BAB I
PENDAHULUAN
Abad 21 dikenal sebagai abad globalisasi dan teknologi informasi. Informasi menjadi salah satu "sumber
daya" yang penting dan merupakan faktor penentu dari kompetensi global. Keterbukaan mendorong
mengalirnya teknologi baru dari Negara-negara maju. Di dalam proses ini peranan pendidikan sangat
menentukan karena pendidikan mendorong terjadinya alih teknologi, adaptasi teknologi maupun
penyebarannya.
Dalam menghadapi era globalisasi dirasakan adanya kebutuhan mendesak mengenai perbaikan kualitas
sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan dan akses yang lebih baik terhadap ilmu pengetahuan.
Dengan pengaruh teknologi dalam pendidikan dan pembelajaran, sejumlah besar sumber belajar telah
tersedia bagi pebelajar. Akibatnya guru, instruktur, atau dosen bukan lagi satu-satunya sumber
informasi.
Terkait dengan hal itu pemerintah telah mempercepat pencanangan Millenium Devolopment Goals, yang
semula dicanangkan tahun 2020 dipercepat menjadi tahun 2015. Millenium Devolopment Goals adalah
era pasar bebas atau era globalisasi, sebagai era persaingan mutu dan kualitas, siapa yang berkualitas
akan maju dan mempertahankan eksistensinya. Oleh karena itu pembangunan sumber daya manusia
(SDM) berkualitas merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Hal tersebut
mutlak diperlukan, karena akan menjadi penopang utama pembangunan nasional yang mandiri dan
berkeadilan, good governance and clean governance; serta menjadi jalan keluar bagi bangsa Indonesia
Percepatan arus informasi dalam era globalisasi dewasa ini menuntut semua bidang kehidupan untuk
menyesuaikan visi, misi, tujuan, dan strateginya agar sesuai dengan kebutuhan, dan tidak ketinggalan
zaman. Penyesuaian tersebut secara tidak langsung mengubah tatanan dalam sistem makro dan mikro,
demikian halnya dengan sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik lokal, nasional, maupun global.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan
bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun
oleh satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL),
serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).
Madrasah Ibtidaiyah sebagai satuan pendidikan dasar di lingkungan Departemen Agama perlu menyusun
KTSP Madrasah Ibtidaiyah yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, acuan yang digunakan
menyusun KTSP MI ini meliputi; standar isi, dan standar kompetensi lulusan, serta berpedoman pada
badan standar nasional pendidikan.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang
secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di
setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk
membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.
Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah untuk mata pelajaran IPA bertujuan membekali peserta didik memiliki
kemampuan mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan
kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masalah dan membuat putusan. (Khaerudin; 2007: 182). Ruang lingkup bahan kajian IPA di MI meliputi
aspek-aspek berikut:
1) Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya.
2) Materi, sifat-sifat, dan kegunaannya meliputi: air, udara, tanah, dan batuan
3) Listrik, magnet, energi dan panas, gaya dan pesawat sederhana, cahaya dan bunyi, tata surya, dan
5) Sumber daya alam, kegunaan, pemeliharaan, dan pelestariannya. (Khaerudin; 2007: 182).
IPA berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya
tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia, yang tak habis-habisnya. Dengan tersingkapnya
tabir rahasia alam itu satu persatu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan IPA
semakin luas dan lahirlah sifat terapannya, yaitu teknologi adalah lebar. Namun dari waktu jarak
tersebut semakin lama semakin sempit, sehingga semboyan “IPA hari ini adalah teknologi hari esok”
merupakan semboyan yang berkali-kali dibuktikan oleh sejarah. Bahkan kini IPA dan teknologi
manunggal menjadi budaya ilmu pengetahuan dan teknologi yang saling mengisi (komplementer), ibarat
mata uang, yaitu satu sisinya mengandung hakikat IPA (the nature of Science) dan sisi yang lainnya
Capaian kemajuan suatu bangsa biasanya diukur dengan tingkat kemajuan dan keberhasilan di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai oleh bangsa itu. Apalagi di masa yang akan datang (abad
ke 22), kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki
Khusus untuk IPA di SD/MI hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak
didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan
mencari jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir sainstifik
(ilmiah). Fokus program pembelajaran IPA di SD/MI hendaknya ditujukan untuk memupuk minat dan
pengembangan anak didik terhadap dunia mereka di mana mereka hidup.
Ciri yang menonjol pada pendidikan IPA di Indonesia dan berbeda dengan Amerika ialah adanya nilai-
nilai agama yang termasuk dalam kurikulum. Melalui pendidikan IPA anak didik didorong untuk dapat
meningkatkan Iman dan Takwanya kepada Tuhan YME, pencipta alam semesta (Usman Samatowa,
2004: 2)
Secara umum, pembelajaran IPA di Indonesia saat ini belum berorientasi pada proses belajar, namun
lebih mementingkan pada produk belajar, yakni pengetahuan. Interaksi guru dan siswa sekedar transfer
pengetahuan dari seorang guru kepada siswa. Pendekatan yang digunakan dalam belajar masih
menggunakan pendekatan konvensional, yaitu tekstual yang bersifat instant. Pendekatan konseptual
dan kontekstual; yang menggunakan objek dan persoalan nyata dalam belajar, yang memerlukan kajian
Pembelajaran IPA dengan cara primordial seperti yang diilustrasikan di atas, menghasilkan peserta didik
yang sekedar memperoleh hafalan pengetahuan yang tidak lengkap dan mudah dilupakan sehingga
tidak bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan demikian, pendidikan yang tekstual justru akan
menjauhkan peserta didik dari realita, asing terhadap fakta, asing terhadap konteks pembelajaran dunia
nyata, asing terhadap proses konseptualisasi, tidak mampu membuat konsep kehidupan, tidak mandiri
dan lebih senang hidup tergantung dalam segala hal. Pendekatan tekstual dapat mengakibatkan
keterpurukan dalam bidang sains dan tertinggal dengan bangsa barat dalam bidang ilmu dasar IPA dan
teknologi.
Beberapa kelemahan pembelajaran IPA selama ini antara lain pembelajaran IPA yang diterapkan saat ini
merupakan pembelajaran yang berorientasi pada disiplin ilmu. Materi yang diajarkan kepada peserta
didik lebih bersifat abstrak dan jauh dari pengalaman peserta didik. Materi yang diajarkan kepada
peserta didik pada dasarnya merupakan materi yang dipersiapkan untuk mengikuti pelajaran pada tahap
berikutnya, konsekuensi dari hal ini adalah timbulnya kerugian bagi para peserta didik yang tidak
mengikuti salah satu tahap tersebut (dalam arti tidak meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi lagi);
metode pembelajaran yang digunakan sekarang masih mengandalkan ceramah yang terkadang juga
disertai dengan percobaan verifikasi laboratorium yang sudah jadi. Akibatnya peserta didik hanya pasif
dan sulit untuk berkembang apalagi sampai pada tingkat mental dan emosionalnya.
Sampai saat ini pembelajaran IPA di sekolah/madrasah kurang dikaitkan dengan permasalahan yang
dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA diharapkan dapat mempersiapkan
peserta didik untuk mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Banyak siswa yang
masih beranggapan pelajaran IPA sulit dan kurang menarik. Hal tersebut disebabkan oleh pembelajaran
IPA yang masih konvensional yaitu texbook oriented dan teacher centered. Dalam KTSP, kurikulum
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan
teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar (E. Mulyasa,
2006:248).
Menurut Direktorat TK dan SD (dalam Ibrahim Bafadal, 2006: 20) ada lima komponen yang menentukan
(3) Buku dan sarana belajar yang memadai dan selalu dalam kondisi siap pakai;
Nana Sudjana (2006: 57) mengatakan bahwa penilaian terhadap proses pembelajaran bertujuan agak
berbeda dengan tujuan penilaian hasil belajar. Apabila penilaian hasil belajar lebih ditekankan pada
derajat penguasaan tujuan pengajaran (instruksional) oleh para siswa, maka tujuan penilaian proses
pembelajaran lebih ditekankan pada perbaikan dan pengoptimalan kegiatan pembelajaran itu sendiri,
terutama efisiensi-keefektifan-produktivitasnya.
Pata Bundu (2006: 3) mengatakan bahwa kelemahan pendidikan IPA diakibatkan oleh (1) masih banyak
guru yang menekankan pembelajaran pada faktor ingatan, (2) sangat kurang pelaksanaan praktikum,
dan (3) fokus penyajian dengan ceramah yang mengakibatkan penyajian sangat terbatas, tidak lebih
dari mendengarkan dan menyalin. Sekaitan dengan hal tersebut, tujuan pembelajaran IPA yang
diharapkan belum sepenuhnya tercapai, hal ini dapat dilihat dari perolehan hasil belajar siswa untuk
Dalam penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pembelajaran IPA diharapkan dapat
berorientasi pada penguasaan konsep, proses dan sikap ilmiah IPA, maka siswa harus dilatih, dibimbing
tentang prosedur untuk menemukan konsep IPA secara benar dengan ilmiah yang dilandasi dengan
sikap ilmiah. Penggunan sumber pembelajaran khususnya media animasi berbantuan komputer dalam
pembelajaran IPA menjadi salah satu media yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajara IPA di
Madrasah Ibtidaiyah.
