Anda di halaman 1dari 109

SKRIPSI

PERANCANGAN PROSES PRODUKSI MESIN


PANGKAS RUMPUT TIPE DORONG DENGAN
SUMBER TENAGA PUTAR MOTOR BRUSH CUTTER
(POTRUM BBE-02) SKALA BENGKEL SEDERHANA

Oleh :
HADI SUCIPTO
F14051049

2009
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERANCANGAN PROSES PRODUKSI MESIN
PANGKAS RUMPUT TIPE DORONG DENGAN
SUMBER TENAGA PUTAR MOTOR BRUSH CUTTER
(POTRUM BBE-02) SKALA BENGKEL SEDERHANA

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
HADI SUCIPTO
F14051049

2009
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PERANCANGAN PROSES PRODUKSI MESIN PANGKAS


RUMPUT TIPE DORONG DENGAN SUMBER TENAGA
PUTAR MOTOR BRUSH CUTTER (POTRUM BBE-02) SKALA
BENGKEL SEDERHANA

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
HADI SUCIPTO
F14051049

Dilahirkan pada tanggal 7 Juli 1987


Di Indramayu
Tanggal lulus :

Bogor, September 2009

Menyetujui,

Dr. Ir. I Nengah Suastawa, M.SAE.


Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Desrial, M.Eng.


Ketua Departemen
Teknik Pertanian
Hadi Sucipto. F14051049. Perancangan Proses Produksi Mesin Pangkas
Rumput Tipe Dorong Dengan Sumber Tenaga Putar Motor Brush cutter
(Potrum BBE-02) Skala Bengkel Sederhana. Dibawah bimbingan Dr. I Nengah
Suastawa

RINGKASAN
Mesin pemangkas rumput tipe rotari model POTRUM BBE-02 adalah
penyempurnaan dari mesin pemangkas rumput tipe rotari model POTRUM BBE-
01. Mesin ini adalah mesin pemangkas rumput tipe dorong yang menggunakan
engine dari brush cutter sebagai sumber tenaga putar untuk pisaunya. POTRUM
BBE-02 masih perlu pengembangan antara lain dalam hal perancangan proses
produksi (fabrikasi). Pentingnya perancangan proses fabrikasi diperlukan untuk
keseragaman hasil produk, serta efisiensi biaya dan waktu. Pada proses fabrikasi
secara sederhana maka perlu untuk dilakukan perancangan proses produksi skala
bengkel sederhana.
Penelitian bertujuan untuk membuat alat bantu kerja bengkel agar struktur
mesin Potrum BBE-02 yang dibuat menjadi akurat, cepat, dan aman. Selain itu,
bertujuan juga untuk menentukan biaya yang dibutuhkan dalam proses produksi
massal skala bengkel serta membandingkan dimensi komponen utama mesin yang
dihasilkan dari proses fabrikasi dengan dimensi rancangan. Semua komponen
utama mesin Potrum BBE-02 adalah hasil modifikasi mesin Potrum BBE-01.
Komponen yang mengalami modifikasi antara lain yaitu dek, stang kemudi,
dudukan engine, unit pemangkas, engine brush cutter, kantung penampung
clippings, rangkaian roda dan pengatur ketinggian.
Pada proses produksi mesin Potrum BBE-02, didahului dengan pembuatan
alat bantu kerja bengkel berupa cetakan pembuatan komponen. Pembuatan
cetakan ini bertujuan agar diperoleh keseragaman dimensi mesin. Pembuatan
cetakan dilakukan untuk masing-masing komponen. Akan tetapi, pada penelitian
ini komponen yang akan dibuatkan cetakannya adalah komponen dek, roda dan
pengatur ketinggian, stang kemudi, dan rangka kantung rumput.
Desain cetakan untuk masing-masing komponen harus memenuhi
persyaratan teknis yang telah ditentukan. Persayaratan teknis yang dimaksud
adalah rancangan cetakan yang dibuat harus sesuai dengan persyaratan fungsional
dan struktural mesin. Komponen yang dibuat cetakannya adalah bagian dek, stang
kemudi, rangka kantung, rangkaian roda, dan pengatur ketinggian.
Syarat teknis dalam pembuatan dek adalah memastikan poros roda dan
putaran pisau yang menempel pada dek sejajar. Selain itu, syarat teknis lainnya
adalah bentuk dan ukuran yang sesuai seperti dimensi untuk diameter, tinggi,
panjang, dan lebarnya akurat. Pada pembuatan cetakan untuk stang kemudi, syarat
teknis yang harus dipenuhi adalah stang kemudi yang dihasilkan dapat menahan
beban getaran dari engine. Selain itu, stang kemudi yang dihasilkan juga harus
dapat menempelkan engine pada posisi yang sesuai. Hal itu berkaitan dengan
ketepatan posisi penyambungan fleksibel shaft ke engine dan dek sehingga
putaran yang disalurkan maksimal.
Desain cetakan untuk roda dan pengatur ketinggian harus
mempertimbangkan kesejajaran poros terhadap permukaan tanah karena
berpengaruh terhadap keseragaman ketinggian rumput hasil pemangkasan. Selain
itu, syarat teknis lainnya yang harus dipenuhi adalah kesesuaian jarak dan siku-
siku antara pasangan roda depan dan belakang, serta kesesuaian jarak dan siku-
siku antara roda kiri dan kanan pada satu pasang roda. Adapun untuk komponen
kantung rumput terdiri dari dua komponen yaitu rangka dan selimut. Desain
cetakan dibuat hanya untuk rangkanya saja. Selimut kantung penampung terbuat
dari kain parasut.
Setelah dilakukan produksi Potrum BBE-02, maka dilakukan pengukuran
akurasi dimensi dimensi masing-masing komponennya. Pengukuran akurasi
dimensi dilakukan untuk mengukur tingkat akurasi dimensi hasil jadi yang
dibandingkan dengan dimensi rencana. Tingkat akurasi ini selanjutnya berguna
dalam hal penentuan keseragaman hasil apabila dilakukan produksi massal.
Berdasarkan data yang telah dihitung, besarnya rata-rata persentase akurasi
dimensi yang dihasilkan sangat bagus yaitu 98.33 %. Sehingga setelah dilakukan
analisis dan simulasi biaya produksi untuk kapasitas produksi sebanyak 240 unit
per tahun adalah sebesar Rp. 1 388 113.14 per unit.

2
BIODATA PENULIS

Penulis terlahir dengan nama lengkap Hadi Sucipto


bertempat di Indramayu, Jawa Barat pada tanggal 7 Juli 1987.
Selama ini pernah menajalani pendidikan di SD Negeri
Salawana 2 Majalengka lulus tahun 1999, SLTP Negeri 2
Dawuan – Majalengka lulus tahun 2002, SMA Negeri 1
Sindang – Indramayu lulus tahun 2005, dan melanjutkan pendidikan sarjana di
Institut Pertanian Bogor (IPB) hingga tahun 2009.
Ketika menjalani studi di IPB, penulis pernah aktif sebagai Sekretaris
Umum Ikatan Mahasiswa Dharma Ayu Indramayu (IKADA) Bogor periode 2007-
2008, dan Ketua Agricultural Engineering Design Club (AEDC) Departemen
Teknik Pertanian periode 2008-2009. Selain itu, penulis adalah finalis Pekan
Ilmiah Mahasiswa Tingkat Nasional (PIMNAS) XXI bidang PKM Kewirausahaan
pada tahun 2008 di UNISSULA Semarang,
Semarang, serta melakukan Praktek Lapangan
tahun 2008 dengan judul “Penggunaan dan Perawatan Alat dan Mesin
Pertanian Pada Budidaya Tebu di PT. P.G. Rajawali II Unit P.G. Jatitujuh,
Majalengka, Jawa Barat”.
Barat”. Penulis juga melakukan penelitian dengan judul
“Perancangan Proses Produksi Mesin Pangkas
Pangkas Rumput Tipe Dorong Dengan
Sumber Tenaga Putar Motor Brush Cutter (Potrum BBE-02) Skala Bengkel
Sederhana”.
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala


limpahan nikmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah
pada junjungan segenap umat muslim di dunia yaitu Nabi Muhammad SAW. Oleh
karena itu penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perancangan
Proses Produksi Mesin Pangkas Rumput Tipe Dorong Dengan Sumber
Tenaga Putar Motor Brush Cutter (Potrum BBE-02) Skala Bengkel
Sederhana” ini dengan baik.
Penyusunan skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di
Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Banyak pihak
yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ini. Atas segala bantuan yang telah diberikan, baik moril,
materil, maupun spirituil maka perkenankan penulis untuk mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, M.SAE. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan serta kontribusinya dengan segala kesabaran dan
ketegasannya.
2. Dr. Ir. Radite P.A.S., M.Agr. dan Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr. selaku dosen
penguji sidang skripsi atas bimbingannya.
3. Ayah, Bunda, Adinda tercinta (Esih dan Dito), dan segenap keluarga besar
yang merupakan pendukung terhebat dalam pembentukan mental dan emosi
penulis.
4. Reza dan Sofi yang senantiasa bersama-sama meraih mimpi serta berkarya
bersama.
5. Pak Parma, Pak Wana, Pak Abas, Pa Mardison, Soleh, dan Samun yang
senantiasa memberikan kebersamaan serta saran dan ide yang telah
dicurahkan.
6. Teman-teman terbaik penulis, Mahasiswa Teknik Pertanian ’42 (Angkatan
Masuk 2005), atas semua pengalaman hidup yang pernah dilalui bersama
kalian, “Sukses untuk Kita semua”.

i
7. Penghuni “Wisma London” (Jayadi, Farid, Bara, Awi, Revi, dan Agus) atas
toleransi dan pengertian yang telah diberikan.
8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, September 2009


Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Tujuan ..................................................................................................... 2
1.3. Batasan Masalah ..................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4
2.1. Pengertian Merancang, Memodifikasi, dan Fabrikasi ............................ 4
2.2. Mesin Pemangkas rumput ....................................................................... 5
2.2.1. Jenis Pemangkas Rumput Berdasarkan Pengoperasiannya ........ 5
2.2.2. Jenis Pemangkas Rumput Berdasarkan Tipe Pisau .................... 7
2.3. Mesin Pemangkas Rumput Tipe POTRUM BBE-01 ........................... 10
2.4. Proses Perancangan Produk .................................................................. 11
2.4.1. Identifikasi Kebutuhan .............................................................. 12
2.4.2. Penciptaan konsep produk ........................................................ 12
2.4.3. Perancangan Produk ................................................................. 15
2.4.4. Pembuatan Produk .................................................................... 16
2.5. Proses Produksi ..................................................................................... 16
2.5.1. Gambar Bentangan ................................................................... 16
2.5.2. Penyiapan Alat dan Bahan ........................................................ 17
2.5.3. Pengerjaan Bahan ..................................................................... 19
2.5.4. Optimasi Bahan......................................................................... 26
2.5.5. Analisis Ekonomi ...................................................................... 26
III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 28
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 28
3.2. Alat dan Bahan ...................................................................................... 28
3.3. Tahapan Penelitian ................................................................................ 29

iii
3.3.1. Identifikasi Masalah .................................................................. 30
3.3.2. Penyusunan Konsep .................................................................. 30
3.3.3. Pemilihan Desain Terbaik yang Sesuai .................................... 30
3.3.4. Pembuatan Cetakan................................................................... 30
3.3.5. Pembuatan Prototipe ................................................................. 31
3.3.6. Uji Kinerja ................................................................................ 31
3.3.7. Laporan ..................................................................................... 32
IV. DESAIN PROSES PRODUKSI MESIN PANGKAS RUMPUT POTRUM
BBE-02 ........................................................................................................... 33
4.1. Modifikasi Potrum BBE-01 Menjadi Potrum BBE-02 ......................... 33
4.2. Desain Komponen Mesin Potrum BBE-02 ........................................... 33
4.2.1. Dek ............................................................................................ 33
4.2.2. Stang Kemudi ........................................................................... 34
4.2.3. Roda dan Pengatur Ketinggian ................................................. 35
4.2.4. Dudukan Mesin ......................................................................... 37
4.2.5. Unit Pemangkas (Rangkaian Pisau) .......................................... 38
4.2.6. Sistem Transmisi....................................................................... 39
4.2.7. Kantung Rumput ....................................................................... 40
4.3. Desain Cetakan Komponen Mesin Potrum BBE-02 ............................. 41
4.3.1. Dek ............................................................................................ 41
4.3.2. Stang Kemudi ........................................................................... 43
4.3.3. Roda dan Pengatur Ketinggian ................................................. 44
4.3.4. Kantung Rumput ....................................................................... 45
4.4. Pemilihan dan Pengerjaan Material Komponen.................................... 46
4.4.1. Dek ............................................................................................ 46
4.4.2. Stang Kemudi ........................................................................... 47
4.4.3. Rangkaian Roda dan Pengatur Ketinggian ............................... 47
4.4.4. Dudukan Mesin ......................................................................... 48
4.4.5. Kantung Rumput ....................................................................... 48
4.5. Hazard Analysis (Analisis Kerusakan) ................................................. 49
4.5.1. Analisis Kerusakan Awal .......................................................... 49
4.5.2. Failure Mode & Effect Analysis (FMEA) ................................. 50

iv
4.6. Analisis Biaya ....................................................................................... 50
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 55
5.1. Proses Produksi ..................................................................................... 55
5.1.1. Proses Produksi Dek ................................................................. 56
5.1.2. Proses Produksi Stang Kemudi ................................................. 59
5.1.3. Proses Produksi Rangkaian Roda dan Pengatur Ketinggian .... 59
5.1.4. Proses Produksi Kantung .......................................................... 60
5.1.5. Proses Finishing ........................................................................ 61
5.2. Pengukuran Durasi Proses Produksi ..................................................... 62
5.3. Pengukuran Akurasi Dimensi ............................................................... 63
5.4. Pengujian di Lapangan .......................................................................... 66
5.4.1. Waktu Perakitan dan Pelepasan ................................................ 66
5.4.2. Efisiensi Lapang ....................................................................... 68
5.4.3. Ketahanan Sambungan ............................................................. 69
5.4.4. Kinerja Pemangkasan ............................................................... 70
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 72
6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 72
6.2. Saran ..................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 73
LAMPIRAN .......................................................................................................... 75

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sifat teknis bahan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan....... 18
Tabel 2. Ketebalan Pelat B.S. 4391....................................................................... 19
Tabel 3. Cutting Speed untuk mata bor ................................................................. 23
Table 4. Kecepatan pemakanan (feeding) ............................................................. 24
Tabel 5. Kuat arus dan tebal bahan dan diameter elektrode ................................. 25
Tabel 6. Kecepatan Keliling yang disarankan....................................................... 26
Tabel 7. Failure Mode & Effect Analysis (FMEA) Mesin Potrum BBE-02 ........ 50
Tabel 8. Modal awal peralatan bengkel ................................................................ 51
Tabel 9. Kebutuhan bahan baku pembuatan 20 unit mesin (per bulan) ................ 52
Tabel 10. Kebutuhan bahan penolong per bulan ................................................... 53
Tabel 11. Perhitungan biaya per pesanan.............................................................. 54
Tabel 12. Data durasi proses pembuatan mesin BBE-02 ...................................... 63
Tabel 13. Data akurasi dimensi mesin yang dihasilkan ........................................ 63
Tabel 14. Data waktu pemasangan komponen mesin ........................................... 66
Tabel 15. Data waktu pelepasan komponen mesin ............................................... 66
Tabel 16. Data pengukuran dan penghitungan efisiensi lapang Potrum BBE-02 . 68
Tabel 17. Keseragaman Rumput Setelah Pemangkasan pada Lahan Rumput
Bermuda Tiffway 146. ........................................................................... 70
Tabel 18. Keseragaman Rumput Setelah Pemangkasan pada Lahan Rumput
Gajahan .................................................................................................. 71

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ride-on mower ...................................................................................... 5


