Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Crimean-Congo haemorrhagic fever (CCHF) adalah virus demam berdarah
yang disebabkan oleh Nairovirus. Meskipun termasuk zoonosis, kasus sporadis
dan wabah CCHF yang mengenai manusia juga terjadi. Wabah CCHF merupakan
ancaman bagi kesehatan masyarakat karena berpotensi epidemik, kasus dengan
angka kematian yang tinggi(10-40%), berpotensi menjadi wabah nosokomial,
dengan pengobatan dan pencegahan yang sulit (WHO, 2013).
Penyakit ini pertama kali ditemukan di Krimea pada tahun 1944-1947 ketika
adanya lebih dari 200 kasus akut yang hemoragik, dan demam yang mengenai
tentara, sehingga diberi nama Krimea demam berdarah. Pada tahun 1969 itu
diketahui bahwa patogen yang menyebabkan demam berdarah Krimeasama
seperti yang diidentifikasi pada tahun 1976 di Kongo, dan karena keterkaitan dari
dua nama tempat tersebut dijadikan sebagai nama penyakit dan virusnya (WHO,
2013).
Beberapa tahun setelah 1967, sebagian besar kasus dilaporkan dari negara
pecahan Uni Soviet (Krimea, Astrakhan, Rostov, Uzbekistan, Kazakhstan,
Tajikisan) dan Bulgaria. Pada tahun-tahun berikutnya, dilaporkan mewabah dari
beberapa negara Afrika seperti Republik Demokratik Kongo, Uganda, dan
Mauritania. Sejumlah besar kasus juga dilaporkan dari negara-negara Timur
Tengah seperti Irak, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi. Dalam dekade
sebelumnya, sebagian besar dilaporkan dari Pakistan, Iran, Bulgaria, Turki, dan
juga India (dari mewabahnya di Gujarat) (CABI, 2018).
Antara tahun 1953 hingga 2005, hampir 80 kasus infeksi CCHF ditemukan
pada petugas kesehatan. Pada Tahun di Pakistan 2000-2002, di temukan kasus
sebanyak 191, dengan kematian 59 orang dan CFR (Case-Fatality Rate) 26,2%,
Pada tahun 2003 hingga 2006 terjadi peningkatan kasus menjadi 328 dengan 42
kematian, dan CFR (12,8%). Tahun 2010, telah terjadi sebanyak 29 kasus, dan 3
2

orang meninggal dengan CFR 4,9%. Lalu, pada 2012 kasus meningkat menjadi 61
kasus, dengan kematian 17 orang, (CFR27,8%) (Ajab, 2018).
Pada tahun 2013, Iran, Rusia, Turki dan Uzbekistan mencatat lebih dari 50
kasus. Menurut WHO, 3 Miliar manusia di seluruh dunia berisiko untuk terinfeksi
CCHF. 10.000 hingga 15.000 manusia terinfeksi CCHF setiap tahunnya, dan
sekitar 500 kematian setiap tahunnya (WHO,2013).
Di India, infeksi virus CCHF belum pernah dilaporkan pada manusia di
India, tetapi penelitian seroprevalensi menunjukkan antibodi virus ini pada hewan
dan manusia. Pada tahun 1973, Shanmugam et, al., Dalam penelitian mereka,
menguji total 643 serum manusia diseluruh India, diantaranya sembilan sampel
dari Kerala dan Pondicherry didapati positif untuk antibodi virus anti-CCHF.
Dalam penelitian yang sama, 34 dari 655 sampel serum yang dikumpulkan dari
domba, kuda, kambing, dan hewan peliharaan dari seluruh India menunjukkan
adanya virus CCHF. Lalu, pada tahun 1977, Kaul et al., Melakukan survei
terhadap kutu ixodid untuk menentukan aktivitas virus CCHF di Jammu dan
Khasmir, India, tetapi virus CCHF tidak diisolasi disalah satu dari 138 kelompok
yang terdiri dari delapan spesies dan dari enam gen kutu (Ajab, 2018).
Di Indonesia khususnya Sumatera Utara belum adanya informasi yang
tersedia tentang kejadian CCHF.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui telaah Crimean-Congo Haemorrhagic Fever sebagai
Emerging Disease
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui defenisi dan etiologi Crimean-Congo
Haemorrhagic Fever
b. Untuk mengetahui epidemiologi Crimean-Congo Haemorrhagic
Fever
c. Untuk mengetahui emerging disease
3

