Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTEK FARMAKOTERAPI

SISTEM ENDOKRIN, REPRODUKSI &SIRKULASI


(DEF4274T)

SEMESTER GENAP

DISUSUN OLEH KELOMPOK B4


ANGGOTA:
DhianaLu’lu’il F. (165070500111016)
DiskaYuniarohim (165070500111004)
EkiMayukaTrisnawati (165070500111012)
IntanRahmadhani (165070501111034)
Joshua Alexandro M. (165070501111007)
Kadek Devi Arum S. (165070500711010)
Rizky Fernanda S. (165070501111024)
Rory AnggyOkta S. (165070501111004)
Sofy Indah Pratiwi (165070507111012)
Teuku Irma Melinda (165070501111026)
Tia EkaAprilia (165070501111010)
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TA 2018/2019
DIABETES MELITUS TIPE 1

1. DEFINISI

Menurut World Health Organization (2016), Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis
dimana organ pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak efektif dalam
menggunakannya. Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Hiperglikemia atau terjadinya peningkatan kadar gula darah adalah salah satu efek yang terjadi
jika penyakit diabetes tidak terkontrol dan lambat laun akan mengakibatkan kerusakan
diberbagai sistem di dalam tubuh khususnya saraf dan pembuluh darah. Diabetes mellitus
merupakan penyakit metabolik yang berlangsung lama atau kronis yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula darah sebagai akibat dari kelainan insulin, aktivitas insulin ataupun
sekresi insulin yang dapat menimbukan berbagai masalah serius dan prevalensi dari penyakit
diabetes mellitus ini berkembang sangat cepat. Berdasarkan dari beberapa definisi di atas,
diabetes mellitus adalah suatu kelainan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula
darah yang dapat mengakibatkan kerusakan diberbagai sistem tubuh manusia

Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan jenis diabetes yang disebabkan karena berkurangnya
sekresi insulin akibat kerusakan sel β-pankreas yang didasari proses autoimun. Hasil dari
kehancuran sel beta pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi insulin yang absolut atau tubuh
tidak mampu menghasilkan insulin. Penyebab dari diabetes mellitus ini belum diketahui secara
pasti. Tanda dan gejala dari diabetes mellitus tipe 1 ini adalah poliuria (kencing terus menerus
dalam 9 jumlah banyak), polidipsia (rasa cepat haus), polipagia (rasa cepat lapar), penurunan
berat badan secara drastis, mengalami penurunan penglihatan dan kelelahan.

2. EPIDEMIOLOGI

DM tipe 1 adalah penyakit autoimun yang berkembang pada masa kanak-kanak, meskipun
beberapa diantaranya terjadi dan baru muncul pada kondisi latent. DM tipe 1 terjadi sekitar 5-
10% dari seluruh kasus DM yang ada dan umumnya diawali oleh paparan yang terjadi pada
genetik individual yang rentan oleh agen lingkungan. Prevalensi dari autoimun sel beta pankreas
terjadi setara dengan terjadinya DM tipe 1 pada berbagai populasi. Contohnya, di
Swedia,Sardinia, dan Finlandia memiliki prevalensi terjadinya DM 1 hingga 3-4,5% atau 22-35
orang dalam 100.00 populasi.Penanda autoimun juga mendeteksi bahwa 14-33% orang yang
memiliki DM tipe 2 dalam populasi mengalami manifestasi awal dari kegagalan agen terapi oral
dan mengalami ketergantungan insulin. Tipe DM ini juga disebut sebagai Latent Autoimune
Diabetes of Adult (LADA) (Dipiro et al., 2005).

DM tipe 1 idiopati adalah bentuk non-imune dari diabetes yang sering terlihat pada minoritas
dengan kebutuhan insulin bila diperlukan saja. Prevalensi DM tipe 1 telah meningkat dalam 100
tahun terakhir. Onset maturitas diabetes pada masa muda (MODY), yang mana dapat disebabkan
oleh setidaknya satu diantara enam mutasi gen, dan kerusakan endokrin seper ti akromegali dan
Cushing syndrome, dapat menjadi penyebab sekunder dari DM tipe ini. Tetapi etiologi ini hanya
berperan sekitar 1-2% total kasus DM (Dipiro et al., 2005).

Data dari berbagai studi global menyebutkan bahwa penyakit DM adalah masalah kesehatan
yang besar. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah penderita diabetes dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2015 menyebutkan sekitar 415 juta orang dewasa memiliki diabetes, kenaikan
4 kali lipat dari 108 juta di tahun 1980an. Apabila tidak ada tindakan pencegahan maka jumlah
ini akan terus meningkat tanpa ada penurunan. Diperkirakan pada tahun 2040 meningkat menjadi
642 juta penderita (IDF, 2015).

Diabetes melitus biasa disebut dengan penyakit yang mematikan karena menyerang semua
organ tubuh dan menimbulkan keluhan. Keluhan pada penderita DM disebabkan oleh banyak hal
diantaranya karakteristik individu meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jenis
pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga, riwayat penyakit dan dapat dipengaruhi juga
dengan faktor penanganan yang meliputi diet, aktivitas fi sik, terapi obat, dan pemantauan
glukosa darah (Trisnawati, 2013).

