PRIVACY
CONTACT
ABOUT
DAFTAR ISI
Sidqioe Blog
Muhamad Hakim Sidqie Bahasa Indonesia, tugas 25 Mei 2014 Belum ada komentar
BAHASA INDONESIA
ASPEK KEBAHASAAN
n82283327309_7527
OLEH :
KELAS : X3
NOMOR : 05
KATA PENGANTAR
OM SWASTYASTU,
Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa )
karena pada akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas ringkasan bahasa Indonesia mengenai “ ASPEK
KEBAHASAAN” yang telah diberikan oleh Bapak Sudira selaku guru Bahasa Indonesia kelas X.
Melalui ringkasan ini saya berharap dapat membantu pembaca dalam mempermudah
pembelajaran sedikit banyaknya tentang aspek kebahasaan itu sendiri. Aspek kebahasaan ini juga sangat
diperlukan dalam kegiatan sehari-hari agar dapat berkomunikasi dengan baik dan benar.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Banyak kekurangan yang terkandung
di dalamnya. Untuk itu, kritik dan saran yang konstruktif dari teman-teman, bapak guru, maupun ibu
guru sangat saya harapkan demi saya kedepannya.
Penulis
DAFTAR ISI
Judul ……………………………………………………………………………………i
Kataengantar ……………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang…………………………………………………………1
B. RUMUSAN ASALAH………………………………………………..2
C. TUJUAN………………………………………………………………2
D. RUANG LINGKUP…………………………………………………..2
E. MANFAAT………………………………………………………….. 3
BAB II ISI
A. Pembahasan………………………………………………………….. 4
A. Simpulan……………………………………………………………..36
B. Saran ……………………………………………………………………… 37
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………..38
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahasa dalam kehidupannya merupakan struktur, mencangkup struktur bentuk dan makna. Dengan
menggunakan struktur itu manusia bisa berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan bahasa ilmu
pengetahuan yang ditemukan dapat disebar luaskan sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang banyak
guna kemajuan kehidupan.
Selain memahami penyampaian informasi dalam bahasa, maka dalam penyampaian juga harus
diprhatikan struktur bahasa. Apabila struktur bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah yang
berlaku tentunya suatu akan mengurangi makna informasi yang disampaikan.
Kesalahan berbahasa juga sering kali kita lihat dalam kehidupan sehari- hari. Hal itu disebabkan
oleh banyak faktor.Salah satu cara memperbaiki kesalahan berbahasa dalam kehidupan sehari- hari
adalah memberi penekanan berbahasa dalam dunia pendidikan. Karena kita ketahui bahwa dalam
penyampaian proses pembelajaran di sekolah mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Seperti kita ketahui dalam penggunaanya sangat
luas dan menggunakan beranekaragam penuturan. Hal itu dipengaruhi oleh bahasa masing- masing
daerah yang ada di Indonesia.
Untuk itu didalam pelajaran Bahasa Indonesia dimasukan aspek kebahasaan. Di Sekolah Menengah
Atas (SMA) khususnya di kelas X, dipelajari beberapa aspek kebahasaan seperti imbuhan, ragam bahasa,
konjungsi, serta pengertian antonym, sinonim, dan polisemi. Tapi belum tentu kalian belum mengetahui
makna dari kata-kata yang disebutkan tadi. Untuk itu diperluakn suatu penelitian yang secara kompleks
membahas tentang keempat aspek kebahasaan tersebut
B. RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan pembelajaran yang didapatkan pada kelas x khususnya semester 1, maka didalam
penyusunan karya tulis ini akan dibahas beberapa masalah yaitu:
C. TUJUAN
Dalam suatu penelitian tentunya ada sesuatu yang ingin dicapai oleh penulis. Tidak terkecuali
didalam penelitian kami ini. Dalam hal ini kami ingin mengethui beberapa unsure yaitu:
D. RUANG LINGKUP
1. Imbuhan atau bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan
mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan imbuhan
tersebut.
2. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa
lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi.
3. Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis
konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya.
4. - Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
-Antonym adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan.
1. Bemanfaat bagi para pembaca yang ingin mengetahui pembelajaran aspek kebahasaan pada kelas
X semester 1.
BAB II
ISI
1.1.1. Pengertian
Imbuhan (afiks) adalah suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur
langsung, yang bukan kata dan bukan pokok kata. Melainkan mengubah leksem menjadi kata kompleks,
artinya mengubah leksem itu menjadi kata yang mempunyai arti lebih lengkap, seperti mempunyai
subjek, predikat dan objek. …………………………………….…………………………
Imbuhan (afiks) dibahas dalam bidang ilmu Morfologi. Sedangkan definisi Morfologi adalah
bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh
perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Dalam definisi lain di katakan bahwa Morfologi
merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Contoh: kata
Sepeda Motor terdiri dari dua morfem, yaitu morfem Sepeda dan morfem Motor, yang masing-masing
merupakan kata.…………………………………………………..
Perubahan-perubahan bentuk kata menyebabkan adanya perubahan golongan dan arti
kata. Golongan kata Sepeda tidak sama dengan golongan kata bersepeda. Golongan Sepeda merupakan
golongan kata nominal, sedangkan kata bersepeda termasuk golongan kata verbal. Kata rumah dan kata
jalan termasuk golongan kata nominal, sedangkan kata berumah dan kata berjalan termasuk golongan
kata verbal. …………………………………………………………..
Dibidang arti, kata Sepeda, bersepeda, Sepeda-sepeda, dan Sepeda Motor, semuanya
mempunyai arti yang berbeda-beda. Demikian pula kata Rumah, berumah, perumahan, rumah-
rumahan, rumah-rumah, rumah sakit dan kata-kata jalan, berjalan, berjalan-jalan, perjalanan, menjalani,
menjalankan dan jalan raya. …
Perbedaan golongan dan arti kata-kata tersebut tidak lain disebabkan oleh perubahan bentuk
kata. Karena itu, maka morfologi disamping bidangnya yang utama menyelidiki seluk-beluk kata, juga
menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat
perubahan bentuk kata.……………………………………………………
Tiga macam proses morfologis, yaitu pertama, bergabungnya morfem bebas dengan
morfem terikat disebut afiksasi. Kedua, Pengulangan morfem bebas disebut reduplikasi, dan ketiga,
bergabungnya morfem bebas dengan morfem bebas disebut pemajemukan. Pada proses yang pertama
menghasilkan kata berimbuhan, yang kedua menghasilkan kata ulang, dan yang ketiga menghasilkan
kata majemuk.………………………………………………
Ø Kata afiks itu harus dapat ditempatkan pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok
kata baru..
Ø Kata afiks itu merupakan bentuk terikat, tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatis (tertulis)
selalu melekat pada bentuk lain dalam bentuk terikat.
Ø Afiks tidak memiliki arti leksis, artinya tidak mempunyai pertalian arti karena kata itu berupa
imbuhan. Sedangkan imbuhan itu dapat mempengaruhi arti kata itu sendiri.
Imbuhan itu dapat mengubah makna, jenis dan fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata
lain, yang fungsinya berbeda dengan kata dasar atau bentuk dasar.
1. Imbuhan ke-an
Ø membentuk kata benda abstrak, misalnya keberanian, ketentraman, keindahan, dan sebagainya.
Ø membentuk kata kerja pasif, misalnya kehujanan, kehilangan, keracunan, dan sebagainya.
Ø membentuk kata sifat, misalnya keibuan, kebapakan, kekanak-kanakan, dan sebagainya.
Afiks ke-an apabila sudah memasuki konteks kalimat akan memiliki beberapa makna, antara lain :
Ø Menyatakan terlalu.
Ø Menyatakan menyerupai.
2. Imbuhan me-kan
c.Menyatakan intensitas
3. Imbuhan per-an
10.Menyatakan hasil
12.Menyatakan berbagai-bagai
Imbuhan ini merupakan serapan dari bahasa asing. Imbuhan serapan tersebut pada umunya berfungsi
sebagai pembentuk kata benda dan kata sifat.
Makna yang umum untuk menandai kata sifat adalah mempunyai sifat atau cirri; Misalnya: legal,
universal, sportif, aktif, egois.
Dan sufiks –I, - iah, -wi menyatakan makna yang bersangkutan dengan, misalnya: gerejani, surgawi,
alamiah.
5. Partikel asing: anti-, pro-, eks, pra, swa, intra-, trans-, non-
Partikel asing maksudnya imbuhan asing yang melekat pada kata dasar.
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa
Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata
baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa
Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di
dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku
bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya
kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa
bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk
menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat
pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan iala bicara, dan topik
pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980)………………………………………..
Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai
unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam
bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak
tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
1. Ragam percakapan
2. Ragam pidato
3. Ragam kuliah
4. Ragam pentas
1. Langsung
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara.
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan
bahasa sehari-hari dengan orang yang diajak bicara.
3. Tidak efektif
4. Kalimatnya pendek-pendek
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah
mengetahui maksudnya.
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah
mengetahui maksudnya.
6. Lagu kalimat situasional
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada pada dengan orang yang
diajak bicara atau keadaan sekitarnya.
7. Unsur suprasegmental (aksen, nada, tekanan) dan paralingua ( gerak-gerik tangan, mata, dan gerakan
kepala ) memberi efek pada hasil komunikasi
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai
unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek
tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan
unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran
penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
1. Undang-undang
2. Ragam catatan
3. Ragam sastra
1. Santun
Memenuhi kaidah-kaidah yang ada dan pilihan kata atau istilah yang tepat dan cermat.
2. Efektif
Hemat dan singkat, tetapi kena dalam hal maksud yang diungkapkannya.
Karena tak dapat bertemu langsun, maka kita diharapkan dapat mengkomunikasikan segala apa yang
ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi atau salah paham.
Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman yang harus digunakan atau dipatuhi agar tidak
menimbulkkan kesalahan dalam pemakaian atau penulisan kata.
1. Putri bilang kita harus pulang = Putri mengatakan bahwa kita harus pulang
1.2.3. Membedakan Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan dari Segi Penggunaan Kalimat
Membedakan Ragam Bahasa Tulis dan Lisan dari segi penggunaan kalimat. Pada ragam Bahasa Tulis
dengan Ragam Bahasa Lisan mempunyai suatu perbedaan yang sangat signifikan, karena pada ragam
Bahasa Tulis sangat diperlukan unsur-unsur kalimat sangat berpengaruh dan penting di tulis dalam
wacana atau paragrap yang mengacu pada bahasa tulis. Ragam Bahasa Tulis komunikasi tidak secara
langsung. Sehingga situasi, kondisi dan waktu tidak mengikat sebab orang yang membaca ragam bahasa
tulis tidak bertemu langsung dengan penulis.
Ragam Bahsa Lisan mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu sangat berpengaruh Supra Segmental
(aksentuasi, nada, dan tekanan) dan unsur Para Lingual (gerak gerik tangan, mata, dan kepala) karena
unsur ini memberi efek terhadap hasil komunikasi. Ragam Lisan komunikasi secara langsung atau
bersemuka sehingga sangat terikat oleh situasi, kondisi dan waktu. Ragam Lisan kalimat yang kurang
baik strukturnya tidak menghambat komunikasi karena unsur suprasegmental para lingual dan
komunikasi secara langsung.
Contoh ragam bahasa lisan yang tidak formal dan contoh ragam bahasa tulis.:
Contoh 1.
A : “Nama?”
B : “Arjana”
A : “umur?”
B : “16 tahun.”
A : “tinggal di mana?”
B : “di Gianyar.”
A : “pernah kursus?”
B : “pernah.”
A : “di mana?”
B : “GO.”
A : “pernah kerja?”
B : “pernah.”
Contoh 2
1.3. Kalimat
1.3.1. Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi.
Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.
Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu
a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b. Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu selalu
terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K.
Macam-macam frase:
A. Frase endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase
endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1. Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini
dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.
2. Frase endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara.
Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.
hari libur
Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh
frase dan secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif.
3. Frase endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan.
Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak Saleh,
sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat menggantikan unsur Susi.
Perhatikan jajaran berikut:
Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan aposisi (Ap).
B. Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Misalnya:
Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Ketidaksamaan itu dapat
dilihat dari jajaran berikut:
1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata nominal.
2. Frase Verbal: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal.
Misalnya: akan berlayar
3. Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.
4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.
5. Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase
sebagai aksinnya.
D. Frase Ambigu
Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud
kalimat. Makna ganda seperti itu disebut ambigu.
Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja,
berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku.
1.3.2. Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan
keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan.
Penggolongan klausa:
2. Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat
1.3.3. Kalimat
a. Pengertian
Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang
lengkap dan punya pola intonasi akhir.
b. Pola-pola kalimat
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar
pembentukan kalimat luas itu.
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja
bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.
c. Jenis Kalimat
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan
predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan
keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.
Kalimat Tunggal
Ayah merokok.
Adik minum susu.
S-P
S-P-O
S-P-O-K
2. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat
majemuk dapat terjadi dari:
a. Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu
membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.
b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua
atau lebih pola kalimat.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara,
kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat.
Kalimat majemuk setara terdiri atas:
a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas: dan, serta,
lagipula, dan sebagainya.
b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
c. Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.
Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga
membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut
induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya:
P S
S P O
S P K
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa
kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.
Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan
kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum
pola atasan
pola bawahan I
pola bawahan II
a. Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
4) Intonasinya adalah intonasi ”berita yang netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan
atau pergeseran makna laksikalnya..
b. Kalimat luas
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak hanya terdiri
dari dua kata, tetapi lebih.
c. Kalimat transformasi
Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di
atas yang berarti mencakup juga kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas.
b. Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius,
sewaktu pelajaran matematika.
i) Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus juga adalah kalimat
luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.
ii) Dengan penambahan jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek
kepada ayah untuk dibelikan komputer.
a. Kalimat mayor
Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti.
Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena
kami masih berada di sekolah.
b. Kalimat Minor
Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Diam!
Sudah siap?
Pergi!
Yang baru!
Arif ada.
Kiki pergi
5. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat.
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada
kalimat efektif.
contoh:
Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah mengadakan pentas seni
(salah)
contoh :
contoh:
Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di belakang)
Bola gagal masuk gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa)
Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
… sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
… oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona)
1.3.4. Konjungsi
Konjungsi adalah kata tugas yang menghubungkan dua klausa atau lebih. Konjungsi dapat dibagi
menjadi lima macam menurut perilaku sintaksisnya. Kelima jenis konjungsi itu adalah:
Konjungsi antarklausa yaitu konjungsi yang menghubungkan dua klausa atau lebih.
Jika yang dihubungkan dua klausa atau lebih yang memiliki status sintaksis sama disebut konjungsi
koordinatif. Jika dua klausa itu memiliki status tidak sama dinamakan konjungsi subordinatif.
Konjungsi koordinatif
Konjungsi koordinatif; menghubungkan dua atau lebih unsur (termasuk kalimat) yang sama pentingnya
atau setara. Kalimat yang dibentuk disebut kalimat majemuk setara. Contoh: dan, serta, atau, tetapi,
melainkan, padahal, sedangkan.
kalimat) yang memiliki status sintaksis yang sama dan membentuk frasa atau kalimat. Kalimat yang
dibentuk agak rumit dan bervariasi, kadang setara, bertingkat, atau bisa juga kalimat dengan dua subjek
dan satu predikat. Contoh: baik ... maupun, tidak hanya ..., tetapi juga, bukan hanya ..., melainkan juga,
demikian ... sehingga, sedemikian rupa ... sehingga, apa(kah) ... atau, entah ... entah, jangankan ..., ...
pun.
Konjungsi subordinatif; menghubungkan dua atau lebih klausa yang tidak memiliki status sintaksis yang
sama. Konjungsi membentuk anak kalimat yang jika digabungkan dengan induk kalimat akan
membentuk kalimat majemuk bertingkat.
Konjungsi antarkalimat yaitu konjungsi yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain.
Oleh karena itu, konjungsi itu selalu memulai kalimat yang baru dan huruf pertamanya diawali huruf
capital.
Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya. Seperti :
biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan meskipun
demikian/begitu.
Contoh : Kami kurang setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya.
Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti :
sesudah itu, setelah itu, dan selanjutnya.
Contoh : Kami akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat di
rumah penduduk.
Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain diluar dari yang telah dinyatakan
sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu.
Contoh : Kami menyambut pagi ini dengan sukacita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai
berkicau.
Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebaliknya.
Contoh : Kita jangan terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-
bibit pohon baru.
Konjungsi yang menyatakan keadaan keadaan yang sebenarnya, seperti : sesungguhnya dan
bahwasanya.
Contoh : Kita dilanda banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana ini telah kita ramalkan tahun
kemarin.
Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan dan bahkan.
Contoh : Rumah-rumah di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung di
tengah laut yang dangkal.
Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan sebelumnya, seperti : namun dan akan
tetapi.
Contoh : keadaannya memang sudah aman. Akan tetapi, kita tetap harus waspada.
Contoh : Kamu telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian,kamu harus menanggung semua
risikonya.
Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti : oleh karena itu dan oleh sebab itu.
Contoh : Kami sudah melarang mereka berburu di hutan, tapi mereka tetap nekat. Oleh sebab itu, biar
mereka rasakan sendiri akibatnya.
Konjungsi yang menyatakan kejadian yang mendahului hal yang dinyatakan sebelumnya, seperti :
sebelum itu.
Contoh : Polisi hutan menangkap dua peemburu liar. Sebelum itu, mereka menangkap lima orang
pemburu liar.
k. .Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya,
seperti : biarpun demimikian/beitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan
meskipun demikian/begitu.
Contoh : kami kurang setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya.
l. Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti :
sesudah itu, setelah itu dan selanjutnya.
Contoh : kami akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat di
rumah penduduk.
m. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa atau keadaan lain diluar dari yang telah
dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu.
Contoh : kami menyambut pagi ini dengan suka cita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai
berkicau.
n. Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya. Seperti : sebaliknya.
Contoh : kita jangan terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-
bibit baru.
o. .Konjungsi yang menyatakan keadaan yang sebenarnya. Seperti : sesungguhnya dan bahwasanya.
Contoh : Kita di landa banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana itu telah kita ramalkan tahun
kemaren.
p. Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan, dan
bahkan.
Contoh : Rumah-rumh di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung
ditengah laut yang dangkal.
q. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan yang sebelumnya. Seperti: namun,
akan tetapi.
Contoh : Keadaan memang sudah aman. Akan tetapi, kita harus tetap waspada.
Contoh : kamu telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian, kamu harus menanggung semua
resikonya.
s. Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti oleh karena itu dan oleh sebab itu.
Contoh : Kami sudah melarang mereka berburu di hutan, tetapi mereka tetap nekat. Oleh karena itu,
biar mereka rasakan sendiri akibatnya.
t. Konjungsi yang menyatakan mendahului hal yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebelum itu.
Contoh : Polisi hutan menangkap dua pemburu liar. Sebelum itu, mereka menangkap lima orang
pemburu liar.
Konjungsi antarparagraf yaitu, konjungsi yang digunakan memulai suatu paragraph. Hubungan dengan
paragraph sebelumnya berdasarkan makna yang terkandung pada paragraph sebelumnya itu.
- adapun
- akan hal
- mengenai
Sinonim mutlak: kata-kata yang dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan apa pun tanpa
mengubah makna struktural dan makna leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat. Contoh:
leksikografi = perkamusan
kucing = meong
Sinonim semirip: kata-kata yang dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan tertentu tanpa
mengubah makna struktural dan leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat tersebut saja.
Contoh:
melatis = menerobos
lahiriah = jasmaniah
Sinonim selingkung: kata-kata yang dapat saling mengganti dalam satu konteks kebahasaan tertentu
saja secara struktural dan leksikal. Contoh: lemah = lemas
Tampak dalam contoh tersebut, kata meninggal bersinonim dengan tewas, juga bersinonim
dengan frasa meninggal dunia dan frasa berpulang ke rahmatullah. Akan tetapi, kata meninggal tidak
memiliki makna yang mutlak sama dengan kata wafat atau tewas karena berbeda nilai rasanya. Sinonim
juga dapat terjadi antara morfem dengan morfem, antar morfem dengan kata, kata dengan frasa, serta
antar kalimat dengan kalimat.
Antonim yaitu, dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan. Verhaar menggantikan
kata antonym dengan kata oposisi sehingga mencakup pengertian betul-betul berlawanan sampai yang
hanya bersifat kebalikan.
1. Oposisi mutlak. Ciri oposisi ini adalah penyangkalan terhadap kata yang satu dengan kata yang lain.
2. Oposisi kutub atau gradual. Oposisi ini pertentangannya tidak bersifat mutlak, melainkan gradasi,
artinya terdapat tingkat-tingkat makna pada kata tersebut.
3. Oposisi hubungan atau relasional. Oposisi antara dua kata yang mengandung relasi kebalikan, kata-
kata yang beroposisi dengan hubungan ini bisa berupa kata kerja.
4. Oposisi majemuk. Oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata atau lebih.
Oposisi ini berkaitan ddengan hiponim-hiponim dalam suatu kelas.
5. Oposisi hierarki.. oposisi yang sebenarnya mirip dengan oposisi majemuk, tetapi disini terdapat
suatu kriteria tambahan atau tingakatan.
Contoh antonim
Antonim berpasangan: kata-kata yang secara makna jelas bertentangan karena didasarkan pada makna
pasangannya sehingga tidak bisa dipertentangkan tanpa kehadiran makna pasangannya. Jika salah satu
unsur dinegatifkan, tidak secara serta-merta memunculkan pasangannya. Contoh:
Antonim melengkapi: kata-kata yang secara makna bertentangan, tetapi kehadiran makna salah satu
kata bersifat melengkapi kehadiran makna yang lain. Contoh:
Antonim berjenjang: kata-kata yang secara makna mengandung pertentangan, tetapi pertentangan
makna ini bersifat berjenjang/bertahap/bertingkat. Contoh:
1.4.3. Polisemi
Polisemi ialah kata yang memiliki makna lebih dari satu. Makna tersebut tetap memperlihatkan
huunganndengan makna dasarnya. Misalnya kata kepala memiliki makna berikut ini :
Makna 2 : bagian dari sesuatu yang terletak di sebelah atas dan merupakan hal yang
penting/terutama.
Makna 2-6 masih berhubungan dengan makna dasar (makna 1) karena dijabarkan dari komponen
makna dasar tersebut. Kelima makna itu masih mempertahankan ciri “atas” yang ada pada makna 1,
seperti contoh di bawah ini :
BAB III
PENUTUP
1. SIMPULAN
1. Imbuhan atau bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan
mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan imbuhan
tersebut.
2. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa
lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi.
3. Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis
konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya.
4. Antonym adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan.
Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
Kita ketahui tiada manusia yang sempurna diciptakan di dunia ini oleh Tuhan. Begitu pila dengan
penelitian ini masih banyak kekeurangan. Untuk itu harapan kami kedepan adalah:
1. Penelitian ini hanya mencangkup beberapa aspek kebahasaan, untuk iyu perlu diadakan lagi
penelitian yang lebih kompleks
2. Mengingat pentingnya aspek kebahasaan dalam kehidupan sehari- hari, mari kita belajar bahasa
Indonesia dengan benar.
3. Perlu diadakan banyak sosialisasi kepada mereka yang tidak ikut dalam dunia pendidikan sehingga
seluruh kalangan masyarakat bisa berbahasa Indonesia yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
www.http//Google.com
SUKA ARTIKEL INI? BAGIKAN : 0 477
Artikel Populer
Artikel Terbaru
Selamat datang di blog SIDQIOE .Blog ini berisi konten yang berisi tentang dunia pendidikan . Semua
konten didalam blog ini merupakan tulisan original dari Penulis yang diambil dari beberapa sumber . Jika
anda tidak keberatan Silahkan berikan komen anda untuk kemajuan blog ini .Untuk Kunjungannya saya
ucapkan terimakasih .
Sosial Media
Last Artikel
Kategori
Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Biologi BK Ekonomi Fisika Geografi HAN Kewirausahaan Kimia PHI PIH
PKn PLH Puisi Sejarah Seni Budaya Sosiologi Sosiologi Sejarah tugas
DroidPluss
PRIVACY
CONTACT
ABOUT
DAFTAR ISI
Sidqioe Blog
Muhamad Hakim Sidqie Bahasa Indonesia, tugas 25 Mei 2014 Belum ada komentar
BAHASA INDONESIA
ASPEK KEBAHASAAN
n82283327309_7527
OLEH :
KELAS : X3
NOMOR : 05
SMA NEGERI 1 GIANYAR2010 / 2011
KATA PENGANTAR
OM SWASTYASTU,
Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa )
karena pada akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas ringkasan bahasa Indonesia mengenai “ ASPEK
KEBAHASAAN” yang telah diberikan oleh Bapak Sudira selaku guru Bahasa Indonesia kelas X.
Melalui ringkasan ini saya berharap dapat membantu pembaca dalam mempermudah
pembelajaran sedikit banyaknya tentang aspek kebahasaan itu sendiri. Aspek kebahasaan ini juga sangat
diperlukan dalam kegiatan sehari-hari agar dapat berkomunikasi dengan baik dan benar.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Banyak kekurangan yang terkandung
di dalamnya. Untuk itu, kritik dan saran yang konstruktif dari teman-teman, bapak guru, maupun ibu
guru sangat saya harapkan demi saya kedepannya.
Penulis
DAFTAR ISI
Judul ……………………………………………………………………………………i
Kataengantar ……………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang…………………………………………………………1
B. RUMUSAN ASALAH………………………………………………..2
C. TUJUAN………………………………………………………………2
D. RUANG LINGKUP…………………………………………………..2
E. MANFAAT………………………………………………………….. 3
BAB II ISI
A. Pembahasan………………………………………………………….. 4
A. Simpulan……………………………………………………………..36
B. Saran ……………………………………………………………………… 37
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………..38
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahasa dalam kehidupannya merupakan struktur, mencangkup struktur bentuk dan makna. Dengan
menggunakan struktur itu manusia bisa berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan bahasa ilmu
pengetahuan yang ditemukan dapat disebar luaskan sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang banyak
guna kemajuan kehidupan.
Selain memahami penyampaian informasi dalam bahasa, maka dalam penyampaian juga harus
diprhatikan struktur bahasa. Apabila struktur bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah yang
berlaku tentunya suatu akan mengurangi makna informasi yang disampaikan.
Kesalahan berbahasa juga sering kali kita lihat dalam kehidupan sehari- hari. Hal itu disebabkan
oleh banyak faktor.Salah satu cara memperbaiki kesalahan berbahasa dalam kehidupan sehari- hari
adalah memberi penekanan berbahasa dalam dunia pendidikan. Karena kita ketahui bahwa dalam
penyampaian proses pembelajaran di sekolah mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Seperti kita ketahui dalam penggunaanya sangat
luas dan menggunakan beranekaragam penuturan. Hal itu dipengaruhi oleh bahasa masing- masing
daerah yang ada di Indonesia.
Untuk itu didalam pelajaran Bahasa Indonesia dimasukan aspek kebahasaan. Di Sekolah Menengah
Atas (SMA) khususnya di kelas X, dipelajari beberapa aspek kebahasaan seperti imbuhan, ragam bahasa,
konjungsi, serta pengertian antonym, sinonim, dan polisemi. Tapi belum tentu kalian belum mengetahui
makna dari kata-kata yang disebutkan tadi. Untuk itu diperluakn suatu penelitian yang secara kompleks
membahas tentang keempat aspek kebahasaan tersebut
B. RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan pembelajaran yang didapatkan pada kelas x khususnya semester 1, maka didalam
penyusunan karya tulis ini akan dibahas beberapa masalah yaitu:
C. TUJUAN
Dalam suatu penelitian tentunya ada sesuatu yang ingin dicapai oleh penulis. Tidak terkecuali
didalam penelitian kami ini. Dalam hal ini kami ingin mengethui beberapa unsure yaitu:
D. RUANG LINGKUP
1. Imbuhan atau bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan
mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan imbuhan
tersebut.
2. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa
lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi.
3. Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis
konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya.
4. - Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
-Antonym adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan.
E. Manfaat Penelitian
1. Bemanfaat bagi para pembaca yang ingin mengetahui pembelajaran aspek kebahasaan pada kelas
X semester 1.
BAB II
ISI
1.1.1. Pengertian
Imbuhan (afiks) adalah suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur
langsung, yang bukan kata dan bukan pokok kata. Melainkan mengubah leksem menjadi kata kompleks,
artinya mengubah leksem itu menjadi kata yang mempunyai arti lebih lengkap, seperti mempunyai
subjek, predikat dan objek. …………………………………….…………………………
Imbuhan (afiks) dibahas dalam bidang ilmu Morfologi. Sedangkan definisi Morfologi adalah
bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh
perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Dalam definisi lain di katakan bahwa Morfologi
merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Contoh: kata
Sepeda Motor terdiri dari dua morfem, yaitu morfem Sepeda dan morfem Motor, yang masing-masing
merupakan kata.…………………………………………………..
Dibidang arti, kata Sepeda, bersepeda, Sepeda-sepeda, dan Sepeda Motor, semuanya
mempunyai arti yang berbeda-beda. Demikian pula kata Rumah, berumah, perumahan, rumah-
rumahan, rumah-rumah, rumah sakit dan kata-kata jalan, berjalan, berjalan-jalan, perjalanan, menjalani,
menjalankan dan jalan raya. …
Perbedaan golongan dan arti kata-kata tersebut tidak lain disebabkan oleh perubahan bentuk
kata. Karena itu, maka morfologi disamping bidangnya yang utama menyelidiki seluk-beluk kata, juga
menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat
perubahan bentuk kata.……………………………………………………
Tiga macam proses morfologis, yaitu pertama, bergabungnya morfem bebas dengan
morfem terikat disebut afiksasi. Kedua, Pengulangan morfem bebas disebut reduplikasi, dan ketiga,
bergabungnya morfem bebas dengan morfem bebas disebut pemajemukan. Pada proses yang pertama
menghasilkan kata berimbuhan, yang kedua menghasilkan kata ulang, dan yang ketiga menghasilkan
kata majemuk.………………………………………………
Ø Kata afiks itu harus dapat ditempatkan pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok
kata baru..
Ø Kata afiks itu merupakan bentuk terikat, tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatis (tertulis)
selalu melekat pada bentuk lain dalam bentuk terikat.
Ø Afiks tidak memiliki arti leksis, artinya tidak mempunyai pertalian arti karena kata itu berupa
imbuhan. Sedangkan imbuhan itu dapat mempengaruhi arti kata itu sendiri.
1. Imbuhan ke-an
Ø membentuk kata benda abstrak, misalnya keberanian, ketentraman, keindahan, dan sebagainya.
Ø membentuk kata kerja pasif, misalnya kehujanan, kehilangan, keracunan, dan sebagainya.
Afiks ke-an apabila sudah memasuki konteks kalimat akan memiliki beberapa makna, antara lain :
Ø Menyatakan terlalu.
Ø Menyatakan menyerupai.
2. Imbuhan me-kan
c.Menyatakan intensitas
3. Imbuhan per-an
9.Menyatakan hal
10.Menyatakan hasil
12.Menyatakan berbagai-bagai
Imbuhan ini merupakan serapan dari bahasa asing. Imbuhan serapan tersebut pada umunya berfungsi
sebagai pembentuk kata benda dan kata sifat.
Makna yang umum untuk menandai kata sifat adalah mempunyai sifat atau cirri; Misalnya: legal,
universal, sportif, aktif, egois.
Dan sufiks –I, - iah, -wi menyatakan makna yang bersangkutan dengan, misalnya: gerejani, surgawi,
alamiah.
5. Partikel asing: anti-, pro-, eks, pra, swa, intra-, trans-, non-
Partikel asing maksudnya imbuhan asing yang melekat pada kata dasar.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk
menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat
pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan iala bicara, dan topik
pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980)………………………………………..
Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai
unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam
bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak
tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
1. Ragam percakapan
2. Ragam pidato
3. Ragam kuliah
4. Ragam pentas
1. Langsung
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara.
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan
bahasa sehari-hari dengan orang yang diajak bicara.
3. Tidak efektif
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa sehari-hari sehingga banyak
menggunakan kalimat yang bersifat basa-basi dengan orang yang diajak bicara.
4. Kalimatnya pendek-pendek
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah
mengetahui maksudnya.
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah
mengetahui maksudnya.
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada pada dengan orang yang
diajak bicara atau keadaan sekitarnya.
7. Unsur suprasegmental (aksen, nada, tekanan) dan paralingua ( gerak-gerik tangan, mata, dan gerakan
kepala ) memberi efek pada hasil komunikasi
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai
unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek
tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan
unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran
penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
1. Undang-undang
2. Ragam catatan
3. Ragam sastra
1. Santun
Memenuhi kaidah-kaidah yang ada dan pilihan kata atau istilah yang tepat dan cermat.
2. Efektif
Hemat dan singkat, tetapi kena dalam hal maksud yang diungkapkannya.
3. Bahasa disampaikan sebagai upaya komunikasi satu pihak.
Karena tak dapat bertemu langsun, maka kita diharapkan dapat mengkomunikasikan segala apa yang
ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi atau salah paham.
Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman yang harus digunakan atau dipatuhi agar tidak
menimbulkkan kesalahan dalam pemakaian atau penulisan kata.
Dalam hal ini, penggunaan kata atau pilihan kata harus tepat. Walaupun maksud kita sama, namun
apabila kita salah dalam memilih kata maka akan menimbulkan kerancuan.
1. Putri bilang kita harus pulang = Putri mengatakan bahwa kita harus pulang
1.2.3. Membedakan Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan dari Segi Penggunaan Kalimat
Membedakan Ragam Bahasa Tulis dan Lisan dari segi penggunaan kalimat. Pada ragam Bahasa Tulis
dengan Ragam Bahasa Lisan mempunyai suatu perbedaan yang sangat signifikan, karena pada ragam
Bahasa Tulis sangat diperlukan unsur-unsur kalimat sangat berpengaruh dan penting di tulis dalam
wacana atau paragrap yang mengacu pada bahasa tulis. Ragam Bahasa Tulis komunikasi tidak secara
langsung. Sehingga situasi, kondisi dan waktu tidak mengikat sebab orang yang membaca ragam bahasa
tulis tidak bertemu langsung dengan penulis.
Ragam Bahsa Lisan mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu sangat berpengaruh Supra Segmental
(aksentuasi, nada, dan tekanan) dan unsur Para Lingual (gerak gerik tangan, mata, dan kepala) karena
unsur ini memberi efek terhadap hasil komunikasi. Ragam Lisan komunikasi secara langsung atau
bersemuka sehingga sangat terikat oleh situasi, kondisi dan waktu. Ragam Lisan kalimat yang kurang
baik strukturnya tidak menghambat komunikasi karena unsur suprasegmental para lingual dan
komunikasi secara langsung.
Contoh ragam bahasa lisan yang tidak formal dan contoh ragam bahasa tulis.:
Contoh 1.
A : “Nama?”
B : “Arjana”
A : “umur?”
B : “16 tahun.”
A : “tinggal di mana?”
B : “di Gianyar.”
A : “pernah kursus?”
B : “pernah.”
A : “di mana?”
B : “GO.”
A : “pernah kerja?”
B : “pernah.”
Contoh 2
1.3. Kalimat
1.3.1. Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi.
Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.
Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu
a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b. Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu selalu
terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K.
Macam-macam frase:
A. Frase endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase
endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1. Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini
dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.
2. Frase endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara.
Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.
hari libur
Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh
frase dan secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif.
3. Frase endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan.
Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak Saleh,
sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat menggantikan unsur Susi.
Perhatikan jajaran berikut:
Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan aposisi (Ap).
B. Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Misalnya:
1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata nominal.
2. Frase Verbal: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal.
3. Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.
4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.
5. Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase
sebagai aksinnya.
D. Frase Ambigu
Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud
kalimat. Makna ganda seperti itu disebut ambigu.
Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja,
berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku.
1.3.2. Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan
keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan.
2. Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat
1.3.3. Kalimat
a. Pengertian
Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang
lengkap dan punya pola intonasi akhir.
b. Pola-pola kalimat
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar
pembentukan kalimat luas itu.
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja
bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.
c. Jenis Kalimat
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan
predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan
keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.
Kalimat Tunggal
Ayah merokok.
S-P
S-P-O
S-P-O-K
2. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat
majemuk dapat terjadi dari:
a. Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu
membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.
b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua
atau lebih pola kalimat.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara,
kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.
a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas: dan, serta,
lagipula, dan sebagainya.
b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
c. Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.
Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga
membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut
induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya:
P S
S P O
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa
kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.
Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan
kendaraan roda empat.
pola atasan
pola bawahan I
pola bawahan II
a. Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
4) Intonasinya adalah intonasi ”berita yang netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan
atau pergeseran makna laksikalnya..
b. Kalimat luas
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak hanya terdiri
dari dua kata, tetapi lebih.
c. Kalimat transformasi
Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di
atas yang berarti mencakup juga kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas.
b. Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius,
sewaktu pelajaran matematika.
i) Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus juga adalah kalimat
luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.
ii) Dengan penambahan jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek
kepada ayah untuk dibelikan komputer.
a. Kalimat mayor
Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti.
Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena
kami masih berada di sekolah.
b. Kalimat Minor
Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Diam!
Sudah siap?
Pergi!
Yang baru!
Arif ada.
Kiki pergi
5. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat.
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada
kalimat efektif.
contoh:
Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah mengadakan pentas seni
(salah)
contoh :
5. salah nalar
Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di belakang)
Bola gagal masuk gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa)
Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
… sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
… oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona)
1.3.4. Konjungsi
Konjungsi adalah kata tugas yang menghubungkan dua klausa atau lebih. Konjungsi dapat dibagi
menjadi lima macam menurut perilaku sintaksisnya. Kelima jenis konjungsi itu adalah:
Konjungsi antarklausa yaitu konjungsi yang menghubungkan dua klausa atau lebih.
Jika yang dihubungkan dua klausa atau lebih yang memiliki status sintaksis sama disebut konjungsi
koordinatif. Jika dua klausa itu memiliki status tidak sama dinamakan konjungsi subordinatif.
Konjungsi koordinatif
Konjungsi koordinatif; menghubungkan dua atau lebih unsur (termasuk kalimat) yang sama pentingnya
atau setara. Kalimat yang dibentuk disebut kalimat majemuk setara. Contoh: dan, serta, atau, tetapi,
melainkan, padahal, sedangkan.
kalimat) yang memiliki status sintaksis yang sama dan membentuk frasa atau kalimat. Kalimat yang
dibentuk agak rumit dan bervariasi, kadang setara, bertingkat, atau bisa juga kalimat dengan dua subjek
dan satu predikat. Contoh: baik ... maupun, tidak hanya ..., tetapi juga, bukan hanya ..., melainkan juga,
demikian ... sehingga, sedemikian rupa ... sehingga, apa(kah) ... atau, entah ... entah, jangankan ..., ...
pun.
Konjungsi subordinatif; menghubungkan dua atau lebih klausa yang tidak memiliki status sintaksis yang
sama. Konjungsi membentuk anak kalimat yang jika digabungkan dengan induk kalimat akan
membentuk kalimat majemuk bertingkat.
Konjungsi subordinatif waktu; sejak
Konjungsi antarkalimat yaitu konjungsi yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain.
Oleh karena itu, konjungsi itu selalu memulai kalimat yang baru dan huruf pertamanya diawali huruf
capital.
Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya. Seperti :
biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan meskipun
demikian/begitu.
Contoh : Kami kurang setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya.
Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti :
sesudah itu, setelah itu, dan selanjutnya.
Contoh : Kami akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat di
rumah penduduk.
Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain diluar dari yang telah dinyatakan
sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu.
Contoh : Kami menyambut pagi ini dengan sukacita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai
berkicau.
Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebaliknya.
Contoh : Kita jangan terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-
bibit pohon baru.
Konjungsi yang menyatakan keadaan keadaan yang sebenarnya, seperti : sesungguhnya dan
bahwasanya.
Contoh : Kita dilanda banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana ini telah kita ramalkan tahun
kemarin.
Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan dan bahkan.
Contoh : Rumah-rumah di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung di
tengah laut yang dangkal.
Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan sebelumnya, seperti : namun dan akan
tetapi.
Contoh : keadaannya memang sudah aman. Akan tetapi, kita tetap harus waspada.
Contoh : Kamu telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian,kamu harus menanggung semua
risikonya.
Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti : oleh karena itu dan oleh sebab itu.
Contoh : Kami sudah melarang mereka berburu di hutan, tapi mereka tetap nekat. Oleh sebab itu, biar
mereka rasakan sendiri akibatnya.
Konjungsi yang menyatakan kejadian yang mendahului hal yang dinyatakan sebelumnya, seperti :
sebelum itu.
Contoh : Polisi hutan menangkap dua peemburu liar. Sebelum itu, mereka menangkap lima orang
pemburu liar.
k. .Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya,
seperti : biarpun demimikian/beitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan
meskipun demikian/begitu.
Contoh : kami kurang setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya.
l. Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti :
sesudah itu, setelah itu dan selanjutnya.
Contoh : kami akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat di
rumah penduduk.
m. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa atau keadaan lain diluar dari yang telah
dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu.
Contoh : kami menyambut pagi ini dengan suka cita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai
berkicau.
n. Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya. Seperti : sebaliknya.
Contoh : kita jangan terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-
bibit baru.
o. .Konjungsi yang menyatakan keadaan yang sebenarnya. Seperti : sesungguhnya dan bahwasanya.
Contoh : Kita di landa banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana itu telah kita ramalkan tahun
kemaren.
p. Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan, dan
bahkan.
Contoh : Rumah-rumh di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung
ditengah laut yang dangkal.
q. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan yang sebelumnya. Seperti: namun,
akan tetapi.
Contoh : Keadaan memang sudah aman. Akan tetapi, kita harus tetap waspada.
Contoh : kamu telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian, kamu harus menanggung semua
resikonya.
s. Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti oleh karena itu dan oleh sebab itu.
Contoh : Kami sudah melarang mereka berburu di hutan, tetapi mereka tetap nekat. Oleh karena itu,
biar mereka rasakan sendiri akibatnya.
t. Konjungsi yang menyatakan mendahului hal yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebelum itu.