1.3 Manfaat
a. Bagi Penulis
Sebagai penambahan wawasan dan pengetahuan tentang telaah Crimean-
Congo Haemorrhagic Fever sebagai Emerging Disease bagi penulis.
b. Bagi Pembaca
Sebagai penambahan wawasan sehingga dapat melakukan deteksi dini dan
pencegahan serta penanggulangan terhadap Crimean-Congo Haemorrhagic
Fever
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Crimean Congo Haemorrhagic Fever (CCHF) adalah penyakit demam
berdarah virus yang disebabkan oleh infeksi virus (nairovirus) dari keluarga
bunyaviridae yang di bawa oleh kutu. Virus CCHF menyebabkan wabah demam
berdarah yang berat dengan case fatality rate 10-40% (WHO, 2013).
Meskipun termasuk zoonosis, kasus sporadis dan wabah CCHF yang
mengenai manusia juga terjadi. Wabah CCHF merupakan ancaman bagi
kesehatan masyarakat karena berpotensi epidemik, kasus dengan angka kematian
yang tinggi (10-40%), berpotensi menjadi wabah nosokomial, dengan pengobatan
dan pencegahan yang sulit (WHO, 2013).
Penyakit ini pertama kali diketahui di Crimea pada tahun 1944 dan diberi
namacrimean haemorrhagic fever. Kemudian pada tahun 1969 diketahui menjadi
penyebab penyakit di Congo, keterkaitan dari dua nama tempat menyebabkan
nama penyakit ini seperti sekarang (CDC, 2014).

2.2 Etiologi
CCHFV adalah anggota genus Nairovirus dari keluarga Bunyaviridae,
keluarga ini terdiri dari virus yang ditularkan melalui kutu. Dari 5 genera yang
terdiri dari keluarga Bunyaviridae, 3 genera mengandung virus yang
menyebabkan demam berdarah: Phlebovirus, Nairovirus dan Hantavirus
(Shayan. Et.al, 2015).

2.3 Epidemiologi
Rentang geografis virus CCHF adalah yang paling luas di antara virus yang
ditularkan melalui kutu yang memengaruhi kesehatan manusia, dan yang paling
luas kedua dari semua arbovirus yang penting secara medis, setelah virus dengue.
Sejak ditemukan pada tahun 1967, hampir 140 wabah yang melibatkan lebih dari
5.000 kasus telah dilaporkan di seluruh dunia. Sebanyak 52 negara telah diakui
5

sebagai daerah endemik atau berpotensi endemik, melaporkan sejumlah besar


kasus setiap tahun (Appannanavar, S, B. & Mishra, B., 2011).