Gambar 2. Walk behind mower ............................................................................... 6
Gambar 3. Brush cutter dan bagian-bagiannya ....................................................... 7
Gambar 4. Rotary mower ........................................................................................ 8
Gambar 5. Rotary mower gandeng ......................................................................... 8
Gambar 6. Reel mower ............................................................................................ 9
Gambar 7. Hover mower ......................................................................................... 9
Gambar 8. Potrum SRT-03 ................................................................................... 10
Gambar 9. Potrum BBE-01 ................................................................................... 11
Gambar 10. Diagram alir kegiatan perancangan ................................................... 12
Gambar 11. Tabel pengerjaan QFD ...................................................................... 14
Gambar 12. Bentangan kubus ............................................................................... 16
Gambar 13. Beberapa alat bantu ukur dan perkakas tangan bengkel ................... 17
Gambar 15. Alat bantu pemotongan ..................................................................... 20
Gambar 16. Bentangan pelat dengan tipe bend allowance dan bend reduction ... 21
Gambar 17. Tipe susunan rol kombinasi jepit dan piramid .................................. 22
Gambar 18. Diagram Alir Tahapan Penelitian...................................................... 29
Gambar 19. Modifikasi Potrum BBE-01 (a) menjadi Potrum BBE-02 (b) .......... 33
Gambar 20. Modifikasi dek................................................................................... 34
Gambar 21. Bentangan awal dek .......................................................................... 34
Gambar 22. Modifikasi stang kemudi ................................................................... 35
Gambar 23. Modifikasi rangkaian roda dan pengatur ketinggian ......................... 36
Gambar 24. Sketsa tuas pengatur ketinggian ........................................................ 36
Gambar 25. Gambar bentangan pengatur ketinggian Potrum BBE-02 ................. 37
Gambar 26. Modifikasi dudukan mesin ................................................................ 37
Gambar 27. Bagian-bagian dudukan engine brush cutter ..................................... 38
Gambar 28. Gambar bentangan dudukan mesin ................................................... 38
Gambar 29. Modifikasi unit pemangkas ............................................................... 39
Gambar 30. Bagian-bagian unit pemangkas ......................................................... 39
Gambar 31. Modifikasi kantong penampung rumput potrum BBE-02................. 40

vii
Gambar 32. Bagian-bagian kantong penampung rumput potrum BBE-02 ........... 40
Gambar 33. Sketsa pelindung potongan rumput (clippings guard) ...................... 41
Gambar 34. Gambar bentangan clippings guard .................................................. 41
Gambar 35. Parameter pembuatan cetakan untuk dek .......................................... 42
Gambar 36. Rancangan cetakan untuk dek ........................................................... 42
Gambar 37. Parameter pembuatan cetakan untuk stang kemudi .......................... 43
Gambar 38. Rancangan cetakan untuk stang kemudi ........................................... 43
Gambar 39. Parameter pembuatan cetakan untuk roda dan pengatur ketinggian . 44
Gambar 40. Rancangan cetakan pengatur ketinggian ........................................... 45
Gambar 41. Parameter pembuatan cetakan untuk kantung rumput ...................... 45
Gambar 42. Rancangan cetakan untuk pembuatan rangka kantung ..................... 46
Gambar 43. Proses pembentukan bentangan pada pengerjaan dek....................... 46
Gambar 44. Proses pembentukan bentangan pada pengerjaan stang kemudi ....... 47
Gambar 45. Bagian-bagian rangkaian roda dan pengatur ketinggian ................... 47
Gambar 46. Proses pembentukan bentangan pada pengerjaan dudukan mesin .... 48
Gambar 47. Tranformasi pembuatan rangka menjadi kantung utuh. .................... 49
Gambar 48. Proses pembentukan bentangan pada pengerjaan penahan rumput .. 49
Gambar 50. Cetakan BBE-02 (untuk komponen dek, roda, pengatur ketinggian,
dan stang kemudi) ............................................................................. 56
Gambar 51. Bagian-bagian cetakan untuk dek ..................................................... 56
Gambar 52. Proses pembuatan bentangan dek ...................................................... 57
Gambar 53. Proses pembuatan bagian depan dek ................................................. 58
Gambar 54. Bentangan dek optimal ...................................................................... 58
Gambar 55. Cetakan untuk stang kemudi ............................................................. 59
Gambar 56. Cetakan untuk rangkaian roda dan pengatur ketinggian ................... 60
Gambar 57. Proses pembuatan rangkaian roda dan pengatur ketinggian ............. 60
Gambar 58. Cetakan rangka kantung .................................................................... 61
Gambar 59. Proses Pengecatan ............................................................................. 61
Gambar 60. Proses perangkaian mesin Potrum BBE-02 ...................................... 62
Gambar 61. Potrum BBE-02 setelah dipasang engine brush cutter dengan
kantong penampung (a) dan clippings guard (b) .............................. 62
Gambar 62. Grafik perbandingan waktu perakitan bagian mesin pangkas ........... 67

viii
Gambar 63. Grafik perbandingan waktu pelepasan bagian mesin pangkas .......... 68
Gambar 64. Bagian sambungan yang sering lepas................................................ 69

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar teknik mesin pangkas rumput Potrum BBE-02 ........... Error!
Bookmark not defined.
Lampiran 2. Hasil Kinerja Pemangkasan Mesin Potrum BBE-02. ....................... 90

x
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengelolaan rumput saat ini sebagian besar ditujukan untuk memperindah
tanaman lanskap maupun sarana olahraga luar ruangan. Penerapan pengelolaan
rumput yang baik di daerah perumahan dapat meningkatkan kualitas estetika
bangunan dan lingkungan secara keseluruhan. Terdapat tiga kunci utama dalam
pemeliharaan rumput yang baik yaitu pemangkasan, pemupukan dan pengairan
(The Lawn Institute, 2007).
Pada rumput taman, keindahan dan kondisi rumput sangat ditentukan oleh
kegiatan pemangkasan. Tinggi potong dan frekuensi pemotongan merupakan
bagian dari tahap pemangkasan yang berdampak pada kondisi rumput. Alat atau
mesin pemangkas rumput yang digunakan dikenal dengan istilah mower.
Beberapa tipe mower berdasarkan cara penggunaan atau posisi operator antara
lain riding mower, walk behind mower dan brush cutter. Salah satu tipe mower
yang sering digunakan di masyarakat adalah tipe brush cutter.
Brush cutter dapat digunakan untuk memotong rumput pada berbagai lokasi,
posisi kemiringan, dan ketinggian rumput. Pada penggunaan jenis brush cutter
terdapat kelemahan seperti pada penerapan di tempat datar pemotongan
menghasilkan scalping (pemotongan rumput tidak merata), tidak terdapat
penampung clippings (rumput hasil potongan), pemotongan rendah sulit dan
pemakaian terlalu lama menyebabkan kelelahan kerja pada operator (baik dari
berat atau getaran yang dihasilkan mesin). Pekerjaan pemotongan rumput dengan
brush cutter relatif lebih singkat. Akan tetapi penggunaannya terbatas pada lahan
yang tidak rata atau pada lahan dimana hasil ketinggian pemotongan tidak perlu
rapih. Keterbatasan yang terdapat pada brush cutter dapat diatasi dengan
pemberian alat tambahan berupa dek, stang kemudi, pengatur ketinggian, dan
penampung clippings.
Saat ini sedang dikembangkan perancangan jenis pemangkas rumput tipe
dorong hasil modifikasi dari brush cutter dengan nama Potrum BBE. Potrum BBE
adalah mesin pangkas rumput rotari tipe dorong dengan sumber tenaga backpack
brush cutter engine (BBE). Pengembangan yang telah dilakukan menghasilkan

1
BBE prototipe pertama dan kedua dengan tipe POTRUM BBE-01 dan BBE-02.
POTRUM BBE merupakan pengembangan brush cutter agar dapat dipakai di
segala lokasi, posisi, dan keseragaman ketinggian potong.
POTRUM BBE tersebut masih perlu pengembangan antara lain dalam hal
perancangan proses produksi (fabrikasi) untuk skala bengkel. Pentingnya
perancangan proses fabrikasi diperlukan untuk keseragaman bentuk, ukuran, dan
fungsional hasil produk. Selain itu, proses fabrikasi dapat meningkatkan efisiensi
biaya dan waktu pembuatan. Oleh karena itu, proses fabrikasi skala bengkel perlu
dilakukan sebelum dilakukan fabrikasi yang lebih besar oleh industri manufaktur.

1.2. Tujuan
a. Membuat alat bantu kerja bengkel agar struktur mesin yang dibuat menjadi
akurat, cepat, dan aman.
b. Menentukan biaya yang dibutuhkan dalam proses produksi massal skala
bengkel.
c. Membandingkan dimensi struktur utama mesin yang dihasilkan dari proses
fabrikasi dengan dimensi rancangan.

1.3. Batasan Masalah


Permasalahan yang akan menjadi bahasan pada penelitian ini adalah
mengenai pelaksanaan proses produksi POTRUM BBE-02 di lapangan (di
bengkel sederhana). Bahasan proses produksi itu sendiri dibatasi hanya pada
proses pembuatan alat bantu kerja bengkel berupa cetakan pembuatan komponen,
pemilihan bahan, pengerjaan material penyusun komponen, dan analisis teknik
(analisis kerusakan dan analisis biaya produksi).
Proses pembuatan cetakan meliputi cetakan untuk perangkaian dan
perakitan komponen POTRUM BBE-02. Komponen yang akan dibuat cetakannya
adalah bagian dek, rangkaian roda, stang kemudi, dan rangka kantung rumput.
Proses pemilihan bahan meliputi penentuan penggunaan bahan atau material
penyusun komonen berdasarkan sifat teknik dan ekonomi bahan. Sedangkan
pengerjaan material penyusun komponen meliputi langkah pengerjaan komponen
utama. Komponen utama tersebut meliputi dek, stang kemudi, dudukan mesin,

2
dudukan flexible shaft, pisau dan dudukan pisau, cliper (kantung rumput),
rangkaian roda transportasi, dan pengatur ketinggian potong.
Pada tahap analisis teknik akan dilakukan analisis kerusakan dan analisis
biaya produksi. Analisis kerusakan yang dilakukan adalah analisis peluang
terjadinya kerusakan pada komponen utama. Sedangkan pada analisis biaya
produksi akan dilakukan analisis biaya produksi Potrum BBE-02 untuk rencana
produksi satu tahun.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Merancang, Memodifikasi, dan Fabrikasi


Kegiatan merancang sering disamakan dengan kegiatan mendesain (design).
Menurut situs wikipedia dalam Purwiningtyas, 2006, kata design berasal dari
bahasa latin designare yang artinya to designate yaitu menunjuk, menandai, atau
marking out. Kata design memiliki beberapa definisi, salah satu yang paling
sesuai adalah to outline yang berarti menggambar atau mensketsa, membuat plot
atau merencanakan, sebagai aksi atau kerja. Sedangkan engineering design
didefinisikan sebagai proses pengaplikasian dari beberapa macam prinsip teknik
dan sains, bertujuan untuk menentukan bentuk suatu alat, suatu proses, atau suatu
sistem dengan cara yang cukup detail untuk menjadikannya terwujud menjadi
realitas atau direalisasikan.
Menurut The Acreditation Board for Engineering and Technology (ABET),
engineering design adalah suatu proses menemukan, memikirkan, merencanakan,
dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan. Ini adalah sebuah proses
pengambilan keputusan (sering bersifat iteratif), dimana ilmu pengetahuan dasar,
matematika, dan ilmu keteknikan diaplikasikan untuk mengubah sumberdaya-
sumberdaya secara optimal untuk menemui atau mendapatkan satu tujuan yang
sudah dinyatakan. (Eide et al, 2002)
Setelah kegiatan perancangan dilakukan maka tahapan selanjutnya adalah
tahap pembuatan produk. Dapat dikatakan bahwa perancangan adalah kegiatan
awal dari suatu rangkaian kegiatan dalam proses pembuatan produk. Perancangan
dan pembuatan merupakan bagian yang sangat besar dari semua kegiatan teknik
yang ada. (Harsokoesoemo, 2000)
Seiring berjalannya waktu, produk yang telah dibuat akan mengalami proses
perbaikan dalam rangka pemenuhan kebutuhan konsumen. Perbaikan yang
dilakukan bertujuan untuk menyempurnakan fungsi produk. Kegiatan tersebut
biasa disebut dengan istilah modifikasi. Menurut Ullman, 1992, modifikasi atau
redesign adalah kegiatan merancang/mendesain ulang sebuah alat/mesin yang
sudah ada untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu. Dalam perancangan ada
juga yang disebut dengan mature design, yaitu produk-produk yang mengalami

4
perubahan selama bertahun-tahun. Contoh mature design yang paling mudah
ditemui adalah peraut pensil, pelubang kertas, dan stapler yang hampir selalu
dapat ditemukan di setiap meja kerja. Pengetahuan untuk mengembangkan alat
tersebut telah lengkap, sehingga tidak ada yang perlu dipelajari lagi.
Apabila produk yang telah dirancang dan dibuat menarik minat banyak
konsumen, maka perluadanya produksi dalam jumlah yang banyak (produksi
massal). Banyaknya produksi harus tetap memperhatikan segi keseragaman hasil.
Oleh karena itu, hal ini mendorong adanya proses fabrikasi. Istilah fabrikasi biasa
disebut juga dengan istilah Manufaktur. Menurut Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia, manufaktur adalah membuat atau menghasilkan sesuatu dengan tangan
atau mesin.

2.2. Mesin Pemangkas rumput


Secara umum mesin pemangkas rumput mempunyai tiga tipe berdasarkan
pengoperasiannya, yaitu riding mower, walk behind mower dan brush cutter.

2.2.1. Jenis Pemangkas Rumput Berdasarkan Pengoperasiannya


a. Ride-on Mower
Pemangkas rumput jenis ini merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan
pekerjaan pemangkasan dengan lahan yang sangat luas. Efektivitas pengerjaan
mesin pangkas tipe ride-on mower terlihat dari hasil pangkasan yang seragam dan
rapi. Selain itu, beban kerja operator tidak terlalu berat karena posisi operator
duduk seperti mengendarai mobil dan sejenisnya.

Gambar 1. Ride-on mower


(http://www.greenindustrypros.com/)

5
Mesin pangkas jenis ini sebagian besar tidak dilengkapi dengan kantung
penampung clipping. Hal itu menyebabkan adanya sampah clipping setelah
pengoperasian. Adanya sampah clipping yang tidak tertampung menyebabkan
adanya pekerjaan tambahan setelah pemangkasan.

Gambar 2. Walk behind mower


(http://www.greenindustrypros.com/)

b. Walk Behind Mower


Mesin pemangkas tipe walk behind mower dapat dikatakan paling banyak
digunakan. Hal itu dikarenakan tipe ini cocok untuk hampir semua jenis halaman
rumput. Posisi operator mesin ini berada di belakang dengan beban kerja relatif
ringan. Mesin ini mempunyai hasil kerja yang relatif seragam dan umumnya
memiliki kantung penampung clippings.

c. Brush cutter
Brush cutter adalah mesin pangkas rumput tipe rotari yang digunakan
dengan cara digendong. Hasil potong mesin pangkas tipe ini relatif tidak seragam
tergantung keahlian dari operator. Selain itu, tipe ini tidak memiliki kantung
penampung clipping. Penggunaan brush cutter banyak digunakan di indonesia
dikarenakan harganya yang cukup murah dan tahan lama.

6
2 1
3
4 5
6 7
8
9
10
11

12

13
Keterangan :
1. Tangki bahan bakar
2. Rangka gendong 8. Throttle
3. Muffler 9. Pipa Aluminium
4. Karburator 10. Handle
5. Flexible shaft 11. Gear case
6. Recoil starter 12. Safety guard
7. Grip 13. Pisau

Gambar 3. Brush cutter dan bagian-bagiannya

Brush cutter biasanya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu straight shaft
brush cutter dan curved shaft brush cutter. Straight shaft brush cutter adalah
brush cutter yang memiliki pipa rangka transimsi lurus dan kaku. Sedangkan
flexible shaft brush cutter adalah brush cutter yang memiliki poros transmisi yang
fleksibel.