Contoh : Polisi hutan menangkap dua pemburu liar. Sebelum itu, mereka menangkap lima orang
pemburu liar.
Konjungsi antarparagraf yaitu, konjungsi yang digunakan memulai suatu paragraph. Hubungan dengan
paragraph sebelumnya berdasarkan makna yang terkandung pada paragraph sebelumnya itu.
- adapun
- akan hal
- mengenai
Sinonim adalah kata-kata yang memiliki kesamaan arti secara struktural atau leksikal dalam berbagai
urutan kata-kata sehingga memiliki daya tukar (substitusi).
Sinonim mutlak: kata-kata yang dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan apa pun tanpa
mengubah makna struktural dan makna leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat. Contoh:
leksikografi = perkamusan
kucing = meong
Sinonim semirip: kata-kata yang dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan tertentu tanpa
mengubah makna struktural dan leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat tersebut saja.
Contoh:
melatis = menerobos
lahiriah = jasmaniah
Sinonim selingkung: kata-kata yang dapat saling mengganti dalam satu konteks kebahasaan tertentu
saja secara struktural dan leksikal. Contoh: lemah = lemas
Tampak dalam contoh tersebut, kata meninggal bersinonim dengan tewas, juga bersinonim
dengan frasa meninggal dunia dan frasa berpulang ke rahmatullah. Akan tetapi, kata meninggal tidak
memiliki makna yang mutlak sama dengan kata wafat atau tewas karena berbeda nilai rasanya. Sinonim
juga dapat terjadi antara morfem dengan morfem, antar morfem dengan kata, kata dengan frasa, serta
antar kalimat dengan kalimat.
1.4.2. tian Antonim dan Jenisnya
Antonim yaitu, dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan. Verhaar menggantikan
kata antonym dengan kata oposisi sehingga mencakup pengertian betul-betul berlawanan sampai yang
hanya bersifat kebalikan.
1. Oposisi mutlak. Ciri oposisi ini adalah penyangkalan terhadap kata yang satu dengan kata yang lain.
2. Oposisi kutub atau gradual. Oposisi ini pertentangannya tidak bersifat mutlak, melainkan gradasi,
artinya terdapat tingkat-tingkat makna pada kata tersebut.
3. Oposisi hubungan atau relasional. Oposisi antara dua kata yang mengandung relasi kebalikan, kata-
kata yang beroposisi dengan hubungan ini bisa berupa kata kerja.
4. Oposisi majemuk. Oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata atau lebih.
Oposisi ini berkaitan ddengan hiponim-hiponim dalam suatu kelas.
5. Oposisi hierarki.. oposisi yang sebenarnya mirip dengan oposisi majemuk, tetapi disini terdapat
suatu kriteria tambahan atau tingakatan.
Contoh antonim
Antonim berpasangan: kata-kata yang secara makna jelas bertentangan karena didasarkan pada makna
pasangannya sehingga tidak bisa dipertentangkan tanpa kehadiran makna pasangannya. Jika salah satu
unsur dinegatifkan, tidak secara serta-merta memunculkan pasangannya. Contoh:
Antonim melengkapi: kata-kata yang secara makna bertentangan, tetapi kehadiran makna salah satu
kata bersifat melengkapi kehadiran makna yang lain. Contoh:
Antonim berjenjang: kata-kata yang secara makna mengandung pertentangan, tetapi pertentangan
makna ini bersifat berjenjang/bertahap/bertingkat. Contoh:
1.4.3. Polisemi
Polisemi ialah kata yang memiliki makna lebih dari satu. Makna tersebut tetap memperlihatkan
huunganndengan makna dasarnya. Misalnya kata kepala memiliki makna berikut ini :
Makna 2 : bagian dari sesuatu yang terletak di sebelah atas dan merupakan hal yang
penting/terutama.
Makna 2-6 masih berhubungan dengan makna dasar (makna 1) karena dijabarkan dari komponen
makna dasar tersebut. Kelima makna itu masih mempertahankan ciri “atas” yang ada pada makna 1,
seperti contoh di bawah ini :
BAB III
PENUTUP
1. SIMPULAN
1. Imbuhan atau bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan
mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan imbuhan
tersebut.
2. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa
lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi.
3. Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis
konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya.
4. Antonym adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan.
Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
2. SARAN
Kita ketahui tiada manusia yang sempurna diciptakan di dunia ini oleh Tuhan. Begitu pila dengan
penelitian ini masih banyak kekeurangan. Untuk itu harapan kami kedepan adalah:
1. Penelitian ini hanya mencangkup beberapa aspek kebahasaan, untuk iyu perlu diadakan lagi
penelitian yang lebih kompleks
2. Mengingat pentingnya aspek kebahasaan dalam kehidupan sehari- hari, mari kita belajar bahasa
Indonesia dengan benar.
3. Perlu diadakan banyak sosialisasi kepada mereka yang tidak ikut dalam dunia pendidikan sehingga
seluruh kalangan masyarakat bisa berbahasa Indonesia yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
P. Tukan, S.Pd,Mahir Berbahasa Indonesia 1,SMA Kelas X,yudhistira
www.http//Google.com
Artikel Populer
Artikel Terbaru
Selamat datang di blog SIDQIOE .Blog ini berisi konten yang berisi tentang dunia pendidikan . Semua
konten didalam blog ini merupakan tulisan original dari Penulis yang diambil dari beberapa sumber . Jika
anda tidak keberatan Silahkan berikan komen anda untuk kemajuan blog ini .Untuk Kunjungannya saya
ucapkan terimakasih .
Sosial Media
Last Artikel
Kategori
Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Biologi BK Ekonomi Fisika Geografi HAN Kewirausahaan Kimia PHI PIH
PKn PLH Puisi Sejarah Seni Budaya Sosiologi Sosiologi Sejarah tugas
DroidPluss
PRIVACY
CONTACT
ABOUT
DAFTAR ISI
Sidqioe Blog
Muhamad Hakim Sidqie Bahasa Indonesia, tugas 25 Mei 2014 Belum ada komentar
BAHASA INDONESIA
ASPEK KEBAHASAAN
n82283327309_7527
OLEH :
KELAS : X3
NOMOR : 05
KATA PENGANTAR
OM SWASTYASTU,
Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa )
karena pada akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas ringkasan bahasa Indonesia mengenai “ ASPEK
KEBAHASAAN” yang telah diberikan oleh Bapak Sudira selaku guru Bahasa Indonesia kelas X.
Melalui ringkasan ini saya berharap dapat membantu pembaca dalam mempermudah
pembelajaran sedikit banyaknya tentang aspek kebahasaan itu sendiri. Aspek kebahasaan ini juga sangat
diperlukan dalam kegiatan sehari-hari agar dapat berkomunikasi dengan baik dan benar.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Banyak kekurangan yang terkandung
di dalamnya. Untuk itu, kritik dan saran yang konstruktif dari teman-teman, bapak guru, maupun ibu
guru sangat saya harapkan demi saya kedepannya.
Penulis
DAFTAR ISI
Judul ……………………………………………………………………………………i
Kataengantar ……………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang…………………………………………………………1
B. RUMUSAN ASALAH………………………………………………..2
C. TUJUAN………………………………………………………………2
D. RUANG LINGKUP…………………………………………………..2
E. MANFAAT………………………………………………………….. 3
BAB II ISI
A. Pembahasan………………………………………………………….. 4
A. Simpulan……………………………………………………………..36
B. Saran ……………………………………………………………………… 37
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………..38
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahasa dalam kehidupannya merupakan struktur, mencangkup struktur bentuk dan makna. Dengan
menggunakan struktur itu manusia bisa berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan bahasa ilmu
pengetahuan yang ditemukan dapat disebar luaskan sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang banyak
guna kemajuan kehidupan.
Selain memahami penyampaian informasi dalam bahasa, maka dalam penyampaian juga harus
diprhatikan struktur bahasa. Apabila struktur bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah yang
berlaku tentunya suatu akan mengurangi makna informasi yang disampaikan.
Kesalahan berbahasa juga sering kali kita lihat dalam kehidupan sehari- hari. Hal itu disebabkan
oleh banyak faktor.Salah satu cara memperbaiki kesalahan berbahasa dalam kehidupan sehari- hari
adalah memberi penekanan berbahasa dalam dunia pendidikan. Karena kita ketahui bahwa dalam
penyampaian proses pembelajaran di sekolah mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Seperti kita ketahui dalam penggunaanya sangat
luas dan menggunakan beranekaragam penuturan. Hal itu dipengaruhi oleh bahasa masing- masing
daerah yang ada di Indonesia.
Untuk itu didalam pelajaran Bahasa Indonesia dimasukan aspek kebahasaan. Di Sekolah Menengah
Atas (SMA) khususnya di kelas X, dipelajari beberapa aspek kebahasaan seperti imbuhan, ragam bahasa,
konjungsi, serta pengertian antonym, sinonim, dan polisemi. Tapi belum tentu kalian belum mengetahui
makna dari kata-kata yang disebutkan tadi. Untuk itu diperluakn suatu penelitian yang secara kompleks
membahas tentang keempat aspek kebahasaan tersebut
B. RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan pembelajaran yang didapatkan pada kelas x khususnya semester 1, maka didalam
penyusunan karya tulis ini akan dibahas beberapa masalah yaitu:
C. TUJUAN
Dalam suatu penelitian tentunya ada sesuatu yang ingin dicapai oleh penulis. Tidak terkecuali
didalam penelitian kami ini. Dalam hal ini kami ingin mengethui beberapa unsure yaitu:
D. RUANG LINGKUP
1. Imbuhan atau bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan
mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan imbuhan
tersebut.
2. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa
lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi.
3. Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis
konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya.
4. - Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
-Antonym adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan.
E. Manfaat Penelitian
1. Bemanfaat bagi para pembaca yang ingin mengetahui pembelajaran aspek kebahasaan pada kelas
X semester 1.
ISI
1.1.1. Pengertian
Imbuhan (afiks) adalah suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur
langsung, yang bukan kata dan bukan pokok kata. Melainkan mengubah leksem menjadi kata kompleks,
artinya mengubah leksem itu menjadi kata yang mempunyai arti lebih lengkap, seperti mempunyai
subjek, predikat dan objek. …………………………………….…………………………
Imbuhan (afiks) dibahas dalam bidang ilmu Morfologi. Sedangkan definisi Morfologi adalah
bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh
perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Dalam definisi lain di katakan bahwa Morfologi
merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi
perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Contoh: kata
Sepeda Motor terdiri dari dua morfem, yaitu morfem Sepeda dan morfem Motor, yang masing-masing
merupakan kata.…………………………………………………..
Dibidang arti, kata Sepeda, bersepeda, Sepeda-sepeda, dan Sepeda Motor, semuanya
mempunyai arti yang berbeda-beda. Demikian pula kata Rumah, berumah, perumahan, rumah-
rumahan, rumah-rumah, rumah sakit dan kata-kata jalan, berjalan, berjalan-jalan, perjalanan, menjalani,
menjalankan dan jalan raya. …
Perbedaan golongan dan arti kata-kata tersebut tidak lain disebabkan oleh perubahan bentuk
kata. Karena itu, maka morfologi disamping bidangnya yang utama menyelidiki seluk-beluk kata, juga
menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat
perubahan bentuk kata.……………………………………………………
Tiga macam proses morfologis, yaitu pertama, bergabungnya morfem bebas dengan
morfem terikat disebut afiksasi. Kedua, Pengulangan morfem bebas disebut reduplikasi, dan ketiga,
bergabungnya morfem bebas dengan morfem bebas disebut pemajemukan. Pada proses yang pertama
menghasilkan kata berimbuhan, yang kedua menghasilkan kata ulang, dan yang ketiga menghasilkan
kata majemuk.………………………………………………
Ø Kata afiks itu merupakan bentuk terikat, tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatis (tertulis)
selalu melekat pada bentuk lain dalam bentuk terikat.
Ø Afiks tidak memiliki arti leksis, artinya tidak mempunyai pertalian arti karena kata itu berupa
imbuhan. Sedangkan imbuhan itu dapat mempengaruhi arti kata itu sendiri.
Imbuhan itu dapat mengubah makna, jenis dan fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata
lain, yang fungsinya berbeda dengan kata dasar atau bentuk dasar.
1. Imbuhan ke-an
Ø membentuk kata benda abstrak, misalnya keberanian, ketentraman, keindahan, dan sebagainya.
Ø membentuk kata kerja pasif, misalnya kehujanan, kehilangan, keracunan, dan sebagainya.
Afiks ke-an apabila sudah memasuki konteks kalimat akan memiliki beberapa makna, antara lain :
Ø Menyatakan terlalu.
2. Imbuhan me-kan
c.Menyatakan intensitas
3. Imbuhan per-an
9.Menyatakan hal
10.Menyatakan hasil
12.Menyatakan berbagai-bagai
Imbuhan ini merupakan serapan dari bahasa asing. Imbuhan serapan tersebut pada umunya berfungsi
sebagai pembentuk kata benda dan kata sifat.
Makna yang umum untuk menandai kata sifat adalah mempunyai sifat atau cirri; Misalnya: legal,
universal, sportif, aktif, egois.
Dan sufiks –I, - iah, -wi menyatakan makna yang bersangkutan dengan, misalnya: gerejani, surgawi,
alamiah.
5. Partikel asing: anti-, pro-, eks, pra, swa, intra-, trans-, non-
Partikel asing maksudnya imbuhan asing yang melekat pada kata dasar.
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa
Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata
baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa
Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di
dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku
bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya
kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa
bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk
menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat
pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan iala bicara, dan topik
pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980)………………………………………..
Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai
unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam
bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak
tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
1. Ragam percakapan
2. Ragam pidato
3. Ragam kuliah
4. Ragam pentas
Ø Ciri-ciri ragam bahasa lisan
1. Langsung
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara.
Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan
bahasa sehari-hari dengan orang yang diajak bicara.
3. Tidak efektif
4. Kalimatnya pendek-pendek
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah
mengetahui maksudnya.
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah
mengetahui maksudnya.
Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada pada dengan orang yang
diajak bicara atau keadaan sekitarnya.
7. Unsur suprasegmental (aksen, nada, tekanan) dan paralingua ( gerak-gerik tangan, mata, dan gerakan
kepala ) memberi efek pada hasil komunikasi
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai
unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek
tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan
unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran
penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
1. Undang-undang
2. Ragam catatan
3. Ragam sastra
4. Ragam surat- menyurat
1. Santun
Memenuhi kaidah-kaidah yang ada dan pilihan kata atau istilah yang tepat dan cermat.
2. Efektif
Hemat dan singkat, tetapi kena dalam hal maksud yang diungkapkannya.
Karena tak dapat bertemu langsun, maka kita diharapkan dapat mengkomunikasikan segala apa yang
ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi atau salah paham.
Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman yang harus digunakan atau dipatuhi agar tidak
menimbulkkan kesalahan dalam pemakaian atau penulisan kata.
Dalam hal ini, penggunaan kata atau pilihan kata harus tepat. Walaupun maksud kita sama, namun
apabila kita salah dalam memilih kata maka akan menimbulkan kerancuan.
1. Putri bilang kita harus pulang = Putri mengatakan bahwa kita harus pulang
1.2.3. Membedakan Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan dari Segi Penggunaan Kalimat
Membedakan Ragam Bahasa Tulis dan Lisan dari segi penggunaan kalimat. Pada ragam Bahasa Tulis
dengan Ragam Bahasa Lisan mempunyai suatu perbedaan yang sangat signifikan, karena pada ragam
Bahasa Tulis sangat diperlukan unsur-unsur kalimat sangat berpengaruh dan penting di tulis dalam
wacana atau paragrap yang mengacu pada bahasa tulis. Ragam Bahasa Tulis komunikasi tidak secara
langsung. Sehingga situasi, kondisi dan waktu tidak mengikat sebab orang yang membaca ragam bahasa
tulis tidak bertemu langsung dengan penulis.
Ragam Bahsa Lisan mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu sangat berpengaruh Supra Segmental
(aksentuasi, nada, dan tekanan) dan unsur Para Lingual (gerak gerik tangan, mata, dan kepala) karena
unsur ini memberi efek terhadap hasil komunikasi. Ragam Lisan komunikasi secara langsung atau
bersemuka sehingga sangat terikat oleh situasi, kondisi dan waktu. Ragam Lisan kalimat yang kurang
baik strukturnya tidak menghambat komunikasi karena unsur suprasegmental para lingual dan
komunikasi secara langsung.
Contoh ragam bahasa lisan yang tidak formal dan contoh ragam bahasa tulis.:
Contoh 1.
A : “Nama?”
B : “Arjana”
A : “umur?”
B : “16 tahun.”
A : “tinggal di mana?”
B : “di Gianyar.”
A : “pernah kursus?”
B : “pernah.”
A : “di mana?”
B : “GO.”
A : “pernah kerja?”
B : “pernah.”
Contoh 2
1.3. Kalimat
1.3.1. Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi.
Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.
Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu
a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b. Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu selalu
terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K.
Macam-macam frase:
A. Frase endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase
endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1. Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini
dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.
2. Frase endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara.
Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.
hari libur
Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh
frase dan secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif.
3. Frase endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan.
Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak Saleh,
sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat menggantikan unsur Susi.
Perhatikan jajaran berikut:
Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai
Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan aposisi (Ap).
B. Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Misalnya:
Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Ketidaksamaan itu dapat
dilihat dari jajaran berikut:
1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata nominal.
2. Frase Verbal: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal.
3. Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.
4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.
5. Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase
sebagai aksinnya.
D. Frase Ambigu
Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud
kalimat. Makna ganda seperti itu disebut ambigu.
Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja,
berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku.
1.3.2. Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan
keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan.
Penggolongan klausa:
2. Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat
1.3.3. Kalimat
a. Pengertian
Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang
lengkap dan punya pola intonasi akhir.
b. Pola-pola kalimat
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar
pembentukan kalimat luas itu.
c. Jenis Kalimat
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan
predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan
keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.
Kalimat Tunggal
Ayah merokok.
S-P
S-P-O
S-P-O-K
2. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat
majemuk dapat terjadi dari:
a. Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu
membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara,
kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat.
Kalimat majemuk setara terdiri atas:
a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas: dan, serta,
lagipula, dan sebagainya.
b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
c. Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.
Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga
membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut
induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya:
P S
S P O
S P K
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa
kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.
Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan
kendaraan roda empat.
pola atasan
pola bawahan I
pola bawahan II
a. Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
4) Intonasinya adalah intonasi ”berita yang netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan
atau pergeseran makna laksikalnya..
b. Kalimat luas
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak hanya terdiri
dari dua kata, tetapi lebih.
c. Kalimat transformasi
Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di
atas yang berarti mencakup juga kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas.
b. Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius,
sewaktu pelajaran matematika.
i) Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus juga adalah kalimat
luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.
ii) Dengan penambahan jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek
kepada ayah untuk dibelikan komputer.
a. Kalimat mayor
Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti.
Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena
kami masih berada di sekolah.
b. Kalimat Minor
Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Diam!
Sudah siap?
Pergi!
Yang baru!
Arif ada.
Kiki pergi
5. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat.
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada
kalimat efektif.
contoh:
Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah mengadakan pentas seni
(salah)
contoh :
para hadirin (hadirin sudah jamak, tidak perlu para)
contoh:
5. salah nalar
Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di belakang)
Bola gagal masuk gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa)
Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
… sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
… oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona)
1.3.4. Konjungsi
Konjungsi adalah kata tugas yang menghubungkan dua klausa atau lebih. Konjungsi dapat dibagi
menjadi lima macam menurut perilaku sintaksisnya. Kelima jenis konjungsi itu adalah:
Konjungsi antarklausa yaitu konjungsi yang menghubungkan dua klausa atau lebih.
Jika yang dihubungkan dua klausa atau lebih yang memiliki status sintaksis sama disebut konjungsi
koordinatif. Jika dua klausa itu memiliki status tidak sama dinamakan konjungsi subordinatif.
Konjungsi koordinatif
Konjungsi koordinatif; menghubungkan dua atau lebih unsur (termasuk kalimat) yang sama pentingnya
atau setara. Kalimat yang dibentuk disebut kalimat majemuk setara. Contoh: dan, serta, atau, tetapi,
melainkan, padahal, sedangkan.
Konjungsi subordinatif; menghubungkan dua atau lebih klausa yang tidak memiliki status sintaksis yang
sama. Konjungsi membentuk anak kalimat yang jika digabungkan dengan induk kalimat akan
membentuk kalimat majemuk bertingkat.
Konjungsi antarkalimat yaitu konjungsi yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain.
Oleh karena itu, konjungsi itu selalu memulai kalimat yang baru dan huruf pertamanya diawali huruf
capital.
Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya. Seperti :
biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan meskipun
demikian/begitu.
Contoh : Kami kurang setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya.
Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti :
sesudah itu, setelah itu, dan selanjutnya.
Contoh : Kami akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat di
rumah penduduk.
Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain diluar dari yang telah dinyatakan
sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu.
Contoh : Kami menyambut pagi ini dengan sukacita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai
berkicau.
Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebaliknya.
Contoh : Kita jangan terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-
bibit pohon baru.
Konjungsi yang menyatakan keadaan keadaan yang sebenarnya, seperti : sesungguhnya dan
bahwasanya.
Contoh : Kita dilanda banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana ini telah kita ramalkan tahun
kemarin.
Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan dan bahkan.
Contoh : Rumah-rumah di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung di
tengah laut yang dangkal.
Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan sebelumnya, seperti : namun dan akan
tetapi.
Contoh : keadaannya memang sudah aman. Akan tetapi, kita tetap harus waspada.
Contoh : Kamu telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian,kamu harus menanggung semua
risikonya.
Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti : oleh karena itu dan oleh sebab itu.
Contoh : Kami sudah melarang mereka berburu di hutan, tapi mereka tetap nekat. Oleh sebab itu, biar
mereka rasakan sendiri akibatnya.
Konjungsi yang menyatakan kejadian yang mendahului hal yang dinyatakan sebelumnya, seperti :
sebelum itu.
Contoh : Polisi hutan menangkap dua peemburu liar. Sebelum itu, mereka menangkap lima orang
pemburu liar.
k. .Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya,
seperti : biarpun demimikian/beitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan
meskipun demikian/begitu.
Contoh : kami kurang setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya.
l. Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti :
sesudah itu, setelah itu dan selanjutnya.
Contoh : kami akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat di
rumah penduduk.
m. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa atau keadaan lain diluar dari yang telah
dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu.
Contoh : kami menyambut pagi ini dengan suka cita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai
berkicau.
n. Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya. Seperti : sebaliknya.
Contoh : kita jangan terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-
bibit baru.
o. .Konjungsi yang menyatakan keadaan yang sebenarnya. Seperti : sesungguhnya dan bahwasanya.
Contoh : Kita di landa banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana itu telah kita ramalkan tahun
kemaren.
p. Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan, dan
bahkan.
Contoh : Rumah-rumh di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung
ditengah laut yang dangkal.
q. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan yang sebelumnya. Seperti: namun,
akan tetapi.
Contoh : Keadaan memang sudah aman. Akan tetapi, kita harus tetap waspada.
Contoh : kamu telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian, kamu harus menanggung semua
resikonya.
s. Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti oleh karena itu dan oleh sebab itu.
Contoh : Kami sudah melarang mereka berburu di hutan, tetapi mereka tetap nekat. Oleh karena itu,
biar mereka rasakan sendiri akibatnya.
t. Konjungsi yang menyatakan mendahului hal yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebelum itu.
Contoh : Polisi hutan menangkap dua pemburu liar. Sebelum itu, mereka menangkap lima orang
pemburu liar.
Konjungsi antarparagraf yaitu, konjungsi yang digunakan memulai suatu paragraph. Hubungan dengan
paragraph sebelumnya berdasarkan makna yang terkandung pada paragraph sebelumnya itu.
- adapun
- akan hal
- mengenai
Sinonim adalah kata-kata yang memiliki kesamaan arti secara struktural atau leksikal dalam berbagai
urutan kata-kata sehingga memiliki daya tukar (substitusi).
Sinonim mutlak: kata-kata yang dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan apa pun tanpa
mengubah makna struktural dan makna leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat. Contoh:
leksikografi = perkamusan
kucing = meong
Sinonim semirip: kata-kata yang dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan tertentu tanpa
mengubah makna struktural dan leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat tersebut saja.
Contoh:
melatis = menerobos
lahiriah = jasmaniah
Sinonim selingkung: kata-kata yang dapat saling mengganti dalam satu konteks kebahasaan tertentu
saja secara struktural dan leksikal. Contoh: lemah = lemas
Tampak dalam contoh tersebut, kata meninggal bersinonim dengan tewas, juga bersinonim
dengan frasa meninggal dunia dan frasa berpulang ke rahmatullah. Akan tetapi, kata meninggal tidak
memiliki makna yang mutlak sama dengan kata wafat atau tewas karena berbeda nilai rasanya. Sinonim
juga dapat terjadi antara morfem dengan morfem, antar morfem dengan kata, kata dengan frasa, serta
antar kalimat dengan kalimat.
Antonim yaitu, dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan. Verhaar menggantikan
kata antonym dengan kata oposisi sehingga mencakup pengertian betul-betul berlawanan sampai yang
hanya bersifat kebalikan.
1. Oposisi mutlak. Ciri oposisi ini adalah penyangkalan terhadap kata yang satu dengan kata yang lain.
2. Oposisi kutub atau gradual. Oposisi ini pertentangannya tidak bersifat mutlak, melainkan gradasi,
artinya terdapat tingkat-tingkat makna pada kata tersebut.
3. Oposisi hubungan atau relasional. Oposisi antara dua kata yang mengandung relasi kebalikan, kata-
kata yang beroposisi dengan hubungan ini bisa berupa kata kerja.
4. Oposisi majemuk. Oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata atau lebih.
Oposisi ini berkaitan ddengan hiponim-hiponim dalam suatu kelas.
5. Oposisi hierarki.. oposisi yang sebenarnya mirip dengan oposisi majemuk, tetapi disini terdapat
suatu kriteria tambahan atau tingakatan.
Contoh antonim
Antonim berpasangan: kata-kata yang secara makna jelas bertentangan karena didasarkan pada makna
pasangannya sehingga tidak bisa dipertentangkan tanpa kehadiran makna pasangannya. Jika salah satu
unsur dinegatifkan, tidak secara serta-merta memunculkan pasangannya. Contoh:
Antonim melengkapi: kata-kata yang secara makna bertentangan, tetapi kehadiran makna salah satu
kata bersifat melengkapi kehadiran makna yang lain. Contoh:
Antonim berjenjang: kata-kata yang secara makna mengandung pertentangan, tetapi pertentangan
makna ini bersifat berjenjang/bertahap/bertingkat. Contoh:
1.4.3. Polisemi
Polisemi ialah kata yang memiliki makna lebih dari satu. Makna tersebut tetap memperlihatkan
huunganndengan makna dasarnya. Misalnya kata kepala memiliki makna berikut ini :
Makna 2 : bagian dari sesuatu yang terletak di sebelah atas dan merupakan hal yang
penting/terutama.
Makna 2-6 masih berhubungan dengan makna dasar (makna 1) karena dijabarkan dari komponen
makna dasar tersebut. Kelima makna itu masih mempertahankan ciri “atas” yang ada pada makna 1,
seperti contoh di bawah ini :
BAB III
PENUTUP
1. SIMPULAN
1. Imbuhan atau bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan
mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan imbuhan
tersebut.
2. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa
lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi.
3. Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis
konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya.
4. Antonym adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan.
Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
2. SARAN
Kita ketahui tiada manusia yang sempurna diciptakan di dunia ini oleh Tuhan. Begitu pila dengan
penelitian ini masih banyak kekeurangan. Untuk itu harapan kami kedepan adalah:
1. Penelitian ini hanya mencangkup beberapa aspek kebahasaan, untuk iyu perlu diadakan lagi
penelitian yang lebih kompleks
2. Mengingat pentingnya aspek kebahasaan dalam kehidupan sehari- hari, mari kita belajar bahasa
Indonesia dengan benar.
3. Perlu diadakan banyak sosialisasi kepada mereka yang tidak ikut dalam dunia pendidikan sehingga
seluruh kalangan masyarakat bisa berbahasa Indonesia yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
www.http//Google.com
Artikel Populer
Artikel Terbaru
Selamat datang di blog SIDQIOE .Blog ini berisi konten yang berisi tentang dunia pendidikan . Semua
konten didalam blog ini merupakan tulisan original dari Penulis yang diambil dari beberapa sumber . Jika
anda tidak keberatan Silahkan berikan komen anda untuk kemajuan blog ini .Untuk Kunjungannya saya
ucapkan terimakasih .
Sosial Media
Last Artikel
Kategori
Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Biologi BK Ekonomi Fisika Geografi HAN Kewirausahaan Kimia PHI PIH
PKn PLH Puisi Sejarah Seni Budaya Sosiologi Sosiologi Sejarah tugas
ShareThis Copy and PastePRIVACY CONTACT ABOUT DAFTAR ISI Sidqioe Blog INI BUKAN BLOG , INI BUKU
TUGAS Home » Bahasa Indonesia » tugas » Makalah Aspek Kebahasaan Lengkap MAKALAH ASPEK
KEBAHASAAN LENGKAP Muhamad Hakim Sidqie Bahasa Indonesia, tugas 25 Mei 2014 Belum ada
komentar OLEH : NAMA : I Wayan Gede Adi Arjana KELAS : X3 NOMOR : 05 KATA
PENGANTAR OM SWASTYASTU, Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa ) karena pada akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas ringkasan bahasa
Indonesia mengenai “ ASPEK KEBAHASAAN” yang telah diberikan oleh Bapak Sudira selaku guru Bahasa
Indonesia kelas X. Melalui ringkasan ini saya berharap dapat membantu pembaca dalam
mempermudah pembelajaran sedikit banyaknya tentang aspek kebahasaan itu sendiri. Aspek
kebahasaan ini juga sangat diperlukan dalam kegiatan sehari-hari agar dapat berkomunikasi dengan baik
dan benar. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Banyak kekurangan yang
terkandung di dalamnya. Untuk itu, kritik dan saran yang konstruktif dari teman-teman, bapak guru,
maupun ibu guru sangat saya harapkan demi saya kedepannya. Semoga pikiran yang baik datang dari
segala penjuru. OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM Gianyar, September 2010 Penulis
DAFTAR ISI Judul ……………………………………………………………………………………i Kataengantar
……………………………………………………………………………………ii Daftar Isi
……………………………………………………………………………………iii BAB I PENDAHULUAN A.
LatarBelakang…………………………………………………………1 B. RUMUSAN
ASALAH………………………………………………..2 C. TUJUAN………………………………………………………………2 D.
RUANG LINGKUP…………………………………………………..2 E.
MANFAAT………………………………………………………….. 3 BAB II ISI A.
Pembahasan………………………………………………………….. 4 BAB III PENUTUP A.
Simpulan……………………………………………………………..36 B. Saran
……………………………………………………………………… 37 Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………..38 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Bahasa dalam kehidupannya merupakan struktur, mencangkup struktur bentuk dan makna. Dengan
menggunakan struktur itu manusia bisa berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan bahasa ilmu
pengetahuan yang ditemukan dapat disebar luaskan sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang banyak
guna kemajuan kehidupan. Selain memahami penyampaian informasi dalam bahasa, maka
dalam penyampaian juga harus diprhatikan struktur bahasa. Apabila struktur bahasa yang digunakan
tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku tentunya suatu akan mengurangi makna informasi yang
disampaikan. Kesalahan berbahasa juga sering kali kita lihat dalam kehidupan sehari- hari. Hal itu
disebabkan oleh banyak faktor.Salah satu cara memperbaiki kesalahan berbahasa dalam kehidupan
sehari- hari adalah memberi penekanan berbahasa dalam dunia pendidikan. Karena kita ketahui bahwa
dalam penyampaian proses pembelajaran di sekolah mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Seperti kita ketahui dalam penggunaanya sangat luas dan
menggunakan beranekaragam penuturan. Hal itu dipengaruhi oleh bahasa masing- masing daerah yang
ada di Indonesia. Untuk itu didalam pelajaran Bahasa Indonesia dimasukan aspek kebahasaan. Di
Sekolah Menengah Atas (SMA) khususnya di kelas X, dipelajari beberapa aspek kebahasaan seperti
imbuhan, ragam bahasa, konjungsi, serta pengertian antonym, sinonim, dan polisemi. Tapi belum tentu
kalian belum mengetahui makna dari kata-kata yang disebutkan tadi. Untuk itu diperluakn suatu
penelitian yang secara kompleks membahas tentang keempat aspek kebahasaan tersebut B.
RUMUSAN MASALAH Sesuai dengan pembelajaran yang didapatkan pada kelas x khususnya semester 1,
maka didalam penyusunan karya tulis ini akan dibahas beberapa masalah yaitu: 1. Apa yang dimagsud
dengan afiks (imbuhan) ke-an ? 2. Apa yang dimagsud dengan Ragam bahasa Lisan dan Tulisan? 3.
Apakah yang dimagsud dengan konjungsi antar kalimat? 4. Apakah yang dimagsud dengan Sinonim,
Antonim, dan polisemi? C. TUJUAN Dalam suatu penelitian tentunya ada sesuatu yang ingin
dicapai oleh penulis. Tidak terkecuali didalam penelitian kami ini. Dalam hal ini kami ingin mengethui
beberapa unsure yaitu: 1. Mengetahui pengertian dari afiks ke-an . 2. Mengetahui pengertian dari
Ragam bahasa Lisan dan Tulisan. 3. Mengetahui pengertian dari konjungsi antar kalimat. 4.
Mengetahui pengertian dari Sinonim, Antonim, dan polisemi. D. RUANG LINGKUP 1. Imbuhan atau
bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai
arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut. 2.
Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan
bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi. 3. Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam
suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab
selanjutnya. 4. - Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
-Antonym adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan. -Polisemi adalah kata
yang memiliki makna lebih dari satu. E. Manfaat Penelitian Penelitian kami ini nantinya diharapkan
agar: 1. Bemanfaat bagi para pembaca yang ingin mengetahui pembelajaran aspek kebahasaan pada
kelas X semester 1. 2. Memberikan sumbangan penegtahuan bagi kelangsungan berbahasa di
masyarakat BAB II ISI 1.1. Afiks (Imbuhan) 1.1.1. Pengertian Imbuhan (afiks) adalah
suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung, yang bukan kata dan bukan
pokok kata. Melainkan mengubah leksem menjadi kata kompleks, artinya mengubah leksem itu menjadi
kata yang mempunyai arti lebih lengkap, seperti mempunyai subjek, predikat dan objek.
…………………………………….………………………… Imbuhan (afiks) dibahas dalam
bidang ilmu Morfologi. Sedangkan definisi Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan
atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan
dan arti kata. Dalam definisi lain di katakan bahwa Morfologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa
yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik
fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Contoh: kata Sepeda Motor terdiri dari dua morfem, yaitu
morfem Sepeda dan morfem Motor, yang masing-masing merupakan
kata.………………………………………………….. Perubahan-perubahan bentuk kata menyebabkan
adanya perubahan golongan dan arti kata. Golongan kata Sepeda tidak sama dengan golongan kata
bersepeda. Golongan Sepeda merupakan golongan kata nominal, sedangkan kata bersepeda termasuk
golongan kata verbal. Kata rumah dan kata jalan termasuk golongan kata nominal, sedangkan kata
berumah dan kata berjalan termasuk golongan kata verbal. …………………………………………………………..
Dibidang arti, kata Sepeda, bersepeda, Sepeda-sepeda, dan Sepeda Motor, semuanya mempunyai arti
yang berbeda-beda. Demikian pula kata Rumah, berumah, perumahan, rumah-rumahan, rumah-rumah,
rumah sakit dan kata-kata jalan, berjalan, berjalan-jalan, perjalanan, menjalani, menjalankan dan jalan
raya. … Perbedaan golongan dan arti kata-kata tersebut tidak lain disebabkan oleh perubahan
bentuk kata. Karena itu, maka morfologi disamping bidangnya yang utama menyelidiki seluk-beluk kata,
juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat
perubahan bentuk kata.…………………………………………………… Tiga macam proses morfologis,
yaitu pertama, bergabungnya morfem bebas dengan morfem terikat disebut afiksasi. Kedua,
Pengulangan morfem bebas disebut reduplikasi, dan ketiga, bergabungnya morfem bebas dengan
morfem bebas disebut pemajemukan. Pada proses yang pertama menghasilkan kata berimbuhan, yang
kedua menghasilkan kata ulang, dan yang ketiga menghasilkan kata
majemuk.……………………………………………… 1.1.2. Syarat-syarat kata untuk dapat menjadi afiksasi Ø Kata
afiks itu harus dapat ditempatkan pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata
baru.. Ø Kata afiks itu merupakan bentuk terikat, tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatis
(tertulis) selalu melekat pada bentuk lain dalam bentuk terikat. Ø Afiks tidak memiliki arti leksis, artinya
tidak mempunyai pertalian arti karena kata itu berupa imbuhan. Sedangkan imbuhan itu dapat
mempengaruhi arti kata itu sendiri. 1.1.3. Macam afiks Imbuhan itu dapat mengubah makna, jenis dan
fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang fungsinya berbeda dengan kata
dasar atau bentuk dasar. 1. Imbuhan ke-an Beberapa fungsi imbuhan ke-an adalah sbb.: Ø
membentuk kata benda abstrak, misalnya keberanian, ketentraman, keindahan, dan sebagainya. Ø
membentuk kata kerja pasif, misalnya kehujanan, kehilangan, keracunan, dan sebagainya. Ø
membentuk kata sifat, misalnya keibuan, kebapakan, kekanak-kanakan, dan sebagainya. Afiks ke-an
apabila sudah memasuki konteks kalimat akan memiliki beberapa makna, antara lain : Ø Menyatakan
suatu hal / peristiwa yang telah terjadi. Contoh : Ia menghadapi kenyataan ini dengan kepala dingin. Ø
Menyatakan tempat atau daerah. Contoh : Andri bekerja di kedutaan RI. Ø Menyatakan kena atau
menderita suatu hal. Contoh : Ia kehujanan semalam. Ø Menyatakan suatu perbuatan yang tidak
disengaja. Contoh : Santi ketiduran ketika menunggu ayahnya pulang. Ø Menyatakan terlalu. Contoh :
Baju Santo kebesaran. Ø Menyatakan menyerupai. Contoh : Gaya hidupnya kebarat-baratan. 2.
Imbuhan me-kan Berfungsi membentuk kata kerja. Makna imbuhan me-kan : a.Menyatakan kausatif,
yaitu menyebabkan terjadinya proses. Misalnya: Ayah sedang meninggikan tiang jemuran. b.Menjadikan
sebagai atau menganggap sebagai. Misalnya: orang itu memperhambakan benda-benda antik.
c.Menyatakan intensitas Misalnya: Mereka memperebutkan piala Gubernur DKI Jakarta. 3. Imbuhan
per-an Berfungsi sebagai pembentuk kata benda. Makna konfiks per-an : 9.Menyatakan hal Misalnya :
Izin pergedungan di Jakarta sangat ketat. 10.Menyatakan hasil Misalnya: Kita harus menjunjung
persatuan bangsa. 11.Menyatakan tempat atau daerah Misalnya: Vila itu sebagai tempat peristirahatan
Presiden. 12.Menyatakan berbagai-bagai Misalnya: Surat lamaran pekerjaan disertai persyaratan yang
diterima. 4. Imbuhan serapan: -I, -iah, -is, -isme, -if, -al, -asi Imbuhan ini merupakan serapan dari
bahasa asing. Imbuhan serapan tersebut pada umunya berfungsi sebagai pembentuk kata benda dan
kata sifat. Makna yang umum untuk menandai kata sifat adalah mempunyai sifat atau cirri; Misalnya:
legal, universal, sportif, aktif, egois. Sebaliknya –isme mengandung makna paham. Misalnya:
Nasionalisme, komunisme. Sufiks –tas menyatakan makna hal. Misalnya: kriminalitas, aktivitas,
Sedangkan -asi menyatakan proses, misalnya: proklamasi, nasalisasi, Dan sufiks –I, - iah, -wi menyatakan
makna yang bersangkutan dengan, misalnya: gerejani, surgawi, alamiah. 5. Partikel asing: anti-, pro-,
eks, pra, swa, intra-, trans-, non- Partikel asing maksudnya imbuhan asing yang melekat pada kata dasar.
Contoh: SMU kami sering mendapat juara dalam perlombaan intrakurikuler. 1.2. Ragam Bahasa Di
dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa
Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata
baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa
Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di
dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku
bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya
kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa
bahasa ragam yang bersangkutan. Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum,
tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat
menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu
diperhatikan iala bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley,
1980)……………………………………….. 1.2.1. Ragam bahasa Lisan Ragam bahasa lisan adalah bahan yang
dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita
berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat
memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk
mengungkapkan ide. Ø Macam ragam bahasa lisan 1. Ragam percakapan 2. Ragam pidato 3. Ragam
kuliah 4. Ragam pentas Ø Ciri-ciri ragam bahasa lisan 1. Langsung Dalam berkomunikasi, seseorang
diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara. 2. Tidak terikat ejaan bahasa
Indonesia tetapi terikat situasi pembicaraan Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat
mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan bahasa sehari-hari dengan orang yang diajak bicara. 3.
Tidak efektif Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa sehari-hari sehingga
banyak menggunakan kalimat yang bersifat basa-basi dengan orang yang diajak bicara. 4. Kalimatnya
pendek-pendek Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang
lain sudah mengetahui maksudnya. 5. Kalimat sering terputus dan tidak lengkap Dalam berkomunikasi,
seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya. 6.