Gambar 2.1 Peta distribusi Crimean-Congo Haemorrhagic Fever


6

Pada tahun-tahun awal setelah virus pertama kali ditemukan pada tahun
1967, sebagian besar kasus dilaporkan dari daerah bekas Uni Soviet (Crimea,
Astrakhan, Rostov, Uzbekistan, Kazakhstan, Tajikistan) dan Bulgaria.Pada tahun-
tahun berikutnya, wabah dilaporkan dari beberapa bagian Afrika seperti Republik
Demokratik Kongo, Uganda dan Mauritania. Sejumlah besar kasus juga
dilaporkan dari negara-negara Timur Tengah seperti Irak, Uni Emirate Arab dan
Arab Saudi. Pada dekade sebelumnya, sebagian besar kasus telah dilaporkan dari
Pakistan, Iran, Bulgaria, Turki dan India. CCHFV telah muncul kembali di
Federasi Rusia setelah 30 tahun, Afrika Selatan, Afrika Timur, Afrika Barat dan
Mauritania pada tahun 2004 dan Sudan pada tahun 2008. Sebagian besar wabah
ini terjadi di komunitas yang tercatat memiliki kontak dengan hewan ternak yang
terinfestasi kutu. Namun, dalam beberapa wabah, diketahui bahwa penularan
nosokomial di mana kontak dengan darah dan cairan tubuh lain dari pasien telah
menjadi mode utama penularan.Antara tahun 1953 dan 2005, hampir 80 kasus
infeksi CCHF telah dijumpai di antara petugas kesehatan (Appannanavar, S, B. &
Mishra, B., 2011).

2.4 Mode of Transmission

Gambar 2.2 Mode of Transmission Crimean-Congo Haemorrhagic Virus


7

Kutu ixodid, terutama dari genus hyalomma, merupakan reservoir dan


vektor untuk virus CCHF. Banyak hewan liar dan domestik seperti kambing, sapi,
domba dan kelinci berperan sebagai inang yang memperkuat virus (CDC, 2014).

Gambar 2.3 Kutu ixodid

Virus CCHF ditularkan kepada manusia baik melalui gigitan kutu ataupun
melalui kontak langsung dengan darah atau jaringan hewan yang terinfeksi oleh
virus. Sebagian besar kasus terjadi pada orang yang terlibat dalam industri
peternakan, pertanian, pekerja rumah jagal dan dokter hewan (WHO, 2013).
Penularan dari manusia ke manusia dapat terjadi akibat kontak langsung
dengan darah, sekret, organ atau cairan tubuh dari orang yang terinfeksi. Infeksi
yang di dapat di rumah sakit juga dapat terjadi karena sterilisasi alat-alat medis
yang tidak tepat, penggunaan kembali jarum suntik dan kontaminasi pasokan
medis (CDC, 2014).

2.5 Masa Inkubasi


Lama masa inkubasi virus tergantung pada mode akuisi virus. Setelah
infeksi melalui gigitan kutu, masa inkubasi biasanya 1 sampai 3 hari maksimum 9
hari. Masa inkubasi setelah kontak dengan darah atau jaringan yang terinfeksi
biasanya 5 sampai 6 hari maksimum 13 hari (Shayan. Et.al, 2015).
8

2.6 Gejala Klinis


1. Demam
2. Mialgia (nyeri otot),
3. Pusing
4. Sakit leher dan kekakuan
5. Sakit punggung,
6. Sakit kepala
7. Sakit mata dan fotofobia (sensitivitas terhadap cahaya)
8. Mual
9. Muntah
10. Diare
11. Sakit perut
12. Nyeri perut dapat melokalisasi ke kuadran kanan atas, dengan
hepatomegali yang terdeteksi
13. Sakit tenggorokan
14. Perubahan suasana hati yang tajam
15. Kebingungan
16. Jaundice
17. Rasa kantuk
18. Depresi, dan lassitude
19. Takikardia (denyut jantung cepat)
20. Limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening)
21. Ruam petekie (ruam yang disebabkan oleh perdarahan ke kulit) pada
permukaan mukosa internal, seperti di mulut dan tenggorokan serta di
kulit. Petekie dapat menyebabkan ruam yang lebih besar yang disebut
ekimosis, dan fenomena perdarahan lainnya (Papa, A. et.al, 2017).