3. ETIOLOGI
Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya, diperkirakan
kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Gangguan produksi insulin pada
DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh
reaksi otoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya
virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Diabetes Mellitus tipe 1 dapat
terjadi karena faktor-faktor sebagai berikut (Depkes RI, 2005) :
a) Genetik atau Faktor Keturunan
DM cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak ditularkan. Faktor genetis memberi
peluang besar bagi timbulnya penyakit DM. Anggota keluarga penderita DM memiliki
kemungkinan lebih besar menderita DM dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak
menderita DM. Apabila ada orangtua atau saudara kandung yang menderita DM, maka seseorang
tersebut memiliki resiko 40 % menderita DM. DM Tipe 1 lebih banyak dikaitkan dengan faktor
keturunan dibandingkan dengan DM Tipe 2. Sekitar 50 % pasien DM Tipe 1 mempunyai orang
tua yang juga menderita DM, dan lebih dari sepertiga pasien mempunyai saudara yang juga
menderita DM. Pada penderita DM Tipe 2 hanya sekitar 3-5 % yang mempunyai orangtua
menderita DM juga. Pada DM tipe 1, seorang anak memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita
DM bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia < 40 tahun dan 1:13 bila
salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia ≥ 40 tahun. Namun bila kedua orang
tuanya menderita DM tipe 1, maka kemungkinan menderita DM adalah 1:2.
b) Usia
DM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama ≥ 40 tahun karena resiko terkena
DM akan meningkat dengan bertambahnya usia dan manusia akan mengalami penurunan
fisiologis yang akan berakibat menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi
insulin. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda.
c) Infeksi
Virus yang dapat memicu DM adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui
mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta pankreas, virus ini menyebabkan kerusakan atau
destruksi sel. Virus ini dapat juga menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan
hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. Pada kasus DM Tipe 1 yang sering dijumpai pada
anak-anak, seringkali didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang, yang
disebabkan oleh virus mumps dan coxsackievirus. DM akibat bakteri masih belum bisa dideteksi.
Namun para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.

4. PATOFISIOLOGI

Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β
yang disebabkan oleh reaksi autoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam
virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Ada
beberapa tipe autoantibodi yang dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell
Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD
(glutamic acid decarboxylase). ICCA merupakan autoantibodi utama yang ditemukan pada
penderita DM Tipe 1. Hampir 90% penderita DM Tipe 1 memiliki ICCA di dalam darahnya. Di
dalam tubuh non-diabetik, frekuensi ICCA hanya 0,5-4%. Oleh sebab itu, keberadaan ICCA
merupakan predictor yang cukup akurat untuk DM Tipe 1. DM Tipe 1 merupakan DM yang
tergantung insulin. Pada DM Tipe 1 kelainan terletak pada sel beta yang bias idiopatik atau
imunologik. Pankreas tidak mampu mensintesis dan mensekresi insulin dalam kuantitas dan atau
kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada sekresi insulin sama sekali
(Tjokroprawiro, 2007).

Diabetes Militus Tipe 1 biasanya terdiagnosa sejak usia kanak-kanak. Pada Diabetes Militus
Tipe 1 tubuh penderita hanya sedikit menghasilkan insulin atau bahkan sama sekali tidak
menghasilkan insulin, oleh sebab itu penderita harus mendapat suntikan insulin setiap hari.
masalah jangka panjang pada penderita DM Tipe 1 adalah rusaknya kemampuan tubuh untuk
mensekresi glukagon sebagai respon terhadap hipoglikemia. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya hipoglikemia yang dapat berakibat fatal pada penderita DM Tipe 1 yang sedang
mendapat terapi insulin. Walaupun defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada DM
Tipe 1, namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi penurunan
kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi insulin yang diberikan. Ada beberapa
mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal ini, salah satu diantaranya adalah, defisiensi
insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari
lipolisis yang tak terkendali di jaringan adiposa. Defisiensi insulin juga akan menurunkan
ekskresi dari beberapa gen yang diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin secara
normal, misalnya gen glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein transporter yang membantu
transpor glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adipose (Depkes RI, 2005).

5. TERAPI FARMAKOLOGI
5.1 Terapi Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel
βLangerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin.
Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk
membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun
sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30%
ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral (Ditjen Bina Kefarmasian
dan Alkes, 2005).

