Anda di halaman 1dari 28

CASE SULIT

Strabismus

Disusun Oleh
Aditya Wicaksono Putra
11.2015.078

Dosen Pembimbing
Dr. Rastri Paramita Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta
Periode 10 Juli 2017 – 12 Agustus 2017
1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN MATA
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. K
Umur : 10 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Anggrek Yosoroto, Surakarta
Tanggal Pemeriksaan : 28 Juli 2017

II. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF


Autoanamnesis, Alloanamnesis (ayah pasien) pada tanggal 28 Juli 2017
Keluhan Utama : Mata kanan tampak juling
Keluhan Tambahan :-

Riwayat Penyakit Sekarang


4 bulan SMRS pasien datang ke RS. Mata YAP dibawa oleh ayah pasien dengan keluhan
mata kanan tampak juling. Mata kanan tampak juling diakui oleh ayah os sudah sejak lahir.
Keluhan tidak disertai mata merah. Ayah pasien mengaku keluhan yang dialami pasien hanya
pada mata kanan sedangkan mata kirinya tidak. Ayah pasien juga menyangkal keluhan yang
dialami pasien terjadi didahului oleh penyakit mata lainnya. Os menyangkal melihat suatu
benda menjadi dua. Sejak os lahir, ayah tidak berusaha untuk melakukan pengobatan. Setelah
dilakukan pemeriksaan oleh dokter, pasien dianjurkan untuk melakukan operasi pada mata
kananya agar mengembalikan posisi mata kembali normal. Operasi dijadwalkan pada 22 juli
2017 dengan bius umum.

1 hari SMRS pasien datang untuk persiapan operasi. Pasien datang dengan keluhan yang
sama yaitu mata kanan juling dan tanpa keluhan tambahan lainnya. Pasien tidak pernah
mengalami sakit mata sebelumnya. Pasien tidak pernah menggunakan kacamata.

Riwayat Penyakit Dahulu


2
- Hipertensi : Tidak Ada
- Kencing Manis : Tidak Ada
- Asma : Tidak Ada
- Alergi Obat : Tidak Ada
- Riwayat penggunaan kacamata : Tidak Ada
- Riwayat operasi mata : Tidak Ada
- Riwayat trauma mata : Tidak Ada

Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah, Ibu atau saudara pasien tidak pernah mengalami penyakit serupa.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis
Tanda Vital : TD 110/80 mmHg, HR 80 x/menit, RR 18 x/menit, T 36o C.
Kepala : Normosefali, tidak tampak kelainan
Mulut : Tidak tampak kelainan
THT : Tidak tampak kelainan
Thoraks, Jantung : Tidak tampak kelainan
Paru : Tidak tampak kelainan
Abdomen : Supel, datar, Tidak tampak kelainan
Eksktremitas : Akral hangat +/+, edema -/-
Tinggi Badan : 140 cm
Berat Badan : 50 kg

Status Ophthalmologis
Keterangan OD OS

1. VISUS
Aksis Visus 6/6 6/6
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Distansia Pupil 64 mm 64 mm
Kacamata Lama Tidak ada Tidak ada

2. KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksofthalmus Tidak ada Tidak ada
Enopthalmus Tidak ada Tidak ada
3
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Deviasi Eksotropia Tidak ada


 Tes Hirschberg 30° XT Normal

 Tes Krimsky 35 ΔD 35 ΔD

 Uji Tutup Buka Mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Bergantian

 Uji Tutup Mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan

 Uji Buka Mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan

3. SUPERSILIA
Warna Hitam Hitam
Simetris Simetris Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blepharospasme Tidak ada Tidak ada
Trichiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Punctum Lakrimal Normal Normal
Fissura Palpebra Normal Normal
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR


Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
Perdarahan Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguecula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada

4
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada

7. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada

8. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 10 mm 10 mm
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arcus Senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

9. BIILIK MATA DEPAN


Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndal Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. IRIS
Warna Cokelat Cokelat
Kripte Ada Ada
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada

11. PUPIL
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks Cahaya Langsung Positif Positif
RC Tidak Langsung Positif Positif

12. LENSA
Kejernihan Jernih Jernih
5
Letak Di tengah Di tengah
Shadow Test Negatif Negatif

13. BADAN KACA


Kejernihan Jernih Jernih

14. FUNDUS OKULI


Batas Tegas Tegas
Warna Kuning kemerahan Kuning kemerahan
Ekskavasio Tidak ada Tidak ada
Rasio Arteri:Vena 2:3 2:3
C/D Rasio 0,3 0,3
Makula Lutea Normal Normal
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perdarahan Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ablasio Tidak ada Tidak ada

15. PALPASI
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli Normal Normal
Tonometri Schiots Tidak dilakukan Tidak dilakukan

16. KAMPUS VISI


Tes Konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

V.RESUME

Pasien anak berusia 10 tahun dibawa ayahnya datang ke RS. Mata YAP dengan
keluhan mata kanan tampak juling sejak lahir. Keluhan tidak disertai mata merah. Ayah
pasien menyangkal keluhan yang dialami pasien terjadi didahului oleh penyakit mata lainnya.
Os menyangkal melihat suatu benda menjadi dua.

