Anda di halaman 1dari 16

BUDIDAYA KENTANG

Family Solanaceae

Deskripsi
Kentang merupakan tanaman dikotil yang bersifat semusim dan berbentuk semak/herba.
Batangnya yang berada di atas permukaan tanah ada yang berwarna hijau, kemerah-merahan,
atau ungu tua. Akan tetapi, warna batang ini juga dipengaruhi oleh umur tanaman dan keadaan
lingkungan. Pada kesuburan tanah yang lebih baik atau lebih kering, biasanya warna batang
tanaman yang lebih tua akan lebih menyolok. Bagian bawah batangnya bisa berkayu. Sedangkan
batang tanaman muda tidak berkayu sehingga tidak terlalu kuat dan mudah roboh.

Manfaat
Kentang sangat digemari hampir semua orang. Bahkan di beberapa daerah, ada yang
menjadikannya makanan pokok. Selain itu, kentang juga banyak mengandung vitamin B, vitamin
C, dan sejumlah vitamin A. Sebagai sumber karbohidrat yang penting, di Indonesia, kentang
masih dianggap sebagai sayuran yang mewah.

Syarat Tumbuh
Kentang dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik bila ditanam pada kondisi
lingkungan yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya. Keadaan iklim dan tanah merupakan hal
penting yang perlu diperhatikan, di samping faktor penunjang lainnya. Kentang dapat tumbuh
dengan baik di dataran tinggi antara 500-3.000 m dpl. Dan, yang terbaik adalah pada ketinggian
1.300 m dpl dengan suhu relatif sekitar 20°C. Selain, itu daerah dengan curah hujan 200-300 mm
setiap bulan atau 1.000 mm selama masa pertumbuhan kentang merupakan daerah yang baik
untuk pertumbuhan kentang. Tanah yang baik untuk kentang adalah tanah yang subur, dalam,
drainase baik, dan pH antara 5-6,5. Pada tanah yang pHnya rendah, akan dihasilkan kentang
yang mutunya jelek.
Pedoman Budidaya
Kentang dikembangbiakkan dengan umbi. Umbi yang baik untuk ditanam adalah umbi
yang telah bertunas sehingga perlu diadakan penunasan. Penunasan berarti menumbuhkan
sejumlah tunas yang sehat dari umbi bibit beberapa minggu sebelum ditanam sehingga diperoleh
tanaman yang seragam. Penunasan dilakukan sekitar 2 bulan menjelang tanam pada rak-rak
penumbuh berukuran 60 x 40 x 10 cm dengan kaki 7,5 cm. Rak-rak penumbuh ini disusun
bertingkat. Banyaknya rak tergantung dari umbi yang akan ditunaskan. Rak itu diletakkan di
tempat yang tidak langsung kena sinar matahari. Apabila menggunakan sinar matahari langsung,
suhu tidak boleh terlampau tinggi. Dan, setelah tunas-tunas kecil keluar, bibit harus dipindahkan
ke tempat yang lebih dingin (6-12° C). Untuk setiap hektar, kentang varietas Granola,
membutuhkan 1.500-2.000 kg bibit. Sambil menunggu umbi bertunas, dilakukan pengolahan
tanah. Tanah dibajak atau dicangkul, kemudian diistirahatkan selama 1-2 minggu untuk
memperbaiki keadaan tata udara tanah. Selanjutnya tanah diratakan, diikuti dengan pembersihan
rerumputan liar. Setelah itu pada tanah itu dibuatkan garitan-garitan sedalam 5- 10 cm. Jarak
antargaritan biasanya disesuaikan dengan jarak tanam yang akan digunakan. Sedangkan jarak
tanam yang digunakan tergantung pada jenis kentang yang akan diusahakan. Penanaman
dilakukan bersamaan dengan pemberian pupuk dasar berupa pupuk kandang. Untuk setiap
hektar, diperlukan sekitar 20 ton pupuk kandang, 500 kg Urea, 300 kg TSP, dan 200 kg KCI.
Pupuk ini diletakkan di antara umbi-umbi di dalam garitan yang selanjutnya ditimbun dengan
tanah. Bibit kentang akan tumbuh di atas tanah ± 10 hari kemudian.
Pemeliharaan
Setelah tanaman berumur sebulan, tanaman mulai didangir dan dibumbun.
Pembumbunan ini penting untuk mencegah agar umbi kentang yang terbentuk tidak terkena sinar
matahari.
Hama dan Penyakit
Hama yang sering menyerang tanaman kentang antara lain sebagai berikut. Aphids atau
kutu daun Aphids (Myzus persicae Sulz., Aphis gossypii Glov., dan A. spiraecola Patch.) ini
dapat menularkan penyakit yang disebabkan oleh virus. Pengendaliannya dapat dengan
menggunakan insektisida sistemik seperti Furadan 3 G (80 kg/ha), atau dengan Desis 2,5 EC
(0,04%), Tamaran 200 LC (0,2 %), dan Hostatron 40 EC (0,2 %). Wereng kentang Wereng