5.1.1 Pengendalian Sekresi Insulin


Pada prinsipnya, sekresi insulin dikendalikan oleh tubuh untuk menstabilkan kadar gula
darah. Apabila kadar gula di dalam darah tinggi, sekresi insulin akan meningkat. Sebaliknya,
apabila kadar gula darah rendah, maka sekresi insulin juga akan menurun. Dalam keadaan
normal, kadar gula darah di bawah 80 mg/dl akan menyebabkan sekresi insulin menjadi sangat
rendah (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes, 2005).
Stimulasi sekresi insulin oleh peningkatan kadar glukosa darah berlangsung secara bifasik. Fase
1 akan mencapai puncak setelah 2-4 menit dan masa kerja pendek, sedangkan mula kerja (onset)
fase 2 berlangsung lebih lambat, namun dengan lama kerja (durasi) yang lebih lama pula.
Gambar 3 berikut ini menunjukkan pengaruh pemberian infus glukosa terhadap kadar insulin
darah. Infus glukosa diberikan untuk mempertahankan kadar gula darah tetap tinggi (lebih
kurang 2 sampai 3 kali kadar gula puasa selama 1 jam). Segera setelah infus diberikan kadar
insulin darah mulai meningkat secara dramatis dan mencapai puncak setelah 2-4 menit (Ditjen
Bina Kefarmasian dan Alkes, 2005).