OD KETERANGAN OS
6/6 Visus 6/6
Distansia Pupil 64 mm 64 mm

6
Deviasi Eksotropia Tidak ada
 Tes Hirschberg 30° XT Normal

 Tes Krimsky 35 ΔD 35 ΔD

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Uji tutup mata buka bergantian
 Uji buka mata
 Uji tutup mata

VI. DIAGNOSIS KERJA


 ODS Eksotropia Alterans

VII. DIAGNOSIS BANDING


 -

VIII. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
 Edukasi dan Rujuk ke spesialis mata
 Pro OD Reses RL, Resek RM

Medikamentosa
 Injeksi Adona
 OD Reses RL, Resek RM

IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam Bonam Bonam
Ad Functionam Bonam Bonam
Ad Sanationam Bonam Bonam

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyai manfaat sangat
besar. Kelainan yang menggangu fungsi mata salah satunya adalah strabismus.
Strabismus ini terjadi jika ada penyimpangan dari penjajaran okular yang sempurna.1
7
Di Los Angeles pada usia enam bulan sampai enam tahun memiliki prevalensi
strabismus sekitar 2,5%, sedangkan temuan ini tetap konstan tanpa memandang jenis
kelamin atau etnis, prevalensi cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.2
Strabismus terjadi pada kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan sekitar
3% remaja dan dewasa muda. Kondisi ini mengenai pria dan wanita dalam perbandingan
yang sama. Strabismus mempunyai pola keturunan, jika salah satu atau kedua
orangtuanya strabismus, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus. Namun,
beberapa kasus terjadi tanpa adanya riwayat strabismus dalam keluarga. Anak-anak
disarankan untuk dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Bila terdapat riwayat
keluarga strabismus, pemeriksaan mata disarankan dilakukan saat usia 12-18 bulan.3
Strabismus menyebabkan posisi kedua mata tidak lurus maka akan
mengakibatkan penglihatan binokuler tidak normal yang akan berdampak pada
berkurangnya kemampuan orang tersebut dalam batas tertentu. Orang dengan kelainan
ini akan terbatas kesempatan dalam kegiatannya pada bidang-bidang tertentu.4

II. PEMBAHASAN

II.1. Definisi

Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak ke
satu arah.5 Satu mata bisa terfokus pada satu objek sedangkan mata yang lain dapat
bergulir ke dalam, ke luar, ke atas, atau ke bawah. 6 Keadaan ini bisa menetap (selalu
tampak) atau dapat pula hilang timbul yang muncul dalam keadaan tertentu saja
seperti saat sakit atau stres.3

Batasan strabismus lainnya adalah penyimpangan posisi bola mata yang terjadi
oleh karena syarat-syarat penglihatan binokuler yang normal tidak terpenuhi (faal
masing-masing mata baik, kerjasama dan faal masing-masing otot luar bola mata baik,
dan kemampuan fusi normal)7.

II.2. Anatomi dan Fisiologi Gerak Bola Mata


1. Otot dan persarafan5,7
a. Muskulus rektus lateral, kontaksinya akan menghasilkan abduksi atau
menggulirnya bola mata kearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke IV
(saraf abdusen).

8
b. Muskulus rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau
menggulirnya bola mata kearah nasal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III
(saraf okulomotor).
c. Muskulus rektus superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi, dan
intorsi bola mata yang dipersarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor).
d. Muskulus rektus inferior, kontraksinya akan menghasilkan depresi, adduksi, dan
ekstorsi yang dipersarafi oleh saraf ke III(saraf okulomotor).
e. Muskulus oblik superior, kontraksinnya akan menghasilkan intorsi, abduksi, dan
depresi yang dipersarafi saraf ke IV (saraf troklear)
f. Muskulus oblik inferior ,kontraksinya akan menghasilkan ekstorsi, abduksi, dan
elevasi yang dipersarafi saraf ke III(saraf okulomotor).

Gambar II.1. Otot-Otot Gerak Bola Mata

2. Fungsi Otot Penggerak Bola Mata


Normalnya mata mempunyai penglihatan binokuler yaitu setiap saat terbentuk
bayangan tunggal dari kedua bayangan yang diterima oleh kedua mata sehingga
terjadi fusi dipusat penglihatan. Hal tersebut dapat terjadi karena dipertahankan oleh
otot penggerak bola mata agar selalu bergerak secara teratur, gerakan otot yang satu
akan mendapatkan keseimbangan gerak dari otot yang lainnya sehingga bayangan
benda yang jadi perhatian selalu jatuh tepat dikedua fovea sentralis. 5 Syarat terjadi
penglihatan binokuler normal:

1. Tajam penglihatan pada kedua mata sesudah dikoreksi refraksi anomalinya


tidak terlalu berbeda dan tidak terdapat aniseikonia.

