Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu
untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi
bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak
hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan, namun
bagaimana cara yang efektif untuk melibatkan siswa secara aktif membuat atau pun
merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat
bagi siswa. Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu siswa belajar dan
berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan.
Teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya
memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji
kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara
pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode
pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
Matematika dan IPA sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai
dari jenjang pendidikan dasar, selain sebagai sumber dari ilmu yang lain juga
merupakan sarana berpikir logis, analis, dan sistematis dan konsisten. Sebagai mata
pelajaran yang berkaitan dengan konsep-konsep yang abstrak, maka dalam penyajian
materi pelajaran, matematika dan IPA harus dapat disajikan lebih menarik dan sesuai
dengan kondisi dan keadaan siswa. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar dalam proses
pembelajaran siswa lebih aktif dan termotivasi untuk belajar. Untuk itulah perlu
adanya pendekatan dan metode khusus yang diterapkan oleh guru.
Salah satu hambatan dalam peningkatkan kualitas pendidikan MIPA, di
antaranya adalah mitos yang telah melekat pada sebagian besar bangsa Indonesia.
MIPA selama ini sering diasumsikan dengan berbagai hal yang berkonotasi negatif,
dari mulai MIPA sebagai ilmu yang sangat sukar, ilmu hafalan tentang rumus,
berhubungan dengan kecepatan hitung, ilmu abstrak yang tidak berhubungan dengan
realita, sampai pada ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif. Semakin

4
lengkap pula ketika mitos-mitos ini disertai dengan sikap guru matematika yang
dalam menyampaikan pelajarannya, galak, tidak menarik, bahkan cenderung
menciptakan rasa takut dan tegang pada anak. Situasi semacam ini semakin
menjauhkan rasa ketertarikan siswa dalam mempelajari MIPA. Apa lagi jika siswa
tersebut merasa dirinya memiliki kemampuan berfikir yang kurang dibandingkan
teman-temannya.

II. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah teori perkembangan mental dari Piaget?
2. Bagaimanakah teori belajar IPA menurut Gagne?
3. Bagaimanakah teori belajar matematika menurut Dienes?
4. Bagaimanakah teori belajar dari Bruner?
5. Bagaimanakah teori belajar verbal yang bermakna menurut Ausubel?

III. TUJUAN PEMBAHASAN


Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui bagaimana teori perkembangan mental menurut Piaget.
2. Mengetahui tentang teori belajar IPA menurut Gagne.
3. Mengetahui bagaimana teori belajar matematika menurut Dienes.
4. Mengetahui mengenai teori belajar dari Bruner.
5. Mengetahui tentang teori belajar verbal yang bermakna menurut Ausubel.

IV. MANFAAT
1. Siswa sebagai pelajar dapat menggunakan teori-teori untuk mengembangkan
cara belajar
2. Siswa sebagai calon guru dapat mengetahui teori belajar yang baik dan dapat
diterapkan pada anak didiknya kelak

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. TEORI PERKEMBANGAN MENTAL DARI J.PIAGET

Teori perkembangan kognitif piaget adalah teori yang menjelaskan bagaimana anak
beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian disekitarnya.
Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek, seperti mainan, perabot,
dan makanan, serta objek-objek social seperti diri, orang tua dan teman.

I. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget


Menurut Jean Piaget, perkembangan manusia melalui empat tahap perkembangan
kognitif dari lahir sampai dewasa. Setiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan
intelektual baru di mana manusia mulai mengerti dunia yang bertambah kompleks.

Tahap-Tahap Umur Kemampuan

Sensori-motorik 0-2 tahun a. Gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi


langsung.
b. Belum mempunyai kesadaran adanya konsep
benda yang tetap
c. Perkembangan yang terjadi dari gerak refleks
sampai kepada dapat berjalan dan berbicara
d. Pada akhir tahap anak mulai melakukan
perbuatan coba-coba dan berkenalan benda-
benda konkrit
Praoperasional 2-7 tahun a. Tahap berfikir pra konseptual sekitar 2-4
tahun, tahap berfikir intuitif sekitar 4-7 tahun
b. Belum dapat berfikir logis
c. Kata-kata digunakan untuk menyatakan suatu
benda.
d. Memiliki sifat egosentris
e. Mengira bahwa benda tiruan memiliki sifat-
sifat benda yang sebenarnya
f. Belum dapat membedakan fakta dan khayalan
g. Mengira bahwa benda yang kelihatannya
berbeda juga berbeda. Anak belum memahami
konsep kekekalan.
h. Anak mendapat kesukaran untuk memikirkan
dua aspek atau lebih dari suatu benda secara
serempak
i. Anak belum dapat berfikir secara induktif