kentang (Empoasca fabae Harr.) dapat menyebabkan kerusakan pada daun kentang. Selain itu,
sambil memakan daun hama ini menyuntikkan zat beracun hytotoximia sehingga menimbulkan
kerusakan pada daun seperti terbakar. Yang biasa menyerang kentang adalah nimfa dan serangga
dewasa. Serangga dewasa berwarna hijau kekuning-kuningan dan panjangnya 2,35-2,65 mm.
Pengendaliannya sama seperti pada aphids. Thrips Thrips (Thrips palmy Karny) adalah hama
yang kecil sekali, sulit dilihat dengan mata telanjang. Hama ini berkembang biak secara
partenogenesis (telur dapat menetas tanpa dibuahi). Thrips menimbulkan kerusakan karena ia
mengisap cairan daun sehingga warna daun berubah menjadi keperakan. Serangan yang berat
dapat terjadi pada cuaca kering dan dapat mengakibatkan semua daun mengering lalu mati.
Pemberantasannya dapat dengan meng- gunakan Orthene 75 SP (0,1 %), Tamaron 200 LC (0,2
%), atau Bayrusi1250 EC (0,2 %). Kumbang kentang Larva dan serangga dewasa kumbang
kentang (Ephilachna sparsa forma vigintioctopunctata Boisd.) memakan jaringan daun sehingga
yang tinggal hanyalah tulang-tulang daun dan lapisan epidermis. Serangga dewasa panjangnya
sekitar 1 cm, berwarna merah, dan berbintik-bintik hitam. Pemberantasannya sama seperti hama
thrips. Penggerek umbi kentang Penggerek umbi kentang (Phthorimaea operculella Zell.)
merusak umbi kentang di dalam gudang dan memakan daun kentang di lapangan. Gejala
serangannya adalah daun berwarna merah tua dan tampak adanya jalinan seperti benang yang
membungkus ulat kecil berwarna kelabu. Biasanya daun menggulung karena larvanya
bersembunyi di dalamnya. Sedangkan gejala serangan pada umbi di dalam gudang adalah
tampak adanya kotoran yang berwarna cokelat tua pada kulit umbi. Apabila umbi dibelah, akan
tampak lubang-lubang atau alur-alur. Pemberantasannya di lapanb an adalah dengan
menyemprotkan Tamaron 200 LC (0,2010) atau Orthene 75 SP (0,1 %). Sedangkan
pemberantasannya di gudang adalah dengan menggunakan Sevin 5 D sebanyak 1,5 kg/ton
kentang, atau dengan menaburkan serbuk daun Lantana camara yang telah dikeringkan setebal 2
cm pada umbi kentang. Penyakit Penyakit yang sering menyerang pertanaman kentang antara
lain sebagai berikut. Bercak kering Gejala serangannya adalah mula-mula tampak berupa bercak
kecil pada daun-daun bawah, kemudian berkembang. Bercak ini berwarna cokelat dengan tanda
khas berupa lingkaran-lingkaran. Serangan dapat dijumpai pada tangkai daun, batang, bahkan
umbi. Pada tangkai daun dan batang, gejala serangannya berupa bercak cokelat yang
memanjang. Sedangkan pada umbi, bercaknya agak melekuk, pinggirannya menonjol bulat, dan
dalamnya sekitar 0,3 cm. Penyebab penyakit ini adalah jamur Altenaria solani. Penyakit ini dapat
dicegah dengan Dithane M-45, Blitox-50, dan Antracol. Busuk daun Gejala serangan tampak
dengan adanya bercak basah bertepi tidak teratur pada tepi daun atau tengahnya. Bercak ini
kemudian melebar dan terbentuklah daerah nekrotik berwarna cokelat. Di sekitar daerah itu,
terdapat bagian yang berwarna hijau kelabu yang dihasilkan oleh massa sporangium yang
tampak berwarna putih. Serangan juga dapat terjadi pada tangkai daun atau tangkai anak daun
dengan warna cokelat, melingkar, agak mengendap, dan dapat menimbulkan defoliasi. Penyakit
busuk daun ini disebabkan oleh Phytophthora infestans, yang umumnya dijumpai pada tanaman
kentang yang berumur 5-6 minggu ke atas. Untuk pengendaliannya sebaiknya kita menggunakan
varietas yang tahan atau penggunaan fungisida yang telah diizinkan pemakaiannnya. Penyakit
tanaman kentang lainnya adalah penyakit layu fusarium, kanker batang, dan penyakit kudis.
Panen dan Pasca Panen
Umur panen kentang berbeda menurut jenisnya, tetapi umumnya dipanen saat berumur 3-
4 bulan setelah tanam. Setelah panen, sebaiknya kentang dipungut seminggu setelah daun dan
ujung batangnya kering. Bila belum kering, mutu umbinya akan rendah dan kulitnya akan lecet
sehingga tidak bisa dijadikan bibit. Penggalian untuk memungut umbi harus berhati-hati jangan
sampai umbinya terluka kena cangkul atau alat penggali lainnya.