9
2. Otot-otot penggerak kedua bola mata seluruhnya dapat bekerja sama
dengan baik, yakni dapat menggulirkan kedua bola mata sehingga kedua
sumbu penglihatan menuju pada benda yang menjadi pusat perhatiannya.
3. Susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup menfusi dua bayangan yang
datang dari kedua retina menjadi satu bayangan tunggal.
Bayi yang baru lahir, faal penglihatan belum normal, visus hanya dapat
membedakan terang dan gelap saja. Adanya perkembangan umur, visus juga ikut
berkembang. Pada usia 5-6 tahun, visus mencapai maksimal. Perkembangan yang
pesat mulai saat kelahiran sampai tahun-tahun pertama. Bila tidak ada anomali
refraksi/kekeruhan media/kelainan retina maka visus tetap sampai hari tua. Tajam
penglihatan normal berarti fiksasi dan proyeksi normal sehingga mampu
membedakan:

1. bentuk benda
2. warna
3. intensitas cahaya
Bersamaan dengan perkembangan visus, berkembang pula penglihatan
binokularitasnya. Bila perkembangan visus berjalan dengan baik dan fungsi ke 6
pasang otot penggerak bola mata juga baik, serta susunan saraf pusatnya sanggup
menfusi dua gambar yang diterima oleh retina mata kanan dan kiri maka ada
kesempatan untuk membangun penglihatan binokular tunggal stereoskopik.

Gambar II.2. Penglihatan Binokular Tunggal Stereoskopik

10
Gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak
dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan
keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilang mata menjadi
strabismus.7

II.3. Etiologi6
Strabismus biasanya disebabkan oleh:
1. Kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak mata (strabismus paralitik).
Kelumpuhan pada otot mata bisa disebabkan oleh kerusakan saraf.
2. Tarikan yang tidak sama pada 1 atau beberapa otot yang menggerakan mata
(strabismus non-paralitik). Strabismus non-paralitik biasanya disebabkan oleh suatu
kelainan di otak.

II.4. Klasifikasi8
1. Menurut manifestasinya
a. Heterotropia : strabismus manifes (sudah terlihat)
Suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata dimana kedua
penglihatan tidak berpotongan pada titik fikasasi.
Contoh: esotropia, eksotropia, hipertropia, hipotropia

Gambar II.3. Jenis-Jenis Heterotropia

b. Heteroforia : strabismus laten (belum terlihat jelas)


Penyimpangan sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih dapat diatasi
dengan reflek fusi.
Contoh: esoforia, eksoforia
2. Menurut jenis deviasi
a. Horizontal : esodeviasi atau eksodeviasi
b. Vertikal : hiperdeviasi atau hipodeviasi
c. Torsional : insiklodeviasi atau eksiklodeviasi
d. Kombinasi: horizontal, vertikal dan atau torsional
3. Menurut kemampuan fiksasi mata
11
a. Monokular : bila suatu mata yang berdeviasi secara konstan
b. Alternan : bila kedua mata berdeviasi secara bergantian
4. Menurut usia terjadinya :
a. kongenital : usia kurang dari 6 bulan.
b. didapat : usia lebih dari 6 bulan.
5. Menurut sudut deviasi7
a. Inkomitan (paralitik)
Sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus disebabkan kelumpuhan otot
penggerak bola mata.
 Tanda-tanda :
 Gerak mata terbatas
Terlihat pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini dapat
dilihat, bila penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu objek yang
digerakkan, tanpa menggerakkan kepalanya.
 Deviasi
Kalau mata digerakkan kearah otot yang lumpuh bekerja, mata yang sehat
akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit
tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan
kearah dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan
kearah dimana otot yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak
tampak.
 Diplopia
Terjadi pada otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila mata
digerakkan kearah ini.
 Ocular torticollis (head tilting)
Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang lumpuh.
Kedudukan kepala yang miring, menolong diagnosa strabismus
paralitikus. Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya terasa
berkurang.
 Proyeksi yang salah
Mata yang lumpuh tidak melihat objek pada lokalisasi yang benar. Bila
mata yang sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu objek yang
ada didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah
disamping objek tersebut yang sesuai dengan daerah otot yang lumpuh.
Hal ini disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan oleh
otot yang lumpuh, dan akan menyebabkan tanggapan yang salah pada
penderita.
 Vertigo, mual-mual

12
Disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini dapat
diredakan dengan menutup mata yang sakit.
 Diagnosa berdasarkan :
 Keterbatasan gerak
 Deviasi
 Diplopia.
Ketiga tanda ini menjadi nyata, bila mata digerakkan kearah lapangan kerja
dari otot yang sakit. Pada keadaan parese, dimana keterbatasan gerak mata tak
begitu nyata adanya diplopi merupakan tanda yang penting.