6
maupun deduktif.
j. Anak mulai bisa membilang menggunakan
benda konkrit
Operasional 7-11 tahun a. Mulai butuh teman. Senang bermain dengan
anak lain
b. Dapat mengelompokkan benda dengan
berbagai karakteristik
c. Dapat membalikkan suatu prosedur dan
melihat langkah suatu perubahan
d. Sudah memahami konsep kekekalan
e. Mulai dapat memahami lawak
f. Pada akhir tahap, dapat memberi alasan
induktif dan deduktif
g. Belum dapat membuat definisi deskriptif yang
tepat
h. Kekuatan penilaian dan pemberian alasan
secara logis belum berkembang dengan baik
i. Belum dapat memahami pembuktian dalil
dengan baik
Operasional 11tahun-dewasa Mampu berpikir abstrak dan dapat menganalisis
Formal masalah secara ilmiah dan kemudian
menyelesaikan masalah.

1. Periode Sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks
bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode.
Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan
pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
a. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan
berhubungan terutama dengan refleks.
b. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat
bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
c. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai
sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan
dan pemaknaan.
d. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan
sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek
sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari
sudut berbeda (permanensi objek).

7
e. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai
delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru
untuk mencapai tujuan.
f. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan
awal kreativitas.

2. Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati
urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis
yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Ciri dari tahapan ini adalah
operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak
belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata.
Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan
semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda
bulat walau warnanya berbeda-beda.
Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka
mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun,
mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini,
mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia
dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami
bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan
untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang
sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun
memiliki perasaan.

3. Tahapan operasional
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam
sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai.
Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
 Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau
ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat
mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
 Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian
benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain. Anak tidak lagi
memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda
hidup dan berperasaan).
 Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi

8
menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil
yang tinggi.
 Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat
diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat
menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah
sebelumnya.
 Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda
adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-
benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya
sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya
berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
 Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).
Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di
dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka
itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap
operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada
di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam
laci oleh Ujang.

4. Tahapan operasional formal


Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam
teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan
terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan
untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari
informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti
cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam
dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis,
tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya),
menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral,
perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak
sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai
keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari
tahap operasional.

9
II. Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya
selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang
mundur.
2. Universal (tidak terkait budaya)
3. Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri
seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan

Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis. Urutan


tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan
sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi). Tahapan merepresentasikan
perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif.

Menurut Piaget, perkembangan masing-masing tahap tersebut merupakan hasil


perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya. Setiap individu akan melewati
serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invarian, selalu tetap, tidak melompat
atau mundur. Perubahan ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur berpikir.

B. TEORI BELAJAR ROBERT M.GAGNE

Robert Mills Gagne adalah seorang ilmuwan psikologi yang lahir pada tahun 1916 di
North Andover, MA. dan meninggal pada tahun 2002. Gagne merupakan seorang tokoh
psikologi yang mengembangkan teori belajar dan pengajaran. Walaupun pada awal karirnya,
dia adalah seorang behaviorist, namun belakangan dia memusatkan perhatian pada pengaruh
pemrosesan informasi terhadap belajar dan memori.

I. Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne


Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan,
namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang.
Lingkungan indiviu seseorang meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan
berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang
akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia
nantinya.
Ada beberapa unsur yang melandasi pandangan Gagne tentang belajar.
Menurutnya, belajar bukan merupakan proses tunggal, melainkan proses yang luas yang
dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Jadi, tingkah laku itu
merupakan hasil dari efek kumulatif belajar. Artinya, banyak keterampilan yang telah

10
dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan yang lebih rumit.
Contohnya keterampilan belajar "menjumlah" akan berguna bagi siswa untuk belajar
"membagi". Siswa tidak perlu belajar menjumlah lagi ketika belajar membagi.