Sumber pembelajaran adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara
terpisah maupun dalam bentuk gabungan untuk kepentingan pembelajaran dengan tujuan
meningkatkan efektifitas dan efisiensi tujuan pembelajaran. Sedangkan media pendidikan adalah alat,
metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara
guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Oemar Hamalik, (1985:23). Gagne (1970) dalam bukunya
Arief Sadiman, (1996:6), menyatakan bahwa media pendidikan berbagai jenis komponen dalam
lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Media pendidikan juga diartikan sebagai
media komunikasi yang dipakai dalam kegiatan belajar mengajar. Pendidikan mendewasakan manusia
Secara implisit media pendidikan meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi
materi pengajaran, yang terdiri antara lain buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder,
film, slide, foto, gambar, grafik, televisi dan komputer. Gagne dan Briggs (1975) dalam Oemar Hamalik
(2001:4).
Sebagai sumber pembelajaran IPA, media pendidikan diperlukan untuk membantu guru dalam
menumbuhkan pemahaman siswa terhadap materi IPA. Sementara itu, seiring dengan pesatnya
perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat keras (Hardware) maupun perangkat
lunak (Software), akan membawa perubahan bergesernya peranan guru, termasuk guru IPA sebagai
penyampai pesan/informasi. Guru tidak bisa lagi berperan sebagai satu-satunya sumber informasi bagi
kegiatan pembelajaran para siswanya. Akan tetapi siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai
Animasi pembelajaran berbantuan komputer sebagai media pendidikan dan sumber pembelajaran IPA
mengkondisikan siswa untuk belajar berpikir aktif serta mampu meningkatkan minat dan motivasi
belajar siswa. Meskipun penggunaan media pembelajaran berbantuan animasi komputer tidak dapat
menggantikan posisi guru dalam proses pembelajaran di kelas, akan tetapi dengan menggunakan media
berbantuan animasi komputer dalam pembelajaran IPA penyampaian materi pelajaran akan lebih
mudah, pembelajaran akan lebih menarik, dapat mengefektifkan waktu, kualitas hasil belajar dapat
ditingkatkan, dapat membangkitkan sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari.
Berdasarkan observasi di lapangan khususnya pada pembelajaran IPA di MIN Kota Gorontalo, fenomena
yang terjadi, guru kurang optimal dalam memanfaatkan sumber belajar, proses pembelajaran dengan
menggunakan media animasi berbantuan komputer sudah digunakan tetapi kenyataannya hasil belajar
IPA masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari data Suplemen Buku Induk Siswa yang berisi daftar nilai
atau prestasi siswa dengan nilai rata-rata kelas V MIN Kota Gorontalo, tahun pelajaran 2007-2008
sebanyak 43 siswa yakni 5,83 nilai rata-rata kelas untuk mata pelajaran IPA masih rendah.(Buku
Kendala lain yang ditemukan di lapangan antara lain: proses pembelajaran IPA di MIN Kota Gorontalo
khususnya dalam pembelajaran IPA, masih lebih menitikberatkan pada ketuntasan materi ajar dan
belum pada penguasaan belajar siswa. Pembelajaran IPA yang berorientasi pada proses IPA, produk IPA
dan sikap ilmiah IPA belum sepenuhnya terlaksana, hal ini disebabkan oleh tuntutan akan
terselesaikannya materi ajar sehingga guru mencari jalan keluar dengan memanfaatkan berbagai
sumber belajar dan salah satunya dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer.
Media animasi berbantuan komputer yang digunakan di MIN Kota Gorontalo adalah media animasi yang
menggunakan program powerpoint, dalam penyampain materi pembelajaran guru telah merancang
materi pembelajarannya dalam bentuk yang siap pakai, disamping itu media animasi dalam
pembelajaran komputer juga dikolaborasi dengan materi-materi yang sudah tersedia dari CD
Pertanyaan kemudian adalah hal yang salah dalam pendidikan IPA di MIN Kota Gorontalo? Apabila kita
melihat fakta di lapangan tadi; guru lebih mementingkan ketercapaian ketuntasan materi, dan para
siswa diajak untuk dapat menghafal materi yang diberikan. Hal ini mungkin terkait dengan
kecenderungan menggunakan hafalan sebagai wahana untuk menguasai ilmu pengetahuan, bukan
kemampuan berpikir. Tampaknya pendidikan IPA di MIN Kota Gorontalo lebih menekankan pada
Berdarkan pemaparan di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai implementasi
proses pembelajaran IPA di MIN Kota Gorontalo yang menggunakan media berbantuan animasi
komputer sebagi salah satu sumber belajar. Ketertarikan ini berangkat dari keprihatinan akan kualitas
pembelajaran IPA di MIN Kota Gorontalo yang cendrung nilainya kurang dari standar minimum
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka berbagai permasalahan yang ada di Madrasah Ibtidaiyah Negeri dapat
Guru belum secara profesional mencurahkan kemampuannya dalam melakukan proses pembelajaran
menguasai seluruh komponen dan perangkat pembelajaran, media pembelajaran, analisis hasil
Guru belum secara proaktif terlibat dalam pengambilan kebijakan proses pembelajaran untuk
Guru kurang optimal dalam memanfaatkan sumber belajar, masih terfokus pada ketercapain dan
Pembelajaran IPA belum berorientasi pada ketrampilan proses, dan sikap ilmiah dan cendrung pada
produk IPA.
Hasil belajar IPA rendah sebagai akibat dari tujuan pembelajaran yang lebih menekankan pada
Proses pembelajaran dengan menggunaan media animasi berbantuan komputer masih berorientasi pada
ketuntasan materi ajar, belum memperhatikan ketuntasan minimal capaian hasil belajar siswa.
Proses pembelajaran IPA masih lebih menekankan pada abstract conceptualization dan kurang
Yang menjadi fokus penelitian adalah impelementasi proses pembelajaran IPA dengan menggunakan
media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo dengan melakukan beberapa pembatasan,
yaitu :
1. Proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di kelas V MIN
Kota Gorontalo.
2. Pelaksanaan pembelajaran IPA yang akan diteliti adalah kegiatan pembelajaran cahaya dan sifat-
sifatnya yang kegiatan pembelajarannya sudah menggunakan media animasi berbantuan komputer,
dengan pertimbangan kegiatan pembelajaran tersebut akan dibelajarkan pada saat peneliti mengadaan
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka pokok
masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah “bagaimana implementasi proses pembelajaran
IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo”. Selanjutnya pokok
1. Bagaimana proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota
Gorontalo?.
2. Apakah proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN
3. Apa faktor penghambat dan pendukung dalam proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui lebih mendalam impelementasi proses pembelajaran IPA dengan menggunakan
2. Untuk mengetahui ketrampilan berpikir siswa dalam proses pembelajaran IPA dengan menggunakan
3. Untuk mengetahui faktor menghambat proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media
4. Untuk mengetahui faktor pendukung proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat bagi pemgembangan dan peningkatan kualitas
pembelajaran dalam proses pembelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah baik secara teoritis maupun
praktis.
1. Secara Teoritis
Apabila terbukti bahwa implementasi media animasi berbantuan komputer dalam pembelajaran IPA
Hasil penelitian ini dapat memberikan kejelasan teoritis dan pemahaman lebih mendalam tentang
implementasi proses pembelajaran IPA dengan mengguna-kan media animasi berbantuan komputer,
sehingga dapat memperkaya pengetahuan tentang proses pembelajaran IPA dan penggunaan media
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyempurnakan sekaligus mengkons-truksikan teori-teori yang
2. Secara Praktis
Siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya mening-katkan minat dan motivasi
Guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan dalam pembelajaran
IPA, memberikan wawasan, ketrampilan, dan pemahaman metodologis pembelajaran sehingga dapat
Kepala Sekolah, sebagai masukan dalam memberbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran secara
intens, efektif, dan efisien, agar kualitas pembelajaran lebih dapat ditingkatkan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
Hakikat Pendidikan IPA merupakan salah satu aspek pendidikan dengan menggunakan IPA sebagai
alatnya untuk mencapai tujuan pendidikan IPA khususnya. Salah satu sasaran yang dapat dicapai
melalui pendidikan IPA adalah pengertian IPA itu sendiri. Problemnya ialah bagaimana kita dapat
mendidik siswa untuk mencapai sasaran dan tujuan pendidikan dengan menggunakan pengertian IPA.
IPA mempunyai objek yaitu benda-benda alam dan peristiwa-peristiwanya yang bersifat: 1) ada saling
hubungan antara benda alam satu dengan yang lain, 2) ada saling hubungan antara benda dan peristiwa
alam, dan 3) ada saling hubungan antara peristiwa satu dengan peristiwa yang lain, sehingga benda dan
peristiwa alam itu bersifat integral. Perkembangan IPA sebagai ilmu pengetahuan mengalami tingkat
tingkat sebagai berikut: 1) tingkat coba-coba dan kebetulan, dan sifatnya deskriptif, 2) tingkat
perenungan, penggunaan logika, dan sifatnya otoriter dan teoritik, dan 3) tingkat pengamatan,
Dengan dilandasi pengertian bahwa IPA adalah merupakan bangunan ilmu dan proses (“science is both
a body of knowledge and a process”), siswa yang belajar IPA akan mengalami perkembangan dalam hal:
1) pengetahuannya, 2) sikapnya, 3) ketrampilannya, dan 4) cara berpikirnya. IPA selalu bertumpu pada
metode ilmiah. Ini berarti bahwa kelebihan dan keterbatasan IPA sebagai suatu ilmu pengetahuan tetap
1. IPA merupakan suatu cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang tersusun secara
2. IPA merupakan pengetahuan yang didapatkan dengan jalan studi dan praktek.
3. Sains merupakan suatu cabang studi yang bersangkut paut dengan observasi dan klasifikasi fakta-
Sementara itu, The Harper Encyclopedia of Science menyebutkan bahwa Sains Atau Ilmu Pengetahuan
Alam itu adalah suatu pengetahuan dan pendapat yang tersusun dan ditunjang secara sistematis oleh
bukti-bukti yang formal atau oleh hal-hal yang dapat diamati. (Subiyanto, 1988 :3).