Kelumpuhan Saraf Okulomotor

 Tanda-tanda:
 Ptosis
 Bola mata hampir tak dapat bergerak. Keterbatasan bergerak
kearah atas, kenasal dan sedikit kearah bawah.
 Mata berdeviasi ketemporal, sedikit kebawah. Kepala berputar
kearah bahu pada sisi otot yang lumpuh
 Sedikit eksoftalmus, akibat paralisis dari 3 mm rekti yang dalam
keadaan normal mendorong mata kebelakang.
 Pupil midriasis, reaksi cahaya negatif, akomodasi lumpuh.
 Diplopia.

Hal tersebut terjadi oleh karena N.III mengurusi :

M.rektus superior, m.rektus medialis, m.rektus lateralis,


m.obliqus inferior, m. sfingter pupil, mm.siliaris. bila ini semua
lumpuh tinggal m.rektus lateralis, m.obliqus superior yang bekerja,
karena itu mata berdeviasi kearah temporal sedikit kearah bawah dan
intorsi (berputar kearah nasal). Pupil lebar tak ada akomodasi.

Kelumpuhan N.III sering tak sempurna hanya mengenai 2-3


otot saja. Dapat disertai dengan kelumpuhan dari otot-otot lain. Bila
terdapat kelumpuhan dari semua otot-otot, termasuk otot iris dan badan
siliar, disebut oftalmoplegia totalis. Kalau hanya terdapat kelumpuhan

13
dari otot-otot mata luar, disebut oftalmoplegia eksterna, yang ini lebih
sering terjadi. Kelumpuhan yang terbatas pada m.sfingter pupil dan
badan siliar, disebut oftalmoplegia interna. Hal ini sering dijumpai
misalnya pada :

- pemakaian midriatika, sikloplegia, waktu mengadakan


pemeriksaan fundus atau refraksi

- kontusio bulbi

- akibat lues, difteri, diabetes, penyakit serebral.

Dalam hal ini kita dapatkan pupil lebar, tak ada akomodasi.
Pada oftalmoplegia interna, diobati menurut penyebabnya dan lokal
diberikan pilokarpin atau eserin. Kalau akomodasinya tetap hilang, beri
pula kacamata sferis (+) 3 D untuk pekerjaan dekat.

 Penyebab:
 Kelainannya dapat terjadi pada setiap tempat dari korteks serebri
ke otot, seperti adanya eksudat, perdarahan, periostitis, tumor,
trauma, perubahan pembuluh darah yang menyebabkan penekanan
atau peradangan pada saraf.
 Jarang disebabkan peradangan atau degenerasi primer.
 Infeksi akut (difteri, influenza), keracunan (alkohol), diabetes
mellitus, penyakit-penyakit sinus, trauma.
Terjadinya gejala dapat tiba-tiba ataupun perlahan-lahan, tetapi
perjalanan penyakitnya selalu menahun. Kekambuhan sering terjadi.
Bila telah terjadi lama, prognosis tidak menguntungkan lagi karena
kemungkinan terjadinya atrofi dari otot-otot yang lumpuh dan
kontraksi dari otot lawannya.

 Pengobatan :
 Untuk menghindari diplopia, mata yang sakit atau mata yang sehat
ditutup.
 Operasi
Bila setelah pengobatan kira-kira 6 bulan tetap lumpuh, dilakukan
operasi reseksi dari otot yang lumpuh disertai resesi dari otot
14
lawannya agar tidak terjadi atrofi dari otot yang lumpuh. Hasil dari
operasi ini sering mengecewakan, tetapi perbaikan kosmetis
mungkin dapat memuaskan.

Kelumpuhan m.rektus medialis

Menyebabkan strabismus divergens, gangguan gerak kearah nasal,


diplopi. Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan kearah nasal
(aduksi). Kepala dimiringkan kearah otot yang sakit.

Kelumpuhan m.rektus superior

Terdapat keterbatasan gerak keatas, hipotropia, diplopia. Bayangan


dari mata yang sakit terdapat diatas bayangan mata yang sehat. Kelainan
bertambah pada gerakan mata keatas.

Kelumpuhan m.rektus inferior

Terdapat keterbatasan gerak mata kebawah, hipertropia, diplopic yang


bertambah hebat bila mata digerakkan kebawah. Bayangan dari mata yang
sakit terletak lebih rendah.

Kelumpuhan m.oblik superior

Terdapat keterbatasan gerak kearah bawah terutama nasal inferior,


strabismus yang vertikal, diplopia yang bertambah hebat bila mata
digerakkan kearah nasal inferior. Bayangan dari mata yang sakit terletak
lebih rendah.

Kelumpuhan m.oblik inferior

15
Terdapat keterbatasan gerak keatas, terutama atas nasal, strabismus
vertikal, diplopia. Kelainan bertambah bila mata digerakkan kearah
temporal atas. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih tinggi.