2.2.2. Jenis Pemangkas Rumput Berdasarkan Tipe Pisau


a. Rotary Mower
Mesin pemangkas rumput tipe rotari adalah mesin pemangkas rumput yang
memotong berdasarkan impak pisau terhadap rumput (free cutting) dengan
kecepatan horizontal, sejajar dengan permukaan tanah (Suastawa, 2002).
Mesin pemangkas rumput tipe rotari terdiri dari suatu rumah siput, sebuah
pisau pemotong kaku yang berputar pada ruang pemotongan di dalam rumah siput
atau yang disebut dek. Selai itu, dilengkapi juga dengan sebuah stang pendorong
yang biasanya berbentuk U memanjang ke atas di bagian belakang dari rumah

7
siput yang memungkinkan operator untuk mengemudikan dan menggerakkan
mesin pemangkas rumput tersebut.

Gambar 4. Rotary mower


(http://www.ecomowers.com/)

Selain itu, terdapat pula rotary mower yang digerakkan oleh traktor. Jenis ini
biasanya digunakan untuk lahan rumput yang sangat luas. Umumnya pisau ini
digandengkan dengan traktor roda empat. Putaran pisau rotari berasal dari PTO
(Power Take Of) traktor. Rotary mower jenis ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Rotary mower gandeng


http://www.made-in-china.com/

b. Reel Mower
Pisau pemotong pada mesin tipe reel berbentuk silinder helix yang terdiri
atas pisau-pisau spiral yang mengelilingi satu silinder yang memotong seperti
gunting. Pisau tipe ini dapat menghasilkan pemangkasan yang sangat baik dengan
ktinggian pemotongan pada titik rendah. Hasil pemangkasan akan lebih efektif

8
jika digunakan untuk memotong rumput dengan tinggi 1,5 inch atau kurang dari
itu. (Purwiningtyas, 2006)

Gambar 6. Reel mower


(http://www.ecomowers.com/ & http://fivenonblondes.files.wordpress.com/)

c. Hover Mower
Hover mower merupakan jenis mesin pemangkas rumput yang mulai
populer. Hover mower adalah mesin pemangkas rumput yang tidak menggunakan
roda dan dapat digunakan di berbagai jenis lahan rumput. Cara kerja hover mower
adalah menggunakan bantalan udara di setiap permukaan yang kontak dengan
Bantalan udara menyebabkan badan mesin seakan-akan
permukaan tanah. Bantalan
mengapung dan mengikuti setiap kontur lahan yang akan dipangkas. Hover
mower dapat bekerja pada lahan dengan kemiringan curam, basah, dan berpasir.
Selain itu, badan mesin yang seakan-akan mengapung menyebabkan arah
pemangkasan bisa ke segala arah.

Gambar 7. Hover mower


(http://www.made-in-china.com/)

9
2.3. Mesin Pemangkas Rumput Tipe POTRUM BBE-01
Departemen Teknik Pertanian IPB telah melakukan rancang bangun mesin
pangkas rumput SRT-01, SRT-02, SRT-03, dan POTRUM BBE-01. Tipe SRT-01,
SRT-02 dan SRT-03 adalah mesin pangkas rumput dengan tenaga putar pisaunya
dengan motor listrik. Bahkan, mesin pangkas rumput SRT-03 sudah memiliki
kemampuan yang sama dengan mesin pangkas rumput yang ada dipasaran karena
telah mengalami perbaikan desain berdasarkan kelemahan dari SRT-01 dan SRT-
02.

Gambar 8. Potrum SRT-03

Rancangan terakhir yang telah dilakukan menghasilkan mesin pemangkas


rumput tipe POTRUM BBE-01. Secara umum, spesifikasi teknis mesin pangkas
rumput tipe POTRUM BBE-01 berpenggerak motor bakar dari brush cutter.
Transmisi tenaga dari motor ke pisau menggunakan flexibel shaft. Rangkaian
pisau diletakkan di dalam rumah siput (dek).
Mesin POTRUM BBE-01 menggunakan sepasang pisau rotari yang
diletakan pada sebuah piringan pisau. Sudut pemasangan pisau pada tipe ditekuk
adalah 20° dengan tujuan mengurangi torsi. Sudut kemiringan pisau sebesar 15°
dengan tujuan mengurangi gesekan pisau dan rumput serta memberikan efek

10
hembusan. Mesin pangkas rumput ini memiliki kantong penampung clippings
(rumput hasil potongan) yang terletak dibelakang dek. Secara umum, berat mesin
POTRUM BBE-01 jauh lebih ringan dibanding mesin potong rumput generasi
sebelumnya. (Renatho, 2009)

Gambar 9. Potrum BBE-01

Pada jenis rumput halaman rumah (bermuda tiffway dan gajahan) rata-rata
efisiensi lapangnya cukup tinggi yaitu sekitar 64%. Pada saat penerapan di
lapangan, mesin POTRUM BBE-01 seringkali kurang maksimal karena ketika
operasi terdapat gas buang yang langsung berhembus ke operator. Selain itu,
pemasangan pisau yang yang tidak seimbang menyebabkan getaran pada mesin
cukup besar. (Renatho, 2009)

2.4. Proses Perancangan Produk


Apabila digambarkan dalam sebuah diagram alir, maka kegiatan
perancangan hinga menjadi produk jadi menurut Harsokoesoemo adalah sebagai
berikut:

11
Identifikasi kebutuhan

Penciptaan konsep produk

Perancangan produk

Pengembangan dan penyempurnaan produk

Pembuatan produk

Distribusi produk

Gambar 10. Diagram alir kegiatan perancangan


(Harsokoesoemo, 2000)

Dalam hal ini penulis membatasi penulisan untuk tidak membahas mengenai
distribusi produk.

2.4.1. Identifikasi Kebutuhan


ketidakpuasan atas suatu kondisi.
Kebutuhan biasanya muncul karena ketidakpuasan
Menurut Harsokoesoemo, 2000, kebutuhan akan suatu produk baru ditemukan
oleh bagian pemasaran. Selanjutnya dilakukan studi kelayakan apakah produk
tersebut harus direalisasikan atau tidak. Apabila produk itu dinilai layak maka
selanjutnya diberikan kepada perancang untuk dilakukan perancangan.

2.4.2. Penciptaan konsep produk


a. Definisi permasalahan
Setelah produk dinilai layak sebagai suatu kebutuhan maka sebelum
dilakukan tahap perancangan, selanjutnya dilakukan dilakukan perumusan formal

12
masalah apa yang akan dipecahkan melalui desain. Dalam hal ini harus dicermati
beberapa pertimbangan yaitu apa yang harus dan apa yang harus tidak ada dalam
rancangan yang akan dibuat.
Akhirnya pada proses ini menurut Harsokoesoemo, 2000, dapat
menghasilkan suatu pernyataan masalah atau problem statement tentang produk
baru. Pernyataan masalah tersebut belumlah berupa solusi/produk baru tetapi
mengandung keterangan-keterangan tentang produk yang akan dirancang. Selain
itu, perlu dipertimbangkan juga mengenai apa yang diinginkan dan apa yang tidak
diinginkan dalam hal penyusunan spesifikasi.

b. Pengumpulan Informasi
Pada tahap ini dilakukan kegiatan untuk pengumpulan informasi mengenai
pemilihan bahan penyusun komponen. Informasi yang harus didapatkan antara
lain adalah dari mana dan bagaimana bahan didapatkan, kualitas bahan, cara
pengolahan, kecukupan pasokan bahan, dan impilkasinya terhadap keputusan
yang menyangkut hal tersebut. (Dieter, 1987)
Lebih detil tentang ini, menurut Harsokoesoemo, 2000, problem statement
yang muncul menyebabkan adanya pengetahuan tentang spesifikasi produk.
Spesifikasi produk merupakan dokumen penting dalam perancangan. Hal ini
dikarenakan didalamnya mengandung keinginan pengguna dan bersifat dinamis.
Spesifikasi produk merupakan dasar dan panduan perancangan sekaligus sebagai
bahan evaluasi hasil rancangan dan hasil produk yang sudah jadi.

c. Konseptualisasi
Pada tahap ini dilakukan Penentuan unsur/elemen, mekanisme, proses atau
konfigurasi yang memenuhi kebutuhan setelah dilakukan pengumpulan informasi.
Selain itu, juga dilakukan kegiatan studi kelayakan (feasibility study), preliminary
design, dan rancangan detail. Selanjutnya dilakukan analisis untuk sintesis
(peyatuan) semua keputusan yang telah diambil sebelum dilakukan perancangan
dan penyusunan alat. Pada akhir tahapan ini dilakukan proses evaluasi. Proses
evaluasi mencakup kegiatan pengujian, analisis teknik, dan optimasi desain.
(Dieter, 1987)

13
d. Teknik Penerapan Fungsi Berkualitas (Quality Function
Deployment Technique)
Teknik penerapan fungsi berkualitas atau biasa disebut dengan QFD adalah
metode yang sangat baik dipergunakan dalam memahami permasalahan desain.
Metode ini sangat penting, dan tidak memandang apakah proyek mencakup
perancangan seluruh sistem atau komponen tunggal, atau apakah rancangan asli
(baru) atau memodifikasi (merancang ulang). Metode ini diciptakan oleh Prof.
Yoji Akao dan Prof. Shigeru Mizuno pada tahun 1960. (Ullman, 1992)

Gambar 11. Tabel pengerjaan QFD


(Ullman, 1992)
Kemampuan kognitif para perancang umumnya mengarahkan perancang
pada cara untuk mencoba menerjemahkan fungsi dari pengguna menjadi suatu
wujud bentuk, gambaran-gambaran ini kemudian menjadi desain-desain yang
disukai. Prosedur QFD akan membantu para perancang untuk mengatasi
keterbatasan kognitif yang dimiliki (Ullman, 1992).

14
Langkah-langkah dalam melakukan teknik QFD dibagi menjadi enam
langkah yaitu:
1. Mengidentifikasi pelanggan.
2. Menentukan kebutuhan pelanggan.
3. Menentukan kepentingan relatif dari kebutuhan-kebutuhan.
4. Tolok ukur persaingan.
5. Menterjemahkan kebutuhan pelanggan ke dalam kebutuhan teknik yang
terukur.
6. Menentukan target teknik untuk desain.

2.4.3. Perancangan Produk


a. Komunikasi hasil
Proses komunikasi hasil rancangan dapat dilakukan melalui berbagai media.
Media komunikasi tersebut antara lain melalui gambar teknik, processing sheet,
laporan, dan persetasi. (Dieter, 1987)

b. Pemilihan Bahan
Pemilihan bahan yang tepat merupakan tahapan kunci dalam proses desain.
Bukan hanya memilih karakteristik bahan yang cocok dengan kondisi pelayanan,
tetapi berkaitan erat dengan proses pembuatan produk. Terlebih lagi, biaya bahan
bisa mencapai lebih dari 50% biaya total sehingga pemilihan bahan yang salah
akan dapat menambah sebagian besar biaya produksi.
Faktor penting dalam pemilihan bahan antara lain :
a. Ketersediaan.
b. Batasan-batasan ukuran dan toleransi bahan.
c. Keragaman sifat bahan.
d. Biaya.
Selain itu, perlu dipertimbangkan juga faktor-faktor lain seperti :
a. Mempertimbangkan kekuatan produk (engineering design).
b. Kemudahan dan keterbuatan (kemampuan untuk bisa dibuat).
c. Kemudahan untuk dirawat, aspek ergonomi (kenyamanan penggunaan).
d. Pertimbangan estetika/keindahan.

15
2.4.4. Pembuatan Produk
Pembuatan produk merupakan tahap dimana semua konsep perancangan
diwujudkan menjadi suatu bentuk jadi. Pada prosesnya di lapangan, pengetahuan
yang diperoleh dalam mentransformasi dari konsep produk menjadi produk dapat
diterasikan ke tahap sebelumnya (perancangan produk dan konsep produk). Hal
itu memungkinkan didapatkan konsep produk yang baru.
Pada proses pembuatan produk, gambar-gambar dan dokumen yang
terbentuk selama fase perancangan konsep produk dipakai sebagai dasar petunjuk
kerja pembuatan produk. Gambar-gambar dan dokumen tersebut adalah: gambar
layout, gambar detil, gambar susunan, dan daftar elemen atau part list. Pada
proses ini harus juga diperhatikan metode-metode produksi yang akan dipakai
untuk membuat produk yang seringdinamakan dengan istilah design for
manufacturing. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses design for
manufacturing terdapat empat elemn yaitu fungsi produk, bentuk produk, material
penyusun, dan proses pembuatan/produksi.

2.5. Proses Produksi


2.5.1. Gambar Bentangan
Gambar bentangan atau bukaan biasanya diperlukan dalam bengkel-bengkel
kerja pelat atau pada pabrik-pabrik yang memproduksi suatu alat yang bahannya
terbuat dari pelat. Maksud dari gambar bentangan atau bukaan ialah untuk
mempermudah pamotongan bahan atau mempermudah mengetahui banyaknya
bahan yang diperlukan. Untuk pengikatan ujung-ujungnya dapat dilakukan dengan
dipatri, dikeling, ataupun dilas. Cara penyambungan tersebut tergantung dari
macam bahan ataupun tebal-tipisnya bahan. (Ambiyar, 2008)

Gambar 12. Bentangan kubus

16
Bagan susunan permukaan lengkap suatu objek disebut gambar bentangan
atau pola.
2.5.2. Penyiapan Alat dan Bahan
a. Alat Ukur dan Perkakas Tangan
Beberapa contoh alat ukur dan perkakas tangan pada bengkel kerja mesin
menurut Ambiyar, 2008, adalah sebagai berikut:

Keterangan :
1. Mistar baja
2. Mistar gulung
3. Jangka sorong
4. Tap dan snei
5. Klem C
6. Ragum
7. Tang

Gambar 13. Beberapa alat bantu ukur dan perkakas tangan bengkel

17
b. Penyiapan Bahan
Tabel 1. Sifat teknis bahan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan.
1. Sifat Mekanis :
- Modulus elastisitas
- Batas mulur
- Kekuatan tarik
- Sifat fatik
- Keuletan
- Kekuatan impak
- Tahan aus
- Perbandingan kekuatan/berat
Daya Tahan Terhadap:
- Tekuk
- Torsi
- Geser
2 Sifat Yang Diperlukan Selama Proses Pembentukan
- Mampu mesin (machinability)
- Mampu las (weldability)
- Karakteristik pengerjaan dingin
- Karakteristik pengerjaan panas
3 Sifat-Sifat Yang Penting Sehubungan Dengan Pengaruh Lingkungan
- Daya Tahan Korosi;
• Lingkungan Biasa
• Di bawah pengaruh unsur-unsur kimia, minyak, gemuk,
pelumas, korosi lubang, dsb.
- Daya tahan panas
- Ketahanan aus
- Pelapukan
(Amstead, B.H., 1979)

Bahan pelat terdiri dari berbagai jenis bahan. Secara garis besar bahan pelat
ini dikelompokkan menjadi dua bagian besar yakni : bahan pelat logam ferro dan
pelat logam non ferro . Bahan pelat logam ferro ini diantaranya adalah pelat baja
lembaran yang banyak beredar di pasaran. Bahan pelat dari logam non ferro ini
diantaranya bahan pelat allumanium, tembaga, dan kuningan. (Ambiyar, 2008)
Lembaran-lembaran pelat yang tersedia di pasaran terdiri berbagai macam
jenis bahan diantaranya:
1. Pelat Seng 5. Pelat Alumanium campuran (alloy)
2. Pelat Baja 6. Pelat Tembaga
3. Pelat Baja Paduan 7. Pelat Kuningan
4. Pelat Alumanium 8. Pelat Perunggu

18
Dimensi atau ukuran lembaran pelat yang ada di pasaran ini terdiri dari dua
jenis ukuran diantaranya:
a. Ukuran panjang 1800 mm x lebar 900 mm dengan tebal bervariasi
b. Ukuran panjang 2400 mm x lebar 1200 mm dengan tebal bervariasi

Ukuran ketebalan pelat yang ada di Pasaran sangat bervariasi mulai dari
ukuran tipis sampai pada ukuran yang tebal. Menurut British Standard (B.S 4391)
ukuran ketebalan tersedia seperti pada tabel berikut.