2.7 Diagnosis
CCHF dapat didiagnosis dengan mengisolasi virus dari darah, plasma atau
jaringan.Tanda dan gejala CCHF harus dibedakan dari demam hemoragik lainnya.
Pendekatan yang paling umum untuk mendiagnosis infeksi CCHFV adalah
9

dengan mendeteksi RNA genomik, antibodi spesifik-virus dan isolasi virus


(Shayan. Et.al, 2015).
2.7.1 Isolasi Virus
Cara diagnosis yang paling pasti adalah menemukan virus atau genom
virus. Isolasi dengankultur sel lebih sederhana dan cepat dibandingkan dengan
metode tradisional inokulasi intraserebral pada sampel tikus yang baru lahir.
Isolasi virus dilakukan dengan menggunakan garis sel seperti LLC-MK2, Vero,
BHK-21 dan SW-13.4 dan dapat dicapai dalam 2-5 hari. Virus CCHF umumnya
tidak menghasilkan atau sedikit efek sitopatik dan dapat diidentifikasi dengan uji
imunofluoresensi dengan antibodi monoklonal spesifik. Namun, isolasi virus
hanya bermanfaat pada fase awal infeksi ketika viral load tinggi tetapi menderita
sensitivitas yang buruk. Selain itu, isolasi virus hanya dapat dilakukan jika
fasilitas penahanan biosafety level 4 tersedia, karena CCHFV sangat patogen bagi
manusia (Appannanavar, S, B. & Mishra, B., 2011).
2.7.2 Metode Molekular
Uji diagnostik molekuler yang direkomendasikan untuk mendeteksi
CCHFV adalah Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Teknik ini sensitif, spesifik dan cepat. Genom CCHFV dapat dideteksi dengan
RT-PCR dari serum, darah dan otopsi jaringan. RT-PCR juga dapat digunakan
untuk mendeteksi viral load dalam spesimen yang disimpan, RNA virus terdeteksi
hingga hari ke 16 penyakit (Shayan. Et.al, 2015).
Dalam beberapa tahun terakhir, pendekatanreal-time RT-PCR telah
dikembangkan untuk deteksi dan kuantifikasi CCHFV.real-time RT-PCR
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan PCR konvensional sehubungan
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dan kontaminasi yang lebih
rendah dan waktu yang diperlukan untuk deteksi lebih singkat (Shayan. Et.al,
2015)..
2.7.3 Serologi
Tes serologis bermanfaat pada minggu kedua penyakit. Tes serologis yang
sebelumnya digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap virus,
seperticomplement fixation, hemagglutination inhibition dan reverse passive
10

hemagglutination inhibition, tidak memiliki sensitivitas dan reproduktifitas, tetapi


Immunofluoresensi tidak langsung (IF) dapat mendeteksi tanggapan antibodi IgG
dan IgM pada hari ke 7-9 dari penyakit pada semua korban infeksi
(Appannanavar, S, B. & Mishra, B., 2011).
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk mendeteksi IgM dan
IgG spesifik telah banyak menggantikan tes serodiagnostik konvensional ini. IgM
spesifik bertahan hingga 4 bulan pasca infeksi, sementara IgG tetap dapat
dideteksi setidaknya selama 5 tahun. Infeksi baru atau saat ini dikonfirmasi
dengan menunjukkan IgM, menggunakan IgM Antibody Capture (MAC) -ELISA
dalam sampel tunggal, atau peningkatan titer antibodi empat kali lipat atau lebih
besar dalam sampel serum berpasangan (Appannanavar, S, B. & Mishra, B.,
2011).
Metode serologis telah dikembangkan untuk mendiagnosis CCHF
menggunakan virus atau ekstrak yang tidak aktif dari otak tikus yang terinfeksi.
Antigen N dari CCHFV diakui sebagai antigen dominan yang menginduksi respon
imun yang tinggi pada sebagian besar infeksi bunyavirus. Sebagai hasilnya,
rekombinan N dari CCHFV telah diproduksi melalui sistem ekspresi virus semliki
forest dan baculovirus dan telah digunakan untuk mendeteksi IgM dan IgG dalam
serum manusia dan hewan. IgG dan IgM dapat dideteksi dalam serum oleh IFA
dari sekitar hari ke 6 penyakit, dan antibodi IgM tetap terdeteksi pada bulan ke-4.
Selain itu, level IgG menurun secara bertahap saat ini tetapi tetap dapat dideteksi
selama 5 tahun (Shayan. Et.al, 2015).