Kelumpuhan Saraf Abdusen

 Tanda-tandanya :
 Gangguan pergerakan mata ke arah luar.
 Diplopi yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah
luar.
 Kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh.
 Deviasinya menghilang, bila mata digerakkan kearah yang
berlawanan dengan otot yang lumpuh
 Pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap,
timbul supresi, sehingga tidak timbul diplopia.
 Pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi tiba-tiba,
penderita mengeluh ada diplopia, karena pola sensorisnya sudah
tetap dan bayangan dari objek yang dilihatnya jatuh pada daerah-
daerah retina dikedua mata yang tidak bersesuaian.
 Penyebab:
 Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma
dikepala, tumor atau peradangan dari susunan saraf serebral.
 Jarang ditemukan pada anak-anak, yang biasanya disebabkan
trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital dari m.rektus lateralis
atau persarafannya.
 Pengobatan :
 Penderita diobati dahulu secara nonoperatif selama 6 bulan,
menurut kausanya. Bila terdapat diplopia, mata yang sakit atau
sehat ditutup untuk menghilangkan diplopia dan segala akibatnya.
 Baik pada anak ataupun dewasa, bila setelah 6 bulan pengobatan
belum ada perbaikan, baru dilakukan operasi sebab bila dibiarkan
terlalu lama dapat terjadi atrofi dari otot.

b. Komitan (nonparalitik)
16
Sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi, mengikuti gerak mata yang
sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama.
Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder
(deviasi pada mata yang sehat).
1) Strabismus Nonparalitika Nonakomodatif
 Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama.
Deviasinya sama ke semua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi.
Karena itu penyebabnya tak ada hubungannya dengan kelainan refraksi atau
kelumpuhan otot-otot. Mungkin disebabkan oleh:
 Insersi yang salah dari otot-otot yang bekerja horizontal.
 Gangguan keseimbangan gerak bola mata
Dapat terjadi karena gangguan yang bersifat sentral, berupa kelainan
kuantitas rangsangan pada otot. Hal ini disebabkan kesalahan
persarafan terutama dari perjalanan supranuklear, yang mengelola
konvergensi dan divergensi. Kelainan ini dapat menimbulkan proporsi
yang tidak sama pada kekuatan konvergensi dan divergensi. Untuk
melakukan konvergensi dari kedua mata, harus ada kontraksi yang
sama dan serentak dari kedua m.rektus internus, sehingga terjadi
gerakan yang sama dan simultan dari mata kenasal. Divergensi dan
konvergensi adalah bertentangan, overaction dari yang satu
menyebabkan kelemahan dari yang lain dan sebaliknya.

 Kekurangan daya fusi


Kelainan daya fusi kongenital sering didapatkan. Daya fusi ini
berkembang sejak kecil dan selesai pada umur 6 tahun. Ini penting
untuk penglihatan binokuler tunggal yang menyebabkan mata melihat
lurus. Tetapi bila daya fusi ini terganggu secara kongenital atau terjadi
gangguan koordinasi motorisnya, maka akan menyebabkan strabismus.
Pada kasus yang idiopatis, kesalahan mungkin terletak pada dasar
genetik. Eksotropia dan esotropia sering merupakan keturunan
autosomal dominan. Kadang-kadang pada anak dengan esotropia,
didapatkan orang tuanya dengan esoforia yang hebat. Tidak jarang
strabismus nonakomodatif tertutup oleh faktor akomodatif, sehingga
bila kelainan refraksinya dikoreksi, strabismusnya hanya diperbaiki
sebagian saja.

17
 Tanda-tanda :
 Kelainan kosmetik, sehingga pada anak-anak yang lebih besar
merupakan beban mental.
 Tak terdapat tanda-tanda astenopia.
 Tak ada hubungan dengan kelainan refraksi.
 Tak ada diplopia, karena terdapat supresi dari bayangan pada mata
yang berdeviasi.
 Pengobatan :
 Preoperatif
Pengobatan yang paling ideal pada setiap strabismus adalah bila
tercapai hasil fungsionil yang baik, yaitu penglihatan binokuler yang
normal dengan stereopsis, disamping perbaikan kosmetik. Bila
strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6 tahun
atau lebih pada waktu diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya
hanya kosmetis saja. Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang
berdeviasi harus dihilangkan dengan menutup mata yang normal. Bila
pengobatan preoperatif sudah cukup lama dilakukan, kira-kira 1 tahun,
tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi.

 Operatif
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun, supaya
bila masih ada strabismus yang belum terkoreksi dapat dibantu dengan
latihan.