Tabel 2. Ketebalan Pelat B.S. 4391


No Tebal Pelat (mm) No Tebal Pelat (mm)
1 0.020 18 0.400
2 0.025 19 0.500
3 0.030 20 0.600
4 0.032 21 0.630
5 0.040 22 0.800
6 0.050 23 1.000
7 0.060 24 1.250
8 0.063 25 1.600
9 0.080 26 2.000
10 0.100 27 2.500
11 0.120 28 3.150
12 0.125 29 4.000
13 0.165 30 5.000
14 0.200 31 6.300
15 0.250 32 8.000
16 0.300 33 10.00
17 0.315
(British Standard, 1992, dalam Ambiyar, 2008)

2.5.3. Pengerjaan Bahan


a. Proses Pemotongan
Pelat-pelat hasil produksi pabrik umumnya masih dalam bentuk lembaran
yang ukuran dan bentuknya bervariasi. Pelat-pelat dalam bentuk lembaran ini
tidak dapat langsung dikerjakan, sebab terlebih dahulu harus dipotong menurut
gambar bukan komponen yang akan dibentuk pengerjaan. Pembentukan pelat
dalam bentuk lembaran ini kurang efektif apabila dikerjakan secara langsung.
Dalam dunia industri istilah pemotongan pelat sebelum dikerjakan disebut

19
pemotongan awal (pre cutting). Pre cutting atau pemotongan awal dilakukan
untuk pemotongan pelat menurut bagian gambar dan ukurannya. (Ambiyar, 2008)
Di bawah ini adalah gambar beberapa alat bantu pemotongan pelat yang
umum dijumpai pada bengkel sederhana.

Keterangan :
1. Gunting
2. Gunting Tuas
3. Gerinda Potong

Gambar 15. Alat bantu pemotongan

b. Proses Tekuk atau Pembengkokan (Bending)


Penekukan merupakan proses di mana bentuk-bentuk yang lurus diubah
menjadi lengkungan bersudut. Penekukan merupakan bagian dari proses
pembentukan lain. Defenisi dan istilah-istilah yang digunakan pada penekukan
dilukiskan pada gambar berikut. Jari-jari pembengkokan R didefenisikan sebagai
jari-jari lengkungan cekung atau permukaan dalam tekukan. Serat di tengah-
tengah mengalami perentangan, dan karena merupakan serat rata-rata, maka harus
terjadi pengurangan tebal (pada tebal lembaran dan hanya tergantung pada
perbandingan antara jari-jari pembengkokan dengan tebal lembaran. Nilai-nilai

20
yang dapat diperoleh untuk paduan alumunium dan baja tahan karat austenit pada
berbagai proses temper pengerolan dingin.
Spring back merupakan gaya balik yang ditimbulkan akibat pengaruh
elastisitas bahan pelat yang mengalami proses pembentukan. Besarnya gaya balik
ini ditentukan oleh harga Modulus Elastisitas bahan. Dalam proses
pembengkokan ini harus diperhatikan gaya balik atau spring back. Biasanya
akibat spring back terjadi penyimpangan terhadap sudut pembengkokan yang
dibentuk. Spring back pada pembengkokan dapat dinyatakan sebagai:

    
 
 (Dieter, 1986)
  

Panjang bentangan pelat sesungguhnya dapat dihitung berdasarkan radius


penekukan dan tebal pelat yang dikerjakan.

Gambar 16. Bentangan pelat dengan tipe bend allowance dan bend reduction

Persamaan matematis dapat digunakan untuk menghitung panjang


bentangan pada proses penekukan sebagai berikut:

Panjang Bentangan (L) = a + b + c


  
Dengan   
    

Dimana: a = panjang bentangan lurus A


b = panjang bentangan lurus B
c = panjang lengkungan

21
R = jari-jari lengkungan
S = sudut tekuk
T = tebal pelat

c. Proses Roll
Pengerolan merupakan proses pembentukan yang dilakukan dengan
menjepit pelat diantara dua rol. Rol tekan dan rol utama berputar berlawanan arah
sehingga dapat menggerakan pelat. Pelat bergerak linear melewati rol pembentuk.
Posisi rol pembentuk berada di bawah garis gerakkan pelat, sehingga pelat
tertekan dan mengalami pembengkokan. Akibat penekanan dari rol pembentuk
dengan putaran rol penjepit ini maka terjadilah proses pengerolan. Pada saat pelat
bergerak melewati rol pembentuk dengan kondisi pembenkokan yang sama maka
akan menhasilkan radius pengerolan yang merata.

Gambar 17. Tipe susunan rol kombinasi jepit dan piramid

Gambar bentangan rol dapat dihitung berdasarkan diameter dan tebal pleat.
Untuk menghitung panjang bentangan silinder ini dapat digunakan persamaan
matematis yang dengan menghitung keliling lingkaran dari silinder yang
terbentuk. Diameter yang dihitung berdasarkan Diameter bagian dalam atau inside
diameter ditambah tebal pelat. Pertimbangan lain yang harus diperhatikan dalam
menghitung panjang bentangan pelat ini dapat ditambahkan metoda
penyambungan silinder yang akan digunakan. (Ambiyar, 2008)
Bentangan untuk silinder (L) :

L =  x (D + tebal pelat) + metode sambungan

22
d. Proses Bor
Mengebor adalah membuat lubang atau alur dengan tenaga putar. Bagian
yang berfungsi untuk melubangi adalah mata bor. Menurut Ambiyar, 2008, mata
bor diklasifikasikan menurut ukuran, satuan ukuran, simbol-simbol ukuran, bahan
dan penggunaannya. Menurut satuan ukuran, bor dinyatakan dalam mm dan inchi
dengan kenaikan bertambah 0,5 mm, misalnya Ø5; Ø5,5; Ø6; Ø6,5; Ø7 atau
dalam inchi dengan pecahan, misalnya Ø1/16”; Ø 3/32”; Ø1/8”; Ø5/32”; Ø3/16”
dan seterusnya, atau bertanda dengan huruf A ÷ Z.
Kemampuan sayat mata bor dipengaruhi oleh jenis bahan dan ukuran
diameter serta jenis bahan yang dibor. Kemampuan ini dapat kita peroleh secara
efisien dengan cara mengatur kecepatan putaran pada mesin berdasarkan hasil
perhitungan jumlah putaran dalam satu menit atau Revolution Per Menit (RPM).
Kecepatan putaran mata bor dapat dihitung dengan rumus :
1000. 

. 
Di mana :
N = Kecepatan putaran mesin dalam satuan putaran/menit (rpm)
Cs = Cutting speed (kecepatan potong) dalam satuan m/menit
 = 22/7
D = Diameter mata bor dalam satuan mm
1000 = Konversi dari satuan meter pada Cs ke milimeter

Tabel 3. Cutting Speed untuk mata bor


Carbide Drills HSS Drills
No Jenis Bahan
(m/menit) (m/menit)
1 Aluminium dan paduannya 200-300 80-150
2 Kuningan dan Bronze 200-300 80-150
3 Besi tuang lunak 100-150 40-75
4 Besi tuang sedang 70-100 30-50
5 Besi tempa 80-90 30-45
6 Baja Mesin 80-100 30-55
7 Baja lunak 60-70 25-35
8 Baja alat 50-60 20-30
9 Baja tempa 50-60 20-30
10 Baja dan paduannya 50-70 20-35
11 Stainless steel 60-70 25-35
(Ambiyar, 2008)

23
Selain kecepatan putaran, kecepatan pemakanan pun harus diperhatikan agar
tidak terjadi beban lebih. Berikut ini tabel kecepatan pemakanan pengeboran
untuk berbagai diameter.

Table 4. Kecepatan pemakanan (feeding)


Diameter mata bor Kecepatan pemakanan
(mm) (mm/putaran)
Hingga 3 0.025 – 0.05
3–6 0.05 – 0.1
6.5 – 8.5 0.1 – 0.2
8.5 – 25 0.2 – 0.4
Lebih dari 25 0.4 – 0.6
(Amstead, 1979)

e. Proses Las
Proses pengelasan adalah proses penyambungan logam dengan
menggunakan energi panas. Ada beberapa jenis pengelasan yang sering dilakukan
di bengkel sederhana yaitu las busur listrik las oxy-asetilen.
Las busur listrik termasuk salah satu proses las secara manual yang paling
banyak digunakan dalam proses manufaktur dan perbaikan barang-barang
mekanik dan konstruksi. Pada las busur listrik digunakan arus listrik sampai 600
Ampere dan busur nyala listrik itu menimbulkan panas yang tinggi (± 6.300
derajat Celsius) yang mampu mencairkan logam yang dilas tersebut. Pada saat
yang bersamaan, loncatan busur yang terdiri dari tetesan logam elekroda akan
berfungsi/bersatu dengan benda kerja, dan membentuk suatu kampuh, di mana
kampuh las itu akan dilindungi oleh kerak yang ditimbulkan oleh
coating/pembungkus elektroda yang mencair bersama-sama logam pengisinya.
Coating memiliki berat jenis yang lebih rendah dari logam, maka cairan coating
tersebut akan mengembang di atas kampuh las sehingga membentuk terak.
Untuk membuat las yang bagus, diameter elektroda harus diseleksi untuk
tebal logam yang akan dilas. Selain itu, kuat arus (Ampere) yang digunakan harus
tepat untuk diameter elektroda. Tabel 5. menunjukkan rekomendasi kuat arus dan
diameter elektroda untuk pekerjaan pengelasan dalam suatu bengkel bodi
automotif.

24
Tabel 5. Kuat arus dan tebal bahan dan diameter elektrode
Diameter
Tipe logam dan tebal Kuat arus
No elektroda
(inchi) (ampere)
(inchi)
1/16 10 - 30
Pelat logam tipis (outer sheet metal, etc;
1 5/64 25 - 45
sampai tebal 7/64 inchi)
3/32 40 - 70
1/8 50 - 130
Baja lunak tipis (struktur bodi dalam,
2 5/32 90 - 18
dsb. Tebal 7/64 – 3/16 inchi)
3/16 130 - 230
1/8 60 - 120
Baja lunak tebal (rangka, dsb. Tebal 3/16 5/32 90 - 160
3
– 5/16 inchi 3/16 120 - 200
1/4 190 - 300
(Rohyana, 2004)

Sedangkan pengelasan dengan gas adalah proses pengelasan secara manual


dimana digunakan campuran gas sebagai sumber panas. Nyala gas yang banyak
digunakan adalah gas alam, asetilen dan hidrogen yang dicampur dengan oksigen.
Dalam proses Las ini digunakan campuran gas oksigen dengan gas asetilen. Suhu
nyalanya bisa mencapai 3500oC. Pengelasan bisa dilakukan dengan atau tanpa
logam pengisi. Oksigen berasal dari proses hidrolisa atau pencairan udara.
Oksigen disimpan dalam silinder baja pada tekanan 14 MPa.
Secara umum, peralatan yang digunakan dalam gas iniadalah :
1. Tabung gas Oksigen dan tabung gas bahan bakar,
2. Katup silinder/tabung,
3. Regulator,
4. Selang gas,
5. Torch,
6. Peralatan pengaman.

f. Proses Gerinda
Pada proses menggerinda dilakukan dengan mesin gerinda. Mesin gerinda
terdiri dari dua buah batu gerinda, pada umumnya yang satu halus dan lainnya
kasar.

25
Kecepatan keliling roda gerinda disesuaikan dengan tingkat kekerasan atau
jenis perekat. Kecepatan keliling terlalu rendah membuat butiran mudah lepas dan
sebaliknya jika kecepatan keliling terlalu tinggi akan tampak proses
penggerindaan seperti keras dan hal ini akan berakibat roda gerinda pecah.
Kecepatan keliling roda gerinda dapat dihitung dengan rumus :
POS = RPM x ( D / 60)
Di mana :
POS = Peripheral operating speed atau kecepatan keliling dalam satuan meter
per detik
RPM = Putaran per menit
D = Diameter roda gerinda dalam satuan meter

Tabel 6. Kecepatan Keliling yang disarankan


Kecepatan Keliling
Jenis Pekerjaan
(m/det)
Pengasahan alat pada mesin gerinda alat 23 - 30
Gerinda silinder luar 28 - 33
Gerinda silinder dalam 23 - 30
Gerinda pedestal 26 - 33
Gerinda portabel 33 - 48
Gerinda datar 20 - 30
Penggerindaan alat dengan basah 26 - 30
Penggerindaan pisau 18 - 23
Cutting off wheels 45 - 80
(Ambiyar, 2008)

2.5.4. Optimasi Bahan


Optimasi adalah suatu proses untuk memaksimumkan suatu nilai yang
diinginkan atau meminimumkan suatu nilai yang tidak diinginkan. Dari
pengertian tersebut dapat dilihat bahwa proses optimasi bertujuan untuk
meminimumkan biaya produksi, serta memaksimumkan keuntungan. (Dieter,
2000)

2.5.5. Analisis Ekonomi


Analisis ekonomi yang dilakukan adalah melakukan estimasi biaya
fabrikasi. Stimasi biaya merupakan teknik memperkirakan kebutuhan biaya

26
untuk membangun suatu desain struktur (bangunan, pabrik, dan sebagainya) atau
memproduksi (pabrikasi) suatu desain produk.
Estimasi biaya bertujuan untuk :
a. Penetapan harga jual produk.
b. Menentukan metoda, proses dan bahan yang paling ekonomis dalam proses
fabrikasi produk.
c. Digunakan sebagai basis dalam program reduksi biaya.
d. Menentukan standar kinerja produksi dalam rangka pengendalian biaya.
e. Memberikan gambaran tentang “profitability“ dari suatu produk baru.
Kategori biaya antara lain :
a. Nonreccuring costs yaitu biaya yang hanya dikeluarkan satu kali, biasanya
disebut sebagai biaya modal (capital costs). Jenis biaya ini ada yang
mengalami penyusutan (gedung dan perlengkapan) dan ada yang tidak
mengalami penyusutan (contoh: tanah milik).
b. Recurring costs yaitu biaya-biaya yang langsung berhubungan dengan
operasi/proses fabrikasi, biasanya disebut juga sebagai biaya operasi atau
biaya proses fabrikasi.

27
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian,
Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilaksanakan bulan Februari hingga Agustus 2009.

3.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut
1. Peralatan bengkel, digunakan untuk membuat seluruh komponen mesin.
2. Besi plat esser 2 mm sebagai bahan untuk pembuatan dek, sel pengatur
ketingiian, clippings guard, dan penyangga head brush cutter.
3. Besi strip 3 mm sebagai bahan pembuatan tuas pengatur ketinggian dan
penjepit pada dudukan enjin.
4. Besi strip 2 mm sebagai bahan untuk cetakan pembuatan silinder dek.
5. Besi strip 10 mm sebagai bahan untuk pembuatan planer cetakan.
6. Besi siku 2x2 cm dan 3x3cm untuk pembuatan cetakan rangkaian roda
dan stang.
7. Besi poros 16 mm untuk membuat poros pengatur ketinggian.
8. Besi poros 25.4 mm untuk membuat poros roda.
9. Besi pipa diameter 20 mm sebagai bahan untuk pembuatan stang
kemudi.
10. Besi pejal diameter 20 mm untuk poros penghubung fleksibel shaft
dengan piringan pisau.
11. Besi pejal diameter 6 mm sebagai bahan untuk pembuatan rangka
kantong penampung.
12. Parang tradisional (tebal 1 mm) sebagai bahan untuk pembuatan mata
pisau.
13. Pulley single belt diameter luar 89 mm dan diameter poros 20 mm
untuk dudukan piringan pisau.

28
14. Roda ban karet diameter 160 mm sebagai roda mesin pemangkas
rumput.
15. Dua buah pillow block berdiameter dalam 25 mm.
16. Kain parasit untuk membuat kantong penampung.
17. Mur (M6, M10, M12, M14, M16) dan baut, digunakan untuk merangkai
komponen yang memiliki hubungan tidak permanen.
18. Pin untuk mengunci roda troli.
19. Dempul dan cat.