Peningkatan kadar insulin fase 1 ini berasal dari sekresi insulin yang sudah tersedia di dalam
granula sekretori. Peningkatan kadar insulin fase 2 berlangsung lebih lambat namun mampu
bertahan lama. Peningkatan fase 2 ini merefleksikan sekresi insulin yang baru disintesis dan
segera disekresikan oleh sel-sel b kelenjar pankreas. Jadi jelas bahwa stimulus glukosa tidak
hanya menstimulasi sekresi insulin tetapi juga menstimulasi ekspresi gen insulin (Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alkes, 2005).
Disamping kadar gula darah dan hormon-hormon saluran cerna, ada beberapa faktor lain
yang juga dapat menjadi pemicu sekresi insulin, antara lain kadar asam lemak, benda keton dan
asam amino di dalam darah, kadar hormon - hormon kelenjar pankreas lainnya, serta
neurotransmiter otonom. Kadar asam lemak, benda keton dan asam amino yang tinggi di dalam
darah akan meningkatkan sekresi insulin (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes, 2005).
Dalam keadaan stress, yaitu keadaan dimana terjadi perangsangan syaraf simpatoadrenal,
hormon epinefrin bukan hanya meninggikan kadar glukosa darah dengan memacu glikogenolisis,
melainkan juga menghambat penggunaan glukosa di sel-sel otot, jaringan lemak dan sel-sel lain
yang penyerapan glukosanya dipengaruhi insulin. Dengan demikian, glukosa darah akan lebih
banyak tersedia untuk metabolisme otak, yang penyerapan glukosanya tidak bergantung pada
insulin. Dalam keadaan stres, sel-sel otot terutama menggunakan asam lemak sebagai sumber
energi, dan epinefrin memang menyebabkan mobilisasi asam lemak dari jaringan (Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alkes, 2005).
5.1.2. Mekanisme Kerja Insulin
Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme.
Insulin yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati
melalui vena porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah. Efek kerja insulin yang sudah sangat dikenal adalah membantu transpor glukosa dari
darah ke dalam sel. Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat
masuk ke dalam sel. Akibatnya, glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh
kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana
seharusnya (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes, 2005).
Disamping fungsinya membantu transport glukosa masuk ke dalam sel, insulin mempunyai
pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme, baik metabolisme karbohidrat dan lipid,
maupun metabolisme protein dan mineral.insulin akan meningkatkan lipogenesis, menekan
lipolisis, serta meningkatkan transport asam amino masuk ke dalam sel. Insulin juga mempunyai
peran dalam modulasi transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya, gangguan fungsi
insulin dapat menyebabkan pengaruh negatif dan komplikasi yang sangat luas pada berbagai
organ dan jaringan tubuh (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes, 2005).
5.1.3. Prinsip Terapi Insulin
Indikasi (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes, 2005) :
1. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin endogen oleh
sel-sel βkelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada
2. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain
yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah
3. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau
stroke
4. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin, apabila diet saja
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5. Ketoasidosis diabetik
6. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia hiperosmolar non-ketotik.
7. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori
untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan insulin
eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi
insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
9. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO
5.1.4 Cara Pemberian
Sediaan insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang umumnya dikemas dalam
bentuk vial. Kecuali dinyatakan lain, penyuntikan dilakukan subkutan (di bawah kulit). Lokasi
penyuntikan yang disarankan ditunjukan pada gambar 4 dibawah ini. Penyerapan insulin
dipengaruhi oleh beberapa hal. Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen, diikuti oleh
daerah lengan, paha bagian atas dan bokong. Bila disuntikkan secara intramuskular dalam, maka
penyerapan akan terjadi lebih cepat, dan masa kerjanya menjadi lebih singkat (Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alkes, 2005).
Kegiatan fisik yang dilakukan segera setelah penyuntikan akan mempercepat waktu mula
kerja (onset) dan juga mempersingkat masa kerja. Selain dalam bentuk obat suntik, saat ini juga
tersedia insulin dalam bentuk pompa (insulin pump) atau jet injector, sebuah alat yang akan
menyemprotkan larutan insulin ke dalam kulit. Sediaan insulin untuk disuntikkan atau
ditransfusikan langsung ke dalam vena juga tersedia untuk penggunaan di klinik. Penelitian
untuk menemukan bentuk baru sediaan insulin yang lebih mudah diaplikasikan saat ini sedang
giat dilakukan. Diharapkan suatu saat nanti dapat ditemukan sediaan insulin per oral atau per
nasal (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes, 2005).
5.1.5. Penggolongan Sediaan Insulin
Untuk terapi, ada berbagai jenis sediaan insulin yang tersedia, yang terutama berbeda dalam
hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan insulin untuk terapi dapat
digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Insulin masa kerja singkat (Short-acting/Insulin), disebut juga insulin reguler
2. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting)
3. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat
4. Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin)
Keterangan dan contoh sediaan untuk masing-masing kelompok disajikan dalam tabel 6 (IONI,
2000 dan Soegondo, 2004).
Respon individual terhadap terapi insulin cukup beragam, oleh sebab itu jenis sediaan insulin
mana yang diberikan kepada seorang penderita dan berapa frekuensi penyuntikannya ditentukan
secara individual, bahkan seringkali memerlukan penyesuaian dosis terlebih dahulu. Umumnya,
pada tahap awal diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang, kemudian ditambahkan insulin
dengan kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Insulin kerja singkat
diberikan sebelum makan, sedangka insulin kerja sedang umumnya diberikan satu atau dua kali
sehari dalam bentuk suntikan subkutan. Namun, karena tidak mudah bagi penderita untuk
mencampurnya sendiri, maka tersedia sediaan campuran tetap dari kedua jenis insulin regular
(R) dan insulin kerja sedang (NPH). Waktu paruh insulin pada orang normal sekitar 5-6 menit,
tetapi memanjang pada penderita diabetes yang membentuk antibodi terhadap insulin. Insulin
dimetabolisme terutama di hati, ginjal dan otot. Gangguan fungsi ginjal yang berat akan
mempengaruhi kadar insulin di dalam darah (IONI, 2000).
5.1.6. Sediaan Insulin Yang Beredar Di Indonesia
Dalam tabel 7 disajikan beberapa produk obat suntik insulin yang beredar di Indonesia
(IONI, 2000 dan Soegondo, 2004).
*Untuk tujuan terapi, dosis insulin dinyatakan dalam unit internasional (UI). Satu UI merupakan
jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45 mg%. Sediaan
homogen human insulinmengandung 25-30 U/mg.
5.1.7. Penyimpanan Sediaan Insulin (Soegondo, 2004)
Insulin harus disimpan sesuai dengan anjuran produsen obat yang bersangkutan. Berikut
beberapa hal yang perlu diperhatikan: Insulin harus disimpan di lemari es pada temperatur 2-8oC.
Insulin vial Eli Lily yang sudah dipakai dapat disimpan selama 6 bulan atau sampai 200 suntikan
bila dimasukkan dalam lemari es. Vial Novo Nordisk insulin yang sudah dibuka, dapat disimpan
selama 90 hari bila dimasukkan lemari es.
Insulin dapat disimpan pada suhu kamar dengan penyejuk 15-20oC bila seluruh isi vial akan
digunakan dalam satu bulan. Penelitian menunjukkan bahwa insulin yang disimpan pada suhu
kamar lebih dari 30°C akan lebih cepat kehilangan potensinya. Penderita dianjurkan untuk
memberi tanggal pada vial ketika pertama kali memakai dan sesudah satu bulan bila masih
tersisa sebaiknya tidak digunakan lagi.
Penfill dan pen yang disposable berbeda masa simpannya. Penfill regular dapat disimpan
pada temperatur kamar selama 30 hari sesudah tutupnya ditusuk. Penfill 30/70 dan NPH dapat
disimpan pada temperatur kamar selama 7 hari sesudah tutupnya ditusuk. Untuk mengurangi
terjadinya iritasi lokal pada daerah penyuntikan yang sering terjadi bila insulin dingin
disuntikkan, dianjurkan untuk mengguling-gulingkan alat suntik di antara telapak tangan atau
menempatkan botol insulin pada suhu kamar, sebelum disuntikkan.
6. TERAPI NON FARMAKOLOGI

A. Pengaturan Diet

Diet yang baik dan benar adalah kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang
dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan
lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:

• Karbohidrat : 60-70%
• Protein : 10-15%

• Lemak : 20-25%

Jumlah kalori setiap hari disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan
kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
ideal.

Apabila pasien memiliki berat badan yang berlebih atau obesitas perlu dilakukan
penuruanan berat badan. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi
insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Selain jumlah kalori,
pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan. Intake kolesterol tetap diperlukan,
namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak eksternal berasal dari bahan nabati, yang
mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh.