2) Strabismus Nonparalitika Akomodatif


 Gangguan keseimbangan konvergensi dan divergensi dapat juga
berdasarkan akomodasi, jadi berhubungan dengan kelainan refraksi. Dapat
berupa :
 strabismus konvergens (esotropia)
 strabismus divergens (eksotropia)
 Pemeriksaan
 Pemeriksaan refraksi
Harus dilakukan dengan sikloplegia, untuk menghilangkan pengaruh dari
akomodasi. Caranya :
18
- Pada anak-anak dengan pemberian sulfas atropin 1 tetes sehari,
tiga hari berturut-turut, diperiksa pada hari keempat.
- Pada orang dewasa diteteskan homatropin 1 tetes setiap 15 menit,
tiga kali berturut-turut, diperiksa 1 jam setelah tetes terakhir.
 Pengukuran derajat deviasi
 Pemeriksaan kekuatan duksi
Mengukur kekuatan otot yang bergerak pada arah horizontal (adduksi =
m.rektus medialis; abduksi = m.rektus lateralis).

 Pengobatan :
 Koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.
 Hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada mata
yang sehat.
 Meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi ortofori).
 Memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.

a) Esotropia Akomodatif
 Kelainan ini berhubungan dengan hipermetropia atau hipermetropia
yang disertai astigmat. Tampak pada umur muda, antara 1-4 tahun,
dimana anak mulai mempergunakan akomodasinya untuk melihat
benda-benda dekat seperti mainan atau gambar-gambar. Mula-mula
timbul periodik, pada waktu penglihatan dekat atau bila keadaan
umumnya terganggu, kemudian menjadi tetap, baik pada
penglihatan jauh ataupun dekat.
 Kadang-kadang dapat menghilang pada usia pubertas. Anak yang
hipermetrop, mempergunakan akomodasi pada waktu penglihatan
jauh, pada penglihatan dekat akomodasi yang dibutuhkan lebih
banyak lagi. Akomodasi dan konvergensi erat hubungannya, dengan
penambahan akomodasi konvergensinyapun bertambah pula. Pada
anak dengan hipermetrop ini, mulai terlihat esoforia periodik pada
penglihatan dekat, disebabkan rangsangan berlebihan untuk
konvergensi. Lambat laun kelainan deviasi ini bertambah sampai
fiksasi binokuler untuk penglihatan dekat tak dapat dipertahankan
lagi, dan terjadilah strabismus konvergens untuk dekat. Kemudian
terjadi pula esotropia pada penglihatan jauh.
19
 Pengobatan :
 Koreksi refraksi dengan sikloplegia. Harus diberikan koreksi dari
hipermetropia totalis, dan kacamata dipakai terus-menerus.
Karena terdapat akomodasi yang berlebihan, juga dapat diberikan
kacamata untuk dekat meskipun belum usia presbiopia, untuk
mengurangi akomodasinya. Jadi diberikan kacamata bifokal.
 Mata yang sehat ditutup atau ditetesi atropin untuk memperbaiki
visus pada mata yang sakit, 1 tetes 1 bulan 1 kali dapat juga
dengan homatropin setiap hari atau penutupan mata yang sehat.
Kacamata harus diperiksa berulang kali, karena mungkin terdapat
perubahan, sampai kelainan refraksinya tetap.
 Latihan ortoptik harus dilakukan bersamaan dengan perbaikan
koreksi untuk memperbaiki pola sensorik dari retina, sehingga
memperbesar kemungkinan untuk dapat melihat binokuler.
 Kalau setelah tindakan diatas esotropianya masih ada, dan
kelainan deviasinya tidak begitu besar, dapat diberikan koreksi
dengan prisma, basis temporal.
 Bila semua tindakan tidak menghilangkan kelainan deviasinya,
maka dilakukan operasi, untuk meluruskan matanya.
 Setelah operasi, diteruskan latihan ortoptik untuk memperbaiki
penglihatan binokuler.

b) Eksotropia Akomodatif
 Hubungannya dengan miopia. Sering juga didapat, bila satu mata
kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain penglihatannya
tetap baik, sehingga rangsangan untuk konvergensi tak ada, maka
mata yang sakit berdeviasi keluar.
 Strabismus divergens biasanya mulai timbul pada waktu masa
remaja atau dewasa muda. Lebih jarang terjadi.
 Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat,
orang miop hanya sedikit atau tidak memerlukan akomodasi,
sehingga menimbulkan kelemahan konvergensi dan timbullah
kelainan eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk
penglihatan jauhnya normal. tetapi pada keadaan yang lebih lanjut,
timbul juga eksotropia pada jarak jauh. Bila penyebabnya divergens
yang berlebihan, yang biasanya merupakan kelainan primer, mulai
tampak sebagai eksotropia untuk jarak jauh. Tetapi lama kelamaan

20
kekuatan konvergensi melemah, sehingga menjadi kelainan yang
menetap, baik untuk jauh maupun dekat.
 Pengobatan :
 Koreksi penuh dari miopinya, ditambah overkoreksi 0,5-0,75
dioptri untuk memaksa mata itu berakomodasi, kacamata ini
harus dipakai terus-menerus.
 Latihan ortoptik, untuk memperbaiki penglihatan binokuler,
disamping terapi oklusi.
 Operasi, bila cara yang terdahulu tak memberikan pengobatan
yang memuaskan.