Pembelajaran IPA di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dimulai dengan memahami karakteristik siswa
termasuk di dalamnya perilaku sosial, karakteristik biologis, kesehatan fisik dan emosi, dan aspek-aspek
lain yang mempengaruhi pola kehidupan siswa. Karakteristik-karakteristik ini harus mengakar dalam
kegiatan pembelajaran IPA modern. Oleh karena itu, guru SD/MI harus dididik seprofesional mungkin
untuk dapat menjadi guru yang professional. Guru sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah harus diberi bekal
pengetahuan bahwa siswa di SD/MI memiliki karakteristik yang berbeda dengan siswa di sekolah
menengah. Hurd juga menyinggung tentang pentingnya melakukan science literacy dalam kegiatan
pembelajaran IPA.
a. Karakteristik anak usia SD/MI
Pembelajaran IPA di SD/MI akan berhasil dengan baik apabila guru memahami perkembangan
intelektual anak usia SD/MI. Usia anak SD/MI berkisar antara 7 tahun sampai dengan 12 tahun. Menurut
Piaget perkembangan anak usia SD/MI tersebut termasuk dalam katagori operasional konkret. Pada usia
operasional konkrit dicirikan dengan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan tertentu yang logis,
hal tersebut dapat diterapkan dalam memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapi anak.
Anak pada usia operasional konkrit sangat membutuhkan benda-benda konkret untuk menolong
(penambahan atau pengurangan), mampu mengurutkan, misalnya mengurutkan dari yang kecil sampai
yang besar, yang pendek sampai yang panjang, Anak SD/MI juga sudah mampu menggolongkan
warna, bentuk persegi atau bulat, dan sebagainya. Pada akhir opera-sional konkret mereka dapat
Anak yang sedang belajar IPA, pada hakikatnya merupakan “ilmuan kecil”, sehingga semua kegiatan-
hubungkan, merumuskan hipotesis, dan lain-lain yang termasuk dalam proses belajar IPA) dapat
dilakukan atau dilatihkan pada diri anak. Namun perlu juga pertimbangan apakah kegiatan-kegiatan tadi
Woolfolk dan Nicolich (1984: 53) menjelaskan bahwa selama pertumbuhan dan perkembangan untuk
mencapai kedewasaan pada diri anak, anak mengalami perkembangan mental yang menurut Piaget
Tahap pertama, sensory-motor (0-2 tahun). kemampuan anak masih terbatas pada “reflex bahavior”
yang sederhana dan mengasimilasikan semua rangsangan (stimuli) yang datang dari luar otaknya.
Tahap kedua, pre-operational (2-7 tahun), perkembangan yang paling menonjol adalah perkembangan
bahasa (berbicara). Egosentris behavior juga berkembang, sehingga anak tidak dapat melihat dan
Tahap ketiga, concrete operational (7-11 tahun), anak mulai mampu membuat keputusan-keputusan
logik apabila menghadapi gagasan-gagasan yang tidak sesuai dengan gagasannya. Melalui interaksi
sosial dengan teman-temannya, anak mulai mampu mengatasi egosentriknya dan dapat memahami
pandangan-pandangan yang bertentangan dengan pandangannya sendiri. Pada tahapan ini anak akan
Tahap keempat, formal operational (11-15 tahun), pada tahap ini anak telah mampu melibatkan dirinya
pada semua macam problem yang timbul pada waktu lampau, sekarang, dan yang akan datang, karena
pada tahap ini anak telah dapat berpikir hipotesis-deduktif, berpikir rasional, berpikir abstrak, berpikir
proporsional dan mampu mengevaluasi informasi. Pada tahap inilah usia perkembangan anak SD yang
belajar IPA.
Dengan demikian, memperhatikan strukturisasi perkembangan mental anak menurut Piaget, makin
tinggi usia anak makin lengkap pula macam kegiatan belajar IPA yang dapat dilakukannya. Namun pada
kenyataannya perkembangan anak SD/MI masih banyak berada pada tahapan transisi antara concrete
Carin, (1980:2) mengungkapkan pengertian IPA mencakup tiga (3) komponen utama yaitu sikap, proses
atau metode, dan hasil. Sikap meliputi keyakinan, nilai, pendapat, misalnya keputusan sampai cukup
data terkumpul yang berhubungan dengan masalah, berusaha terus-menerus secara objektif. Proses
atau metode meliputi beberapa cara dalam menyelesaikan masalah, misalnya membuat hipotesis,
merancang dan mencatat hasil eksperimen, mengevaluasi data, mengukur dan lain-lain. Hasil/produk
meliputi fakta, prinsip, hukum-hukum, teori-teori, misalnya prinsip ilmiah seperti logam ketika
IPA yang dipelajari di SD/MI mempunyai berbagai pengertian sebagai berikut; (a) IPA sebagai suatu
cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang tersusun secara sistematis dan menunjukkan
berlakunya hukum-hukum umum; (b) IPA merupakan pengetahuan yang didapatkan dengan jalan studi
dan praktik; (c) IPA merupakan suatu cabang studi yang bersangkut paut dengan observasi dan
klasifikasi fakta-fakta, terutama dengan disusunnya hukum-hukum umum dengan induksi dan hipotesis.
Sementara itu, The Harper Encyclopedia of Science menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan itu adalah
suatu pengetahuan dan pendapat yang tersusun dan ditunjang secara sistematis oleh bukti-bukti yang
Dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, mata pelajaran IPA adalah cukup praktis. Lebih khusus
lagi, mata pelajaran ini memerlukan interaksi langsung dengan alam. Hal ini disebabkan karena siswa
terlibat dalam mata pelajaran ini. Berbagai aktifitas (misalnya observasi, pengukuran, komunikasi,
diskusi, percobaan baru untuk tes dan eksperimen, penelitian, pengolahan data, dan monitoring,
pencatatan hasil, dan sebagainya) yang dilakukan antara di ruang kelas dan laboratorium.
Mata pelajaran IPA juga bersifat teori. Unsur-unsur yang termasuk dalam mata pelajaran IPA adalah
tetap berpikir, argumentasi, penyampaian ide dan intuisi yang baik, mengolah hipotesis, rumusan teori,
tes sampel, kreasi model, dan sebagainya. Berpikir dan tes penalaran hal yang penting, sepenting tes
Menurut Mills (1979: 11) lazimnya setiap ilmu pengetahuan alam mempunyai objek dan permasalahan
jelas, yakni benda-benda alam sebagai objek dan mengungkapkan materi benda tersebut sebagai
permasalahannya. Dibandingkan dengan ilmu pengetauan yang lain, objek ilmu pengetahuan alam
menampakkan gejala-gejala (struktural dan fungsional) yang dapat diindera, sehingga pada hampir
sebagian besar gejala-gejala yang dipelajari oleh ilmu pengetahun alam memungkinkan untuk dilakukan
kelebihan dan keterbatasan IPA sebagai suatu ilmu pengetauan berada dalam garis batas metode
ilmiah. Jika metode ilmiah tidak dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi,
IPA sebagai alat pendidikan, karakteristik yang harus dimilliki oleh suatu mata pelajaran adalah
pengertiannya) dan perkembangannya (Wuryadi, 2007). Ilmu pengetahuan alam sebagai alat untuk
Sains sebagai alat untuk mengembangkan pengetahuan dari jenjang yang paling rendah ke jenjang
yang paling tinggi yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Ilmu
pengetahuan sebagai alat untuk mengembangkan keterampilan yaitu keterampilan pemecahan masalah,
(mengadakan riset, merencanakan, menggunakan sumher-sumber asli, merekam data, menyeleksi ide,
membuat intisari bahan bacaan, menyusun laporan baik lisan maupun tulisan dan membaca bagan dan
diagram dan sebagainya), IPA sebagai alat untuk mengembangkan nilai-nilai dan sikap, yaitu nilai
soaial, nilai politik, ailai spritual dan nilai agama, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai teoretik. (Sudjoko,
1983).