3.3. Tahapan Penelitian

Mulai

Identifikasi Masalah

Penyusunan Konsep Gambar Kerja

Desain yang Sesuai


Tidak
Ya

Pembuatan Prototipe Perancangan


cetakan

Uji Kinerja

Laporan

Gambar 18. Diagram Alir Tahapan Penelitian

29
3.3.1. Identifikasi Masalah
Menemukan masalah-masalah yang muncul pada proses produksi mesin
pangkas rumput brush cutter. Beberapa masalah yang muncul adalah optimalisasi
desain, pada tempat datar pemotongan menghasilkan scalping (pemotongan
rumput tidak merata), tidak terdapat penampung clippings (rumput hasil
potongan), pemotongan rendah sulit dan pemakaian terlalu lama menyebabkan
kelelahan kerja pada operator (baik dari berat atau getarannya).
Mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul pada proses perancangan
mesin, perancangan cetakan, dan proses pembuatan mesin pangkas rumput Back
Pack Brush cutter Engine-01 (BBE-01). Beberapa masalah yang muncul adalah
terbagi menjadi tiga cakupan yaitu, pembuatan cetakan untuk struktur mesin yang
telah dirancang, pemilihan dan pengerjaan bahan, serta perakitan komponen.

3.3.2. Penyusunan Konsep


Konsep perancangan proses produksi yang akan disusun berdasarkan
pertimbangan terhadap desain yang sudah jadi. Sedangkan pengembangan konsep
yang dilakukan terdiri dari pemilihan bahan yang sesuai, desain cetakan untuk
komponen-komponen mesin, serta optimasi penggunaan bahan yang efisien.
Pemilihan konsep-konsep yang ada dengan melakukan pembobotan pada
masing-masing komponen dan rangkaian proses produksi. Tujuannya
mendapatkan bentuk cetakan yang optimal dan sederhana, jenis bahan yang tepat,
dan proses pengerjaan yang sesuai. Hal itu ditandai dengan nilai pembobot paling
besar sehingga menghasilkan produk yang biaya pembuatannya minimal.

3.3.3. Pemilihan Desain Terbaik yang Sesuai


Pemilihan desain disesuaikan dengan tujuan dan batasan yang ingin dicapai.
Apabila belum sesuai akan dilakukan iterasi kembali.

3.3.4. Pembuatan Cetakan


Setelah didapatkan desain yang sesuai untuk masing-masing komponen
mesin, kemudian dibuat prototipe cetakan. Prototipe ini dibuat berdasarkan
pertimbangan dua hal. Pertimbangan-pertimbangan tersebut yaitu bentuk

30
struktural dan fungsional yang ingin dicapai dengan kemampuan proses produksi
yang dimiliki oleh bengkel sederhana.

3.3.5. Pembuatan Prototipe


Sebelum pembuatan prototipe dibengkel menggunakan bahan
sesungguhnya, terlebih dahulu akan dibuat model dengan menggunakan karton
sebagai cetakan. Sehingga ketika pembuatan menggunakan bahan asli akan lebih
mudah.
Pembuatan prototipe akan dilakukan dibengkel dengan menggunakan alat,
bahan, dan proses yang telah direncanakan. Jenis bahan serta desain yang telah
dipilih dan sesuai kemudian dilakukan penyempurnaan. Penyempurnaan desain ini
dapat menghindari kendala-kendala yang muncul tidak pada saat pembuatan
prototipe. Adapun dalam prosesnya di lapangan, tidak dipungkiri akan dibutuhkan
konsultasi pengerjaan desain dengan teknisi bengkel yang berpengalaman.

3.3.6. Uji Kinerja


Uji kinerja dilakukan terhadap hasil jadi mesin ketika statis dan dinamis.
Pengujian mesin ketika statis adalah melakukan pengukuran bentuk dan dimensi
mesin. Hasil pengukuran tersebut digunakan untuk menghitung tingkat akurasi
dimensi. Akurasi dimensi dihitung untuk membandingkan atau mengetahui
tingkat perbedaan antara dimensi rancangan dengan dimensi mesin yang sudah
jadi. Selain itu, dilakukan juga pengukuran waktu pembuatan, pengambilan data
urutan proses pengerjaan komponen beserta alat yang digunakan dan data jumlah
bahan yang terpakai.
Pengujian mesin ketika dinamis dilakukan untuk mengetahui kualitas dari
mesin pangkas rumput yang telah jadi dari hasil perancangan proses produksi
yang telah dilakukan. Pengujian dilakukan di laboratorium untuk memperoleh
data tentang waktu proses pembuatan per komponen, waktu pemasangan dan
pelepasan komponen, dan pembuatan model produksi massal skala bengkel.
Sedangkan pengujian di lapangan untuk mengetahui kapasitas lapang pemotongan
dan kualitas fisik mesin hasil rancangan.

31
3.3.7. Laporan
Pelaporan dibuat setelah perancangan/pembuatan prototipe dan model
proses produksi terlaksana, berupa laporan tugas akhir. Tugas akhir yang disusun
meliputi alat dan bahan yang digunakan, metodologi dalam pembuatan prototipe,
dan hasil dari pengukuran dan pengujian. Laporan memaparkan mengenai
pencapaian hasil sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

32
IV. DESAIN PROSES PRODUKSI MESIN PANGKAS
RUMPUT POTRUM BBE-02

4.1. Modifikasi Potrum BBE-01 Menjadi Potrum BBE-02


Mesin pangkas rumput BBE-01 tersusun atas beberapa bagian yaitu dek,
roda, poros pisau, pengunci flexible shaft, dudukan pisau dan mata pisau, kemudi,
dudukan engine brush cutter, sistem pengatur ketinggian, dan kantong
penampung. Bagian-bagain pada BBE-01 yang dianggap masih memiliki
kelemahan dilakukan beberapa modifikasi dengan menentukan target capaian
yang diinginkan. Beberapa target capaian tersebut diantaranya untuk menjadikan
desain menjadi mudah dalam perakitan maupun pelepasan, menigkatkan lebar
kerja, dan menghasilkan bioclippings.
Beberapa bagian yang dimodifikasi antara lain dek, unit pemangkas
(dudukan pisau dan mata pisau), dudukan engine brush cutter, stang kemudi,
kantung penampung clippings (rumput hasil pangkasan), roda depan, dan sistem
pengatur ketinggian.

Gambar 19. Modifikasi Potrum BBE-01 (a) menjadi Potrum BBE-02 (b)

4.2. Desain Komponen Mesin Potrum BBE-02


4.2.1. Dek
Desain dek BBE-02 harus memiliki beberapa fungsi yaitu :

33
a. Sebagai tempat dudukan pengunci flexible shaft.
b. Sebagai dasar peletakkan dan penentuan miring tidaknya putaran pisau
pemangkas.
c. Sebagai penyalur clippings menuju kantong penampung.
d. Tempat peletakkan poros roda sehingga menentukan miring tidaknya posisi
dek terhadap permukaan lahan rumput yang akan dipangkas.
e. Sebagai tempat peletakan stang kemudi.
f. Sebagai tempat peletakkan lempengan sel pengatur ketinggian.
g. Melindungi operator dari pisau pada putaran tinggi.
Berdasarkan fungsi-fungsi yang ingin dicapai, desain dek hampir sama
dengan desain dek mesin pemangkas rumput tipe SRT-03 sehingga diperoleh
gambar rancangan dek seperti berikut.

(dek Potrum BBE-01)


BBE (dek Potrum BBE-02)
BBE

Gambar 20. Modifikasi dek

Gambar 21. Bentangan awal dek

4.2.2. Stang Kemudi


Stang kemudi mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai tuas kemudi yang
memudahkan operator melukan gerakan belok dan tempat menempelnya engine

34
brush cutter. Selain itu, stang kemudi berfungsi juga untuk melakukan jungkit
bagian depan mesin, dan memudahkan penyaluran tenaga/daya dari operator
untuk mendorong mesin ke arah depan.
Rancangan struktural stang kemudi terbuat dari pipa besi 20 mm dan tebal 2
mm. Stang kemudi harus cukup kokoh agar dapat menahan beban dari engine
brush cutter. Selain itu, ketinggian stang dirancang agar dapat sesuai dengan
anatomi tubuh operator. Dalam hal ini, rata-rata tubuh operator yang digunakan
adalah rata-rata tubuh orang dewasa di Indonesia yaitu sekitar 165 cm.

Gambar 22. Modifikasi stang kemudi

4.2.3. Roda dan Pengatur Ketinggian


Pengatur ketinggian berfungsi untuk mengatur jarak antara bagian bawah
dek dan pisau dengan permukaan tanah dan rumput. Selain itu, pengatur
ketinggian juga menempel dengan poros roda dan roda yang merupakan
komponen untuk transportasi.
Desain pengatur ketinggian pada Potrum BBE-02 memiliki rancangan
struktural menggunakan mekanisme plat yang bergeser rotasional terhadap poros
roda belakang dan poros roda depan. Pengatur ketinggian terdiri atas tuas, batang
penghubung, dan plat pengatur ketinggian.
Material batang penghubung terbuat dari besi strip dengan dimensi 622.5
mm x 15 mm dan tebal 2 mm. Batang penghubung berfungsi menghubungkan
tuas pengatur ketinggian yang ada pada poros roda belakang dengan tuas poros
pada roda depan. Material tuas pengatur terbuat dari besi strip dengan ketebalan 3

35
mm. Sambungan batang penghubung dengan tuas pengatur menggunakan baut
M10. Hal ini bertujuan agar mudah di bongkar-pasang.

(Poros roda & pengatur (Poros roda & pengatur


ketinggian Potrum BBE-01) ketinggian Potrum BBE-02)

Gambar 23. Modifikasi rangkaian roda dan pengatur ketinggian

Pada plat pengatur ketinggian dibuat sel berupa beberapa lubang di


sepanjang tepi plat. Plat pengatur ketinggian terbuat dari baja dengan tebal 2 mm
dan jari-jari plat 100 mm. Lubang pada sel tersebut berdiameter
berdiameter 10 mm. Sketsa
tuas pengatur ketinggian dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. Sketsa tuas pengatur ketinggian

Rancangan roda mesin BBE-02 mempunyai luas kontak yang lebar agar
sinkage tidak terlalu besar.
besar. Untuk skala bengkel sederhana, tidak memungkinkan
untuk dilakukan produksi roda sendiri sehingga harus dibeli di pasaran. Dengan
mempertimbangkan sinkage, ketinggian dek, pengatur ketinggian, dan hasil
pemangkasan maka dipilih roda troli dengan diameter 160 mm untuk melengkapi
rangkaian roda transportasi.

36
Gambar 25. Gambar bentangan pengatur ketinggian Potrum BBE-02

4.2.4. Dudukan Mesin


Mesin Potrum BBE-01 memiliki dudukan engine brush cutter yang
berfungsi sebagai tempat memasang engine brush cutter. Berdasarkan analisis
kebutuhan dengan pembobotan menggunakan metode QFD, maka perancangan
fungsional yang dilakukan difokuskan pada pemasangan maupun pelepasan
berbagai engine brush cutter yang ada di pasaran ke dudukuan engine brush cutter
dengan mudah dan ringkas.
Rancangan struktural dudukan engine brush cutter terbuat dari plat baja
dengan ketebalan 2 mm. Ukuran luas penampang sandaran rangka adalah 350 mm
x 427 mm dan bagian dasar dudukan berbentuk sama seperti sandaran dengan
ukuran 278 mm x 350 mm.

(dudukan mesin Potrum BBE-01)


BBE (dudukan mesin Potrum BBE-02)
Gambar 26. Modifikasi dudukan mesin

37
Gambar 27. Bagian-bagian dudukan engine brush cutter

Gambar 28. Gambar bentangan dudukan mesin

4.2.5. Unit Pemangkas (Rangkaian Pisau)


Unit pemangkas pada Potrum BBE-02 memiliki beberapa desain fungsional.
Fungsi-fungsi tersebut adalah memangkas rumput dan menghembuskannya
melalui saluran pengeluaran clippings. Jenis pisau pemangkas yang digunakan
adalah jenis mata pisau yang merupakan modifikasi dari pisau gergaji pemotong
kayu.

38
(unit pemangkas Potrum BBE-01) (unit pemangkas Potrum BBE-02)

Gambar 29. Modifikasi unit pemangkas

Gambar 30. Bagian-bagian unit pemangkas

Menurut Prima dan Wisye, 2002, bahwa diperoleh data yang menunjukkan
semakin tinggi kecepatan putar dan tinggi sudu pada sudut mata pisau yang sama
maka semakin banyak persen pangkasan rumput yang tertampung. Semakin besar
sudut mata pisau maka semakin banyak persen rumput yang tertampung. Semakin
tinggi sudut mata pisau dan semakin besar kecepatan putar, maka semakin kecil
persen gesekan.

4.2.6. Sistem Transmisi


Sistem transmisi tenaga dari engine ke poros rangkaian unit pemangkas
menggunakan flexible shaft. Sambungan dari flexible shaft dengan unit
pemangkas menggunakan rangkaian poros dan pulley. Agar poros dapat dimasuki
fleksibel shaft yang mempunyai penampang segi empat, maka salah satu ujung
poros dibor terlebih dahulu. Lubang hasil proses bor kemudian dipanaskan dan

39
dibentuk segi empat dibagian tengahnya dengan di masukkan poros segi empat
hingga sesuai dengan ukuran poros flexible shaft. Di ujung poros yang satunya,
proses tap agar dapat dimasuki baut
dilakukan proses bor dan kemudian dilakukan proses
M8 untuk disambungkan dengan pulley.

4.2.7. Kantung Rumput


Desain kantong penampung pada BBE-02 memiliki rancangan fungsional
sebagai berikut:
a. Menampung clippings.
b. Dengan adanya lubang pada kantong maka angin yang dihembuskan akan
kembali keluar sehingga kantong tidak mengembang.
c. Penggunaan pengancing (resleting) dan bukaan kantong pada bagian belakang
agar dapat memudahkan dalam pembersihan kantong.
d. Rangka berfungsi membentuk kantong penampung.

(rangka kantung Potrum BBE-01)


BBE (rangka kantung Potrum BBE-02)

Gambar 31. Modifikasi kantong penampung rumput potrum BBE-02

Gambar 32. Bagian-bagian kantong penampung rumput potrum BBE-02

40
Rancangan struktural dari hasil modifikasi kantong penampung terdiri atas
rangka dan selimut atau penutup rangka. Rangka kantong dibuat dengan
menggunakan kawat baja diameter 6 mm. Bahan yang digunakan untuk penutup
rangka ada tiga jenis yaitu plastik tembus pandang, kain parasut, dan kain
berlubang.
Selain itu, dengan didasari konsep bioclippings maka dilakukan juga
perancangan pelindung clippings. Bioclippings merupakan metode pemangkasan
dimana rumput hasil pangkasan tidak ditampung melainkan dikembalikan/ditebar
langsung pada lahan oleh hembusan pisau. Adapun rancangan struktural dari
pelindung clippings tersebut yaitu besi plat setebal 2 mm yang ditekuk dan
diletakkan pada bagian belakang dek (seperti splash guard pada sepeda).

Gambar 33. Sketsa pelindung potongan rumput (clippings guard)

Gambar 34. Gambar bentangan clippings guard

4.3. Desain Cetakan Komponen Mesin Potrum BBE-02


4.3.1. Dek
Desain cetakan untuk dek harus memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan
desain dek yang telah dirancang. Persayaratan teknis yang harus dipenuhi yang

41
merupakan parameter penting dalam rancangan pembuatan cetakan untuk dek
diantaranya adalah : keseragaman dimensi sesuai dengan gambar kerja seperti
diameter silinder, tinggi, panjang, dan lebarnya sesuai dengan rancangan.
Keseragaman bentuk agar dek dapat memenuhi parameter fungsi komponen
yang dinamis (bergerak) yang menempel atau disambungkan ke dek. Fungsi
komponen tersebut antara lain kesamaan tinggi poros roda, kesamaan tinggi unit
pemangkas, arah penyaluran clippings, kesesuaian sudut penyambungan stang
kemudi.

