Anda di halaman 1dari 14

BAB I

DEFINISI

1. Latar Belakang
Transfusi darah merupakan salah satu komponen terapi yang sangat penting
dalam penatalaksanaan pasien.Perlu dipertimbangkan bahwa transfusi darah bukan
sebagai terapi pilihan pertama, kedua maupun ketiga dalam penanganan pasien.
Transfusi darah merupakan terapi pilihan terakhir yang harus dilakukan jika terapi lain
tidak mampu menyelamatkan penderita. Pemberian transfusi darah harus berpegang
pada pernyataan bahwa manfaat yang akan diterima oleh pasien lebih besar
dibandingkan risiko yang akan ditanggung. Pemberian transfusi darah baru akan
bermanfaat jika dilakukan dengan tepat indikasi, tepat jenis darah, tepat dosis, tepat
waktu, tepat cara pemberian dan selalu waspada akan efek samping. Transfusi darah
yang dilakukan tanpa indikasi merupakan sebuah kontra indikasi.
Prinsip pemberian transfusi darah adalah mendapatkan komponen darah yang
tepat kemudian memberikan pada pasien yang tepat, dalam waktu yang tepat dan
tempat yang tepat. Hal tersebut mengandung makna apabila transfusi dilakukan dengan
tepat maka akan menyelamatkan jiwa dan memperbaiki kesehatan. Apabila tidak
dilakukan dengan tepat maka akan memberikan efek samping pada pasien. Efek
samping yang muncul dapat bersifat akut maupun lambat.Efek samping yang segera,
bisa mulai dari yang ringan sampai berat bahkan dapat berakhir dengan kematian.Efek
samping lambat dapat muncul berapa hari maupun beberapa bulan pasca
transfusi.Salah satu efek samping jangka panjang yang sangat menghawatirkan adalah
tertularnya berbagai penyakit infeksi lewat transfusi darah seperti sifilis, malaria,
hepatitis B, hepatitis C dan HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Untuk dapat tercapainya prinsip pemberian transfusi darah perlu disusun sebuah
pedoman penggunaan produk darah yang rasional.

2. Keputusan Untuk Memberikan Transfusi Darah


Sama dengan terapi obat yang lain, pemberian transfusi darah harus selalu
mempertimbangkan besarnya manfaat dan risiko yang harus ditanggung oleh masing-
masing pasien. Keputusan untuk memberikan transfusi darah harus selalu berdasarkan
evaluasi klinis dan indikasi laboratorium bahwa transfusi darah sangat dibutuhkan untuk
mempertahankan hidup dan signifikan menurunkan morbiditas.
Transfusi darah hanya merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan pasien.
Sebelum meresepkan darah atau produk darah, ada beberapa pertanyaan yang perlu
dijawab dan digunakan sebagai check list oleh dokter, antara lain:
a. Apakah pemberian transfusi darah mampu memperbaiki kondisi pasien?

1
b. Dapatkah saya meminimalisir kehilangan darah dan mengurangi kebutuhan
pasien akan transfusi?
c. Apakah ada terapi lain yang seharusnya bisa diberikan sebelum membuat
keputusan untuk memberikan transfusi, misalnya penggantian cairan
intravena atau oksigen?
d. Adakah indikasi klinis dan laboratorium yang spesifik untuk memberikan
transfusi pada pasien?
e. Apakah terdapat risiko penularan infeksi Human Immunodefisiensi Virus
(HIV), hepatitis, sifilis atau infeksi lain yang bisa ditularkan melalui produk
darah yang disiapkan untuk pasien?
f. Apakah manfaat yang akan diterima lebih besar dibandingkan risiko yang
harus ditanggung oleh pasien?
g. Adakah terapi lain yang bisa diberikan apabila tidak ada darah yang tersedia
untuk pasien tersebut?
h. Apakah transfusi akan dimonitor oleh tenaga yang sudah dilatih dan mampu
memberikan respon yang cepat apabila terjadi reaksi transfusi akut?
i. Apakah keputusan dan alasan memberikan transfusi pada pasien sudah
tercatat secara lengkap pada catatan medik pasien dan formulir permintaan
darah?