II.5. Gejala Klinis


Gejalanya berupa:9
1. Mata lelah
2. Sakit kepala
3. Penglihatan kabur
4. Mata juling (bersilangan)
5. Mata tidak mengarah ke arah yang sama
6. Gerakan mata yang tidak terkoordinasi
7. Penglihatan ganda.

II.6. Diagnosis7,9,10
1. Ketajaman penglihatan
Pemeriksaan dengan e-chart digunakan pada anak mulai umur 3-3,5 tahun, sedangkan
diatas umur 5-6 tahun dapat digunakan Snellen chart.
2. Cover and Uncover Test: menentukan adanya heterotropia atau heteroforia.

Gambar II.4. Cover and Uncover Test

21
3. Tes Hirscberg: untuk mengukur derajat tropia, pemeriksaan reflek cahaya dari senter
pada pupil.
Cara :
a. Penderita melihat lurus ke depan.
b. Letakkan sebuah senter pada jarak 12 inci (kira-kira 30 cm) cm di depan setinggi
kedua mata pederita.
c. Perhatika reflek cahaya dari permukaan kornea penderita.
d. Keterangan:
- Bila letak di pinggir pupil maka deviasinya 15 derajat.
- Bila diantara pinggir pupil dan limbus deviasinya 30 derajat.
- Bila letaknya di limbus deviasinya 45 derajat.

Gambar II.5. Tes Hirscberg


4. Tes Krimsky: mengukur sudut deviasi dengan meletakkan ditengah cahaya refleks
kornea dengan prisma sampai reflek cahaya terletak disentral kornea.

Gambar II.6. Tes Krimsky

II.7. Penatalaksanaan

1. Tujuan :7
a. mengembalikan penglihatan binokular yang normal
b. alasan kosmetik
2. Dapat dilakukan dengan tindakan:4,5

22
a. Ortoptik
1) Oklusi
Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan
merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan cara menutup
mata yang normal dengan plester mata khusus (eye patch).
2) Pleotik
3) Obat-obatan
b. Memanipulasi akomodasi
1) Lensa plus / dengan miotik
Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai
2) Lensa minus dan tetes siklopegik
Merangsang akomodasi pada anak-anak
c. Operatif
Prinsip operasinya :
- reseksi dari otot yang terlalu lemah
- resesi dari otot yang terlalu kuat

3. Tahapan:7
a. Memperbaiki visus kedua mata dengan terapi oksklusi
a. Pada anak berumur dibawah 5 tahun dapat diteteskan sulfas atropin 1 tetes satu
bulan, sehingga mata ini tak dipakai kira-kira 2 minggu. Ada pula yang
menetesinya setiap hari dengan homatropin sehingga mata ini beberapa jam
sehari tak dipakai.
b. Pada anak yang lebih besar, mata yang normal ditutup dilakukan penutupan
matanya 2-4 jam sehari. Dengan demikian penderita dipaksa untuk memakai
matanya yang berdeviasi. Biasanya ketajaman penglihatannya menunjukkan
perbaikan dalam 4-10 minggu. Penutupan ini mempunyai pengaruh baik pada
pola sensorisnya retina, tetapi tidak mempengaruhi deviasi. Sebaiknya terapi
penutupan sudah dimulai sejak usia 6 bulan, untuk hindarkan timbulnya
ambliopia. Penetesan atau penutupan jangan dilakukan terlalu lama, karena
takut menyebabkan ambliopia pada mata yang sehat.
c. Pada strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6 tahun atau
lebih pada waktu diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya hanya
kosmetis saja. Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang berdeviasi harus
dihilangkan dengan cara penutupan, pada anak yang sudah mengerti (3 tahun),
harus dikombinasikan dengan latihan ortoptik untuk mendapatkan penglihatan
binokuler yang baik. Kalau pengobatan preoperatif sudah cukup lama
dilakukan, kira-kira 1 tahun, tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi.

23
b. Memperbaiki posisi kedua bola mata agar menjadi ortoforia.
Hal ini dapat dicapai dengan pemberian lensa, melaukan operasi atau kombinasi
keduanya. Tindakan operasi sebaiknya dilakukan bila telah tercapai perbaikan
visus dengan terapi okslusi. Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada umur 4-5
tahun, supaya bila masih ada strabismusnya yang belum terkoreksi dapat dibantu
dengan latihan.

c. Melatih fusi kedua bayangan dari retina kedua mata agar mendapatkan
penglihatan binokuler sebagai tujuan akhir yang hasilnya tergantung dari hasil
operasi, pemberian lensa koreksi dan latihan ortoptik.

