Anda di halaman 1dari 4

store

Kemiripan dbd dengan penyakit lainnya


30/01/2007 - Dr Widodo Judarwanto SpA

Ayah seorang penderita yang baru saja meninggal karena keganasan penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) sempat bingung. Sebelum meninggal sudah 3 kali anaknya
dibawa ke dokter dan 3 kali itu juga mendapat diagnosis yang berbeda.

Hari pertama didiagnosis infeksi tenggorok, pada hari ke III setelah cek darah diagnosis
berubah menjadi tifus dan akhirnya pada hari ke V divonis DBD sebagai penyebab
kematiannya. Peristiwa ini sering dialami oleh penderita DBD, karena gejala awal DBD
awalnya mirip dengan banyak penyakit lainnya.

Masyarakat dituntut mempunyai pengetahuan yang baik dan kecermatan yang tinggi
untuk membedakan DBD dengan penyakit lainnya. Sedangkan seorang klinisi atau
dokter dituntut kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue,
proses terjadinya penyakit, ketajaman pengamatan klinis dan interpretasi laboratorium
yang benar.

Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, serta pemeriksaan penunjang
(laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.
Keterlambatan diagnosis berakibat keterlambatan penanganan yang berpotensi
meningkatkan resiko kematian.

Manifestasi Klinis yang Bervariasi

Peristiwa pitfall diagnosis atau kesalahan diagnosis penyakit DBD yang paling sering
terjadi adalah demam tifoid, faringitis akut (infeksi tenggorok), ensefalitis (infeksi otak),
campak, flu atau infeksi saluran napas lainnya yang disebabkan karena virus.

Bahkan belakangan ini terdapat beberapa kasus yang awalnya dicurigai flu burung tetapi
ternyata mengalami penyakit DBD. Hal ini terjadi karena infeksi virus dengue yang
menyebabkan DBD sangat bervariasi. Mulai dengan gejala yang bersifat asimtomatik
atau tidak jelas gejalanya hingga gejala klinis yang berat.

Penderita DBD dapat menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, nyeri tenggorok,
nyeri perut, nyeri otot atau tulang, nyeri kepala, diare, kejang atau kesadaran menurun.
Gejala ini juga dijumpai pada berbagai penyakit infeksi virus atau infeksi bakteri
lainnya yang menyerang tubuh.

Menurut kriteria WHO (World Health Organization) diagnosis DBD hanya dibuat
berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium trombosit dan hematokrit.
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan demam tinggi yang mendadak 2-
7 hari (38°C - 40°C) disertai manifestasi pendarahan berupa bintik perdarahan di kulit,
pendarahan selaput putih mata, mimisan atau berak darah.

Penyakit ini ditandai oleh pembesaran hati, syok atau tekanan nadi menurun menjadi 20
mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Pemeriksaan
laboratorium didapatkan penurunan trombosit sampai kurang dari 100.000 /mm³ pada
hari ke III-V dan meningkatnya nilai hematokrit (>40%).

Bila klinisi cermat dalam ketajaman klinisnya, maka pemeriksaan laboratorium lain
untuk konfirmasi diagnosis secara umum mungkin tidak diperlukan bila tanda dan gejala
di atas sudah cukup jelas.

Pemeriksaan dengue blot IgG dan IgM, isolasi virus dan pemeriksaan serologi mungkin
hanya diperlukan dalam bidang penelitian atau kasus yang sulit. Karena pemeriksaan
tersebut sangat mahal dan khususnya pemeriksaan dengue blot sensitifitasnya tidak
terlalu tinggi.

Pitfall Diagnosis Penyakit Tifus

Sering dijumpai penderita DBD juga mengalami pitfall diagnosis sebagai penyakit tifus.
Kesalahan lain, sering dianggap bahwa demam disebabkan karena penyakit DBD dan
tifus secara bersamaan. Kesalahan ini sering terjadi karena pemahaman yang kurang
baik tentang dasar diagnosis penyakit, perjalanan penyakit dan interpretasi laboratorium.

Pola demam pada DBD biasanya mendadak tinggi, terus menerus tidak pernah turun
dalam 2 hari pertama, menurun pada hari ke III dan meningkat lagi hari ke IV-V.
Demam pada penyakit tifus biasanya tinggi terutama malam hari. Pada penderita DBD
sering ditemukan juga peningkatan hasil Widal.