Gambar 35. Parameter pembuatan cetakan untuk dek

Berdasarkan parameter dan persyaratan teknis yang telah dijelaskan di atas,


maka rancangan cetakan untuk dek dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 36. Rancangan cetakan untuk dek

42
4.3.2. Stang Kemudi
Perancangan cetakan untuk pembuatan stang kemudi sangat sederhana.
cetakan stang kemudi yang akan dihasilkan haruslah memenuhi parameter awal
perancangan bentuk, ukuran, dan fungsional. Parameter tersebut antara lain harus
mempunyai sambungan yang siku-siku, lebar setang kemudi bagian bawah harus
sesuai dengan badan dek, kesesuaian tinggi stang kemudi setelah disambungkan
ke komponen dek, dan kesesuaian tinggi palang dek untuk penempatan dudukan
engine. Kesesuaian tinggi palang dek sangatlah penting dalam proses produksi
stang kemudi. Hal tersebut dikarenakan memperhatikan kesesuaian
penyambungan fleksibel shaft dari engine ke unit pemangkas setelah komponen
dudukan engine disambungkan ke stang kemudi.

Gambar 37. Parameter pembuatan cetakan untuk stang kemudi

Cetakan agar
sambungan stang
kemudi siku-siku

Gambar 38. Rancangan cetakan untuk stang kemudi

43
4.3.3. Roda dan Pengatur Ketinggian
Parameter dimensi untuk desain cetakan roda dan pengatur ketinggian harus
dapat memastikan kesesuaian jarak dan siku-siku antara pasangan roda depan dan
belakang, dan juga kesesuaian jarak dan siku-siku antara roda kiri dan kanan pada
satu pasang roda. Parameter bentuk dan fungsional yang penting diperhatikan
adalah kesamaan tinggi poros dan kesejajaran tuas dengan sel pengatur
ketinggian.
Pada saat penyambungan poros ke dek, kesamaan tinggi poros di empat titik
penempelan (depan, belakang, samping kiri, dan kanan) harus sesuai. Apabila
ketinggian titik penempelan poros terhadap dek tidak sama maka posisi ketinggian
dek terhadap permukaan lahan tidak akan sama. Oleh karena itu, kesamaan
ketinggian poros akan berdampak pada kerapihan dan keindahan hasil pangkasan.
Sedangkan kesejajaran tuas dengan sel pengatur ketinggian akan berdampak
pada interval ketinggian pangkas. Interval ketinggian pangkas yang diinginkan
adalah 5 mm.

Gambar 39. Parameter pembuatan cetakan untuk roda dan pengatur ketinggian

Adapun rancangan cetakan untuk proses pembuatan pengatur ketinggian


berdasarkan persyaratan teknis yang dibutuhkan sebagaimana yang telah di
jelaskan di atas adalah seperti gambar di bawah ini.

44
Cetakan agar
sambungan poros
Cetakan agar jarak siku-siku
ujung poros seragam

Cetakan agar jarak


antar roda seragam

Gambar 40. Rancangan cetakan pengatur ketinggian

4.3.4. Kantung Rumput


Komponen kantung rumput terdiri dari dua komponen yaitu rangka dan
selimut. Desain cetakan yang akan dirancang hanya untuk rangkanya saja. Rangka
yang dihasilkan haruslah sesuai dimensinya sehingga selimut kantung bisa sesuai
ketika dipasangkan. Rancangan cetakan yang dibuat haruslah dapat mencetak
rangka dengan dimensi dan sudut tekuk yang sesuai.

rangka bagian
samping

Pola rangka yang


dibuat cetakannya

Gambar 41. Parameter pembuatan cetakan untuk kantung rumput

Berdasarkan parameter bentuk dan fungsional rangka yang telah dijelaskan,


maka rancangan cetakan untuk pembuatan rangka kantung adalah seperti gambar
di bawah ini.

45
Gambar 42. Rancangan cetakan untuk pembuatan rangka kantung

4.4. Pemilihan dan Pengerjaan Material Komponen


4.4.1. Dek
Material dek dipilih pelat esser dengan tebal 2 mm agar kokoh dan tidak
terlalu berat. Dek berfungsi tidak hanya sebagai rumahan untuk pisau tetapi juga
untuk menempelnya stang kemudi dan rangkaian roda.
Pengerjaan pelat untuk bentangan dek dilakukan dengan pemotongan
(dengan las dan gunting tuas). Pembentukan silinder dek dan bagian depan depan
dek dilakukan dengan rol. Bagian belakang dek dibentuk dengan ditekuk.
Sedangkan keseluruhan bentangan yang telah dibentuk maka selanjutnya siap
untuk disambungkan dengan menggunakan las listrik.

Pemotongan untuk atap


dek menggunakan las gas

ditekuk

dirol
Gambar 43. Proses pembentukan bentangan pada pengerjaan dek

46
4.4.2. Stang Kemudi
Material stang kemudi adalah pipa besi dengan diameter 20 mm. Pembuatan
bentangan stang kemudi dilakukan dengan proses pemotongan menggunakan
gergaji. Pembentukan lengkungan stang kemudi bagian atas dilakukan dengan
proses tekuk menggunakan penekuk pipa. Penyambungan bahan yang telah
dibentuk dilakukan dengan proses las listrik. Sedangkan penyambungan stang
kemudi ke badan dek menggunakan mur dan baut ukuran M6.
ditekuk

Gambar 44. Proses pembentukan bentangan pada pengerjaan stang kemudi

4.4.3. Rangkaian Roda dan Pengatur Ketinggian


Rangkaian roda dan pengatur ketinggian terbagi dalam tiga komponen yaitu,
rangkaian roda, tuas pengatur tinggi, dan sel pengatur tinggi. Rangkaian roda
terbentuk dari roda troli (diameter 160 mm) dengan poros dari besi diameter 25
mm, sedangkan poros yang menempel ke dek berdiameter 12 mm. Tuas pengatur
tinggi terbentuk dari pelat strip dengan tebal 3 mm dan lebar 50 mm, sedangkan
penghubung tuas pengatur tinggi di bentuk dari pelat strip dengan tebal 3 mm dan
lebar 15 mm. Pada sel pengatur tinggi dibentuk dari pelat baja dengan tebal 2 mm
dan dilakukan proses bor (diameter 10 mm) untuk membuat sel-selnya.

Gambar 45. Bagian-bagian rangkaian roda dan pengatur ketinggian

47
Pembuatan bentangan seluruhnya dilakukan dengan pemotongan manual
dengan gergaji tangan (poros, tuas, dan penghubung tuas) dan dengan gergaji tuas
(sel pengatur tinggi). Penyambungan rangkaian roda depan dan belakang
dilakukan proses las listrik. Sedangkan untuk penyambungan penghubung tuas
digunakan pasangan mur dan baut. Penyambungan sel pengatur tinggi ke badan
dek digunakan pasangan mur dan baut.

4.4.4. Dudukan Mesin


Rancangan struktural dudukan engine brush cutter terbuat dari plat baja
dengan ketebalan 2 mm. Ukuran luas penampang sandaran rangka adalah 350 mm
x 427 mm dan bagian dasar dudukan berbentuk sama seperti sandaran dengan
ukuran 278 mm x 350 mm. Pembuatan bentangan dudukan mesin dilakukan
dengan proses pemotongan dengan gunting tuas.
Pembetukan sandaran dudukan mesin yang menempel ke stang kemudi
dilakukan dengan proses tekuk. Agar dapat menahan getaran maka ditambahkan
pegas diantara sandaran untuk engine dengan sandaran yang ke stang kemudi.
Penyambungan pada dudukan mesin menggunakan pasangan mur dan baut
(ukuran M6).
Pegas dengan metode penyambungan
menggunakan mur dan baut

ditekuk

Gambar 46. Proses pembentukan bentangan pada pengerjaan dudukan mesin

4.4.5. Kantung Rumput


Rancangan struktural dari hasil modifikasi kantong penampung terdiri atas
rangka dan selimut rangka. Rangka kantong dibuat dengan menggunakan kawat

48
baja diameter 6 mm. Bahan yang digunakan untuk penutup rangka ada tiga jenis
yaitu plastik tembus pandang, kain parasut, dan kain berlubang.

Gambar 47. Tranformasi pembuatan rangka menjadi kantung utuh.

Selain itu ada juga penahan rumput yang digunakan apabila rumput hasil
pangkasan akan langsung ditebar di lahan. Penahan rumput ini terbuat pelat besi
dengan tebal 2 mm. Pembuatan bentangan penahan rumput dilakukan dengan
pemotongan menggunakan gunting tuas. Pembentukan bentangan ada yang
dilakukan dengan proses tekuk agar mendapatkan bentuk lengkungan ke bawah
untuk mengarahkan rumput hasil pangkasan. Sedangkan metode penyambungan
dilakukan dengan proses las listrik.

ditekuk

Gambar 48. Proses pembentukan bentangan pada pengerjaan penahan rumput

4.5. Hazard Analysis (Analisis Kerusakan)


4.5.1. Analisis Kerusakan Awal
Komponen yang teridentifikasi akan sering mengalami kerusakan adalah
komponen pisau, fleksibel shaft, roda, pengatur ketinggian, dan rangkaian mur
dan baut. Komponen tersebut akan rentan terjadi kerusakan karena ketika operasi
akan mengalami proses berputar, bergetar, dan yang bersentuhan dengan obyek
(rumput yang akan dipangkas).

49
Akan tetapi yang perlu diwaspadai adalah penyambungan pisau pada
piringan pisau menggunakan mur dan baut. Pemasangan mur dan baut haruslah
ditambahkan pula dengan ring per agar ketika mesin dioperasikan tidak menjadi
longgar dan pisau tidak terlepas. Bahaya yang lebih fatal lagi adalah jika pisau
terlepas dan terlempar keluar dek melalui saluran pengeluaran rumput. Hal ini
akan membahayakan operator di lapangan.

4.5.2. Failure Mode & Effect Analysis (FMEA)

Tabel 7. Failure Mode & Effect Analysis (FMEA) Mesin Potrum BBE-02
Dampak
Nama
Jenis Penyebab Kerusakan
Kompone Perbaikan Masalah
Kerusakan Kerusakan Terhadap
n
Sistem
Mengencangkan
Tidak bisa
pemasangan mur dan
Lepas dari Mur dan baut melakukan
baut dengan
piringan kendur/lepas proses
ditambahkan ring
Pisau pemangkasan
per
Pemangkasan
Patah/beng Terbentur Meluruskan kembali
tidak
kok benda asing atau mengganti
maksimal
Putaran Tidak bisa
Mengganti dengan
Patah mesin yang melakukan
yang baru
berlebih pemangkasan
Fleksibel
Mengunci fleksibel
shaft Tidak bisa
Lepas dari Pin pengunci shaft dengan pin
melakukan
dudukannya lepas yang sesuai agar
pemangkasan
tidak lepas
Penjepit Mur dan baut Getaran Menambahkan ring
dudukan Lepas pengikatnya mesin lebih per pada mur dan
engine lepas terasa baut

4.6. Analisis Biaya


Pada proses produksi mesin Potrum BBE-02 hanya akan dilakukan analisis
biaya pada jangka waktu satu tahun produksi. Hal-hal yang akan dianalisis adalah
besarnya biaya produksi. Jumlah produksi selama satu tahun adalah 240 unit (20
unit per bulan).

50
Kondisi umum bengkel tempat produksi mesin adalah sebagai berikut.
Jumlah tenaga kerja 5 orang (pegawai bengkel 4 orang dan pengawas produk 1
orang). Biaya tenaga kerja bengkel Rp. 1 200 000.00 per orang per bulan
(dibayarkan per minggu sejumlah Rp. 300 000 per minggu). Biaya pegawai
pengawas produk Rp. 1 500 000.00 per bulan (dibayarkan per bulan). Biaya
pemeliharaan dan penyusutan alat dan mesin 5 % per tahun. Umur peralatan
bengkel 10 tahun. Nilai akhir mesin 10 % dari nilai awal. Umur bangunan 20
tahun. Penyusutan bangunan 5 % dari nilai awal. Pajak bangunan 5% per tahun.
Daya listrik terpasang dari PLN adalah 1200 watt dengan rata-rata konsumsi
listrik harian sebesar 800 watt. Jumlah jam kerja 8 jam per hari dan 24 hari kerja
per bulan. Biaya listrik per kWh sebesar Rp. 1100 dan besarnya abonemen Rp.
473 per kWh (sumber: www.pln-jabar.co.id). Biaya peralatan perlengkapan tulis
Rp. 200 000.00 per bulan. Biaya telepon Rp. 200 000.00 per bulan. Harga bahan
baku dan bahan penolong disesuaikan dengan banyaknya produksi.
Dari data di atas diketahui bahwa dalam satu bulan pesanan yang dapat
dikerjakan adalah sebanyak 20 unit mesin.

Tabel 8. Modal awal peralatan bengkel


No Nama alat Harga (Rp.)
1. Mesin pemotong plat 7 000 000.00
2. Kompresor 7 500 000.00
3. Mesin gerinda duduk 4 500 000.00
4. Mesin gerinda tangan 350 000.00
5. Mesin cut off 1 100 000.00
6. Las listrik 7 500 000.00
7. Helm las 1 450 000.00
8. Mesin bor tangan 420 000.00
9. Mesin bor duduk 8 000 000.00
10. Klem C 1'-8' 498 000.00
11. Kunci pas set 6-24 140 000.00
12. Kunci ring set 6-24 200 000.00
13. Kunci ringpas set 8-24 150 000.00
14. Kunci L set 70 000.00
15. Obeng set16 buah 350 000.00
16. Palu linggis 30 000.00
17. Palu konde 32 000.00
18. Palu plastik 25 000.00
19. Tang burung 90 000.00

51
20. Tang kombinasi 25 000.00
21. Tang potong 20 000.00
22. Tang buaya 35 000.00
23. Tool box 100 000.00
24. Tap dan snei tangan set 185 000.00
25. Jangka sorong 41 000.00
26. Busur protactor 30 000.00
27. Rol meter 22 000.00
28. Spray gun 215 000.00
Total 40 078 000.00

a. Skala Produksi Per Bulan

Tabel 9. Kebutuhan bahan baku pembuatan 20 unit mesin (per bulan)


Harga Jum. Jumlah
No Nama Bahan Satuan
(Rp.) Beli (Rp.)
1. Plat baja 2 mm (900 x
1800 mm2) 225 000.00 lembar 20 4 500 000.00
2. Cat dasar 40 000.00 kaleng 20 800 000.00
3. Cat oranye 45 000.00 kaleng 20 900 000.00
4. Cat hitam 15 000.00 kaleng 20 300 000.00
5. Roda troli 25 000.00 buah 80 2 000 000.00
6. Poros baja Ø 15mm 7 000.00 kg 20 140 000.00
7. Pipa baja Ø 20mm 75 000.00 6m 4 300 000.00
8. Baut+mur M6 1 000.00 buah 160 160 000.00
9. Plat baja strip 4mm 7 000.00 kg 20 140 000.00
10. Poros baja Ø 16mm 7 500.00 kg 20 150 000.00
11. Baut+mur M12 1 200.00 buah 240 288 000.00
12. Sekrup Ø 4mm 1 000.00 buah 120 120 000.00
13. Pipa baja Ø 20mm 75 000.00 6m 20 1 500 000.00
14. Kawat baja 8mm 32 000.00 10m 16 512 000.00
15. Kain parasut 30 000.00 m2 24 720 000.00
16. Kain kisi-kisi 20 000.00 m2 20 400 000.00
17. Plastik tembus pandang 25 000.00 m2 20 500 000.00
18. Poros baja Ø 25.4mm 15 000.00 kg 20 300 000.00
19. Pulli 25 000.00 buah 20 500 000.00
20. Pisau planner 25 000.00 buah 80 2 000 000.00
21. Pillow block 25 000.00 buah 40 1 000 000.00
22. Pegas 5 000.00 buah 120 600 000.00
23. Baut+mur M14 1 500.00 buah 80 120 000.00
Total 17 950 000.00