Untuk protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan
tempe, karena tidak banyak mengandung lemak. Sumber serat sangat penting bagi penderita
diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong menghambat
penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu
mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang
berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya
kaya akan vitamin dan mineral.

B. Olah Raga

Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis
dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat,
olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang,
dan lain sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor
insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.
7. KASUS

Praktek Diabetes Mellitus Tipe 1

Anak TP (8 tahun/19 kg) diantar ke klinik akibat gejala polidipsia, poliuria, & penurunan BB
yang signifikan. Data lab menunjukkan hasil sebagai berikut:

Parameter Rentang Normal Hasil Pasien


GDP (mg/dL) < 126 164
GD2JPP (mg/dL) < 200 255
HbA1C (%) < 6,5 8
Na (mmol/L) 136-145 135
K (mmol/L) 3,5-5,0 4,8
Cl (mmol/L) 98-106 100
Anti-insulin antibody 5-10 14
(AIA) %

Data TTV (Tanda-tanda Vital):


Parameter Rentang normal Hasil pasien
TD (mmHg) 110/80-120/80 140/90
N (x/menit) 70-85 88
RR (x/menit) 20-24 24
Riwayat alergi : -
Riwayat penyakit : demam, pilek, batuk, 2 tahun yang lalu pasien mengalami gatal-gatal di pipi
akibat herpes simplex
Riwayat pengobatan : parasetamol, OBH Combi, asiklovir (saat gatal-gatal di pipi)
Dokter mendiagnosis pasien ini mengalami DM tipe 1 sehingga diresepkan terapi insulin sebagai
berikut:
R/ Humulin R pen No. I
S 3 dd 4 U (15 menit sebelum makan)
R/ NPH pen No. I
S 1 dd 10 U (sebelum tidur)
Kekuatan sediaan:
Humulin R 3 mL (100 U/mL)
NPH 3 mL (100 U/mL)
Tugas Klasifikasikan Pertanyaan Berikut Sesuai “SOAP”! Lakukan analis kasus sesuai
konsep “SOAP”!
Pertanyaan:
1. Etiologi apa yang mungkin mendasari terjadinya DM tipe 1 pada pasien ini? Jelaskan!
(A)
2. Jelaskan mekanisme timbulnya gejala polidipsia, poliuria, dan penurunan BB yang timbul
pada pasien ini! (A)
3. Jelaskan interpretasi data lab pada pasien ini! (O)
4. Jelaskan tujuan pemberian Humulin R & NPH pada pasien ini! (P)
5. Hitung kebutuhan insulin untuk pasien ini! (P)
6. Lakukan analisis terapi pasien ini! Dalam berapa hari sediaan insulin tersebut dapat
memenuhi kebutuhan insulin pasien (perhitungkan volume untuk mengecek aliran dari
jarum)? (P)
7. Berikanlah edukasi terkait dengan terapi (termasuk cara penggunaan insulin) &
monitoring efikasi & ESO pada pasien ini! (P)

JAWABAN :
1. Etiologi apa yang mungkin mendasari terjadinya DM tipe 1 pada pasien ini?
Jelaskan!
- Infeksi virus
Penyebab yang mungkin mendasari terjadinya DM tipe 1 pada pasien ini ialah infeksi
virus herpes simplex yang dialami pasien 2 tahun lalu. Infeksi virus dapat
meningkatkan ekspresi enzim Asam Glutamat Dekarboksilase di pankreas yang
memungkinkan terjadinya reaktivitas silang yang mengarah pada reaksi autoimun
karena GAD berubah menjadi antigen GADA (Glutamat Acid Dekarboksilase
Autoantibodi) yang memiliki struktur mirip dengan sel islet sehingga menjadi target
antibodi. Reaksi autoimun menyebabkan kegagalan mengenali sel beta pancreas
sebagai endogen, sehingga pankreas tidak dapat memproduksi insulin. GAD
merupakan protein yan
- Genetik
DM tipe 1 disebabkan karena akibat dari autoimun yang merusak sel β di pankreas
dimana secara histologi ditandai dengan adanya insulitis (inflamasi sel islet) dan
kerusakan sel β. Terjadinya variasi alel MHC pada sel β menyebabkan munculnya
perbedaan aktivitas dari sebelumnya yaitu anti-self-reactivity.