Lagu kalimat situasional Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada
pada dengan orang yang diajak bicara atau keadaan sekitarnya. 7. Unsur suprasegmental (aksen, nada,
tekanan) dan paralingua ( gerak-gerik tangan, mata, dan gerakan kepala ) memberi efek pada hasil
komunikasi 1.2.2. Ragam bahasa tulis Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan
tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam
bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan
kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam
mengungkapkan ide. Ø MACAM RAGAM BAHASA TULIS 1. Undang-undang 2. Ragam catatan 3. Ragam
sastra 4. Ragam surat- menyurat Ø CIRI-CIRI RAGAM BAHASA TULIS 1. Santun Memenuhi kaidah-
kaidah yang ada dan pilihan kata atau istilah yang tepat dan cermat. 2. Efektif Hemat dan singkat,
tetapi kena dalam hal maksud yang diungkapkannya. 3. Bahasa disampaikan sebagai upaya komunikasi
satu pihak. Karena tak dapat bertemu langsun, maka kita diharapkan dapat mengkomunikasikan segala
apa yang ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi atau salah paham. 4.
Ejaan digunakan sesuai dengan pedoman. Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman
yang harus digunakan atau dipatuhi agar tidak menimbulkkan kesalahan dalam pemakaian atau
penulisan kata. 5. Penggunaan kosa kata pada dasarnya sudah dibakukan. Dalam hal ini, penggunaan
kata atau pilihan kata harus tepat. Walaupun maksud kita sama, namun apabila kita salah dalam
memilih kata maka akan menimbulkan kerancuan. Contoh Ragam bahasa lisan Ragam bahasa tulis : 1.
Putri bilang kita harus pulang = Putri mengatakan bahwa kita harus pulang 2. Ayah lagi baca koran =
Ayah sedang membaca koran 3. Saya tinggal di Bogor = Saya bertempat tinggal di Bogor 1.2.3.
Membedakan Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan dari Segi Penggunaan Kalimat Membedakan Ragam
Bahasa Tulis dan Lisan dari segi penggunaan kalimat. Pada ragam Bahasa Tulis dengan Ragam Bahasa
Lisan mempunyai suatu perbedaan yang sangat signifikan, karena pada ragam Bahasa Tulis sangat
diperlukan unsur-unsur kalimat sangat berpengaruh dan penting di tulis dalam wacana atau paragrap
yang mengacu pada bahasa tulis. Ragam Bahasa Tulis komunikasi tidak secara langsung. Sehingga
situasi, kondisi dan waktu tidak mengikat sebab orang yang membaca ragam bahasa tulis tidak bertemu
langsung dengan penulis. Ragam Bahsa Lisan mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu sangat
berpengaruh Supra Segmental (aksentuasi, nada, dan tekanan) dan unsur Para Lingual (gerak gerik
tangan, mata, dan kepala) karena unsur ini memberi efek terhadap hasil komunikasi. Ragam Lisan
komunikasi secara langsung atau bersemuka sehingga sangat terikat oleh situasi, kondisi dan waktu.
Ragam Lisan kalimat yang kurang baik strukturnya tidak menghambat komunikasi karena unsur
suprasegmental para lingual dan komunikasi secara langsung. Contoh ragam bahasa lisan yang tidak
formal dan contoh ragam bahasa tulis.: Contoh 1 : ragam bahasa lisan yang tidak formal. Contoh 2 :
ragam bahasa tulis. Contoh 1. A : “Nama?” B : “Arjana” A : “umur?” B : “16 tahun.” A : “tinggal di mana?”
B : “di Gianyar.” A : “pernah kursus?” B : “pernah.” A : “di mana?” B : “GO.” A : “pernah kerja?” B :
“pernah.” Contoh 2 A : “siapa nama saudara?” B : “nama saya Arjana.” A : “berapa umur saudara?” B :
“umur saya 16 tahun.” A : “dimana saudara tinggal?” B : “saya tinggal di Gianyar.” A : “apakah saudara
pernah kursus?” B : “ya, saya pernah kursus bahasa Inggris di GO.” A : “apakah saudara pernah
bekerja?” B : “ya, saya pernah bekerja.” 1.3. Kalimat 1.3.1. Frase Frase adalah satuan gramatik yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi,
yang sedang menulis. Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat,
yaitu a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih. b. Frase
merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu selalu
terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K. Macam-macam frase: A. Frase
endosentrik Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu: 1. Frase endosentrik yang
koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan
unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung. Misalnya: kakek-nenek
pembinaan dan pengembangan laki bini belajar atau bekerja 2. Frase
endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-
unsurnya tidak mungkin dihubungkan. Misalnya: perjalanan panjang hari libur Perjalanan,
hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frase dan
secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif. 3. Frase
endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan. Misalnya: Susi,
anak Pak Saleh, sangat pandai. Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam
hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat
menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai Susi, …., sangat
pandai. …., anak Pak Saleh sangat pandai. Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak
Saleh merupakan aposisi (Ap). B. Frase Eksosentrik Frase eksosentrik ialah frase yang tidak
mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Misalnya: Siswa kelas 1A sedang bergotong royong
di dalam kelas. Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut: Siswa kelas 1A sedang bergotong
royong di …. Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas C. Frase Nominal, frase
Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan. 1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama
dengan kata nominal. Misalnya: baju baru, rumah sakit 2. Frase Verbal: frase yang
mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal. Misalnya: akan berlayar 3.
Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan. Misalnya:
dua butir telur, sepuluh keping 4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama
dengan kata keterangan. Misalnya: tadi pagi, besok sore 5. Frase Depan: frase yang terdiri
dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa D. Frase Ambigu Frase ambigu artinya kegandaan makna
yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut
ambigu. Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku
bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku. Frase perancang busana wanita
dapat menimbulkan pengertian ganda: 1. Perancang busana yang berjenis kelamin wanita. 2.
Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita. 1.3.2. Klausa Klausa adalah satuan gramatika
yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki
potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan. Unsur inti klausa ialah subjek (S)
dan predikat (P). Penggolongan klausa: 1. Berdasarkan unsur intinya 2. Berdasarkan ada tidaknya
kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat 3. Berdasarkan kategori kata atau frase
yang menduduki fungsi predikat 1.3.3. Kalimat a. Pengertian Kalimat adalah satuan bahasa yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang. b. Pola-pola kalimat Sebuah kalimat luas dapat
dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu. Pola
kalimat I = kata benda-kata kerja Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul. Pola kalimat I disebut kalimat
”verbal” Pola kalimat II = kata benda-kata sifat Contoh: Anak malas. Gunung tinggi. Pola kalimat II
disebut pola kalimat ”atributif” Pola kalimat III = kata benda-kata benda Contoh: Bapak pengarang.
Paman Guru Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini
mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan. Pola kalimat IV (pola tambahan) =
kata benda-adverbial Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor. Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial c.
Jenis Kalimat 1. Kalimat Tunggal Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti
pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-
unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola
kalimat baru. Kalimat Tunggal Susunan Pola Kalimat Ayah merokok. Adik minum susu. Ibu menyimpan
uang di dalam laci. S-P S-P-O S-P-O-K 2. Kalimat Majemuk Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat
yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari: a. Sebuah
kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk
satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada. Misalnya: Anak itu membaca
puisi. (kalimat tunggal) Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi. (subjek pada
kalimat pertama diperluas) b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat
yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat. Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II) Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara,
kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran. 1) Kalimat majemuk setara Kalimat
majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat
majemuk setara terdiri atas: a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan
kata-kata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya. Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat
pandai. b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi. c. Kalimat majemuk setara perlawanan.
Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan. Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya
sangat pemalas. 2) Kalimat majemuk bertingkat Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat
tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat.
Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami
perluasan dikenal adanya: a. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.
Misalnya: Diakuinya hal itu P S Diakuinya bahwa ia yang
memukul anak itu. anak kalimat pengganti subjek b. Kalimat majemuk
bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat. Misalnya: Katanya begitu Katanya
bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu. anak kalimat pengganti
predikat c. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek. Misalnya:
Mereka sudah mengetahui hal itu. S P O Mereka
sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya. anak
kalimat pengganti objek d. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti
keterangan. Misalnya: Ayah pulang malam hari S P K Ayah pulang ketika
kami makan malam anak kalimat pengganti keterangan 3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa
kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat. Misalnya: Ketika ia duduk
minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum pola atasan
datang seorang pemuda berpakaian bagus pola bawahan I
datang menggunakan kendaraan roda empat pola bawahan
II 3. Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi a. Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti: 1) Hanya terdiri atas dua kata 2) Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
3) Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat 4) Intonasinya adalah intonasi ”berita yang
netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan atau pergeseran makna laksikalnya.. b.
Kalimat luas Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak
hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih. c. Kalimat transformasi Kalimat transformasi merupakan
kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga
kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas. Contoh kalimat Inti, Luas, dan
Transformasi a. Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis. b. Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta,
Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika. c. Kalimat
transformasi. Contoh: i) Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus
juga adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi. ii) Dengan penambahan jumlah
inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan
komputer. iii) Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik. iv) Dengan perubahan
intonasi. Contoh: Adik menangis? 4. Kalimat Mayor dan Minor a. Kalimat mayor Kalimat mayor
adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti. Contoh: Amir mengambil
buku itu. Arif ada di laboratorium. Kiki pergi ke Bandung. Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok
paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih berada di sekolah. b. Kalimat
Minor Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Diam! Sudah siap? Pergi! Yang baru! Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti
atau unsur pusat. Contoh: Amir mengambil. Arif ada. Kiki pergi Ibu berangkat-ayah menunggu. Karena
terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor. 5. Kalimat Efektif Kalimat efektif adalah
kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat. Jelas : berarti
mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca. Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-
kata. Tepat : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku. Kalimat Tidak Efektif Kalimat tidak efektif
adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.
Sebab-Sebab Ketidakefektifan Kalimat 1. kontaminasi= merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah
contoh: diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah) memperkuat, menguatkan memperkuatkan
(salah) sangat baik, baik sekali sangat baik sekali (salah) saling memukul, pukul-memukul saling
pukul-memukul (salah) Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah
mengadakan pentas seni (salah) 2. pleonasme= berlebihan, tumpang tindih contoh : para hadirin
(hadirin sudah jamak, tidak perlu para) para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak) banyak
siswa-siswa (banyak siswa) saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’) agar
supaya (agar bersinonim dengan supaya) disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena) 3.
tidak memiliki subjek contoh: Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar) Di dalam buah
mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar) ?? Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO)
(salah) 4. adanya kata depan yang tidak perlu Perkembangan daripada teknologi informasi sangat
pesat. Kepada siswa kelas I berkumpul di aula. Selain daripada bekerja, ia juga kuliah. 5. salah
nalar waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang dipersilahkan) Mobil Pak Dapit mau dijual.
(Apakah bisa menolak?) Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan) Adik mengajak temannya
naik ke atas. (naik selalu ke atas) Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di
belakang) Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi) Bola gagal masuk
gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa) 6. kesalahan
pembentukan kata mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan menyetop seharusnya
menstop mensoal seharusnya menyoal ilmiawan seharusnya ilmuwan sejarawan seharusnya ahli
sejarah 7. pengaruh bahasa asing Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …)
(seharusnya tempat) Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada
dihilangkan) Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
8. pengaruh bahasa daerah … sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
… oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona) Jangan-jangan …
(Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin) . 1.3.4. Konjungsi Konjungsi adalah kata tugas yang
menghubungkan dua klausa atau lebih. Konjungsi dapat dibagi menjadi lima macam menurut perilaku
sintaksisnya. Kelima jenis konjungsi itu adalah: Konjungsi antarklausa yaitu konjungsi yang
menghubungkan dua klausa atau lebih. Jika yang dihubungkan dua klausa atau lebih yang memiliki
status sintaksis sama disebut konjungsi koordinatif. Jika dua klausa itu memiliki status tidak sama
dinamakan konjungsi subordinatif. Adapun macam-macam konjungsi antarklausa meliputi: Konjungsi
koordinatif a. dan (menyatakan penambahan) b. tetapi (menyatakan perlawanan) c. atau (menyatakan
pemilihan0 Konjungsi koordinatif; menghubungkan dua atau lebih unsur (termasuk kalimat) yang sama
pentingnya atau setara. Kalimat yang dibentuk disebut kalimat majemuk setara. Contoh: dan, serta,
atau, tetapi, melainkan, padahal, sedangkan. Konjungsi korelatif; menghubungkan dua atau lebih unsur
(tidak termasuk kalimat) yang memiliki status sintaksis yang sama dan membentuk frasa atau kalimat.
Kalimat yang dibentuk agak rumit dan bervariasi, kadang setara, bertingkat, atau bisa juga kalimat
dengan dua subjek dan satu predikat. Contoh: baik ... maupun, tidak hanya ..., tetapi juga, bukan hanya
..., melainkan juga, demikian ... sehingga, sedemikian rupa ... sehingga, apa(kah) ... atau, entah ... entah,
jangankan ..., ... pun. Konjungsi subordinatif; menghubungkan dua atau lebih klausa yang tidak memiliki
status sintaksis yang sama. Konjungsi membentuk anak kalimat yang jika digabungkan dengan induk
kalimat akan membentuk kalimat majemuk bertingkat. Konjungsi subordinatif waktu; sejak Konjungsi
subordinatif syarat; jika Konjungsi subordinatif pengadaian; andaikan Konjungsi subordinatif tujuan; agar
Konjungsi subordinatif konsesif; biarpun Konjungsi subordinatif pembandingan; ibarat Konjungsi
subordinatif sebab; karena Konjungsi subordinatif hasil; sehingga Konjungsi subordinatif alat; dengan
Konjungsi subordinatif cara; tanpa Konjungsi subordinatif komplementasi; bahwa Konjungsi subordinatif
atributif; yang Konjungsi subordinatif perbandingan; sama ... dengan Konjungsi antarkalimat yaitu
konjungsi yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain. Oleh karena itu, konjungsi itu
selalu memulai kalimat yang baru dan huruf pertamanya diawali huruf capital. Yang termasuk konjungsi
antarkalimat sebagai berikut; Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada
kalimat sebelumnya. Seperti : biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun
demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu. Contoh : Kami kurang setuju dengan usulan dia.
Biarpun begitu, kami tetap menghargainya. Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau
keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu, dan selanjutnya. Contoh : Kami
akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat di rumah
penduduk. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain diluar dari yang telah
dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu. Contoh : Kami menyambut
pagi ini dengan sukacita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau. Konjungsi yang
menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebaliknya. Contoh : Kita jangan terus
menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit pohon baru. Konjungsi
yang menyatakan keadaan keadaan yang sebenarnya, seperti : sesungguhnya dan bahwasanya. Contoh :
Kita dilanda banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana ini telah kita ramalkan tahun kemarin.
Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan dan bahkan.
Contoh : Rumah-rumah di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung di
tengah laut yang dangkal. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan sebelumnya,
seperti : namun dan akan tetapi. Contoh : keadaannya memang sudah aman. Akan tetapi, kita tetap
harus waspada. Konjungsi yang menyatakan konsekwensi, seperti : dengan demikian. Contoh : Kamu
telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian,kamu harus menanggung semua risikonya.
Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti : oleh karena itu dan oleh sebab itu. Contoh : Kami sudah
melarang mereka berburu di hutan, tapi mereka tetap nekat. Oleh sebab itu, biar mereka rasakan
sendiri akibatnya. Konjungsi yang menyatakan kejadian yang mendahului hal yang dinyatakan
sebelumnya, seperti : sebelum itu. Contoh : Polisi hutan menangkap dua peemburu liar. Sebelum itu,
mereka menangkap lima orang pemburu liar. k. .Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan
yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya, seperti : biarpun demimikian/beitu, sekalipun
demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu. Contoh : kami kurang
setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya. l. Konjungsi yang menyatakan
lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu dan
selanjutnya. Contoh : kami akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan
beristirahat di rumah penduduk. m. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa atau keadaan lain
diluar dari yang telah dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu. Contoh :
kami menyambut pagi ini dengan suka cita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau. n.
Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya. Seperti : sebaliknya. Contoh :
kita jangan terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit baru.
o. .Konjungsi yang menyatakan keadaan yang sebenarnya. Seperti : sesungguhnya dan bahwasanya.
Contoh : Kita di landa banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana itu telah kita ramalkan tahun
kemaren. p. Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan,
dan bahkan. Contoh : Rumah-rumh di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada
kampung ditengah laut yang dangkal. q. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan
yang sebelumnya. Seperti: namun, akan tetapi. Contoh : Keadaan memang sudah aman. Akan tetapi,
kita harus tetap waspada. r. Konjungsi yang menyatakan konsekuensi, seperti : dengan demikian.
Contoh : kamu telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian, kamu harus menanggung semua
resikonya. s. Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti oleh karena itu dan oleh sebab itu. Contoh
: Kami sudah melarang mereka berburu di hutan, tetapi mereka tetap nekat. Oleh karena itu, biar
mereka rasakan sendiri akibatnya. t. Konjungsi yang menyatakan mendahului hal yang dinyatakan
sebelumnya, seperti sebelum itu. Contoh : Polisi hutan menangkap dua pemburu liar. Sebelum itu,
mereka menangkap lima orang pemburu liar. Konjungsi antarparagraf yaitu, konjungsi yang digunakan
memulai suatu paragraph. Hubungan dengan paragraph sebelumnya berdasarkan makna yang
terkandung pada paragraph sebelumnya itu. Konjungsi antarparagraf terdiri dari ; - adapun - akan hal -
mengenai - dalam pada itu 1.4. Sinonim, Antonim dan Polisemi 1.4.1. Pengertian Sinonim dan Bentuk-
Bentuknya Sinonim adalah kata-kata yang memiliki kesamaan arti secara struktural atau leksikal dalam
berbagai urutan kata-kata sehingga memiliki daya tukar (substitusi). Sinonim mutlak: kata-kata yang
dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan apa pun tanpa mengubah makna struktural dan
makna leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat. Contoh: kosmetik = alat kecantikan laris =
laku, larap leksikografi = perkamusan kucing = meong Sinonim semirip: kata-kata yang dapat bertukar
tempat dalam konteks kebahasaan tertentu tanpa mengubah makna struktural dan leksikal dalam
rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat tersebut saja. Contoh: melatis = menerobos lahiriah = jasmaniah
Sinonim selingkung: kata-kata yang dapat saling mengganti dalam satu konteks kebahasaan tertentu
saja secara struktural dan leksikal. Contoh: lemah = lemas Contoh : a. Ayahnya sudah meninggal
bulan lalu b. Ayahnya sudah tewas alam perjalanan ke Bali. c. Ayahnya sudah
meninggal dunia bulan lalu. d. Ayahnya sudah berpulang ke rahmatullah bulan yang lalu.
Tampak dalam contoh tersebut, kata meninggal bersinonim dengan tewas, juga bersinonim dengan
frasa meninggal dunia dan frasa berpulang ke rahmatullah. Akan tetapi, kata meninggal tidak memiliki
makna yang mutlak sama dengan kata wafat atau tewas karena berbeda nilai rasanya. Sinonim juga
dapat terjadi antara morfem dengan morfem, antar morfem dengan kata, kata dengan frasa, serta antar
kalimat dengan kalimat. 1.4.2. tian Antonim dan Jenisnya Antonim yaitu, dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan. Verhaar menggantikan kata antonym dengan kata oposisi sehingga
mencakup pengertian betul-betul berlawanan sampai yang hanya bersifat kebalikan. Berdasarkan
sifatnya, oposisi dibedakan atas lima macam berikut ini. 1. Oposisi mutlak. Ciri oposisi ini adalah
penyangkalan terhadap kata yang satu dengan kata yang lain. 2. Oposisi kutub atau gradual. Oposisi
ini pertentangannya tidak bersifat mutlak, melainkan gradasi, artinya terdapat tingkat-tingkat makna
pada kata tersebut. 3. Oposisi hubungan atau relasional. Oposisi antara dua kata yang mengandung
relasi kebalikan, kata-kata yang beroposisi dengan hubungan ini bisa berupa kata kerja. 4. Oposisi
majemuk. Oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata atau lebih. Oposisi ini
berkaitan ddengan hiponim-hiponim dalam suatu kelas. 5. Oposisi hierarki.. oposisi yang sebenarnya
mirip dengan oposisi majemuk, tetapi disini terdapat suatu kriteria tambahan atau tingakatan. Contoh
antonim Antonim berpasangan: kata-kata yang secara makna jelas bertentangan karena didasarkan
pada makna pasangannya sehingga tidak bisa dipertentangkan tanpa kehadiran makna pasangannya.
Jika salah satu unsur dinegatifkan, tidak secara serta-merta memunculkan pasangannya. Contoh: (ber)-
dosa >< suci (tidak (ber)-dosa ≠suci) istri >< suami (bukan istri ≠ suami) pembeli >< penjual (bukan
pembeli ≠ penjual) Antonim melengkapi: kata-kata yang secara makna bertentangan, tetapi kehadiran
makna salah satu kata bersifat melengkapi kehadiran makna yang lain. Contoh: pertanyaan >< jawaban
mencari >< menemukan Antonim berjenjang: kata-kata yang secara makna mengandung pertentangan,
tetapi pertentangan makna ini bersifat berjenjang/bertahap/bertingkat. Contoh: dingin >< hangat ><
panas kaku >< lentur >< elastis 1.4.3. Polisemi Polisemi ialah kata yang memiliki makna lebih dari
satu. Makna tersebut tetap memperlihatkan huunganndengan makna dasarnya. Misalnya kata kepala
memiliki makna berikut ini : Makna 1 : bagian tubuh dari leher ke atas. Makna 2 : bagian dari
sesuatu yang terletak di sebelah atas dan merupakan hal yang penting/terutama. Makna 3 :
bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat. Makna 4 : pemimpin atau ketua Makna 5 : jiwa atau
orang Makna 6 : akal budi Makna 2-6 masih berhubungan dengan makna dasar (makna 1)
karena dijabarkan dari komponen makna dasar tersebut. Kelima makna itu masih mempertahankan ciri
“atas” yang ada pada makna 1, seperti contoh di bawah ini : 1. Kepala Andri berdarah ketika jatuh
dari sepeda. 2. Upacara di suku terasing itu dipimpin oleh kepala suku. 3. Lihat kepala jarum
penttul yang berwarna merah itu ! 4. Acara ini akan diresmikan oleh Ibu Kepala sekolah. 5. Setiap
kepala menerima bantuan rp 10.000,00. 6. Begitu berat yang ditanggungnya sampai terasa kepalanya
kosong. BAB III PENUTUP 1. SIMPULAN 1. Imbuhan atau bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi,
dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan
tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut. 2. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang
disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi. 3.
Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi
yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya. 4. Antonym adalah dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan. Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna
sama/hamper sama. Polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu. 2. SARAN Kita ketahui
tiada manusia yang sempurna diciptakan di dunia ini oleh Tuhan. Begitu pila dengan penelitian ini masih
banyak kekeurangan. Untuk itu harapan kami kedepan adalah: 1. Penelitian ini hanya mencangkup
beberapa aspek kebahasaan, untuk iyu perlu diadakan lagi penelitian yang lebih kompleks 2.
Mengingat pentingnya aspek kebahasaan dalam kehidupan sehari- hari, mari kita belajar bahasa
Indonesia dengan benar. 3. Perlu diadakan banyak sosialisasi kepada mereka yang tidak ikut dalam
dunia pendidikan sehingga seluruh kalangan masyarakat bisa berbahasa Indonesia yang benar. DAFTAR
PUSTAKA P. Tukan, S.Pd,Mahir Berbahasa Indonesia 1,SMA Kelas X,yudhistira www.http//Google.com
SUKA ARTIKEL INI? BAGIKAN : 0 477 Silahkan coment yang sopan .... ← Konjungsi Paragraf Induktif dan
Deduktif → Artikel Populer Teori Atom menurut para ahli Kekurangan dan Kelebihan PLTA Report Text
Sample - Crocodile Praktek Kelembaman Hukum I Newton Sanksi Hukum Administrasi Negara Hubungan
Dasar Negara dan Konstitusi Asas-asas dalam Hukum Administrasi Negara Apa itu pradaksina ? Laporan
Praktek Hukum I Newton Organisasi Administrasi Negara Artikel Terbaru Selamat datang di blog SIDQIOE
.Blog ini berisi konten yang berisi tentang dunia pendidikan . Semua konten didalam blog ini merupakan
tulisan original dari Penulis yang diambil dari beberapa sumber . Jika anda tidak keberatan Silahkan
berikan komen anda untuk kemajuan blog ini .Untuk Kunjungannya saya ucapkan terimakasih . Sosial
Media Last Artikel Kategori Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Biologi BK Ekonomi Fisika Geografi HAN
Kewirausahaan Kimia PHI PIH PKn PLH Puisi Sejarah Seni Budaya Sosiologi Sosiologi Sejarah tugas
Copyright © 2014. Sidqioe Blog - Template by Kang Ismet Supported by DroidPluss PRIVACY CONTACT
ABOUT DAFTAR ISI Sidqioe Blog INI BUKAN BLOG , INI BUKU TUGAS Home » Bahasa Indonesia » tugas »
Makalah Aspek Kebahasaan Lengkap MAKALAH ASPEK KEBAHASAAN LENGKAP Muhamad Hakim Sidqie
Bahasa Indonesia, tugas 25 Mei 2014 Belum ada komentar OLEH : NAMA : I Wayan Gede Adi Arjana
KELAS : X3 NOMOR : 05 KATA PENGANTAR OM SWASTYASTU, Puji syukur saya panjatkan
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa ) karena pada akhirnya saya dapat
menyelesaikan tugas ringkasan bahasa Indonesia mengenai “ ASPEK KEBAHASAAN” yang telah diberikan
oleh Bapak Sudira selaku guru Bahasa Indonesia kelas X. Melalui ringkasan ini saya berharap
dapat membantu pembaca dalam mempermudah pembelajaran sedikit banyaknya tentang aspek
kebahasaan itu sendiri. Aspek kebahasaan ini juga sangat diperlukan dalam kegiatan sehari-hari agar
dapat berkomunikasi dengan baik dan benar. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Banyak kekurangan yang terkandung di dalamnya. Untuk itu, kritik dan saran yang
konstruktif dari teman-teman, bapak guru, maupun ibu guru sangat saya harapkan demi saya
kedepannya. Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru. OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM
Gianyar, September 2010 Penulis DAFTAR ISI Judul
……………………………………………………………………………………i Kataengantar
……………………………………………………………………………………ii Daftar Isi
……………………………………………………………………………………iii BAB I PENDAHULUAN A.
LatarBelakang…………………………………………………………1 B. RUMUSAN
ASALAH………………………………………………..2 C. TUJUAN………………………………………………………………2 D.
RUANG LINGKUP…………………………………………………..2 E.
MANFAAT………………………………………………………….. 3 BAB II ISI A.
Pembahasan………………………………………………………….. 4 BAB III PENUTUP A.
Simpulan……………………………………………………………..36 B. Saran
……………………………………………………………………… 37 Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………..38 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Bahasa dalam kehidupannya merupakan struktur, mencangkup struktur bentuk dan makna. Dengan
menggunakan struktur itu manusia bisa berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan bahasa ilmu
pengetahuan yang ditemukan dapat disebar luaskan sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang banyak
guna kemajuan kehidupan. Selain memahami penyampaian informasi dalam bahasa, maka
dalam penyampaian juga harus diprhatikan struktur bahasa. Apabila struktur bahasa yang digunakan
tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku tentunya suatu akan mengurangi makna informasi yang
disampaikan. Kesalahan berbahasa juga sering kali kita lihat dalam kehidupan sehari- hari. Hal itu
disebabkan oleh banyak faktor.Salah satu cara memperbaiki kesalahan berbahasa dalam kehidupan
sehari- hari adalah memberi penekanan berbahasa dalam dunia pendidikan. Karena kita ketahui bahwa
dalam penyampaian proses pembelajaran di sekolah mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Seperti kita ketahui dalam penggunaanya sangat luas dan
menggunakan beranekaragam penuturan. Hal itu dipengaruhi oleh bahasa masing- masing daerah yang
ada di Indonesia. Untuk itu didalam pelajaran Bahasa Indonesia dimasukan aspek kebahasaan. Di
Sekolah Menengah Atas (SMA) khususnya di kelas X, dipelajari beberapa aspek kebahasaan seperti
imbuhan, ragam bahasa, konjungsi, serta pengertian antonym, sinonim, dan polisemi. Tapi belum tentu
kalian belum mengetahui makna dari kata-kata yang disebutkan tadi. Untuk itu diperluakn suatu
penelitian yang secara kompleks membahas tentang keempat aspek kebahasaan tersebut B.
RUMUSAN MASALAH Sesuai dengan pembelajaran yang didapatkan pada kelas x khususnya semester 1,
maka didalam penyusunan karya tulis ini akan dibahas beberapa masalah yaitu: 1. Apa yang dimagsud
dengan afiks (imbuhan) ke-an ? 2. Apa yang dimagsud dengan Ragam bahasa Lisan dan Tulisan? 3.
Apakah yang dimagsud dengan konjungsi antar kalimat? 4. Apakah yang dimagsud dengan Sinonim,
Antonim, dan polisemi? C. TUJUAN Dalam suatu penelitian tentunya ada sesuatu yang ingin
dicapai oleh penulis. Tidak terkecuali didalam penelitian kami ini. Dalam hal ini kami ingin mengethui
beberapa unsure yaitu: 1. Mengetahui pengertian dari afiks ke-an . 2. Mengetahui pengertian dari
Ragam bahasa Lisan dan Tulisan. 3. Mengetahui pengertian dari konjungsi antar kalimat. 4.
Mengetahui pengertian dari Sinonim, Antonim, dan polisemi. D. RUANG LINGKUP 1. Imbuhan atau
bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai
arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut. 2.
Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan
bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi. 3. Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam
suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab
selanjutnya. 4. - Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
-Antonym adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan. -Polisemi adalah kata
yang memiliki makna lebih dari satu. E. Manfaat Penelitian Penelitian kami ini nantinya diharapkan
agar: 1. Bemanfaat bagi para pembaca yang ingin mengetahui pembelajaran aspek kebahasaan pada
kelas X semester 1. 2. Memberikan sumbangan penegtahuan bagi kelangsungan berbahasa di
masyarakat BAB II ISI 1.1. Afiks (Imbuhan) 1.1.1. Pengertian Imbuhan (afiks) adalah
suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung, yang bukan kata dan bukan
pokok kata. Melainkan mengubah leksem menjadi kata kompleks, artinya mengubah leksem itu menjadi
kata yang mempunyai arti lebih lengkap, seperti mempunyai subjek, predikat dan objek.
…………………………………….………………………… Imbuhan (afiks) dibahas dalam
bidang ilmu Morfologi. Sedangkan definisi Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan
atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan
dan arti kata. Dalam definisi lain di katakan bahwa Morfologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa
yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik
fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Contoh: kata Sepeda Motor terdiri dari dua morfem, yaitu
morfem Sepeda dan morfem Motor, yang masing-masing merupakan
kata.………………………………………………….. Perubahan-perubahan bentuk kata menyebabkan
adanya perubahan golongan dan arti kata. Golongan kata Sepeda tidak sama dengan golongan kata
bersepeda. Golongan Sepeda merupakan golongan kata nominal, sedangkan kata bersepeda termasuk
golongan kata verbal. Kata rumah dan kata jalan termasuk golongan kata nominal, sedangkan kata
berumah dan kata berjalan termasuk golongan kata verbal. …………………………………………………………..
Dibidang arti, kata Sepeda, bersepeda, Sepeda-sepeda, dan Sepeda Motor, semuanya mempunyai arti
yang berbeda-beda. Demikian pula kata Rumah, berumah, perumahan, rumah-rumahan, rumah-rumah,
rumah sakit dan kata-kata jalan, berjalan, berjalan-jalan, perjalanan, menjalani, menjalankan dan jalan
raya. … Perbedaan golongan dan arti kata-kata tersebut tidak lain disebabkan oleh perubahan
bentuk kata. Karena itu, maka morfologi disamping bidangnya yang utama menyelidiki seluk-beluk kata,
juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat
perubahan bentuk kata.…………………………………………………… Tiga macam proses morfologis,
yaitu pertama, bergabungnya morfem bebas dengan morfem terikat disebut afiksasi. Kedua,
Pengulangan morfem bebas disebut reduplikasi, dan ketiga, bergabungnya morfem bebas dengan
morfem bebas disebut pemajemukan. Pada proses yang pertama menghasilkan kata berimbuhan, yang
kedua menghasilkan kata ulang, dan yang ketiga menghasilkan kata
majemuk.……………………………………………… 1.1.2. Syarat-syarat kata untuk dapat menjadi afiksasi Ø Kata
afiks itu harus dapat ditempatkan pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata
baru.. Ø Kata afiks itu merupakan bentuk terikat, tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatis
(tertulis) selalu melekat pada bentuk lain dalam bentuk terikat. Ø Afiks tidak memiliki arti leksis, artinya
tidak mempunyai pertalian arti karena kata itu berupa imbuhan. Sedangkan imbuhan itu dapat
mempengaruhi arti kata itu sendiri. 1.1.3. Macam afiks Imbuhan itu dapat mengubah makna, jenis dan
fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang fungsinya berbeda dengan kata
dasar atau bentuk dasar. 1. Imbuhan ke-an Beberapa fungsi imbuhan ke-an adalah sbb.: Ø
membentuk kata benda abstrak, misalnya keberanian, ketentraman, keindahan, dan sebagainya. Ø
membentuk kata kerja pasif, misalnya kehujanan, kehilangan, keracunan, dan sebagainya. Ø
membentuk kata sifat, misalnya keibuan, kebapakan, kekanak-kanakan, dan sebagainya. Afiks ke-an
apabila sudah memasuki konteks kalimat akan memiliki beberapa makna, antara lain : Ø Menyatakan
suatu hal / peristiwa yang telah terjadi. Contoh : Ia menghadapi kenyataan ini dengan kepala dingin. Ø
Menyatakan tempat atau daerah. Contoh : Andri bekerja di kedutaan RI. Ø Menyatakan kena atau
menderita suatu hal. Contoh : Ia kehujanan semalam. Ø Menyatakan suatu perbuatan yang tidak
disengaja. Contoh : Santi ketiduran ketika menunggu ayahnya pulang. Ø Menyatakan terlalu. Contoh :
Baju Santo kebesaran. Ø Menyatakan menyerupai. Contoh : Gaya hidupnya kebarat-baratan. 2.
Imbuhan me-kan Berfungsi membentuk kata kerja. Makna imbuhan me-kan : a.Menyatakan kausatif,
yaitu menyebabkan terjadinya proses. Misalnya: Ayah sedang meninggikan tiang jemuran. b.Menjadikan
sebagai atau menganggap sebagai. Misalnya: orang itu memperhambakan benda-benda antik.
c.Menyatakan intensitas Misalnya: Mereka memperebutkan piala Gubernur DKI Jakarta. 3. Imbuhan
per-an Berfungsi sebagai pembentuk kata benda. Makna konfiks per-an : 9.Menyatakan hal Misalnya :
Izin pergedungan di Jakarta sangat ketat. 10.Menyatakan hasil Misalnya: Kita harus menjunjung
persatuan bangsa. 11.Menyatakan tempat atau daerah Misalnya: Vila itu sebagai tempat peristirahatan
Presiden. 12.Menyatakan berbagai-bagai Misalnya: Surat lamaran pekerjaan disertai persyaratan yang
diterima. 4. Imbuhan serapan: -I, -iah, -is, -isme, -if, -al, -asi Imbuhan ini merupakan serapan dari
bahasa asing. Imbuhan serapan tersebut pada umunya berfungsi sebagai pembentuk kata benda dan
kata sifat. Makna yang umum untuk menandai kata sifat adalah mempunyai sifat atau cirri; Misalnya:
legal, universal, sportif, aktif, egois. Sebaliknya –isme mengandung makna paham. Misalnya:
Nasionalisme, komunisme. Sufiks –tas menyatakan makna hal. Misalnya: kriminalitas, aktivitas,
Sedangkan -asi menyatakan proses, misalnya: proklamasi, nasalisasi, Dan sufiks –I, - iah, -wi menyatakan
makna yang bersangkutan dengan, misalnya: gerejani, surgawi, alamiah. 5. Partikel asing: anti-, pro-,
eks, pra, swa, intra-, trans-, non- Partikel asing maksudnya imbuhan asing yang melekat pada kata dasar.
Contoh: SMU kami sering mendapat juara dalam perlombaan intrakurikuler. 1.2. Ragam Bahasa Di
dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa
Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata
baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa
Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di
dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku
bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya
kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa
bahasa ragam yang bersangkutan. Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum,
tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat
menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu
diperhatikan iala bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley,
1980)……………………………………….. 1.2.1. Ragam bahasa Lisan Ragam bahasa lisan adalah bahan yang
dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita
berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat
memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk
mengungkapkan ide. Ø Macam ragam bahasa lisan 1. Ragam percakapan 2. Ragam pidato 3. Ragam
kuliah 4. Ragam pentas Ø Ciri-ciri ragam bahasa lisan 1. Langsung Dalam berkomunikasi, seseorang
diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara. 2. Tidak terikat ejaan bahasa
Indonesia tetapi terikat situasi pembicaraan Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat
mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan bahasa sehari-hari dengan orang yang diajak bicara. 3.
Tidak efektif Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa sehari-hari sehingga
banyak menggunakan kalimat yang bersifat basa-basi dengan orang yang diajak bicara. 4. Kalimatnya
pendek-pendek Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang
lain sudah mengetahui maksudnya. 5. Kalimat sering terputus dan tidak lengkap Dalam berkomunikasi,
seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya. 6.
Lagu kalimat situasional Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada
pada dengan orang yang diajak bicara atau keadaan sekitarnya. 7. Unsur suprasegmental (aksen, nada,
tekanan) dan paralingua ( gerak-gerik tangan, mata, dan gerakan kepala ) memberi efek pada hasil
komunikasi 1.2.2. Ragam bahasa tulis Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan
tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam
bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan
kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam
mengungkapkan ide. Ø MACAM RAGAM BAHASA TULIS 1. Undang-undang 2. Ragam catatan 3. Ragam
sastra 4. Ragam surat- menyurat Ø CIRI-CIRI RAGAM BAHASA TULIS 1. Santun Memenuhi kaidah-
kaidah yang ada dan pilihan kata atau istilah yang tepat dan cermat. 2. Efektif Hemat dan singkat,
tetapi kena dalam hal maksud yang diungkapkannya. 3. Bahasa disampaikan sebagai upaya komunikasi
satu pihak. Karena tak dapat bertemu langsun, maka kita diharapkan dapat mengkomunikasikan segala
apa yang ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi atau salah paham. 4.
Ejaan digunakan sesuai dengan pedoman. Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman
yang harus digunakan atau dipatuhi agar tidak menimbulkkan kesalahan dalam pemakaian atau
penulisan kata. 5. Penggunaan kosa kata pada dasarnya sudah dibakukan. Dalam hal ini, penggunaan
kata atau pilihan kata harus tepat. Walaupun maksud kita sama, namun apabila kita salah dalam
memilih kata maka akan menimbulkan kerancuan. Contoh Ragam bahasa lisan Ragam bahasa tulis : 1.
Putri bilang kita harus pulang = Putri mengatakan bahwa kita harus pulang 2. Ayah lagi baca koran =
Ayah sedang membaca koran 3. Saya tinggal di Bogor = Saya bertempat tinggal di Bogor 1.2.3.
Membedakan Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan dari Segi Penggunaan Kalimat Membedakan Ragam
Bahasa Tulis dan Lisan dari segi penggunaan kalimat. Pada ragam Bahasa Tulis dengan Ragam Bahasa
Lisan mempunyai suatu perbedaan yang sangat signifikan, karena pada ragam Bahasa Tulis sangat
diperlukan unsur-unsur kalimat sangat berpengaruh dan penting di tulis dalam wacana atau paragrap
yang mengacu pada bahasa tulis. Ragam Bahasa Tulis komunikasi tidak secara langsung. Sehingga
situasi, kondisi dan waktu tidak mengikat sebab orang yang membaca ragam bahasa tulis tidak bertemu
langsung dengan penulis. Ragam Bahsa Lisan mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu sangat
berpengaruh Supra Segmental (aksentuasi, nada, dan tekanan) dan unsur Para Lingual (gerak gerik
tangan, mata, dan kepala) karena unsur ini memberi efek terhadap hasil komunikasi. Ragam Lisan
komunikasi secara langsung atau bersemuka sehingga sangat terikat oleh situasi, kondisi dan waktu.
Ragam Lisan kalimat yang kurang baik strukturnya tidak menghambat komunikasi karena unsur
suprasegmental para lingual dan komunikasi secara langsung. Contoh ragam bahasa lisan yang tidak
formal dan contoh ragam bahasa tulis.: Contoh 1 : ragam bahasa lisan yang tidak formal. Contoh 2 :
ragam bahasa tulis. Contoh 1. A : “Nama?” B : “Arjana” A : “umur?” B : “16 tahun.” A : “tinggal di mana?”
B : “di Gianyar.” A : “pernah kursus?” B : “pernah.” A : “di mana?” B : “GO.” A : “pernah kerja?” B :
“pernah.” Contoh 2 A : “siapa nama saudara?” B : “nama saya Arjana.” A : “berapa umur saudara?” B :
“umur saya 16 tahun.” A : “dimana saudara tinggal?” B : “saya tinggal di Gianyar.” A : “apakah saudara
pernah kursus?” B : “ya, saya pernah kursus bahasa Inggris di GO.” A : “apakah saudara pernah
bekerja?” B : “ya, saya pernah bekerja.” 1.3. Kalimat 1.3.1. Frase Frase adalah satuan gramatik yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi,
yang sedang menulis. Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat,
yaitu a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih. b. Frase
merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu selalu
terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K. Macam-macam frase: A. Frase
endosentrik Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu: 1. Frase endosentrik yang
koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan
unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung. Misalnya: kakek-nenek
pembinaan dan pengembangan laki bini belajar atau bekerja 2. Frase
endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-
unsurnya tidak mungkin dihubungkan. Misalnya: perjalanan panjang hari libur Perjalanan,
hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frase dan
secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif. 3. Frase
endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan. Misalnya: Susi,
anak Pak Saleh, sangat pandai. Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam
hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat
menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai Susi, …., sangat
pandai. …., anak Pak Saleh sangat pandai. Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak
Saleh merupakan aposisi (Ap). B. Frase Eksosentrik Frase eksosentrik ialah frase yang tidak
mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Misalnya: Siswa kelas 1A sedang bergotong royong
di dalam kelas. Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut: Siswa kelas 1A sedang bergotong
royong di …. Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas C. Frase Nominal, frase
Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan. 1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama
dengan kata nominal. Misalnya: baju baru, rumah sakit 2. Frase Verbal: frase yang
mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal. Misalnya: akan berlayar 3.
Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan. Misalnya:
dua butir telur, sepuluh keping 4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama
dengan kata keterangan. Misalnya: tadi pagi, besok sore 5. Frase Depan: frase yang terdiri
dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa D. Frase Ambigu Frase ambigu artinya kegandaan makna
yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut
ambigu. Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku
bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku. Frase perancang busana wanita
dapat menimbulkan pengertian ganda: 1. Perancang busana yang berjenis kelamin wanita. 2.
Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita. 1.3.2. Klausa Klausa adalah satuan gramatika
yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki
potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan. Unsur inti klausa ialah subjek (S)
dan predikat (P). Penggolongan klausa: 1. Berdasarkan unsur intinya 2. Berdasarkan ada tidaknya
kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat 3. Berdasarkan kategori kata atau frase
yang menduduki fungsi predikat 1.3.3. Kalimat a. Pengertian Kalimat adalah satuan bahasa yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang. b. Pola-pola kalimat Sebuah kalimat luas dapat
dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu. Pola
kalimat I = kata benda-kata kerja Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul. Pola kalimat I disebut kalimat
”verbal” Pola kalimat II = kata benda-kata sifat Contoh: Anak malas. Gunung tinggi. Pola kalimat II
disebut pola kalimat ”atributif” Pola kalimat III = kata benda-kata benda Contoh: Bapak pengarang.
Paman Guru Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini
mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan. Pola kalimat IV (pola tambahan) =
kata benda-adverbial Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor. Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial c.
Jenis Kalimat 1. Kalimat Tunggal Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti
pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-
unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola
kalimat baru. Kalimat Tunggal Susunan Pola Kalimat Ayah merokok. Adik minum susu. Ibu menyimpan
uang di dalam laci. S-P S-P-O S-P-O-K 2. Kalimat Majemuk Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat
yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari: a. Sebuah
kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk
satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada. Misalnya: Anak itu membaca
puisi. (kalimat tunggal) Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi. (subjek pada
kalimat pertama diperluas) b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat
yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat. Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II) Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara,
kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran. 1) Kalimat majemuk setara Kalimat
majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat
majemuk setara terdiri atas: a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan
kata-kata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya. Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat
pandai. b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi. c. Kalimat majemuk setara perlawanan.
Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan. Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya
sangat pemalas. 2) Kalimat majemuk bertingkat Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat
tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat.
Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami
perluasan dikenal adanya: a. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.
Misalnya: Diakuinya hal itu P S Diakuinya bahwa ia yang
memukul anak itu. anak kalimat pengganti subjek b. Kalimat majemuk
bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat. Misalnya: Katanya begitu Katanya
bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu. anak kalimat pengganti
predikat c. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek. Misalnya:
Mereka sudah mengetahui hal itu. S P O Mereka
sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya. anak
kalimat pengganti objek d. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti
keterangan. Misalnya: Ayah pulang malam hari S P K Ayah pulang ketika
kami makan malam anak kalimat pengganti keterangan 3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa
kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat. Misalnya: Ketika ia duduk
minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum pola atasan
datang seorang pemuda berpakaian bagus pola bawahan I
datang menggunakan kendaraan roda empat pola bawahan
II 3. Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi a. Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti: 1) Hanya terdiri atas dua kata 2) Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
3) Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat 4) Intonasinya adalah intonasi ”berita yang
netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan atau pergeseran makna laksikalnya.. b.
Kalimat luas Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak
hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih. c. Kalimat transformasi Kalimat transformasi merupakan
kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga
kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas. Contoh kalimat Inti, Luas, dan
Transformasi a. Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis. b. Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta,
Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika. c. Kalimat
transformasi. Contoh: i) Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus
juga adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi. ii) Dengan penambahan jumlah
inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan
komputer. iii) Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik. iv) Dengan perubahan
intonasi. Contoh: Adik menangis? 4. Kalimat Mayor dan Minor a. Kalimat mayor Kalimat mayor
adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti. Contoh: Amir mengambil
buku itu. Arif ada di laboratorium. Kiki pergi ke Bandung. Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok
paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih berada di sekolah. b. Kalimat
Minor Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Diam! Sudah siap? Pergi! Yang baru! Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti
atau unsur pusat. Contoh: Amir mengambil. Arif ada. Kiki pergi Ibu berangkat-ayah menunggu. Karena
terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor. 5. Kalimat Efektif Kalimat efektif adalah
kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat. Jelas : berarti
mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca. Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-
kata. Tepat : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku. Kalimat Tidak Efektif Kalimat tidak efektif
adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.
Sebab-Sebab Ketidakefektifan Kalimat 1. kontaminasi= merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah
contoh: diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah) memperkuat, menguatkan memperkuatkan
(salah) sangat baik, baik sekali sangat baik sekali (salah) saling memukul, pukul-memukul saling
pukul-memukul (salah) Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah
mengadakan pentas seni (salah) 2. pleonasme= berlebihan, tumpang tindih contoh : para hadirin
(hadirin sudah jamak, tidak perlu para) para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak) banyak
siswa-siswa (banyak siswa) saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’) agar
supaya (agar bersinonim dengan supaya) disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena) 3.
tidak memiliki subjek contoh: Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar) Di dalam buah
mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar) ?? Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO)
(salah) 4. adanya kata depan yang tidak perlu Perkembangan daripada teknologi informasi sangat
pesat. Kepada siswa kelas I berkumpul di aula. Selain daripada bekerja, ia juga kuliah. 5. salah
nalar waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang dipersilahkan) Mobil Pak Dapit mau dijual.
(Apakah bisa menolak?) Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan) Adik mengajak temannya
naik ke atas. (naik selalu ke atas) Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di
belakang) Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi) Bola gagal masuk
gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa) 6. kesalahan
pembentukan kata mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan menyetop seharusnya
menstop mensoal seharusnya menyoal ilmiawan seharusnya ilmuwan sejarawan seharusnya ahli
sejarah 7. pengaruh bahasa asing Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …)
(seharusnya tempat) Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada
dihilangkan) Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
8. pengaruh bahasa daerah … sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
… oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona) Jangan-jangan …
(Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin) . 1.3.4. Konjungsi Konjungsi adalah kata tugas yang
menghubungkan dua klausa atau lebih. Konjungsi dapat dibagi menjadi lima macam menurut perilaku
sintaksisnya. Kelima jenis konjungsi itu adalah: Konjungsi antarklausa yaitu konjungsi yang
menghubungkan dua klausa atau lebih. Jika yang dihubungkan dua klausa atau lebih yang memiliki
status sintaksis sama disebut konjungsi koordinatif. Jika dua klausa itu memiliki status tidak sama
dinamakan konjungsi subordinatif. Adapun macam-macam konjungsi antarklausa meliputi: Konjungsi
koordinatif a. dan (menyatakan penambahan) b. tetapi (menyatakan perlawanan) c. atau (menyatakan
pemilihan0 Konjungsi koordinatif; menghubungkan dua atau lebih unsur (termasuk kalimat) yang sama
pentingnya atau setara. Kalimat yang dibentuk disebut kalimat majemuk setara. Contoh: dan, serta,
atau, tetapi, melainkan, padahal, sedangkan. Konjungsi korelatif; menghubungkan dua atau lebih unsur
(tidak termasuk kalimat) yang memiliki status sintaksis yang sama dan membentuk frasa atau kalimat.
Kalimat yang dibentuk agak rumit dan bervariasi, kadang setara, bertingkat, atau bisa juga kalimat
dengan dua subjek dan satu predikat. Contoh: baik ... maupun, tidak hanya ..., tetapi juga, bukan hanya
..., melainkan juga, demikian ... sehingga, sedemikian rupa ... sehingga, apa(kah) ... atau, entah ... entah,
jangankan ..., ... pun. Konjungsi subordinatif; menghubungkan dua atau lebih klausa yang tidak memiliki
status sintaksis yang sama. Konjungsi membentuk anak kalimat yang jika digabungkan dengan induk
kalimat akan membentuk kalimat majemuk bertingkat. Konjungsi subordinatif waktu; sejak Konjungsi
subordinatif syarat; jika Konjungsi subordinatif pengadaian; andaikan Konjungsi subordinatif tujuan; agar
Konjungsi subordinatif konsesif; biarpun Konjungsi subordinatif pembandingan; ibarat Konjungsi
subordinatif sebab; karena Konjungsi subordinatif hasil; sehingga Konjungsi subordinatif alat; dengan
Konjungsi subordinatif cara; tanpa Konjungsi subordinatif komplementasi; bahwa Konjungsi subordinatif
atributif; yang Konjungsi subordinatif perbandingan; sama ... dengan Konjungsi antarkalimat yaitu
konjungsi yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain. Oleh karena itu, konjungsi itu
selalu memulai kalimat yang baru dan huruf pertamanya diawali huruf capital. Yang termasuk konjungsi
antarkalimat sebagai berikut; Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada
kalimat sebelumnya. Seperti : biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun
demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu. Contoh : Kami kurang setuju dengan usulan dia.
Biarpun begitu, kami tetap menghargainya. Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau
keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu, dan selanjutnya. Contoh : Kami
akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat di rumah
penduduk. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain diluar dari yang telah
dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu. Contoh : Kami menyambut
pagi ini dengan sukacita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau. Konjungsi yang
menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebaliknya. Contoh : Kita jangan terus
menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit pohon baru. Konjungsi
yang menyatakan keadaan keadaan yang sebenarnya, seperti : sesungguhnya dan bahwasanya. Contoh :
Kita dilanda banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana ini telah kita ramalkan tahun kemarin.
Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan dan bahkan.
Contoh : Rumah-rumah di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung di
tengah laut yang dangkal. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan sebelumnya,
seperti : namun dan akan tetapi. Contoh : keadaannya memang sudah aman. Akan tetapi, kita tetap
harus waspada. Konjungsi yang menyatakan konsekwensi, seperti : dengan demikian. Contoh : Kamu
telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian,kamu harus menanggung semua risikonya.
Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti : oleh karena itu dan oleh sebab itu. Contoh : Kami sudah
melarang mereka berburu di hutan, tapi mereka tetap nekat. Oleh sebab itu, biar mereka rasakan
sendiri akibatnya. Konjungsi yang menyatakan kejadian yang mendahului hal yang dinyatakan
sebelumnya, seperti : sebelum itu. Contoh : Polisi hutan menangkap dua peemburu liar. Sebelum itu,
mereka menangkap lima orang pemburu liar. k. .Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan
yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya, seperti : biarpun demimikian/beitu, sekalipun
demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu. Contoh : kami kurang
setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya. l. Konjungsi yang menyatakan
lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu dan
selanjutnya. Contoh : kami akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan
beristirahat di rumah penduduk. m. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa atau keadaan lain
diluar dari yang telah dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu. Contoh :
kami menyambut pagi ini dengan suka cita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau. n.
Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya. Seperti : sebaliknya. Contoh :
kita jangan terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit baru.
o. .Konjungsi yang menyatakan keadaan yang sebenarnya. Seperti : sesungguhnya dan bahwasanya.
Contoh : Kita di landa banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana itu telah kita ramalkan tahun
kemaren. p. Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan,
dan bahkan. Contoh : Rumah-rumh di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada
kampung ditengah laut yang dangkal. q. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan
yang sebelumnya. Seperti: namun, akan tetapi. Contoh : Keadaan memang sudah aman. Akan tetapi,
kita harus tetap waspada. r. Konjungsi yang menyatakan konsekuensi, seperti : dengan demikian.
Contoh : kamu telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian, kamu harus menanggung semua
resikonya. s. Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti oleh karena itu dan oleh sebab itu. Contoh
: Kami sudah melarang mereka berburu di hutan, tetapi mereka tetap nekat. Oleh karena itu, biar
mereka rasakan sendiri akibatnya. t. Konjungsi yang menyatakan mendahului hal yang dinyatakan
sebelumnya, seperti sebelum itu. Contoh : Polisi hutan menangkap dua pemburu liar. Sebelum itu,
mereka menangkap lima orang pemburu liar. Konjungsi antarparagraf yaitu, konjungsi yang digunakan
memulai suatu paragraph. Hubungan dengan paragraph sebelumnya berdasarkan makna yang
terkandung pada paragraph sebelumnya itu. Konjungsi antarparagraf terdiri dari ; - adapun - akan hal -
mengenai - dalam pada itu 1.4. Sinonim, Antonim dan Polisemi 1.4.1. Pengertian Sinonim dan Bentuk-
Bentuknya Sinonim adalah kata-kata yang memiliki kesamaan arti secara struktural atau leksikal dalam
berbagai urutan kata-kata sehingga memiliki daya tukar (substitusi). Sinonim mutlak: kata-kata yang
dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan apa pun tanpa mengubah makna struktural dan
makna leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat. Contoh: kosmetik = alat kecantikan laris =
laku, larap leksikografi = perkamusan kucing = meong Sinonim semirip: kata-kata yang dapat bertukar
tempat dalam konteks kebahasaan tertentu tanpa mengubah makna struktural dan leksikal dalam
rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat tersebut saja. Contoh: melatis = menerobos lahiriah = jasmaniah
Sinonim selingkung: kata-kata yang dapat saling mengganti dalam satu konteks kebahasaan tertentu
saja secara struktural dan leksikal. Contoh: lemah = lemas Contoh : a. Ayahnya sudah meninggal
bulan lalu b. Ayahnya sudah tewas alam perjalanan ke Bali. c. Ayahnya sudah
meninggal dunia bulan lalu. d. Ayahnya sudah berpulang ke rahmatullah bulan yang lalu.
Tampak dalam contoh tersebut, kata meninggal bersinonim dengan tewas, juga bersinonim dengan
frasa meninggal dunia dan frasa berpulang ke rahmatullah. Akan tetapi, kata meninggal tidak memiliki
makna yang mutlak sama dengan kata wafat atau tewas karena berbeda nilai rasanya. Sinonim juga
dapat terjadi antara morfem dengan morfem, antar morfem dengan kata, kata dengan frasa, serta antar
kalimat dengan kalimat. 1.4.2. tian Antonim dan Jenisnya Antonim yaitu, dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan. Verhaar menggantikan kata antonym dengan kata oposisi sehingga
mencakup pengertian betul-betul berlawanan sampai yang hanya bersifat kebalikan. Berdasarkan
sifatnya, oposisi dibedakan atas lima macam berikut ini. 1. Oposisi mutlak. Ciri oposisi ini adalah
penyangkalan terhadap kata yang satu dengan kata yang lain. 2. Oposisi kutub atau gradual. Oposisi
ini pertentangannya tidak bersifat mutlak, melainkan gradasi, artinya terdapat tingkat-tingkat makna
pada kata tersebut. 3. Oposisi hubungan atau relasional. Oposisi antara dua kata yang mengandung
relasi kebalikan, kata-kata yang beroposisi dengan hubungan ini bisa berupa kata kerja. 4. Oposisi
majemuk. Oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata atau lebih. Oposisi ini
berkaitan ddengan hiponim-hiponim dalam suatu kelas. 5. Oposisi hierarki.. oposisi yang sebenarnya
mirip dengan oposisi majemuk, tetapi disini terdapat suatu kriteria tambahan atau tingakatan. Contoh
antonim Antonim berpasangan: kata-kata yang secara makna jelas bertentangan karena didasarkan
pada makna pasangannya sehingga tidak bisa dipertentangkan tanpa kehadiran makna pasangannya.
Jika salah satu unsur dinegatifkan, tidak secara serta-merta memunculkan pasangannya. Contoh: (ber)-
dosa >< suci (tidak (ber)-dosa ≠suci) istri >< suami (bukan istri ≠ suami) pembeli >< penjual (bukan
pembeli ≠ penjual) Antonim melengkapi: kata-kata yang secara makna bertentangan, tetapi kehadiran
makna salah satu kata bersifat melengkapi kehadiran makna yang lain. Contoh: pertanyaan >< jawaban
mencari >< menemukan Antonim berjenjang: kata-kata yang secara makna mengandung pertentangan,
tetapi pertentangan makna ini bersifat berjenjang/bertahap/bertingkat. Contoh: dingin >< hangat ><
panas kaku >< lentur >< elastis 1.4.3. Polisemi Polisemi ialah kata yang memiliki makna lebih dari
satu. Makna tersebut tetap memperlihatkan huunganndengan makna dasarnya. Misalnya kata kepala
memiliki makna berikut ini : Makna 1 : bagian tubuh dari leher ke atas. Makna 2 : bagian dari
sesuatu yang terletak di sebelah atas dan merupakan hal yang penting/terutama. Makna 3 :
bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat. Makna 4 : pemimpin atau ketua Makna 5 : jiwa atau
orang Makna 6 : akal budi Makna 2-6 masih berhubungan dengan makna dasar (makna 1)
karena dijabarkan dari komponen makna dasar tersebut. Kelima makna itu masih mempertahankan ciri
“atas” yang ada pada makna 1, seperti contoh di bawah ini : 1. Kepala Andri berdarah ketika jatuh
dari sepeda. 2. Upacara di suku terasing itu dipimpin oleh kepala suku. 3. Lihat kepala jarum
penttul yang berwarna merah itu ! 4. Acara ini akan diresmikan oleh Ibu Kepala sekolah. 5. Setiap
kepala menerima bantuan rp 10.000,00. 6. Begitu berat yang ditanggungnya sampai terasa kepalanya
kosong. BAB III PENUTUP 1. SIMPULAN 1. Imbuhan atau bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi,
dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan
tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut. 2. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang
disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi. 3.
Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi
yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya. 4. Antonym adalah dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan. Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna
sama/hamper sama. Polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu. 2. SARAN Kita ketahui
tiada manusia yang sempurna diciptakan di dunia ini oleh Tuhan. Begitu pila dengan penelitian ini masih
banyak kekeurangan. Untuk itu harapan kami kedepan adalah: 1. Penelitian ini hanya mencangkup
beberapa aspek kebahasaan, untuk iyu perlu diadakan lagi penelitian yang lebih kompleks 2.
Mengingat pentingnya aspek kebahasaan dalam kehidupan sehari- hari, mari kita belajar bahasa
Indonesia dengan benar. 3. Perlu diadakan banyak sosialisasi kepada mereka yang tidak ikut dalam
dunia pendidikan sehingga seluruh kalangan masyarakat bisa berbahasa Indonesia yang benar. DAFTAR
PUSTAKA P. Tukan, S.Pd,Mahir Berbahasa Indonesia 1,SMA Kelas X,yudhistira www.http//Google.com
SUKA ARTIKEL INI? BAGIKAN : 0 477 Silahkan coment yang sopan .... ← Konjungsi Paragraf Induktif dan
Deduktif → Artikel Populer Teori Atom menurut para ahli Kekurangan dan Kelebihan PLTA Report Text
Sample - Crocodile Praktek Kelembaman Hukum I Newton Sanksi Hukum Administrasi Negara Hubungan
Dasar Negara dan Konstitusi Asas-asas dalam Hukum Administrasi Negara Apa itu pradaksina ? Laporan
Praktek Hukum I Newton Organisasi Administrasi Negara Artikel Terbaru Selamat datang di blog SIDQIOE
.Blog ini berisi konten yang berisi tentang dunia pendidikan . Semua konten didalam blog ini merupakan
tulisan original dari Penulis yang diambil dari beberapa sumber . Jika anda tidak keberatan Silahkan
berikan komen anda untuk kemajuan blog ini .Untuk Kunjungannya saya ucapkan terimakasih . Sosial
Media Last Artikel Kategori Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Biologi BK Ekonomi Fisika Geografi HAN
Kewirausahaan Kimia PHI PIH PKn PLH Puisi Sejarah Seni Budaya Sosiologi Sosiologi Sejarah tugas
Copyright © 2014. Sidqioe Blog - Template by Kang Ismet Supported by DroidPluss ShareThis Copy and
PastePRIVACY CONTACT ABOUT DAFTAR ISI Sidqioe Blog INI BUKAN BLOG , INI BUKU TUGAS Home »
Bahasa Indonesia » tugas » Makalah Aspek Kebahasaan Lengkap MAKALAH ASPEK KEBAHASAAN
LENGKAP Muhamad Hakim Sidqie Bahasa Indonesia, tugas 25 Mei 2014 Belum ada komentar OLEH :
NAMA : I Wayan Gede Adi Arjana KELAS : X3 NOMOR : 05 KATA PENGANTAR OM
SWASTYASTU, Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang
Maha Esa ) karena pada akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas ringkasan bahasa Indonesia mengenai
“ ASPEK KEBAHASAAN” yang telah diberikan oleh Bapak Sudira selaku guru Bahasa Indonesia kelas X.
Melalui ringkasan ini saya berharap dapat membantu pembaca dalam mempermudah pembelajaran
sedikit banyaknya tentang aspek kebahasaan itu sendiri. Aspek kebahasaan ini juga sangat diperlukan
dalam kegiatan sehari-hari agar dapat berkomunikasi dengan baik dan benar. Saya menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Banyak kekurangan yang terkandung di dalamnya. Untuk
itu, kritik dan saran yang konstruktif dari teman-teman, bapak guru, maupun ibu guru sangat saya
harapkan demi saya kedepannya. Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru. OM SANTIH,
SANTIH, SANTIH, OM Gianyar, September 2010 Penulis DAFTAR ISI Judul
……………………………………………………………………………………i Kataengantar
……………………………………………………………………………………ii Daftar Isi
……………………………………………………………………………………iii BAB I PENDAHULUAN A.
LatarBelakang…………………………………………………………1 B. RUMUSAN
ASALAH………………………………………………..2 C. TUJUAN………………………………………………………………2 D.
RUANG LINGKUP…………………………………………………..2 E.
MANFAAT………………………………………………………….. 3 BAB II ISI A.
Pembahasan………………………………………………………….. 4 BAB III PENUTUP A.
Simpulan……………………………………………………………..36 B. Saran
……………………………………………………………………… 37 Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………..38 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Bahasa dalam kehidupannya merupakan struktur, mencangkup struktur bentuk dan makna. Dengan
menggunakan struktur itu manusia bisa berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan bahasa ilmu
pengetahuan yang ditemukan dapat disebar luaskan sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang banyak
guna kemajuan kehidupan. Selain memahami penyampaian informasi dalam bahasa, maka
dalam penyampaian juga harus diprhatikan struktur bahasa. Apabila struktur bahasa yang digunakan
tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku tentunya suatu akan mengurangi makna informasi yang
disampaikan. Kesalahan berbahasa juga sering kali kita lihat dalam kehidupan sehari- hari. Hal itu
disebabkan oleh banyak faktor.Salah satu cara memperbaiki kesalahan berbahasa dalam kehidupan
sehari- hari adalah memberi penekanan berbahasa dalam dunia pendidikan. Karena kita ketahui bahwa
dalam penyampaian proses pembelajaran di sekolah mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Seperti kita ketahui dalam penggunaanya sangat luas dan
menggunakan beranekaragam penuturan. Hal itu dipengaruhi oleh bahasa masing- masing daerah yang
ada di Indonesia. Untuk itu didalam pelajaran Bahasa Indonesia dimasukan aspek kebahasaan. Di
Sekolah Menengah Atas (SMA) khususnya di kelas X, dipelajari beberapa aspek kebahasaan seperti
imbuhan, ragam bahasa, konjungsi, serta pengertian antonym, sinonim, dan polisemi. Tapi belum tentu
kalian belum mengetahui makna dari kata-kata yang disebutkan tadi. Untuk itu diperluakn suatu
penelitian yang secara kompleks membahas tentang keempat aspek kebahasaan tersebut B.
RUMUSAN MASALAH Sesuai dengan pembelajaran yang didapatkan pada kelas x khususnya semester 1,
maka didalam penyusunan karya tulis ini akan dibahas beberapa masalah yaitu: 1. Apa yang dimagsud
dengan afiks (imbuhan) ke-an ? 2. Apa yang dimagsud dengan Ragam bahasa Lisan dan Tulisan? 3.
Apakah yang dimagsud dengan konjungsi antar kalimat? 4. Apakah yang dimagsud dengan Sinonim,
Antonim, dan polisemi? C. TUJUAN Dalam suatu penelitian tentunya ada sesuatu yang ingin
dicapai oleh penulis. Tidak terkecuali didalam penelitian kami ini. Dalam hal ini kami ingin mengethui
beberapa unsure yaitu: 1. Mengetahui pengertian dari afiks ke-an . 2. Mengetahui pengertian dari
Ragam bahasa Lisan dan Tulisan. 3. Mengetahui pengertian dari konjungsi antar kalimat. 4.
Mengetahui pengertian dari Sinonim, Antonim, dan polisemi. D. RUANG LINGKUP 1. Imbuhan atau
bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai
arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut. 2.
Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan
bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi. 3. Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam
suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab
selanjutnya. 4. - Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
-Antonym adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan. -Polisemi adalah kata
yang memiliki makna lebih dari satu. E. Manfaat Penelitian Penelitian kami ini nantinya diharapkan
agar: 1. Bemanfaat bagi para pembaca yang ingin mengetahui pembelajaran aspek kebahasaan pada
kelas X semester 1. 2. Memberikan sumbangan penegtahuan bagi kelangsungan berbahasa di
masyarakat BAB II ISI 1.1. Afiks (Imbuhan) 1.1.1. Pengertian Imbuhan (afiks) adalah
suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung, yang bukan kata dan bukan
pokok kata. Melainkan mengubah leksem menjadi kata kompleks, artinya mengubah leksem itu menjadi
kata yang mempunyai arti lebih lengkap, seperti mempunyai subjek, predikat dan objek.
…………………………………….………………………… Imbuhan (afiks) dibahas dalam
bidang ilmu Morfologi. Sedangkan definisi Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan
atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan
dan arti kata. Dalam definisi lain di katakan bahwa Morfologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa
yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik
fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Contoh: kata Sepeda Motor terdiri dari dua morfem, yaitu
morfem Sepeda dan morfem Motor, yang masing-masing merupakan
kata.………………………………………………….. Perubahan-perubahan bentuk kata menyebabkan
adanya perubahan golongan dan arti kata. Golongan kata Sepeda tidak sama dengan golongan kata
bersepeda. Golongan Sepeda merupakan golongan kata nominal, sedangkan kata bersepeda termasuk
golongan kata verbal. Kata rumah dan kata jalan termasuk golongan kata nominal, sedangkan kata
berumah dan kata berjalan termasuk golongan kata verbal. …………………………………………………………..
Dibidang arti, kata Sepeda, bersepeda, Sepeda-sepeda, dan Sepeda Motor, semuanya mempunyai arti
yang berbeda-beda. Demikian pula kata Rumah, berumah, perumahan, rumah-rumahan, rumah-rumah,
rumah sakit dan kata-kata jalan, berjalan, berjalan-jalan, perjalanan, menjalani, menjalankan dan jalan
raya. … Perbedaan golongan dan arti kata-kata tersebut tidak lain disebabkan oleh perubahan
bentuk kata. Karena itu, maka morfologi disamping bidangnya yang utama menyelidiki seluk-beluk kata,
juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat
perubahan bentuk kata.…………………………………………………… Tiga macam proses morfologis,
yaitu pertama, bergabungnya morfem bebas dengan morfem terikat disebut afiksasi. Kedua,
Pengulangan morfem bebas disebut reduplikasi, dan ketiga, bergabungnya morfem bebas dengan
morfem bebas disebut pemajemukan. Pada proses yang pertama menghasilkan kata berimbuhan, yang
kedua menghasilkan kata ulang, dan yang ketiga menghasilkan kata
majemuk.……………………………………………… 1.1.2. Syarat-syarat kata untuk dapat menjadi afiksasi Ø Kata
afiks itu harus dapat ditempatkan pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata
baru.. Ø Kata afiks itu merupakan bentuk terikat, tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatis
(tertulis) selalu melekat pada bentuk lain dalam bentuk terikat. Ø Afiks tidak memiliki arti leksis, artinya
tidak mempunyai pertalian arti karena kata itu berupa imbuhan. Sedangkan imbuhan itu dapat
mempengaruhi arti kata itu sendiri. 1.1.3. Macam afiks Imbuhan itu dapat mengubah makna, jenis dan
fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang fungsinya berbeda dengan kata
dasar atau bentuk dasar. 1. Imbuhan ke-an Beberapa fungsi imbuhan ke-an adalah sbb.: Ø
membentuk kata benda abstrak, misalnya keberanian, ketentraman, keindahan, dan sebagainya. Ø
membentuk kata kerja pasif, misalnya kehujanan, kehilangan, keracunan, dan sebagainya. Ø
membentuk kata sifat, misalnya keibuan, kebapakan, kekanak-kanakan, dan sebagainya. Afiks ke-an
apabila sudah memasuki konteks kalimat akan memiliki beberapa makna, antara lain : Ø Menyatakan
suatu hal / peristiwa yang telah terjadi. Contoh : Ia menghadapi kenyataan ini dengan kepala dingin. Ø
Menyatakan tempat atau daerah. Contoh : Andri bekerja di kedutaan RI. Ø Menyatakan kena atau
menderita suatu hal. Contoh : Ia kehujanan semalam. Ø Menyatakan suatu perbuatan yang tidak
disengaja. Contoh : Santi ketiduran ketika menunggu ayahnya pulang. Ø Menyatakan terlalu. Contoh :
Baju Santo kebesaran. Ø Menyatakan menyerupai. Contoh : Gaya hidupnya kebarat-baratan. 2.
Imbuhan me-kan Berfungsi membentuk kata kerja. Makna imbuhan me-kan : a.Menyatakan kausatif,
yaitu menyebabkan terjadinya proses. Misalnya: Ayah sedang meninggikan tiang jemuran. b.Menjadikan
sebagai atau menganggap sebagai. Misalnya: orang itu memperhambakan benda-benda antik.
c.Menyatakan intensitas Misalnya: Mereka memperebutkan piala Gubernur DKI Jakarta. 3. Imbuhan
per-an Berfungsi sebagai pembentuk kata benda. Makna konfiks per-an : 9.Menyatakan hal Misalnya :
Izin pergedungan di Jakarta sangat ketat. 10.Menyatakan hasil Misalnya: Kita harus menjunjung
persatuan bangsa. 11.Menyatakan tempat atau daerah Misalnya: Vila itu sebagai tempat peristirahatan
Presiden. 12.Menyatakan berbagai-bagai Misalnya: Surat lamaran pekerjaan disertai persyaratan yang
diterima. 4. Imbuhan serapan: -I, -iah, -is, -isme, -if, -al, -asi Imbuhan ini merupakan serapan dari
bahasa asing. Imbuhan serapan tersebut pada umunya berfungsi sebagai pembentuk kata benda dan
kata sifat. Makna yang umum untuk menandai kata sifat adalah mempunyai sifat atau cirri; Misalnya:
legal, universal, sportif, aktif, egois. Sebaliknya –isme mengandung makna paham. Misalnya:
Nasionalisme, komunisme. Sufiks –tas menyatakan makna hal. Misalnya: kriminalitas, aktivitas,
Sedangkan -asi menyatakan proses, misalnya: proklamasi, nasalisasi, Dan sufiks –I, - iah, -wi menyatakan
makna yang bersangkutan dengan, misalnya: gerejani, surgawi, alamiah. 5. Partikel asing: anti-, pro-,
eks, pra, swa, intra-, trans-, non- Partikel asing maksudnya imbuhan asing yang melekat pada kata dasar.
Contoh: SMU kami sering mendapat juara dalam perlombaan intrakurikuler. 1.2. Ragam Bahasa Di
dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa
Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata
baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa
Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di
dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku
bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya
kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa
bahasa ragam yang bersangkutan. Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum,
tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat
menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu
diperhatikan iala bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley,
1980)……………………………………….. 1.2.1. Ragam bahasa Lisan Ragam bahasa lisan adalah bahan yang
dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita
berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat
memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk
mengungkapkan ide. Ø Macam ragam bahasa lisan 1. Ragam percakapan 2. Ragam pidato 3. Ragam
kuliah 4. Ragam pentas Ø Ciri-ciri ragam bahasa lisan 1. Langsung Dalam berkomunikasi, seseorang
diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara. 2. Tidak terikat ejaan bahasa
Indonesia tetapi terikat situasi pembicaraan Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat
mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan bahasa sehari-hari dengan orang yang diajak bicara. 3.
Tidak efektif Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa sehari-hari sehingga
banyak menggunakan kalimat yang bersifat basa-basi dengan orang yang diajak bicara. 4. Kalimatnya
pendek-pendek Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang
lain sudah mengetahui maksudnya. 5. Kalimat sering terputus dan tidak lengkap Dalam berkomunikasi,
seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya. 6.
Lagu kalimat situasional Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada
pada dengan orang yang diajak bicara atau keadaan sekitarnya. 7. Unsur suprasegmental (aksen, nada,
tekanan) dan paralingua ( gerak-gerik tangan, mata, dan gerakan kepala ) memberi efek pada hasil
komunikasi 1.2.2. Ragam bahasa tulis Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan
tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam
bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan
kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam
mengungkapkan ide. Ø MACAM RAGAM BAHASA TULIS 1. Undang-undang 2. Ragam catatan 3. Ragam
sastra 4. Ragam surat- menyurat Ø CIRI-CIRI RAGAM BAHASA TULIS 1. Santun Memenuhi kaidah-
kaidah yang ada dan pilihan kata atau istilah yang tepat dan cermat. 2. Efektif Hemat dan singkat,
tetapi kena dalam hal maksud yang diungkapkannya. 3. Bahasa disampaikan sebagai upaya komunikasi
satu pihak. Karena tak dapat bertemu langsun, maka kita diharapkan dapat mengkomunikasikan segala
apa yang ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi atau salah paham. 4.
Ejaan digunakan sesuai dengan pedoman. Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman
yang harus digunakan atau dipatuhi agar tidak menimbulkkan kesalahan dalam pemakaian atau
penulisan kata. 5. Penggunaan kosa kata pada dasarnya sudah dibakukan. Dalam hal ini, penggunaan
kata atau pilihan kata harus tepat. Walaupun maksud kita sama, namun apabila kita salah dalam
memilih kata maka akan menimbulkan kerancuan. Contoh Ragam bahasa lisan Ragam bahasa tulis : 1.
Putri bilang kita harus pulang = Putri mengatakan bahwa kita harus pulang 2. Ayah lagi baca koran =
Ayah sedang membaca koran 3. Saya tinggal di Bogor = Saya bertempat tinggal di Bogor 1.2.3.
Membedakan Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan dari Segi Penggunaan Kalimat Membedakan Ragam
Bahasa Tulis dan Lisan dari segi penggunaan kalimat. Pada ragam Bahasa Tulis dengan Ragam Bahasa
Lisan mempunyai suatu perbedaan yang sangat signifikan, karena pada ragam Bahasa Tulis sangat
diperlukan unsur-unsur kalimat sangat berpengaruh dan penting di tulis dalam wacana atau paragrap
yang mengacu pada bahasa tulis. Ragam Bahasa Tulis komunikasi tidak secara langsung. Sehingga
situasi, kondisi dan waktu tidak mengikat sebab orang yang membaca ragam bahasa tulis tidak bertemu
langsung dengan penulis. Ragam Bahsa Lisan mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu sangat
berpengaruh Supra Segmental (aksentuasi, nada, dan tekanan) dan unsur Para Lingual (gerak gerik
tangan, mata, dan kepala) karena unsur ini memberi efek terhadap hasil komunikasi. Ragam Lisan
komunikasi secara langsung atau bersemuka sehingga sangat terikat oleh situasi, kondisi dan waktu.
Ragam Lisan kalimat yang kurang baik strukturnya tidak menghambat komunikasi karena unsur
suprasegmental para lingual dan komunikasi secara langsung. Contoh ragam bahasa lisan yang tidak
formal dan contoh ragam bahasa tulis.: Contoh 1 : ragam bahasa lisan yang tidak formal. Contoh 2 :
ragam bahasa tulis. Contoh 1. A : “Nama?” B : “Arjana” A : “umur?” B : “16 tahun.” A : “tinggal di mana?”
B : “di Gianyar.” A : “pernah kursus?” B : “pernah.” A : “di mana?” B : “GO.” A : “pernah kerja?” B :
“pernah.” Contoh 2 A : “siapa nama saudara?” B : “nama saya Arjana.” A : “berapa umur saudara?” B :
“umur saya 16 tahun.” A : “dimana saudara tinggal?” B : “saya tinggal di Gianyar.” A : “apakah saudara
pernah kursus?” B : “ya, saya pernah kursus bahasa Inggris di GO.” A : “apakah saudara pernah
bekerja?” B : “ya, saya pernah bekerja.” 1.3. Kalimat 1.3.1. Frase Frase adalah satuan gramatik yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi,
yang sedang menulis. Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat,
yaitu a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih. b. Frase
merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu selalu
terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K. Macam-macam frase: A. Frase
endosentrik Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu: 1. Frase endosentrik yang
koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan
unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung. Misalnya: kakek-nenek
pembinaan dan pengembangan laki bini belajar atau bekerja 2. Frase
endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-
unsurnya tidak mungkin dihubungkan. Misalnya: perjalanan panjang hari libur Perjalanan,
hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frase dan
secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif. 3. Frase
endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan. Misalnya: Susi,
anak Pak Saleh, sangat pandai. Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam
hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat
menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai Susi, …., sangat
pandai. …., anak Pak Saleh sangat pandai. Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak
Saleh merupakan aposisi (Ap). B. Frase Eksosentrik Frase eksosentrik ialah frase yang tidak
mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Misalnya: Siswa kelas 1A sedang bergotong royong
di dalam kelas. Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut: Siswa kelas 1A sedang bergotong
royong di …. Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas C. Frase Nominal, frase
Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan. 1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama
dengan kata nominal. Misalnya: baju baru, rumah sakit 2. Frase Verbal: frase yang
mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal. Misalnya: akan berlayar 3.
Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan. Misalnya:
dua butir telur, sepuluh keping 4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama
dengan kata keterangan. Misalnya: tadi pagi, besok sore 5. Frase Depan: frase yang terdiri
dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa D. Frase Ambigu Frase ambigu artinya kegandaan makna
yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut
ambigu. Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku
bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku. Frase perancang busana wanita
dapat menimbulkan pengertian ganda: 1. Perancang busana yang berjenis kelamin wanita. 2.
Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita. 1.3.2. Klausa Klausa adalah satuan gramatika
yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki
potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan. Unsur inti klausa ialah subjek (S)
dan predikat (P). Penggolongan klausa: 1. Berdasarkan unsur intinya 2. Berdasarkan ada tidaknya
kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat 3. Berdasarkan kategori kata atau frase
yang menduduki fungsi predikat 1.3.3. Kalimat a. Pengertian Kalimat adalah satuan bahasa yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang. b. Pola-pola kalimat Sebuah kalimat luas dapat
dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu. Pola
kalimat I = kata benda-kata kerja Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul. Pola kalimat I disebut kalimat
”verbal” Pola kalimat II = kata benda-kata sifat Contoh: Anak malas. Gunung tinggi. Pola kalimat II
disebut pola kalimat ”atributif” Pola kalimat III = kata benda-kata benda Contoh: Bapak pengarang.
Paman Guru Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini
mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan. Pola kalimat IV (pola tambahan) =
kata benda-adverbial Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor. Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial c.
Jenis Kalimat 1. Kalimat Tunggal Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti
pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-
unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola
kalimat baru. Kalimat Tunggal Susunan Pola Kalimat Ayah merokok. Adik minum susu. Ibu menyimpan
uang di dalam laci. S-P S-P-O S-P-O-K 2. Kalimat Majemuk Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat
yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari: a. Sebuah
kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk
satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada. Misalnya: Anak itu membaca
puisi. (kalimat tunggal) Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi. (subjek pada
kalimat pertama diperluas) b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat
yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat. Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II) Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara,
kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran. 1) Kalimat majemuk setara Kalimat
majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat
majemuk setara terdiri atas: a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan
kata-kata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya. Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat
pandai. b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi. c. Kalimat majemuk setara perlawanan.
Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan. Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya
sangat pemalas. 2) Kalimat majemuk bertingkat Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat
tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat.
Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami
perluasan dikenal adanya: a. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.
Misalnya: Diakuinya hal itu P S Diakuinya bahwa ia yang
memukul anak itu. anak kalimat pengganti subjek b. Kalimat majemuk
bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat. Misalnya: Katanya begitu Katanya
bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu. anak kalimat pengganti
predikat c. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek. Misalnya:
Mereka sudah mengetahui hal itu. S P O Mereka
sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya. anak
kalimat pengganti objek d. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti
keterangan. Misalnya: Ayah pulang malam hari S P K Ayah pulang ketika
kami makan malam anak kalimat pengganti keterangan 3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa
kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat. Misalnya: Ketika ia duduk
minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum pola atasan
datang seorang pemuda berpakaian bagus pola bawahan I
datang menggunakan kendaraan roda empat pola bawahan
II 3. Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi a. Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti: 1) Hanya terdiri atas dua kata 2) Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
3) Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat 4) Intonasinya adalah intonasi ”berita yang
netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan atau pergeseran makna laksikalnya.. b.
Kalimat luas Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak
hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih. c. Kalimat transformasi Kalimat transformasi merupakan
kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga
kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas. Contoh kalimat Inti, Luas, dan
Transformasi a. Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis. b. Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta,
Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika. c. Kalimat
transformasi. Contoh: i) Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus
juga adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi. ii) Dengan penambahan jumlah
inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan
komputer. iii) Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik. iv) Dengan perubahan
intonasi. Contoh: Adik menangis? 4. Kalimat Mayor dan Minor a. Kalimat mayor Kalimat mayor
adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti. Contoh: Amir mengambil
buku itu. Arif ada di laboratorium. Kiki pergi ke Bandung. Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok
paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih berada di sekolah. b. Kalimat
Minor Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Diam! Sudah siap? Pergi! Yang baru! Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti
atau unsur pusat. Contoh: Amir mengambil. Arif ada. Kiki pergi Ibu berangkat-ayah menunggu. Karena
terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor. 5. Kalimat Efektif Kalimat efektif adalah
kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat. Jelas : berarti
mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca. Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-
kata. Tepat : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku. Kalimat Tidak Efektif Kalimat tidak efektif
adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.