PENDAHULUAN
Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan sumber utama karbohidrat, sehingga menjadi
komoditi penting. PT. NATURAL NUSANTARA berupaya meningkatkan produksi kentang
nasional secara kuantitas, kualitas dan tetap berdasarkan kelestarian lingkungan (Aspek 3K).

SYARAT PERTUMBUHAN
2.1. Iklim
Curah hujan rata-rata 1500 mm/tahun, lama penyinaran 9-10 jam/hari, suhu optimal 18-21 °C,
kelembaban 80-90% dan ketinggian antara 1.000-3.000 m dpl.
2.2. Media Tanam
Struktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik dan memiliki
lapisan olah yang dalam dan pH antara 5,8-7,0.

PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA


3.1. Pembibitan
 Umbi bibit berasal dari umbi produksi berbobot 30-50 gram, umur 150-180 hari, tidak
cacat, dan varitas unggul. Pilih umbi berukuran sedang, memiliki 3-5 mata tunas dan
hanya sampai generasi keempat saja. Setelah tunas + 2 cm, siap ditanam.
 Bila bibit membeli (usahakan bibit yang bersertifikat), berat antara 30-45 gram dengan 3-
5 mata tunas. Penanaman dapat dilakukan tanpa/dengan pembelahan. Pemotongan
umbi dilakukan menjadi 2-4 potong menurut mata tunas yang ada. Sebelum tanam umbi
direndam dulu menggunakan POC NASA selama 1-3 jam (2-4 cc/lt air).
3.2. Pengolahan Media Tanam
Lahan dibajak sedalam 30-40 cm dan biarkan selama 2 minggu sebelum dibuat bedengan
dengan lebar 70 cm (1 jalur tanaman)/140 cm (2 jalur tanaman), tinggi 30 cm dan buat saluran
pembuangan air sedalam 50 cm dan lebar 50 cm.
Natural Glio yang sudah terlebih dahulu dikembangbiakkan dalam pupuk kandang + 1 minggu,
ditebarkan merata pada bedengan (dosis : 1-2 kemasan Natural Glio dicampur 50-100 kg pupuk
kandang/1000 m2).
3.3. Teknik Penanaman
3.3.1. Pemupukan Dasar
 Pupuk anorganik berupa urea (200 kg/ha), SP 36 (200 kg/ha), dan KCl (75 kg/ha).
 Siramkan pupuk POC NASA yang telah dicampur air secukupnya secara merata di atas
bedengan, dosis 1-2 botol/ 1000 m². Hasil akan lebih bagus jika menggunakan SUPER
NASA dengan cara :
 alternatif 1 : 1 botol Super Nasa diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk.
Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.
 alternatif 2 : setiap 1 gembor vol 10 lt diberi 1 peres sendok makan Super Nasa
untuk menyiram 10 meter bedengan.
Penyiraman POC NASA / SUPER NASA dilakukan sebelum pemberian pupuk kandang.
 Berikan pupuk kandang 5-6 ton/ha (dicampur pada tanah bedengan atau diberikan pada
lubang tanam) satu minggu sebelum tanam,
3.3.2. Cara Penanaman
Jarak tanaman tergantung varietas, 80 cm x 40 cm atau 70 x 30 cm dengan kebutuhan bibit +
1.300-1.700 kg/ha (bobot umbi 30-45 gr). Waktu tanam diakhir musim hujan (April-Juni).

