Anda di halaman 1dari 3

Senin, 01 Maret 2004

Perjalanan Klinis Penyakit DBD


Widodo Judarwanto

PENDERITA demam berdarah dengue dalam bulan terakhir ini terus meningkat tajam di
beberapa daerah di Indonesia. Insiden penyakit tampak melonjak jumlahnya hingga dua kali lipat
pada kurun waktu yang sama dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Masyarakat dicekam
kecemasan karena penyakit ini memakan korban jiwa yang tidak sedikit, jumlahnya telah
menembus tingkat kematian (case fatality rate/CFR) satu persen dari jumlah kasus.

KECEMASAN orangtua semakin luar biasa, bila saat ini anaknya mengalami panas badan
apa pun penyebabnya. Pikiran pertama yang muncul di kepala adalah apakah anak saya
menderita demam berdarah dengue (DBD)? DBD adalah penyakit infeksi yang demikian ganas.
Dalam beberapa hari bahkan dalam hitungan jam kondisi anak bisa masuk dalam keadaan kritis.
Repotnya masyarakat awam, bahkan seorang dokter yang ahli pun kadang sulit mendeteksi lebih
awal diagnosis DBD ini. Gejala DBD amat luas, hampir semua infeksi akut pada awal
penyakitnya menyerupai DBD. Gejala khas seperti perdarahan pada kulit atau tanda perdarahan
lainnya kadang terjadi hanya di akhir periode penyakit. Tragisnya bila penyakit ini terlambat
didiagnosis, maka kondisi penderita sulit diselamatkan. Untuk menghindari keterlambatan
diagnosis DBD, mungkin kita perlu mengetahui bagaimana perjalanan penyakit DBD.

Virus dengue penyebab DBD termasuk famili Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali,
yaitu 35-45 nm. Virus tersebut memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus
kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama kurang lebih empat hari, saat virus
melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila jumlah virus sudah cukup, virus
akan memasuki sirkulasi darah (viraemia). Pada saat ini manusia yang terinfeksi akan mengalami
gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh manusia, tubuh akan memberi reaksi.
Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini antara manusia yang satu dan manusia yang lain dapat
berbeda. Perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan
perjalanan penyakit.

Pada prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia terhadap keberadaan virus dengue melalui
beberapa tahapan. Bentuk reaksi pertama adalah terjadi netralisasi virus dan disusul dengan
mengendapkan bentuk netralisasi virus pada pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam
(rash). Bentuk reaksi kedua terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari
penurunan jumlah dan kualitas komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi
perdarahan. Bentuk reaksi ketiga terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan
keluarnya komponen plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut
berupa gejala ascites dan rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura. Apabila tubuh manusia
hanya memberi reaksi bentuk 1 dan 2, orang yang menunjukkan gejala itu akan menderita
demam dengue. Sebaliknya, apabila ketiga bentuk reaksi terjadi, maka orang itu akan mengalami
demam berdarah dengue.

Penyakit DBD adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus
dengue pada manusia. Manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa "demam dengue"
atau "demam berdarah dengue". Demam dengue adalah infeksi karena virus dengue, tetapi tidak
membahayakan atau tidak mengancam jiwa seperti DBD. Biasanya kasus seperti ini sering
diistilahkan masyarakat awam sebagai gejala demam berdarah.
Demam dengue

Manifestasi klinis infeksi demam dengue ditandai gejala-gejala klinik berupa demam, nyeri
pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini
timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 derajat Celcius) dan dapat disertai dengan
menggigil. Begitu mendadaknya, sering kali dalam praktik sehari-hari kita mendengar cerita ibu
bahwa pada saat melepas putranya berangkat sekolah dalam keadaan sehat walafiat, tetapi
pada saat pulang putranya sudah mengeluh panas dan ternyata panasnya langsung tinggi. Pada
saat anak mulai panas ini biasanya sudah tidak mau bermain. Demam ini hanya berlangsung
sekitar lima hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak (lysis),
dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak agak loyo. Kadang-kadang dikenal
istilah demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari itu sempat turun di
tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh
(gambaran kurva panas sebagai punggung unta).

Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul dengan timbulnya
keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri sendi,
nyeri punggung, dan nyeri pada bola mata yang semakin meningkat apabila digerakkan. Karena
adanya gejala nyeri ini, di kalangan masyarakat awam ada istilah flu tulang. Dengan sembuhnya
penderita gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.

Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat awal panas yang
berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher, dan dada. Ruam juga dapat
timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit
campak. Kadang-kadang ruam tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja
sehingga memberi bentuk spesifik seperti kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul
setelah panas turun atau setelah hari ke-5.

Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DBD selalu disertai dengan tanda
perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat secara spontan oleh penderita,
bahkan pada sebagian besar penderita tanda perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes
tourniquet. Bentuk-bentuk perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue
dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit
(echimosis), perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan
yang masif yang dapat berakhir pada kematian.

Berkaitan dengan tanda perdarahan ini, pada anak-anak tertentu diketahui oleh orangtua
mereka bahwa apabila anaknya menderita panas selalu disertai dengan perdarahan hidung
(epistaksis). Dalam istilah medis dikenal sebagai habitual epistaksis, sebagai akibat kelainan
yang bersifat sementara dari gangguan berbagai infeksi (tidak hanya oleh virus dengue). Pada
keadaan lain ada penderita anak yang apabila mengalami sakit panas kemudian minum obat-
obat panas tertentu akan disusul dengan terjadinya perdarahan hidung. Untuk penderita dengan
kondisi seperti ini, pemberian obat-obat panas jenis tertentu tersebut sebaiknya dihindari.