Sebab-Sebab Ketidakefektifan Kalimat 1. kontaminasi= merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah
contoh: diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah) memperkuat, menguatkan memperkuatkan
(salah) sangat baik, baik sekali sangat baik sekali (salah) saling memukul, pukul-memukul saling
pukul-memukul (salah) Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah
mengadakan pentas seni (salah) 2. pleonasme= berlebihan, tumpang tindih contoh : para hadirin
(hadirin sudah jamak, tidak perlu para) para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak) banyak
siswa-siswa (banyak siswa) saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’) agar
supaya (agar bersinonim dengan supaya) disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena) 3.
tidak memiliki subjek contoh: Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar) Di dalam buah
mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar) ?? Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO)
(salah) 4. adanya kata depan yang tidak perlu Perkembangan daripada teknologi informasi sangat
pesat. Kepada siswa kelas I berkumpul di aula. Selain daripada bekerja, ia juga kuliah. 5. salah
nalar waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang dipersilahkan) Mobil Pak Dapit mau dijual.
(Apakah bisa menolak?) Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan) Adik mengajak temannya
naik ke atas. (naik selalu ke atas) Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di
belakang) Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi) Bola gagal masuk
gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa) 6. kesalahan
pembentukan kata mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan menyetop seharusnya
menstop mensoal seharusnya menyoal ilmiawan seharusnya ilmuwan sejarawan seharusnya ahli
sejarah 7. pengaruh bahasa asing Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …)
(seharusnya tempat) Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada
dihilangkan) Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
8. pengaruh bahasa daerah … sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
… oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona) Jangan-jangan …
(Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin) . 1.3.4. Konjungsi Konjungsi adalah kata tugas yang
menghubungkan dua klausa atau lebih. Konjungsi dapat dibagi menjadi lima macam menurut perilaku
sintaksisnya. Kelima jenis konjungsi itu adalah: Konjungsi antarklausa yaitu konjungsi yang
menghubungkan dua klausa atau lebih. Jika yang dihubungkan dua klausa atau lebih yang memiliki
status sintaksis sama disebut konjungsi koordinatif. Jika dua klausa itu memiliki status tidak sama
dinamakan konjungsi subordinatif. Adapun macam-macam konjungsi antarklausa meliputi: Konjungsi
koordinatif a. dan (menyatakan penambahan) b. tetapi (menyatakan perlawanan) c. atau (menyatakan
pemilihan0 Konjungsi koordinatif; menghubungkan dua atau lebih unsur (termasuk kalimat) yang sama
pentingnya atau setara. Kalimat yang dibentuk disebut kalimat majemuk setara. Contoh: dan, serta,
atau, tetapi, melainkan, padahal, sedangkan. Konjungsi korelatif; menghubungkan dua atau lebih unsur
(tidak termasuk kalimat) yang memiliki status sintaksis yang sama dan membentuk frasa atau kalimat.
Kalimat yang dibentuk agak rumit dan bervariasi, kadang setara, bertingkat, atau bisa juga kalimat
dengan dua subjek dan satu predikat. Contoh: baik ... maupun, tidak hanya ..., tetapi juga, bukan hanya
..., melainkan juga, demikian ... sehingga, sedemikian rupa ... sehingga, apa(kah) ... atau, entah ... entah,
jangankan ..., ... pun. Konjungsi subordinatif; menghubungkan dua atau lebih klausa yang tidak memiliki
status sintaksis yang sama. Konjungsi membentuk anak kalimat yang jika digabungkan dengan induk
kalimat akan membentuk kalimat majemuk bertingkat. Konjungsi subordinatif waktu; sejak Konjungsi
subordinatif syarat; jika Konjungsi subordinatif pengadaian; andaikan Konjungsi subordinatif tujuan; agar
Konjungsi subordinatif konsesif; biarpun Konjungsi subordinatif pembandingan; ibarat Konjungsi
subordinatif sebab; karena Konjungsi subordinatif hasil; sehingga Konjungsi subordinatif alat; dengan
Konjungsi subordinatif cara; tanpa Konjungsi subordinatif komplementasi; bahwa Konjungsi subordinatif
atributif; yang Konjungsi subordinatif perbandingan; sama ... dengan Konjungsi antarkalimat yaitu
konjungsi yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain. Oleh karena itu, konjungsi itu
selalu memulai kalimat yang baru dan huruf pertamanya diawali huruf capital. Yang termasuk konjungsi
antarkalimat sebagai berikut; Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada
kalimat sebelumnya. Seperti : biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun
demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu. Contoh : Kami kurang setuju dengan usulan dia.
Biarpun begitu, kami tetap menghargainya. Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau
keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu, dan selanjutnya. Contoh : Kami
akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat di rumah
penduduk. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain diluar dari yang telah
dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu. Contoh : Kami menyambut
pagi ini dengan sukacita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau. Konjungsi yang
menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebaliknya. Contoh : Kita jangan terus
menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit pohon baru. Konjungsi
yang menyatakan keadaan keadaan yang sebenarnya, seperti : sesungguhnya dan bahwasanya. Contoh :
Kita dilanda banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana ini telah kita ramalkan tahun kemarin.
Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan dan bahkan.
Contoh : Rumah-rumah di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung di
tengah laut yang dangkal. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan sebelumnya,
seperti : namun dan akan tetapi. Contoh : keadaannya memang sudah aman. Akan tetapi, kita tetap
harus waspada. Konjungsi yang menyatakan konsekwensi, seperti : dengan demikian. Contoh : Kamu
telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian,kamu harus menanggung semua risikonya.
Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti : oleh karena itu dan oleh sebab itu. Contoh : Kami sudah
melarang mereka berburu di hutan, tapi mereka tetap nekat. Oleh sebab itu, biar mereka rasakan
sendiri akibatnya. Konjungsi yang menyatakan kejadian yang mendahului hal yang dinyatakan
sebelumnya, seperti : sebelum itu. Contoh : Polisi hutan menangkap dua peemburu liar. Sebelum itu,
mereka menangkap lima orang pemburu liar. k. .Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan
yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya, seperti : biarpun demimikian/beitu, sekalipun
demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu. Contoh : kami kurang
setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya. l. Konjungsi yang menyatakan
lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu dan
selanjutnya. Contoh : kami akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan
beristirahat di rumah penduduk. m. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa atau keadaan lain
diluar dari yang telah dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu. Contoh :
kami menyambut pagi ini dengan suka cita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau. n.
Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya. Seperti : sebaliknya. Contoh :
kita jangan terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit baru.
o. .Konjungsi yang menyatakan keadaan yang sebenarnya. Seperti : sesungguhnya dan bahwasanya.
Contoh : Kita di landa banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana itu telah kita ramalkan tahun
kemaren. p. Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan,
dan bahkan. Contoh : Rumah-rumh di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada
kampung ditengah laut yang dangkal. q. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan
yang sebelumnya. Seperti: namun, akan tetapi. Contoh : Keadaan memang sudah aman. Akan tetapi,
kita harus tetap waspada. r. Konjungsi yang menyatakan konsekuensi, seperti : dengan demikian.
Contoh : kamu telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian, kamu harus menanggung semua
resikonya. s. Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti oleh karena itu dan oleh sebab itu. Contoh
: Kami sudah melarang mereka berburu di hutan, tetapi mereka tetap nekat. Oleh karena itu, biar
mereka rasakan sendiri akibatnya. t. Konjungsi yang menyatakan mendahului hal yang dinyatakan
sebelumnya, seperti sebelum itu. Contoh : Polisi hutan menangkap dua pemburu liar. Sebelum itu,
mereka menangkap lima orang pemburu liar. Konjungsi antarparagraf yaitu, konjungsi yang digunakan
memulai suatu paragraph. Hubungan dengan paragraph sebelumnya berdasarkan makna yang
terkandung pada paragraph sebelumnya itu. Konjungsi antarparagraf terdiri dari ; - adapun - akan hal -
mengenai - dalam pada itu 1.4. Sinonim, Antonim dan Polisemi 1.4.1. Pengertian Sinonim dan Bentuk-
Bentuknya Sinonim adalah kata-kata yang memiliki kesamaan arti secara struktural atau leksikal dalam
berbagai urutan kata-kata sehingga memiliki daya tukar (substitusi). Sinonim mutlak: kata-kata yang
dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan apa pun tanpa mengubah makna struktural dan
makna leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat. Contoh: kosmetik = alat kecantikan laris =
laku, larap leksikografi = perkamusan kucing = meong Sinonim semirip: kata-kata yang dapat bertukar
tempat dalam konteks kebahasaan tertentu tanpa mengubah makna struktural dan leksikal dalam
rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat tersebut saja. Contoh: melatis = menerobos lahiriah = jasmaniah
Sinonim selingkung: kata-kata yang dapat saling mengganti dalam satu konteks kebahasaan tertentu
saja secara struktural dan leksikal. Contoh: lemah = lemas Contoh : a. Ayahnya sudah meninggal
bulan lalu b. Ayahnya sudah tewas alam perjalanan ke Bali. c. Ayahnya sudah
meninggal dunia bulan lalu. d. Ayahnya sudah berpulang ke rahmatullah bulan yang lalu.
Tampak dalam contoh tersebut, kata meninggal bersinonim dengan tewas, juga bersinonim dengan
frasa meninggal dunia dan frasa berpulang ke rahmatullah. Akan tetapi, kata meninggal tidak memiliki
makna yang mutlak sama dengan kata wafat atau tewas karena berbeda nilai rasanya. Sinonim juga
dapat terjadi antara morfem dengan morfem, antar morfem dengan kata, kata dengan frasa, serta antar
kalimat dengan kalimat. 1.4.2. tian Antonim dan Jenisnya Antonim yaitu, dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan. Verhaar menggantikan kata antonym dengan kata oposisi sehingga
mencakup pengertian betul-betul berlawanan sampai yang hanya bersifat kebalikan. Berdasarkan
sifatnya, oposisi dibedakan atas lima macam berikut ini. 1. Oposisi mutlak. Ciri oposisi ini adalah
penyangkalan terhadap kata yang satu dengan kata yang lain. 2. Oposisi kutub atau gradual. Oposisi
ini pertentangannya tidak bersifat mutlak, melainkan gradasi, artinya terdapat tingkat-tingkat makna
pada kata tersebut. 3. Oposisi hubungan atau relasional. Oposisi antara dua kata yang mengandung
relasi kebalikan, kata-kata yang beroposisi dengan hubungan ini bisa berupa kata kerja. 4. Oposisi
majemuk. Oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata atau lebih. Oposisi ini
berkaitan ddengan hiponim-hiponim dalam suatu kelas. 5. Oposisi hierarki.. oposisi yang sebenarnya
mirip dengan oposisi majemuk, tetapi disini terdapat suatu kriteria tambahan atau tingakatan. Contoh
antonim Antonim berpasangan: kata-kata yang secara makna jelas bertentangan karena didasarkan
pada makna pasangannya sehingga tidak bisa dipertentangkan tanpa kehadiran makna pasangannya.
Jika salah satu unsur dinegatifkan, tidak secara serta-merta memunculkan pasangannya. Contoh: (ber)-
dosa >< suci (tidak (ber)-dosa ≠suci) istri >< suami (bukan istri ≠ suami) pembeli >< penjual (bukan
pembeli ≠ penjual) Antonim melengkapi: kata-kata yang secara makna bertentangan, tetapi kehadiran
makna salah satu kata bersifat melengkapi kehadiran makna yang lain. Contoh: pertanyaan >< jawaban
mencari >< menemukan Antonim berjenjang: kata-kata yang secara makna mengandung pertentangan,
tetapi pertentangan makna ini bersifat berjenjang/bertahap/bertingkat. Contoh: dingin >< hangat ><
panas kaku >< lentur >< elastis 1.4.3. Polisemi Polisemi ialah kata yang memiliki makna lebih dari
satu. Makna tersebut tetap memperlihatkan huunganndengan makna dasarnya. Misalnya kata kepala
memiliki makna berikut ini : Makna 1 : bagian tubuh dari leher ke atas. Makna 2 : bagian dari
sesuatu yang terletak di sebelah atas dan merupakan hal yang penting/terutama. Makna 3 :
bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat. Makna 4 : pemimpin atau ketua Makna 5 : jiwa atau
orang Makna 6 : akal budi Makna 2-6 masih berhubungan dengan makna dasar (makna 1)
karena dijabarkan dari komponen makna dasar tersebut. Kelima makna itu masih mempertahankan ciri
“atas” yang ada pada makna 1, seperti contoh di bawah ini : 1. Kepala Andri berdarah ketika jatuh
dari sepeda. 2. Upacara di suku terasing itu dipimpin oleh kepala suku. 3. Lihat kepala jarum
penttul yang berwarna merah itu ! 4. Acara ini akan diresmikan oleh Ibu Kepala sekolah. 5. Setiap
kepala menerima bantuan rp 10.000,00. 6. Begitu berat yang ditanggungnya sampai terasa kepalanya
kosong. BAB III PENUTUP 1. SIMPULAN 1. Imbuhan atau bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi,
dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan
tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut. 2. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang
disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi. 3.
Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi
yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya. 4. Antonym adalah dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan. Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna
sama/hamper sama. Polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu. 2. SARAN Kita ketahui
tiada manusia yang sempurna diciptakan di dunia ini oleh Tuhan. Begitu pila dengan penelitian ini masih
banyak kekeurangan. Untuk itu harapan kami kedepan adalah: 1. Penelitian ini hanya mencangkup
beberapa aspek kebahasaan, untuk iyu perlu diadakan lagi penelitian yang lebih kompleks 2.
Mengingat pentingnya aspek kebahasaan dalam kehidupan sehari- hari, mari kita belajar bahasa
Indonesia dengan benar. 3. Perlu diadakan banyak sosialisasi kepada mereka yang tidak ikut dalam
dunia pendidikan sehingga seluruh kalangan masyarakat bisa berbahasa Indonesia yang benar. DAFTAR
PUSTAKA P. Tukan, S.Pd,Mahir Berbahasa Indonesia 1,SMA Kelas X,yudhistira www.http//Google.com
SUKA ARTIKEL INI? BAGIKAN : 0 477 Silahkan coment yang sopan .... ← Konjungsi Paragraf Induktif dan
Deduktif → Artikel Populer Teori Atom menurut para ahli Kekurangan dan Kelebihan PLTA Report Text
Sample - Crocodile Praktek Kelembaman Hukum I Newton Sanksi Hukum Administrasi Negara Hubungan
Dasar Negara dan Konstitusi Asas-asas dalam Hukum Administrasi Negara Apa itu pradaksina ? Laporan
Praktek Hukum I Newton Organisasi Administrasi Negara Artikel Terbaru Selamat datang di blog SIDQIOE
.Blog ini berisi konten yang berisi tentang dunia pendidikan . Semua konten didalam blog ini merupakan
tulisan original dari Penulis yang diambil dari beberapa sumber . Jika anda tidak keberatan Silahkan
berikan komen anda untuk kemajuan blog ini .Untuk Kunjungannya saya ucapkan terimakasih . Sosial
Media Last Artikel Kategori Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Biologi BK Ekonomi Fisika Geografi HAN
Kewirausahaan Kimia PHI PIH PKn PLH Puisi Sejarah Seni Budaya Sosiologi Sosiologi Sejarah tugas
Copyright © 2014. Sidqioe Blog - Template by Kang Ismet Supported by DroidPluss PRIVACY CONTACT
ABOUT DAFTAR ISI Sidqioe Blog INI BUKAN BLOG , INI BUKU TUGAS Home » Bahasa Indonesia » tugas »
Makalah Aspek Kebahasaan Lengkap MAKALAH ASPEK KEBAHASAAN LENGKAP Muhamad Hakim Sidqie
Bahasa Indonesia, tugas 25 Mei 2014 Belum ada komentar OLEH : NAMA : I Wayan Gede Adi Arjana
KELAS : X3 NOMOR : 05 KATA PENGANTAR OM SWASTYASTU, Puji syukur saya panjatkan
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa ) karena pada akhirnya saya dapat
menyelesaikan tugas ringkasan bahasa Indonesia mengenai “ ASPEK KEBAHASAAN” yang telah diberikan
oleh Bapak Sudira selaku guru Bahasa Indonesia kelas X. Melalui ringkasan ini saya berharap
dapat membantu pembaca dalam mempermudah pembelajaran sedikit banyaknya tentang aspek
kebahasaan itu sendiri. Aspek kebahasaan ini juga sangat diperlukan dalam kegiatan sehari-hari agar
dapat berkomunikasi dengan baik dan benar. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Banyak kekurangan yang terkandung di dalamnya. Untuk itu, kritik dan saran yang
konstruktif dari teman-teman, bapak guru, maupun ibu guru sangat saya harapkan demi saya
kedepannya. Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru. OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM
Gianyar, September 2010 Penulis DAFTAR ISI Judul
……………………………………………………………………………………i Kataengantar
……………………………………………………………………………………ii Daftar Isi
……………………………………………………………………………………iii BAB I PENDAHULUAN A.
LatarBelakang…………………………………………………………1 B. RUMUSAN
ASALAH………………………………………………..2 C. TUJUAN………………………………………………………………2 D.
RUANG LINGKUP…………………………………………………..2 E.
MANFAAT………………………………………………………….. 3 BAB II ISI A.
Pembahasan………………………………………………………….. 4 BAB III PENUTUP A.
Simpulan……………………………………………………………..36 B. Saran
……………………………………………………………………… 37 Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………..38 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Bahasa dalam kehidupannya merupakan struktur, mencangkup struktur bentuk dan makna. Dengan
menggunakan struktur itu manusia bisa berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan bahasa ilmu
pengetahuan yang ditemukan dapat disebar luaskan sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang banyak
guna kemajuan kehidupan. Selain memahami penyampaian informasi dalam bahasa, maka
dalam penyampaian juga harus diprhatikan struktur bahasa. Apabila struktur bahasa yang digunakan
tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku tentunya suatu akan mengurangi makna informasi yang
disampaikan. Kesalahan berbahasa juga sering kali kita lihat dalam kehidupan sehari- hari. Hal itu
disebabkan oleh banyak faktor.Salah satu cara memperbaiki kesalahan berbahasa dalam kehidupan
sehari- hari adalah memberi penekanan berbahasa dalam dunia pendidikan. Karena kita ketahui bahwa
dalam penyampaian proses pembelajaran di sekolah mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Seperti kita ketahui dalam penggunaanya sangat luas dan
menggunakan beranekaragam penuturan. Hal itu dipengaruhi oleh bahasa masing- masing daerah yang
ada di Indonesia. Untuk itu didalam pelajaran Bahasa Indonesia dimasukan aspek kebahasaan. Di
Sekolah Menengah Atas (SMA) khususnya di kelas X, dipelajari beberapa aspek kebahasaan seperti
imbuhan, ragam bahasa, konjungsi, serta pengertian antonym, sinonim, dan polisemi. Tapi belum tentu
kalian belum mengetahui makna dari kata-kata yang disebutkan tadi. Untuk itu diperluakn suatu
penelitian yang secara kompleks membahas tentang keempat aspek kebahasaan tersebut B.
RUMUSAN MASALAH Sesuai dengan pembelajaran yang didapatkan pada kelas x khususnya semester 1,
maka didalam penyusunan karya tulis ini akan dibahas beberapa masalah yaitu: 1. Apa yang dimagsud
dengan afiks (imbuhan) ke-an ? 2. Apa yang dimagsud dengan Ragam bahasa Lisan dan Tulisan? 3.
Apakah yang dimagsud dengan konjungsi antar kalimat? 4. Apakah yang dimagsud dengan Sinonim,
Antonim, dan polisemi? C. TUJUAN Dalam suatu penelitian tentunya ada sesuatu yang ingin
dicapai oleh penulis. Tidak terkecuali didalam penelitian kami ini. Dalam hal ini kami ingin mengethui
beberapa unsure yaitu: 1. Mengetahui pengertian dari afiks ke-an . 2. Mengetahui pengertian dari
Ragam bahasa Lisan dan Tulisan. 3. Mengetahui pengertian dari konjungsi antar kalimat. 4.
Mengetahui pengertian dari Sinonim, Antonim, dan polisemi. D. RUANG LINGKUP 1. Imbuhan atau
bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai
arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut. 2.
Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan
bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi. 3. Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam
suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab
selanjutnya. 4. - Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
-Antonym adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan. -Polisemi adalah kata
yang memiliki makna lebih dari satu. E. Manfaat Penelitian Penelitian kami ini nantinya diharapkan
agar: 1. Bemanfaat bagi para pembaca yang ingin mengetahui pembelajaran aspek kebahasaan pada
kelas X semester 1. 2. Memberikan sumbangan penegtahuan bagi kelangsungan berbahasa di
masyarakat BAB II ISI 1.1. Afiks (Imbuhan) 1.1.1. Pengertian Imbuhan (afiks) adalah
suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung, yang bukan kata dan bukan
pokok kata. Melainkan mengubah leksem menjadi kata kompleks, artinya mengubah leksem itu menjadi
kata yang mempunyai arti lebih lengkap, seperti mempunyai subjek, predikat dan objek.
…………………………………….………………………… Imbuhan (afiks) dibahas dalam
bidang ilmu Morfologi. Sedangkan definisi Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan
atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan
dan arti kata. Dalam definisi lain di katakan bahwa Morfologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa
yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik
fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Contoh: kata Sepeda Motor terdiri dari dua morfem, yaitu
morfem Sepeda dan morfem Motor, yang masing-masing merupakan
kata.………………………………………………….. Perubahan-perubahan bentuk kata menyebabkan
adanya perubahan golongan dan arti kata. Golongan kata Sepeda tidak sama dengan golongan kata
bersepeda. Golongan Sepeda merupakan golongan kata nominal, sedangkan kata bersepeda termasuk
golongan kata verbal. Kata rumah dan kata jalan termasuk golongan kata nominal, sedangkan kata
berumah dan kata berjalan termasuk golongan kata verbal. …………………………………………………………..
Dibidang arti, kata Sepeda, bersepeda, Sepeda-sepeda, dan Sepeda Motor, semuanya mempunyai arti
yang berbeda-beda. Demikian pula kata Rumah, berumah, perumahan, rumah-rumahan, rumah-rumah,
rumah sakit dan kata-kata jalan, berjalan, berjalan-jalan, perjalanan, menjalani, menjalankan dan jalan
raya. … Perbedaan golongan dan arti kata-kata tersebut tidak lain disebabkan oleh perubahan
bentuk kata. Karena itu, maka morfologi disamping bidangnya yang utama menyelidiki seluk-beluk kata,
juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat
perubahan bentuk kata.…………………………………………………… Tiga macam proses morfologis,
yaitu pertama, bergabungnya morfem bebas dengan morfem terikat disebut afiksasi. Kedua,
Pengulangan morfem bebas disebut reduplikasi, dan ketiga, bergabungnya morfem bebas dengan
morfem bebas disebut pemajemukan. Pada proses yang pertama menghasilkan kata berimbuhan, yang
kedua menghasilkan kata ulang, dan yang ketiga menghasilkan kata
majemuk.……………………………………………… 1.1.2. Syarat-syarat kata untuk dapat menjadi afiksasi Ø Kata
afiks itu harus dapat ditempatkan pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata
baru.. Ø Kata afiks itu merupakan bentuk terikat, tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatis
(tertulis) selalu melekat pada bentuk lain dalam bentuk terikat. Ø Afiks tidak memiliki arti leksis, artinya
tidak mempunyai pertalian arti karena kata itu berupa imbuhan. Sedangkan imbuhan itu dapat
mempengaruhi arti kata itu sendiri. 1.1.3. Macam afiks Imbuhan itu dapat mengubah makna, jenis dan
fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang fungsinya berbeda dengan kata
dasar atau bentuk dasar. 1. Imbuhan ke-an Beberapa fungsi imbuhan ke-an adalah sbb.: Ø
membentuk kata benda abstrak, misalnya keberanian, ketentraman, keindahan, dan sebagainya. Ø
membentuk kata kerja pasif, misalnya kehujanan, kehilangan, keracunan, dan sebagainya. Ø
membentuk kata sifat, misalnya keibuan, kebapakan, kekanak-kanakan, dan sebagainya. Afiks ke-an
apabila sudah memasuki konteks kalimat akan memiliki beberapa makna, antara lain : Ø Menyatakan
suatu hal / peristiwa yang telah terjadi. Contoh : Ia menghadapi kenyataan ini dengan kepala dingin. Ø
Menyatakan tempat atau daerah. Contoh : Andri bekerja di kedutaan RI. Ø Menyatakan kena atau
menderita suatu hal. Contoh : Ia kehujanan semalam. Ø Menyatakan suatu perbuatan yang tidak
disengaja. Contoh : Santi ketiduran ketika menunggu ayahnya pulang. Ø Menyatakan terlalu. Contoh :
Baju Santo kebesaran. Ø Menyatakan menyerupai. Contoh : Gaya hidupnya kebarat-baratan. 2.
Imbuhan me-kan Berfungsi membentuk kata kerja. Makna imbuhan me-kan : a.Menyatakan kausatif,
yaitu menyebabkan terjadinya proses. Misalnya: Ayah sedang meninggikan tiang jemuran. b.Menjadikan
sebagai atau menganggap sebagai. Misalnya: orang itu memperhambakan benda-benda antik.
c.Menyatakan intensitas Misalnya: Mereka memperebutkan piala Gubernur DKI Jakarta. 3. Imbuhan
per-an Berfungsi sebagai pembentuk kata benda. Makna konfiks per-an : 9.Menyatakan hal Misalnya :
Izin pergedungan di Jakarta sangat ketat. 10.Menyatakan hasil Misalnya: Kita harus menjunjung
persatuan bangsa. 11.Menyatakan tempat atau daerah Misalnya: Vila itu sebagai tempat peristirahatan
Presiden. 12.Menyatakan berbagai-bagai Misalnya: Surat lamaran pekerjaan disertai persyaratan yang
diterima. 4. Imbuhan serapan: -I, -iah, -is, -isme, -if, -al, -asi Imbuhan ini merupakan serapan dari
bahasa asing. Imbuhan serapan tersebut pada umunya berfungsi sebagai pembentuk kata benda dan
kata sifat. Makna yang umum untuk menandai kata sifat adalah mempunyai sifat atau cirri; Misalnya:
legal, universal, sportif, aktif, egois. Sebaliknya –isme mengandung makna paham. Misalnya:
Nasionalisme, komunisme. Sufiks –tas menyatakan makna hal. Misalnya: kriminalitas, aktivitas,
Sedangkan -asi menyatakan proses, misalnya: proklamasi, nasalisasi, Dan sufiks –I, - iah, -wi menyatakan
makna yang bersangkutan dengan, misalnya: gerejani, surgawi, alamiah. 5. Partikel asing: anti-, pro-,
eks, pra, swa, intra-, trans-, non- Partikel asing maksudnya imbuhan asing yang melekat pada kata dasar.
Contoh: SMU kami sering mendapat juara dalam perlombaan intrakurikuler. 1.2. Ragam Bahasa Di
dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa
Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata
baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa
Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di
dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku
bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya
kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa
bahasa ragam yang bersangkutan. Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum,
tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat
menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu
diperhatikan iala bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley,
1980)……………………………………….. 1.2.1. Ragam bahasa Lisan Ragam bahasa lisan adalah bahan yang
dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita
berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat
memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk
mengungkapkan ide. Ø Macam ragam bahasa lisan 1. Ragam percakapan 2. Ragam pidato 3. Ragam
kuliah 4. Ragam pentas Ø Ciri-ciri ragam bahasa lisan 1. Langsung Dalam berkomunikasi, seseorang
diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara. 2. Tidak terikat ejaan bahasa
Indonesia tetapi terikat situasi pembicaraan Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat
mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan bahasa sehari-hari dengan orang yang diajak bicara. 3.
Tidak efektif Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa sehari-hari sehingga
banyak menggunakan kalimat yang bersifat basa-basi dengan orang yang diajak bicara. 4. Kalimatnya
pendek-pendek Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang
lain sudah mengetahui maksudnya. 5. Kalimat sering terputus dan tidak lengkap Dalam berkomunikasi,
seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya. 6.
Lagu kalimat situasional Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada
pada dengan orang yang diajak bicara atau keadaan sekitarnya. 7. Unsur suprasegmental (aksen, nada,
tekanan) dan paralingua ( gerak-gerik tangan, mata, dan gerakan kepala ) memberi efek pada hasil
komunikasi 1.2.2. Ragam bahasa tulis Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan
tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam
bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan
kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam
mengungkapkan ide. Ø MACAM RAGAM BAHASA TULIS 1. Undang-undang 2. Ragam catatan 3. Ragam
sastra 4. Ragam surat- menyurat Ø CIRI-CIRI RAGAM BAHASA TULIS 1. Santun Memenuhi kaidah-
kaidah yang ada dan pilihan kata atau istilah yang tepat dan cermat. 2. Efektif Hemat dan singkat,
tetapi kena dalam hal maksud yang diungkapkannya. 3. Bahasa disampaikan sebagai upaya komunikasi
satu pihak. Karena tak dapat bertemu langsun, maka kita diharapkan dapat mengkomunikasikan segala
apa yang ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi atau salah paham. 4.
Ejaan digunakan sesuai dengan pedoman. Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman
yang harus digunakan atau dipatuhi agar tidak menimbulkkan kesalahan dalam pemakaian atau
penulisan kata. 5. Penggunaan kosa kata pada dasarnya sudah dibakukan. Dalam hal ini, penggunaan
kata atau pilihan kata harus tepat. Walaupun maksud kita sama, namun apabila kita salah dalam
memilih kata maka akan menimbulkan kerancuan. Contoh Ragam bahasa lisan Ragam bahasa tulis : 1.
Putri bilang kita harus pulang = Putri mengatakan bahwa kita harus pulang 2. Ayah lagi baca koran =
Ayah sedang membaca koran 3. Saya tinggal di Bogor = Saya bertempat tinggal di Bogor 1.2.3.
Membedakan Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan dari Segi Penggunaan Kalimat Membedakan Ragam
Bahasa Tulis dan Lisan dari segi penggunaan kalimat. Pada ragam Bahasa Tulis dengan Ragam Bahasa
Lisan mempunyai suatu perbedaan yang sangat signifikan, karena pada ragam Bahasa Tulis sangat
diperlukan unsur-unsur kalimat sangat berpengaruh dan penting di tulis dalam wacana atau paragrap
yang mengacu pada bahasa tulis. Ragam Bahasa Tulis komunikasi tidak secara langsung. Sehingga
situasi, kondisi dan waktu tidak mengikat sebab orang yang membaca ragam bahasa tulis tidak bertemu
langsung dengan penulis. Ragam Bahsa Lisan mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu sangat
berpengaruh Supra Segmental (aksentuasi, nada, dan tekanan) dan unsur Para Lingual (gerak gerik
tangan, mata, dan kepala) karena unsur ini memberi efek terhadap hasil komunikasi. Ragam Lisan
komunikasi secara langsung atau bersemuka sehingga sangat terikat oleh situasi, kondisi dan waktu.
Ragam Lisan kalimat yang kurang baik strukturnya tidak menghambat komunikasi karena unsur
suprasegmental para lingual dan komunikasi secara langsung. Contoh ragam bahasa lisan yang tidak
formal dan contoh ragam bahasa tulis.: Contoh 1 : ragam bahasa lisan yang tidak formal. Contoh 2 :
ragam bahasa tulis. Contoh 1. A : “Nama?” B : “Arjana” A : “umur?” B : “16 tahun.” A : “tinggal di mana?”
B : “di Gianyar.” A : “pernah kursus?” B : “pernah.” A : “di mana?” B : “GO.” A : “pernah kerja?” B :
“pernah.” Contoh 2 A : “siapa nama saudara?” B : “nama saya Arjana.” A : “berapa umur saudara?” B :
“umur saya 16 tahun.” A : “dimana saudara tinggal?” B : “saya tinggal di Gianyar.” A : “apakah saudara
pernah kursus?” B : “ya, saya pernah kursus bahasa Inggris di GO.” A : “apakah saudara pernah
bekerja?” B : “ya, saya pernah bekerja.” 1.3. Kalimat 1.3.1. Frase Frase adalah satuan gramatik yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi,
yang sedang menulis. Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat,
yaitu a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih. b. Frase
merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu selalu
terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K. Macam-macam frase: A. Frase
endosentrik Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu: 1. Frase endosentrik yang
koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan
unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung. Misalnya: kakek-nenek
pembinaan dan pengembangan laki bini belajar atau bekerja 2. Frase
endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-
unsurnya tidak mungkin dihubungkan. Misalnya: perjalanan panjang hari libur Perjalanan,
hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frase dan
secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif. 3. Frase
endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan. Misalnya: Susi,
anak Pak Saleh, sangat pandai. Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam
hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat
menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai Susi, …., sangat
pandai. …., anak Pak Saleh sangat pandai. Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak
Saleh merupakan aposisi (Ap). B. Frase Eksosentrik Frase eksosentrik ialah frase yang tidak
mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Misalnya: Siswa kelas 1A sedang bergotong royong
di dalam kelas. Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut: Siswa kelas 1A sedang bergotong
royong di …. Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas C. Frase Nominal, frase
Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan. 1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama
dengan kata nominal. Misalnya: baju baru, rumah sakit 2. Frase Verbal: frase yang
mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal. Misalnya: akan berlayar 3.
Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan. Misalnya:
dua butir telur, sepuluh keping 4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama
dengan kata keterangan. Misalnya: tadi pagi, besok sore 5. Frase Depan: frase yang terdiri
dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa D. Frase Ambigu Frase ambigu artinya kegandaan makna
yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut
ambigu. Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku
bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku. Frase perancang busana wanita
dapat menimbulkan pengertian ganda: 1. Perancang busana yang berjenis kelamin wanita. 2.
Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita. 1.3.2. Klausa Klausa adalah satuan gramatika
yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki
potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan. Unsur inti klausa ialah subjek (S)
dan predikat (P). Penggolongan klausa: 1. Berdasarkan unsur intinya 2. Berdasarkan ada tidaknya
kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat 3. Berdasarkan kategori kata atau frase
yang menduduki fungsi predikat 1.3.3. Kalimat a. Pengertian Kalimat adalah satuan bahasa yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang. b. Pola-pola kalimat Sebuah kalimat luas dapat
dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu. Pola
kalimat I = kata benda-kata kerja Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul. Pola kalimat I disebut kalimat
”verbal” Pola kalimat II = kata benda-kata sifat Contoh: Anak malas. Gunung tinggi. Pola kalimat II
disebut pola kalimat ”atributif” Pola kalimat III = kata benda-kata benda Contoh: Bapak pengarang.
Paman Guru Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini
mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan. Pola kalimat IV (pola tambahan) =
kata benda-adverbial Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor. Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial c.
Jenis Kalimat 1. Kalimat Tunggal Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti
pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-
unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola
kalimat baru. Kalimat Tunggal Susunan Pola Kalimat Ayah merokok. Adik minum susu. Ibu menyimpan
uang di dalam laci. S-P S-P-O S-P-O-K 2. Kalimat Majemuk Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat
yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari: a. Sebuah
kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk
satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada. Misalnya: Anak itu membaca
puisi. (kalimat tunggal) Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi. (subjek pada
kalimat pertama diperluas) b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat
yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat. Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II) Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara,
kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran. 1) Kalimat majemuk setara Kalimat
majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat
majemuk setara terdiri atas: a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan
kata-kata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya. Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat
pandai. b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi. c. Kalimat majemuk setara perlawanan.
Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan. Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya
sangat pemalas. 2) Kalimat majemuk bertingkat Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat
tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat.
Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami
perluasan dikenal adanya: a. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.
Misalnya: Diakuinya hal itu P S Diakuinya bahwa ia yang
memukul anak itu. anak kalimat pengganti subjek b. Kalimat majemuk
bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat. Misalnya: Katanya begitu Katanya
bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu. anak kalimat pengganti
predikat c. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek. Misalnya:
Mereka sudah mengetahui hal itu. S P O Mereka
sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya. anak
kalimat pengganti objek d. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti
keterangan. Misalnya: Ayah pulang malam hari S P K Ayah pulang ketika
kami makan malam anak kalimat pengganti keterangan 3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa
kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat. Misalnya: Ketika ia duduk
minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum pola atasan
datang seorang pemuda berpakaian bagus pola bawahan I
datang menggunakan kendaraan roda empat pola bawahan
II 3. Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi a. Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti: 1) Hanya terdiri atas dua kata 2) Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
3) Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat 4) Intonasinya adalah intonasi ”berita yang
netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan atau pergeseran makna laksikalnya.. b.
Kalimat luas Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak
hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih. c. Kalimat transformasi Kalimat transformasi merupakan
kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga
kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas. Contoh kalimat Inti, Luas, dan
Transformasi a. Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis. b. Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta,
Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika. c. Kalimat
transformasi. Contoh: i) Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus
juga adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi. ii) Dengan penambahan jumlah
inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan
komputer. iii) Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik. iv) Dengan perubahan
intonasi. Contoh: Adik menangis? 4. Kalimat Mayor dan Minor a. Kalimat mayor Kalimat mayor
adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti. Contoh: Amir mengambil
buku itu. Arif ada di laboratorium. Kiki pergi ke Bandung. Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok
paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih berada di sekolah. b. Kalimat
Minor Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Diam! Sudah siap? Pergi! Yang baru! Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti
atau unsur pusat. Contoh: Amir mengambil. Arif ada. Kiki pergi Ibu berangkat-ayah menunggu. Karena
terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor. 5. Kalimat Efektif Kalimat efektif adalah
kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat. Jelas : berarti
mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca. Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-
kata. Tepat : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku. Kalimat Tidak Efektif Kalimat tidak efektif
adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.
Sebab-Sebab Ketidakefektifan Kalimat 1. kontaminasi= merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah
contoh: diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah) memperkuat, menguatkan memperkuatkan
(salah) sangat baik, baik sekali sangat baik sekali (salah) saling memukul, pukul-memukul saling
pukul-memukul (salah) Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah
mengadakan pentas seni (salah) 2. pleonasme= berlebihan, tumpang tindih contoh : para hadirin
(hadirin sudah jamak, tidak perlu para) para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak) banyak
siswa-siswa (banyak siswa) saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’) agar
supaya (agar bersinonim dengan supaya) disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena) 3.
tidak memiliki subjek contoh: Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar) Di dalam buah
mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar) ?? Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO)
(salah) 4. adanya kata depan yang tidak perlu Perkembangan daripada teknologi informasi sangat
pesat. Kepada siswa kelas I berkumpul di aula. Selain daripada bekerja, ia juga kuliah. 5. salah
nalar waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang dipersilahkan) Mobil Pak Dapit mau dijual.
(Apakah bisa menolak?) Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan) Adik mengajak temannya
naik ke atas. (naik selalu ke atas) Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di
belakang) Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi) Bola gagal masuk
gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa) 6. kesalahan
pembentukan kata mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan menyetop seharusnya
menstop mensoal seharusnya menyoal ilmiawan seharusnya ilmuwan sejarawan seharusnya ahli
sejarah 7. pengaruh bahasa asing Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …)
(seharusnya tempat) Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada
dihilangkan) Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
8. pengaruh bahasa daerah … sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
… oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona) Jangan-jangan …
(Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin) . 1.3.4. Konjungsi Konjungsi adalah kata tugas yang
menghubungkan dua klausa atau lebih. Konjungsi dapat dibagi menjadi lima macam menurut perilaku
sintaksisnya. Kelima jenis konjungsi itu adalah: Konjungsi antarklausa yaitu konjungsi yang
menghubungkan dua klausa atau lebih. Jika yang dihubungkan dua klausa atau lebih yang memiliki
status sintaksis sama disebut konjungsi koordinatif. Jika dua klausa itu memiliki status tidak sama
dinamakan konjungsi subordinatif. Adapun macam-macam konjungsi antarklausa meliputi: Konjungsi
koordinatif a. dan (menyatakan penambahan) b. tetapi (menyatakan perlawanan) c. atau (menyatakan
pemilihan0 Konjungsi koordinatif; menghubungkan dua atau lebih unsur (termasuk kalimat) yang sama
pentingnya atau setara. Kalimat yang dibentuk disebut kalimat majemuk setara. Contoh: dan, serta,
atau, tetapi, melainkan, padahal, sedangkan. Konjungsi korelatif; menghubungkan dua atau lebih unsur
(tidak termasuk kalimat) yang memiliki status sintaksis yang sama dan membentuk frasa atau kalimat.
Kalimat yang dibentuk agak rumit dan bervariasi, kadang setara, bertingkat, atau bisa juga kalimat
dengan dua subjek dan satu predikat. Contoh: baik ... maupun, tidak hanya ..., tetapi juga, bukan hanya
..., melainkan juga, demikian ... sehingga, sedemikian rupa ... sehingga, apa(kah) ... atau, entah ... entah,
jangankan ..., ... pun. Konjungsi subordinatif; menghubungkan dua atau lebih klausa yang tidak memiliki
status sintaksis yang sama. Konjungsi membentuk anak kalimat yang jika digabungkan dengan induk
kalimat akan membentuk kalimat majemuk bertingkat. Konjungsi subordinatif waktu; sejak Konjungsi
subordinatif syarat; jika Konjungsi subordinatif pengadaian; andaikan Konjungsi subordinatif tujuan; agar
Konjungsi subordinatif konsesif; biarpun Konjungsi subordinatif pembandingan; ibarat Konjungsi
subordinatif sebab; karena Konjungsi subordinatif hasil; sehingga Konjungsi subordinatif alat; dengan
Konjungsi subordinatif cara; tanpa Konjungsi subordinatif komplementasi; bahwa Konjungsi subordinatif
atributif; yang Konjungsi subordinatif perbandingan; sama ... dengan Konjungsi antarkalimat yaitu
konjungsi yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain. Oleh karena itu, konjungsi itu
selalu memulai kalimat yang baru dan huruf pertamanya diawali huruf capital. Yang termasuk konjungsi
antarkalimat sebagai berikut; Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada
kalimat sebelumnya. Seperti : biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun
demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu. Contoh : Kami kurang setuju dengan usulan dia.