Pemberian mata pelajaran sains atau pendidikan sains bertujuan agar siswa memahami dan menguasai
konsep-konsep IPA dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan
Penciptanya. Sedangkan fungsi mata pelajaran IPA menurut Sumaji, dkk (1998 :35) antara lain ialah:
1. Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan kejenjang pendidikan lebih tinggi
konsep-konsep IPA;
3. Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan
4. Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahannya, sehingga siswa terdorong untuk
6. Membantu siswa memahami gagasan dan informasi baru dalam bidang IPTEK;
Hakikat IPA secara filosofi mengandung aspek yaitu: produk, proses, dan sikap. Produk yang dimaksud
adalah bahwa ilmu tersusun secara sistematis berupa: konsep, prinsip, dan teori. Proses mengandung
pengertian sebagai cara menemukan ilmu dan mengembangkannya. Sedangkan sikap adalah bagaimana
cara seseorang bertindak dalam memahami ilmu tersebut serta mengamalkannya. Subiyanto (1988: 3)
mendefinisikan IPA adalah: (1) suatu cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang tersusun
secara sistematis dan menunjuk berlakunya hukum-hukum; (2) pengetahuan yang didapat dengan jalan
studi dan praktik; dan (3) suatu cabang ilmu yang bersangkut paut dengan observasi dan klasifikasi
fakta-fakta, terutama dengan disusunnya hukum-hukum umum dengan induksi dan hipotesis. Menurut
Depdiknas, IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan proses pencarian. Mata pelajaran IPA merupakan ilmu yang lahir dan
eksperimen, pengujian kesimpulan, dan pengujian teori atau konsep. Menurut Sund and Leslie (1973:
458)
Science deals with phenomena of nature. The study of phenomena cannot be conducted effectively
through abstract of theoretical discussion alone, although this may be necessary at lime. For most
science students, a presence factual objects, models, or living specimens makes a phenomenon
Maksudnya adalah IPA berkaitan dengan fenomena alam. Studi tentang fenomena ini tidak dapat
diadakan secara efektif melalui diskusi abstrak atau teori saja, meskipun hal ini mungkin perlu disetiap
waktu. Bagi sebagian besar siswa sains kehadiran objek yang nyata, model, atau bahan percobaan yang
hidup menjadi sebuah fenomena yang cukup konkrit untuk mudah dipahami. Materi IPA dan
fungsi ini.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa IPA merupakan suatu sains yang dalam mendapatkan dan
mengembangkannya memerlukan suatu proses yang mana proses tersebut didapat dengan kegiatan
praktikum atau observasi untuk selanjutnya dapat disusun secara sistematis. Mata pelajaran fisika,
biologi, dan kimia merupakan mata pelajaran yang berdasarkan pada IPA. Seperti dikemukakan oleh
Beiser (1962: v) “Science like physics, biology, and chemistry, involves the active of pursuit of
knowledge, and it contains many elementy besides its basics consepts”. Depdikbud (1994: 5)
mendefinisikan mata pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai
Berdasarkan pengertian IPA tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat
unsur utama yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keempat unsur utama tersebut
adalah:
1. Sikap; rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat
yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; sains bersifat
open ended.
2. Proses; prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah yang meliputi penyusunan hipotesis,
4. Aplikasi; penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran IPA ke empat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat
mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan
masalah, metode ilmiah dan meniru ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru.
Melalui kegiatan pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer
diharapkan siswa dapat memperoleh pandangan yang luas tentang IPA untuk memecahkan masalah
yang timbul dari penerapan ilmu pengetahuan, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya.
Prinsip pembelajaran IPA di SD/MI merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran,
yang dilakukan oleh guru dalam menerapkan mata pelajaran IPA yang diajarkan untuk meningkatkan
SD/MI, seperti prinsip motivasi, prinsip latar, prinsip menemukan, prinsip belajar sambil melakukan
Prinsip Motivasi: motivasi adalah daya dorong seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan. Motivasi
ada yang berasal dari dalam atau intrinsik dan ada yang timbul akibat rangsangan dari luar atau
ekstrinsik. Motivasi intrinsik akan mendorong rasa ingin tahu, keinginan mencoba, mandiri dan ingin
maju.
2. Prinsip Latar: pada hakekatnya siswa telah memiliki pengetahuan awal. Oleh karena itu dalam
pembelajaran guru perlu mengetahui pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman apa yang telah dimiliki
siswa sehingga kegiatan belajar mengajar tidak berawal dari suatu kekosongan.
3. Prinsip Menemukan: pada dasarnya siswa memiliki rasa ingin tahu yang besar sehingga potensial
untuk mencari guna menemukan sesuatu. Oleh karena itu bila diberi kesempatan untuk
mengembangkan potensi tersebut siswa akan merasa senang atau tidak bosan.
4. Prinsip belajar sambil melakukan (learning by doing): Pengalaman yang diperoleh melalui bekerja
merupakan hasil belajar yang tidak mudah terlupakan. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar
5. Prinsip belajar sambil bermain: bermain merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan suasana
gembira dan menyenangkan, sehingga akan dapat mendorong siswa untuk melibatkan diri dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu dalam setiap pembelajaran perlu diciptakan suasana yang menyenangkan
6. Prinsip hubungan sosial: dalam beberapa hal kegiatan belajar akan lebih berhasil jika dikerjakan
secara berkelompok. Dari kegiatan kelompok siswa tahu kekurangan dan kelebihannya sehingga tumbuh
Dari prinsip-prinsip tersebut di atas nampak bahwa semuanya dalam rangka menciptakan suasana
pembelajaran yang membuat siswa senang sehingga mereka akan terlibat aktif dalam pembelajaran.
Untuk menunjang penerapan prinsip-prinsip tersebut di atas guru dalam mengelola kegiatan
pembelajaran perlu :
3. Melakukan kerjasama dengan masyarakat, kantor-kantor, bank, dll, sebagai sumber informasi yang
4. Memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, karena belajar akan bermakna apabila
5. Kreatif menghadirkan media pembelajaran dan alat bantu pembelajaran. Proses ini dapat
memudahkan siswa untuk memahami kegiatan pembelajaran atau dapat menolong proses berpikir siswa
6. Menciptakan suasana kelas yang menarik, misalnya pajangan hasil karya siswa dan benda-benda lain,
Ruang lingkup mata pelajaran IPA di madrasah ibtidaiyah sama kegiatan pembelajarannya dengan
1) Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya.
2) Materi, sifat-sifat, dan kegunaannya meliputi: air, udara, tanah, dan batuan
3) Listrik, magnet, energi dan panas, gaya dan pesawat sederhana, cahaya dan bunyi, tata surya, dan
Dalam silabus IPA/sains di Madrasah Ibtidaiyah kegiatan pembelajaran kelas V (lima), yakni;
4. Memahami hubungan antara sifat bahan dengan penyusunannya dan perubah-an sifat benda.
7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungan dengan penggunaan sumber daya alam
Untuk memfokuskan penelitian ini, maka yang akan menjadi inti dari penelitian ini adalah kegiatan
pembelajaran yang dibelajarkanpada semester genap kelas V MIN Kota Gorontalo. Hal ini dilakukan oleh
karena kegiatan pembelajaran tersebut dilaksanakan pada saat penelitian berlangsung, dan juga
mengingat efektifitas dan efisiensi baik dari segi dana dan waktu.
Penilaian terhadap proses pembelajaran IPA kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan penilaian
hasil belajar IPA. Dalam hal ini pendidikan tidak berorientasi kepada hasil semata-mata, tetapi juga
kepada proses. Oleh karenanya, penilaian terhadap hasil dan proses belajar harus dilaksanakan secara
berkesinambungan. Penilaian terhadap hasil belajar semata-mata, tanpa menilai proses, cenderung
melihat faktor siswa sebagai kambing hitam kegagalan pendidikan. Padahal tidak mustahil kegagalan
siswa itu disebabkan oleh lemahnya proses pembelajaran di mana guru merupakan penanggung
jawabnya. Di lain pihak, pendidikan dan pengajaran dikatakan berhasil apabila perubahan-perubahan
yang tampak pada siswa harus merupakan akibat dari proses pembelajaran yang dialaminya. Setidak-
tidaknya, apa yang dicapai oleh siswa merupakan akibat dari proses yang ditempuhnya melalui program
dan kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru dalam proses kegiatan pembelajarn.
Menurut Nana Sudjana (2007: 56) Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses kegiatan
pembelajaran yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang berciri sebagai berikut:
a) Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa.
Motivasi intrinsik adalah semangat juang untuk belajar yang tumbuh dari dalam diri siswa itu sendiri.
Siswa tidak akan mengeluh dengan prestasi yang rendah, dan ia akan berjuang lebih keras untuk
memperbaikinya. Sebaliknya, hasil belajar yang baik akan mendorong pula untuk meningkatkan,
b) Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. Artinya, ia tahu kemampuan dirinya dan percaya
bahwa ia punya potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana harusnya. Ia
juga yakin tidak ada sesuatu yang tak dapat dicapai apabila ia berusaha sesuai dengan
kesanggupannya.
c) Hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatnya, membentuk
perilakunya, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk
memmperoleh informasi dan pengetahuan lainnya, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri, dan
mengembangkan kreativitasnya.
d) Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif,
pengetahuan, atau wawasan; ranah afektif atau sikap dan apresiasi; serta ranah psikomotoris,
keterampilan, atau perilaku. Ranah kognitif terutama adalah hasil yang diperolehhnya sedangkan ranah
afektif dan psikomotoris diperoleh sebagai efek dari proses belajarnya, baik efek instruksional maupun
efek nurturant atau efek samping yang tidak direncanakan dalam pembelajaran.
e) Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama dalam menilai
hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Ia tahu dan
sadar bahwa tinggi-rendahnya hasil belajar yang dicapainya bergantung pada usaha dan motivasi
Oleh sebab itu, penilaian terhadap proses kegiatan pembelajaran tidak hanya bermanfaat bagi guru,
tetapi juga bagi para siswa yang pada saatnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang
dicapainya.
Penilaian terhadap proses pembelajaran bertujuan agak berbeda dengan tujuan penilaian hasil belajar.