Demam berdarah dengue

Secara umum empat gejala yang terjadi pada demam dengue sebagai manifestasi gejala
klinis dari bentuk reaksi 1 dan 2 tubuh manusia atas keberadaan virus dengue juga didapatkan
pada DBD. Yang membedakan DBD dengan demam dengue adalah adanya manifestasi gejala
klinis sebagai akibat adanya bentuk reaksi 3 pada tubuh manusia terhadap virus dengue, yaitu
berupa keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam
rongga perut dan rongga selaput paru. Fenomena ini apabila tidak segera ditanggulangi dapat
mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat masif. Yang dalam praktik
kedokteran sering kali membuat seorang dokter terpaksa memberikan transfusi darah dalam
jumlah yang tidak terbayangkan.

Yang penting bagi masyarakat awam adalah dapat mengetahui atau mendeteksi kapan
seorang penderita DBD mulai mengalami keluarnya plasma darah dari dalam pembuluh darah.
Keluarnya plasma darah ini apabila ada biasanya terjadi pada hari sakit ke-3 sampai dengan hari
ke-6. Biasanya didahului oleh penurunan panas badan penderita, yang sering kali terjadi secara
memdadak (lysis) dan diikuti oleh keadaan anak yang tampak loyo, dan pada perabaan akan
didapatkan ujung-ujung tangan/kaki dingin serta nadi yang kecil dan cepat. Banyak ditemui kasus
dengan kondisi demikian, tampak suhu tubuh penderita dirasakan normal mengira kalau putranya
sembuh dari sakit. Kondisi tersebut mengakibatkan orangtua tidak segera membawa putra
mereka ke fasilitas kesehatan terdekat. Pada keadaan ini penderita sudah dalam keadaan
terlambat sehingga kurang optimal untuk diselamatkan dari penyakitnya.

Panas badan yang harus dicurigai

Beberapa gejala yang diwaspadai seorang anak penderita DBD bila panas yang timbulnya
mendadak, langsung tinggi dan disertai dengan anak tampak lemas, loyo, dan tidak mau
bermain. Panas yang disertai flushing atau kemerahan pada muka, leher, dan dada. Gejala lain
yang sering timbul di akhir periode penyakit adalah panas yang disertai tanda-tanda perdarahan
kulit, hidung, dan gusi. Tanda bahaya lainnya adalah bila panas yang berangsur dingin, tetapi
anak tampak loyo dan pada perabaan dirasakan ujung-ujung tangan atau kaki dingin.

Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis DBD adalah pemeriksaan laboratorium.


Gambaran hasil laboratorium DBD adalah terjadi peningkatan kadar hemoglobin (Hb) dan
peningkatan hematokrit (HCT) disertai penurunan trombosis kurang dari 150.00. Perubahan
tersebut biasanya terjadi pada hari ke-3 hingga ke-5 panas. Oleh karena itu, dokter sering
menolak memeriksa darah pada hari pertama atau kedua panas karena biasanya hasilnya masih
dalam keadaan normal. Dalam perjalanannya trombosis akan terus menurun pada hari ke-3, ke-
4, dan hari ke-5, sementara pada hari ke-6 dan selanjutnya akan meningkat terus kembali ke nilai
normal. Peningkatan jumlah trombosit setelah hari ke-6 inilah mungkin yang sering dianggap
karena pengaruh pemberian jambu biji. Biasanya setelah hari ke-6 jumlah trombosit di atas
50.000, bila tidak disertai komplikasi penderita diperbolehkan pulang. Pemeriksaan lain yang
sering dilakukan adalah pemeriksaan imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin M (IgM).
Meskipun tidak secara spesifik, pemeriksaan ini sering membantu menunjang diagnosis DBD.
Hal lain yang sering dijumpai pada penderita infeksi DBD adalah sering ditemukan juga
peningkatan hasil Widal. Pemeriksaan Widal adalah identifikasi antibodi tubuh terhadap penyakit
demam tiphoid (tifus). Kejadian seperti inilah yang menimbulkan kerancuan diagnosis DBD,
padahal pada penyakit demam tiphoid pada minggu awal panas biasanya malah tidak terdeteksi
pemeriksaan Widal tersebut. Sebaiknya, pemeriksaan Widal dilakukan menjelang akhir minggu
pertama panas atau awal minggu ke dua panas.

Secara medis sebenarnya tidak ada pengobatan secara khusus pada penderita DBD.
Penyakit ini adalah self limiting disease atau penyakit yang dapat sembuh sendiri. Prinsip
pengobatan secara umum adalah pemberian cairan berupa elektrolit (khususnya natrium) dan
glukosa. Sehingga pemberian minum yang mengandung elektrolit dan glukosa, seperti air buah
atau minuman lain yang manis, dapat membantu mengatasi kekurangan cairan pada penderita
DBD. Sampai pada saat ini belum ada penelitian secara klinis yang membuktikan bahwa
pemberian jambu biji kepada penderita DBD dapat meningkatkan jumlah trombosit dalam darah.

Dr Widodo Judarwanto SpA Pediatric Intensive Care Unit, Rumah Sakit Bunda, Jakarta

http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0403/01/ilpeng/883761.htm

Anda mungkin juga menyukai