3. Prinsip Pemberian Transfusi Darah Dalam Praktek Klinik


Beberapa prinsip yang harus dipegang dalam pemberian transfusi darah antara
lain:
a. Transfusi darah hanya merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan
pasien.
b. Pemberian transfusi harus berdasarkan pedoman penggunaan klinis darah
dan jumlah komponen darah yang akan ditransfusikan harus benar-benar
diperhitungkan.
c. Meminimalkan kehilangan darah sehingga mengurangi kebutuhan pasien
akan transfusi.
d. Pasien dengan perdarahan akut harus mendapatkan resusitasi yang efektif
(penggantian cairan intravena, oksigen dan sebagainya) sampai kebutuhan
transfusi ditentukan.
e. Kadar hemoglobin pasien, meskipun penting, bukan merupakan hal yang
menentukan untuk memulai transfusi. Keputusan tersebut harus ditunjang
oleh tanda dan gejala klinis dan signifikan mencegah kesakitan dan kematian
pasien.
f. Klinisi seharusnya memahami bahwa pemberian transfusi berisiko
menularkan penyakit infeksi pada pasien.

2
g. Transfusi hanya diberikan apabila manfaat yang didapatkan oleh pasien lebih
besar dibanding risiko yang harus ditanggung.
h. Klinisi harus menjelaskan dan mencatat alasan transfusi dengan jelas.
i. Petugas yang melakukan tindakan transfusi harus terlatih dan mampu
melakukan monitoring dan tindakan segera apabila terjadi efek samping atau
reaksi transfusi.

3
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Informed consent pada pasien


Informasi dan penjelasan tentang rencana tindakan transfusi penting dijelaskan
pada pasien atau keluarga pasien.Pasien harus diberi informasi yang jelas mengenai
risiko yang potensial dan keuntungan pemberian terapi komponen darah pada kondisi
pasien.Pelaksanaan informed consent menjadi tanggung jawab dokter.
Informed consent diberikan sebelum:
a. Pengambilan sampel darah pasien untuk uji pretransfusi.
b. Tindakan transfusi dilakukan.

2. Pengisian formulir permintaan darah


Formulir permintaan darah harus diisi secara lengkap, akurat dan jelas termasuk
tanda tangan dokter dan petugas pengambil sampel darah pasien.Jika transfusi darah
dibutuhkan dalam keadaan emergency, bank darah sebaiknya juga dihubungi melalui
telepon.

3. Sampel darah untuk pemeriksaan pre transfuse


Ketepatan mengambil dan melabel sampel pasien untuk pemeriksaan pre transfusi
merupakan hal yang sangat penting. Kesalahan pada tahap ini dapat menjadi penyebab
utama transfusi darah yang inkompatibel. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada
saat mengambil sampel darah untuk pemeriksaan pre transfusi, antara lain :
a. Jika pasien dalam kondisi sadar saat sampel darah diambil, tanyakan
langsung identitas pasien seperti nama lengkap, tanggal lahir dan informasi
lainnya.
b. Periksa sekali lagi dan cocokan dengan gelang identitas pasien.
c. Jika pasien dalam kondisi tidak sadar, tanya keluarga pasien untuk
memastikan identitas pasien.
d. Ambil sampel darah dan tampung dalam tabung tanpa antikoagulan, minimal
1 ml untuk pasien bayi dan neonatus dan 3 ml untuk pasien dewasa.
e. Label tabung dengan jelas dan benar, pelabelan dilakukan disamping pasien
dan tidak melakukan pekerjaan lain sebelum melabel sampel. Hal-hal yang
perlu dicantumkan dalam label sampel adalah
1) Nama lengkap pasien
2) Tanggal lahir pasien
3) Nomor catatan medik
4) Ruang perawatan

4
5) Tanggal pengambilan sampel
6) Tanda tangan petugas pengambil sampel
i. Cek kembali semua data yang dicatat sudah benar. Jangan melabel tabung
sebelum memasukkan sampel karena ada risiko sampel tertukar.
1. Jika pasien membutuhkan transfusi lebih lanjut, kirim sampel baru untuk uji
pretransfusi.