2. Jelaskan mekanisme timbulnya gejala polidipsia, poliuria, dan penurunan BB yang


timbul pada pasien ini!
- Poliuria  terjadi karena pada pasien DM tipe 1 defisiensi insulin menyebabkan
peningkatan glikogenolisis dan peningkatan glukoneogenesis, sehingga glukosa darah
meningkat dimana sifat glukosa suka menarik air (cairan ekstrasel tertarik ke intrasel).
Maka terjadilah dieresis osmotik sehingga pasien sering buang air kecil (poliuria).
- Polidipsi  dari kondisi poliuria akan menyebabkan banyak cairan yang hilang
sehingga pasien mengalami dehidrasi membutuhkan banyak minum (polidipsi). Karena
peristiwa osmotik diuresis, yaitu pergerakan air dari konsentrasi rendah ke konsentrasi
tinggi. Pada Selain itu, pasien diabetes juga akan sering kencing karena banyaknya cairan
ekstrasel yang harus diekskresikan melalui urin. Meningkatnya eksresi urin ini juga
mengakibatkan dehidrasi pada pasien dan pasien akan merasa haus.
- Penurunan BB yang signifikan  pada DM tipe I terjadi penurunan sekresi insulin
sehingga glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam sel, terutama ke otot dan jaringan
lemak/adiposa. Akibatnya untuk memperoleh sumber energi, sel memecah lipid dan
protein menjadi energi. Massa otot akan menurun (BB menurun).
3. Jelaskan interpretasi data lab pada pasien ini? (Assessment)
Parameter Normal Hasil Keterangan
GDP (mg/dL) < 126 164 Berdasarkan data, GDP pasien melebihi
(tinggi) normal (tinggi). GDP digunakan untuk
menentukan insulin basal selama 8 jam.
Sehingga dapat dipastikan pasien mengalami
hiperglikemi.
GD2JPP (mg/dL) < 200 255 Berdasarkan data, GDP pasien melebihi
normal (tinggi). GDP digunakan untuk
menentukan insulin preprandrial. Sehingga
dapat dipastikan pasien mengalami
hiperglikemi.
HbA1C (%) < 6,5 8 Maka tes ini berguna untuk mengukur
tingkat ikatan gula pada hemoglobin A
(AIC) sepanjang umur sel darah merah (120
hari).
Pada pasien ini kadar HbA1C tinggi
sehingga Semakin tinggi nilai AIC pada
penderita DM semakin potensial beresiko
terkena komplikasi
Na (mmol/L) 136-145 135 Na berhubungan dengan insulin. Bila insulin
(rendah) rendah maka Na bisa rendah.
Na berkaitan dengan diuretik osmostik pada
pasien, karena banyaknya cairan yang
dikeluarkan. Konsentrasi natrium serum
pada umumnya berkurang oleh karena
perubahan osmotik yang terjadi terus
menerus dari intrasellular ke extraseluler
dalam keadaan hiperglikemia.
K (mmol/L) 3,5-5,0 4,8 Kalium bisa masuk sel bila ada insulin.
(normal) Sehingga bila insulin rendah maka K tidak
berikatan dengan insulin dan akan banyak
didalam darah. Ujung2 nya bila K tinggi
maka bisa terjadi gangguan jantung
Konsentrasi kalium serum mungkin
meningkat oleh karena pergeseran kalium
extracellular yang disebabkan oleh
kekurangan hormon insulin, hypertonisitas,
dan asidemia. Pasien dengan konsentrasi
kalium serum rendah atau low normal pada
saat masuk, mungkin akan kekurangan
kalium yang berat pada saat perawatan
sehingga perlu diberi kalium dan perlu
monitoring jantung yang ketat, sebab terapi
krisis hiperglikemia akan menurunkan
kalium lebih lanjut dan dapat menimbulkan
disritmia jantung.
Cl (mmol/L) 98-106 100 Tidak terjadi dehidrasi berlebihan pada
(normal) pasien. Meskipun kadar Na berkurang
melalui kencing
Anti-insulin antibody 5-10 14 Antibody anti insulin yang dihasilkan
(AIA) % banyak bisa menjadi penanda bahwa
pasien masuk dalam kategori DM tipe 1.
Mengindikaaasikan rata rata kadar gula
darah pada 2-3 bulan terakhir. Mengukur
persentase gula darah yang berikatan dengan
hemoglobin, protein pembawa oksigen pada
sel darah merah. Semakin tinggi kadar gula
darah maka semakin banyak hemoglobin
yang berikatan dengan glukosa.
Tekanan darah 110/80- 140/90 Karena harus membuang kelebihan glokosa
120/80 (tinggi) darah melalui air seni, ginjal penderita
diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu
tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga
lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-
kerusakan pembuluh kapiler serta
penyempitan yang terjadi, secara otomatis
syaraf akan mengirimkan signal ke otak
untuk menambah takanan darah.
N (x/menit) 70-85 88 (tinggi) Nadi diatas normal karena pada keadaan
pasien mengalami asidosis metabolic yang
menyebakan hiperventilasi sehingga
pernafasan menjadi cepat dan dalam dan
diperlukan kompensasi respirasi sehingga
mempercepat denyut nadi.
RR (x/menit) 20-24 24 RR diatas normal pada hal ini yang
(cenderung menyebabkan hiperventilasi dan
tinggi) menimbulkan sesak dan diperlukan
kompensasi respirasi sehinga RR meningkat

