambar 3. Rencana Terapi A 10
19
20
Gambar 4. Rencana Terapi B 10
21
Gambar 5. Rencana Terapi C 11
22
I. KOMPLIKASI
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
22,25
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular
Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini
dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai
26,31,32
rehidrasi yang optimal.
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi
EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya
HUS masih kontroversi. Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut,
adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah
infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi
dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui. Artritis
pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
22
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
23
J. PROGNOSIS
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik
morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika
Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada
infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik
1
hemolitik.
K. Pencegahan
1. Pemberian ASI
4. Mencuci tangan
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan
setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia
24
harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran
manusia.22,23,24
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air
yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan
tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air,
harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih
(air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan
yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran.
Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi
dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum
jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan
dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk
V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak
direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi
imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan
sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi
hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin
25
tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan
26
BAB III
RINGKASAN
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang
maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu
karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut
infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan
sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.
Di wilayah puskesmas angka kejadian diare masih cukup tinggi yaitu 390
orang atau mencapai 43,05% dari jumlah penduduk bayi/balita. Hal ini menunjukkan
bahwa masih banyak bayi/balita yang mengidap diare. Untuk itu sangat diperlukan
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry
NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New
York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
2. Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the
Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51.
4. Ahlquist DA, Camilleri M. Diarrhea and constipation. In: Kasper DL, Fauci A.S,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison’s principles internal
medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.224-34.
28
13. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PPM dan PL. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1216/MENKES/SK/XI/ 2001. Tentang
pedoman pemberantasan diare. Edisi ke 3. Jakarta, 2003.
15. Kotler DP, Orenstein JM. chronic diarrhea and malabsortion ascociated with
enteropathogenic bacterial infection in patient with AIDS. Brief Report
1993;19:127-8.
18. Dinas Kesehatan Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan. Buku Pedoman Dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman Epidemiologi Penyakit).
Banjarmasin 2005
19. Anonymous. Air sulit, diare mulai serang Kalsel. Dalam : Kumpulan berita.
9Juli 2004. Online (http://digilib.ampl.or.id)
20. Rudianto H, Azizah R. Studi tentang perbedaan jarak perumahan ke TPA sampah
open dumping dengan indikator tingkat kepadatan lalat dan kejadian diare (studi
di Desa Kenep Kecamatan Beji Kabupaten Pasurun). Dalam : Jurnal Kesling. Vol.
1, No. 2, Oktober 2007, h.152-159. Online (http://jurnal kesling.ac.id)
21. Eko DJ. Banjarmasin kota seribu sungai seribu masalah. Dalam : Walhi. 4
Oktober 2004. Online (http://www.walhi.or.id)
22. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,
et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York:
Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
23. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH,
nd
editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2 edition. New York:
Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.
24. Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier
LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium
29
Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam II. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2002. 52-70.
25. Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM,
Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 451-
57.
26. Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam: Setiati S,
Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal
Medicine 2001. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI,
2001. 49-56.
27. Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL,
Henry NK, et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease,
New York: Lange Medical Books, 2003. 603 - 13.
28. Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of
acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2002;17: S54-
S71
29. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa.
Dalam: Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment
in Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit
Dalam FK UI, 2002. 49-56.
30. Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296-
305.
31. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea).
Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi
Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi.
Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 – 40.
32. Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med 2004;350:1:
38-47.
30