Anda di halaman 1dari 7

PENGERTIAN HUMAN TRAFFICING

Human trafficking atau perdagangan manusia menurut Protokol Palermo tahun 2000, adalah
perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang dengan
ancaman atau penggunaan kekerasan, atau bentuk pemaksaan lain seperti penculikan,
penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau
menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh izin dari orang yang mempunyai
wewenang atas orang lain untuk tujuan eksploitasi.

Perdagangan Manusia (trafficking) menurut definisi dari pasal 3 Protokol PBB berarti
perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan
ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan,
penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau
menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari
seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak


Pidana Perdagangan Orang definisi Perdagangan Orang (trafficking) yaitu :
Pasal 1 (ayat 1) ; Tindakan perekrutan, pengangkutan, atau penerimaan seseorang dengan
ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau
manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang
lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara maupun antar Negara, untuk tujuan
eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Pasal 1 (ayat 2) ; Tindak pidana perdagangan orang adalah setiap tindakan atau serangkaian
tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam undang-undang
ini. (Substansi hukum bersifat formil karena berdasar pembuktian atas tujuan kejahatan
trafiking, hakim dapat menghukum seseorang)

FAKTOR TERJADINYA HUMAN TRAFFICKING


1. Kemiskinan

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan jumlah penduduk
miskin terus meningkat dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4% pada tahun 1999,
walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6% pada tahun
2002, kemiskinan telah mendorong anak-anak untuk tidakbersekolah sehingga
kesempatan untuk mendapatkan keterampilan kejuruan serta kesempatan kerja
menyusut. Kemiskinan pula yang mendorong kepergian ibu sebagai tenaga kerja
wanita yang dapat menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga beresiko
menjadi korban perdagangan manusia.
2. Keinginan cepat kaya

Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan
kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan
hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam dunia
prostitusi.

3. Pengaruh sosial budaya

Budaya pernikahan di usia muda yang sangat rentan terhadap perceraian, yang
mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial. Berdasarkan UU
Perkawinan No.1/1974, perempuan Indonesia diizinkan untuk menikah pada usia 16
tahun atau lebih muda jika mendapat izin dari pengadilan. Meskipun begitu, dewasa
ini pernikahan dini masih berlanjut dengan persentase 46,5% perempuan menikah
sebelum mencapai usia 18 tahun dan 21,5% sebelum mencapai usia 16 tahun. Tradisi
budaya pernikahan dini menciptakan masalah sosio-ekonomi untuk pihak lelaki
maupun perempuan dalam perkawinan tersebut. Tetapi implikasinya terutama terlihat
jelas bagi gadis/perempuan. Masalah-masalah yang mungkin muncul bagi perempuan
dan gadis yang melakukan pernikahan dini antara lain: Dampak buruk pada
kesehatan(kehamilan prematur, penyebaran HIV/AIDS), pendidikan terhenti,
kesempatan ekonomi terbatas, perkembangan pribadi terhambat dan tingkat
perceraian yang tinggi.

4. Kurangnya pencatatan kelahiran

Anak dan orang dewasa yang tidak terdaftar serta tidak memiliki akta kelahiran amat
rentan terhadap eksploitasi. Orang yang tidak dapat memperlihatkan akta
kelahirannya sering kali kehilangan perlindungan yang diberi hukum karena
dimata negara secara teknis mereka tidak ada. Rendahnya registrasi kelahiran,
khususnya di kalangan masyarakat desa, memfasilitasi perdagangan manusia. Agen
dan pelaku perdagangan memanfaatkan ketiadaan akta kelahiran asli untuk
memalsukan umur perempuan muda agar mereka dapat bekerja di luar negeri.

5. Korupsi dan lemahnya penegakan hukum

Dampak korupsi ini terhadap buruh migran perempuan dan anak harus dipelajari dari
umur mereka yang masih muda dan lugu, yang tidak tahu bagaimana cara menjaga
diri di kota-kota besar karena mereka tidak terbiasa dan sering malu untuk mencari
bantuan. Tidak peduli berapa usia dan selugu apa pun mereka, mereka
yang berimigrasi dengan dokumen palsu takut status illegal mereka akan membuat
mereka jatuh ke dalam kesulitan lebih jauh dengan pihak berwenang atau dapat
dideportasi. Pelaku perdagangan memanfaatkan ketakutan ini, untuk terus
mengeksploitasi para perempuan dan proyek. Masalah lain yaitu lemahnya hukum di
Indonesia.