3.4. Pemeliharaan Tanaman


3.4.1. Penyulaman
Penyulaman untuk mengganti tanaman yang tidak tumbuh/tumbuhnya jelek dilakukan 15 hari
semenjak tumbuh.

3.4.2. Penyiangan
Penyiangan dilakukan minimal dua kali selama masa penanaman 2-3 hari sebelum/bersamaan
dengan pemupukan susulan dan penggemburan

3.4.3. Pemangkasan Bunga


Pada varietas kentang yang berbunga sebaiknya dipangkas untuk mencegah terganggunya
proses pembentukan umbi, karena terjadi perebutan unsur hara.

3.4.4. Pemupukan Susulan


a. Pupuk Makro
Urea/ZA: 21 hari setelah tanam (hst) 300 kg/ha dan 45 hst 150 kg/ha.
SP-36: 21 hst 250 kg/ha.
KCl: 21 hst 150 kg/ha dan 45 hst 75 kg/ha.
Pupuk makro diberikan jarak 10 cm dari batang tanaman.
b. POC NASA: mulai umur 1 minggu s/d 10 atau 11 minggu.
Alternatif I : 8-10 kali (interval 1 minggu sekali dengan dosis 4 tutup/tangki atau 1 botol
(500 cc)/drum 200 lt air.
Alternatif II : 5 - 6 kali (interval 2 mingu sekali dengan dosis 6 tutup/tangki atau 1,5 botol
(750 cc)/ drum 200 lt air.
c. HORMONIK : penyemprotan POC NASA akan lebih optimal jika dicampur HORMONIK
(dosis 1-2 tutup/tangki atau + 2-3 botol/drum 200 liter air).

3.4.5. Pengairan
Pengairan 7 hari sekali secara rutin dengan di gembor, Power Sprayer atau dengan mengairi
selokan sampai areal lembab (sekitar 15-20 menit).

3.5. Hama dan Penyakit


3.5.1. Hama
Ulat grayak (Spodoptera litura)
Gejala: ulat menyerang daun hingga habis daunnya. Pengendalian: (1) memangkas daun yang
telah ditempeli telur; (2) penyemprotan Natural Vitura dan sanitasi lingkungan.

Kutu daun (Aphis Sp)


Gejala: kutu daun menghisap cairan dan menginfeksi tanaman, juga dapat menularkan virus.
Pengendalian: memotong dan membakar daun yang terinfeksi, serta penyemprotan Pestona
atau BVR.

Orong-orong (Gryllotalpa Sp)


Gejala: menyerang umbi di kebun, akar, tunas muda dan tanaman muda. Akibatnya tanaman
menjadi peka terhadap infeksi bakteri. Pengendalian: Pengocoran Pestona.

Hama penggerek umbi (Phtorimae poerculella Zael)


Gejala: daun berwarna merah tua dan terlihat jalinan seperti benang berwarna kelabu yang
merupakan materi pembungkus ulat. Umbi yang terserang bila dibelah, terlihat lubang-lubang
karena sebagian umbi telah dimakan. Pengendalian : Pengocoran Pestona.

Hama trip ( Thrips tabaci )


Gejala: pada daun terdapat bercak-bercak berwarna putih, berubah menjadi abu-abu perak dan
mengering. Serangan dimulai dari ujung-ujung daun yang masih muda. Pengendalian: (1)
memangkas bagian daun yang terserang; (2) mengunakan Pestona atau BVR.

3.5.2. Penyakit
Penyakit busuk daun
Penyebab: jamur Phytopthora infestans. Gejala: timbul bercak-bercak kecil berwarna hijau
kelabu dan agak basah hingga warnanya berubah menjadi coklat sampai hitam dengan bagian
tepi berwarna putih yang merupakan sporangium dan daun membusuk/mati. Pengendalian:
sanitasi kebun. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal tanam.

Penyakit layu bakteri


Penyebab: bakteri Pseudomonas solanacearum. Gejala: beberapa daun muda pada pucuk
tanaman layu dan daun tua, daun bagian bawah menguning. Pengendalian: sanitasi kebun,
pergiliran tanaman. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum atau awal
tanam.