Pemeriksaan Widal adalah identifikasi antibodi tubuh terhadap penyakit tifus. Kejadian
seperti inilah yang menimbulkan kerancuan diagnosis DBD. Padahal pada penyakit tifus
pada minggu awal panas biasanya malah tidak terdeteksi peningkatan titer Widal
tersebut. Bila hasil pemeriksaan widal meningkat tinggi pada awal minggu pertama,
tidak harus dicurigai sebagai penyakit tifus.

Pada beberapa penelitian menunjukkan, gangguan mekanisme pertahanan tubuh pada


penderita hipersensitif atau alergi sering menimbulkan hasil widal ”false positif”.
Artinya, hasilnya positif tetapi belum tentu benar mengalami penyakit tifus. Hal lain
yang harus diketahui, antibodi widal dapat bertahan terus pada penderita selama 6 bulan
hingga 2 tahun meskipun penyakit tifusnya sudah membaik.

Sebaiknya, pemeriksaan Widal dilakukan menjelang akhir minggu pertama panas atau
awal minggu ke dua panas. Sejauh ini akurasi tes widal sebagai diagnosis penyakit tifus
masih banyak terdapat kelemahannya. Diagnosis pasti penyakit tifus adalah dengan
pemeriksaan kultur darah, bukan dengan pemeriksaan widal.

Penulis telah mengadakan pengamatan terhadap 24 penderita DBD yang disertai


pemeriksaan widal yang positip. Ternyata dalam evaluasi lebih lanjut, didapatkan hasil
kultur darah kuman tifus negatif. Artinya, bukan penyakit tifus meskipun hasil widal
positip.

Penyakit Campak dan ISPA

Manifestasi yang tidak biasa pada penderita DBD adalah timbul rash atau bercak
kemerahan yang mirip dengan penyakit campak. Hal ini sering terjadi pada penderita
yang sebelumnya sering mengalami riwayat hipersensitif atau alergi pada kulit.

Pada penyakit campak, bercak merah timbul biasanya pada demam hari ke III-V,
kemudian akan berkurang pada minggu keII dan menimbulkan bekas terkelupas dan
bercak kehitaman. Penyakit campak harus diawali dengan keluhan pilek dan batuk
mulai demam pada hari pertama.

Pada penderita DBD, biasanya bercak ini timbul saat hari ke II-III, hari ke IV-V
menghilang dan tidak diikuti proses terkelupas dan bercak kehitaman pada kulit.

Pada awal perjalanan penyakit, DBD sangat sulit dibedakan dengan Infeksi Saluran
Napas Akut (ISPA) seperti flu, infeksi tenggorok atau infeksi lainnya yang disebabkan
karena virus.

Gejala batuk, pilek, demam hampir sama. Mungkin yang sedikit dapat menjadi
perhatian adalah bila pada penyakit flu biasanya diawali dengan batuk dan pilek pada
saat demam hari pertama, akan menghilang secara bertahap setelah 7-14 hari.

Sedangkan pada penyakit DBD, biasanya timbul batuk dan pilek saat demam hari ke III-
V, dan setelah hari ke VI batuk drastis menghilang. Penderita DBD yang mengalami
keluhan batuk atau pilek, biasanya mempunyai riwayat hipersensitif pada saluran napas
atas yang sering mengalami pilek, batuk berulang, lama atau asma.

Cara Menyikapinya

Kesalahan diagnosis dapat mengakibatkan keterlambatan diagnosis yang berujung pada


keterlambatan penanganan dan berpotensi meningkatkan resiko kematian. Diperlukan
pemahaman yang baik tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue dan proses
terjadinya penyakit, ketajaman pengamatan klinis serta interpretasi hasil laboratorium
yang benar.

Hasil pemeriksaan laboratorium tertentu bukan satu-satunya konfirmasi diagnosis, harus


diikuti ketajaman pengamatan klinis dan interpretasi yang benar.

Penanganan suatu penyakit yang ideal bukan hanya sekedar “mengobati hasil
laboratorium” tetapi memberikan terapi yang benar berdasarkan tanda dan gejala
penyakit yang ada pada penderita.

Dalam keadaan kasus penyakit DBD yang meningkat seperti sekarang ini, bila
didapatkan tanda dan gejala DBD tetapi disertai penetapan diagnosis penyakit lain maka
sebaiknya fokus utama penatalaksanaan pada kecurigaan penyakit DBD.

Dalam keadaan tertentu mungkin lebih baik terjadi “overdiagnosis” DBD, dibandingkan
“underdiagnosis” DBD. Karena, keterlambatan penanganan penyakit DBD, lebih fatal
dibandingkan penyakit lainnya. Tetapi bukan berarti setiap demam harus dicurigai DBD,
memang sulit khan?

Anda mungkin juga menyukai