Apabila penilaian hasil belajar lebih ditekankan pada derajat penguasaan tujuan pengajaran
(instruksional) oleh para siswa, maka tujuan penilaian proses pembelajaran lebih diitekankan pada
produktivitasnya. Beberapa di antaranya adalah (a) efisiensi dan keefektifan pencapaian tujuan
instruksional, (b) keefektifan dan relevansi bahan pengajaran, (c) produktivitas kegiatan pembelajaran,
(d) keefektifan sumber dan sarana pengajaran, dan (e) keefektifan penilaian hasil dan proses belajar.
Sejalan dengan tujuan tersebut, dimensi penilaian proses pembelajaran berkenaan dengan komponen-
komponen yang membentuk proses pembelajaran dan keterkaitan atau hubungan di antara komponen-
komponen tersebut. Komponen pembelajaran sebagai dimensi penilaian proses pembelajaran setidak-
tidaknya mencakup:
b. bahan pembelajaran,
Aspek-aspek yang dinilai dari komponen-komponen di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Komponen tujuan peembelajaran/instruksional yang meliputi aspek-aspek ruang lingkup tujuan, abilitas
yang terkandung di dalamnya, rumusan tujuan, tingkat kesulitan pencapaian tujuan, kesesuaian dengan
kemampuan siswa, jumlah dan waktu yang tersedia untuk mencapainya, kesesuaiannya dengan
Komponen bahan pembelajaran yang meliputi ruang lingkupnya, kesesesuai dengan tujuan, tingkat
kesulitan bahan, kemudahan memperoleh dan mempelajarinya, daya gunanya bagi siswa,
keterlaksanaan sesuai deengan waktu yang tersedia, sumber-sumber untuk mempelajarinya, cara
mempelajarinya.
Komponen siswa yang meliputi kemampuan prasyarat, minat dan perhatian, motivasi, sikap, cara
belajar, kebiasaan belajar, kesulitan belajar, fasilitas belajar yang dimiliki, hubungan sosial dengan
teman sekelas, masalah belajar yang dihadapi, karakteristik dan kepribadian, kebutuhan belajar,
identitas siswa dan keluarganya yang erat kaitannya deengan pendidikan di sekolah.
Komponen guru, yang meliputi penguasaan mata pelajaran, keterampilan mengajar, sikap keguruan,
bimbingan kepada siswa, hubungan dengan siswa dan dengan rekan sejawatnya, penampilan dirinya,
Komponen alat dan sumber belajar yang meliputi jenis alat dan jumlahnya, daya guna, kemudahan
pengadaannya, kelengkapannya, manfaatnya bagi siswa dan guru, cara menggunakannya. Dalam alat
dan sumber belajar ini termasuk media pembelajaran, alat peraga, buku sumber, laboratorium, dan
Komponen penilaian yang meliputi jenis alat penilaian yang digunaakan, isi dan rumusan pertanyaan,
pemeriksaan dan interpretasinya, sistem penilaian yang digunakan, pelaksanaan penilaian, tindak lanjut
hasil penilaian, pemanfaatan hasil penilaian, administrasi penilaian, tinggkat kesulitan soal, validitas dan
reliabilitas soal penilaian, daya pembeda, frekuensi penilaian, dan perencanaan penilaian.
Komponen-komponen di atas saling berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu sistem. Sebagai
sistem sudah barang tentu setiap komponen memberikan iuran atau sumbangan bagi keberhasilan
pembelajaran sesuai dengan fungsi masing-masing. Tujuan pembelajaran berfungsi dalam menentukan
arah kegiatan pembelajaran sehingga dapat dijadikan patokan atau kriteria dalam menentukan
keberhasilan pembelajaran. Bahan pembelajaran berfungsi memberi isi dan warna terhadap tujuan
pembelajaran serta memberi petunjuk apa yang harus dilakukan oleh guru dan siswa. Siswa dan
kegiatannya merupakan subjek sekaligus objek dalam pembelajaran. Guru dan kegiatannya sebagai
arsitek dan sutradara sekaligus pelaku dalam pembelajaran. Dengan demikian, siswa dan guru menjadi
prasyarat terrjadinya proses pembelajaran. Alat dan sumber pembelajaran berfungsi sebaagai
penunjang dan daya dukung terjadinya keefektifan proses pembelajaran sehingga dapat mempermudah
siswa belajar dan guru mengajar. Penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui efektif-tidaknya
pembelajaran dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sekaligus berfungsi sebagai bahan dalam
Oleh sebab itu, penilaian setiap komponen bukan hanya keberadaannnya, tetapi juga keterkaitan aspek-
aspek yang ada pada setiap komponen dan keterkaitan antarkomponen itu sendiri. Sebagai contoh,
menilai aspek-aspek yang terdapat dalam komponen guru harus dilihat hubunggannya dengan
komponen siswa, bahan, dan tujuan pembelajaran. Demikian pula menilai komponen penilaian tidak
Penilaian terhadap proses pembelajaran menjadi tugas dan tangggung jawab guru, kepala sekolah, dan
para pengawas dalam upayanya meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran,
Setelah menentukan dimensi-dimensi penilaian proses, tahap berikutnya adalah menentukan kriteria,
patokan, atau ukuran dalam penilaian proses pembelajaran. Kriteria ini penting sebagai tolok ukur
keberhasilan proses pembelajaran. Telah dijelaskan di muka bahwa secara umum keberhasilan proses
pembelajaran dapat dilihat dari efisiensi, keefekktifan, relevansi, dan produktivitas proses pembelajaran
dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Efisiensi berkenaan dengan pengorbanan yang relatif kecil
untuk memperoleh hasil yang optimal. Keefektifan berkenaan dengan jalan, upaya, teknik, strategi yang
digunakan dalam mencapai tujuan secara tepat dan cepat. Relevansi berkenaan dengan kesesuaian
antara apa yang dilaksanakan dengan apa yang seharusnya diilaksanakan. Produktivitas berkenaan
Komputer adalah mesin yang dirancang khusus untuk memanipulasi informasi yang diberi kode, mesin
elektronik yang otomatis melakukan pekerjaan, perhitungan sederhana dan rumit. (Azhar Arsyad, 2006:
53). Menurut Oemar Hamalik (2005: 236) Komputer adalah suatu medium interaktif, dimana siswa
memiliki kesempatan untuk berinteraksi dalam bentuk mempengaruhi atau mengubah urutan yang
disajikan .
Seperti halnya dengan penggunaan sumber-sumber audio visual yang dapat meningkatkan motivasi,
menyajikan informasi dan prakarsa melalui stimuli visual dan audio, komputer mempunyai nilai lebih
karena dapat memberi pengalaman kinestetik kepada siswa melalui penggunaan keyboard komputer.
Dalam kaitan membantu pembelajaran siswa, komputer dapat dimanfaatkan sebagai media yang dapat
digunakan guru dalam membantu pembelajaran di kelas. Potensi media komputer dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran. Jenis aplikasi teknologi berbantuan komputer
dalam pembelajaran dikenal sebagai Computer Asissted Instruktion (CAI). Penggunaan komputer
sebagai media pembelajaran mengikuti proses instruksional yaitu (1) merencanakan, mengatur,
mengorganisasikan, dan menjadualkan pelajaran; (2) mengevaluasi siswa (tes); (3) mengumpulkan
data mengenai siswa; (4) melakukan analisis statistik mengenai data pembelajaran; (5) membuat
catatan perkembangan pembelajaran (kelompok atau perseorangan). (Azhar Arsyad, 2006: 96).
S. Nasution (2005 : 60) menjelaskan bahwa pengajaran dengan bantuan komputer atau Computer
Assisted Instruction (CAI) adalah “pengajaran yang menggunakan komputer sebagai alat bantu”.
Komputer itu dapat dilengkapi dengan tape recorder, earphones, layar televisi, dan sound serta dapat
digunakan sebagai mesin belajar atau teaching machine.
Menurut Azhar Arsyad (2006: 32) bahwa ciri media pembelajaran berbantuan komputer adalah : (1)
mereka dapat digunakan secara acak, nonsekuensial, atau secara linear, (2) mereka dapat digunakan
direncanakannya, (3) biasanya gagasan-gagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan kata, simbol,
dan graftk, (4) prinsip-prinsip ilmu kognitif untuk mengembangkan media, (5) pembelajaran dapat
Dari uraian tentang pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan kegiatan
pembelajaran berbantuan komputer adalah kegiatan pembelajaran yang menggunakan komputer secara
3.2.1 Keunggulan
Menurut Azhar Arsyad (2006: 54) keunggulan komputer adalah : (1) komputer dapat mengakomodasi
siswa yang lamban dalam menerima pelajaran, (2) komputer dapat merangsang siswa untuk
mengerjakan latihan, melakukan kegiatan laboratorium atau stimulasi, (3) kendali berada ditangan
siswa sehingga tingkat kecepatan belajar siswa dapat disesuaikan dengan tingkat penguasannya, (4)
kemampuan merekam aktifitas siswa selama menggunakan suatu program pembelajaran secara
perorangan dan perkembangan setiap siswa selalu dapat dipantau, (5) dapat berhubungan dengan, dan
mengendalikan peralatan lain seperti compact disk, video tape, dan lain-lain dengan program pengendali
dari komputer.
The research base reviewed in preparation for this report indicates that:
- The use CAI as a supplement to conventional instruction produces higher achivement than use of
- Research is inconclusive regarding the comparative effectiveness of convensional instruction alone and
CAI alone.