Penyakit busuk umbi


Penyebab: jamur Colleotrichum coccodes. Gejala: daun menguning dan menggulung, lalu layu
dan kering. Bagian tanaman yang berada dalam tanah terdapat bercak-bercak berwarna coklat.
Infeksi akan menyebabkan akar dan umbi muda busuk. Pengendalian: pergiliran tanaman ,
sanitasi kebun dan penggunaan bibit yang baik. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio
pada sebelum atau awal tana

Penyakit fusarium
Penyebab: jamur Fusarium sp. Gejala: busuk umbi yang menyebabkan tanaman layu. Penyakit
ini juga menyerang kentang di gudang penyimpanan. Infeksi masuk melalui luka-luka yang
disebabkan nematoda/faktor mekanis. Pengendalian: menghindari terjadinya luka pada saat
penyiangan dan pendangiran. Pencegahan dengan penggunaan Natural Glio pada sebelum
atau awal tanam.

Penyakit bercak kering (Early Blight)


Penyebab: jamur Alternaria solani. Jamur hidup disisa tanaman sakit dan berkembang di
daerah kering. Gejala: daun berbercak kecil tersebar tidak teratur, warna coklat tua, meluas ke
daun muda. Permukaan kulit umbi berbercak gelap tidak beraturan, kering, berkerut dan keras.
Pengendalian: pergiliran tanaman. Pencegahan : Natural Glio sebelum/awal tanam

Penyakit karena virus


Virus yang menyerang adalah: (1) Potato Leaf Roll Virus (PLRV) menyebabkan daun
menggulung; (2) Potato Virus X (PVX) menyebabkan mosaik laten pada daun; (3) Potato Virus
Y (PVY) menyebabkan mosaik atau nekrosis lokal; (4) Potato Virus A (PVA) menyebabkan
mosaik lunak; (5) Potato Virus M (PVM) menyebabkan mosaik menggulung; (6) Potato Virus S
(PVS) menyebabkan mosaik lemas. Gejala: akibat serangan, tanaman tumbuh kerdil, lurus dan
pucat dengan umbi kecil-kecil/tidak menghasilkan sama sekali; daun menguning dan jaringan
mati. Penyebaran virus dilakukan oleh peralatan pertanian, kutu daun Aphis spiraecola, A.
gossypii dan Myzus persicae, kumbang Epilachna dan Coccinella dan nematoda.
Pengendalian: tidak ada pestisida untuk mengendalikan virus, pencegahan dan pengendalian
dilakukan dengan menanam bibit bebas virus, membersihkan peralatan, memangkas dan
membakar tanaman sakit, mengendalikan vektor dengan Pestona atau BVR dan melakukan
pergiliran tanaman.

Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum
mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan
pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat
Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.

3.6. Panen
Umur panen pada tanaman kentang berkisar antara 90-180 hari, tergantung varietas tanaman.
Secara fisik tanaman kentang sudah dapat dipanen jika daunnya telah berwarna kekuning-
kuningan yang bukan disebabkan serangan penyakit; batang tanaman telah berwarna
kekuningan (agak mengering) dan kulit umbi akan lekat sekali dengan daging umbi, kulit tidak
cepat mengelupas bila digosok dengan jari.
http://www2.bioversityinternational.org/publications/Web_version/186/
1. PASSPORT CHARACTERS
1.1 Variety Variety name and synonyms
1.2 Variant or parentage Source variety or immediate pedigree
1.3 Country of origin Name of country
1.4 National Listing Date of introduction or entry on to National List if relevant

2. PLANT CHARACTERISTICS
2.1 Earliness of foliage maturity 1 = very late
(Waktu dewasa daun) 3 = late
5 = intermediate
7 = early
9 = very early
2.2 Growth habit 1 = extremely erect
3 = erect
5 = semi-erect
7 = prostrate
9 = very prostrate
2.3 Foliage cover 1 = very poor (= sparse)
3 = poor
5 = moderate
7 = good
9 = very good (= dense)
2.4 Flower frequency 1 = extremely rare
3 = rare
5 = occassional
7 = frequent
9 = very frequent
2.5 Flower colour State verbally
2.6 Pollen fertility 1 = very low or sterile
3 = low
5 = moderate
7 = high
9 = very high
2.7 Berry number per plant 1 = extremely rare
3 = rare
5 = occassional
7 = frequent
9 = very frequent