Dalam belajar matematika ada 2 objek yang dapat diperoleh siswa : objek yang
langsung dipelajari dan objek yang tidak langsung. Objek langsung antara lain :
1. Fakta. Contoh fakta adalah : angka, sudut, ruas garis, notasi, symbol, dll
2. Keterampilan. Keterampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang
benar dan cepat. Contoh : membagi 2 sama besar sebuah sudut, menghitung
cepat, dll
3. Konsep. Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan anak
mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh. Contoh : anak sudah
mendapat konsep tentang segitiga. Maka anak akan dapat membedakan yang
mana segitiga dan bukan segitiga
4. Aturan / Prinsip. Aturan adalah objek yang paling kompleks dan abstrak dan
dapat berupa sifat, dalil dan teori. Contoh : segitiga dikatakan sama dan
sebangun apabila dua sisi yang seletak dan sudut apitnya kongruen

II. Sistematika ”Delapan Tipe Belajar”


Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe belajar, yaitu:
1. Tipe belajar isyarat (Signal learning)
Belajar isyarat adalah belajar tentang sesuatu yang tidak disengaja tetapi sebagai
akibat dari suatu rangsangan yang dapat menimbulkan reaksi emosional karena
perasaan terkena. Contoh : anak membeci matematika bisa karena guru yang tidak
meneynangkan atau anak itu tidak pernah memperhatikan pelajaran.
2. Tipe belajar stimulus respon (Stimulus-response learning)
Tipe ini hampir serupa dengan tipe satu, namun pada tipe ini, timbulnya respons
karena disengaja. Pembelajaran ini harus ada stimulus dari luar agar anak dapat
memberikan suatu respon yang memberikan penguatan pada diri siswa. Contoh :
anak disuruh menyebutkan jenis segitiga setelah ditanya guru. Maka setelah itu
anak tahu jenis segitiga.
3. Tipe belajar rangkaian gerak (Chaining Learning)
Rangkaian gerak adalah perbuatan fisik terurut dari beberapa stimulus respon.
Contoh : anak disuruh memegang mistar, meletakkan mistar diantara 2 titik,
kemudian membuat garis. Pada akhirnya anak akan bisa membuat garis.
4. Tipe belajar rangkaian verbal (Verbal association learning)
Tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, hasil belajarnya yaitu
memberikan reaksi verbal. Contoh : menyatakan pendapat tentang definisi.

11
5. Tipe belajar membedakan (Discrimination learning)
Belajar membedakan adalah belajar memisah-misahkan rangkaian yang bervariasi.
Ada 2 macam membedakan, yaitu membedakan jamak dan membedakan tunggal.
Contoh membedakan tunggal : dapat membedakan lambang bilangan 5 dari yang
lain. Contoh membedakan jamak : dapat mengenal perbedaan antara lambang
1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan 0
6. Tipe pembentukan konsep (Concept Learning)
Tipe belajar pembentukan konsep adalag mengenal sifat-sifat bersama yang
dimiliki oleh sekelompok benda konkrit.
7. Tipe belajar pembentukan aturan (RuleLearning)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan
beberapa konsep.
8. Tipe belajar pemecahan masalah (Problem solving)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat digunakan untuk
memecahkan suatu permasalahan. 5 tahap pemecahan masalah :
1) Menyatakan masalah itu dalam bentuk yang lebih jelas
2) Menayatakn masalah dalam bentuk operasional
3) Menyusun beberapa alternatif hipotesis dan prosedur kerja yang diperkiranakn
dapat digunakan untuk memecahkan masalah itu
4) Menguji hipotesis dan prosedur ekrja yang digunakan memperoleh suatu atau
sekelompok alternatif jawaban
5) Memeriksa kembali jawaban mana yang bear atau yang paling cocok

III. Implikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran


Suciati dan Irawan menjelaskan sembilan peristiwa pembelajaran Gagne dalam bentuk
bagan sebagai berikut :
No Peristiwa Pembelajaran Penjelasan

Peserta didik tidak selalu siap dan fokus pada awal


Menimbulkan minat dan pembelajaran. Guru perlu menimbulkan minat dan perhatian
1
memusatkan perhatian anak didik melalui penyampaian sesuatu yang baru, aneh,
kontradiktif atau kompleks

Hal ini dilakukan agar peserta didik tidak menebak-nebak apa


Menyampaikan tujuan yang diharapkan dari dirinya oleh guru. Mereka perlu
2
pembelajaran mengetahui unjuk kerja apa yang akan digunakan sebagai
indikator penguasaan pengetahuan atau keterampilan

3 Mengingat kembali Banyak pengetahuan baru yang merupakan kombinasi dari

12
konsep/prinsip yang telah konsep, prinsip atau informasi yang sebelumnya telah dipelajari,
dipelajari yang untuk memudahkan mempelajari materi baru
merupakan prasyarat

Dalam menjelaskan materi pembelajaran, menggunakan contoh,


Menyampaikan materi penekanan untuk menunjukkan perbedaan atau bagian penting,
4
pembelajaran baik secara verbal maupun menggunakanfitur tertentu (warna,
huruf miring, garisbawahi, dsb)

Memberikan bimbingan Biimbingan diberikan melalui pertanyaan-pertanyaan yang


5 atau pedoman untuk membiimbing proses/alur pikir peserta didik. Perlu diperhatikan
belajar agar bimbingan tidak diberikan secara berlebihan

Memperoleh unjuk kerja Peserta didik diminta untuk menunjukkan apa yang telah
6
peserta didik dipelajari, baik untuk meyakinkan guru maupun dirinya sendiri

Memberikan umpan balik Umpan balik perlu diberikan untuk membantu peserta didik
7 tentang kebenaran mengetahu sejauh mana kebenaran atau unjuk kerja yang
pelaksanaan tugas dihasilkan

Pengukuran hasil belajar dapat dilakukan melalui tes maupun


Mengukur/mengevaluasi
8 tugas. Perlu diperhatikan validitas dan reliabilitas tes yang
hasil belajar
diberikan dari hasil observasi guru

Referensi dapat ditingkatkan melalui latihan berkali-kali


menggunakan prinsip yang dipelajari dalam konteks yang
Memperkuat referensi berbeda. Mondisi/situasi pada saat transfer belajar diharapkan
9
dan transfer belajar terjadi, harus berbeda. Memecahkan masalah dalam suasana di
kelas akan sangat berbeda dengan susasana riil yang
mengandung resiko

Dengan demikian, ada beberapa prinsip pembelajaran dari teori gagne, yaitu antara lain
berkaitan dengan:
a. perhatian dan motivasi belajar peserta didik,
b. keaktifan belajar dan keterlibatan langsung/pengalaman dalam belajar,
c. pengulangan belajar,
d. tantangan semangat belajar,
e. pemberian umpan balik dan penguatan belajar,
f. adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar.

13
Selain itu Gagne juga mementingkan akan adanya penciptaan kondisi belajar, termasuk
lingkungan belajar, khususnya kondisi yang berbasis media, yaitu meliputi jenis penyajian yang
disampaikan kepada peserta didik dengan penjadwalan, pengurutan dan pengorganisasian.

C. BELAJAR MATEMATIKA MENURUT Z.P DIENES


Zoltan P. Dienes adalah seorang guru matematika. Berbasiskan pada teori Piaget, ia
mengembangkan sistem pengajaran matematika agar lebih menarik dan mudah untuk
dipelajari siswa. Teori belajar Dienes yang menekankan pada tahapan permainan yang berarti
pembelajaran yang diarahkan pada proses melibatkan anak didik dalam belajar. Hal ini
berarti proses pembelajaran dapat membangkitkan dan membuat anak didik senang dalam
belajar. Oleh karena itu teori belajar Dienes ini sangat terkait dengan konsep pembelajaran
dengan pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan).