4. Pemeriksaan laboratorium pre transfuse


Uji pre transfusi terhadap semua produk darah merupakan hal yang sangat penting
untuk meyakinkan bahwa sel darah merah donor kompatibel dengan antibodi yang ada
pada serum pasien.Uji pre transfusi juga bertujuan untuk mencegah terbentuknya
antibodi baru pada tubuh pasien, seperti anti-RhD.
Semua prosedur uji pretransfusi seharusnya memberikan informasi berikut :
a. Golongan darah sistem ABO
b. Golongan darah Rhesus
c. Ada tidaknya antibodi sel darah merah yang dapat menyebabkan hemolisis
pada tubuh pasien
Pemeriksaan pre transfusi yang rutin dilakukan adalah
a. Pemeriksaan golongan darah ABO dan rhesus
b. Uji cocok serasi (crossmatch)

5. Distribusi dan transportasi produk darah


Distribusi dan transportasi produk darah harus berdasarkan sitem rantai tertutup
dan rantai dingin. Rantai tertutup yang dimaksud adalah dilakukan oleh tenaga yang
benar-benar sudah dilatih untuk mendistribusikan dan mentransportasikan produk
darah. Jadi tidak lagi melibatkan pasien atau keluarga pasien. Sistem rantai dingin yang
dimaksud adalah menjaga agar suhu penyimpanan dan transportasi produk darah
sesuai suhu penyimpanan, mulai dari pengambilan sampai digunakan oleh pasien.
Selain itu, dalam distribusi dan transportasi produk darah juga ada istilah “30 minute
rule” yaitu batas waktu maksimum pengembalian darah apabila darah tidak segera
ditransfusikan setelah darah dikeluarkan dari bank darah.

6. Identifikasi Pasien dan Komponen Darah yang akan ditransfusikan


Sebelum transfusi dimulai, identifikasi pasien dan ketepatan jenis komponen
darah harus selalu dicek. Pengecekan dilakukan oleh dua orang petugas. Hal-hal yang
harus dicek antara lain:
a. Tampilan produk darah.

5
Produk darah harus dikembalikan ke bank darah apabila mengalami
perubahan warna, berbusa, bergelembung, terdapat bekuan dan kantong
darah mengalami kerusakan atau bocor.
b. Identitas pasien dan kesesuaian produk darah.
Nama pasien dan nomor catatan medik harus sesuai antara pasien dan
produk darah. Demikian juga dengan jenis komponen darah yang dibutuhkan
oleh pasien harus cocok dengan jenis komponen yang akan ditransfusikan.
c. Golongan darah.
Golongan darah pasien harus kompatible dengan produk darah yang akan
diberikan.
d. Masa kedaluwarsa produk darah.
Meskipun dari bank darah sudah dilakukan pengecekan batas kedaluwarsa
produk darah, pengecekan diruang perawatan sebelum darah ditransfusikan
tetap harus dilakukan.
Apabila terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan poin-poin diatas, transfusi harus
ditunda.

7. Penundaan Transfusi
Jika terjadi hal-hal yang tidak diharapkan dan pemberian transfusi harus ditunda,
maka komponen darah harus dikembalikan ke bank darah untuk disimpan kembali
ditempat penyimpanan standar. Batasan waktu yang digunakan untuk menjaga kualitas
darah tetap baik adalah 30 menit. Jadi dalam waktu 30 menit setelah keluar dari bank
darah, komponen darah harus sudah kembali ke bank darah apabila transfusi ditunda.
Komponen darah tidak boleh disimpan diruang perawatan pasien atau pada refrigerator
dengan suhu yang tidak terkontrol.

8. Infusion Sets
Komponen darah ditransfusikankan dengan infus set khusus sesuai dengan jenis
produk darah. Untuk transfusi PRC dan plasma, infus set yang digunakan dilengkapi
dengan filter yang didesain khusus untuk mencegah bekuan darah dan partikel yang
berbahaya. Standar filter yang digunakan adalah 170-260 mikron. Infus set hanya boleh
dipriming dengan larutan NaCl 0,9 % atau komponen darah yang akan ditransfusikan.
Jalur intravena sebaiknya di rancang agar bisa melakukan pemberian NaCL 0,9 %
dengan cepat apabila terjadi reaksi transfusi. Dianjurkan untuk menggunakan“Y” port
atau three-way stop-clockuntuk menutup jalur transfusi saat menginfuskan NaCl 0,9%.