- Computer-based education (CAI and othe computer applications) produce higther achievment than
(http://wwwnwrel.org/scpd/journal/vol4no3sirs/5/cu10.html
Menurut S. Nasution (2005: 60) komputer dapat dilengkapi sehingga memperluas fungsinya misalnya
dengan tape recorder, earphones, proyektor untuk slide dan film, layar televisi, dan keyboard dapat
digunakan scbagai mesin belajar atau teaching machine serta dapat memberi macam-macam bantuan
seperti : (1) menyimpan bahan pelajaran yang dapat dimanfaatkan kapan saja diperlukan, (2) memberi
informasi tentang berbagai referensi dan sumber-sumber serta alat audio visual yang tersedia, (3)
memberi informasi tentang ruangan belajar siswa-siswa dan tenaga pengajar, (4) memberi informasi
tentang hasil belajar siswa, (5) menyarankan kegiatan belajar yang diperlukan siswa, menilai kembali
pekerjaan siswa pada waktunya, dan memberi tugas baru untuk dikerjakan.
Selanjutnya Rob Philips (1997: 27) mengemukakan bahwa penggunakan komputer dalam kegiatan
pembelajaran adalah :
If interactive multimedia not suitet to transmission of information, which is better handled by books and
- Material which is three-dimensional. which can't easily be conveyed wilh traditional two-dimentional
- Material which has a broad context, where a number of ideas need to be linked to from an
the mechanical details of perfoming the process, or where there is no possibility of using the real
equipment.
Penggunaan media berbantuan komputer tidak hanya untuk kegiatan pembelajaran mandiri saja, tetapi
juga dapat untuk menyelesaikan masalah secara kelompok. Hal ini dijelaskan oleh Neo&Neo
The multimedia project in this course enabled the students to exercises their creative and critical
thinking skills in solving their design and development problems, work collatoratively to gain team-based
experience, and to face the real-life situation of' problem-solving. this is a student-centered learning
approach which allows them to construct their own knowledge and understanding, and determine their
own learning goals. The role of the teacher, on the otlter hand, changes from the “sage on the stage” to
a “guide on the side”, assisting the students in the construction of their knowledge.
Jadi dapat disimpulkan bahwa media berbantuan komputer dapat membuat peserta didik melatih
kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan suatu permasalahan secara individu maupun
kelompok. Hal ini juga merupakan pendekatan “student-centered learning” yang membiarkan peserta
didik mempunyai pola pikirnya sendiri dalarn mencapai tujuan belajarnya. Di satu sisi peran guru juga
3.2.2 Kelemahan
Kelemahan utama komputer adalah benda mati maka kemampuan komputer untuk mengembangkan
ranah afektif murid diragukan. Kelemahan lainnya apabila rancangan pembelajaran berbantuan
kompurer kurang baik akan membuat siswa semakin frustasi untuk belajar. Dari segi guru kelemahan
utama adalah apabila pembelajaran berbantuan komputer dijadikan materi pembelajaran utama
dikhawatirkan guru hanya menjadi semacam administrator dari mesin sehingga mengabaikan
Menurut Azhar Arsyad (2006: 55) kelemahan komputer adalah : (1) meskipun harga perangkat keras
komputer cenderung menurun (murah), pengembangan perangkat lunaknya masih relatif mahal, (2)
untuk menggunakan komputer diperlukan pengetahuan dan ketrampilan khusus tentang komputer, (3)
keragaman model komputer (perangkat keras) sering menyebabkan progam (software) yang tersedia
untuk satu model tidak cocok (kompatibel) dengan model lainnya, (4) program yang tersedia saat ini
belum memperhitungkan kreativitas siswa sehingga hal tersebut tentu tidak akan dapat
mengembangkan kreativitas siswa, (5) komputer hanya efektif bila digunkan oleh seorang atau
Dari kelemahan komputer tersebut maka perlu cara untuk mengatasinya. Beberapa cara mengatasi
kelemahan komputer untuk dipakai sebagai media pembelajaran adalah: (1) guru meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan tentang komputer, (2) sekolah mengusahakan untuk kerjasama dengan
perusahaan komputer dalam hal keringanan harga, perancangan program yang merangsang kreatifitas
siswa, dan (3) guru tidak boleh hanya mengandalkan komputer dalam melaksanakan tugas kegiatan
pembelajaran.
Dari uraian tentang pendapat - pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keunggulan pembelajaran
dengan menggunakan media berbantuan komputer adalah merangsang siswa untuk belajar aktif dan
kreatif dengan melakukan sendiri sesuai dengan petunjuk penggunaan produk. Kelemahan
lunak relatif mahal, kurang dapat mengembangkan ranah afektif siswa, dan belum dapat terjangkau
oleh sekolah secara keseluruhan. Walaupun PBK terdapat kelernahan namun lebih banyak
keunggulannya.
Ada empat jenis format penyajian pembelajaran dengan bantuan komputer yaitu : (1) latihan dan
praktek (2) tutorial, (3) simulasi, (4) pengajaran dengan instruksi komputer (computer managed
instruction). (Oemar Hamalik 2005: 237). Menurut Azhar Arsyad (2006: 158) bahwa dilihat dari situasi
belajar dimana komputer digunakan untuk tujuan menyajikan isi pelajaran, CAI bisa berbentuk tutorial,
Menurut Budi Setiyono (2006: 2) bahwa jenis aplikasi CAI adalah (1) latihan dan praktek (drills and
practice), (2) penjelasan (tutorial), (3) diagnosis, (4) simulasi. Diagnosis adalah mengoreksi hasil
evaluasi yang diberikan oleh pemakai setelah menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswa. Dari
ketiga pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan hahwa format pembelajaran komputer adalah
tutorial, drill and practice, simulasi, dan permainan dalam kegiatan pembelajaran.
a. Tutorial
Menurut Azhar Arsyad (2006: 158) program pembelajaran tutorial dengan berbantuan komputer meniru
sistem tutor yang dilakukan oleh guru atau instruktur. Inromasi atau pesan berupa suatu konsep
disajikan di layar komputer dengan teks, gambar, atau grafis. Apabila siswa telah dapat membaca,
menginterpretasi, dan menyerap konsep, komputer akan melanjutkan penyajian informasi atau konsep
berikutnya dan jika jawaban salah, komputer dapat kembali ke informasi konsep sebelumnya atau
pindah ke salah satu dari beberapa penyajian informasi konsep remedial. Perpindahan ke salah satu
Program tutorial, memperkenalkan materi pelajaran baru kepada siswa kemudian ditindaklanjuti dengan
latihan dan praktek. Program ini menyediakan tes awal dan tes akhir berkenaan dengan rnateri
Jenis latihan dan praktek sangat banyak digunakan di kelas, program-program menyajikan masalah-
masalah dan siswa merespon dengan cara memilih diantara respon-respon yang tersedia. Komputer
c. Simulasi
Program simulasi dengan bantuan komputer mencoba untuk menyamai proses dinamis yang terjadi di
dunia nyata, misalnya siswa menggunakan komputer untuk mensimulasikan menerbangkan pesawat
terbang. Simulasi adalah suatu jenis aplikasi. Computer Assisted Instruction (CAI) dimana simulasi
Program permainan yang dirancang dengan baik dapat memotivasi siswa dan meningkatkan
Penelitian yang dilakukan oleh Dian Natal Kurnianto dengan judul Pengembangan Sumber Belajar Sains
Berbantuan Komputer untuk Siswa Sekolah Dasar. Tesis Program pascasarjana Universitas Negeri
Yogyakarta, 2005 menunjukkan bahwa ada hasil pembelajaran dengan menggunakan komputer sekolah
dasar adalah baik dan sumber belajar berbantuan komputer yang peneliti kembangkan juga baik.
Penelitian yang dilakaukan oleh Literzet Sobri dengan judul Efektifitas Pembelajaran Fisika dengan
Menggunakan Media Komputer, Media Audio Visual dan Sistem Konvensional terhadap Prestasi Belajar
Fisika ditinjau dari Kemampuan Konkret dan Abstrak. Tesis Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta, 2004. Menunjukkan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan media
komputer lebih efektif dari pada proses pembelajaran dengan menggunakan media audiovisual dan lebih
Penelitian yang dilakukan oleh Syahrial dengan judul Penggunaan Media Animasi Komputer untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa pada Pembelajaran Larutan
Elektrolit dan Non Elektrolit. Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, 2007.
menunjukkan bahwa penggunaan media komputer dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan
C. Kerangka Pikir
Pendidikan IPA merupakan mata pelajaran yang bersifat teoritis dan praktis, teoritis karena dalam
pembelajaran.
Pembelajaran IPA tidak hanya berorientasi pada hasil belajar saja akan tetapi hasil belajar adalah
merupakan hasil dari proses pembelajaran. Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan
peserta didik dalam proses pembelajaran adalah dengan menggunakan media animasi berbantuan
komputer. Oleh karena dalam proses pembelajaran IPA fungsi media begitu penting untuk
mengkongkritkan materi pembelajaran maka diperlukan suatu media pembelajaran, dalam hal ini lebih
difokuskan pada media berbantuan animasi komputer sebagai menunjang proses pembelajaran.
Hal ini tentunya, memberikan manfaat bagi guru dan sekolah, terutama oleh siswa. Media pembelajaran
berbantuan animasi komputer adalah media pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat
Kemampuan seorang guru IPA dalam pembelajaran dengan menggunakan media berbantuan animasi
komputer diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan meningkatkan
prestasi belajar siswa, meningkatkan kemampuan siswa, meningkatkan daya serap siswa dalam proses
pembelajaran sains.