2.8 Differential Diagnosis


Sejumlah infeksi harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding, yaitu
a. Leptospirosis
b. Malaria falciparum
c. Demam berdarah dengue
d. Demam tifoid
e. Wabah septikemia
f. Infeksi rickettsial
11

g. Meningococcemia
h. Virus hepatitis
i. Demam berdarah lainnya

2.9 Sensitivitas Kutu


Penolak serangga yang mengandung DEET (N, N-diethyl-m-toluamide)
yang paling banyak terkandung dalam formulasi bahan anti nyamuk komersial
seperti losion, gel, krim, aerosol, dan tisuadalah yang paling efektif dalam
menangkal kutu ixodid (Arhamsyah, 2012 & CDC, 2014).

2.10 Tatalaksana dan Pencegahan


2.10.1 Tatalaksana
Pengobatan utama untuk CCHF adalah terapi suportif. Perawatan harus
mencakup perhatian yang cermat terhadap keseimbangan cairan dan koreksi
kelainan elektrolit, oksigenasi dan dukungan hemodinamik dan pengobatan
infeksi sekunder yang tepat. Virus ini sensitif secara in vitro terhadap obat
antivirus ribavirin dan telah dilaporkan memiliki beberapa manfaat serta telah
digunakan dalam pengobatan pasien CCHF. Dosis yang disarankan adalah dosis
awal 30 mg / kg diikuti oleh 15 mg / kg selama empat hari dan kemudian 7,5 mg /
kg selama enam hari dengan total 10 hari (CDC, 2014 & Appannanavar, S, B. &
Mishra, B., 2011).
2.10.2 Profilaksis
Dalam kasus terjadinya kontak langsung dengan darah atau sekresi dari
kasus CCHF yang diduga atau sudah di konfirmasi, seperti tertusuk jarum suntik
atau kontak dengan membrane mukosa seperti mata atau mulut, prosedur yang
direkomendasikan adalah melakukan pemeriksaan darah dan memulai pengobatan
dengan ribavirin oral. Kontak langsung atau tidak langsung dari kasus harus
dipantau selama 14 hari sejak tanggal kontak terakhir dengan pasien atau sumber
infeksi lainnya dengan mencatat suhu dua kali sehari. Jika pasien mengalami suhu
38,5°C atau lebih tinggi, sakit kepala dan nyeri otot, ia harus dianggap sebagai
12

suspek CCHF, dirawat di rumah sakit dan mulai menjalani pengobatan ribavirin
(Appannanavar, S, B. & Mishra, B., 2011).
2.10.3 Pencegahan
Pekerja pertanian dan orang yang bekerja berkaitan dengan hewan harus
menggunakan anti serangga pada kulit dan saat menggunakan pakaian yang
terbuka. Disarankan untuk memakai sarung tangan dan pakaian pelindung
lainnya. Individu juga harus menghindari kontak dengan darah dan cairan tubuh
ternak atau manusia yang menunjukkan gejala infeksi. Penting bagi petugas
kesehatan untuk melakukan tindakan pencegahan pengendalian infeksi yang tepat
untuk mencegah pajanan di tempat kerja (CDC, 2014).
Vaksin turunan otak tikus yang dilemahkan terhadap CCHF telah
dikembangkan dan digunakan dalam skala kecil di Eropa Timur. Namun, saat ini
tidak ada vaksin yang aman dan efektif untuk digunakan manusia. Penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk mengembangkan vaksin potensial ini serta menentukan
kemanjuran dari berbagai pilihan pengobatan termasuk ribavirin dan obat
antivirus lainnya (CDC, 2014 & WHO, 2013).

2.11 Prognosis
Tingkat kematian akibat CCHF adalah sekitar 30% dengan kematian
terjadi paling sering pada saat minggu ke 2. Pada pasien umumnya mengalami
perbaikan pada hari ke 9 atau ke 10 setelah timbulnya gejala (WHO,2013).
13

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Emerging Disease


Emerging Disease adalah penyakit baru, masalah baru dan ancaman baru.
Emerging disease termasuk wabah penyakit menular yang tidak diketahui
sebelumnya atau penyakit menular baru yang insidensinya meningkat secara
signifikan dalam dua dekade terakhir.
Emerging Disease adalah suatu penyakit yang kejadian dan
penyebarannya meningkat cepat. Termasuk di dalamnya tipe-tipe infeksi baru
yang merupakan akibat dari perubahan organisme, penyebarannya infeksi yang
lama ke daerah atau atau populasi yang baru.
WHO telah merekomendasikan kepada setiap negara dengan sebuah
sistem peringatan dini (Early Warning System) untuk wabah penyakit menular.
Dan sistem Surveilens untuk emerging dan re-emerging disease, khususnya untuk
wabah pandemik.
WHO menyebutkan 8 emerging disease yang akan mewabah dalam waktu
dekat yaitu Crimean-Congo Haemorrhagic Fever, Ebola, Marburg, Lassa fever,
MERS, SARS , Nipah, dan Rift Valley Fever. Penyakit ini tidak termasuk penyakit
yang sudah memiliki program R&D dan pendanaan, termasuk HIV/AIDS, TBC,
dan malaria.

3.2 Telaah Crimean Congo Haemorrhagic Fever Terkait Emerging Disease


Crimean-Congo Hemorrhagic Fever (CCHF) merupakan penyakit
zoonosis eksotik. penyakit eksotik adalah penyakit yang belum pernah terjadi atau
muncul di suatu Negara atau wilayah baik secara klinis, epidemiologis maupun
laboratoris, sedangkan zoonosis merupakan penyakit hewan yang dapat menular
ke manusia, menimbulkan gangguan kesehatan, bahkan menyebabkan kematian.
Penyakit ini menjadi permasalahan bagi kesehatan masyarakat karena berpotensi
mengakibatkan wabah nosokomial dan dapat digunakan sebagai agen
bioterorisme.
14

Menurut WHO dari 2008, kutu Hyalomma terjadi di selatan garis lintang
di seluruh benua Eurasia dan Afrika dan hanya menyisakan pulau Sri Lanka,
Indonesia dan Jepang. Virologis CCHF terbesar di Asia, Eropa Timur, Timur
Tengah (kecuali Israel, Lebanon, Yordania), Afrika Tengah, Afrika Barat, Afrika
Selatan dan Madagaskar.
CCHF adalah penyakit menular yang disebarkan oleh gigitan kutu atau
kontak dengan hewan ternak yang membawa virus penyakit dan dapat juga
ditularkan dari manusia ke manusia lewat cairan tubuh, orang-orang yang dapat
mudah terpapar penyakit ini adalah peternak dan yang bekerja di tempat
penyembelihan. Timbulnya gejala dari penyakit ini 2 minggu setelah terpapar oleh
virus nairovirus.
Gejala yang timbul berupa demam, nyeri otot, sakit kepala, muntah, diare
dan perdarahan di kulit. Gejala yang di timbulkan serupa dengan gejala pada
demam berdarah maka dari itu CCHF sulit di bedakan dengan demam berdarah
dan dapat menyebabkan kekeliruan dalam mendiagnosa. Gejala mulai pulih
setelah 9-10 hari dari gejala awal muncul dan 30% orang yang terinfeksi
meninggal pada akhir minggu ke dua. Tidak ada vaksinasi untuk manusia dan
hewan terhadap CCHF, pengobatan ribavirin dan perawatan suportif dapat di
lakukan.

3.3 Potensial Crimean Congo Haemorrhagic Fever KeIndonesia


1. Haji Dan umroh
Dari penyebaran wilayah yang memiliki potensial terjadinya CCHF salah
satunya adalahnegara-negara Timur Tengah yaitu Arab Saudi. Dimana kita
sebagai negara yang setiap tahunnya banyak memberangkatkan jamaah
haji dan umroh pergi ke negara tersebut. Potensial jemaah haji dan umroh
yang terinfeksi melalui kontak langsung dengan jemaah haji atau umroh
asal negara-negara yang endemis CCHF. Selain itu, penularan secara
nasokomial yang saat ini dianggap sebagai mode of transmission yang
utama juga sangat mungkin terjadi karena banyaknya jamaah haji atau
umroh asal Indonesia yang di rawat di Rumah Sakit Arab Saudi, yang
15

mungkin akan ada kontak langsung dengan pasien CCHF ataupun kontak
dengan alat medis yang terkontaminasi virus CCHF. Selain itu, hewan
qurban pada musim haji yang berasal dari negara di Afrika yang
merupakan daerah endemis CCHF bisa menjadi salah satu mode of
transmission.Sehingga negara kita memiliki potensial terkenanya penyakit
ini.
2. Arus transportasi yang cepat
Mudahnya akses transportasi antar negara membuat risiko penyebaran
penyakit yang sebelumnya tidak ada menjadi ada dan mewabah.
3. TKI yang bekerja di luar negeri
Dari negara-negara yangendemis CCHF terdapat negara yang memiliki
warga negara Indonesia yang bekerja di negara tersebut, seperti negara di
Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Afrika. Hal ini juga dapat berpotensi
menularkan kepada TKI tersebut dan dapat juga membawa virus ketika
pulang ke Indonesia.
4. Turis/Pariwisata
Banyak warga negara Indonesia pergi hanya untuk berpariwisata dengan
status traveler ke daerah yang endemis seperti Turki, Pakistan, Indiadan
juga Rusia dan tidak menutup kemungkinan untuk dapat tertular dengan
cara kontak langsung dengan penderita yang terinfestasi kutu ataupun
yang menderita CCHF. Ada juga kemungkinan traveller yang sakit dan
beerobat kerumah sakit sehingga terinfeksi secara nasokomial.
16

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Crimean-Congo Hemorrhagic Fever (CCHF) merupakan penyakit
penyakit menular yang disebarkan oleh virus yang di dapat karena kontak
dengan hewan ternak yang membawa penyakit ini dan dapat juga
ditularkan dari manusia ke manusia lewat cairan tubuh atau penyakit
zoonosis eksotik
2. Crimean congo hemorrhagic fever (CCHF) adalah penyakit demam
berdarah yang disebabkan oleh infeksi virus genus Nairovirus dari Family
Bunyaviridaeyang ditularkan oleh kutu.
3. Virus ini pertama kali di kemukakan pada tahun 1967 disebagian besar
negara seperti Uni soviet, dan Bulgaria. Kemudian pada tahun berikutnya
wabah ini juga dilaporkan oleh sebagian negara besar lainnya seperti,
Afrika, Kongo, Urganda, dan Mauritania. Setelah 30 tahun kasus ini reda,
pada tahun 2004 Afrika Selatan, Timur, Barat, dan Mauritania wabah ini
kembali dilaporkan.
4. Emerging Disease adalah suatu penyakit yang kejadian dan
penyebarannya meningkat cepat. Termasuk di dalamnya tipe-tipe infeksi
baru yang merupakan akibat dari perubahan organisme, penyebarannya
infeksi yang lama ke daerah atau atau populasi yang baru.

4.2 Saran
4.2.1 Untuk KKP
1. Agar KKP melakukan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar
pelabuhan dan bandar udara untuk menjaga lingkungan di sekitar
pelabuhan dan bandar udara agar tetap bersih.
2. Agar KKP melakukan surveilens penyakit menular dan deteksi dini
penyakit yang disebabkan oleh virus CCHF serta melakukan
pengamatan terhadap penumpang dan barang yang berasal dari negara
terjangkit.
17

4.2.2 Untuk Lintas Sektor


1. Dinas kesehatan : meningkatkan upaya promotif dan preventif
terhadap penyakit CCHF, serta dapat menjadi perhatian bagi pihak-
pihak yang terkait dalam bidang kesehatan seperti WHO salah satunya
untuk turut membantu negara-negara itu dalam memastikan mereka
memiliki alat, pengetahuan dan keterampilan guna menjaga
negaranyadari virus CCHF maupun terhadap ancaman virus lainnya di
masa yang akan datang.
2. Melakukan koordinasi dengan lintas sektor terkait seperti KKP Kelas
1 Medan, Dinas Kesehatan Kabupaten Kota, Dinas Pariwisata dan
Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia.
4.2.3 Untuk Masyarakat
1. Mengurangi resiko penularan dari binatang ke manusia melalui kontak
langsung dengan jaringan aau darah dari hewan liar, dan juga hewan
domestik seperti kambing, sapi, domba dan kelinci yang terinfeksi
serta tidak mengkonsumsi daging binatang tersebut.
2. Memakai sarung tangan jika berkontak langsung dengan binatang dan
memasak dengan benar daging binatang sebelum dikonsumsi.
3. Menghindari kontak langsung dengan penderita CCHF.
4. Menghindari berpergian kedaerah yang terkena wabah CCHF.
4.2.4 Untuk Pelaku Perjalanan Internasional
1. Melakukan konsultasi kesehatan kepada pihak terkait sebelum
melakukan perjalanan internasional/negara terjangkit CCHF.
2. Melakukan pola hidup bersih dan sehat dan segera berobat ke dokter
jika sakit.
18

DAFTAR PUSTAKA

Appannanavar, S, B. & Mishra, B. An Update on Crimean Congo Haemorrhagic


Fever. Journal of Global Infectious Disease. 2011:3(3);285-292. Diakses
pada:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3162818/pada tanggal
10 Januari 2019
Arhamsyah. 2012. The Use of Gemor Stem Skin Oil as Natural Alternative Mat
Repellent. Dalam jurnal Riset Industri Hasil Hutan 4(1): 29-35
Centre for Agriculture and Bioscience International. 2018. Crimean-Congo
Haemorrhagic Fever. Diakses pada:https://www.cabi.org/isc/datasheet
/87383 pada tanggal 10 Januari 2019
Centers for Disease Control and Prevention. (2014). Crimean-Congo
Haemorrhagic Fever (CCHF). Diakses pada: https://www.cdc.
gov/vhf/crimean-congo/index.html pada tanggal 10 Januari 2019
Khan, Ajab. 2018. Crimean-Congo Haemorrhagic Fever (CCHF) Review. Dalam
jurnal Advance in Zoology and Botani 6(3): 88-94.
Luxon, Emma. 2016. Top 8 Emerging Disease Likely To Cause Major Epidemic.
Diakses pada:https://www.weforum.org/agenda/2016/04/top-8-emerging-
diseases-likely-to-cause-major-epidemics/ pada tanggal 10 Januari 2019
Papa, A. et.al. (2017). Crimean-Congo Haemorrhagic Fever: Tick-Host-Virus-
Interactions. Frontier in Celluler and Infection Microbiology. Diakses
pada:https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fcimb.2017.00213/fullpada
tanggal 10 Januari 2019
Shayan, et.al. Crimean-Congo Haemorrhagic Fever. Laboratory Medicine.
2015:46(3); 180-189. Diakses pada: https://academic.oup.com/labmed
/article/46/3/180/2657762 pada tanggal 10 Januari 2019
World Health Organization. 2013. Crimean-Congo Haemorrhagic Fever.Diakses
pada:https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/crimean-congo-
haemorrhagic-feverpada tanggal 10 Januari 2019
19

World Health Organization. 2013. Emergencies Crimean-Congo Haemorrhagic


Fever (CCHF). Diakses pada: https://www.who.int/emergencies/
diseases/crimean-congo-haemorrhagic-fever/ pada tanggal 10 Januari 2019

Anda mungkin juga menyukai