6
9. Compatible IV Solution
Obat-obatan dan cairan yang lain kecuali NaCl 0,9 % tidak boleh dimasukkan
dalam infus set yang sama dengan infus set untuk produk darah. Larutan yang
mengandung Dextrose dapat menyebabkan sel-sel darah merah bengkak dan lisis.
Larutan ringer laktat mengandung kalsium yang tinggi sehingga dapat menyebabkan
munculnya bekuan pada komponen darah.

10. Penggunaan Blood Warmer


Penggunaan blood warmer tidak rutin dilakukan dalam transfusi darah. Blood
warmer hanya digunakan pada situasi khusus seperti transfusi massif, transfusi pada
neonatus dan pasien-pasien dengan autoimmune hemolytic anemia tipe dingin. Blood
warmer harus di kalibrasi dan dimaintenace secara rutin serta dilengkapi dengan
pengaturan suhu dan sistem alarm apabila alat tidak berfungsi dengan baik. Hal
tersebut bertujuan untuk mencegah hemolisis atau kerusakan pada komponen darah.
Penghangatan komponen darah lebih dari suhu 40 oC dapat menyebabkan hemolisis.
Produk darah tidak boleh dihangatkan dengan microwave, air panas dan alat
penghangat lainnya yang tidak standar.

11. Penggunaan Infusion System


Penggunaan infusion pumps bertujuan untuk mengontrol kecepatan dan volume
transfusi. Infusion pumps yang digunakan harus terkalibrasi, dimanintenance secara
rutin dan dilengkapi sistem alarm apabila infusion pumps tidak berfungsi dengan baik.
Komponen darah yang dilewatkan pada infusion pumps potensial terjadi kerusakan dan
hemolisis. Kecuali pada pasien neonatus dan anak-anak, penggunaan infusion pumps
pada pasien dewasa dihindari dan rekomendasikan untuk menggunakan metode simple
gravity administration.

12. Pemberian Obat-obatan Profilaksis sebelum transfuse


Jika ada obat-obatan yang perlu diberikan sebelum pemberian transfusi darah,
obat-obat tersebut harusnya diberikan terlebih dahulu sebelum transfusi dilakukan.
Penggunaan antipiretik yang umum dilakukan untuk mengurangi reaksi transfusi febrile
nonhemolytic masih kontroversial.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa pemberian profilaksis dapat menyebabkan
masking effect apabila terjadi peningkatan suhu akibat reaksi transfusi. Antihistamin
(diphenhydramine atau H2 blocker) dapat disiapkan sebagian premedikasi pada individu
yang pernah mengalami alergi ringan atau reaksi urtikaria pada transfusi sebelumnya.
Meperidin atau kortikosteroid sering disiapkan untuk pasien-pasien dengan riwayat rigor
selama awal transfusi. Jika premedikasi diberikan per oral, transfusi dilakukan 30-60
menit setelah pemberian obat.

7
Apabila premedikasi diberikan secara intravena, transfusi dilakukan 10 menit
setelah pemberian obat. Pemberian obat-obatan profilaksis secara rutin sebelum
transfusi tidak dianjurkan.

13. Tersedianya peralatan dalam keadaan emergency


Transfusionist perlu mengetahui bagaimana cara menangani reaksi transfusi
dalam keadaan darurat. Hal-hal yang perlu disiapkan dan harus ada dalam keadaan
darurat, antara lain :
a. Larutan NaCl 0,9 % intravena dan akses untuk memasukkan infus NaCL 0,9
% tetap terbuka.
b. Obat-obatan untuk mengatasi reaksi transfusi. Tersedia prosedur untuk
mendapatkan obat-obatan emergency untuk mengatasi reaksi alergi, shock,
gagal ginjal, hipotensi, rigor dan circulatory overload.
c. Ada prosedur untuk mengaktifkan emergency resuscitation. Ventilator dan
oksigen harus tersedia pada kasus-kasus transfusion-related acute lung
injury atau reaksi alergi berat.