Dengan demikian dalam mengimplementasi media animasi berbantuan komputer di Madrasah Ibtidaiyah
Negeri Kota Gorontalo, maka proses pembelajaran IPA diharapkan dapat membuat siswa memahami
konsep dan prinsip IPA secara langsung, dengan media pembelajaran berbantuan animasi komputer
siswa akan lebih mudah memahami dan mengingat materi pelajaran yang diberikan, sehingga tujuan
pembelajaran IPA dapat dengan mudah tercapai sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang direncanakan dan siswa dapat lebih efektif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPA
melalui metode dan strategi yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Keefektifan proses
diterapkan dengan benar, aktifitas siswa dalam proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar dan
hasil belajar siswa meningkat.
Pembelajaran IPA dengan menggunakan media berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo, diharapkan
dapat diaplikasikan dengan maksimal, sehingga mengakibatkan proses pembelajaran dapat mencapai
D. Pertanyaan Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah “bagaimana implementasi proses
pembelajaran IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo”.
Selanjutnya pokok masalah ini akan dijabarkan ke dalam sub-sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota
Gorontalo?.
2. Apakah proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN
3. Apa faktor penghambat dan pendukung dalam proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi
BAB III
Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kualitatif. Menurut John W. Creswell
yang dikutip oleh Hamid Patilima, penelitian kualitatif adalah ; “sebuah proses penyelidikan untuk
memahami masalah sosial berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang dibentuk dengan kata-
kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci dan disusun dalam sebuah latar ilmiah”.
Selanjutnya, Bogdan dan Taylor, mendefinisikan penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang
diamati.
Secara spesifik, tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis naturalistik karena
terjadi didalam suatu lembaga pendidikan, atau berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu
peristiwa interaksi tingkah laku antar para pengelola pendidikan dalam situasi penyelenggaraan
pendidikan, baik menurut persfektif peneliti sendiri (etic) maupun dari sumber data (emic). Pemahaman
fenomena ini dilaksanakan dalam situasi yang wajar dan natural (keaadaan tanpa disetting sebelumnya
atau alami sebagaimana adanya).
Adapun gejala-gejala yang dimaknai peneliti meliputi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang
mencakup aspek tempat (place), pelaku (actor) dan aktivitas (activity) yang beriteraksi secara holistik.
Situasi sosial di sekolah berarti dalam kelas adalah ruang kelas, guru-siswa, serta aktivitas proses
belajar mengajar. Dengan kata lain, mencakup seluruh pandangan, fikiran, sikap dan perasaan para
subjek penelitian (para informan), dan juga meliputi data dokumen sekolah yang diobservasi. Gejala-
gejala tersebut dipahami/dihayati sebagai satu kesatuan yang utuh, satu sama lain saling memilki
keterkaitan, keterhubungan dan saling mempengaruhi, sehingga data yang diteliti bersifat holistik dan
integralistik. Kemudian setelah dilakukan pencandraan, data yang telah terkumpul, peneliti dapat
gambarkan (ceritakan) dalam bentuk uraian/kata-kata yang disusun menurut sistematika penelitian
ilmiah.
Perhatian utama dalam penelitian ini adalah implementasi proses pembelajaran IPA dengan
menggunakan media animasi berbantuan komputer kelas V MIN Kota Gorontalo. Dalam pemecahan
masalah peneliti langsung menggunakan deskripsi, yaitu memaparkan gejala yang ada dan
melaporkannya dengan kata-kata maupun simbol-simbol yang sesuai dengan gejala tersebut. Dengan
penelitian ini peneliti berusaha mengungkap gejala yang ada dan menganalisis terhadap aspek yang ada
mengenai implementasi proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan
komputer.
1. Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi tempat atau lokasi penelitian adalah di Madrasah Ibtidaiyah Negeri
Kota Gorontalo.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai sejak pengajuan proposal sampai terselesaikannya penyusunan laporan,
diprediksikan membutuhkan waktu selama 6 bulan, terhitung oktober 2008 – maret 2009
Penentuan ini mengikuti prosedur penelitian kualiatif, yang mana untuk menjaga keabsahan data
diperlukan waktu penelitian yang cukup lama, namun meski demikian waktu penelitian dapat dilakukan
secara singkat atau tidak lama jika data sudah dianggap memadai dan jenuh.
- Subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah Guru dan siswa kelas V MIN Kota Gorontalo TP 2008/2009
- Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah implementasi media animasi berbantuan komputer serta keseluruhan situasi
sosial. Situasi sosial tersebut, dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin difahami secara lebih
mendalam “apa yang terjadi” di dalamnya, dalam hal ini kegiatan pembelajaran IPA. Pada situasi sosial
Subjek dan objek penelitian tersebut diambil dengan pertimbangan waktu, tenaga, dan dana. Disamping
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan trianggulasi dengan berusaha menyeleksi fenomena yang
relevan degan permasalahan penelitian, untuk teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi awal, pengamatan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Metode yang dipakai dalam
1. Observasi
Untuk mengawali membangun hubungan yang baik dengan subjek yang diteliti (rappot), peneliti
melakukan observasi awal. Observasi awal diperlukan untuk memperoleh pengetahuan awal mengenai
masalah yang akan diteliti juga guna memperoleh gambaran awal mengenai situasi dan kondisi tempat
penelitian.
Disamping itu, kegiatan observasi yang dilakukan adalah mengamati gejala-gejala yang ada dalam
kegiatan pembelajaran IPA khususnya kegiatan pembelajaran yang menggunakan media animasi
berbantuan komputer. Dalam hal ini kegiatan pengamatan di komparasikan dengan melakukan
2. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat/pandangan, sikap dan perasaan
Wawancara dilakukan secara mendalam pada informan kunci (key informan), kemudian tahapam
selanjutnya secara porpusive sampling, yang seperti snowball sampling). Jika informasi yang diteliti
tidak ditemukan lagi pertentangan-pertentangan, variansi informasi atau signifikansi informasi untuk
menambah informasi. Maka data dianggap pada taraf ketuntasan (mastery) atau jenuh (redundancy).
3. Dokumentasi
Teknik dokumenter merupakan cara untuk mengumpulkan data yang meliputi benda-benda tertulis yang
berupa arsip-arsip, surat keputusan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
E. Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan kriteria pemeriksaan data dengan dipandang dari kriteria
derajat kepercayaan (credibility). Hal ini dilakukan untuk menjaga kredibilitas hasil penelitian yang
dilakukan.
Untuk menjaga kredibilitas hasil penelitian ini dapat dilakukan validasi sebagai berikut: (1) trianggulasi,
(2) member check, dan (3) pendapat para ahli.
1. Trianggulasi
Dalam konteks penelitian ini, proses triangulasi dengan menggunakan trianggulasi sumber, ini dapat
dilaksanakan dengan cara: (1) membandingkan data hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang
dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa
yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu,
(4) membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat lainnya, (5)
2. Member Check
Member check dilakukan setelah membuat trasnkip wawancara atau setelah membuat catatan lapangan
dari pengamatan, serta menelaah isi dokumen. Transkip wawancara dan telaah dokumen tersebut
selanjutnya data tersebut dikembalikan kepada sumbernya untuk diperiksa kebenarannya, dan
ditanggapi, kalau diperlukan peneliti bisa mengambil data tambahan baru untuk melengkapi data yang
sudah terkumpul.
Pelaksanaan teknik member check ini dilakukan setelah data ditulis, diringkas, dan dibuat alur apabila
Validasi dalam bentuk pendapat para ahli dapat dilakukan dengan cara meminta pendapat para ahli atau
pakar yang kompeten. Dalam konteks penelitian ini, peneliti menempatkan pembimbing sebagai ahli dan
juga bisa para dosen senior di lingkungan Perguruan Tinggi, yang dimintai pendapatnya tentang hasil
Data yang berupa hasil wawancara serta data yang berupa dokumentasi menggunakan model interaktif.
Model ini digunakan mengingat data dari wawancara berupa data kualitatif. Dari hasil observasi yang
berupa dokumen adalah data campuran antara kualitatif dan kuantitatif yaitu berupa angka-angka dan
pernyataan, oleh karena itu analisis dilakukan melalui tiga alur kegiatan yaitu; reduksi data, penyajian
Kegiatan analisis dilakukan secara interaktif antara peneliti dengan subjek penelitian pada saat
penelitian berlangsung sebagai suatu proses siklus. Proses ini merupakan proses analisys episodes.
Analisis data merupakan proses yang terus menerus dengan pola-pola keteraturan, penjelasan-
penjelasan, sedangkan proposisi muncul dari peneliti. Dalam siklus tersebut, aktivitas peneliti bergerak
dengan komponen analisis dan pengumpulan data selama proses berlangsung. Kemudian peneliti
bergerak diantara bagian reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data
dilakukan dengan mengklarifikasi data yang sejenis dan melakukan modifikasi. Penyajian data,
dilakukan dengan mendeskrepsikan data yang sudah diklarifikasikan sesuai dengan pokok
permasalahan. Penarikan kesimpulan sebenarnya sudah dilakukan bersama reduksi data dan penyajian
data. Bila kesimpulan masih kurang mantap, peneliti melakukan pengumpulan data kembali untuk
mencari pendukung pembuatan kesimpulan dan sekaligus pendalaman yang ditemukan dilokasi
penelitian.