52
Tabel 10. Kebutuhan bahan penolong per bulan
Nama Bahan Harga (Rp.) Satuan Jumlah Beli Jumlah (Rp.)
Amplas 2 000.00 lembar 40 80 000.00
Dempul 10 000.00 kaleng 20 200 000.00
Tiner 20 000.00 kaleng 20 400 000.00
Elektrode 16 000.00 kg 40 640 000.00
Total 1 320 000.00

Perhitungan biaya per tahun :


Biaya bahan baku
= Rp. 17 950 000.00 x 12
= Rp. 215 400 000.00
Biaya bahan penolong
= Rp. 1 320 000.00 x 12
= Rp. 15 840 000.00
Biaya jasa bubut dan rol (poros penghubung flexible shaft dan dek)
= Rp. 40 000.00 /unit x 240 unit
= Rp. 9 600 000.00
Biaya tenaga kerja
= ((4 x Rp. 1 200 000.00) + Rp. 1 500 000) x 12
= Rp. 75 600 000.00
Biaya pemeliharaan alat dan mesin
= Rp. 40 078 000.00 x 0.05
= Rp. 2 003 900.00
Biaya penyusutan alat dan mesin
= Rp. 40 078 000.00 x 0.05
= Rp. 2 003 900.00
Biaya penyusutan bangunan
= Rp. 50 000 000.00 x 0.05
= Rp. 2 500 000.00
Biaya pajak bangunan
= Rp. 50 000 000.00 x 0.05
= Rp. 2 500 000.00

53
Biaya listrik
Σ kWh per bulan = 0.8 W x 8 jam/hari x 24 hari/bulan
= 153.6 kWh
Σ biaya per bulan = (Rp. 1100 x Rp. 473) x 153.6 kWh
= Rp. 241 612.8
Σ biaya per tahun = Rp. 241 612.8 x 12 bulan
= Rp. 2 899 353.60
Biaya administrasi
= (Rp. 200 000.00 + Rp. 200 000.00) x 12
= Rp. 4 800 000.00

Tabel 11. Perhitungan biaya per pesanan


No Jenis biaya Biaya (Rp.)
Biaya produksi
1 Biaya bahan baku 215 400 000.00
2 Biaya tenaga kerja 75 600 000.00
3 Biaya bahan penolong 15 840 000.00
4 Biaya jasa bubut dan rol 9 600 000.00
5 Biaya overhead pabrik
Biaya pemeliharaan alat 2 003 900.00
Biaya penyusutan mesin 2 003 900.00
Biaya penyusutan bangunan 2 500 000.00
Biaya pajak bangunan 2 500 000.00
Biaya listrik 2 899 353.60
Total biaya overhead pabrik 11 907 153.60
Total biaya produksi 328 347 153.60
Biaya non produksi
6 Biaya administrasi 4 800 000.00
Total biaya non produksi 4 800 000.00
Total biaya 333 147 153.60

Maka harga pokok produksinya per unit adalah :


= Rp. 333 147 153.60 / 240 unit
= Rp. 1 388 113.14 / unit

Catatan : Harga tersebut belum termasuk harga brush cutter


Sumber cara perhitung harga pokok pesanan Tjahjono dan Sulastiningsih
(2003).

54
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Proses Produksi


Setelah di bengkel, semua proses produksi diawalai dengan pembuatan
cetakan. Pembuaan cetakan harus mengikuti syarat-syarat fungsional dan
struktural dari desain mesin yang ditetapkan. Desain mesin yang telah dirancang
mempunyai parameter desain yang perlu diperhatikan.
diperhatikan. Parameter tersebut antara
lain harus tegak lurus, siku-siku, melingkar, harus memiliki besar sudut tertentu,
ataupun harus memiliki tingkat kedataran permukaan.
Cetakan untuk komponen utama harus memperhatikan hal-hal penting yang
berkaitan dengan rancangan bentuk, fungsi, dan struktural. Hal itu bertujuan agar
kepastian hasil mesin yang telah dibuat sesuai dengan rencana. Selain itu, pada
proses-proses pembuatan komponen tertentu terkadang harus dirancang cetakan
proses pembuatan dan perangkaian sub-
yang dapat menggambarkan alur proses
komponennya.
Pada percobaan ini, tidak semua komponen akan dibuat cetakannya selama
proses pembuatan mesin. Proses pembuatan mesin yang akan dibuatkan
cetakannya adalah komponen dek, stang kemudi, rangkaian roda dan pengatur
ketinggian, serta bagian kantung.

55
Gambar 50. Cetakan BBE-02 (untuk komponen dek, roda, pengatur ketinggian,
dan stang kemudi)

Pada proses pembuatan cetakan ini, dilakukan penggabungan rangkaian


cetakan untuk dek, roda, pengatur ketinggian, dan stang kemudi. Hal itu dilakukan
dengan pertimbangan agar cetakan mudah dibawa atau produksi dapat dilakukan
pada bengkel dengan luasan yang tidak terlalu besar. Penjelasan mengenai
rancangan teknis dari gambar cetakan di atas akan diuraikan pada pembahasan di
bawah ini.

5.1.1. Proses Produksi Dek


Pada proses pembuatan cetakan untuk dek, persayaratan teknis yang paling
penting untuk diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Cetakan yang dibuat harus mampu mendapatkan
mendapatkan bentuk dan dimensi sesuai
dengan rancana perancangan.
b. Cetakan yang dibuat dapat memastikan kesesuaian rancangan fungsional
seperti kepastian akan datarnya putaran piringan pisau, datarnya dudukan
poros yang menempel ke dek, serta mampu mengalirkan semua clippings
keluar dari badan dek.

Gambar 51. Bagian-bagian cetakan untuk dek

56
Adapun alur proses dan pengerjaan material pada proses pembuatan dek
adalah sebagai berikut:
1. Pemotongan bahan sesuai dengan desain bentangan.
2. Pemasangan bentangan silinder (sebelumnya telah dilakukan proses rol)
pada permukaan cetakan.
3. Pemasangan dek bagian belakang dan penyalur clippings.
4. Pemasangan dek bagian depan.
5. Pembuatan tempat untuk menempelnya komponen lain seperti lubang poros
roda, poros fleksibel shaft, dan untuk penempelan bagian bawah stang
kemudi.

Gambar 52. Proses pembuatan bentangan dek

57
Gambar 53. Proses pembuatan bagian depan dek
58Berdasarkan analisis yang dilakukan, bentangan dek yang terdapat pada
Gambar 21. masih belum optimal. Terdapat dua faktor yang menyebabkan
bentangan dek tersebut belum optimal. Pertama, berdasarkan perhitungan panjang
permukaan pengelasan, panjang total pengelasan pada bentangan tersebut sekitar
5808 mm. Kedua, jumlah potongan yang masih terlalu banyak yaitu sebanyak 15
potongan. Kedua faktor tersebut akan mempengaruhi durasi proses pengerjaan,
biaya produksi, dan bentuk jadi dari dek yang dihasilkan.
Oleh karena itu, dilakukan simulasi pembuatan bentangan dengan
menggunakan software AutoCAD sehingga didapatkan desain bentangan yang
lebih optimal seperti pada Gambar 54. Berdasarkan
Berdasarkan perhitungan, panjang
permukaan pengelasan sekitar 4696 mm atau sekitar 1112 mm lebih pendek
dibandingkan desain bentangan pada Gambar 21. Adapun jumlah potongan
sebanyak 8 potongan atau 7 potongan lebih sedikit dibandingkan desain
bentangan pada Gambar 21.

Gambar 54. Bentangan dek optimal

58
5.1.2. Proses Produksi Stang Kemudi
Proses produksi stang kemudi harus memperhatikan lebar ujung stang yang
terhubung dengan dek agar sesuai dimensinya. Selain itu, posisi pegangan dengan
arah pengeboran stang atas dan bawah harus tegak lurus. Hal itu diperlukan agar
pemasangan sambungan kemudi atas dan bawah tidak keliru karena akan
mengganggu kenyamanan operasi apabila tidak tegak lurus.

Gambar 55. Cetakan untuk stang kemudi

5.1.3. Proses Produksi Rangkaian Roda dan Pengatur Ketinggian


Pada proses pembuatan rangkaian roda dan pengatur ketinggian, hal yang
perlu diperhatikan lebih seksama adalah posisi poros yang ke roda dan pros yang
menuju dek harus sejajar. Selain itu, jarak roda kiri dan roda kanan untuk tiap
pasangan roda harus sama persisi.
Proses pembuatan rangkaian roda ini dibantu dengan menggunakan klem.
Klem berfungsi untuk menempelkan poros ke dinding cetakan agar bentuk siku-
siku sesuai dengan rancangan. Untuk memastikan kesesuaian jarak roda maka di
ujung cetakan poros roda dibor agar lubang pada cetakan dan poros roda sesuai
(lihat gambar di bawah).

59
Gambar 56. Cetakan untuk rangkaian roda dan pengatur ketinggian

Gambar 57. Proses pembuatan rangkaian roda dan pengatur ketinggian

5.1.4. Proses Produksi Kantung


Pada proses pembuatan kantung, perlu dibuat cetakan untuk proses tekuk
rangka kantung sehingga seragam hasil tekukannya. Rangka kantung tersebut
terbuat dari besi dengan diameter 6 mm. Bagian rangka yang akan dibuat pada
cetakan adalah sepasang sisi kantung (kiri dan kanan).
Pada pembuatan cetakan rangka kantung yang menjadi prinsip pembuatan
adalah cetakan dapat memastikan hasil jaadi rangka mempunyai sudut tekuk yag
sesuai dan datar. Dari prinsip tersebut, desain awal cetakan rangka kantung
mengalami proses modifikasi (seperti terlihat pada gambar di bawah). Hasil
rancangan cetakan yang baru lebih ringkas dan lebih sederhana sehingga mudah
dibawa akan tetapi tidak meninggalkan prinsip rancangan rangka yang ditetapkan.

60
Gambar 58. Cetakan rangka kantung
5.1.5. Proses Finishing
Dari rancangan cetakan yang telah dibuat, dihasilkan komponen-komponen
yang siap dilakukan pengerjaan penyelesaian (finishing). Proses penyelesaian
meliputi proses penambalan atau perataan permukaan dan pengecatan. Proses
perataan permukaan menggunakan bahan dempul dan amplas. Setelah dilakukan
proses perataan kemudian dilakukan proses pengecatan dengan alat kompresor.

Gambar 59. Proses Pengecatan

61
Proses akhir dari pembuatan mesin Potrum BBE-02 adalah kegiatan
perangkaian komponen. Perangkaian
Perangkaian komponen harus dilakukan dengan teliti
karena mesin yang dibuat melakukan kerja yang bergetar pada frekuensi tinggi.
Perangkaian akhir semuanya menggunakan pasangan mur dan baut sehingga
kontrol kualitas pemasangan mur dan baut tersebut harus teliti. Hal tersebut
bertujuan agar pada saat mesin bekerja, komponen tidak terlepas atau kendur
sehingga dapat membahayakan operator.

Gambar 60. Proses perangkaian mesin Potrum BBE-02

Gambar 61. Potrum BBE-02 setelah dipasang engine brush cutter dengan
kantong penampung (a) dan clippings guard (b)

5.2. Pengukuran Durasi Proses Produksi


Pada proses produksi mesin secara lengkap untuk pertama kalinya
dibutuhkan waktu yang cukup lama. Dalam hal ini, dibutuhkan waktu sekitar 116

62
jam sebelum pembuatan masing-masing komponen sebelum komponen bisa
dilakukan pemasangan dan siap dipakai.

Tabel 12. Data durasi proses pembuatan mesin BBE-02


Jam kerja yang
No Nama Bagian dibutuhkan %
(jam)
1 Dek 16 13.8
2 Stang Kemudi 4 3.4
3 Roda dan Pengatur Ketinggian 20 17.2
4 Unit Pemangkas 16 13.8
5 Dudukan Fleksibel shaft 8 6.9
6 Dudukan engine 24 20.7
7 Kantung 16 13.8
8 Clippings guard 3 2.6
9 Proses dempul 3 2.6
10 Proses pewarnaan (cat) 6 5.2
Jumlah 116 100
Penyusunan komponen dudukan engine yang membutuhkan waktu paling
lama. Hal ini dikarenakan pada proses pembuatannya diperlukan proses milling
dan bor untuk pembuatan pengunci engine. Pembuatan rangkaian roda dan
pengatur ketinggian memerlukan waktu agak lama karena diperlukan ketelitian
pengeboran dan pengelasan untuk rangkaian poros roda.

5.3. Pengukuran Akurasi Dimensi


Pengukuran akurasi dimensi dilakukan untuk mengukur tingkat akurasi
dimensi hasil jadi jika dibandingkan dengan dimensi yang telah direncanakan.
Tingkat akurasi ini selanjutnya berguna dalam hal penentuan keseragaman hasil
apabila dilakukan produksi massal.
Metode penghitungan akurasi dimensi yang digunakan adalah dengan
menggunakan rumus :

| !"#$ %"#&#&' !"#$ % (|


% Akurasi = 100 –    !"#$ %"#&#&

Tabel 13. Data akurasi dimensi mesin yang dihasilkan


No Nama Bagian Bag. Dimensi Dimensi % Akurasi

63
Yang Rencan Riil
diukur a
100 – 100*[
(1) (2) (3) (4) (5) |(4)-(5)| / (4)
]
1 Dek t 233 mm 231 mm 99.14
p 707 mm 715 mm 98.87

l 358 mm 357 mm 99.72

d 450 mm 453 mm 99.33

2 Stang Kemudi a 1240 mm 1220 mm 98.39


b 163 mm 150 mm 92.02

c 398 mm 401 mm 99.25


d 438 mm 441 mm 99.32

e 860 mm 852 mm 99.07

f 828 mm 820 mm 99.03

g 115 mm 120 mm 95.65

3 Roda dan Pengatur Ketinggian a 596 mm 600 mm 99.33

b 600 mm 605 mm 99.17

c 436 mm 440 mm 99.08

d 80 mm 78 mm 97.50

e 140 mm 150 mm 92.86

4 Unit Pemangkas a 250 mm 250 mm 100.00

b 150 150 100.00


c 150 150 100.00

64
5 Dudukan engine a 428 mm 430 mm 99.53

b 278 mm 278 mm 100.00

c 350 mm 349 mm 99.71

d 320 mm 314 mm 98.13

e 130 mm 129 mm 99.23

f 350 mm 349 mm 99.71

g 100 mm 100 mm 100.00

6 Kantung a 284 mm 285 mm 99.65


b 457 mm 460 mm 99.34
c 233 mm 240 mm 97.00
d 164 mm 169 mm 96.95
e 350 mm 350 mm 100
f 358 mm 360 mm 99.44

7 Clippings guard a 358 mm 359 mm 99.72


b 98 mm 101 mm 96.94
c 110 mm 116 mm 94.55
d 195 mm 200 mm 97.44
e 103 mm 110 mm 93.20

Rata-rata 98.33

Standar Deviasi 2.12

Dari data di atas terlihat bahwa akurasi dimensi yang dihasilkan sangat
bagus dengan rata-rata 98.33 % dari dimensi rencana. Selain itu, deviasi sebesar
2.12 menunjukkan tingkat melencengnya hasil dimensi riil dari dimensi yang
direncanakan sangat kecil. Secara umum berdasarkan data pada tabel di atas
menunjukkan cetakan yang telah dibuat telah sesuai.