14. Pencatatan transfuse


Sebelum memberikan produk darah, penting untuk menuliskan alasan transfusi
pada rekam medik pasien. Catatan yang dibuat pada rekam medik pasien adalah
perlindungan terbaik jika ada tuntutan mediko-legal. Informasi yang harus dicatat dalam
rekam medik pasien antara lain:
a. Kepada siapa informed consent telah diberikan
b. Alasan transfusi
c. Bukti permintaan darah dan tanda tangan dokter yang meminta
d. Pengecekan sebelum transfusi
e. Identitas pasien
f. Kantong darah
g. Label kompatibilitas
h. Tanda tangan petugas yang mengecek (double checker)
i. Pelaksanaan transfusi
j. Jenis dan volume tiap produk yang ditransfusikan
k. Nomor donasi khusus dari tiap unit yang ditransfusikan
l. Golongan darah dari tiap unit yang ditransfusikan
m. Waktu mulai dan selesai pemberian dari tiap unit
n. Tanda tangan petugas yang memberikan
o. Monitoring pasien (sebelum, selama dan setelah transfusi)
p. Setiap reaksi transfusi

8
BAB III
TATA LAKSANA

Monitoring sebelum, selama dan setelah transfusi merupakan hal yang sangat
penting. Monitoring sebelum transfusi penting untuk mengetahui data dasar kondisi
pasien sehingga perubahan yang terjadi selama dan setelah transfusi bisa digunakan
sebagai acuan untuk mendeteksi ada tidaknya reaksi transfusi. Perubahan tersebut
penting untuk melakukan sebuah tindakan guna menyelamatkan pasien dari efek
samping pemberian transfusi darah.
Selain peranan petugas (transfusionist), dalam monitoring sebaiknya juga
melibatkan pasien. Sebelum transfusi dimulai, pasien diberikan motivasi agar segera
memberitahu perawat atau dokter jika mengalami reaksi seperti menggigil, nyeri
pinggang, sesak nafas, muka kemerahan atau mulai merasa gelisah. Selain itu pastikan
pasien berada pada posisi yang mudah diamati secara langsung.
Monitoring dilakukan untuk tiap-tiap unit darah yang ditransfusikan. Waktu yang
ideal melakukan monitoring adalah sebagai berikut:
1. Sebelum transfusi dimulai
2. Segera setelah transfusi dimulai
3. 15 menit setelah transfusi dimulai
4. Setiap jam selama transfusi berlangsung
5. Saat transfusi selesai
6. 4 jam setelah transfusi selesai.
Waktu monitoring bisa disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi tenaga yang
ada dimasing-masing institusi. Reaksi transfusi berat umumnya terjadi pada15 menit
pertama transfusi berlangsung. Semua pasien tanpa perkecualian termasuk pasien tidak
sadar harus dimonitoring pada 15 menit pertama transfusi berlangsung. Monitoring
dilakukan untuk masing-masing unit darah yang ditransfusikan.
Pada tiap-tiap waktu monitoring, informasi yang perlu dicatat antara lain:
1. Keadaan umum pasien
2. Temperatur
3. Denyut nadi
4. Tekanan darah
5. Respiratory rate
6. Keseimbangan cairan (intake cairan oral dan intravena serta produksi urine)

1. Reaksi transfusi akut dan penanganannya


Jika terjadi reaksi transfusi akut, segera lakukan pengecekan label darah dan
identitas pasien. Apabila terdapat ketidaksesuaian, transfusi harus segera distop dan
konsultasikan ke bank darah. Untuk pasien yang tidak sadar atau berada dalam