4. Jelaskan tujuan pemberian Humulin R dan NPH pada pasien ini!


a. Humulin R merupakan jenis insulin short acting yang ditujukan untuk keadaan post
prandial (setelah makan) sehingga pemberian insulinnya yaitu sebelum makan. Onset
kerjanya yaitu 30-45 menit dan durasi kerjanya 5-6 jam.
b. NPH ( Neutral Protamine Hagredone ) merupakan insulin intermediate atau insulin basal
dengan onset kerja 2-4 jam dan durasi kerja 10-16 jam. Insulin basal diperlukan untuk
mencegah hiperglikemia puasa akibat gluconeogenesis dan juga mencegah ketogenesis
yang tidak terdeteksi. Insulin NPH ditujukan untuk keadaan dimana tubuh menghasilkan
glukosa dari pemecahan lipid atau otot protein, dimana pemberian insulin dilakukan pada
pagi atau sebelum tidur
5. Hitung kebutuhan insulin untuk pasien ini!
a. Metode intensive insulin regimen
 Langkah 1 : Hitung insulin harian total
IHT : 0.5 unit x 19kg = 9.5 U = 10 U
 Langkah 2 : Insulin basal total
IBT : 40% x 10 = 4U
 Langkah 3 : Dosis kebutuhan makan
Dosis kebutuhan makan : 60% x 10 = 6 U
35% sebelum makan pagi : 35% x 6 = 2 U
30% sebelum makan siang : 30% x 6 = 2 U
35% sebelum makan malam : 35% x 6 = 2 U

b. Split-mixed insulin regimen


 Langkah 1 : Hitung insulin harian total
IHT : 0.5 Unit x 19 kg = 9.5 U = 10 U
 Langkah 2 : Dosis 2/3 sebelum makan pagi, 1/3 sebelum makan malam
Sebelum makan pagi : 2/3 x 10 = 7 U
Sebelum makan malam : 1/3 x 10 = 3 U
 Langkah 3 : Hitung dosis tiap komponen
 Sebelum makan pagi
2/3 x 7 = 5 U NPH
1/3 x 7 = 2 U Humulin R
 Sebelum makan malam
2/3 x 3 = 2 U NPH
1/3 x 3 = 1 U Humulin R

6. Lakukan analisis terapi pasien ini! Dalam berapa hari sediaan insulin tersebut dapat
memenuhi kebutuhan insulin pasien (perhitungkan volume untuk mengecek aliran dari
jarum)?

R/ Humulin R pen No. I


S 3 dd 2 U
1 pen = 300 unit – 4 unit untuk cek (pen baru beli 1kali) = 296 unit
Kebutuhan insulin per hari = 6 unit + 3 unit (3kali pakai tiap pakai cek 1 unit) = 9 unit
1 pen dapat digunakan selama = 296 unit / 9 unit ≈ 32 hari
R/ NPH pen No. I
S 1 dd 4 U
1 pen = 300 unit – 4 unit untuk cek = 296 unit
Kebutuhan insulin per hari = 4 unit + 1 unit untuk cek = 5 unit
1 pen dapat digunakan selama = 296 unit / 5 unit ≈ 59 hari
7. Berikanlah edukasi terkait dengan terapi (termasuk cara penggunaan insulin) &
monitoring efikasi & ESO pada pasien ini!
Edukasi terkait terapi, monitoring dan efek samping obat
- Monitoring efek samping insulin:
• Hipoglikemia, kondisi penurunan kadar glukosa darah dapat menyebabkan kondisi
hipoglikemia, pencegahannya adalah dengan mengedukasi pasien dan menggunakan
regimen terapi yang mendekati fisiologi kebutuhan insulin. Sehingga dibutuhkan
pengukuran gula darah pasien secara berkala.
• Peningkatan berat badan, hal ini karena insulin memulihkan massa otot dan lemak
(pengaruh anabolic insulin) dan diet longgar untuk menghindari hipoglikemi dapat
menyebabkan peningkatan berat badan.
• Edema insulin, terjadi karena retensi garam dan air pada pasien DKA, tetapi edema
dapat menghilang secara spontan dalam beberapa hari atau jika tidak menghilang dapat
digunakan terapi diuretic
• Reaksi lokal terhadap suntikan insulin, dapat terjadi pertumbuhan jaringan lemak yang
berlebihan akibat pengaruh lipogenesis dan growth-promoting dari kadar insulin yang
tinggi ditempat penyuntikan. Hal ini muncul jika pasien menjalani penyuntikan
beberapa kali dalam sehari dan tidak melakukan rotasi tempat penyuntikan.
• Kemungkinan terjadinya alergi.
- Monitoring efikasi terapi:
• Penyimpanan penfill, pada penfill regular dapat disimpan pada temperature kamar
selama 30 hari sesudah tutupnya ditusuk. Dan penfill NPH dapat disimpan pada
temperature kamar selama 7 hari sesudah tutpnya ditusuk. Pasien diminta member
tanggal pada vial ketika pertama kali memakai dan sesudah satu bulan bila masih tersisa
sebaiknya tidak digunakan lagi karena potensinya telah menurun.
• Pengukuran kadar gula darah secara berkelanjutan dan berkala untuk mencegah
terjadinya hipoglikemia dan melihat efikasi terapi pada pasien
• Diusahakan untuk mengganti jarum setiap kali penggunaan
• Untuk mengurangi terjadinya iritasi lokal pada daerah penyuntikan yang sering terjadi
bila insulin dingin disuntikkan, dianjurkan untuk mengguling-gulingkan alat suntik di
antara telapak tangan atau menempatkan botol insulin pada suhu kamar, sebelum
disuntikkan.
- Monitoring Kadar Gula darah puasa, post prandial
- Monitoring produksi urin
- Monitoring hba1c
- Monitoring fungsi ginjal (dikhawatirkan adanya nefropaty)
- Monitoring status mental
- Disarankan agar idak berktifitas fisik segera setelah penyuntikan insulin
- Sampaikan ke pasien mengenail efek samping hipoglikemi : gejala tremor dan keringat
dingin
- Pasien disarankan untuk membawa permen manis saat bepergian
- Frekuensi makan ditambah, kuantitasnya yg dikurangi