Untuk penyelidikan dan penuntutan kasus-kasus perdagangan, sistem hukum


Indonesia sampai sekarang masih lemah, lamban dan mahal. Sangat sedikit
transparansi, sehingga hanya sedikit korban yang mempercayakan kepentingan
mereka kepada sistem tersebut. Perilaku kriminal memiliki sumberdaya dan koneksi
untuk memanfaatkan sistem tersebut. Akibatnya, banyak korban perdagangan yang
tidak mau menyelesaikan masalah melalui proses hukum. Hal ini mengakibatkan
praktik pedagangan/trafficking semakin meningkat dan masih berlangsung.

6. Media massa

Media massa masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap berita dan
informasi yang lengkap tentang trafficking dan belum memberikan kontribusi yang
optimal dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya. Bahkan tidak sedikit
justru memberitakan yang kurang mendidik dan bersifat pornografis yang mendorong
menguatnya kegiatan trafficking dan kejahatan susila lainnya.

7. Pendidikan minim dan tingkat buta huruf tinggi

Survei sosial-ekonomi nasional tahun 2000 melaporkan bahwa 34% penduduk


Indonesia berumur 10 tahun ke atas belum/tidak tamat SD/tidak pernah bersekolah,
34,2% tamat SD dan hanya 155 yang tamat SMP. Menurut laporan BPS pada tahun
2000 terdapat 14% anak usia 7-12 dan 24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan
ke SLTP karena alasan pembiayaan. Orang dengan pendidikan yang terbatas atau buta
aksara kemungkinan besar akan menderita keterbatasan ekonomi. Dan mereka juga
tidak akan mempunyai pengetahuan kepercayaan diri untuk mengajukan pertanyaan
tentang ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan kondisi kerja mereka. Selain itu,
mereka akan sulit mencari pertolongan ketika mereka kesulitan saat berimigrasi atau
mencari pekerjaan. Mereka akan kesulitan bagaimana mengakses sumber daya yang
tersedia, tidak dapat membaca atau mengerti brosur iklan layanan masyarakat lain
mengenai rumah singgah atau nomor telepon yang bisa dihubungi untuk mendapatkan
bantuan. Seorang yang rendah melek huruf sering kali secara lisan dijanjikan akan
mendapat jenis pekerjaan atau jumlah gaji tertentu oleh seorang agen, namun kontrak
yang mereka tanda tangani (yang mungkin tidak dapat mereka baca) mencantumkan
ketentuan kerja serta kompensasi yang jauh berbeda, mengarah ke eksploitasi.

PENANGGULANGAN HUMAN TRAFFICING

1. Memberi pengetahuan

Untuk dapat mencegah masalah ini, perlu diadakan penyuluhan dan sosialisasi
masalah kepada masyarakat. Dengan sosialisasi secara terus-menerus, masyarakat
akan mengetahui bahayanya masalah ini, dan bagaimana solusinya.

Pendidikan tentu saja tidak hanya diberikan kepada masyarakat menengah atas. Yang
paling penting adalah masyarakat kelas bawah. Mengapa? Karena perdagangan
manusia banyak terjadi pada masyarakat dengan kelas pendidikan yang cukup rendah.
Pendidikan harus diberikan dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh semua
lapisan masyarakat.
2. Memberitahu orang lain

Ketika kita telah mengetahui masalah ini dan bagaimana solusinya, tetapi tidak
memberitahu orang lain, permasalahan ini tidak akan selesai. Sebagai orang yang
telah mengetahuinya, maka menjadi kewajiban Anda untuk menyampaikan apa yang
terjadi pada orang lain, khususnya yang Anda anggap berpotensi mengalami
perdagangan manusia. Sebab, orang yang tidak mengetahui adanya permasalahan ini
tidak menyadari bahwa hal ini mungkin telah terjadi pada orang-orang di sekitar kita.

3. Berperan aktif untuk mencegah

Setelah mengetahui dan mencoba memberitahu orang lain, Anda juga dapat berperan
aktif untuk menanggulangi permasalahan ini. Berperan aktif tersebut dapat dilakukan
dengan cara melaporkan kasus yang Anda ketahui kepada yang berwajib. Anda juga
bisa mengarahkan anak, keponakan, atau anak muda lain yang gemar beraktivitas di
situs jejaring sosial untuk lebih berhati-hati dalam berteman, misalnya. Yang Anda
lakukan mungkin hanya sesuatu yang kecil, tetapi bila semua orang tergerak untuk
turut melakukannya, bukan tak mungkin masalah yang berkepanjangan ini akan
teratasi.