Biarpun begitu, kami tetap menghargainya. Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau
keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu, dan selanjutnya. Contoh : Kami
akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat di rumah
penduduk. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain diluar dari yang telah
dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu. Contoh : Kami menyambut
pagi ini dengan sukacita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau. Konjungsi yang
menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebaliknya. Contoh : Kita jangan terus
menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit pohon baru. Konjungsi
yang menyatakan keadaan keadaan yang sebenarnya, seperti : sesungguhnya dan bahwasanya. Contoh :
Kita dilanda banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana ini telah kita ramalkan tahun kemarin.
Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan dan bahkan.
Contoh : Rumah-rumah di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung di
tengah laut yang dangkal. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan sebelumnya,
seperti : namun dan akan tetapi. Contoh : keadaannya memang sudah aman. Akan tetapi, kita tetap
harus waspada. Konjungsi yang menyatakan konsekwensi, seperti : dengan demikian. Contoh : Kamu
telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian,kamu harus menanggung semua risikonya.
Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti : oleh karena itu dan oleh sebab itu. Contoh : Kami sudah
melarang mereka berburu di hutan, tapi mereka tetap nekat. Oleh sebab itu, biar mereka rasakan
sendiri akibatnya. Konjungsi yang menyatakan kejadian yang mendahului hal yang dinyatakan
sebelumnya, seperti : sebelum itu. Contoh : Polisi hutan menangkap dua peemburu liar. Sebelum itu,
mereka menangkap lima orang pemburu liar. k. .Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan
yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya, seperti : biarpun demimikian/beitu, sekalipun
demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu. Contoh : kami kurang
setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya. l. Konjungsi yang menyatakan
lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu dan
selanjutnya. Contoh : kami akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan
beristirahat di rumah penduduk. m. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa atau keadaan lain
diluar dari yang telah dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu. Contoh :
kami menyambut pagi ini dengan suka cita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau. n.
Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya. Seperti : sebaliknya. Contoh :
kita jangan terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit baru.
o. .Konjungsi yang menyatakan keadaan yang sebenarnya. Seperti : sesungguhnya dan bahwasanya.
Contoh : Kita di landa banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana itu telah kita ramalkan tahun
kemaren. p. Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan,
dan bahkan. Contoh : Rumah-rumh di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada
kampung ditengah laut yang dangkal. q. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan
yang sebelumnya. Seperti: namun, akan tetapi. Contoh : Keadaan memang sudah aman. Akan tetapi,
kita harus tetap waspada. r. Konjungsi yang menyatakan konsekuensi, seperti : dengan demikian.
Contoh : kamu telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian, kamu harus menanggung semua
resikonya. s. Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti oleh karena itu dan oleh sebab itu. Contoh
: Kami sudah melarang mereka berburu di hutan, tetapi mereka tetap nekat. Oleh karena itu, biar
mereka rasakan sendiri akibatnya. t. Konjungsi yang menyatakan mendahului hal yang dinyatakan
sebelumnya, seperti sebelum itu. Contoh : Polisi hutan menangkap dua pemburu liar. Sebelum itu,
mereka menangkap lima orang pemburu liar. Konjungsi antarparagraf yaitu, konjungsi yang digunakan
memulai suatu paragraph. Hubungan dengan paragraph sebelumnya berdasarkan makna yang
terkandung pada paragraph sebelumnya itu. Konjungsi antarparagraf terdiri dari ; - adapun - akan hal -
mengenai - dalam pada itu 1.4. Sinonim, Antonim dan Polisemi 1.4.1. Pengertian Sinonim dan Bentuk-
Bentuknya Sinonim adalah kata-kata yang memiliki kesamaan arti secara struktural atau leksikal dalam
berbagai urutan kata-kata sehingga memiliki daya tukar (substitusi). Sinonim mutlak: kata-kata yang
dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan apa pun tanpa mengubah makna struktural dan
makna leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat. Contoh: kosmetik = alat kecantikan laris =
laku, larap leksikografi = perkamusan kucing = meong Sinonim semirip: kata-kata yang dapat bertukar
tempat dalam konteks kebahasaan tertentu tanpa mengubah makna struktural dan leksikal dalam
rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat tersebut saja. Contoh: melatis = menerobos lahiriah = jasmaniah
Sinonim selingkung: kata-kata yang dapat saling mengganti dalam satu konteks kebahasaan tertentu
saja secara struktural dan leksikal. Contoh: lemah = lemas Contoh : a. Ayahnya sudah meninggal
bulan lalu b. Ayahnya sudah tewas alam perjalanan ke Bali. c. Ayahnya sudah
meninggal dunia bulan lalu. d. Ayahnya sudah berpulang ke rahmatullah bulan yang lalu.
Tampak dalam contoh tersebut, kata meninggal bersinonim dengan tewas, juga bersinonim dengan
frasa meninggal dunia dan frasa berpulang ke rahmatullah. Akan tetapi, kata meninggal tidak memiliki
makna yang mutlak sama dengan kata wafat atau tewas karena berbeda nilai rasanya. Sinonim juga
dapat terjadi antara morfem dengan morfem, antar morfem dengan kata, kata dengan frasa, serta antar
kalimat dengan kalimat. 1.4.2. tian Antonim dan Jenisnya Antonim yaitu, dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan. Verhaar menggantikan kata antonym dengan kata oposisi sehingga
mencakup pengertian betul-betul berlawanan sampai yang hanya bersifat kebalikan. Berdasarkan
sifatnya, oposisi dibedakan atas lima macam berikut ini. 1. Oposisi mutlak. Ciri oposisi ini adalah
penyangkalan terhadap kata yang satu dengan kata yang lain. 2. Oposisi kutub atau gradual. Oposisi
ini pertentangannya tidak bersifat mutlak, melainkan gradasi, artinya terdapat tingkat-tingkat makna
pada kata tersebut. 3. Oposisi hubungan atau relasional. Oposisi antara dua kata yang mengandung
relasi kebalikan, kata-kata yang beroposisi dengan hubungan ini bisa berupa kata kerja. 4. Oposisi
majemuk. Oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata atau lebih. Oposisi ini
berkaitan ddengan hiponim-hiponim dalam suatu kelas. 5. Oposisi hierarki.. oposisi yang sebenarnya
mirip dengan oposisi majemuk, tetapi disini terdapat suatu kriteria tambahan atau tingakatan. Contoh
antonim Antonim berpasangan: kata-kata yang secara makna jelas bertentangan karena didasarkan
pada makna pasangannya sehingga tidak bisa dipertentangkan tanpa kehadiran makna pasangannya.
Jika salah satu unsur dinegatifkan, tidak secara serta-merta memunculkan pasangannya. Contoh: (ber)-
dosa >< suci (tidak (ber)-dosa ≠suci) istri >< suami (bukan istri ≠ suami) pembeli >< penjual (bukan
pembeli ≠ penjual) Antonim melengkapi: kata-kata yang secara makna bertentangan, tetapi kehadiran
makna salah satu kata bersifat melengkapi kehadiran makna yang lain. Contoh: pertanyaan >< jawaban
mencari >< menemukan Antonim berjenjang: kata-kata yang secara makna mengandung pertentangan,
tetapi pertentangan makna ini bersifat berjenjang/bertahap/bertingkat. Contoh: dingin >< hangat ><
panas kaku >< lentur >< elastis 1.4.3. Polisemi Polisemi ialah kata yang memiliki makna lebih dari
satu. Makna tersebut tetap memperlihatkan huunganndengan makna dasarnya. Misalnya kata kepala
memiliki makna berikut ini : Makna 1 : bagian tubuh dari leher ke atas. Makna 2 : bagian dari
sesuatu yang terletak di sebelah atas dan merupakan hal yang penting/terutama. Makna 3 :
bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat. Makna 4 : pemimpin atau ketua Makna 5 : jiwa atau
orang Makna 6 : akal budi Makna 2-6 masih berhubungan dengan makna dasar (makna 1)
karena dijabarkan dari komponen makna dasar tersebut. Kelima makna itu masih mempertahankan ciri
“atas” yang ada pada makna 1, seperti contoh di bawah ini : 1. Kepala Andri berdarah ketika jatuh
dari sepeda. 2. Upacara di suku terasing itu dipimpin oleh kepala suku. 3. Lihat kepala jarum
penttul yang berwarna merah itu ! 4. Acara ini akan diresmikan oleh Ibu Kepala sekolah. 5. Setiap
kepala menerima bantuan rp 10.000,00. 6. Begitu berat yang ditanggungnya sampai terasa kepalanya
kosong. BAB III PENUTUP 1. SIMPULAN 1. Imbuhan atau bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi,
dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan
tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut. 2. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang
disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi. 3.
Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi
yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya. 4. Antonym adalah dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan. Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna
sama/hamper sama. Polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu. 2. SARAN Kita ketahui
tiada manusia yang sempurna diciptakan di dunia ini oleh Tuhan. Begitu pila dengan penelitian ini masih
banyak kekeurangan. Untuk itu harapan kami kedepan adalah: 1. Penelitian ini hanya mencangkup
beberapa aspek kebahasaan, untuk iyu perlu diadakan lagi penelitian yang lebih kompleks 2.
Mengingat pentingnya aspek kebahasaan dalam kehidupan sehari- hari, mari kita belajar bahasa
Indonesia dengan benar. 3. Perlu diadakan banyak sosialisasi kepada mereka yang tidak ikut dalam
dunia pendidikan sehingga seluruh kalangan masyarakat bisa berbahasa Indonesia yang benar. DAFTAR
PUSTAKA P. Tukan, S.Pd,Mahir Berbahasa Indonesia 1,SMA Kelas X,yudhistira www.http//Google.com
SUKA ARTIKEL INI? BAGIKAN : 0 477 Silahkan coment yang sopan .... ← Konjungsi Paragraf Induktif dan
Deduktif → Artikel Populer Teori Atom menurut para ahli Kekurangan dan Kelebihan PLTA Report Text
Sample - Crocodile Praktek Kelembaman Hukum I Newton Sanksi Hukum Administrasi Negara Hubungan
Dasar Negara dan Konstitusi Asas-asas dalam Hukum Administrasi Negara Apa itu pradaksina ? Laporan
Praktek Hukum I Newton Organisasi Administrasi Negara Artikel Terbaru Selamat datang di blog SIDQIOE
.Blog ini berisi konten yang berisi tentang dunia pendidikan . Semua konten didalam blog ini merupakan
tulisan original dari Penulis yang diambil dari beberapa sumber . Jika anda tidak keberatan Silahkan
berikan komen anda untuk kemajuan blog ini .Untuk Kunjungannya saya ucapkan terimakasih . Sosial
Media Last Artikel Kategori Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Biologi BK Ekonomi Fisika Geografi HAN
Kewirausahaan Kimia PHI PIH PKn PLH Puisi Sejarah Seni Budaya Sosiologi Sosiologi Sejarah tugas
Copyright © 2014. Sidqioe Blog - Template by Kang Ismet Supported by DroidPluss PRIVACY CONTACT
ABOUT DAFTAR ISI Sidqioe Blog INI BUKAN BLOG , INI BUKU TUGAS Home » Bahasa Indonesia » tugas »
Makalah Aspek Kebahasaan Lengkap MAKALAH ASPEK KEBAHASAAN LENGKAP Muhamad Hakim Sidqie
Bahasa Indonesia, tugas 25 Mei 2014 Belum ada komentar OLEH : NAMA : I Wayan Gede Adi Arjana
KELAS : X3 NOMOR : 05 KATA PENGANTAR OM SWASTYASTU, Puji syukur saya panjatkan
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa ) karena pada akhirnya saya dapat
menyelesaikan tugas ringkasan bahasa Indonesia mengenai “ ASPEK KEBAHASAAN” yang telah diberikan
oleh Bapak Sudira selaku guru Bahasa Indonesia kelas X. Melalui ringkasan ini saya berharap
dapat membantu pembaca dalam mempermudah pembelajaran sedikit banyaknya tentang aspek
kebahasaan itu sendiri. Aspek kebahasaan ini juga sangat diperlukan dalam kegiatan sehari-hari agar
dapat berkomunikasi dengan baik dan benar. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Banyak kekurangan yang terkandung di dalamnya. Untuk itu, kritik dan saran yang
konstruktif dari teman-teman, bapak guru, maupun ibu guru sangat saya harapkan demi saya
kedepannya. Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru. OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM
Gianyar, September 2010 Penulis DAFTAR ISI Judul
……………………………………………………………………………………i Kataengantar
……………………………………………………………………………………ii Daftar Isi
……………………………………………………………………………………iii BAB I PENDAHULUAN A.
LatarBelakang…………………………………………………………1 B. RUMUSAN
ASALAH………………………………………………..2 C. TUJUAN………………………………………………………………2 D.
RUANG LINGKUP…………………………………………………..2 E.
MANFAAT………………………………………………………….. 3 BAB II ISI A.
Pembahasan………………………………………………………….. 4 BAB III PENUTUP A.
Simpulan……………………………………………………………..36 B. Saran
……………………………………………………………………… 37 Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………..38 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Bahasa dalam kehidupannya merupakan struktur, mencangkup struktur bentuk dan makna. Dengan
menggunakan struktur itu manusia bisa berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan bahasa ilmu
pengetahuan yang ditemukan dapat disebar luaskan sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang banyak
guna kemajuan kehidupan. Selain memahami penyampaian informasi dalam bahasa, maka
dalam penyampaian juga harus diprhatikan struktur bahasa. Apabila struktur bahasa yang digunakan
tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku tentunya suatu akan mengurangi makna informasi yang
disampaikan. Kesalahan berbahasa juga sering kali kita lihat dalam kehidupan sehari- hari. Hal itu
disebabkan oleh banyak faktor.Salah satu cara memperbaiki kesalahan berbahasa dalam kehidupan
sehari- hari adalah memberi penekanan berbahasa dalam dunia pendidikan. Karena kita ketahui bahwa
dalam penyampaian proses pembelajaran di sekolah mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Seperti kita ketahui dalam penggunaanya sangat luas dan
menggunakan beranekaragam penuturan. Hal itu dipengaruhi oleh bahasa masing- masing daerah yang
ada di Indonesia. Untuk itu didalam pelajaran Bahasa Indonesia dimasukan aspek kebahasaan. Di
Sekolah Menengah Atas (SMA) khususnya di kelas X, dipelajari beberapa aspek kebahasaan seperti
imbuhan, ragam bahasa, konjungsi, serta pengertian antonym, sinonim, dan polisemi. Tapi belum tentu
kalian belum mengetahui makna dari kata-kata yang disebutkan tadi. Untuk itu diperluakn suatu
penelitian yang secara kompleks membahas tentang keempat aspek kebahasaan tersebut B.
RUMUSAN MASALAH Sesuai dengan pembelajaran yang didapatkan pada kelas x khususnya semester 1,
maka didalam penyusunan karya tulis ini akan dibahas beberapa masalah yaitu: 1. Apa yang dimagsud
dengan afiks (imbuhan) ke-an ? 2. Apa yang dimagsud dengan Ragam bahasa Lisan dan Tulisan? 3.
Apakah yang dimagsud dengan konjungsi antar kalimat? 4. Apakah yang dimagsud dengan Sinonim,
Antonim, dan polisemi? C. TUJUAN Dalam suatu penelitian tentunya ada sesuatu yang ingin
dicapai oleh penulis. Tidak terkecuali didalam penelitian kami ini. Dalam hal ini kami ingin mengethui
beberapa unsure yaitu: 1. Mengetahui pengertian dari afiks ke-an . 2. Mengetahui pengertian dari
Ragam bahasa Lisan dan Tulisan. 3. Mengetahui pengertian dari konjungsi antar kalimat. 4.
Mengetahui pengertian dari Sinonim, Antonim, dan polisemi. D. RUANG LINGKUP 1. Imbuhan atau
bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai
arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut. 2.
Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan
bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi. 3. Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam
suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab
selanjutnya. 4. - Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
-Antonym adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan. -Polisemi adalah kata
yang memiliki makna lebih dari satu. E. Manfaat Penelitian Penelitian kami ini nantinya diharapkan
agar: 1. Bemanfaat bagi para pembaca yang ingin mengetahui pembelajaran aspek kebahasaan pada
kelas X semester 1. 2. Memberikan sumbangan penegtahuan bagi kelangsungan berbahasa di
masyarakat BAB II ISI 1.1. Afiks (Imbuhan) 1.1.1. Pengertian Imbuhan (afiks) adalah
suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung, yang bukan kata dan bukan
pokok kata. Melainkan mengubah leksem menjadi kata kompleks, artinya mengubah leksem itu menjadi
kata yang mempunyai arti lebih lengkap, seperti mempunyai subjek, predikat dan objek.
…………………………………….………………………… Imbuhan (afiks) dibahas dalam
bidang ilmu Morfologi. Sedangkan definisi Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan
atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan
dan arti kata. Dalam definisi lain di katakan bahwa Morfologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa
yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik
fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Contoh: kata Sepeda Motor terdiri dari dua morfem, yaitu
morfem Sepeda dan morfem Motor, yang masing-masing merupakan
kata.………………………………………………….. Perubahan-perubahan bentuk kata menyebabkan
adanya perubahan golongan dan arti kata. Golongan kata Sepeda tidak sama dengan golongan kata
bersepeda. Golongan Sepeda merupakan golongan kata nominal, sedangkan kata bersepeda termasuk
golongan kata verbal. Kata rumah dan kata jalan termasuk golongan kata nominal, sedangkan kata
berumah dan kata berjalan termasuk golongan kata verbal. …………………………………………………………..
Dibidang arti, kata Sepeda, bersepeda, Sepeda-sepeda, dan Sepeda Motor, semuanya mempunyai arti
yang berbeda-beda. Demikian pula kata Rumah, berumah, perumahan, rumah-rumahan, rumah-rumah,
rumah sakit dan kata-kata jalan, berjalan, berjalan-jalan, perjalanan, menjalani, menjalankan dan jalan
raya. … Perbedaan golongan dan arti kata-kata tersebut tidak lain disebabkan oleh perubahan
bentuk kata. Karena itu, maka morfologi disamping bidangnya yang utama menyelidiki seluk-beluk kata,
juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat
perubahan bentuk kata.…………………………………………………… Tiga macam proses morfologis,
yaitu pertama, bergabungnya morfem bebas dengan morfem terikat disebut afiksasi. Kedua,
Pengulangan morfem bebas disebut reduplikasi, dan ketiga, bergabungnya morfem bebas dengan
morfem bebas disebut pemajemukan. Pada proses yang pertama menghasilkan kata berimbuhan, yang
kedua menghasilkan kata ulang, dan yang ketiga menghasilkan kata
majemuk.……………………………………………… 1.1.2. Syarat-syarat kata untuk dapat menjadi afiksasi Ø Kata
afiks itu harus dapat ditempatkan pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata
baru.. Ø Kata afiks itu merupakan bentuk terikat, tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatis
(tertulis) selalu melekat pada bentuk lain dalam bentuk terikat. Ø Afiks tidak memiliki arti leksis, artinya
tidak mempunyai pertalian arti karena kata itu berupa imbuhan. Sedangkan imbuhan itu dapat
mempengaruhi arti kata itu sendiri. 1.1.3. Macam afiks Imbuhan itu dapat mengubah makna, jenis dan
fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang fungsinya berbeda dengan kata
dasar atau bentuk dasar. 1. Imbuhan ke-an Beberapa fungsi imbuhan ke-an adalah sbb.: Ø
membentuk kata benda abstrak, misalnya keberanian, ketentraman, keindahan, dan sebagainya. Ø
membentuk kata kerja pasif, misalnya kehujanan, kehilangan, keracunan, dan sebagainya. Ø
membentuk kata sifat, misalnya keibuan, kebapakan, kekanak-kanakan, dan sebagainya. Afiks ke-an
apabila sudah memasuki konteks kalimat akan memiliki beberapa makna, antara lain : Ø Menyatakan
suatu hal / peristiwa yang telah terjadi. Contoh : Ia menghadapi kenyataan ini dengan kepala dingin. Ø
Menyatakan tempat atau daerah. Contoh : Andri bekerja di kedutaan RI. Ø Menyatakan kena atau
menderita suatu hal. Contoh : Ia kehujanan semalam. Ø Menyatakan suatu perbuatan yang tidak
disengaja. Contoh : Santi ketiduran ketika menunggu ayahnya pulang. Ø Menyatakan terlalu. Contoh :
Baju Santo kebesaran. Ø Menyatakan menyerupai. Contoh : Gaya hidupnya kebarat-baratan. 2.
Imbuhan me-kan Berfungsi membentuk kata kerja. Makna imbuhan me-kan : a.Menyatakan kausatif,
yaitu menyebabkan terjadinya proses. Misalnya: Ayah sedang meninggikan tiang jemuran. b.Menjadikan
sebagai atau menganggap sebagai. Misalnya: orang itu memperhambakan benda-benda antik.
c.Menyatakan intensitas Misalnya: Mereka memperebutkan piala Gubernur DKI Jakarta. 3. Imbuhan
per-an Berfungsi sebagai pembentuk kata benda. Makna konfiks per-an : 9.Menyatakan hal Misalnya :
Izin pergedungan di Jakarta sangat ketat. 10.Menyatakan hasil Misalnya: Kita harus menjunjung
persatuan bangsa. 11.Menyatakan tempat atau daerah Misalnya: Vila itu sebagai tempat peristirahatan
Presiden. 12.Menyatakan berbagai-bagai Misalnya: Surat lamaran pekerjaan disertai persyaratan yang
diterima. 4. Imbuhan serapan: -I, -iah, -is, -isme, -if, -al, -asi Imbuhan ini merupakan serapan dari
bahasa asing. Imbuhan serapan tersebut pada umunya berfungsi sebagai pembentuk kata benda dan
kata sifat. Makna yang umum untuk menandai kata sifat adalah mempunyai sifat atau cirri; Misalnya:
legal, universal, sportif, aktif, egois. Sebaliknya –isme mengandung makna paham. Misalnya:
Nasionalisme, komunisme. Sufiks –tas menyatakan makna hal. Misalnya: kriminalitas, aktivitas,
Sedangkan -asi menyatakan proses, misalnya: proklamasi, nasalisasi, Dan sufiks –I, - iah, -wi menyatakan
makna yang bersangkutan dengan, misalnya: gerejani, surgawi, alamiah. 5. Partikel asing: anti-, pro-,
eks, pra, swa, intra-, trans-, non- Partikel asing maksudnya imbuhan asing yang melekat pada kata dasar.
Contoh: SMU kami sering mendapat juara dalam perlombaan intrakurikuler. 1.2. Ragam Bahasa Di
dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa
Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata
baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa
Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di
dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku
bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya
kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa
bahasa ragam yang bersangkutan. Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum,
tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat
menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu
diperhatikan iala bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley,
1980)……………………………………….. 1.2.1. Ragam bahasa Lisan Ragam bahasa lisan adalah bahan yang
dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita
berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat
memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk
mengungkapkan ide. Ø Macam ragam bahasa lisan 1. Ragam percakapan 2. Ragam pidato 3. Ragam
kuliah 4. Ragam pentas Ø Ciri-ciri ragam bahasa lisan 1. Langsung Dalam berkomunikasi, seseorang
diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara. 2. Tidak terikat ejaan bahasa
Indonesia tetapi terikat situasi pembicaraan Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat
mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan bahasa sehari-hari dengan orang yang diajak bicara. 3.
Tidak efektif Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa sehari-hari sehingga
banyak menggunakan kalimat yang bersifat basa-basi dengan orang yang diajak bicara. 4. Kalimatnya
pendek-pendek Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang
lain sudah mengetahui maksudnya. 5. Kalimat sering terputus dan tidak lengkap Dalam berkomunikasi,
seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya. 6.
Lagu kalimat situasional Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada
pada dengan orang yang diajak bicara atau keadaan sekitarnya. 7. Unsur suprasegmental (aksen, nada,
tekanan) dan paralingua ( gerak-gerik tangan, mata, dan gerakan kepala ) memberi efek pada hasil
komunikasi 1.2.2. Ragam bahasa tulis Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan
tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam
bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan
kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam
mengungkapkan ide. Ø MACAM RAGAM BAHASA TULIS 1. Undang-undang 2. Ragam catatan 3. Ragam
sastra 4. Ragam surat- menyurat Ø CIRI-CIRI RAGAM BAHASA TULIS 1. Santun Memenuhi kaidah-
kaidah yang ada dan pilihan kata atau istilah yang tepat dan cermat. 2. Efektif Hemat dan singkat,
tetapi kena dalam hal maksud yang diungkapkannya. 3. Bahasa disampaikan sebagai upaya komunikasi
satu pihak. Karena tak dapat bertemu langsun, maka kita diharapkan dapat mengkomunikasikan segala
apa yang ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi atau salah paham. 4.
Ejaan digunakan sesuai dengan pedoman. Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman
yang harus digunakan atau dipatuhi agar tidak menimbulkkan kesalahan dalam pemakaian atau
penulisan kata. 5. Penggunaan kosa kata pada dasarnya sudah dibakukan. Dalam hal ini, penggunaan
kata atau pilihan kata harus tepat. Walaupun maksud kita sama, namun apabila kita salah dalam
memilih kata maka akan menimbulkan kerancuan. Contoh Ragam bahasa lisan Ragam bahasa tulis : 1.
Putri bilang kita harus pulang = Putri mengatakan bahwa kita harus pulang 2. Ayah lagi baca koran =
Ayah sedang membaca koran 3. Saya tinggal di Bogor = Saya bertempat tinggal di Bogor 1.2.3.
Membedakan Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan dari Segi Penggunaan Kalimat Membedakan Ragam
Bahasa Tulis dan Lisan dari segi penggunaan kalimat. Pada ragam Bahasa Tulis dengan Ragam Bahasa
Lisan mempunyai suatu perbedaan yang sangat signifikan, karena pada ragam Bahasa Tulis sangat
diperlukan unsur-unsur kalimat sangat berpengaruh dan penting di tulis dalam wacana atau paragrap
yang mengacu pada bahasa tulis. Ragam Bahasa Tulis komunikasi tidak secara langsung. Sehingga
situasi, kondisi dan waktu tidak mengikat sebab orang yang membaca ragam bahasa tulis tidak bertemu
langsung dengan penulis. Ragam Bahsa Lisan mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu sangat
berpengaruh Supra Segmental (aksentuasi, nada, dan tekanan) dan unsur Para Lingual (gerak gerik
tangan, mata, dan kepala) karena unsur ini memberi efek terhadap hasil komunikasi. Ragam Lisan
komunikasi secara langsung atau bersemuka sehingga sangat terikat oleh situasi, kondisi dan waktu.
Ragam Lisan kalimat yang kurang baik strukturnya tidak menghambat komunikasi karena unsur
suprasegmental para lingual dan komunikasi secara langsung. Contoh ragam bahasa lisan yang tidak
formal dan contoh ragam bahasa tulis.: Contoh 1 : ragam bahasa lisan yang tidak formal. Contoh 2 :
ragam bahasa tulis. Contoh 1. A : “Nama?” B : “Arjana” A : “umur?” B : “16 tahun.” A : “tinggal di mana?”
B : “di Gianyar.” A : “pernah kursus?” B : “pernah.” A : “di mana?” B : “GO.” A : “pernah kerja?” B :
“pernah.” Contoh 2 A : “siapa nama saudara?” B : “nama saya Arjana.” A : “berapa umur saudara?” B :
“umur saya 16 tahun.” A : “dimana saudara tinggal?” B : “saya tinggal di Gianyar.” A : “apakah saudara
pernah kursus?” B : “ya, saya pernah kursus bahasa Inggris di GO.” A : “apakah saudara pernah
bekerja?” B : “ya, saya pernah bekerja.” 1.3. Kalimat 1.3.1. Frase Frase adalah satuan gramatik yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi,
yang sedang menulis. Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat,
yaitu a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih. b. Frase
merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu selalu
terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K. Macam-macam frase: A. Frase
endosentrik Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu: 1. Frase endosentrik yang
koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan
unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung. Misalnya: kakek-nenek
pembinaan dan pengembangan laki bini belajar atau bekerja 2. Frase
endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-
unsurnya tidak mungkin dihubungkan. Misalnya: perjalanan panjang hari libur Perjalanan,
hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frase dan
secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif. 3. Frase
endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan. Misalnya: Susi,
anak Pak Saleh, sangat pandai. Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam
hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat
menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai Susi, …., sangat
pandai. …., anak Pak Saleh sangat pandai. Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak
Saleh merupakan aposisi (Ap). B. Frase Eksosentrik Frase eksosentrik ialah frase yang tidak
mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Misalnya: Siswa kelas 1A sedang bergotong royong
di dalam kelas. Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut: Siswa kelas 1A sedang bergotong
royong di …. Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas C. Frase Nominal, frase
Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan. 1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama
dengan kata nominal. Misalnya: baju baru, rumah sakit 2. Frase Verbal: frase yang
mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal. Misalnya: akan berlayar 3.
Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan. Misalnya:
dua butir telur, sepuluh keping 4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama
dengan kata keterangan. Misalnya: tadi pagi, besok sore 5. Frase Depan: frase yang terdiri
dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa D. Frase Ambigu Frase ambigu artinya kegandaan makna
yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut
ambigu. Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku
bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku. Frase perancang busana wanita
dapat menimbulkan pengertian ganda: 1. Perancang busana yang berjenis kelamin wanita. 2.
Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita. 1.3.2. Klausa Klausa adalah satuan gramatika
yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki
potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan. Unsur inti klausa ialah subjek (S)
dan predikat (P). Penggolongan klausa: 1. Berdasarkan unsur intinya 2. Berdasarkan ada tidaknya
kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat 3. Berdasarkan kategori kata atau frase
yang menduduki fungsi predikat 1.3.3. Kalimat a. Pengertian Kalimat adalah satuan bahasa yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang. b. Pola-pola kalimat Sebuah kalimat luas dapat
dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu. Pola
kalimat I = kata benda-kata kerja Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul. Pola kalimat I disebut kalimat
”verbal” Pola kalimat II = kata benda-kata sifat Contoh: Anak malas. Gunung tinggi. Pola kalimat II
disebut pola kalimat ”atributif” Pola kalimat III = kata benda-kata benda Contoh: Bapak pengarang.
Paman Guru Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini
mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan. Pola kalimat IV (pola tambahan) =
kata benda-adverbial Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor. Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial c.
Jenis Kalimat 1. Kalimat Tunggal Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti
pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-
unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola
kalimat baru. Kalimat Tunggal Susunan Pola Kalimat Ayah merokok. Adik minum susu. Ibu menyimpan
uang di dalam laci. S-P S-P-O S-P-O-K 2. Kalimat Majemuk Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat
yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari: a. Sebuah
kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk
satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada. Misalnya: Anak itu membaca
puisi. (kalimat tunggal) Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi. (subjek pada
kalimat pertama diperluas) b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat
yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat. Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II) Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara,
kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran. 1) Kalimat majemuk setara Kalimat
majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat
majemuk setara terdiri atas: a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan
kata-kata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya. Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat
pandai. b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi. c. Kalimat majemuk setara perlawanan.
Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan. Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya
sangat pemalas. 2) Kalimat majemuk bertingkat Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat
tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat.
Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami
perluasan dikenal adanya: a. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.
Misalnya: Diakuinya hal itu P S Diakuinya bahwa ia yang
memukul anak itu. anak kalimat pengganti subjek b. Kalimat majemuk
bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat. Misalnya: Katanya begitu Katanya
bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu. anak kalimat pengganti
predikat c. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek. Misalnya:
Mereka sudah mengetahui hal itu. S P O Mereka
sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya. anak
kalimat pengganti objek d. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti
keterangan. Misalnya: Ayah pulang malam hari S P K Ayah pulang ketika
kami makan malam anak kalimat pengganti keterangan 3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa
kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat. Misalnya: Ketika ia duduk
minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum pola atasan
datang seorang pemuda berpakaian bagus pola bawahan I
datang menggunakan kendaraan roda empat pola bawahan
II 3. Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi a. Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti: 1) Hanya terdiri atas dua kata 2) Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
3) Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat 4) Intonasinya adalah intonasi ”berita yang
netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan atau pergeseran makna laksikalnya.. b.
Kalimat luas Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak
hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih. c. Kalimat transformasi Kalimat transformasi merupakan
kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga
kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas. Contoh kalimat Inti, Luas, dan
Transformasi a. Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis. b. Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta,
Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika. c. Kalimat
transformasi. Contoh: i) Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus
juga adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi. ii) Dengan penambahan jumlah
inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan
komputer. iii) Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik. iv) Dengan perubahan
intonasi. Contoh: Adik menangis? 4. Kalimat Mayor dan Minor a. Kalimat mayor Kalimat mayor
adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti. Contoh: Amir mengambil
buku itu. Arif ada di laboratorium. Kiki pergi ke Bandung. Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok
paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih berada di sekolah. b. Kalimat
Minor Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Diam! Sudah siap? Pergi! Yang baru! Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti
atau unsur pusat. Contoh: Amir mengambil. Arif ada. Kiki pergi Ibu berangkat-ayah menunggu. Karena
terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor. 5. Kalimat Efektif Kalimat efektif adalah
kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat. Jelas : berarti
mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca. Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-
kata. Tepat : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku. Kalimat Tidak Efektif Kalimat tidak efektif
adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.
Sebab-Sebab Ketidakefektifan Kalimat 1. kontaminasi= merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah
contoh: diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah) memperkuat, menguatkan memperkuatkan
(salah) sangat baik, baik sekali sangat baik sekali (salah) saling memukul, pukul-memukul saling
pukul-memukul (salah) Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah
mengadakan pentas seni (salah) 2. pleonasme= berlebihan, tumpang tindih contoh : para hadirin
(hadirin sudah jamak, tidak perlu para) para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak) banyak
siswa-siswa (banyak siswa) saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’) agar
supaya (agar bersinonim dengan supaya) disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena) 3.
tidak memiliki subjek contoh: Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar) Di dalam buah
mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar) ?? Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO)
(salah) 4. adanya kata depan yang tidak perlu Perkembangan daripada teknologi informasi sangat
pesat. Kepada siswa kelas I berkumpul di aula. Selain daripada bekerja, ia juga kuliah. 5. salah
nalar waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang dipersilahkan) Mobil Pak Dapit mau dijual.
(Apakah bisa menolak?) Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan) Adik mengajak temannya
naik ke atas. (naik selalu ke atas) Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di
belakang) Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi) Bola gagal masuk
gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa) 6. kesalahan
pembentukan kata mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan menyetop seharusnya
menstop mensoal seharusnya menyoal ilmiawan seharusnya ilmuwan sejarawan seharusnya ahli
sejarah 7. pengaruh bahasa asing Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …)
(seharusnya tempat) Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada
dihilangkan) Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
8. pengaruh bahasa daerah … sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
… oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona) Jangan-jangan …
(Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin) . 1.3.4. Konjungsi Konjungsi adalah kata tugas yang
menghubungkan dua klausa atau lebih. Konjungsi dapat dibagi menjadi lima macam menurut perilaku
sintaksisnya. Kelima jenis konjungsi itu adalah: Konjungsi antarklausa yaitu konjungsi yang
menghubungkan dua klausa atau lebih. Jika yang dihubungkan dua klausa atau lebih yang memiliki
status sintaksis sama disebut konjungsi koordinatif. Jika dua klausa itu memiliki status tidak sama
dinamakan konjungsi subordinatif. Adapun macam-macam konjungsi antarklausa meliputi: Konjungsi
koordinatif a. dan (menyatakan penambahan) b. tetapi (menyatakan perlawanan) c. atau (menyatakan
pemilihan0 Konjungsi koordinatif; menghubungkan dua atau lebih unsur (termasuk kalimat) yang sama
pentingnya atau setara. Kalimat yang dibentuk disebut kalimat majemuk setara. Contoh: dan, serta,
atau, tetapi, melainkan, padahal, sedangkan. Konjungsi korelatif; menghubungkan dua atau lebih unsur
(tidak termasuk kalimat) yang memiliki status sintaksis yang sama dan membentuk frasa atau kalimat.
Kalimat yang dibentuk agak rumit dan bervariasi, kadang setara, bertingkat, atau bisa juga kalimat
dengan dua subjek dan satu predikat. Contoh: baik ... maupun, tidak hanya ..., tetapi juga, bukan hanya
..., melainkan juga, demikian ... sehingga, sedemikian rupa ... sehingga, apa(kah) ... atau, entah ... entah,
jangankan ..., ... pun. Konjungsi subordinatif; menghubungkan dua atau lebih klausa yang tidak memiliki
status sintaksis yang sama. Konjungsi membentuk anak kalimat yang jika digabungkan dengan induk
kalimat akan membentuk kalimat majemuk bertingkat. Konjungsi subordinatif waktu; sejak Konjungsi
subordinatif syarat; jika Konjungsi subordinatif pengadaian; andaikan Konjungsi subordinatif tujuan; agar
Konjungsi subordinatif konsesif; biarpun Konjungsi subordinatif pembandingan; ibarat Konjungsi
subordinatif sebab; karena Konjungsi subordinatif hasil; sehingga Konjungsi subordinatif alat; dengan
Konjungsi subordinatif cara; tanpa Konjungsi subordinatif komplementasi; bahwa Konjungsi subordinatif
atributif; yang Konjungsi subordinatif perbandingan; sama ... dengan Konjungsi antarkalimat yaitu
konjungsi yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain. Oleh karena itu, konjungsi itu
selalu memulai kalimat yang baru dan huruf pertamanya diawali huruf capital. Yang termasuk konjungsi
antarkalimat sebagai berikut; Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada
kalimat sebelumnya. Seperti : biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun
demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu. Contoh : Kami kurang setuju dengan usulan dia.
Biarpun begitu, kami tetap menghargainya. Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau
keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu, dan selanjutnya. Contoh : Kami
akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat di rumah
penduduk. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain diluar dari yang telah
dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu. Contoh : Kami menyambut
pagi ini dengan sukacita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau. Konjungsi yang
menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebaliknya. Contoh : Kita jangan terus
menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit pohon baru. Konjungsi
yang menyatakan keadaan keadaan yang sebenarnya, seperti : sesungguhnya dan bahwasanya. Contoh :
Kita dilanda banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana ini telah kita ramalkan tahun kemarin.
Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan dan bahkan.
Contoh : Rumah-rumah di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung di
tengah laut yang dangkal. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan sebelumnya,
seperti : namun dan akan tetapi. Contoh : keadaannya memang sudah aman. Akan tetapi, kita tetap
harus waspada. Konjungsi yang menyatakan konsekwensi, seperti : dengan demikian. Contoh : Kamu
telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian,kamu harus menanggung semua risikonya.
Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti : oleh karena itu dan oleh sebab itu. Contoh : Kami sudah
melarang mereka berburu di hutan, tapi mereka tetap nekat. Oleh sebab itu, biar mereka rasakan
sendiri akibatnya. Konjungsi yang menyatakan kejadian yang mendahului hal yang dinyatakan
sebelumnya, seperti : sebelum itu. Contoh : Polisi hutan menangkap dua peemburu liar. Sebelum itu,
mereka menangkap lima orang pemburu liar. k. .Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan
yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya, seperti : biarpun demimikian/beitu, sekalipun
demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu. Contoh : kami kurang
setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya. l. Konjungsi yang menyatakan
lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu dan
selanjutnya. Contoh : kami akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan
beristirahat di rumah penduduk. m. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa atau keadaan lain
diluar dari yang telah dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu. Contoh :
kami menyambut pagi ini dengan suka cita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau. n.
Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya. Seperti : sebaliknya. Contoh :
kita jangan terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit baru.
o. .Konjungsi yang menyatakan keadaan yang sebenarnya. Seperti : sesungguhnya dan bahwasanya.
Contoh : Kita di landa banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana itu telah kita ramalkan tahun
kemaren. p. Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan,
dan bahkan. Contoh : Rumah-rumh di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada
kampung ditengah laut yang dangkal. q. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan
yang sebelumnya. Seperti: namun, akan tetapi. Contoh : Keadaan memang sudah aman. Akan tetapi,
kita harus tetap waspada. r. Konjungsi yang menyatakan konsekuensi, seperti : dengan demikian.
Contoh : kamu telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian, kamu harus menanggung semua
resikonya. s. Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti oleh karena itu dan oleh sebab itu. Contoh
: Kami sudah melarang mereka berburu di hutan, tetapi mereka tetap nekat. Oleh karena itu, biar
mereka rasakan sendiri akibatnya. t. Konjungsi yang menyatakan mendahului hal yang dinyatakan
sebelumnya, seperti sebelum itu. Contoh : Polisi hutan menangkap dua pemburu liar. Sebelum itu,
mereka menangkap lima orang pemburu liar. Konjungsi antarparagraf yaitu, konjungsi yang digunakan
memulai suatu paragraph. Hubungan dengan paragraph sebelumnya berdasarkan makna yang
terkandung pada paragraph sebelumnya itu. Konjungsi antarparagraf terdiri dari ; - adapun - akan hal -
mengenai - dalam pada itu 1.4. Sinonim, Antonim dan Polisemi 1.4.1. Pengertian Sinonim dan Bentuk-
Bentuknya Sinonim adalah kata-kata yang memiliki kesamaan arti secara struktural atau leksikal dalam
berbagai urutan kata-kata sehingga memiliki daya tukar (substitusi). Sinonim mutlak: kata-kata yang
dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan apa pun tanpa mengubah makna struktural dan
makna leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat. Contoh: kosmetik = alat kecantikan laris =
laku, larap leksikografi = perkamusan kucing = meong Sinonim semirip: kata-kata yang dapat bertukar
tempat dalam konteks kebahasaan tertentu tanpa mengubah makna struktural dan leksikal dalam
rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat tersebut saja. Contoh: melatis = menerobos lahiriah = jasmaniah
Sinonim selingkung: kata-kata yang dapat saling mengganti dalam satu konteks kebahasaan tertentu
saja secara struktural dan leksikal. Contoh: lemah = lemas Contoh : a. Ayahnya sudah meninggal
bulan lalu b. Ayahnya sudah tewas alam perjalanan ke Bali. c. Ayahnya sudah
meninggal dunia bulan lalu. d. Ayahnya sudah berpulang ke rahmatullah bulan yang lalu.