65
5.4. Pengujian di Lapangan
5.4.1. Waktu Perakitan dan Pelepasan
Agar mesin yang telah dirancang dapat dibandingkan mengenai praktis atau
tidaknya rancangan yang telah dibuat, maka perlu dilakukan pengujian waktu
perakitan dan pelepasan bagian-bagian mesin pangkas. Pengujian waktu perakitan
dan pelepasan dilakukan oleh dua orang yang meliputi perakitan dan pelepasan
unit pemangkas, kemudi dan dudukan engine, pengatur ketinggian, dan dudukan
dengan engine. Adapun data hasil pengukuran waktu pemasangan dan pelepasan
bagian-bagian mesin Potrum BBE-02 dapat dilihat pada Tabel 14 dan 15.
Tabel 14. Data waktu pemasangan komponen mesin
Komponen Waktu pasang(j:m:d)
SRT-01 SRT-02 SRT-03 BBE-01 BBE-02
Roda Depan - - 0:01:25 0:01:42 -
Roda Belakang - - 0:02:39 0:01:41 -
Pengatur Ketinggian - 0:02:21 0:03:20 0:02:14 0:05:09
Perakitan poros dan
0:03:16 0:04:35 - - -
lengan pengatur
Perakitan kawat
- 0:03:32 - - -
penghubung
Kemudi 0:02:28 0:01:42 0:03:10 0:02:30 0:06:57
Pisau 0:10:01 0:09:14 0:09:12 0:01:24 0:08:48
Engine 0:12:02 0:04:17 0:04:57 0:12:11 0:05:15
Waktu Total 0:27:47 0:25:41 0:24:43 0:21:42 0:26:09

Tabel 15. Data waktu pelepasan komponen mesin


Komponen Waktu lepas(j:m:d)
SRT-01 SRT-02 SRT-03 BBE-01 BBE-02
Roda Depan - - 0:01:25 0:01:01 -
Roda Belakang - - 0:01:43 0:00:59 -
Pengatur Ketinggian - 0:02:39 0:04:12 0:01:42 0:03:14
Perakitan poros dan
0:02:43 0:03:56 - - -
lengan pengatur
Pemasangan kawat
- 0:02:05 - - -
penghubung
Kemudi 0:02:24 0:01:30 0:02:32 0:01:58 0:03:27
Pisau 0:10:22 0:10:33 0:10:16 0:00:59 0:04:16
Engine 0:09:55 0:01:49 0:02:22 0:11:20 0:03:41
Waktu Total 0:25:24 0:22:32 0:22:30 0:17:59 0:14:38

66
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa waktu pemasangan komponen BBE-
02 dapat dikatakan relatif lebih lama dibandingkan dengan waktu pemasangan
komponen mesin BBE-01. Hal ini disebabkan karena secara umum komponen
BBE-02 masih menggunakan penyambungan menggunakan mur dan baut yang
belum disesuaikan panjangnya. Selain itu, beberapa komponen harus dipasang
dengan beberapa pasang mur dan baut agar lebih kencang.
Pada pengatur ketinggian, roda dirangkai dengan menggunakan pin dan
tidak permanen. Hal ini dikarenakan apabila terjadi kerusakan pada roda, operator
bisa menggantinya dengan membeli yang baru. Pada penyambungan kemudi atas
dan bawah digunakan 6 pasang mur dan baut agar penyambungan lebih kuat dan
stabil.
Pada pemasangan pisau BBE-02 lebih lama dibandingkan dengan
pemasangan pisau BBE-01. Hal ini dikarenakan jumlah pisau yang dipasangkan
lebih banyak, yaitu berjumlah 2 pasang pisau pemangkas.

0:36:00

0:28:48
Waktu (j:m:d)

0:21:36

0:14:24

0:07:12

0:00:00
SRT-01 SRT-02 SRT-03 BBE-01 BBE-01 BBE-02 BBE-02
(TASCO) (TANAKA) Yoshida Tanaka

Jenis Mesin Pangkas Rumput

Gambar 62. Grafik perbandingan waktu perakitan bagian mesin pangkas

67
0:28:48
0:25:55
0:23:02
Waktu (j:m:d) 0:20:10
0:17:17
0:14:24
0:11:31
0:08:38
0:05:46
0:02:53
0:00:00
SRT-01 SRT-02 SRT-03 BBE-01 BBE-01 BBE-02 BBE-02
(TASCO) (TANAKA) Yoshida Tanaka

Jenis Mesin Pangkas Rumput

Gambar 63. Grafik perbandingan waktu pelepasan bagian mesin pangkas

Pada proses pemasangan dan pelepasan bagian mesin (engine)


menggunakan mesin yoshida dan tanaka, waktu yang diperlukan relatif sama. Hal
ini menunjukkan bahwa pemasangan untuk setiap mesin tidak terlalu berbeda
pengerjaan dan waktu yang dibutuhkan. Selain itu, hal ini juga menunjukkan
perancangan dudukan mesin sudah sesuai dengan tujuan awal perancangan yaitu
cocok untuk semua jenis mesin pangkas.

5.4.2. Efisiensi Lapang

Tabel 16. Data pengukuran dan penghitungan efisiensi lapang Potrum BBE-02
Jenis rumput lahan pemangkasan
Keterangan
Bermuda Tiffway 146 Gajahan
Lebar pemangkasan (m) 0.32 0.34
Kecepatan maju rata-rata (m/s) 0.54 0.43
Luas pemangkasan (m2) 37.50 35.00
Waktu total pemangkasan (s) 274.56 335.31
KLT (m2/jam) 622.08 526.30
KLE (m2/jam) 491.70 375.77
Efisiensi (%) 79.04 71.39

Berdasarkan data pada tebel diatas, dapat dilihat bahwa efisiensi lapang
Potrum BBE-02 masih bisa dikatakan cukup besar. Percobaan pemangkasan pada

68
lahan rumput Bermuda Tiffway 146 dan Gajahan menunjukkan kinerja Potrum
BBE-02 dapat diandalkan.
Data lain yang dapat ditunjukkan adalah massa rumput yang tertampung
setelah pemangkasan selesai pada jenis rumput Bermuda Tiffway 146 adalah 2.125
kg dan 1.3 kg pada jenis rumput Gajahan. Dari data tersebut dapat diketahui
bahwa kapasitas pengaliran rumput ke kantong untuk jenis rumput Bermuda
Tiffway 146 adalah 22.95 kg/jam dan pada jenis rumput Gajahan sebesar 15.7
kg/jam.

5.4.3. Ketahanan Sambungan


Secara umum sambungan pada mesin Potrum BBE-02 cukup bagus dalam
menahan beban kerja dan getaran mesin. Akan tetapi, pada beberapa sambungan
yang menggunakan pasangan mur dan baut seringkali terlepas. Pasangan mur dan
baut yang seringkali terlepas adalah di bagian penyambungan stang kemudi
bawah dengan dek, pengunci sel pegatur ketinggian, pengunci poros dengan dek
dan pengunci mesin pada dudukan mesin.

Gambar 64. Bagian sambungan yang sering lepas

69
Terjadinya pelepasan pasangan mur dan baut ini dikarenakan beberapa hal
yaitu getaran yang sangat tinggi karena dekat dengan mesin ataupun getaran pisau
dan juga kurangnya proses pengencangan mur dan baut oleh operator pada saat
pemasangan. Perbaikan yang bisa dilakukan adalah dengan menambahkan ring
per pada pasangan mur dan baut. Pada sambungan yang mengalami getaran yang
tidak bisa dihindari maka metode penyambungan dapat diganti dengan cara
pengelasan.

5.4.4. Kinerja Pemangkasan


Hasil kerja pemangkasan salah satunya dapat diperoleh dari
pengamatan keseragaman pemangkasan. Uji pemangkasan dilakukan pada
jenis rumput Bermuda Tiffway 146 dan rumput gajahan dengan luas lahan
pemangkasan 7.5 x 5 m2 dengan pola pemangkasan kontinyu.
Tabel 17. Keseragaman Rumput Setelah Pemangkasan pada Lahan Rumput
Bermuda Tiffway 146.

Tinggi rumput sebelum Tinggi rumput setelah


Ulangan ke-
dipangkas (cm) dipangkas (cm)

1 4.0 3.5
2 6.0 3.0
3 5.0 3.1
4 5.5 3.7
5 9.1 3.3
6 7.3 3.0
7 5.5 3.8
8 6.5 4.1
9 7.7 3.3
10 6.1 3.9
Rataan 6.27 3.47
Standar deviasi 1.37 0.39

70
Tabel 18. Keseragaman Rumput Setelah Pemangkasan pada Lahan Rumput
Gajahan
Tinggi rumput Tinggi rumput
Ulangan ke- sebelum dipangkas setelah dipangkas
(cm) (cm)
1 10.0 5.0
2 10.0 5.5
3 9.0 4.8
4 8.0 5.4
5 9.0 5.8
6 13.0 5.1
7 8.0 4.7
8 7.5 5.2
9 7.0 5.5
10 8.0 5.3
Rataan 8.95 5.23
Standar deviasi 1.74 0.34
Pada Tabel 17 dilakukan setting mesin Potrum BBE-02 dengan ketinggian
pangkas 33 mm (sel pertama/paling rendah). sedangkan pada Tabel 18 dilakukan
setting mesin Potrum BBE-02 dengan ketinggian pangkas 47.5 mm. Berdasarkan
tabel di atas dapat dilihat bahwa ketinggian hasil proses pemangkasan dengan
mesin Potrum BBE-02 relatif lebih seragam. Hal ini ditunjukkan dengan data nilai
standar deviasi yang kecil.

71
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
a. Alat bantu kerja bengkel berupa cetakan untuk tiap komponen telah
sesuai sehingga struktur mesin yang dibuat menjadi akurat, cepat, dan
aman.
b. Komponen utama mesin yang dibuatkan cetakannya antara lain dek,
stang kemudi, rangka kantung penampung clippings, rangkaian roda
dan pengatur ketinggian.
c. Biaya produksi yang dibutuhkan selama satu tahun produksi dengan
jumlah produksi 240 unit adalah sebesar Rp. 333 147 153.60 sehingga
biaya produksi per unit sebesar Rp. 1 388 113.14.
d. Perbandingan dimensi mesin hasil rancangan dengan hasil jadi
mempunyai tingkat akurasi dimensi yang bagus dengan rata-rata tingkat
akurasi 98.33 %.

6.2. Saran
a. Perlu adanya perbaikan material cetakan yaitu diganti dengan plat besi
yang mempunyai ketebalan 20 mm.
b. Perlu adanya kendali mutu proses produksi.
c. Perlu adanya perbaikan cara penyambungan mur dan baut agar tidak
mudah terlepas ketika mesin beroperasi.

72
DAFTAR PUSTAKA

Ambiyar, dkk. 2008 Teknik Pembentukan Plat. Jakarta : Direktorat Jenderal


Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan
Nasional.
Amstead, B.H. 1979. Manufacturing Processes. New York: John Wiley and Son.
Dieter, G. E. 1987. Engineering Design, Material and Processing Approach. New
York : McGraw-Hill Book Co.
_________. 2000. Engineering Design, Material and Processing Approach, 3rd
Edition. New York : McGraw-Hill Book Co.
Eide A.R., et al. 2002. Engineerig Fundamentals and Problem Siolving. New
York : McGraw-Hill.
Harsokoesoemo, Darmawan. 1999. Pengantar Perancangan Teknik (Perancangan
Produk). Dirjen Dikti, Dediknas. Jakarta.
Lyman. T, 1968. Sheet Metal Hand Book. New York: ILO
Novia, Windy. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Kashiko.
Purwiningtyas, Dian. 2006. Modifikasi dan Uji Kinerja Stang Pendorong dan
Kantung Penampung Rumput Mesin Pemotong Rumput SRT-01. Laporan
Akhir Pelaksanaan Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Renatho, Ilham. 2009. Desain Mesin Pangkas Rumput Rotari Tipe Dorong
Bertenaga Putar Motor Brush cutter Tipe Gendong. Laporan Akhir
Pelaksanaan Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pahlevi, Reza. 2009. Modifikasi Prototipe Mesin Pemangkas Rumput Potrum
Model BBE-01 Menjadi BBE-02 (Back Pack Brush cutter Engine-02).
Laporan Akhir Pelaksanaan Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rohyana, Solih. 2004. Mengelas Dengan Proses Las Busur Metal Manual.
Bandung: Armico.
Suastawa, I Nengah. 2002. Rancang Bangun Dan Uji Kinerja Prototipe Mesin
Pemangkas rumput Tipe Rotari. Laporan Akhir Pelaksanaan Penelitian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sularso dan Suga, Kiyokatsu. 1978. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen
Mesin. Pradnya Paramita. jakarta.

73
Zainuri, A. Muchib. 2008. Kekuatan Bahan. Penerbit Andi. Yogyakarta.
The Lawn Insitute. 2007. Another Report on Effective Turf Maintenance from the
Lawn Institute. Diakses tanggal 23 Desember 2007.
Ullman, D.G. 1992. The Mechanical Design Process. New York : McGraw-Hill.

74
LAMPIRAN

75
Lampiran 2. Hasil Kinerja Pemangkasan Mesin Potrum BBE-02.

Luas lapangan rumput ( p x l ) : 7.5 x 5 m2


Jenis rumput : Rumput bermuda Tiff Way 146
Tinggi awal rumput rata-rata : 6.27 cm
Putaran motor (Rpm) : 3858
Pola lintasan pemangkasan : kontinu
Kecepatan maju rata-rata (V) : 0.54 m/s
Lebar hasil pemangkasan : 0.32 m
Waktu total pemangkasan : 243.8 s = 0.067 jam

Panjang Kecepatan
Waktu Tempuh per Waktu
lintasan Maju per
Lintasan Belok
pemangkasan Lintasan
(m) (detik) (detik) (m/detik)
7.5 17.15 8.11 0.44
7.5 10.28 5.24 0.73
7.5 11.12 4.63 0.67
7.5 14.20 3.74 0.53
7.5 14.00 5.50 0.54
7.5 15.36 4.57 0.49
7.5 12.51 2.52 0.60
7.5 12.47 4.02 0.60
7.5 16.09 1.83 0.47
7.5 15.19 4.60 0.49
7.5 15.40 4.00 0.49
7.5 15.60 5.13 0.48
7.5 15.70 4.90 0.48
7.5 11.70 4.30 0.64
7.5 14.70 0.51
Rata-rata 14.10 4.51 0.54

90
KLT = Lebar pemangkasan rata-rata (l) x kecepatan maju rata-rata (V)
= 0.32 m x 0.54 m/det
= 0.173 m2/s = 10.37m2/menit = 622.08 m2/jam
KLE = Luas lapangan rumput (A) / waktu total (Wt)
= 37.5 m2/ 274.56 det
= 0.136 m2/det = 8.19 m2/menit = 491.7 m2/jam
Eff = (KLE/KLT) x 100%
= (553.7 m2/jam / 622.08 m2/jam) x 100%
= 79.04%

91
Lampiran 2. Hasil Kinerja Pemangkasan Mesin Potrum BBE-02 (Lanjutan).

Luas lapangan rumput ( p x l ) : 7 x 5 m2


Jenis rumput : Rumput Gajahan
Tinggi awal rumput rata-rata : 8.95 cm
Putaran motor (Rpm) : 4344
Pola lintasan pemangkasan : Kontinu
Kecepatan maju rata-rata (V) : 0.43 m/s
Lebar hasil pemangkasan : 0.34 m

Panjang lintasan Waktu Tempuh per Kecepatan Maju


Waktu Belok
pemangkasan Lintasan per Lintasan

(detik) (detik) (m/detik)


(m)
7 20.29 6.51 0.37
7 20.48 6.71 0.37
7 15.93 4.33 0.47
7 17.81 4.06 0.42
7 20.97 3.51 0.36
7 17.94 2.82 0.42
7 17.22 3.40 0.44
7 18.64 7.61 0.40
7 15.28 4.74 0.49
7 18.96 5.70 0.40
7 16.20 5.10 0.46
7 17.70 4.80 0.42
7 15.10 4.90 0.50
7 19.40 6.20 0.39
7 13.00 0.58
Rata-rata 17.66 5.03 0.43

92
KLT = Lebar pemangkasan rata-rata (l) x kecepatan maju rata-rata (V)
= 0.34 m x 0.43 m/s
= 0.146 m2/s = 8.77 m2/menit = 526.3 m2/jam

KLE = Luas lapangan rumput (A) / waktu total (Wt)


= 35 m2/335.31 s
= 0.104 m2/s= 6.3 m2/menit = 375.77 m2/jam

Eff = (KLE/KLT) x 100%


= (422.8 m2/jam / 518.9 m2/jam) x 100%
= 71.39%

93

Anda mungkin juga menyukai