3. TUBER CHARACTERISTICS
3.1 Tuber shape State verbally
3.2 Skin colour State verbally
3.3 Eye colour State verbally
3.4 Light sprout colour State verbally
3.5 Flesh colour State verbally
3.6 Eye depth 1 = very deep
3 = deep
5 = medium
7 = shallow
9 = very shallow
3.7 Skin texture 1 = very rough
3 = rough
5 = intermediate
7 = smooth
9 = very smooth
3.8 Dormancy 1 = very short
3 = short
5 = medium
7 = long
9 = very long
3.9 Resistance to external damage 1 = very susceptible
3 = susceptible
5 = moderate
7 = resistant
9 = very resistant
3.10 Resistant to internal bruising 1 = very susceptible
3 = susceptible
5 = moderate
7 = resistant
9 = very resistant
3.11 Storageability 1 = very poor
3 - poor
5 = moderate
7 = good
9 = very good
3.12 Tuber glycoalkaloid 1 = very high
3 = high
5 = moderate
7 = low
9 = very low

4. UTILISATION CHARACTERISTICS
4.1 Cooking type A = firm (salad type)
B = fairly firm (multi-purpose type)
C = mealy (floury type)
D = very mealy (floury type)
4.2 After cooking blackening 1 = severe
3 = high
5 = medium
7 = low
9 - extremely low
4.3 Frying colour 1 = very dark
3 = dark
5 = medium
7 = pale
9 = very pale
4.4 Crisp suitability 1 = very poor
3 = poor
5 = medium
7 = good
9 = very good
4.5 French fry suitability 1 = very poor
3 = poor
5 = medium
7 = good
9 = very good
4.6 Enzymic browning 1 = severe
3 = high
5 = medium
7 = low
9 = extremely low
4.7 Dry Matter Content 1 = very low
3 = low
5 - medium
7 = high
9 = very high
4.8 Starch content 1 = very low
3 = low
5 = medium
7 = high
9 = very high
4.9 Protein content 1 = very low
3 = low
5 = medium
7 = high
9 = very high

5. TUBERING CHARACTERISTICS
5.1 Yield potential 1 = very low
3 = low
5 = medium
7 = high
9 = very high
5.2 Adaptability 1 = very narrow
3 = narrow
5 = medium
7 = wide
9 = very wide
5.3 Rate of bulking 1 = very slow
3 - slow
5 = medium
7 = fast
9 = very fast
5.4 Tuber number per plant 1 = very few
3 = few
5 = medium
7 = many
9 = very many
5.5 Tuber size 1 = very small
3 = small
5 = medium
7 - large
9 = very large
5.6 Tuber uniformity 1 = very variable
3 = variable
5 = medium
7 = uniform
9 = very uniform
5.7 Secondary growth 1 = very high tendency
3 = high tendency
5 = medium
7 = low tendency
9 = very low tendency
5.8 Hollow heart 1 = very high tendency
3 = high tendency
5 = medium
7 = low tendency
9 - very low tendency
5.9 Growth cracking 1 = very high tendency
3 = high tendency
5 = medium
7 = low tendency
9 = very low tendency
5.10 Tuber greening before harvest 1 = very high tendency
3 = high tendency
5 - medium
7 = low tendency
9 = very low tendency
5.11 Length of stolons 1 = very long
3 = long
5 = medium
7 = short
9 = very short
5.12 Stolon attachment 1 = very strong (= persistent)
3 = strong
5 - medium
7 - loose
9 = very loose
5.13 Internal rust spot 1 = very strong tendency (frequent)
3 = frequent
5 = medium
7 = infrequent
9 - very weak tendency (infrequent)