II.8. Komplikasi

1. Kosmetik
2. Supresi
Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia yang timbul
akibat adanya deviasinya.
3. Ambliopia
Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa koreksi kacamata dan
tanpa adanya kelainan organiknya.
4. Adaptasi posisi kepala
Keadaan ini dapat timbul untuk menghindari pemakaian otot yang mengalami
kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi posisi kepala biasanya
kearah aksi dari otot yang lumpuh.

II.9. Prognosis11

Setelah dilakukan operasi, mata bisa melihat langsung namun masalah tajam
penglihatan masih dapat terjadi. Pada anak-anak dapat memiliki masalah membaca di
sekolah, dan untuk orang dewasa lebih terbatas dalam melakukan kegiatan.
Dengan diagnosis dini dan penanganan segera masalah dapat secepatnya teratasi.
Penganan yang terlambat akan menyebabkan kehilangan penglihatan mata secara
permanen. Sekitar sepertiga anak-anak dengan strabismus akan mengalami ambliopia
sehingga harus dipantau secara ketat.

24
III. PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyai manfaat sangat
besar. Kelainan yang menggangu fungsi mata salah satunya adalah strabismus. Strabismus
adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak ke satu arah. Hal ini dapat
terjadi karena adanya gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot
mata yang tidak dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan
keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan sehingga tidak terbentuk penglihatan
binokuler. Penyebabnya bisa karena kelumpuhan pada 1 atau beberapa otot penggerak mata
(strabismus paralitik) yang disebabkan oleh kerusakan saraf atau karena tarikan yang tidak
sama pada 1 atau beberapa otot yang menggerakan mata (strabismus non-paralitik) yang
disebabkan oleh suatu kelainan di otak.

Klasifikasi dapat terbagi berdasarkan manifestasinaya, jenis deviasi, kemampuan


fiksasi mata, usia terjadinya, dan sudut deviasinya. Gejalanya dapat berupa mata lelah, sakit
kepala, penglihatan kabur, mata juling (bersilangan), pengkihatan ganda, mata tidak
mengarah ke arah yang sama dan tidak terkoordinasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
untuk mendiagnosis adalah dengan pemeriksaan ketajaman penglihatan, Cover and Uncover
Test, Tes Hirscberg, dan Tes Krimsky. Tujuan dari penatalaksanaan adalah mengembalikan
penglihatan binokular yang normal dan alasan kosmetik. Tindakan yang dapat dilakukan
adalah ortoptik, pemasangan lensa, dan operatif. Strabismus dapat mengakibatkan komplikasi

25
seperti kosmetik, supresi, ambliopia, dan adaptasi postur kepala. Prognosis akan lebih baik
bila masalah dapat terdiagnosis dini dan penanganan segera sehingga masalah cepat teratasi.

III.2 Pembahasan kasus


 Diagnosa pasien
ODS Eksotropia Alterans

 Hal ini berdasarkan


1. Anamnesa
- Pasien datang untuk kontrol karena mata kanan tampak juling keluar
2. Pemeriksaan fisik
OD KETERANGAN OS
6/6 Visus 6/6
Distansia Pupil 64 mm 64 mm
Deviasi Eksotropia Tidak ada
 Tes Hirschberg 30° XT Normal

 Tes Krimsky 35 ΔD 35 ΔD

Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik tersebut, juga dapat disimpulkan bahwa pada mata
kanan pasien ini terdapat deviasi. Di mana hal tersebut merupakan tanda adanya strabismus
inkomitan.

 Penatalaksanaan
 Reses dan Resek mata kanan
Untuk mengembalikan binokular yang normal dan untuk alasan estetik. Meresesi muskulus
rectus lateralis, dan mereseksi muskulus medialis.
26
27
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC;
2008.
2. Ilyas, Sidarta dan Yulianti, Sri R. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat. Jakarta: FK UI;
2012.
3. Ilyas, Sidarta. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga.
Jakarta :FK UI; 2009.
4. James, Bruce, Chew, Chris., Bron, Anthony. Oftalmologi edisi kesembilan. Jakarta :
Erlangga; 2006.
5. Kanski, Jack J., clinical ophthalmology fourth edition. Glasgow: Bath Press
Colourbooks; 1999.
6. Perhimpunan dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata edisi kedua.
Jakarta: Sagung Seto; 2007.
7. SMF Ilmu Penyakit Mata. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: RSU Dr.
Soetomo & FK Unair; 2006.
8. SMF Ilmu Penyakit Mata. Diktat Kuliah FK UWKS. Surabaya : FK UWKS; 2012
9. Snell, Richarcd. Anatomi Klinik Edisi Keenam. Jakarta : EGC; 2006.
10. Vaughan, Asbury, Daniel G, Taylor, dan Riordan-Eva, Paul. Editor; Diana Susanto.
Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC; 2009.
11. Strabismus. 2008. Available from:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21388/.../Chapter%20II.pdf. Diakses 2
agustus 2015.

28

Anda mungkin juga menyukai