DAMPAK HUMAN TRAFFICKING


Dampak tracfficking bagi individu:
Para korban perdagangan manusia mengalami banyak hal yang sangat mengerikan.
Perdagangan manusia menimbulkan dampak negatif yang sangat berpengaruh terhadap
kehidupan individu. Tidak jarang, dampak negatif hal ini meninggalkan pengaruh yang
permanen bagi individu yang mengalami trafiking. Dari segi fisik, korban perdagangan
manusia sering sekali terjangkit penyakit. Selain karena stress, mereka dapat terjangkit
penyakit karena situasi hidup serta pekerjaan yang mempunyai dampak besar terhadap
kesehatan. Tidak hanya penyakit, pada korban anak-anak seringkali mengalami
pertumbuhan yang terhambat.
Dampak bagi Anak:
a. Tumbuh Kembang Anak
b. Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak
c. Tidak terpenuhinya hak-hak anak
Dampak bagi keluarga:
Keluarga yang memiliki anak sebagai korban trafiking, akan mengalami keberfungsian
keluarga yang tidak seimbang
Dampak bagi masyarakat:
1. Mendanai kejahatan terorganisir antar masyarakat
2. Melemahkan potensi sumber dayamanusia terutama anak-anak dan perempuan
3. Merusak kesehatan masyarakat
4. Menumbangkan wibawa pemerintah
5. Memakan biaya ekonomi yang sangat besar

BENTUK – BENTUK TRAFFICKING


1. Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks

Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh
migran, PRT, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaan-pekerjaan tanpa keahlian
tetapi kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di daerah tujuan.
Dalam kasus lain, berapa perempuan tahu bahwa mereka akan memasuki industri seks
tetapi mereka ditipu dengan kondisi-kondisi kerja dan mereka dikekang di bawah
paksaan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja.

2. Pembantu Rumah Tangga (PRT)

PRT baik yang di luar negeri maupun yang di Indonesia di trafik ke dalam kondisi
kerja yang sewenang-wenang termasuk: jam kerja wajib yang sangat panjang,
penyekapan ilegal, upah yang tidak dibayar atau yang dikurangi, kerja karena jeratan
hutang, penyiksaan fisik ataupun psikologis, penyerangan seksual, tidak diberi makan
atau kurang makanan, dan tidak boleh menjalankan agamanya atau diperintah untuk
melanggar agamanya. Beberapa majikan dan agen menyita paspor dan dokumen lain
untuk memastikan para pembantu tersebut tidak mencoba melarikan diri.

3. Bentuk Lain dari Kerja Migran

Meskipun banyak orang Indonesia yang bermigrasi sebagai PRT, yang lainnnya
dijanjikan mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian di pabrik,
restoran, industri cottage, atau toko kecil. Beberapa dari buruh migran ini ditrafik ke
dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit
atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak di tempat kerja
seperti itu melalui jeratan hutang, paksaan, atau kekerasan.

4. Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya

Terutama di luar negeri. Perempuan dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai
penari duta budaya, penyanyi, atau penghibur di negara asing. Pada saat
kedatangannya, banyak dari perempuan ini dipaksa untuk bekerja di industri seks atau
pada pekerjaan dengan kondisi mirip perbudakan.

5. Pengantin Pesanan

Beberapa perempuan dan anak perempuan di luar negeri yang bermigrasi sebagai istri
dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus
semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk
keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri
seks.

6. Beberapa Bentuk Buruh/Pekerja Anak


Beberapa (tidak semua) anak yang berada di jalanan untuk mengemis, mencari ikan di
lepas pantai seperti jermal, dan bekerja di perkebunan telah ditrafik ke dalam situasi
yang mereka hadapi saat ini.

7. Trafficking/penjualan Bayi

Beberapa buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat di luar
negeri dan kemudian mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi
ilegal. Dalam kasus yang lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh PRT
kepercayaannya yang melarikan bayi ibu tersebut dan kemudian menjual bayi tersebut
ke pasar gelap.