6.1 RESISTANCE TO FUNGAL DISEASES


6.1.1 Common scab 1 = very low resistance*
Streptomyces scabies 3 = low resistance
5 = moderate
7 - high resistance
9 = very high resistance
6.1.2 Dry rot 1 - very low resistance
Fusarium spp. 3 = low resistance
State verbally species 5 = moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance
6.1.3 Early blight 1 = very low resistance
Alternaria solani 3 - low resistance
5 - moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance
6.1.4 Fusarium wilt 1 = very low resistance
Fusarium oxysporum 3 = low resistance
5 = moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance
6.1.5 Gangrene 1 = very low resistance
Phoma exigua var. foveata 3 = low resistance
5 = moderate
7 = high resistance
9 - very high resistance
6.1.6 Late blight on foliage 1 - very low resistance
Phytophthora infestans 3 = low resistance
5 = moderate
7 - high resistance
9 = very high resistance
State if and which R genes present, if known.
6.1.7 Late blight on tubers 1 = very low resistance
Phytophthora infestans 3 = low resistance
5 = moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance
6.1.8 Stem cancer 1 = very low resistance
Rhizoctonia solani 3 = low resistance
5 = moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance
6.1.9 Powdery scab 1 = very low resistance
Spongospora subterranea 3 = low resistance
5 = moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance
6.1.10 Wart State whether susceptible or field immune and specify race(s)
Synchytrium endobioticum
*see page 6, preface second paragraph

6.2 RESISTANCE TO BACTERIAL DISEASES


6.2.1 Bacterial soft rot 1 - very low resistance
Erwinia spp. 3 = low resistance
State verbally species 5 = moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance
6.2.2 Bacterial wilt 1 = very low resistance
Pseudomonas solanacearum 3 = low resistance
5 = moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance
6.2.3 Blackleg 1 = very low resistance
Erwinia spp. 3 = low resistance
State verbally species 5 = moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance
6.2.4 Ring rot 1 - very low resistance
Corynebacterium sepedonicum 3 = low resistance
5 - moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance

6.3 RESISTANCE TO VIRUS DISEASES


6.3.1 Leafroll virus 1 = very low resistance
3 = low resistance
5 = moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance
6.3.2 Mop top virus 1 = very low resistance
3 = low resistance
5 = moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance
6.3.3 Tobacco rattle virus 1 = very low resistance
3 = low resistance
5 = moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance
6.3.4 Virus A 1 = very low resistance H* = hypersensitive
3 = low resistance I = field immune
5 = moderate and/or R = resistant
7 = high resistance S = susceptible
9 = very high resistance T = tolerant
6.3.5 Virus B 1 = very low resistance H* = hypersensitive
3 = low resistance I = field immune
5 = moderate and/or R = resistant
7 = high resistance S = susceptible
9 = very high resistance T = tolerant
6.3.6 Virus C 1 = very susceptible H = hypersensitive
3 - susceptible I = field immune
5 - medium susceptible and/or R = resistant
7 - resistant S = susceptible
9 = very resistant T = tolerant
6.3.7 Virus M 1 = very susceptible H = hypersensitive
3 = susceptible I = field immune
5 = medium susceptible and/or R = resistant
7 = resistant S = susceptible
9 = very resistant T = tolerant
6.3.8 Virus S 1 - very susceptible H = hypersensitive
3 = susceptible I = field immune
5 = medium susceptible and/or R = resistant
7 = resistant S = susceptible
9 = very resistant T = tolerant
6.3.9 Virus X 1 = very susceptible H = hypersensitive
3 = susceptible I = field immune
5 = medium susceptible and/or R = resistant
7 = resistant S = susceptible
9 = very resistant T = tolerant
6.3.10 Virus Y 1 = very susceptible H = hypersensitive
3 = susceptible I = field immune
5 = medium susceptible and/or R = resistant
7 = resistant S = susceptible
9 = very resistant T = tolerant
* 1 to 9 scale related to field performance. HIRST to reaction to challenge in laboratory or glasshouse.
Strain of virus should be stated where known and test e.g. sap inoculation or graft.
6.4 RESISTANCE TO PESTS
6.4.1 Potato Cyst Nematode R or S,
Globodera spp. (= resistant or susceptible).
State species, pathotype(s), and criteria used.
6.4.2 Aphids 1 = very low resistance
3 = low resistance
5 = moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance
6.4.3 Slugs 1 = very low resistance
Deroceras spp. and Milax spp. 3 = low resistance
State verbally species 5 = moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance
6.4.4 Tuber moth 1 = very low resistance
3 = low resistance
5 = moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance

7. ENVIRONMENTAL STRESS FACTORS


7.1 Drought 1 = very low resistance
3 - low resistance
5 = moderate
7 - high resistance
9 = very high resistance
7.2 Frost 1 = very low resistance
3 - low resistance
5 = moderate
7 = high resistance
9 = very high resistance

Anda mungkin juga menyukai