Penggunaan insulin
- Insulin tersedia dalam sediaan injeksi dengan pemberian melalui sc. Lokasi
penyuntikan disarankan didaerah di daerah abdomen (perut), diikuti oleh daerah lengan,
paha bagian atas dan bokong.
- Penyuntikan insulin tidak boleh dalam 1 lokasi yang sama karena dikhawatirkan
terjadi lipodistrofi / krusakan jar adipose, baeri jarak min 1 cm antar tempat penyuntikan
- Sebaiknya disetiap lokasi, bagilah menjadi beberapa kuadran dengan penyuntikan
yang membentuk pola untuk mengingat dan mempermudah penyuntiikan selanjutnya,
dimulai dari area perut / abdomen, selanjutnya paha kanan dan kiri, lengan dan terakhir
di bokong.
a. cara penggunaan insulin pen
Bagian A
1. Cuci tangan dengan air hangat dan mengggunakan sabun.
2. Keringkan tangan yang sudah bersih
3. Lepaskan tutup dari pen
4. Gulung gulung insulin sebanyak 20 kali menggunakan kedua telapak tangan
Bagian B

1. Buka bungkus kapas alkohol


2. Usap ujung pen menggunakan alkohol
3. Usap dengan alcohol pada bagian tubuh yang akan diinjeksi
Bagian C
1. Buka jarum pen dari pembungkusnya
2. Pasang jarum pada pen dengan kuat
3. Buka tutup (cap) besar dari jarum pen, simpan tutup besar tersebut
4. Buka tutup (cap) kecil dari jarum pen, buang tutup kecilnya
Bagian D

1. Putar ujung pen dan pilih dosisnya yaitu 2 units


2. Arahkan ujung jarum pen ke langit – langit dan tekan dengan perlahan
3. Tekan bagian ujung pen dan sampai ada sedikit insulin yang keluar
4. Ulangi langkah 1 -3 apabila belum terlihat ada sedikit insulin yang keluar
Bagien E

1. Aturlah dosis insulin dengan cara memutar bagian ujung pen


Bagian F
1. Injeksikan jarum pen pada bagian tubuh yang dipilih
2. Tekan tombol pada bagian bawah pen hingga terdengar suara ‘klik’ dan dosis akan
bergerak kembali menuju angka nol
3. Tahan jarum pen tersebut pada bagian yang diinjeksi selama 5-10 detik
4. Ambil jarum pen dari bagian yang diinjeksi
Bagian G

1. Masukkan kembali tutup besar pada jarum dan untuk melepaskan jarum lepaskan
dengan berlawanan arah jarum jam
2. Buang jarum tersebut pada wadah yang keras
3. Letakkan kembali tutup pada pen
Bagian H
1. Simpan pen yang digunakan dalam suhu ruang
2. Simpan pen yang belum digunakan dalam lemari pendingin
8. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Global Report on Diabetes. World Health Organization.


Binfar Depkes RI. 2005 . Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Direktorat
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI . 2005 Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus . Jakarta : Depkes RI
Dipiro, T.J., Talbert, I.R., Yee, C.G., Matzke, R.C., Wells, G.B. dan Posey, M.L. 2005.
Pharmacotherapy Handbook. Sixth Edition. The McGrawHill Companies: United
States of America.
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes. 2005. Pharmaceutical Care untuk penyakit Diabetes
Mellitus. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
IDF. 2015. Consensus Statements On Issues Related To The Care, Management And
Prevention Of Diabetes. [Online]: Dari: https://www.idf.org/ [12 Februari 2019].
Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000 (IONI 2000). Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan. Departeman Kesehatan Republik Indonesia, 2000.
Soegondo S. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus Terkini. Dalam Soegondo S,
Soewondo P dan Subekti I (eds). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, Pusat
Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Cipto Mangunkusumo-FKUI, Jakarta, 2004
Tjokroprawiro, A. 2007. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes Mellitus. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Trisnawati. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan
cengkareng Jakarta Barat. Jurnal Ilmiah kesehatan. Vol.5 No.1

Anda mungkin juga menyukai