Kegiatan analisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga alur kegiatan yang terjadi secara
bersamaan yaitu:
1. Reduksi data.
Reduksi data yakni proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan
2. Penyajian data
Kegiatan analisis kedua dalam penelitian ini dibatasi pada “penyajian” sebagai sekumpulan informasi
tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3. Penarikan kesimpulan/verifikasi
Kegiatan analisis ketiga dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan, dan verifikasi. Dari
permulaan pengumpalan data, peneliti mencari arti benda-benda mencatat keterurutan, pola-pola,
DAFTAR PUSTAKA
Anselm Strauss dan Juliet Corbin (2007). Basics Of Qualitative Research Grounded Theory Procedures
and Tekhniques. Terjemahan Muh. Shodiq & Imam Muttaqien. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Arief Sadiman. dkk. (1996), Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya.
Crain, William. (1980:2) Teories Of Devolepment, Concept and Aplications. 3rd Edition. Terjemahan:
Depdiknas RI. 2003. UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, Biro
Dewey, J. 1916. Democracy and education. New York: The Macmillan Company
Dian Natal Kurnianto. (2005). Pengembangan Sumber Belajar Sains Berbantuan Komputer untuk Siswa
Sekolah Dasar. Tesis Magister, Tidak diterbitkan Yogyakarta: Program pascasarjana Universitas Negeri
Yogyakarta
Djohar, 2006, Pengembangan pendidikan nasional, menyongsong masa depan, CV. Grafika Indah,
Yogyakarta.
E. Mulyasa. (2002) Managemen Berbasis Sekolah, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.………(2006)
Hamid Patilima. (2001). Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta. PT Radja Grafindo Perkasa
Ibrahim Bafadal, (2006). Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar dari Sentralisasi menuju
John M. Echols dan Hasan Shadily. (1998). Kamus Inggris – Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia.
Kathleen, C. (1991). Computer Assisted Instruction. Diambil tanggal 26 Agustus 2008. http:
//wwwnwrel.org
Khaerudin, dkk. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Konsep dan Implementasinya di
Literzet Sobri. (2004). Efektifitas Pembelajaran Fisika dengan Menggunakan Media Komputer, Media
Audio Visual dan Sistem Konvensional terhadap Prestasi Belajar Fisika ditinjau dari Kemampuan Konkret
dan Abstrak. Tesis Magister, Tidak diterbitkan. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret.
Miles & Huberman (1992). Qualitative Data Anayisis. Terjemahan Tjejep Rohindi Rohidi. Jakarta: UI-
Press
Mills. C.A. (1979), Theaching science and the secondary school. Amerika. Meriil Publising Company
Mudhoffir, (1986). Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar, Bandung, Remadha Karya CV.
Bandung.
Nana Sudjana & Ahmad Rivai. (2001). Media Pengajaran. Bandung, Sinar Baru Algensindo Offset.
Nana Sudjana. (2007). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Neo & Neo. (2001). Teaching Computer To Teach. , diambil tanggal 27 Agustus
Pata Bundu. (2006). Penilaian Keterampilan Proses Sains dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains –
Ratna Willis Dahar. (1988). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Rob Philiph (1997). Instructional media and Technology. diambil tanggal 26 Agustus 2008. http://
wwwnwrel.org
Sri Harmi. (2007). Jendela IPA untuk SD/MI Kelas V Jilid 2B. Solo: Tiga Serangkai.
Subiyanto. (1988). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Sudjoko. (1983). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Sund, RB., & Trowbridge, L.W. (1973) Teaching science by inquiry in the secondary school 2nd ed.
Syahrial. (2007). Penggunaan Media Animasi Komputer untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan
Keterampilan Proses Sains Siswa pada Pembelajaran Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Tesis
Tim Jurnal Pendidikan, 1992, Profesionalisasi Tenaga Kependidikan, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Tim Revisi PPs UNY. (2008). Pedoman Tesis dan Disertasi Program Pascasarjana UNY. Edisi Tahun 2008.
Tim SEQIP. (2002). Buku IPA Guru Kelas V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional (SEQIP)
Usman Samatowa. (2004). Bagaimana Membelajarkan Sains di Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen
Walpole, Brenda. (1998). 175 Science Experiment to Amuze and Amaze Your Friend. New York Random
House.
Weisz, S.F. (1969). Science and common sense. New Haven: Yale University Press
Woolfolk dan Nicolich (1984). Primary Science. The challengge of the Clevedon. Multilingual. LTD
Wuryadi. (2007). Materi Kuliah Filsafat Ilmu Mahasiswa PPS UNY Konsentrasi Sains. Yogyakarta, PPS
UNY
Depdikbud (1994: 5)
Teknik dan Analisis Data
Mendasar pada uraian tersebut, pelaksanaan trianggulasi sumber yang dilaksanakan dalam penelitian ini
dapat diilustrasikan sebagai berikut: pada suatu ketika peneliti memperoleh data tentang visi dan misi
madrasah dari seseorang guru senior. Sedangkan teknik yang digunakan untuk mengungkap data
tersebut adalah dengan teknik wawancara. Dalam trianggulasi ini peneliti tidak berhenti dengan
memperoleh data tersebut dari hasil wawancara dengan guru senior tersebut, tetapi data tersebut
dilacak lagi dengan mengadakan observasi partisipan aktivitas para guru lainnya, untuk mengetahui
seberapa jauh visi dan misi pesantren tersebut disosialisasikan oleh pimpinan madrasah kepada elemen
Proses trianggulasi tidak terhenti sampai di situ, tetapi peneliti mencoba melacak ke dokumen resmi
yang ada di madrasah, apakah visi dan misi madrasah telah dirumuskan dalam bentuk tulisan. Bahkan
Selanjutnya dari hasil proses trianggulasi terdapat data yang di dapat dari tangan pertama, ternyata
sama dengan hasil wawancara dengan para guru, komite madrasah, dan bahkan sama pula dari hasil
prilaku hasil pengamatan (observasi) dan dokumen tertulis yang terkait dengan hal itu, barulah seorang
peneliti kualitatif meyakini bahwa “apa yang dikemukakkan itu merupakan data yang akurat dan
terpercaya”.
Penilaian Hasil Belajar
Beberapa kriteria yang bisa digunakan dalam menilai proses pembelajaran antara lain adalah sebagai
berikut:
Kurikulum adalah program pembelajaran yang telah ditentukan sebagai acuan apa yang seharusnya
dilaksanakan. Keberhasilan proses pembelajaran dilihat sejauh mana acuan tersebut dilaksanakan
- tujuan-tujuan pembelajaran,
Dalam hal ini adalah sejauh mana kegiatan dan program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan
oleh guru tanpa mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti. Dengan demikian, apa yang
direncanakan dapat diwujudkan sebagaimana harusnya. Keterlaksanaan ini dapat dilihat dalam hal:
- menggeneralisasikan hasil pembelajaran saat itu dan tindak lannjut untuk kegiatan pembelajaran
berikutnya.
Dalam hal ini dinilai sejauh mana siswa melakukan kegiatan belajar sesuai dengan program yang te1ah
ditentukan guru tanpa mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti. Keterlaksanaan oleh siswa
Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dalam motivasi belajar yang ditunjukan oleh para siswa
pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dalam hal;
Penilaian proses pembelajaran terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti
- bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya,
- melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis, kesempatan menggunakan atau
menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
f) Interaksi guru-siswa
Interaksi guru-siswa berkenaan dengan komunikasi atau hubungan timbal-balik atau hubugan dua arah
antara siswa dan guru dan atau siswa dengan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Hal ini
- tanya jawab atau dialog antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa;
- bantuan guru terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar, baik secara individual maupun secara
kelompok;
- dapatnya guru dan siswa tertentu dijadikan sumber belajar; senantiasa beradanya guru dalam situasi
- tampilnya guru sebagai pemberi jalan ke luar manakala siswa menghadapi jalan buntu dalam tugas
belajarnya;
- adanya kesempatan mendapat umpan balik secara berkesinambunggan dari hasil belajar yang
diperoleh siswa.
Keterampilan atau kemampuan guru mengajar merupakan puncak keahhlian guru yang profesional
sebab merupakan penerapan semua kemampuan yang telah dimilikinya dalam hal bahan pembelajaran,
komunikasi dengan siswa, metode mengajar, dll. Beberapa indikator dalam menilai kemampuan ini
Salah satu keberhasilan proses pembelajaran dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Dalam hal
- perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya;
- jumlah siswa yang dapat mencapai tujuan instruksional minimal 75 dari jumlah (instruksional) yang
harus dicapai;
- hasil belajar tahan lama diingat dan dapat digunakan sebagai dasar dalam mempelajari bahan
berikutnya.
Kriteria yang telah dijelaskan di atas paling tidak dapat dijadikan peganggan oleh para penilai proses
pembelajaran agar upaya memperbaiki proses pembelajaran dapat ditentukan lebih lanjut. Dari kriteria
tersebut penilai dapat melihat bagian-bagian mana yang telah dicapai dan bagian-bagian mana yang
Sekalipun kriteria tersebut masih umum sifatnya, para penilai dapat dengan mudah mengembangkan
dan menjabarkannya lebih lanjut sesuai dengan bidang studi atau mata pelajaran yang diberikan atau
diajarkannnya. Hal ini penting mengingat setiap mata pelajaran atau bidang studi memiliki beberapa
karakteristik tertentu, baik dalam hal tujuan, bahan, metode mempelajarinya, maupun sistem
penilaiannya