9
pengaruh obat anestesi, hipotensi dan adanya perdarahan yang tidak terkontrol
merupakan tanda akurat adanya inkompatibilitas transfusi. Pada pasien-pasien yang
masih sadar dan mengalami reaksi transfusi hemolitik, tanda dan gejala akan muncul
dalam waktu singkat. Hanya beberapa menit setelah 5-10 ml darah diinfuskan.
Reaksi transfusi akut terjadi selama atau segera setelah (dalam 24 jam) transfusi.
Reaksi transfusi akut dibedakan menjadi tiga katagori, yaitu:
a. Katagori 1: reaksi ringan
1) Tanda : reaksi kulit terlokalisir (urtikaria, kemerahan)
2) Gejala : gatal
3) Kemungkinan penyebab : hipersensitivitas ringan
4) Penanganan :
a) Perlambat kecepatan transfusi
b) Berikan antihistamin intramuskular (IM) (misal: chlorpheniramin 0,1
mg/kg) dan pastikan tekanan darah stabil
c) Jika klinis tidak ada perubahan dalam 30 menit, atau tanda dan
gejala memburuk, tangani sebagai katagori sedang-berat
b. Katagori 2: reaksi sedang-berat
1) Tanda : muka kemerahan, urtikaria, demam, kekakuan, gelisah,
takikardia
2) Gejala : cemas, menggigil, gatal-gatal, palpitasi, sesak ringan, sakit
kepala
3) Kemungkinan penyebab :
a) Hipersensitivitas sedang-berat
b) Reaksi transfusi demam non-hemolitik (antibody terhadap leukosit,
trombosit, antibodi terhadap protein termasuk IgA)
c) Kontaminasi pirogen atau bakteri
4) Penanganan :
a) Stop transfusi. Ganti infus set dan jaga IV line terbuka dengan
NaCl 0,9 %.
b) Beritahu dokter penanggung jawab pasien .
c) Berikan antihistamin intramuskular (IM) (misal: chlorpheniramin 0,1
mg/kg) dan pastikan tekanan darah stabil.
d) Berikan kortikosteroid IV dan bronkodilator jika ada gejala
anafilaktik (misal: bronkospasme, stridor)
e) Bila ada demam, berikan parasetamol oral atau rektal (10
mg/KgBB atau 500 mg-1000 mg pada dewasa). Hindari pemberian
aspirin pada pasien trombositopenia.
f) Informasikan segera ke bank darah bahwa terjadi reaksi transfusi

10
g) Kirim kantong darah dan infus set serta sampel darah baru dari
vena disisi lain infus dengan formulir reaksi transfusi ke bank darah
untuk pemeriksaan laboratorium.
h) Kumpulkan urine 24 jam ke depan sebagai bukti hemolysis dan
kirim ke laboratorium
i) Jika tidak ada perbaikan klinis dalam 15 menit atau jika gejala dan
tanda memburuk tangani sebagai katagori 3.
j) Jika klinis mengalami perbaikan, transfusi dapat dimulai perlahan
dengan kantong darah baru dan lakukan monitoring dengan
cermat.
c. Katagori 3: reaksi berat
1) Tanda : sesak nafas, demam, menggigil, kaku, gelisah, hipotensi (turun
>20% dari tekanan darah awal), takikardia (meningkat > 20% dari
denyut nadi awal), hemoglobinuria (urine merah kehitaman), perdarahan
yang tidak dapat di jelaskan (DIC)
2) Gejala : cemas, nyeri dada, nyeri dekat tempat infus, nafas pendek,
nyeri pinggang, sakit kepala, sesak nafas.
3) Kemungkinan penyebab : kontaminasi bakteri dan syok septik,
hemolysis intravaskuler akut, kelebihan cairan, anafilaksis, Transfusion
Associated Acute Lung Injury (TRALI)
4) Penanganan :
a) Stop transfusi. Ganti infus set dan pertahankn IV line tetap terbuka
dengan NaCl 0,9 %.
b) Naikkan atau elevasi 45o tungkai pasien lebih tinggi dari jantung.
c) Infus NaCl 0,9 % 20-30 ml/KgBB untuk menjaga tekanan darah
sistol. Jika hipotensi, beri dopamine dosis awal 3-
5mcg/KgBB/menit.
d) Pertahankan jalan nafas terbuka dan beri oksigen aliran tinggi
melalui masker.
e) Beri adrenalin (1 ampul = 1 ml = 1 mg) sebanyak 0,01 mg/KgBB IM
perlahan.
f) Beri kortikosteroid IV dan bronkodilator jika ada tanda-tanda
anafilaktik (misal: bronkospasme, stridor).
g) Beri diuretik, misal : Furosemid 1 mg/KgBB IV
h) Beri tahu segera dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien
dan bank darah.
i) Kirim kantung darah dan infus set, ambil sampel darah baru dari
vena disisi lain infus dengan form reaksi transfusi ke bank darah
untuk pemeriksaan laboratorium.