CIRI-CIRI TRAFIKING

1. Adanya Rekruitmen, bujuk rayu, ganti rugi, penipuan, nikah palsu shadow married,
pemalsuan identitas.
2. Adanya gerak pindah
3. Adanya serah terima
4. Jeratan lilitan hutang
5. Pengekangan kebebasan/penyekapan
6. Penindasan
7. Intimidasi ancaman kekerasan
8. Pemerasan fisik seks

CARA UNTUK MENGHAPUSKAN HUMAN TRAFFICKING


a. Hukuman, sebaiknya peraturan pemerintah baik berupa undang-undang, Perpres
ataupun perda memberikan sanksi yang berat dan tegas kepada para pelaku Human
Traficking terutama para sindikat/bos/pelaku utama. Dalam pelaksanaannya hukuman
yang diberikan tidak boleh tebang pilih dan memberikan efek jera kepada para
pelaku. Aturan yang sudah ada harus benar-benar dilaksanakan jangan hanya
dijadikan aturan tanpa ada realisasinya.
b. Kerjasama Penindakan Hukum, perdagangan orang menjadi ancaman bagi keamanan
dalam negeri karena telah menjadi sumber penghasilan yang sangat besar bagi
sindikat kejahatan internasional. Sebagai bagian dari transnational organized crime,
perdagangan orang tidak dapat diperangi secara partial atau secara sendiri-sendiri
oleh masing-masing negara. Negara- negara yang anti perbudakan dan berniat
melindungi kehidupan warganegaranya harus bersatu padu bekerjasama memerangi
perdagangan orang. Kerjasama antar Pemerintah (G-to-G) antar LSM, organisasi
masyarakat dan perseorangan dalam dan luar negeri harus dibina dan dikembangkan
sehingga terbentuk kekuatan yang mampu memberantas kejahatan teroganisir
tersebut. Oleh karena itu perlu adanya kerjasama semua pihak baik di dalam negeri
maupun luar negeri untuk menghapuskan Human Trafficking ini.
c. Pengawasan Lalu-lintas Lintas Batas, Negara Kesatuan Republik Indonesia
mempunyai wilayah yang luasnya 5.193.252 km2 terdiri dari sebagian besar lautan
dan hanya 36,6 % berupa daratan. Daratan yang ada merupakan rangkaian dari
17.000 pulau-pulau seluas total 1.904.443 km2 sehingga batas-batas antar wilayah
kabupaten/kota dan propinsi di dalam negeri, maupun dengan negara tetangga
menjadi sangat “porous”, mudah ditembus dengan berbagai cara. Perbatasan antara
propinsi-propinsi di Pulau Sumatera dengan Singapura dan dengan Semenanjung
Malaysia yang melalui laut, sangat mudah ditembus. Demikian pula perbatasan antara
propinsi di Kalimantan dengan Malaysia Timur (Serawak dan Sabah) sangat mudah
dilewati melalui “jalan-jalan tikus” dari Kalimantan Barat menuju Kuching, Serawak
atau dari Kalimantan Timur menuju Tawau, Sabah. Demikian pula yang terjadi di
perbatasan antara Papua dengan Papua New Guinea. Oleh karena itu perlu ditingkat
pengawasan lalu lintas lintas batas antar negara.
d. Perlindungan Korban, perlindungan korban perdagangan orang meliputi kegiatan:
penampungan dalam tempat yang aman, pemulangan (ke daerah asalnya atau ke
dalam negeri) termasuk upaya pemberian bantuan hukum dan pendampingan,
rehabilitasi (pemulihan kesehatan fisik, psikis), reintegrasi (penyatuan kembali ke
keluarganya atau ke lingkungan masyarakatnya) dan upaya pemberdayaan (ekonomi,
pendidikan) agar korban tidak terjebak kembali dalam perdagangan orang.

PENGATURAN HUKUM NASIONAL TENTANG HUMAN TRAFFICKING


Ada beberapa Hukum yang terkait dengan human trafficking di Indonesia, di antaranya:
a. Undang–Undang Dasar RI 1945
b. Tap MPR XVII Tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
c. Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
d. Undang–Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
e. Konvensi Hak Anak
f. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang–Undang Hukum
Pidana (KUHP)
g. Undang–Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang (Human Trafficking)
h. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdangangan
Orang (Human Trafficking) Perempuan dan Anak

https://www.google.co.id/search?q=cara+pencegahan+human+trafficking&oq=carabhuman+t
rafficking+&aqs=chrome.2.69i57j0l5.26331j0j8&sourceid=chrome&ie=UTF-8#

http://www.tribunnews.com/regional/2011/07/05/ini-ciri-ciri-pedagangan-manusia-dan-data-
korban

Agus. Bastoni. 2007. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.


Jakarta: Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai