Anda di halaman 1dari 17

TRANSFUSI DARAH PASKA BEDAH

Oleh:

Muhammad Faisal Putro Utomo

dr. Cynthia Dewi Sinardja Sp.An, MARS

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA /
RSUP SANGLAH
2017
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3
2.1 Definisi ..................................................................................................3
2.2 Jenis Transfusi dan Penggunaan ...........................................................3
2.2.1 Whole blood ................................................................................3
2.2.2 Packed red cell ............................................................................3
2.2.3 Konsentrat trombosit ...................................................................4
2.2.4 Granulosit ................................................................................... 4
2.2.5 Fresh frozen plasma ...................................................................5
2.3 Indikasi khusus transfusi darah .............................................................5
2.3.1 Transfusi gawat darurat ..............................................................5
2.3.2 Transfusi darah masif .................................................................6
2.4 Pemberian transfusi darah pasca bedah................................................ 6
2.5 Komplikasi paska transfusi ...................................................................8
2.5.1 Komplikasi non-infeksius ...........................................................8
2.5.1.1 Reaksi transfusi akut ............................................................8
2.5.1.2 Komplikasi lanjut ...............................................................10
2.5.2 Komplikasi infeksius ................................................................11
BAB III SIMPULAN ...........................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................14

ii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi perdarah akut menurut American College of Surgeon .........7

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Transfusi darah merupakan salah satu tindakan yang dapat menyelamatkan


jiwa setelah terjadi perdarahan masif akibat terjadi trauma yang disebabkan oleh
pembedahan maupun non-pembedahan seperti penyakit kronis contohnya anemia.
Selama 1 abad transfusi telah dimanfaatkan dalam dunia medis modern.
Berdasarkan sejarahnya, transfusi pada manusia pertama dilakukan di Perancis
pada tahun 1667. Pada waktu itu pengetahuan akan transfusi masih sangat minim
sampai pada abad ke-17 transfusi mulai dikembangkan dengan pengetahuan
berdasarkan anatomi dan fisiologi tubuh manusia. Saat itu, transfusi dilakukan
dengan menggunakan darah hewan sebagai donor dan menimbulkan komplikasi
yang parah dan angka mortalitas yang tinggi. Transfusi darah mulai ditinggalkan
dan dilarang di beberapa negara sampai pada tahun 1816, John Leacock dan James
Blundell berhasil melakukan transfusi pada spesies yang sama.1,2

Darah merupakan komponen penting dalam sistem sirkulasi untuk


penunjang kehidupan. Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu
plasma darah dan sel darah. Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua
belas berat badan. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedangkan 45% sisanya terdiri
dari sel darah. Fungsi utama darah diantaranya sebagai transportasi, imunitas,
hemostasis, dan fungsi koagulan. Darah mendistribusikan nutrien dan oksigen ke
seluruh tubuh, termasuk organ vital seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal, dan hati.
Jika terjadi kekurangan volume darah (hipovolemik) dalam tubuh yang disebabkan
oleh beberapa hal seperti trauma, penyakit kronis, dan operasi, maka kebutuhan
nutrien dan oksigen dari organ-organ tersebut tidak dapat terpenuhi dan
mengakibatkan kerusakan yang ireversibel. Untuk mencegah hal tersebut,
diperlukan pasokan darah dari luar tubuh. Proses pemindahan darah dari seseorang
yang sehat (pendonor) ke orang sakit/membutuhkan (resipien) disebut transfusi
darah.1

Hal yang paling utama dari semua pembedahan dan anestesi bertujuan untuk
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien. Kehilangan darah dan kondisi
hipovolemik merupakan salah satu risiko yang dihadapi.2 Transfusi darah bertujuan

1
2

untuk meningkatkan kapastitas angkut oksigen ke jaringan dan mengembalikan


volume darah ke dalam batas normal. Ketersediaan darah sangat berperan dalam
berlangsungnya tindakan pembedahan mayor seperti operasi jantung, pembuluh
darah, dan onkologi.3

Sebagai dokter penting dilakukan penilaian derajat hemodilusi pada pasien


yang dapat diprediksi pada pasien yang mengalami kehilangan darah selama
operasi berlangsung. Pertimbangan untuk pemberian transfusi harus dibuat setelah
pemeriksaan secara menyeluruh terhadap kondisi umum seperti penyakit jantung,
tanda-tanda oksigenasi yang tidak adekuat ke jaringan, dan kehilangan darah yang
terus-menerus.2 Selain mempertimbangkan keuntungan transfusi darah perlu
dipertimbangkan transfusi memiliki risiko komplikasi infeksius maupun non-
infeksius.3

Berdasarkan uraian diatas, pembahasan mengenai transfusi darah pasca


bedah diperlukan untuk mendapatkan informasi yang detail bagi tenaga kesehatan
khususnya dalam bidang pelayanan intensif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Definisi transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau komponen
darah yang bisa berasal dari berbagai sumber ke dalam makhluk hidup.3Transfusi
darah umumnya berhubungan dengan kehilangan darah dalam jumlah besar yang
disebabkan oleh trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel
darah merah.3 Dalam transfusi, orang yang memberikan darahnya disebut sebagai
donor, sedangkan yang menerima darah disebut resipien.3

2.2 Jenis Transfusi dan Penggunaan


Darah tersusun dari berbagai komponen yang dapat ditransfusikan secara
terpisah sesuai dengan kebutuhan. Berikut adalah beberapa jenis dari komponen
darah yang dapat ditransfusikan:

2.2.1 Whole blood


Whole blood mengandung komponen eritrosit, leukosit, trombosit,
dan plasma. Satu unit whole blood terdiri dari 250 mL darah dan 37 mL
antikoagulan dengan kadar hematokrit 40%, dapat meningkatkan kadar
hemoglobin sebanyak 1g/dL dan hematokrit sebanyak 3-4%.3 Pada orang
dewasa, diberikan bila kehilangan darah lebih dari 15-20% volume darah,
sedangkan pada bayi lebih dari 10% volume darah. Kontra indikasi Whole
blood yaitu pada pasien anemia kronis normovolemik atau pada pasien yang
hanya membutuhkan sel darah merah saja.2

2.2.2 Packed red cell


Packed red blood cell (PRC) mengandung kadar hemoglobin yang
sama dengan whole blood, dengan volume 250-300 mL dan kadar
hematokrit 70%.5 Umumnya, unit PRC difiltrasi untuk mengurangi kadar
leukosit sehingga dapat mencegah terjadinya febrile nonhemolytic
transfusion reactions (FNHTRs).4 Dalam periode perioperatif dan paska
bedah, transfusi RBC diperlukan untuk menggantikan darah yang hilang
selama pembedahan berlangsung, mempertahankan kadar Hb, dan

3
4

meningkatkan kapasitas angkut oksigen ke jaringan.5 Untuk menentukan


jumlah darah yang dibutuhkan agar Hb darah pasien meningkat dapat
digunakan rumus:

Volume darah pasien x Kenaikan Hb yang diinginkan


Volume PRC =
Kadar Hb PRC

Kadar Hb yang dimiliki PRC adalah 24%.7 Selama ditransfusikan,


PRC dihangatkan pada suhu 37°C untuk mencegah hipotermia.6 Pemberian
PRC dapat difasilitasi dengan larutan kristaloid 50-100 mL normal saline. 5

2.2.3 Konsentrat Trombosit


Konsentrat trombosit dapat didapatkan dari konsentrasi penuh 4
kantong darah lengkap maupun dari teknik apheresis trombosit dari satu
pendonor saja. Satu unit trombosit yang diperoleh mengandung 50 – 70 mL
plasma, disimpan dalam suhu 20-24°C selama 5 hari.8
Transfusi trombosit diberikan pada pasien dengan trombositopenia
atau trombosit disfungsional bila terjadi perdarahan. Profilaksis transfusi
trombosit juga ditunjukkan pada pasien dengan jumlah trombosit di bawah
10.000 - 20.000 × 109 / L karena peningkatan risiko perdarahan spontan.
Jumlah trombosit kurang dari 50.000 × 109 / L dikaitkan dengan
peningkatan kehilangan darah selama operasi. Pemberian satu unit
trombosit diharapkan meningkatkan jumlah trombosit sebesar 5000 -
10.000 × 109 / L, dan dengan pemberian unit aperesis platelet, sebesar
30.000 - 60.000 × 109 / L. Trombosit transfusi biasanya bertahan hanya 1-7
hari setelah transfusi.5

2.2.4 Granulosit
Transfusi granulosit dapat ditunjukkan pada pasien neutropenik
dengan infeksi bakteri yang tidak merespons antibiotik. Transfusi granulosit
memiliki masa hidup yang pendek pada sirkulasi resipien. Ketersediaan
faktor penggabungan koloni granulocyte (G-CSF) dan faktor timulasi
koloni granulosit-makrofag (GM-CSF) telah sangat mengurangi
penggunaan transfusi granulosit.7
5

2.2.5 Transfusi Plasma Segar Beku (Fresh Frozen Plasma)


Fresh frozen plasma (FFP) merupakan plasma yang langsung
dibekukan pada suhu kurang atau sama dengan -25°C untuk memelihara
faktor pembekuan yang dikandungnya setelah diperoleh dari donor dan
dapat disimpan hingga 5 hari. FFP merupakan produk plasma yang paling
sering digunakan, mengandung protein plasma dan seluruh faktor
pembekuan.7
FFP diberikan ketika pasien mengalami kekurangan faktor
pembekuan atau ketika suatu konsentrat faktor yang spesifik tidak tersedia.
Plasma segar beku tersedia dalam volume 200 -250 ml dan setiap unit berisi
satu unit faktor pembekuan. Fungsi plasma segar beku adalah untuk
meningkatkan faktor-faktor pembekuan pada pasien-pasien yang
mengalami kekurangan faktor II, V, VII, IX atau XI pada penyakit hati atau
disseminated intravascular coagulation.7
Dosis pemberian FFP yang direkomendasikan adalah 10-15 mL/kg
berat badan dengan tujuan mencapai 30% konsentrasi faktor pembekuan
normal. FFP dihangatkan pada suhu 37°C sebelum ditransfusikan.11 FFP
dapat diberikan sebagai profilaksis bila faal hemostasis PT 1,5 kali lebih
besar dari nilai rujukan tertinggi dan PTT 1,5 lebih besar dari nilai rujukan
tertinggi.8

2.3 Indikasi Khusus Transfusi Darah

2.3.1 Transfusi Darah Gawat Darurat

Dalam situasi gawat darurat yang tidak memungkinan untuk


melakukan tes pada sampel darah transfusi, PRC golongan O resus negatif
dapat diberikan pada pasien, dengan ketentuan tidak ada riwayat transfusi
sebelumnya.5,2 Alasannya adalah pada golongan darah O resus negative
memiliki volume plasma yang lebih sedikit dan hampir tidak mengandung
antibodi anti-A dan anti-B.5 Dalam kondisi tersebut, seorang dokter harus
membuat lembar pertanggungjawaban mengenai indikasi pemberian
transfusi darah tanpa dilakukan pemeriksaan sampel darah sebagai tindakan
live saving.2
6

2.3.2 Transfusi Darah Masif


Transfusi masif didefinisikan sebagai prosedur pemberian transfusi
yang melebihi volume darah pasien atau sebanyak 10 unit darah dalam 24
jam. Atau transfusi yang melebihi 50% volume sirkulasi dalam waktu
kurang dari 3 jam atau transfusi dengan laju 150mL/menit.2 Tindakan ini
dilakukan bila terjadi perdarahan akut pada pasien bedah akibat defisiensi
faktor pembekuan multiple dan trombositopenia. Pada pasien dengan
kondisi tersebut dapat diberikan factor pembekuan V dan VIII untuk
memperbaiki kondisi klinis.7

2.4 Pemberian Transfusi Darah Pasca Bedah


Kehilangan darah dan hipovolemia dapat terjadi pada periode pasca
operasi. Pencegahan, deteksi dini dan perawatannya sangat penting untuk
kesehatan pasien dan mungkin mengurangi kebutuhan akan transfusi.
Perhatian khusus harus diberikan pada pasien dengan hipoksia pasca
operasi, pemantauan tanda vital, keseimbangan cairan dan analgesia.
Plasma intraoperatif yang lebih tinggi terhadap rasio transfusi sel darah
merah dikaitkan dengan kebutuhan plasma dan sel darah merah yang lebih
sedikit dalam 24 jam pertama setelah operasi.11
Anemia umum terjadi setelah operasi. Strategi untuk membatasi
perkembangan anemia salah satunya dengan pemberian transfusi darah.
Pemberian transfusi pasca bedah dianjurkan diberikan setelah pasien sadar,
untuk mengetahui sedini mungkin reaksi transfusi yang mungkin timbul.
Pada periode paska bedah, terutama pasien yang sudah atau sedang
memperoleh transfusi darah, segera lakukan evaluasi status hematologi dan
pemeriksaan faal hemostasis untuk mengetahui sedini mungkin setiap
kelainan yang terjadi Tujuan pemberian transfusi darah pasca bedah yaitu
untuk mengoreksi komponen darah yang belum terpenuhi selama operasi,
dan mengisi volume sirkulasi.11
Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb masih >10 gr/dL. Transfusi
PRC dengan strategi restriktif diindikasikan bila kadar Hb <7 gr/dL atau
hematokrit <21% dan dipertahankan pada rentang 7 – 9 gr/dL. Keluaran
klinis pada strategi restriktif tidak bermakna secara signifikan dengan
7

strategi liberal yang mengindikasikan transfusi bila kadar Hb <10 gr/dL dan
dipertahankan pada rentang 10 – 12 gr/dL9
Pada pasien trauma bila kadar Hb >7 gr/dL, perlu dilakukan
evaluasi keadaan hipovolemia pada pasien. Bila terjadi hypovolemia
berikan cairan intravena untuk mengembalikan volume darah. Bila
normovolemia lakukan evaluasi lebih lanjut terkait gangguan hantaran
oksigen dengan menilai SpO2. Saat hantaran oksigen terganggu,
pertimbangkan pemasangan kateter arteri pulmonal serta ukur curah
jantung pasien. Jika hantaran oksigen masih baik, lakukan pemantauan
kadar Hb.9

Tabel 2.1. Klasifikasi perdarahan menurut American College of Surgeon.12

Klasifikasi perdarahan akut


Faktor Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4
Kehilangan
750 750-1500 1500-2000 >2000
darah (ml)
Persentase
kehilangan 15 15-30 30-40 >40
darah
Nadi
100 100 120 ≥140
(denyut/menit)
TD Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi Normal atau
Menurun Menurun Menurun
(mmHg) meningkat
Capillary refill
Normal Positif Positif Positif
test
Laju napas
14-20 20-30 30-40 35
per menit
Produksi urin Hampir tidak
30 20-30 5-10
(mL/jam) ada
Sedikit Gelisah Gelisah dan Disorientasi
Status mental
gerlisah sedang disorientasi dan letargi
Penggantian
Kristaloid Kristaloid
cairan (1:3 Kristaloid Kristaloid
dan darah dan darah
rule)
8

2.5 Komplikasi Paska Transfusi

Disamping manfaat yang didapat, transfusi darah bukan berarti bebas risiko.
Komplikasi terkait transfusi dapat dikategorikan menjadi komplikasi akut dan
lanjut, dapat dikategorikan lagi secara lebih terperinci yaitu komplikasi infeksius
dan non-infeksius. Komplikasi akut dapat terjadi dalam hitungan menit sampai 24
jam, sedangkan komplikasi tertunda dapat terjadi dalam hitungan hari, bulanan,
hinggan beberapa tahun setelahnya. Komplikasi infeksi yang disebabkan karena
transfusi sudah jarang terjadi seiring perkembangan proses screening darah. Risko
infeksi yang ditimbulkan sudah berkurang 10.000 kali sejak tahun 1980.
Komplikasi transfusi non-infeksius 1000 kali lebih sering terjadi daripada
komplikasi yang bersifat infeksius karena tidak ada perkembangan dalam
pencegahannya. Beberapa contoh komplikasi transfusi yang terjadi antara lain:

2.5.1 Komplikasi Non-Infeksius

2.5.1.1 Reaksi Transfusi Akut

Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam
24 jam setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori
yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi
ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan skin rash. Reaksi
ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat
ditandai dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea
ringan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya
warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku otot yang
dapat terjadi di seluruh tubuh. Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan
oleh hipersensitivitas sedang-berat, demam akibat reaksi transfusi non-
hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein, trombosit), kontaminasi
pirogen dan/ atau bakteri. Pada reaksi yang membahayakan nyawa
ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di sekitar tempat masuknya
infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat
pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan
darah sistolik), takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan
9

yang tidak jelas. Reaksi ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut,
kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal
paru akut akibat transfusi.10

2.5.1.1.1 Reaksi Hemolitik Akut

Reaksi hemolitik akut sangat jarang terjadi yang timbul karena


transfusi yang tidak cocok. Prosesnya disebabkan oleh adanya proses
penghancuran sel darah merah yang dihancurkan oleh sel imun resipien
dalam kurun waktu 24 jam setelah transfusi diberikan. Reaksi antibodi
terhadap antigen tersebut terbentuk oleh proses imunisasi dari transfusi
sebelumnya atau riwayat kehamilan. Hemolisis dapat terjadi pada
intravaskular maupun ekstravaskular. Kejadian pada ektravaskular
paling umum ditemukan, dimana eritrosit donor diselimuti oleh
immunoglobulin G (IgG) atau komplemen lain dalam hepar dan lien.
Gejala yang dapat timbul antara lain demam, mual muntah, kaku pada
seluruh tubuh, hipotensi, dyspnea, anemia, dan disseminaterd
intravascular coagulation.4 Bila terjadi reaksi hemolitik segera hentikan
transfusi dan berikan oksigen yang dekuat.9

2.5.1.1.2 Reaksi Alergi

Reaksi alergi umum terjadi dan gejalanya ringan. Kebanyakan


disebabkan oleh adanya protein asing pada darah donor dan dimediasi
oleh IgE. Gejala yang dapat timbul diantaranya pruritus, urtikaria,
dengan atau tanpa disertai demam. Bila reaksi alergi terjadi segera
hentikan transfusi dan berikan antihistamin atau steroid.9,10

2.5.1.1.3 Transfusion-related acute lung injury

Transfusion-related acute lung injury (TRALI) merupakan reaksi


yang disebabkan oleh interaksi antara antibodi darah donor dengan
neutrophil, monosit, atau sel endotel paru resipien.8 Tanda dan gejala
yang timbul seperti demam, dyspnea, hipoksia berat yang muncul pada
1-2 jam pertama sampai 6 jam setelah transfusi.4,5 Keadaan tersebut
10

terjadi karena adanya peran antibodi sitoplasmik antineutrofil (anti-


HLA) mengaktivasi sistem imun resipien, kemudian sitokin-sitokin
inflamasi dilepaskan dan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler di
paru sehingga terjadi edema paru. Neutrophil yang teraktivasi di paru-
paru akan mensekresi enzim proteolitik sehingga terjadi kerusakan
jaringan paru. TRALI juga dapat didefinisikan sebagai edema paru
nonkardiogenik.4 Bila terjadi TRALI segera hentikan pemberian
transfusi dan berikan terapi suportif. Walaupun TRALI dapat
menyebabkan mortalitas, pasien akan pulih kembali dalam waktu 96
jam.5

2.5.1.1.4 Febrile Nonhemolytic Transfusion Reactions

Febrile nonhemolytic transfusion reactions (FNHTR) didefinisikan


sebagai peningkatan suhu 1°C diatas 37°C dalam waktu 24 jam paska
transfusi, dapat disertai dengan kekakuan, kedinginan, dan perasaan tidak
nyaman pada pasien. Gejalanya muncul beberapa jam setelah transfusi.4
10
FNHTR sangat umum terjadi dan tidak mengancam nyawa.
Leukoreduksi atau filtrasi leukosit pada darah donor sebelum
ditransfusikan ke pasien dapat mengurangi kejadian FNHTR. Ada 2
mekanisme yang mendasari terjadinya FNHTR, yaitu reaksi mediasi
antibodi dan pelepasan sitokin inflamasi seperti IL-1; IL-6; IL-8; dan
TNF.4

2.5.1.2 Komplikasi Lanjut

Transfusion-associated graft-versus-host disease merupakan


peristiwa dimana sel limfosit donor mengalami proliferasi di dalam tubuh
resipien yang kemudian merusak jaringan dan organ resipien. Kejadiannya
cenderung dialami oleh pasien dengan defisiensi imun. Gejala yang dialami
dapat meliputi kemerahan pada kulit, demam, diare, disfungsi hepar, dan
pansitopenia yang terjadi 1-6 jam setelah transfusi.4
11