11
j) Cek spesimen urine segara secara visual untuk tanda
hemoglobinuria.
k) Mulai pengumpulan urine 24 jam dan grafik keseimbangan cairan
dan catat semua intake dan output. Jaga keseimbangan cairan.
l) Nilai perdarahan dari tempat tusukan atau luka. Jika ada bukti
klinis atau laboratorium DIC beri trombosit ( 5-6 unit) dan
cryoprecipitate (12 unit) dan FFP (3 unit)
m) Lakukan evaluasi ulang. jika masih terjadi hipotensi, berikan infus
cairan normal salin 20-30 ml/kg lebih dari 5 menit dan
pertimbangkan pemberian inotrope jika tersedia.
n) Jika terjadi oligouria atau hasil laboratorium membuktikan terjadi
gagal ginjal akut (peningkatan kalium, urea dan kreatinin), lakukan
jhal-hal berikut :
(1) Pertahankan keseimbangan cairan secara adekuat
(2) Berikan furosemide 1 mg/kg, di ulang tiap 30 menit dosis lipat
dua sampai total 1000 mg.
(3) Pertimbangkan infus dopamine
(4) Pasien mungkin membutuhkan hemodialisis.
(5) Jika curiga ada bakterimia (rigors, demam, collapse, tidak
ada tanda-tanda reaksi hemolitik) berikan antibiotic broad-
spectrum IV
2. Reaksi transfusi lambat dan penangannya
a. Delayed hemolytic transfusion reaction
1) Kejadian : 5-10 hari pasca transfusi
2) Tanda : Demam, anemia, jaundice
3) Penanganan :
Jika terjadi hipotensi dan oliguria, tangani sebagai hemolisis
intravaskuler akut
4) Pemeriksaan
a) Periksa ulang golongan darah pasien
b) Direct coomb’s test umumnya positif
c) Peningkatan bilirubin indirek.
b. Post-transfusion purpura
1) Kejadian : 5-10 hari pasca transfusi, sebagian besar terjadi pada pasien
wanita. Insidennya jarang tetapi potensial menyebabkan komplikasi
yang fatal
2) Tanda : peningkatan tendensi perdarahan, trombositopenia (<
100.000/µL)

12
3) Penanganan : sangat penting apabila jumlah trombosit < 50.000/µL dan
bahaya perdarahan tersamar pada trombosit < 20.000/µL
a) Pemberian steroid dosis tinggi
b) Pemberian immunoglobulin intravena dosis tinggi (2 g/kg atau 0,4
g/kg selama 5 hari)
c) Plasma exchange
d) Monitor kadar trombosit pasien
e) Jika transfusi trombosit diperlukan, berikan trombosit golongan
ABO yang sesuai dengan pasien
c. Graft-vs-host disease
1) Kejadian : 10-12 hari pasca transfusi
2) Tanda : demam, skin rash dan desquamasi, diare, hepatitis,
pansitopenia
3) Penanganan :
a) Supportive care
b) Tidak ada terapi spesifik
c) Umumnya bersifat fatal
d. Iron overload, terjadinya gagal jantung dan hati pada pasien-pasien
ketergantungan transfusi. Dapat dicegah dengan memberikan preparat
pengikat besi, seperti desferrioxamine dan menjaga kadar serum ferritin <
2000 mg/L.
e. Penularan penyakit infeksi lewat transfusi darah
Beberapa penyakit infeksi yang dapat ditularkan melalui transfusi darah,
antara lain:
1) HIV-1 dan HIV-2
2) HLTV-1 dan HLTV-2
3) Hepatitis B dan C
4) Syphilis (Treponema palidum)
5) Chagas disease (Trypanosoma cruzi)
6) Malaria
7) Cytomegalovirus (CMV)
8) Beberapa infeksi lain yang jarang, seperti : human parvovirus B19,
Brucellosis, Epstein-Barr virus, toxoplasmosis, infectious mononucleosis
dan Lymes’disease.

13
BAB IV

DOKUMENTASI

Semua tindakan Transfusi Darah dicatat dan di dokumentasikan dalam catatan rekam
medis pasien.

Ditetapkan di : Martapura
Pada Tanggal : 17 Januari 2019

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM


DAERAH MARTAPURA KELAS D

Dr. Dedy Damhudy


NIP. 19780101 201001 1 018

14

Anda mungkin juga menyukai