Tampak dalam contoh tersebut, kata meninggal bersinonim dengan tewas, juga bersinonim dengan
frasa meninggal dunia dan frasa berpulang ke rahmatullah. Akan tetapi, kata meninggal tidak memiliki
makna yang mutlak sama dengan kata wafat atau tewas karena berbeda nilai rasanya. Sinonim juga
dapat terjadi antara morfem dengan morfem, antar morfem dengan kata, kata dengan frasa, serta antar
kalimat dengan kalimat. 1.4.2. tian Antonim dan Jenisnya Antonim yaitu, dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan. Verhaar menggantikan kata antonym dengan kata oposisi sehingga
mencakup pengertian betul-betul berlawanan sampai yang hanya bersifat kebalikan. Berdasarkan
sifatnya, oposisi dibedakan atas lima macam berikut ini. 1. Oposisi mutlak. Ciri oposisi ini adalah
penyangkalan terhadap kata yang satu dengan kata yang lain. 2. Oposisi kutub atau gradual. Oposisi
ini pertentangannya tidak bersifat mutlak, melainkan gradasi, artinya terdapat tingkat-tingkat makna
pada kata tersebut. 3. Oposisi hubungan atau relasional. Oposisi antara dua kata yang mengandung
relasi kebalikan, kata-kata yang beroposisi dengan hubungan ini bisa berupa kata kerja. 4. Oposisi
majemuk. Oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata atau lebih. Oposisi ini
berkaitan ddengan hiponim-hiponim dalam suatu kelas. 5. Oposisi hierarki.. oposisi yang sebenarnya
mirip dengan oposisi majemuk, tetapi disini terdapat suatu kriteria tambahan atau tingakatan. Contoh
antonim Antonim berpasangan: kata-kata yang secara makna jelas bertentangan karena didasarkan
pada makna pasangannya sehingga tidak bisa dipertentangkan tanpa kehadiran makna pasangannya.
Jika salah satu unsur dinegatifkan, tidak secara serta-merta memunculkan pasangannya. Contoh: (ber)-
dosa >< suci (tidak (ber)-dosa ≠suci) istri >< suami (bukan istri ≠ suami) pembeli >< penjual (bukan
pembeli ≠ penjual) Antonim melengkapi: kata-kata yang secara makna bertentangan, tetapi kehadiran
makna salah satu kata bersifat melengkapi kehadiran makna yang lain. Contoh: pertanyaan >< jawaban
mencari >< menemukan Antonim berjenjang: kata-kata yang secara makna mengandung pertentangan,
tetapi pertentangan makna ini bersifat berjenjang/bertahap/bertingkat. Contoh: dingin >< hangat ><
panas kaku >< lentur >< elastis 1.4.3. Polisemi Polisemi ialah kata yang memiliki makna lebih dari
satu. Makna tersebut tetap memperlihatkan huunganndengan makna dasarnya. Misalnya kata kepala
memiliki makna berikut ini : Makna 1 : bagian tubuh dari leher ke atas. Makna 2 : bagian dari
sesuatu yang terletak di sebelah atas dan merupakan hal yang penting/terutama. Makna 3 :
bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat. Makna 4 : pemimpin atau ketua Makna 5 : jiwa atau
orang Makna 6 : akal budi Makna 2-6 masih berhubungan dengan makna dasar (makna 1)
karena dijabarkan dari komponen makna dasar tersebut. Kelima makna itu masih mempertahankan ciri
“atas” yang ada pada makna 1, seperti contoh di bawah ini : 1. Kepala Andri berdarah ketika jatuh
dari sepeda. 2. Upacara di suku terasing itu dipimpin oleh kepala suku. 3. Lihat kepala jarum
penttul yang berwarna merah itu ! 4. Acara ini akan diresmikan oleh Ibu Kepala sekolah. 5. Setiap
kepala menerima bantuan rp 10.000,00. 6. Begitu berat yang ditanggungnya sampai terasa kepalanya
kosong. BAB III PENUTUP 1. SIMPULAN 1. Imbuhan atau bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi,
dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan
tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut. 2. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang
disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi. 3.
Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi
yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya. 4. Antonym adalah dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan. Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna
sama/hamper sama. Polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu. 2. SARAN Kita ketahui
tiada manusia yang sempurna diciptakan di dunia ini oleh Tuhan. Begitu pila dengan penelitian ini masih
banyak kekeurangan. Untuk itu harapan kami kedepan adalah: 1. Penelitian ini hanya mencangkup
beberapa aspek kebahasaan, untuk iyu perlu diadakan lagi penelitian yang lebih kompleks 2.
Mengingat pentingnya aspek kebahasaan dalam kehidupan sehari- hari, mari kita belajar bahasa
Indonesia dengan benar. 3. Perlu diadakan banyak sosialisasi kepada mereka yang tidak ikut dalam
dunia pendidikan sehingga seluruh kalangan masyarakat bisa berbahasa Indonesia yang benar. DAFTAR
PUSTAKA P. Tukan, S.Pd,Mahir Berbahasa Indonesia 1,SMA Kelas X,yudhistira www.http//Google.com
SUKA ARTIKEL INI? BAGIKAN : 0 477 Silahkan coment yang sopan .... ← Konjungsi Paragraf Induktif dan
Deduktif → Artikel Populer Teori Atom menurut para ahli Kekurangan dan Kelebihan PLTA Report Text
Sample - Crocodile Praktek Kelembaman Hukum I Newton Sanksi Hukum Administrasi Negara Hubungan
Dasar Negara dan Konstitusi Asas-asas dalam Hukum Administrasi Negara Apa itu pradaksina ? Laporan
Praktek Hukum I Newton Organisasi Administrasi Negara Artikel Terbaru Selamat datang di blog SIDQIOE
.Blog ini berisi konten yang berisi tentang dunia pendidikan . Semua konten didalam blog ini merupakan
tulisan original dari Penulis yang diambil dari beberapa sumber . Jika anda tidak keberatan Silahkan
berikan komen anda untuk kemajuan blog ini .Untuk Kunjungannya saya ucapkan terimakasih . Sosial
Media Last Artikel Kategori Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Biologi BK Ekonomi Fisika Geografi HAN
Kewirausahaan Kimia PHI PIH PKn PLH Puisi Sejarah Seni Budaya Sosiologi Sosiologi Sejarah tugas
Copyright © 2014. Sidqioe Blog - Template by Kang Ismet Supported by DroidPluss ShareThis Copy and
PastePRIVACY CONTACT ABOUT DAFTAR ISI Sidqioe Blog INI BUKAN BLOG , INI BUKU TUGAS Home »
Bahasa Indonesia » tugas » Makalah Aspek Kebahasaan Lengkap MAKALAH ASPEK KEBAHASAAN
LENGKAP Muhamad Hakim Sidqie Bahasa Indonesia, tugas 25 Mei 2014 Belum ada komentar OLEH :
NAMA : I Wayan Gede Adi Arjana KELAS : X3 NOMOR : 05 KATA PENGANTAR OM
SWASTYASTU, Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang
Maha Esa ) karena pada akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas ringkasan bahasa Indonesia mengenai
“ ASPEK KEBAHASAAN” yang telah diberikan oleh Bapak Sudira selaku guru Bahasa Indonesia kelas X.
Melalui ringkasan ini saya berharap dapat membantu pembaca dalam mempermudah pembelajaran
sedikit banyaknya tentang aspek kebahasaan itu sendiri. Aspek kebahasaan ini juga sangat diperlukan
dalam kegiatan sehari-hari agar dapat berkomunikasi dengan baik dan benar. Saya menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Banyak kekurangan yang terkandung di dalamnya. Untuk
itu, kritik dan saran yang konstruktif dari teman-teman, bapak guru, maupun ibu guru sangat saya
harapkan demi saya kedepannya. Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru. OM SANTIH,
SANTIH, SANTIH, OM Gianyar, September 2010 Penulis DAFTAR ISI Judul
……………………………………………………………………………………i Kataengantar
……………………………………………………………………………………ii Daftar Isi
……………………………………………………………………………………iii BAB I PENDAHULUAN A.
LatarBelakang…………………………………………………………1 B. RUMUSAN
ASALAH………………………………………………..2 C. TUJUAN………………………………………………………………2 D.
RUANG LINGKUP…………………………………………………..2 E.
MANFAAT………………………………………………………….. 3 BAB II ISI A.
Pembahasan………………………………………………………….. 4 BAB III PENUTUP A.
Simpulan……………………………………………………………..36 B. Saran
……………………………………………………………………… 37 Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………..38 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Bahasa dalam kehidupannya merupakan struktur, mencangkup struktur bentuk dan makna. Dengan
menggunakan struktur itu manusia bisa berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan bahasa ilmu
pengetahuan yang ditemukan dapat disebar luaskan sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang banyak
guna kemajuan kehidupan. Selain memahami penyampaian informasi dalam bahasa, maka
dalam penyampaian juga harus diprhatikan struktur bahasa. Apabila struktur bahasa yang digunakan
tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku tentunya suatu akan mengurangi makna informasi yang
disampaikan. Kesalahan berbahasa juga sering kali kita lihat dalam kehidupan sehari- hari. Hal itu
disebabkan oleh banyak faktor.Salah satu cara memperbaiki kesalahan berbahasa dalam kehidupan
sehari- hari adalah memberi penekanan berbahasa dalam dunia pendidikan. Karena kita ketahui bahwa
dalam penyampaian proses pembelajaran di sekolah mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Seperti kita ketahui dalam penggunaanya sangat luas dan
menggunakan beranekaragam penuturan. Hal itu dipengaruhi oleh bahasa masing- masing daerah yang
ada di Indonesia. Untuk itu didalam pelajaran Bahasa Indonesia dimasukan aspek kebahasaan. Di
Sekolah Menengah Atas (SMA) khususnya di kelas X, dipelajari beberapa aspek kebahasaan seperti
imbuhan, ragam bahasa, konjungsi, serta pengertian antonym, sinonim, dan polisemi. Tapi belum tentu
kalian belum mengetahui makna dari kata-kata yang disebutkan tadi. Untuk itu diperluakn suatu
penelitian yang secara kompleks membahas tentang keempat aspek kebahasaan tersebut B.
RUMUSAN MASALAH Sesuai dengan pembelajaran yang didapatkan pada kelas x khususnya semester 1,
maka didalam penyusunan karya tulis ini akan dibahas beberapa masalah yaitu: 1. Apa yang dimagsud
dengan afiks (imbuhan) ke-an ? 2. Apa yang dimagsud dengan Ragam bahasa Lisan dan Tulisan? 3.
Apakah yang dimagsud dengan konjungsi antar kalimat? 4. Apakah yang dimagsud dengan Sinonim,
Antonim, dan polisemi? C. TUJUAN Dalam suatu penelitian tentunya ada sesuatu yang ingin
dicapai oleh penulis. Tidak terkecuali didalam penelitian kami ini. Dalam hal ini kami ingin mengethui
beberapa unsure yaitu: 1. Mengetahui pengertian dari afiks ke-an . 2. Mengetahui pengertian dari
Ragam bahasa Lisan dan Tulisan. 3. Mengetahui pengertian dari konjungsi antar kalimat. 4.
Mengetahui pengertian dari Sinonim, Antonim, dan polisemi. D. RUANG LINGKUP 1. Imbuhan atau
bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai
arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut. 2.
Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan
bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi. 3. Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam
suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab
selanjutnya. 4. - Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
-Antonym adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan. -Polisemi adalah kata
yang memiliki makna lebih dari satu. E. Manfaat Penelitian Penelitian kami ini nantinya diharapkan
agar: 1. Bemanfaat bagi para pembaca yang ingin mengetahui pembelajaran aspek kebahasaan pada
kelas X semester 1. 2. Memberikan sumbangan penegtahuan bagi kelangsungan berbahasa di
masyarakat BAB II ISI 1.1. Afiks (Imbuhan) 1.1.1. Pengertian Imbuhan (afiks) adalah
suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung, yang bukan kata dan bukan
pokok kata. Melainkan mengubah leksem menjadi kata kompleks, artinya mengubah leksem itu menjadi
kata yang mempunyai arti lebih lengkap, seperti mempunyai subjek, predikat dan objek.
…………………………………….………………………… Imbuhan (afiks) dibahas dalam
bidang ilmu Morfologi. Sedangkan definisi Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan
atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan
dan arti kata. Dalam definisi lain di katakan bahwa Morfologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa
yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik
fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Contoh: kata Sepeda Motor terdiri dari dua morfem, yaitu
morfem Sepeda dan morfem Motor, yang masing-masing merupakan
kata.………………………………………………….. Perubahan-perubahan bentuk kata menyebabkan
adanya perubahan golongan dan arti kata. Golongan kata Sepeda tidak sama dengan golongan kata
bersepeda. Golongan Sepeda merupakan golongan kata nominal, sedangkan kata bersepeda termasuk
golongan kata verbal. Kata rumah dan kata jalan termasuk golongan kata nominal, sedangkan kata
berumah dan kata berjalan termasuk golongan kata verbal. …………………………………………………………..
Dibidang arti, kata Sepeda, bersepeda, Sepeda-sepeda, dan Sepeda Motor, semuanya mempunyai arti
yang berbeda-beda. Demikian pula kata Rumah, berumah, perumahan, rumah-rumahan, rumah-rumah,
rumah sakit dan kata-kata jalan, berjalan, berjalan-jalan, perjalanan, menjalani, menjalankan dan jalan
raya. … Perbedaan golongan dan arti kata-kata tersebut tidak lain disebabkan oleh perubahan
bentuk kata. Karena itu, maka morfologi disamping bidangnya yang utama menyelidiki seluk-beluk kata,
juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat
perubahan bentuk kata.…………………………………………………… Tiga macam proses morfologis,
yaitu pertama, bergabungnya morfem bebas dengan morfem terikat disebut afiksasi. Kedua,
Pengulangan morfem bebas disebut reduplikasi, dan ketiga, bergabungnya morfem bebas dengan
morfem bebas disebut pemajemukan. Pada proses yang pertama menghasilkan kata berimbuhan, yang
kedua menghasilkan kata ulang, dan yang ketiga menghasilkan kata
majemuk.……………………………………………… 1.1.2. Syarat-syarat kata untuk dapat menjadi afiksasi Ø Kata
afiks itu harus dapat ditempatkan pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata
baru.. Ø Kata afiks itu merupakan bentuk terikat, tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatis
(tertulis) selalu melekat pada bentuk lain dalam bentuk terikat. Ø Afiks tidak memiliki arti leksis, artinya
tidak mempunyai pertalian arti karena kata itu berupa imbuhan. Sedangkan imbuhan itu dapat
mempengaruhi arti kata itu sendiri. 1.1.3. Macam afiks Imbuhan itu dapat mengubah makna, jenis dan
fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang fungsinya berbeda dengan kata
dasar atau bentuk dasar. 1. Imbuhan ke-an Beberapa fungsi imbuhan ke-an adalah sbb.: Ø
membentuk kata benda abstrak, misalnya keberanian, ketentraman, keindahan, dan sebagainya. Ø
membentuk kata kerja pasif, misalnya kehujanan, kehilangan, keracunan, dan sebagainya. Ø
membentuk kata sifat, misalnya keibuan, kebapakan, kekanak-kanakan, dan sebagainya. Afiks ke-an
apabila sudah memasuki konteks kalimat akan memiliki beberapa makna, antara lain : Ø Menyatakan
suatu hal / peristiwa yang telah terjadi. Contoh : Ia menghadapi kenyataan ini dengan kepala dingin. Ø
Menyatakan tempat atau daerah. Contoh : Andri bekerja di kedutaan RI. Ø Menyatakan kena atau
menderita suatu hal. Contoh : Ia kehujanan semalam. Ø Menyatakan suatu perbuatan yang tidak
disengaja. Contoh : Santi ketiduran ketika menunggu ayahnya pulang. Ø Menyatakan terlalu. Contoh :
Baju Santo kebesaran. Ø Menyatakan menyerupai. Contoh : Gaya hidupnya kebarat-baratan. 2.
Imbuhan me-kan Berfungsi membentuk kata kerja. Makna imbuhan me-kan : a.Menyatakan kausatif,
yaitu menyebabkan terjadinya proses. Misalnya: Ayah sedang meninggikan tiang jemuran. b.Menjadikan
sebagai atau menganggap sebagai. Misalnya: orang itu memperhambakan benda-benda antik.
c.Menyatakan intensitas Misalnya: Mereka memperebutkan piala Gubernur DKI Jakarta. 3. Imbuhan
per-an Berfungsi sebagai pembentuk kata benda. Makna konfiks per-an : 9.Menyatakan hal Misalnya :
Izin pergedungan di Jakarta sangat ketat. 10.Menyatakan hasil Misalnya: Kita harus menjunjung
persatuan bangsa. 11.Menyatakan tempat atau daerah Misalnya: Vila itu sebagai tempat peristirahatan
Presiden. 12.Menyatakan berbagai-bagai Misalnya: Surat lamaran pekerjaan disertai persyaratan yang
diterima. 4. Imbuhan serapan: -I, -iah, -is, -isme, -if, -al, -asi Imbuhan ini merupakan serapan dari
bahasa asing. Imbuhan serapan tersebut pada umunya berfungsi sebagai pembentuk kata benda dan
kata sifat. Makna yang umum untuk menandai kata sifat adalah mempunyai sifat atau cirri; Misalnya:
legal, universal, sportif, aktif, egois. Sebaliknya –isme mengandung makna paham. Misalnya:
Nasionalisme, komunisme. Sufiks –tas menyatakan makna hal. Misalnya: kriminalitas, aktivitas,
Sedangkan -asi menyatakan proses, misalnya: proklamasi, nasalisasi, Dan sufiks –I, - iah, -wi menyatakan
makna yang bersangkutan dengan, misalnya: gerejani, surgawi, alamiah. 5. Partikel asing: anti-, pro-,
eks, pra, swa, intra-, trans-, non- Partikel asing maksudnya imbuhan asing yang melekat pada kata dasar.
Contoh: SMU kami sering mendapat juara dalam perlombaan intrakurikuler. 1.2. Ragam Bahasa Di
dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa
Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata
baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa
Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di
dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku
bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya
kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa
bahasa ragam yang bersangkutan. Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum,
tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat
menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu
diperhatikan iala bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley,
1980)……………………………………….. 1.2.1. Ragam bahasa Lisan Ragam bahasa lisan adalah bahan yang
dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita
berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat
memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk
mengungkapkan ide. Ø Macam ragam bahasa lisan 1. Ragam percakapan 2. Ragam pidato 3. Ragam
kuliah 4. Ragam pentas Ø Ciri-ciri ragam bahasa lisan 1. Langsung Dalam berkomunikasi, seseorang
diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara. 2. Tidak terikat ejaan bahasa
Indonesia tetapi terikat situasi pembicaraan Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat
mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan bahasa sehari-hari dengan orang yang diajak bicara. 3.
Tidak efektif Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa sehari-hari sehingga
banyak menggunakan kalimat yang bersifat basa-basi dengan orang yang diajak bicara. 4. Kalimatnya
pendek-pendek Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang
lain sudah mengetahui maksudnya. 5. Kalimat sering terputus dan tidak lengkap Dalam berkomunikasi,
seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya. 6.
Lagu kalimat situasional Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada
pada dengan orang yang diajak bicara atau keadaan sekitarnya. 7. Unsur suprasegmental (aksen, nada,
tekanan) dan paralingua ( gerak-gerik tangan, mata, dan gerakan kepala ) memberi efek pada hasil
komunikasi 1.2.2. Ragam bahasa tulis Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan
tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam
bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan
kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam
mengungkapkan ide. Ø MACAM RAGAM BAHASA TULIS 1. Undang-undang 2. Ragam catatan 3. Ragam
sastra 4. Ragam surat- menyurat Ø CIRI-CIRI RAGAM BAHASA TULIS 1. Santun Memenuhi kaidah-
kaidah yang ada dan pilihan kata atau istilah yang tepat dan cermat. 2. Efektif Hemat dan singkat,
tetapi kena dalam hal maksud yang diungkapkannya. 3. Bahasa disampaikan sebagai upaya komunikasi
satu pihak. Karena tak dapat bertemu langsun, maka kita diharapkan dapat mengkomunikasikan segala
apa yang ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi atau salah paham. 4.
Ejaan digunakan sesuai dengan pedoman. Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman
yang harus digunakan atau dipatuhi agar tidak menimbulkkan kesalahan dalam pemakaian atau
penulisan kata. 5. Penggunaan kosa kata pada dasarnya sudah dibakukan. Dalam hal ini, penggunaan
kata atau pilihan kata harus tepat. Walaupun maksud kita sama, namun apabila kita salah dalam
memilih kata maka akan menimbulkan kerancuan. Contoh Ragam bahasa lisan Ragam bahasa tulis : 1.
Putri bilang kita harus pulang = Putri mengatakan bahwa kita harus pulang 2. Ayah lagi baca koran =
Ayah sedang membaca koran 3. Saya tinggal di Bogor = Saya bertempat tinggal di Bogor 1.2.3.
Membedakan Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan dari Segi Penggunaan Kalimat Membedakan Ragam
Bahasa Tulis dan Lisan dari segi penggunaan kalimat. Pada ragam Bahasa Tulis dengan Ragam Bahasa
Lisan mempunyai suatu perbedaan yang sangat signifikan, karena pada ragam Bahasa Tulis sangat
diperlukan unsur-unsur kalimat sangat berpengaruh dan penting di tulis dalam wacana atau paragrap
yang mengacu pada bahasa tulis. Ragam Bahasa Tulis komunikasi tidak secara langsung. Sehingga
situasi, kondisi dan waktu tidak mengikat sebab orang yang membaca ragam bahasa tulis tidak bertemu
langsung dengan penulis. Ragam Bahsa Lisan mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu sangat
berpengaruh Supra Segmental (aksentuasi, nada, dan tekanan) dan unsur Para Lingual (gerak gerik
tangan, mata, dan kepala) karena unsur ini memberi efek terhadap hasil komunikasi. Ragam Lisan
komunikasi secara langsung atau bersemuka sehingga sangat terikat oleh situasi, kondisi dan waktu.
Ragam Lisan kalimat yang kurang baik strukturnya tidak menghambat komunikasi karena unsur
suprasegmental para lingual dan komunikasi secara langsung. Contoh ragam bahasa lisan yang tidak
formal dan contoh ragam bahasa tulis.: Contoh 1 : ragam bahasa lisan yang tidak formal. Contoh 2 :
ragam bahasa tulis. Contoh 1. A : “Nama?” B : “Arjana” A : “umur?” B : “16 tahun.” A : “tinggal di mana?”
B : “di Gianyar.” A : “pernah kursus?” B : “pernah.” A : “di mana?” B : “GO.” A : “pernah kerja?” B :
“pernah.” Contoh 2 A : “siapa nama saudara?” B : “nama saya Arjana.” A : “berapa umur saudara?” B :
“umur saya 16 tahun.” A : “dimana saudara tinggal?” B : “saya tinggal di Gianyar.” A : “apakah saudara
pernah kursus?” B : “ya, saya pernah kursus bahasa Inggris di GO.” A : “apakah saudara pernah
bekerja?” B : “ya, saya pernah bekerja.” 1.3. Kalimat 1.3.1. Frase Frase adalah satuan gramatik yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi,
yang sedang menulis. Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat,
yaitu a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih. b. Frase
merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu selalu
terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K. Macam-macam frase: A. Frase
endosentrik Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu: 1. Frase endosentrik yang
koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan
unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung. Misalnya: kakek-nenek
pembinaan dan pengembangan laki bini belajar atau bekerja 2. Frase
endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-
unsurnya tidak mungkin dihubungkan. Misalnya: perjalanan panjang hari libur Perjalanan,
hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frase dan
secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif. 3. Frase
endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan. Misalnya: Susi,
anak Pak Saleh, sangat pandai. Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam
hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat
menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai Susi, …., sangat
pandai. …., anak Pak Saleh sangat pandai. Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak
Saleh merupakan aposisi (Ap). B. Frase Eksosentrik Frase eksosentrik ialah frase yang tidak
mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Misalnya: Siswa kelas 1A sedang bergotong royong
di dalam kelas. Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut: Siswa kelas 1A sedang bergotong
royong di …. Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas C. Frase Nominal, frase
Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan. 1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama
dengan kata nominal. Misalnya: baju baru, rumah sakit 2. Frase Verbal: frase yang
mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal. Misalnya: akan berlayar 3.
Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan. Misalnya:
dua butir telur, sepuluh keping 4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama
dengan kata keterangan. Misalnya: tadi pagi, besok sore 5. Frase Depan: frase yang terdiri
dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa D. Frase Ambigu Frase ambigu artinya kegandaan makna
yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut
ambigu. Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku
bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku. Frase perancang busana wanita
dapat menimbulkan pengertian ganda: 1. Perancang busana yang berjenis kelamin wanita. 2.
Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita. 1.3.2. Klausa Klausa adalah satuan gramatika
yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki
potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan. Unsur inti klausa ialah subjek (S)
dan predikat (P). Penggolongan klausa: 1. Berdasarkan unsur intinya 2. Berdasarkan ada tidaknya
kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat 3. Berdasarkan kategori kata atau frase
yang menduduki fungsi predikat 1.3.3. Kalimat a. Pengertian Kalimat adalah satuan bahasa yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang. b. Pola-pola kalimat Sebuah kalimat luas dapat
dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu. Pola
kalimat I = kata benda-kata kerja Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul. Pola kalimat I disebut kalimat
”verbal” Pola kalimat II = kata benda-kata sifat Contoh: Anak malas. Gunung tinggi. Pola kalimat II
disebut pola kalimat ”atributif” Pola kalimat III = kata benda-kata benda Contoh: Bapak pengarang.
Paman Guru Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini
mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan. Pola kalimat IV (pola tambahan) =
kata benda-adverbial Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor. Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial c.
Jenis Kalimat 1. Kalimat Tunggal Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti
pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-
unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola
kalimat baru. Kalimat Tunggal Susunan Pola Kalimat Ayah merokok. Adik minum susu. Ibu menyimpan
uang di dalam laci. S-P S-P-O S-P-O-K 2. Kalimat Majemuk Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat
yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari: a. Sebuah
kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk
satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada. Misalnya: Anak itu membaca
puisi. (kalimat tunggal) Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi. (subjek pada
kalimat pertama diperluas) b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat
yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat. Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II) Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara,
kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran. 1) Kalimat majemuk setara Kalimat
majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat
majemuk setara terdiri atas: a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan
kata-kata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya. Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat
pandai. b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi. c. Kalimat majemuk setara perlawanan.
Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan. Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya
sangat pemalas. 2) Kalimat majemuk bertingkat Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat
tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat.
Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami
perluasan dikenal adanya: a. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.
Misalnya: Diakuinya hal itu P S Diakuinya bahwa ia yang
memukul anak itu. anak kalimat pengganti subjek b. Kalimat majemuk
bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat. Misalnya: Katanya begitu Katanya
bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu. anak kalimat pengganti
predikat c. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek. Misalnya:
Mereka sudah mengetahui hal itu. S P O Mereka
sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya. anak
kalimat pengganti objek d. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti
keterangan. Misalnya: Ayah pulang malam hari S P K Ayah pulang ketika
kami makan malam anak kalimat pengganti keterangan 3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa
kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat. Misalnya: Ketika ia duduk
minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum pola atasan
datang seorang pemuda berpakaian bagus pola bawahan I
datang menggunakan kendaraan roda empat pola bawahan
II 3. Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi a. Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti: 1) Hanya terdiri atas dua kata 2) Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
3) Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat 4) Intonasinya adalah intonasi ”berita yang
netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan atau pergeseran makna laksikalnya.. b.
Kalimat luas Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak
hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih. c. Kalimat transformasi Kalimat transformasi merupakan
kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga
kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas. Contoh kalimat Inti, Luas, dan
Transformasi a. Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis. b. Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta,
Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika. c. Kalimat
transformasi. Contoh: i) Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus
juga adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi. ii) Dengan penambahan jumlah
inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan
komputer. iii) Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik. iv) Dengan perubahan
intonasi. Contoh: Adik menangis? 4. Kalimat Mayor dan Minor a. Kalimat mayor Kalimat mayor
adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti. Contoh: Amir mengambil
buku itu. Arif ada di laboratorium. Kiki pergi ke Bandung. Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok
paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih berada di sekolah. b. Kalimat
Minor Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Diam! Sudah siap? Pergi! Yang baru! Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti
atau unsur pusat. Contoh: Amir mengambil. Arif ada. Kiki pergi Ibu berangkat-ayah menunggu. Karena
terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor. 5. Kalimat Efektif Kalimat efektif adalah
kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat. Jelas : berarti
mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca. Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-
kata. Tepat : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku. Kalimat Tidak Efektif Kalimat tidak efektif
adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.
Sebab-Sebab Ketidakefektifan Kalimat 1. kontaminasi= merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah
contoh: diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah) memperkuat, menguatkan memperkuatkan
(salah) sangat baik, baik sekali sangat baik sekali (salah) saling memukul, pukul-memukul saling
pukul-memukul (salah) Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah
mengadakan pentas seni (salah) 2. pleonasme= berlebihan, tumpang tindih contoh : para hadirin
(hadirin sudah jamak, tidak perlu para) para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak) banyak
siswa-siswa (banyak siswa) saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’) agar
supaya (agar bersinonim dengan supaya) disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena) 3.
tidak memiliki subjek contoh: Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar) Di dalam buah
mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar) ?? Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO)
(salah) 4. adanya kata depan yang tidak perlu Perkembangan daripada teknologi informasi sangat
pesat. Kepada siswa kelas I berkumpul di aula. Selain daripada bekerja, ia juga kuliah. 5. salah
nalar waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang dipersilahkan) Mobil Pak Dapit mau dijual.
(Apakah bisa menolak?) Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan) Adik mengajak temannya
naik ke atas. (naik selalu ke atas) Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di
belakang) Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi) Bola gagal masuk
gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa) 6. kesalahan
pembentukan kata mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan menyetop seharusnya
menstop mensoal seharusnya menyoal ilmiawan seharusnya ilmuwan sejarawan seharusnya ahli
sejarah 7. pengaruh bahasa asing Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …)
(seharusnya tempat) Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada
dihilangkan) Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
8. pengaruh bahasa daerah … sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
… oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona) Jangan-jangan …
(Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin) . 1.3.4. Konjungsi Konjungsi adalah kata tugas yang
menghubungkan dua klausa atau lebih. Konjungsi dapat dibagi menjadi lima macam menurut perilaku
sintaksisnya. Kelima jenis konjungsi itu adalah: Konjungsi antarklausa yaitu konjungsi yang
menghubungkan dua klausa atau lebih. Jika yang dihubungkan dua klausa atau lebih yang memiliki
status sintaksis sama disebut konjungsi koordinatif. Jika dua klausa itu memiliki status tidak sama
dinamakan konjungsi subordinatif. Adapun macam-macam konjungsi antarklausa meliputi: Konjungsi
koordinatif a. dan (menyatakan penambahan) b. tetapi (menyatakan perlawanan) c. atau (menyatakan
pemilihan0 Konjungsi koordinatif; menghubungkan dua atau lebih unsur (termasuk kalimat) yang sama
pentingnya atau setara. Kalimat yang dibentuk disebut kalimat majemuk setara. Contoh: dan, serta,
atau, tetapi, melainkan, padahal, sedangkan. Konjungsi korelatif; menghubungkan dua atau lebih unsur
(tidak termasuk kalimat) yang memiliki status sintaksis yang sama dan membentuk frasa atau kalimat.
Kalimat yang dibentuk agak rumit dan bervariasi, kadang setara, bertingkat, atau bisa juga kalimat
dengan dua subjek dan satu predikat. Contoh: baik ... maupun, tidak hanya ..., tetapi juga, bukan hanya
..., melainkan juga, demikian ... sehingga, sedemikian rupa ... sehingga, apa(kah) ... atau, entah ... entah,
jangankan ..., ... pun. Konjungsi subordinatif; menghubungkan dua atau lebih klausa yang tidak memiliki
status sintaksis yang sama. Konjungsi membentuk anak kalimat yang jika digabungkan dengan induk
kalimat akan membentuk kalimat majemuk bertingkat. Konjungsi subordinatif waktu; sejak Konjungsi
subordinatif syarat; jika Konjungsi subordinatif pengadaian; andaikan Konjungsi subordinatif tujuan; agar
Konjungsi subordinatif konsesif; biarpun Konjungsi subordinatif pembandingan; ibarat Konjungsi
subordinatif sebab; karena Konjungsi subordinatif hasil; sehingga Konjungsi subordinatif alat; dengan
Konjungsi subordinatif cara; tanpa Konjungsi subordinatif komplementasi; bahwa Konjungsi subordinatif
atributif; yang Konjungsi subordinatif perbandingan; sama ... dengan Konjungsi antarkalimat yaitu
konjungsi yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain. Oleh karena itu, konjungsi itu
selalu memulai kalimat yang baru dan huruf pertamanya diawali huruf capital. Yang termasuk konjungsi
antarkalimat sebagai berikut; Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada
kalimat sebelumnya. Seperti : biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun
demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu. Contoh : Kami kurang setuju dengan usulan dia.
Biarpun begitu, kami tetap menghargainya. Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau
keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu, dan selanjutnya. Contoh : Kami
akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat di rumah
penduduk. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain diluar dari yang telah
dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu. Contoh : Kami menyambut
pagi ini dengan sukacita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau. Konjungsi yang
menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebaliknya. Contoh : Kita jangan terus
menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit pohon baru. Konjungsi
yang menyatakan keadaan keadaan yang sebenarnya, seperti : sesungguhnya dan bahwasanya. Contoh :
Kita dilanda banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana ini telah kita ramalkan tahun kemarin.
Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan dan bahkan.
Contoh : Rumah-rumah di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung di
tengah laut yang dangkal. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan sebelumnya,
seperti : namun dan akan tetapi. Contoh : keadaannya memang sudah aman. Akan tetapi, kita tetap
harus waspada. Konjungsi yang menyatakan konsekwensi, seperti : dengan demikian. Contoh : Kamu
telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian,kamu harus menanggung semua risikonya.
Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti : oleh karena itu dan oleh sebab itu. Contoh : Kami sudah
melarang mereka berburu di hutan, tapi mereka tetap nekat. Oleh sebab itu, biar mereka rasakan
sendiri akibatnya. Konjungsi yang menyatakan kejadian yang mendahului hal yang dinyatakan
sebelumnya, seperti : sebelum itu. Contoh : Polisi hutan menangkap dua peemburu liar. Sebelum itu,
mereka menangkap lima orang pemburu liar. k. .Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan
yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya, seperti : biarpun demimikian/beitu, sekalipun
demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu. Contoh : kami kurang
setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya. l. Konjungsi yang menyatakan
lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu dan
selanjutnya. Contoh : kami akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan
beristirahat di rumah penduduk. m. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa atau keadaan lain
diluar dari yang telah dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu. Contoh :
kami menyambut pagi ini dengan suka cita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau. n.
Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya. Seperti : sebaliknya. Contoh :
kita jangan terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit baru.
o. .Konjungsi yang menyatakan keadaan yang sebenarnya. Seperti : sesungguhnya dan bahwasanya.
Contoh : Kita di landa banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana itu telah kita ramalkan tahun
kemaren. p. Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan,
dan bahkan. Contoh : Rumah-rumh di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada
kampung ditengah laut yang dangkal. q. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan
yang sebelumnya. Seperti: namun, akan tetapi. Contoh : Keadaan memang sudah aman. Akan tetapi,
kita harus tetap waspada. r. Konjungsi yang menyatakan konsekuensi, seperti : dengan demikian.
Contoh : kamu telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian, kamu harus menanggung semua
resikonya. s. Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti oleh karena itu dan oleh sebab itu. Contoh
: Kami sudah melarang mereka berburu di hutan, tetapi mereka tetap nekat. Oleh karena itu, biar
mereka rasakan sendiri akibatnya. t. Konjungsi yang menyatakan mendahului hal yang dinyatakan
sebelumnya, seperti sebelum itu. Contoh : Polisi hutan menangkap dua pemburu liar. Sebelum itu,
mereka menangkap lima orang pemburu liar. Konjungsi antarparagraf yaitu, konjungsi yang digunakan
memulai suatu paragraph. Hubungan dengan paragraph sebelumnya berdasarkan makna yang
terkandung pada paragraph sebelumnya itu. Konjungsi antarparagraf terdiri dari ; - adapun - akan hal -
mengenai - dalam pada itu 1.4. Sinonim, Antonim dan Polisemi 1.4.1. Pengertian Sinonim dan Bentuk-
Bentuknya Sinonim adalah kata-kata yang memiliki kesamaan arti secara struktural atau leksikal dalam
berbagai urutan kata-kata sehingga memiliki daya tukar (substitusi). Sinonim mutlak: kata-kata yang
dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan apa pun tanpa mengubah makna struktural dan
makna leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat. Contoh: kosmetik = alat kecantikan laris =
laku, larap leksikografi = perkamusan kucing = meong Sinonim semirip: kata-kata yang dapat bertukar
tempat dalam konteks kebahasaan tertentu tanpa mengubah makna struktural dan leksikal dalam
rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat tersebut saja. Contoh: melatis = menerobos lahiriah = jasmaniah
Sinonim selingkung: kata-kata yang dapat saling mengganti dalam satu konteks kebahasaan tertentu
saja secara struktural dan leksikal. Contoh: lemah = lemas Contoh : a. Ayahnya sudah meninggal
bulan lalu b. Ayahnya sudah tewas alam perjalanan ke Bali. c. Ayahnya sudah
meninggal dunia bulan lalu. d. Ayahnya sudah berpulang ke rahmatullah bulan yang lalu.
Tampak dalam contoh tersebut, kata meninggal bersinonim dengan tewas, juga bersinonim dengan
frasa meninggal dunia dan frasa berpulang ke rahmatullah. Akan tetapi, kata meninggal tidak memiliki
makna yang mutlak sama dengan kata wafat atau tewas karena berbeda nilai rasanya. Sinonim juga
dapat terjadi antara morfem dengan morfem, antar morfem dengan kata, kata dengan frasa, serta antar
kalimat dengan kalimat. 1.4.2. tian Antonim dan Jenisnya Antonim yaitu, dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan. Verhaar menggantikan kata antonym dengan kata oposisi sehingga
mencakup pengertian betul-betul berlawanan sampai yang hanya bersifat kebalikan. Berdasarkan
sifatnya, oposisi dibedakan atas lima macam berikut ini. 1. Oposisi mutlak. Ciri oposisi ini adalah
penyangkalan terhadap kata yang satu dengan kata yang lain. 2. Oposisi kutub atau gradual. Oposisi
ini pertentangannya tidak bersifat mutlak, melainkan gradasi, artinya terdapat tingkat-tingkat makna
pada kata tersebut. 3. Oposisi hubungan atau relasional. Oposisi antara dua kata yang mengandung
relasi kebalikan, kata-kata yang beroposisi dengan hubungan ini bisa berupa kata kerja. 4. Oposisi
majemuk. Oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata atau lebih. Oposisi ini
berkaitan ddengan hiponim-hiponim dalam suatu kelas. 5. Oposisi hierarki.. oposisi yang sebenarnya
mirip dengan oposisi majemuk, tetapi disini terdapat suatu kriteria tambahan atau tingakatan. Contoh
antonim Antonim berpasangan: kata-kata yang secara makna jelas bertentangan karena didasarkan
pada makna pasangannya sehingga tidak bisa dipertentangkan tanpa kehadiran makna pasangannya.
Jika salah satu unsur dinegatifkan, tidak secara serta-merta memunculkan pasangannya. Contoh: (ber)-
dosa >< suci (tidak (ber)-dosa ≠suci) istri >< suami (bukan istri ≠ suami) pembeli >< penjual (bukan
pembeli ≠ penjual) Antonim melengkapi: kata-kata yang secara makna bertentangan, tetapi kehadiran
makna salah satu kata bersifat melengkapi kehadiran makna yang lain. Contoh: pertanyaan >< jawaban
mencari >< menemukan Antonim berjenjang: kata-kata yang secara makna mengandung pertentangan,
tetapi pertentangan makna ini bersifat berjenjang/bertahap/bertingkat. Contoh: dingin >< hangat ><
panas kaku >< lentur >< elastis 1.4.3. Polisemi Polisemi ialah kata yang memiliki makna lebih dari
satu. Makna tersebut tetap memperlihatkan huunganndengan makna dasarnya. Misalnya kata kepala
memiliki makna berikut ini : Makna 1 : bagian tubuh dari leher ke atas. Makna 2 : bagian dari
sesuatu yang terletak di sebelah atas dan merupakan hal yang penting/terutama. Makna 3 :
bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat. Makna 4 : pemimpin atau ketua Makna 5 : jiwa atau
orang Makna 6 : akal budi Makna 2-6 masih berhubungan dengan makna dasar (makna 1)
karena dijabarkan dari komponen makna dasar tersebut. Kelima makna itu masih mempertahankan ciri
“atas” yang ada pada makna 1, seperti contoh di bawah ini : 1. Kepala Andri berdarah ketika jatuh
dari sepeda. 2. Upacara di suku terasing itu dipimpin oleh kepala suku. 3. Lihat kepala jarum
penttul yang berwarna merah itu ! 4. Acara ini akan diresmikan oleh Ibu Kepala sekolah. 5. Setiap
kepala menerima bantuan rp 10.000,00. 6. Begitu berat yang ditanggungnya sampai terasa kepalanya
kosong. BAB III PENUTUP 1. SIMPULAN 1. Imbuhan atau bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi,
dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan
tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut. 2. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang
disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi. 3.
Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi
yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya. 4. Antonym adalah dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan. Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna
sama/hamper sama. Polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu. 2. SARAN Kita ketahui
tiada manusia yang sempurna diciptakan di dunia ini oleh Tuhan. Begitu pila dengan penelitian ini masih
banyak kekeurangan. Untuk itu harapan kami kedepan adalah: 1. Penelitian ini hanya mencangkup
beberapa aspek kebahasaan, untuk iyu perlu diadakan lagi penelitian yang lebih kompleks 2.
Mengingat pentingnya aspek kebahasaan dalam kehidupan sehari- hari, mari kita belajar bahasa
Indonesia dengan benar. 3. Perlu diadakan banyak sosialisasi kepada mereka yang tidak ikut dalam
dunia pendidikan sehingga seluruh kalangan masyarakat bisa berbahasa Indonesia yang benar. DAFTAR
PUSTAKA P. Tukan, S.Pd,Mahir Berbahasa Indonesia 1,SMA Kelas X,yudhistira www.http//Google.com
SUKA ARTIKEL INI? BAGIKAN : 0 477 Silahkan coment yang sopan .... ← Konjungsi Paragraf Induktif dan
Deduktif → Artikel Populer Teori Atom menurut para ahli Kekurangan dan Kelebihan PLTA Report Text
Sample - Crocodile Praktek Kelembaman Hukum I Newton Sanksi Hukum Administrasi Negara Hubungan
Dasar Negara dan Konstitusi Asas-asas dalam Hukum Administrasi Negara Apa itu pradaksina ? Laporan
Praktek Hukum I Newton Organisasi Administrasi Negara Artikel Terbaru Selamat datang di blog SIDQIOE
.Blog ini berisi konten yang berisi tentang dunia pendidikan . Semua konten didalam blog ini merupakan
tulisan original dari Penulis yang diambil dari beberapa sumber . Jika anda tidak keberatan Silahkan
berikan komen anda untuk kemajuan blog ini .Untuk Kunjungannya saya ucapkan terimakasih . Sosial
Media Last Artikel Kategori Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Biologi BK Ekonomi Fisika Geografi HAN
Kewirausahaan Kimia PHI PIH PKn PLH Puisi Sejarah Seni Budaya Sosiologi Sosiologi Sejarah tugas
Copyright © 2014. Sidqioe Blog - Template by Kang Ismet Supported by DroidPluss PRIVACY CONTACT
ABOUT DAFTAR ISI Sidqioe Blog INI BUKAN BLOG , INI BUKU TUGAS Home » Bahasa Indonesia » tugas »
Makalah Aspek Kebahasaan Lengkap MAKALAH ASPEK KEBAHASAAN LENGKAP Muhamad Hakim Sidqie
Bahasa Indonesia, tugas 25 Mei 2014 Belum ada komentar OLEH : NAMA : I Wayan Gede Adi Arjana
KELAS : X3 NOMOR : 05 KATA PENGANTAR OM SWASTYASTU, Puji syukur saya panjatkan
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa ) karena pada akhirnya saya dapat
menyelesaikan tugas ringkasan bahasa Indonesia mengenai “ ASPEK KEBAHASAAN” yang telah diberikan
oleh Bapak Sudira selaku guru Bahasa Indonesia kelas X. Melalui ringkasan ini saya berharap
dapat membantu pembaca dalam mempermudah pembelajaran sedikit banyaknya tentang aspek
kebahasaan itu sendiri. Aspek kebahasaan ini juga sangat diperlukan dalam kegiatan sehari-hari agar
dapat berkomunikasi dengan baik dan benar. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Banyak kekurangan yang terkandung di dalamnya. Untuk itu, kritik dan saran yang
konstruktif dari teman-teman, bapak guru, maupun ibu guru sangat saya harapkan demi saya
kedepannya. Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru. OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM
Gianyar, September 2010 Penulis DAFTAR ISI Judul
……………………………………………………………………………………i Kataengantar
……………………………………………………………………………………ii Daftar Isi
……………………………………………………………………………………iii BAB I PENDAHULUAN A.
LatarBelakang…………………………………………………………1 B. RUMUSAN
ASALAH………………………………………………..2 C. TUJUAN………………………………………………………………2 D.
RUANG LINGKUP…………………………………………………..2 E.
MANFAAT………………………………………………………….. 3 BAB II ISI A.
Pembahasan………………………………………………………….. 4 BAB III PENUTUP A.
Simpulan……………………………………………………………..36 B. Saran
……………………………………………………………………… 37 Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………..38 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Bahasa dalam kehidupannya merupakan struktur, mencangkup struktur bentuk dan makna. Dengan
menggunakan struktur itu manusia bisa berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan bahasa ilmu
pengetahuan yang ditemukan dapat disebar luaskan sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang banyak
guna kemajuan kehidupan. Selain memahami penyampaian informasi dalam bahasa, maka
dalam penyampaian juga harus diprhatikan struktur bahasa. Apabila struktur bahasa yang digunakan
tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku tentunya suatu akan mengurangi makna informasi yang
disampaikan. Kesalahan berbahasa juga sering kali kita lihat dalam kehidupan sehari- hari. Hal itu
disebabkan oleh banyak faktor.Salah satu cara memperbaiki kesalahan berbahasa dalam kehidupan
sehari- hari adalah memberi penekanan berbahasa dalam dunia pendidikan. Karena kita ketahui bahwa
dalam penyampaian proses pembelajaran di sekolah mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Seperti kita ketahui dalam penggunaanya sangat luas dan
menggunakan beranekaragam penuturan. Hal itu dipengaruhi oleh bahasa masing- masing daerah yang
ada di Indonesia. Untuk itu didalam pelajaran Bahasa Indonesia dimasukan aspek kebahasaan. Di
Sekolah Menengah Atas (SMA) khususnya di kelas X, dipelajari beberapa aspek kebahasaan seperti
imbuhan, ragam bahasa, konjungsi, serta pengertian antonym, sinonim, dan polisemi. Tapi belum tentu
kalian belum mengetahui makna dari kata-kata yang disebutkan tadi. Untuk itu diperluakn suatu
penelitian yang secara kompleks membahas tentang keempat aspek kebahasaan tersebut B.
RUMUSAN MASALAH Sesuai dengan pembelajaran yang didapatkan pada kelas x khususnya semester 1,
maka didalam penyusunan karya tulis ini akan dibahas beberapa masalah yaitu: 1. Apa yang dimagsud
dengan afiks (imbuhan) ke-an ? 2. Apa yang dimagsud dengan Ragam bahasa Lisan dan Tulisan? 3.
Apakah yang dimagsud dengan konjungsi antar kalimat? 4. Apakah yang dimagsud dengan Sinonim,
Antonim, dan polisemi? C. TUJUAN Dalam suatu penelitian tentunya ada sesuatu yang ingin
dicapai oleh penulis. Tidak terkecuali didalam penelitian kami ini. Dalam hal ini kami ingin mengethui
beberapa unsure yaitu: 1. Mengetahui pengertian dari afiks ke-an . 2. Mengetahui pengertian dari
Ragam bahasa Lisan dan Tulisan. 3. Mengetahui pengertian dari konjungsi antar kalimat. 4.
Mengetahui pengertian dari Sinonim, Antonim, dan polisemi. D. RUANG LINGKUP 1. Imbuhan atau
bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi, dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai
arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut. 2.
Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan
bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi. 3. Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam
suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi yang akan dibahas lebih detail pada bab
selanjutnya. 4. - Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna sama/hamper sama.
-Antonym adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna yang berlainan. -Polisemi adalah kata
yang memiliki makna lebih dari satu. E. Manfaat Penelitian Penelitian kami ini nantinya diharapkan
agar: 1. Bemanfaat bagi para pembaca yang ingin mengetahui pembelajaran aspek kebahasaan pada
kelas X semester 1. 2. Memberikan sumbangan penegtahuan bagi kelangsungan berbahasa di
masyarakat BAB II ISI 1.1. Afiks (Imbuhan) 1.1.1. Pengertian Imbuhan (afiks) adalah
suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung, yang bukan kata dan bukan
pokok kata. Melainkan mengubah leksem menjadi kata kompleks, artinya mengubah leksem itu menjadi
kata yang mempunyai arti lebih lengkap, seperti mempunyai subjek, predikat dan objek.
…………………………………….………………………… Imbuhan (afiks) dibahas dalam
bidang ilmu Morfologi. Sedangkan definisi Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan
atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan
dan arti kata. Dalam definisi lain di katakan bahwa Morfologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa
yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik
fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Contoh: kata Sepeda Motor terdiri dari dua morfem, yaitu
morfem Sepeda dan morfem Motor, yang masing-masing merupakan
kata.………………………………………………….. Perubahan-perubahan bentuk kata menyebabkan
adanya perubahan golongan dan arti kata. Golongan kata Sepeda tidak sama dengan golongan kata
bersepeda. Golongan Sepeda merupakan golongan kata nominal, sedangkan kata bersepeda termasuk
golongan kata verbal. Kata rumah dan kata jalan termasuk golongan kata nominal, sedangkan kata
berumah dan kata berjalan termasuk golongan kata verbal. …………………………………………………………..
Dibidang arti, kata Sepeda, bersepeda, Sepeda-sepeda, dan Sepeda Motor, semuanya mempunyai arti
yang berbeda-beda. Demikian pula kata Rumah, berumah, perumahan, rumah-rumahan, rumah-rumah,
rumah sakit dan kata-kata jalan, berjalan, berjalan-jalan, perjalanan, menjalani, menjalankan dan jalan
raya. … Perbedaan golongan dan arti kata-kata tersebut tidak lain disebabkan oleh perubahan
bentuk kata. Karena itu, maka morfologi disamping bidangnya yang utama menyelidiki seluk-beluk kata,
juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat
perubahan bentuk kata.…………………………………………………… Tiga macam proses morfologis,
yaitu pertama, bergabungnya morfem bebas dengan morfem terikat disebut afiksasi. Kedua,
Pengulangan morfem bebas disebut reduplikasi, dan ketiga, bergabungnya morfem bebas dengan
morfem bebas disebut pemajemukan. Pada proses yang pertama menghasilkan kata berimbuhan, yang
kedua menghasilkan kata ulang, dan yang ketiga menghasilkan kata
majemuk.……………………………………………… 1.1.2. Syarat-syarat kata untuk dapat menjadi afiksasi Ø Kata
afiks itu harus dapat ditempatkan pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata
baru.. Ø Kata afiks itu merupakan bentuk terikat, tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatis
(tertulis) selalu melekat pada bentuk lain dalam bentuk terikat. Ø Afiks tidak memiliki arti leksis, artinya
tidak mempunyai pertalian arti karena kata itu berupa imbuhan. Sedangkan imbuhan itu dapat
mempengaruhi arti kata itu sendiri. 1.1.3. Macam afiks Imbuhan itu dapat mengubah makna, jenis dan
fungsi sebuah kata dasar atau bentuk dasar menjadi kata lain, yang fungsinya berbeda dengan kata
dasar atau bentuk dasar. 1. Imbuhan ke-an Beberapa fungsi imbuhan ke-an adalah sbb.: Ø
membentuk kata benda abstrak, misalnya keberanian, ketentraman, keindahan, dan sebagainya. Ø
membentuk kata kerja pasif, misalnya kehujanan, kehilangan, keracunan, dan sebagainya. Ø
membentuk kata sifat, misalnya keibuan, kebapakan, kekanak-kanakan, dan sebagainya. Afiks ke-an
apabila sudah memasuki konteks kalimat akan memiliki beberapa makna, antara lain : Ø Menyatakan
suatu hal / peristiwa yang telah terjadi. Contoh : Ia menghadapi kenyataan ini dengan kepala dingin. Ø
Menyatakan tempat atau daerah. Contoh : Andri bekerja di kedutaan RI. Ø Menyatakan kena atau
menderita suatu hal. Contoh : Ia kehujanan semalam. Ø Menyatakan suatu perbuatan yang tidak
disengaja. Contoh : Santi ketiduran ketika menunggu ayahnya pulang. Ø Menyatakan terlalu. Contoh :
Baju Santo kebesaran. Ø Menyatakan menyerupai. Contoh : Gaya hidupnya kebarat-baratan. 2.
Imbuhan me-kan Berfungsi membentuk kata kerja. Makna imbuhan me-kan : a.Menyatakan kausatif,
yaitu menyebabkan terjadinya proses. Misalnya: Ayah sedang meninggikan tiang jemuran. b.Menjadikan
sebagai atau menganggap sebagai. Misalnya: orang itu memperhambakan benda-benda antik.
c.Menyatakan intensitas Misalnya: Mereka memperebutkan piala Gubernur DKI Jakarta. 3. Imbuhan
per-an Berfungsi sebagai pembentuk kata benda. Makna konfiks per-an : 9.Menyatakan hal Misalnya :
Izin pergedungan di Jakarta sangat ketat. 10.Menyatakan hasil Misalnya: Kita harus menjunjung
persatuan bangsa. 11.Menyatakan tempat atau daerah Misalnya: Vila itu sebagai tempat peristirahatan
Presiden. 12.Menyatakan berbagai-bagai Misalnya: Surat lamaran pekerjaan disertai persyaratan yang
diterima. 4. Imbuhan serapan: -I, -iah, -is, -isme, -if, -al, -asi Imbuhan ini merupakan serapan dari
bahasa asing. Imbuhan serapan tersebut pada umunya berfungsi sebagai pembentuk kata benda dan
kata sifat. Makna yang umum untuk menandai kata sifat adalah mempunyai sifat atau cirri; Misalnya:
legal, universal, sportif, aktif, egois. Sebaliknya –isme mengandung makna paham. Misalnya:
Nasionalisme, komunisme. Sufiks –tas menyatakan makna hal. Misalnya: kriminalitas, aktivitas,
Sedangkan -asi menyatakan proses, misalnya: proklamasi, nasalisasi, Dan sufiks –I, - iah, -wi menyatakan
makna yang bersangkutan dengan, misalnya: gerejani, surgawi, alamiah. 5. Partikel asing: anti-, pro-,
eks, pra, swa, intra-, trans-, non- Partikel asing maksudnya imbuhan asing yang melekat pada kata dasar.
Contoh: SMU kami sering mendapat juara dalam perlombaan intrakurikuler. 1.2. Ragam Bahasa Di
dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa
Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata
baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa
Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di
dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku
bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya
kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa
bahasa ragam yang bersangkutan. Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum,
tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat
menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu
diperhatikan iala bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley,
1980)……………………………………….. 1.2.1. Ragam bahasa Lisan Ragam bahasa lisan adalah bahan yang
dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita
berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat
memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk
mengungkapkan ide. Ø Macam ragam bahasa lisan 1. Ragam percakapan 2. Ragam pidato 3. Ragam
kuliah 4. Ragam pentas Ø Ciri-ciri ragam bahasa lisan 1. Langsung Dalam berkomunikasi, seseorang
diharapkan dapat bertemu langsung dengan orang yang diajak bicara. 2. Tidak terikat ejaan bahasa
Indonesia tetapi terikat situasi pembicaraan Dalam berkomunikasi, seseorang diharapakan dapat
mengetahui situasi dan kondisi dan menggunakan bahasa sehari-hari dengan orang yang diajak bicara. 3.
Tidak efektif Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa sehari-hari sehingga
banyak menggunakan kalimat yang bersifat basa-basi dengan orang yang diajak bicara. 4. Kalimatnya
pendek-pendek Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang
lain sudah mengetahui maksudnya. 5. Kalimat sering terputus dan tidak lengkap Dalam berkomunikasi,
seseorang terkadang menggunakan bahasa yang menurut orang lain sudah mengetahui maksudnya. 6.
Lagu kalimat situasional Dalam berkomunikasi, seseorang terkadang harus mengerti situasi yang ada
pada dengan orang yang diajak bicara atau keadaan sekitarnya. 7. Unsur suprasegmental (aksen, nada,
tekanan) dan paralingua ( gerak-gerik tangan, mata, dan gerakan kepala ) memberi efek pada hasil
komunikasi 1.2.2. Ragam bahasa tulis Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan
tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam
bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan
kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam
mengungkapkan ide. Ø MACAM RAGAM BAHASA TULIS 1. Undang-undang 2. Ragam catatan 3. Ragam
sastra 4. Ragam surat- menyurat Ø CIRI-CIRI RAGAM BAHASA TULIS 1. Santun Memenuhi kaidah-
kaidah yang ada dan pilihan kata atau istilah yang tepat dan cermat. 2. Efektif Hemat dan singkat,
tetapi kena dalam hal maksud yang diungkapkannya. 3. Bahasa disampaikan sebagai upaya komunikasi
satu pihak. Karena tak dapat bertemu langsun, maka kita diharapkan dapat mengkomunikasikan segala
apa yang ada dengan harapkan orang yang menerima surat tidak salah persepsi atau salah paham. 4.
Ejaan digunakan sesuai dengan pedoman. Dalam penyampaian bahasa tulis, memang ada pedoman
yang harus digunakan atau dipatuhi agar tidak menimbulkkan kesalahan dalam pemakaian atau
penulisan kata. 5. Penggunaan kosa kata pada dasarnya sudah dibakukan. Dalam hal ini, penggunaan
kata atau pilihan kata harus tepat. Walaupun maksud kita sama, namun apabila kita salah dalam
memilih kata maka akan menimbulkan kerancuan. Contoh Ragam bahasa lisan Ragam bahasa tulis : 1.
Putri bilang kita harus pulang = Putri mengatakan bahwa kita harus pulang 2. Ayah lagi baca koran =
Ayah sedang membaca koran 3. Saya tinggal di Bogor = Saya bertempat tinggal di Bogor 1.2.3.
Membedakan Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan dari Segi Penggunaan Kalimat Membedakan Ragam
Bahasa Tulis dan Lisan dari segi penggunaan kalimat. Pada ragam Bahasa Tulis dengan Ragam Bahasa
Lisan mempunyai suatu perbedaan yang sangat signifikan, karena pada ragam Bahasa Tulis sangat
diperlukan unsur-unsur kalimat sangat berpengaruh dan penting di tulis dalam wacana atau paragrap
yang mengacu pada bahasa tulis. Ragam Bahasa Tulis komunikasi tidak secara langsung. Sehingga
situasi, kondisi dan waktu tidak mengikat sebab orang yang membaca ragam bahasa tulis tidak bertemu
langsung dengan penulis. Ragam Bahsa Lisan mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu sangat
berpengaruh Supra Segmental (aksentuasi, nada, dan tekanan) dan unsur Para Lingual (gerak gerik
tangan, mata, dan kepala) karena unsur ini memberi efek terhadap hasil komunikasi. Ragam Lisan
komunikasi secara langsung atau bersemuka sehingga sangat terikat oleh situasi, kondisi dan waktu.
Ragam Lisan kalimat yang kurang baik strukturnya tidak menghambat komunikasi karena unsur
suprasegmental para lingual dan komunikasi secara langsung. Contoh ragam bahasa lisan yang tidak
formal dan contoh ragam bahasa tulis.: Contoh 1 : ragam bahasa lisan yang tidak formal. Contoh 2 :
ragam bahasa tulis. Contoh 1. A : “Nama?” B : “Arjana” A : “umur?” B : “16 tahun.” A : “tinggal di mana?”
B : “di Gianyar.” A : “pernah kursus?” B : “pernah.” A : “di mana?” B : “GO.” A : “pernah kerja?” B :
“pernah.” Contoh 2 A : “siapa nama saudara?” B : “nama saya Arjana.” A : “berapa umur saudara?” B :
“umur saya 16 tahun.” A : “dimana saudara tinggal?” B : “saya tinggal di Gianyar.” A : “apakah saudara
pernah kursus?” B : “ya, saya pernah kursus bahasa Inggris di GO.” A : “apakah saudara pernah
bekerja?” B : “ya, saya pernah bekerja.” 1.3. Kalimat 1.3.1. Frase Frase adalah satuan gramatik yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi,
yang sedang menulis. Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat,
yaitu a. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih. b. Frase
merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu selalu
terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K. Macam-macam frase: A. Frase
endosentrik Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu: 1. Frase endosentrik yang
koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan
unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung. Misalnya: kakek-nenek
pembinaan dan pengembangan laki bini belajar atau bekerja 2. Frase
endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-
unsurnya tidak mungkin dihubungkan. Misalnya: perjalanan panjang hari libur Perjalanan,
hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frase dan
secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif. 3. Frase
endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan. Misalnya: Susi,
anak Pak Saleh, sangat pandai. Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam
hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat
menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai Susi, …., sangat
pandai. …., anak Pak Saleh sangat pandai. Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak
Saleh merupakan aposisi (Ap). B. Frase Eksosentrik Frase eksosentrik ialah frase yang tidak
mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Misalnya: Siswa kelas 1A sedang bergotong royong
di dalam kelas. Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut: Siswa kelas 1A sedang bergotong
royong di …. Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas C. Frase Nominal, frase
Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan. 1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama
dengan kata nominal. Misalnya: baju baru, rumah sakit 2. Frase Verbal: frase yang
mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal. Misalnya: akan berlayar 3.
Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan. Misalnya:
dua butir telur, sepuluh keping 4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama
dengan kata keterangan. Misalnya: tadi pagi, besok sore 5. Frase Depan: frase yang terdiri
dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa D. Frase Ambigu Frase ambigu artinya kegandaan makna
yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut
ambigu. Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku
bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku. Frase perancang busana wanita
dapat menimbulkan pengertian ganda: 1. Perancang busana yang berjenis kelamin wanita. 2.
Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita. 1.3.2. Klausa Klausa adalah satuan gramatika
yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki
potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan. Unsur inti klausa ialah subjek (S)
dan predikat (P). Penggolongan klausa: 1. Berdasarkan unsur intinya 2. Berdasarkan ada tidaknya
kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat 3. Berdasarkan kategori kata atau frase
yang menduduki fungsi predikat 1.3.3. Kalimat a. Pengertian Kalimat adalah satuan bahasa yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang. b. Pola-pola kalimat Sebuah kalimat luas dapat
dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu. Pola
kalimat I = kata benda-kata kerja Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul. Pola kalimat I disebut kalimat
”verbal” Pola kalimat II = kata benda-kata sifat Contoh: Anak malas. Gunung tinggi. Pola kalimat II
disebut pola kalimat ”atributif” Pola kalimat III = kata benda-kata benda Contoh: Bapak pengarang.
Paman Guru Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini
mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan. Pola kalimat IV (pola tambahan) =
kata benda-adverbial Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor. Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial c.
Jenis Kalimat 1. Kalimat Tunggal Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti
pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-
unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola
kalimat baru. Kalimat Tunggal Susunan Pola Kalimat Ayah merokok. Adik minum susu. Ibu menyimpan
uang di dalam laci. S-P S-P-O S-P-O-K 2. Kalimat Majemuk Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat
yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari: a. Sebuah
kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk
satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada. Misalnya: Anak itu membaca
puisi. (kalimat tunggal) Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi. (subjek pada
kalimat pertama diperluas) b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat
yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat. Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II) Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara,
kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran. 1) Kalimat majemuk setara Kalimat
majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat
majemuk setara terdiri atas: a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan
kata-kata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya. Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat
pandai. b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi. c. Kalimat majemuk setara perlawanan.
Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan. Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya
sangat pemalas. 2) Kalimat majemuk bertingkat Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat
tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat.
Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami
perluasan dikenal adanya: a. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.
Misalnya: Diakuinya hal itu P S Diakuinya bahwa ia yang
memukul anak itu. anak kalimat pengganti subjek b. Kalimat majemuk
bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat. Misalnya: Katanya begitu Katanya
bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu. anak kalimat pengganti
predikat c. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek. Misalnya:
Mereka sudah mengetahui hal itu. S P O Mereka
sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya. anak
kalimat pengganti objek d. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti
keterangan. Misalnya: Ayah pulang malam hari S P K Ayah pulang ketika
kami makan malam anak kalimat pengganti keterangan 3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa
kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat. Misalnya: Ketika ia duduk
minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum pola atasan
datang seorang pemuda berpakaian bagus pola bawahan I
datang menggunakan kendaraan roda empat pola bawahan
II 3. Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi a. Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti: 1) Hanya terdiri atas dua kata 2) Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
3) Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat 4) Intonasinya adalah intonasi ”berita yang
netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan atau pergeseran makna laksikalnya.. b.
Kalimat luas Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak
hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih. c. Kalimat transformasi Kalimat transformasi merupakan
kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga
kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas. Contoh kalimat Inti, Luas, dan
Transformasi a. Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis. b. Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta,
Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika. c. Kalimat
transformasi. Contoh: i) Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus
juga adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi. ii) Dengan penambahan jumlah
inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan
komputer. iii) Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik. iv) Dengan perubahan
intonasi. Contoh: Adik menangis? 4. Kalimat Mayor dan Minor a. Kalimat mayor Kalimat mayor
adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti. Contoh: Amir mengambil
buku itu. Arif ada di laboratorium. Kiki pergi ke Bandung. Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok
paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih berada di sekolah. b. Kalimat
Minor Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Diam! Sudah siap? Pergi! Yang baru! Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti
atau unsur pusat. Contoh: Amir mengambil. Arif ada. Kiki pergi Ibu berangkat-ayah menunggu. Karena
terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor. 5. Kalimat Efektif Kalimat efektif adalah
kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat. Jelas : berarti
mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca. Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-
kata. Tepat : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku. Kalimat Tidak Efektif Kalimat tidak efektif
adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.
Sebab-Sebab Ketidakefektifan Kalimat 1. kontaminasi= merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah
contoh: diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah) memperkuat, menguatkan memperkuatkan
(salah) sangat baik, baik sekali sangat baik sekali (salah) saling memukul, pukul-memukul saling
pukul-memukul (salah) Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah
mengadakan pentas seni (salah) 2. pleonasme= berlebihan, tumpang tindih contoh : para hadirin
(hadirin sudah jamak, tidak perlu para) para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak) banyak
siswa-siswa (banyak siswa) saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’) agar
supaya (agar bersinonim dengan supaya) disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena) 3.
tidak memiliki subjek contoh: Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar) Di dalam buah
mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar) ?? Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO)
(salah) 4. adanya kata depan yang tidak perlu Perkembangan daripada teknologi informasi sangat
pesat. Kepada siswa kelas I berkumpul di aula. Selain daripada bekerja, ia juga kuliah. 5. salah
nalar waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang dipersilahkan) Mobil Pak Dapit mau dijual.
(Apakah bisa menolak?) Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan) Adik mengajak temannya
naik ke atas. (naik selalu ke atas) Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di
belakang) Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi) Bola gagal masuk
gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa) 6. kesalahan
pembentukan kata mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan menyetop seharusnya
menstop mensoal seharusnya menyoal ilmiawan seharusnya ilmuwan sejarawan seharusnya ahli
sejarah 7. pengaruh bahasa asing Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …)
(seharusnya tempat) Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada
dihilangkan) Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
8. pengaruh bahasa daerah … sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
… oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona) Jangan-jangan …
(Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin) . 1.3.4. Konjungsi Konjungsi adalah kata tugas yang
menghubungkan dua klausa atau lebih. Konjungsi dapat dibagi menjadi lima macam menurut perilaku
sintaksisnya. Kelima jenis konjungsi itu adalah: Konjungsi antarklausa yaitu konjungsi yang
menghubungkan dua klausa atau lebih. Jika yang dihubungkan dua klausa atau lebih yang memiliki
status sintaksis sama disebut konjungsi koordinatif. Jika dua klausa itu memiliki status tidak sama
dinamakan konjungsi subordinatif. Adapun macam-macam konjungsi antarklausa meliputi: Konjungsi
koordinatif a. dan (menyatakan penambahan) b. tetapi (menyatakan perlawanan) c. atau (menyatakan
pemilihan0 Konjungsi koordinatif; menghubungkan dua atau lebih unsur (termasuk kalimat) yang sama
pentingnya atau setara. Kalimat yang dibentuk disebut kalimat majemuk setara. Contoh: dan, serta,
atau, tetapi, melainkan, padahal, sedangkan. Konjungsi korelatif; menghubungkan dua atau lebih unsur
(tidak termasuk kalimat) yang memiliki status sintaksis yang sama dan membentuk frasa atau kalimat.
Kalimat yang dibentuk agak rumit dan bervariasi, kadang setara, bertingkat, atau bisa juga kalimat
dengan dua subjek dan satu predikat. Contoh: baik ... maupun, tidak hanya ..., tetapi juga, bukan hanya
..., melainkan juga, demikian ... sehingga, sedemikian rupa ... sehingga, apa(kah) ... atau, entah ... entah,
jangankan ..., ... pun. Konjungsi subordinatif; menghubungkan dua atau lebih klausa yang tidak memiliki
status sintaksis yang sama. Konjungsi membentuk anak kalimat yang jika digabungkan dengan induk
kalimat akan membentuk kalimat majemuk bertingkat. Konjungsi subordinatif waktu; sejak Konjungsi
subordinatif syarat; jika Konjungsi subordinatif pengadaian; andaikan Konjungsi subordinatif tujuan; agar
Konjungsi subordinatif konsesif; biarpun Konjungsi subordinatif pembandingan; ibarat Konjungsi
subordinatif sebab; karena Konjungsi subordinatif hasil; sehingga Konjungsi subordinatif alat; dengan
Konjungsi subordinatif cara; tanpa Konjungsi subordinatif komplementasi; bahwa Konjungsi subordinatif
atributif; yang Konjungsi subordinatif perbandingan; sama ... dengan Konjungsi antarkalimat yaitu
konjungsi yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lain. Oleh karena itu, konjungsi itu
selalu memulai kalimat yang baru dan huruf pertamanya diawali huruf capital. Yang termasuk konjungsi
antarkalimat sebagai berikut; Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan yang dinyatakan pada
kalimat sebelumnya. Seperti : biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun
demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu. Contoh : Kami kurang setuju dengan usulan dia.
Biarpun begitu, kami tetap menghargainya. Konjungsi yang menyatakan lanjutan dari peristiwa atau
keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu, dan selanjutnya. Contoh : Kami
akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan beristirahat di rumah
penduduk. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain diluar dari yang telah
dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu. Contoh : Kami menyambut
pagi ini dengan sukacita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau. Konjungsi yang
menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya, seperti sebaliknya. Contoh : Kita jangan terus
menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit pohon baru. Konjungsi
yang menyatakan keadaan keadaan yang sebenarnya, seperti : sesungguhnya dan bahwasanya. Contoh :
Kita dilanda banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana ini telah kita ramalkan tahun kemarin.
Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan dan bahkan.
Contoh : Rumah-rumah di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada kampung di
tengah laut yang dangkal. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan sebelumnya,
seperti : namun dan akan tetapi. Contoh : keadaannya memang sudah aman. Akan tetapi, kita tetap
harus waspada. Konjungsi yang menyatakan konsekwensi, seperti : dengan demikian. Contoh : Kamu
telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian,kamu harus menanggung semua risikonya.
Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti : oleh karena itu dan oleh sebab itu. Contoh : Kami sudah
melarang mereka berburu di hutan, tapi mereka tetap nekat. Oleh sebab itu, biar mereka rasakan
sendiri akibatnya. Konjungsi yang menyatakan kejadian yang mendahului hal yang dinyatakan
sebelumnya, seperti : sebelum itu. Contoh : Polisi hutan menangkap dua peemburu liar. Sebelum itu,
mereka menangkap lima orang pemburu liar. k. .Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan
yang dinyatakan pada kalimat sebelumnya, seperti : biarpun demimikian/beitu, sekalipun
demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, dan meskipun demikian/begitu. Contoh : kami kurang
setuju dengan usulan dia. Biarpun begitu, kami tetap menghargainya. l. Konjungsi yang menyatakan
lanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya, seperti : sesudah itu, setelah itu dan
selanjutnya. Contoh : kami akan memulai perjalanan ini dengan berjalan kaki. Sesudah itu, kami akan
beristirahat di rumah penduduk. m. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa atau keadaan lain
diluar dari yang telah dinyatakan sebelumnya, seperti : tambahan pula, lagi pula, dan selain itu. Contoh :
kami menyambut pagi ini dengan suka cita. Tambahan pula, burung-burung juga ramai berkicau. n.
Konjungsi yang menyatakan kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya. Seperti : sebaliknya. Contoh :
kita jangan terus menebang pohon-pohon di hutan ini. Sebaliknya, kita harus menanam bibit-bibit baru.
o. .Konjungsi yang menyatakan keadaan yang sebenarnya. Seperti : sesungguhnya dan bahwasanya.
Contoh : Kita di landa banjir besar tahun ini. Sesungguhnya, bencana itu telah kita ramalkan tahun
kemaren. p. Konjungsi yang menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya, seperti : malahan,
dan bahkan. Contoh : Rumah-rumh di Kalimantan kebanyakan didirikan di tepi sungai. Bahkan, ada
kampung ditengah laut yang dangkal. q. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan
yang sebelumnya. Seperti: namun, akan tetapi. Contoh : Keadaan memang sudah aman. Akan tetapi,
kita harus tetap waspada. r. Konjungsi yang menyatakan konsekuensi, seperti : dengan demikian.
Contoh : kamu telah setuju dengan persyaratan ini. Dengan demikian, kamu harus menanggung semua
resikonya. s. Konjungsi yang menyatakan akibat, seperti oleh karena itu dan oleh sebab itu. Contoh
: Kami sudah melarang mereka berburu di hutan, tetapi mereka tetap nekat. Oleh karena itu, biar
mereka rasakan sendiri akibatnya. t. Konjungsi yang menyatakan mendahului hal yang dinyatakan
sebelumnya, seperti sebelum itu. Contoh : Polisi hutan menangkap dua pemburu liar. Sebelum itu,
mereka menangkap lima orang pemburu liar. Konjungsi antarparagraf yaitu, konjungsi yang digunakan
memulai suatu paragraph. Hubungan dengan paragraph sebelumnya berdasarkan makna yang
terkandung pada paragraph sebelumnya itu. Konjungsi antarparagraf terdiri dari ; - adapun - akan hal -
mengenai - dalam pada itu 1.4. Sinonim, Antonim dan Polisemi 1.4.1. Pengertian Sinonim dan Bentuk-
Bentuknya Sinonim adalah kata-kata yang memiliki kesamaan arti secara struktural atau leksikal dalam
berbagai urutan kata-kata sehingga memiliki daya tukar (substitusi). Sinonim mutlak: kata-kata yang
dapat bertukar tempat dalam konteks kebahasaan apa pun tanpa mengubah makna struktural dan
makna leksikal dalam rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat. Contoh: kosmetik = alat kecantikan laris =
laku, larap leksikografi = perkamusan kucing = meong Sinonim semirip: kata-kata yang dapat bertukar
tempat dalam konteks kebahasaan tertentu tanpa mengubah makna struktural dan leksikal dalam
rangkaian kata/frasa/klausa/kalimat tersebut saja. Contoh: melatis = menerobos lahiriah = jasmaniah
Sinonim selingkung: kata-kata yang dapat saling mengganti dalam satu konteks kebahasaan tertentu
saja secara struktural dan leksikal. Contoh: lemah = lemas Contoh : a. Ayahnya sudah meninggal
bulan lalu b. Ayahnya sudah tewas alam perjalanan ke Bali. c. Ayahnya sudah
meninggal dunia bulan lalu. d. Ayahnya sudah berpulang ke rahmatullah bulan yang lalu.
Tampak dalam contoh tersebut, kata meninggal bersinonim dengan tewas, juga bersinonim dengan
frasa meninggal dunia dan frasa berpulang ke rahmatullah. Akan tetapi, kata meninggal tidak memiliki
makna yang mutlak sama dengan kata wafat atau tewas karena berbeda nilai rasanya. Sinonim juga
dapat terjadi antara morfem dengan morfem, antar morfem dengan kata, kata dengan frasa, serta antar
kalimat dengan kalimat. 1.4.2. tian Antonim dan Jenisnya Antonim yaitu, dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan. Verhaar menggantikan kata antonym dengan kata oposisi sehingga
mencakup pengertian betul-betul berlawanan sampai yang hanya bersifat kebalikan. Berdasarkan
sifatnya, oposisi dibedakan atas lima macam berikut ini. 1. Oposisi mutlak. Ciri oposisi ini adalah
penyangkalan terhadap kata yang satu dengan kata yang lain. 2. Oposisi kutub atau gradual. Oposisi
ini pertentangannya tidak bersifat mutlak, melainkan gradasi, artinya terdapat tingkat-tingkat makna
pada kata tersebut. 3. Oposisi hubungan atau relasional. Oposisi antara dua kata yang mengandung
relasi kebalikan, kata-kata yang beroposisi dengan hubungan ini bisa berupa kata kerja. 4. Oposisi
majemuk. Oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata atau lebih. Oposisi ini
berkaitan ddengan hiponim-hiponim dalam suatu kelas. 5. Oposisi hierarki.. oposisi yang sebenarnya
mirip dengan oposisi majemuk, tetapi disini terdapat suatu kriteria tambahan atau tingakatan. Contoh
antonim Antonim berpasangan: kata-kata yang secara makna jelas bertentangan karena didasarkan
pada makna pasangannya sehingga tidak bisa dipertentangkan tanpa kehadiran makna pasangannya.
Jika salah satu unsur dinegatifkan, tidak secara serta-merta memunculkan pasangannya. Contoh: (ber)-
dosa >< suci (tidak (ber)-dosa ≠suci) istri >< suami (bukan istri ≠ suami) pembeli >< penjual (bukan
pembeli ≠ penjual) Antonim melengkapi: kata-kata yang secara makna bertentangan, tetapi kehadiran
makna salah satu kata bersifat melengkapi kehadiran makna yang lain. Contoh: pertanyaan >< jawaban
mencari >< menemukan Antonim berjenjang: kata-kata yang secara makna mengandung pertentangan,
tetapi pertentangan makna ini bersifat berjenjang/bertahap/bertingkat. Contoh: dingin >< hangat ><
panas kaku >< lentur >< elastis 1.4.3. Polisemi Polisemi ialah kata yang memiliki makna lebih dari
satu. Makna tersebut tetap memperlihatkan huunganndengan makna dasarnya. Misalnya kata kepala
memiliki makna berikut ini : Makna 1 : bagian tubuh dari leher ke atas. Makna 2 : bagian dari
sesuatu yang terletak di sebelah atas dan merupakan hal yang penting/terutama. Makna 3 :
bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat. Makna 4 : pemimpin atau ketua Makna 5 : jiwa atau
orang Makna 6 : akal budi Makna 2-6 masih berhubungan dengan makna dasar (makna 1)
karena dijabarkan dari komponen makna dasar tersebut. Kelima makna itu masih mempertahankan ciri
“atas” yang ada pada makna 1, seperti contoh di bawah ini : 1. Kepala Andri berdarah ketika jatuh
dari sepeda. 2. Upacara di suku terasing itu dipimpin oleh kepala suku. 3. Lihat kepala jarum
penttul yang berwarna merah itu ! 4. Acara ini akan diresmikan oleh Ibu Kepala sekolah. 5. Setiap
kepala menerima bantuan rp 10.000,00. 6. Begitu berat yang ditanggungnya sampai terasa kepalanya
kosong. BAB III PENUTUP 1. SIMPULAN 1. Imbuhan atau bubuhan mempunyai bentuk, arti, fungsi,
dan jenis atau kelas. Setiap imbuhan mempunyai arti/pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan
tempat dimana penggunaan imbuhan tersebut. 2. Ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang
disesuaikan dengan dimana pemakaiannya, siapa lawan bicaranya, serta menurut situasi dan kondisi. 3.
Konjungsi merupakan kata penghubung di dalam suatu kalimat, ada beberapa macam jenis konjungsi
yang akan dibahas lebih detail pada bab selanjutnya. 4. Antonym adalah dua buah kata atau lebih
yang memiliki makna yang berlainan. Sinonim adalah dua buah kata atau lebih yang memiliki makna
sama/hamper sama. Polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu. 2. SARAN Kita ketahui
tiada manusia yang sempurna diciptakan di dunia ini oleh Tuhan. Begitu pila dengan penelitian ini masih
banyak kekeurangan. Untuk itu harapan kami kedepan adalah: 1. Penelitian ini hanya mencangkup
beberapa aspek kebahasaan, untuk iyu perlu diadakan lagi penelitian yang lebih kompleks 2.
Mengingat pentingnya aspek kebahasaan dalam kehidupan sehari- hari, mari kita belajar bahasa
Indonesia dengan benar. 3. Perlu diadakan banyak sosialisasi kepada mereka yang tidak ikut dalam
dunia pendidikan sehingga seluruh kalangan masyarakat bisa berbahasa Indonesia yang benar. DAFTAR
PUSTAKA P. Tukan, S.Pd,Mahir Berbahasa Indonesia 1,SMA Kelas X,yudhistira www.http//Google.com
SUKA ARTIKEL INI? BAGIKAN : 0 477 Silahkan coment yang sopan .... ← Konjungsi Paragraf Induktif dan
Deduktif → Artikel Populer Teori Atom menurut para ahli Kekurangan dan Kelebihan PLTA Report Text
Sample - Crocodile Praktek Kelembaman Hukum I Newton Sanksi Hukum Administrasi Negara Hubungan
Dasar Negara dan Konstitusi Asas-asas dalam Hukum Administrasi Negara Apa itu pradaksina ? Laporan
Praktek Hukum I Newton Organisasi Administrasi Negara Artikel Terbaru Selamat datang di blog SIDQIOE
.Blog ini berisi konten yang berisi tentang dunia pendidikan . Semua konten didalam blog ini merupakan
tulisan original dari Penulis yang diambil dari beberapa sumber . Jika anda tidak keberatan Silahkan
berikan komen anda untuk kemajuan blog ini .Untuk Kunjungannya saya ucapkan terimakasih . Sosial
Media Last Artikel Kategori Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Biologi BK Ekonomi Fisika Geografi HAN
Kewirausahaan Kimia PHI PIH PKn PLH Puisi Sejarah Seni Budaya Sosiologi Sosiologi Sejarah tugas
Copyright © 2014. Sidqioe Blog - Template by Kang Ismet Supported by DroidPluss ShareThis Copy and
Paste