2.5.2 Komplikasi Infeksius

Komponen darah donor dapat terkontaminasi oleh bakteri maupun


virus. Kontaminasi bakteri cukup jarang terjadi, tetapi bila pasien terinfeksi
bakteri melalui produk darah akan menimbulkan sepsis dengan angka
mortalitas yang tinggi. Hal ini dapat terjadi ketika proses pungsi vena maupun
disebabkan oleh bakteremia pada donor tanpa menunjukkan gejala. Gejala
infeksi bakteri yang terjadi segera atau selama transfusi diantaranya demam,
eritema, dan kolaps kardiovaskular.10

Insiden infeksi virus paska transfusi terdapat sekitar 1:200,000 untuk


hepatitis B, 1:1.900,000 untuk hepatitis C. Kebanyakan kasus menunjukkan
gejala anikterik. Hepatitis C merupakan infeksi serius yang lebih umum terjadi,
dapat berkembang menjadi hepatitis kronis dengan sirosis hati pada 20%
penderitanya. Infeksi HIV-1 dan HIV-2 juga merupakan salah satu komplikasi
infeksius dari transfusi darah. Namun, dengan adanya tes asam nukleat virus
yang diperankan oleh Food and Drugs Administrasion dapat menurunkan
risiko transmisi HIV mencapai 1:1,900,000 kejadian.11

2.6 Transfusi Darah Masif

Transfusi Darah Masif adalah penggantian sejumlah darah yang hilang atau
lebih banyak dari total volume darah pasien dalam waktu <24 jam (dewasa: 70
ml/kg, anak/ bayi: 80-90 ml/kg). Morbiditas dan mortalitas cenderung meningkat
pada beberapa pasien, bukan disebabkan oleh banyaknya volume darah yang
ditransfusikan, tetapi karena trauma awal, kerusakan jaringan dan organ akibat
perdarahan dan hipovolemia.11
Seringkali penyebab dasar dan risiko akibat perdarahan mayor yang
menyebabkan komplikasi, dibandingkan dengan transfusi itu sendiri. Namun,
transfusi masif juga dapat meningkatkan risiko komplikasi.16 Berikut merupakan
komplikasi akibat transfusi masif yang dapat terjadi12:
2.6.1 Hiperkalemia
Penyimpanan darah menyebabkan konsentrasi kalium ekstraselular
meningkat, dan akan semakin meningkat bila semakin lama disimpan.12
12

2.6.2 Keracunan Sitrat dan Hipokalsemia


Keracunan sitrat jarang terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada transfusi
darah lengkap masif. Hipokalsemia terutama bila disertai dengan hipotermia
dan asidosis dapat menyebabkan penurunan curah jantung (cardiac output),
bradikardia dan disritmia lainnya. Proses metabolisme sitrat menjadi
bikarbonat biasanya berlangsung cepat, oleh karena itu tidak perlu menetralisir
kelebihan asam.12
2.6.3 Kekurangan Fibrinogen dan Faktor Koagulasi
Plasma dapat kehilangan faktor koagulasi secara progresif selama
penyimpanan, terutama faktor V dan VIII, kecuali bila disimpan pada suhu -
25°C atau lebih rendah. Pengenceran (dilusi) faktor koagulasi dan trombosit
terjadi pada transfusi masif. Fungsi trombosit cepat menurun selama
penyimpanan darah lengkap dan trombosit tidak berfungsi lagi setelah
disimpan 24 jam.12
2.6.4 Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
DIC dapat terjadi selama transfusi masif, walaupun hal ini lebih
disebabkan alasan dasar dilakukannya transfusi (syok hipovolemik, trauma,
komplikasi obstetrik). Terapi ditujukan untuk penyebab dasarnya.12
2.6.5 Hipotermia
Pemberian cepat transfusi masif yang langsung berasal dari pendingin
menyebabkan penurunan suhu tubuh yang bermakna. Bila terjadi hipotermia,
berikan perawatan selama berlangsungnya transfuse, seperti menggunakan
selimut untuk mencegahnya evaporasi panas dari tubuh pasien, dan
penggunaan warming gel pad ketika pembedahan.12
2.6.6 Mikroagregat
Sel darah putih dan trombosit dapat beragregasi dalam darah lengkap
yang disimpan membentuk mikroagregat. Selama transfusi, terutama transfusi
masif, mikroagregat ini menyebabkan embolus paru dan sindrom distress
pernapasan. Penggunaan buffy coat-depleted packed red cell akan menurunkan
kejadian sindrom tersebut.12
BAB III
SIMPULAN

Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau komponen darah


yang bisa berasal dari berbagai sumber ke dalam makhluk hidup. Transfusi darah
dapat bersifat menyelamatkan jiwa setelah terjadi perdarahan masif akibat terjadi
trauma sebelum pembedahan, setelah pembedahan, dan penatalaksanaan penyakit
kronis seperti anemia. Perdarahan yang terjadi pada setiap prosedur pembedahan
harus segera ditangani untuk mencegah terjadinya anemia, meningkatkan perfusi
jaringan, dan mengembalikan volume darah ke dalam batas normal.

Darah tersusun dari berbagai komponen yang dapat ditransfusikan secara


terpisah sesuai dengan kebutuhan. Pemberian komponen darah kepada pasien
dilakukan berdasarkan kadar hemoglobin serta kondisi klinis pasien selama periode
paska pembedahan.

Kehilangan darah dan hipovolemia dapat terjadi pada periode pasca operasi.
Pencegahan, deteksi dini dan perawatannya sangat penting untuk kesehatan pasien
dan mungkin mengurangi kebutuhan akan transfusi. Pada periode paska bedah,
terutama pasien yang sudah atau sedang memperoleh transfusi darah, segera
lakukan evaluasi status hematologi dan pemeriksaan faal hemostasis untuk
mengetahui sedini mungkin setiap kelainan yang terjadi Tujuan pemberian transfusi
darah pasca bedah yaitu untuk mengoreksi komponen darah yang belum terpenuhi
selama operasi, dan mengisi volume sirkulasi.

Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian


situasi klinis yang membutuhkan pertimbangan. Jika suatu operasi dinyatakan
potensial menyelamatkan nyawa hanya bila didukung dengan transfusi darah, maka
keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih tinggi daripada risikonya.
Sebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil hanya
memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali tidak menguntungkan.
Komplikasi dapat dibedakan menjadi komplikasi infeksius dan non-infeksius.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Watering LMG. Alternatives to Blood Transfusion in Transfusion


Medicine. ResearchGate. 2008 Nov. doi: 10.1111/j.1778-
428X.2008.00114.x
2. Kaur P, Basu S, Kaur G, dkk. Transfusion issues in surgery. Internet Journal
of Medical Update. 2013 January;8(1):46-50
3. Liumbruno, GM, Bennardello F, Lattanzio A, dkk. Recommendations for
the transfusion management of patients in the peri-operative period. III. The
post-operative period. Blood Transfus 2011;9:320-35
4. Sharma S, Sharma P, Tyler LN. Transfusion of Blood and Blood Products:
Indications and Complications. Am Fam Physician. 2011;83(6):719-724.
5. Miller RD. Miller’s Anesthesia. 8th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2015.
6. Gaol HL, Tanto C, Pryambodho. Kapita Selekta Kedokteran: Transfusi
Darah. Jakarta, Indonesia: Media Aesculapius; 2014.
7. McCullough J. Transfusion Medicine. 4th Edition. Oxford: John Wiley &
Sons; 2017.
8. Norfolk D. Handbook of Transfusion Medicine. 5th edition. United
Kingdom: TSO; 2013.
9. Mangku G, Senapathi TGA. Ilmu Anestesia dan Reanimasi. 1st edition.
Jakarta: Indeks Jakarta; 2017.
10. Maxwell MJ, Wilson MJ. Complication of Blood Transfusion. British
Journal of Anaesthesia. 2006;6(6):225-229
11. Raymer JM, Flynn LM, Martin RF. Massive transfusion of blood in the
surgical patient. Surg Clin North Am. 2012;92:221-34.vii
12. Sihler KC, Napolitano LM. Complications of massive transfusion. Chest.
2010;137:209-20.

14

Anda mungkin juga menyukai