I. Konsep Matematika Menurut Dienes


Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep matematika yaitu konsep murni matematika,
konsep notasi, dan konsep terapan.
1. Konsep murni matematis
Konsep matematis murni berhubungan dengan klasifikasi bilangan-bilangan dan
hubungan-hubungan antar bilangan, dan sepenuhnya bebas dari cara bagaimana
bilangan-bilangan itu disajikan. Sebagai contoh, enam, 8, XII, 1110 (basis dua), dan
Δ Δ Δ Δ, semuanya merupakan contoh konsep bilangan genap; walaupun masing-
masing menunjukkan cara yang berbeda dalam menyajikan suatu bilangan genap.
2. Konsep notasi
Adalah sifat-sifat bilangan yang merupakan akibat langsung dari cara penyajian
bilangan. Fakta bahwa dalam basis sepuluh, 275 berarti 2 ratusan ditambah 7
puluhan ditambah 5 satuan merupakan akibat dari notasi nilai tempat dalam
menyajikan bilangan-bilangan yang didasarkan pada sistem pangkat dari sepuluh.
Pemilihan sistem notasi yang sesuai untuk berbagai cabang matematika adalah
faktor penting dalam pengembangan dan perluasan matematika selanjutnya.
3. Konsep terapan
Adalah penerapan dari konsep matematika murni dan notasi untuk penyelesaian
masalah dalam matematika dan dalam bidang-bidang yang berhubungan. Panjang,
luas dan volume adalah konsep matematika terapan.

Konsep-konsep terapan hendaknya diberikan kepada siswa setelah mereka mempelajari


konsep matematika murni dan notasi sebagai prasyarat. Konsep-konsep murni
hendaknya dipelajari oleh siswa sebelum mempelajari konsep notasi, jika dibalik para
siswa hanya akan menghafal pola-pola bagaimana memanipulasi simbol-simbol tanpa

14
pemahaman konsep matematika murni yang mendasarinya. Siswa yang membuat
kesalahan manipulasi simbol seperti 3x + 2 = 4 maka x + 2 = 4 – 3, = x, a2 x a3 = a6,
dan = x + berusaha menerapkan konsep murni dan konsep notasi yang tidak cukup
mereka kuasai.

II. Tahap-Tahap Belajar


6 tahap belajar Dienes :
1. Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep
bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep
yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi
kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul.
Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam
mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya
dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-
konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari
benda yang dimanipulasi.
2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan
keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat
dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang
telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa
diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu.
Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu,
akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal
yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Contoh
dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok
bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok
benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk
kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap
konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tidak tipis
(tebal), atau tidak merah (biru), hijau, kuning).
3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan
sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam
mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan
menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini
tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula.

15
Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan
pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta
mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut.
4. Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis.
Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka
berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang
dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan
demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya
abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan
merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol
matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari
banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya
menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari
pola yang didapat anak.
6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-
siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan
sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-
dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan
teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah
mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu
merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan
teorema tersebut.

6 Tahap belajar diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Siswa belajar matematika harus melalui pemanipulasian benda-benda kongkrit dan
membuat abstraksi dari konsep atau strukturnya.
2. Terdapat proses alam yang pasti yang harus dialami anak agar ia dapat memahami
konsep matematik, yaitu :
a. Tahap bermain dengan benda-benda kongkrit maupun dengan ide abstrak
b. Tahap mengurutkan pengalaman, sehingga menjadi suatu kebulatan yang
bermakna
c. Tahap pemahaman konsep
d. Tahap penearapan konsep yang telah difahami untuk menjangkau konsep
baru

16
3. Matematika adalah seni yang kreatif. Oleh karena itu harus dipelajari dan diajarkan
sebagai ilmu seni yang memiliki alat bantu.
4. Konsep baru harus dihubungkan derngan konsep dan struktur yang telah dipelajari
sehingga ada transfer dari belajar konsep lama ke belajar konsep baru
5. Untuk memperoleh sesuatu dari belajar matematika, siswa harus mampu
menerjemahkan situasi kongkrit ke dalam perumusan abstrak dengan
menggunakan symbol-simbol

D. TEORI BELAJAR DARI J.BRUNER


Jerome S. Bruner lahir di New York tahun l915. Dalam memandang proses belajar,
Brunner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan
teorinya yang disebut “(Free discovery learning)” (Budiningsih,2008). Ia mengatakan bahwa
proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-
contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara
induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Misalnya untuk memahami konsep
kejujuran, siswa pertama-tama tidak menghafal definisi kata kejujuran, tetapi mempelajari
contoh-contoh konkret tentang kejujuran. Dari contoh-contoh itulah siswa dibimbing untuk
mendefinisikan kata “kejujuran”.

I. Teorema Belajar Matematika


1. Teorema Penyusunan
Cara paling baik bagi anak untuk belajar konsep dalam matematika adalah dengan
melakukan penyusunan representasinya. Dalam tahap permulaan belajar konsep,
pengertian akan lebih melekat bila kegiatan rpresentasi konsep dilakukan oleh
siswa itu sendiri, terutama bagi anak sekolah dasar tingkat rendah. Jika siswa
diperkenankan membantu merumuskan dan menyusun aturan dalam matematika,
ia akan lebih mudah mengingat-ingat aturan itu dan mampu menerapkannya
dengan betul pada situasi yang tidak biasa.
2. Teorema Notasi
Penyajian suatu konsep pada tahap awal hendaknya digunakan notasi yang cocok
dengan tahap perkembangan siswa.
3. Teorema Kontras dan Bervariasi
Untuk mengubah representasi kongkrit ke representasi yang lebih abstrak
diperlukan representasi yang kontras dengan representasi konsep semula dengan
tujuan agar konsep itu lebih mudah dipahami anak. Contoh : bilangan ganjil akan
lebih dipahami jika dikontraskan dengan bilangan genap.

17
4. Teorema Pengaitan
Dalam matematika, setiap konsep berkaitan dengan konsep yang lain. Oleh karena
itu agar berhasil dalam memepelajari matematika, siswa perlu diberi banyak
kesempatan untuk mengemengenal kaitan-kaitannya

Salah satu model kognitif Bruner yang sangat berpengaruh adalah model yang dikenal
dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan
memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui
berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk
memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk
menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.

E. TEORI BELAJAR VERBAL YANG BERMAKNA DARI D.P AUSUBEL


David Ausubel (1963) merupakan seorang psikolog pendidikan, melakukan beberapa
penelitian rintisan menarik di waktu yang hampir sama dengan Burner. Ausubel menjelaskan
bahwa dalam diri seorang pelajar sudah ada organisasi dan kejalasan tentang pengetahuan di
bidang subjek tertentu. Beliau menyebut organisasi ini sebagai struktur kognitif dan percaya
bahwa struktur ini menentukan kemampuan pelajar untuk menangani berbagai ide dan
hubungan baru. Makna dapat muncul dari materi baru hanya bila materi itu terkait dengan
struktur kognitif dari pembelajaran sebelumnya.

I. Jenis-jenis Belajar
Menurut David Ausubel, ada dua jenis belajar :
1. Belajar Bermakna (Meaningfull Learning)
2. Belajar Menghafal (Rote Learning)

Untuk Bab kali ini, hanya dibahas tentang Teori Ausubel mengenai belajar bermakna.
Belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai
dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu dapat
mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya sehingga peserta
didik menjadi kuat ingatannya dan transfer belajarnya mudah dicapai. Struktur kognitif
dapat berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau
bahkan dipahami sebelumnya oleh siswa.

Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan
prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja
tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar
siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri
semuanya.

18
Pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal
tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal
ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang
perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang
disampaikan gurunya.

II. Prinsip-prinsip Teori Belajar


Ada beberapa prinsip teori belajar bermakna yang dikemukakan oleh Ausubel. Prinsip-
prinsip teori belajar bermakna yang dikemukakan oleh Ausubel tersebut antara lain :
1. Pengatur awal (advance organizer)
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu
mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya.
2. Diferensiasi progresif
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-
konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu
kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke
khusus.
3. Belajar superordinate
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan
kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan
konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus
berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat
akan terjadi bila konsep-konsep yang lebih luas dan inklusif.
4. Penyesuaian Integratif
Pada suatu saat peserta didik kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua
atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila
nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan
kognitif itu, Ausubel mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian
integratif. Caranya materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat
menggunakan hierarkhi-hierarkhi konseptual ke atas dan ke bawah selama
informasi disajikan.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah


struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi
tertentu dan pada waktu tertentu.

19
III. Langkah-Langkah Belajar Ausubel
Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran menurut teori Ausubel:
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, motivasi, gaya
belajar, dan sebagainya)
3. Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mengaturnya
dalam bentuk konsep-konsep inti.
4. Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang
akan dipelajari peserta didik.
5. Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk
nyata/konkret.
6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.

Layaknya teori pada umumnya, teori belajar bermakna memiliki kekurangan dan kelebihan.
Kekurangan belajar bermakna yaitu jika peserta didik tidak dapat mengaitkan pengetahuan yang
baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya sebelumnya maka baik proses maupun hasil
pembelajarannya dinyatakan sebagai hafalan dan akan lebih mudah dilupakan oleh peserta didik
tersebut. Sedangkan untuk kelebihan belajar bermakna yaitu:
1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat.
2. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk
materi pelajaran yang mirip.

F. PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM PENGAJARAN


Secara garis besar, macam strategi belajar mengajar ditentukan oleh 4 hal : sumber materi,
pembawa materi, pendekatannya dan penerima materi. Penggolongan strategi belajar mengajar
dapat dibedakan berdasarkan : cara pendekatannya, besarnya kadar keterlibatan guru dan siswa,
dan perbedaan kecepatan masing-masing siswa

Beberapa pendekatan pengajaran yang penting :


1. Pendekatan Konsep dan Proses
a. Pendekatan Konsep
Pendekatan konsep adalah pendekatan pengajaran dengan penyajian langsung
pengertian dari konsep, tetapi siswa tidak mengalami sendiri proses penemuan atau
penyusunan konsep itu
b. Pendekatan Proses
Pendekatan proses adalah pendekatan pengajaran yang menekankan pada keterlibatan
siswa pada penyusunan atau penemuan konsep itu sendiri.

20
Pendekatan konsep cepat dan hemat, tetapi rendah dalam hal keterlibatan siswa.
Pendekatan proses lebih tinggi dalam hal keterlibatan siswa tapi memerlukan banyak
waktu dan fasilitas

2. Pendekatan Deduktif dan Induktif


a. Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif adalah cara mengajar yang berawal dari aturan umum
(generalisasi) ke contoh-contoh khusus.
b. Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif adalah cara mengajar dengan cara penyajian kepada siswa suatu
jumlah contoh spesifik untuk kemudian dapat disimpulkan menjadi aturan, prinsip atau
hukum.
Metode induktif banyak digunakan dalam bidang studi IPA dan IPS, sedangkan
metode deduktif banyak digunakan dalam matematika. Tidak ada metode belajar yang
paling baik yang cocok untuk segala situasi. Masing-masing metode memiliki keunggulan
dan kelemahan.

3. Pendekatan Ekpositori dan Heuristik


a. Pendekatan Eskpositori
Metode ekspositori adalah cara mengajar yang pada dasarnya menyampaikan
informasi. Gambaran mengajar secara tradisional adalah menggunakan metode
ekspositori
b. Pendekatan Heuristik (Penemuan)
Metode heuristic adalah cara mengajar dengan menyajikan sejumlah data atau
informasi dan siswa diminta membuat kesimpulan dari data itu. Metode yang tergolong
heuristic adalah :
1) Metode Penemuan
Metode penemuan adalah cara mengajar dengan cara membimbing siswa ke aarh
penemuan konsep sendiri. Konsep yang ditemukan itu bukan hal baru, sebelumnya
sudah ditemukan oleh guru, tetapi konsep tersebut merupakan hal baru bagi siswa.
2) Metode Inquiry
Metode inquiry adalah pendekatan pengajaran dimana siswa dengan bebas memilih
atau mengatur objek belajarnya.
Keuntungan metode inquiry : dapat mengembangkan potensi intelektual siswa,
dapat meningkatkan motivasi intrinsic, memperpanjang proses ingatan.

21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana
anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian disekitarnya.
Menurut Jean Piaget, perkembangan manusia melalui empat tahap perkembangan kognitif dari
lahir sampai dewasa. Tahap tersebut adalah tahap sensori-motorik, tahap praoperasional, tahap
operasiona, dan tahap operasional formal.

Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan,


namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan
indiviu seseorang meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan
sosial. Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe belajar, yaitu:
a) Tipe belajar tanda (Signal learning)
b) Tipe belajar rangsang-reaksi (Stimulus-response learning)
c) Tipe belajar berangkai (Chaining Learning)
d) Tipe belajar asosiasi verbal (Verbal association learning)
e) Tipe belajar membedakan (Discrimination learning)
f) Tipe belajar konsep (Concept Learning
g) Tipe belajar kaidah (RuleLearning)
h) Tipe belajar pemecahan masalah (Problem solving)

Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep matematika yaitu konsep murni matematika,
konsep notasi, dan konsep terapan. Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1992:125-127), konsep-
konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi
tahap-tahap belajar menjadi enam tahap, yaitu permainan bebas, permainan dengan aturan,
permainan kesamaan sifat, permainan representasi, permainan dengan simbolisasi, dan
permainan dengan formalisasi.

Dalam memandang proses belajar, Brunner menekankan adanya pengaruh kebudayaan


terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut “(Free discovery
learning)” (Budiningsih,2008). Ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep,
teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya.

22
Teori Bruner mempunyai ciri khas dari pada teori belajar yang lain yaitu tentang ”discovery”,
yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri.

Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh


Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur
kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi
barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi
belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan
pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Ausubel berpendapat
bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif peserta didik melalui proses belajar
yang bermakna. Pada belajar bermakna peserta didik dapat mengasimilasi pada belajar
bermakna secara penerimaan, materi pelajaran disajikan dalam bentuk final, sedangkan pada
belajar bermakna secara penemuan, peserta didik diharapkan dapat menemukan sendiri
informasi konsep atau dari materi pelajaran yang disampaikan.

Secara garis besar, macam strategi belajar mengajar ditentukan oleh 4 hal : sumber
materi, pembawa materi, pendekatannya dan penerima materi. Penggolongan strategi belajar
mengajar dapat dibedakan berdasarkan : cara pendekatannya, besarnya kadar keterlibatan guru
dan siswa, dan perbedaan kecepatan masing-masing siswa
Beberapa pendekatan pengajaran yang penting :
1) Pendekatan Konsep dan Proses
2) Pendekatan Deduktif dan Induktif
3) Pendekatan Ekpositori dan Heuristik

B. SARAN
Sebagai seorang calon pendidik kita harus lebih memahami teori-teori pengajaran dan
pengaplikasiaannya pada pelaksanaan belajar mengajar sehingga seorang guru dapat mencapai
Tujuan Nasional Bangsa Indonesia. Teori-teori yang ada hanyalah membantu kita dalam
merencanakan sistem pendidikan dan pengajaran, namun yang terpenting adalah bagaimana
kita dapat mengajarkannya dengan baik, menjadi generasi penerus bangsa yang akan
memperbaiki Bangsa Indonesia.

23
DAFTAR PUSTAKA

 Ahmadi, dkk. Psikologi Belajar. 1991. Jakarta: Rineka Cipta.


 Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran. 2005. Jakarta: Rineka Cipta.
 Dahar, Ratna W. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. 2006. Jakarta: Erlangga.
 Margono, dkk. Dasar-dasar Pendidikan MIPA. 1994. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
 Richard I. Arends. Learning To Teach: Belajar Untuk Mengajar. 2008. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
 Suciati dan Irawan. Teori Belajar dan Motivasi. 2001. Jakarta: Depdiknas, Ditjen PT.
PAUUT.
 Sudjana, Nana. Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. 1991. Jakarta: LP. Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
 Wilis Dahar, Ratna. Teori-teori Belajar. 1989. Jakarta: Erlangga.

24

Anda mungkin juga menyukai