PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu
untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi
bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak
hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan, namun
bagaimana cara yang efektif untuk melibatkan siswa secara aktif membuat atau pun
merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat
bagi siswa. Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu siswa belajar dan
berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan.
Teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya
memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji
kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara
pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode
pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
Matematika dan IPA sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai
dari jenjang pendidikan dasar, selain sebagai sumber dari ilmu yang lain juga
merupakan sarana berpikir logis, analis, dan sistematis dan konsisten. Sebagai mata
pelajaran yang berkaitan dengan konsep-konsep yang abstrak, maka dalam penyajian
materi pelajaran, matematika dan IPA harus dapat disajikan lebih menarik dan sesuai
dengan kondisi dan keadaan siswa. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar dalam proses
pembelajaran siswa lebih aktif dan termotivasi untuk belajar. Untuk itulah perlu
adanya pendekatan dan metode khusus yang diterapkan oleh guru.
Salah satu hambatan dalam peningkatkan kualitas pendidikan MIPA, di
antaranya adalah mitos yang telah melekat pada sebagian besar bangsa Indonesia.
MIPA selama ini sering diasumsikan dengan berbagai hal yang berkonotasi negatif,
dari mulai MIPA sebagai ilmu yang sangat sukar, ilmu hafalan tentang rumus,
berhubungan dengan kecepatan hitung, ilmu abstrak yang tidak berhubungan dengan
realita, sampai pada ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif. Semakin
4
lengkap pula ketika mitos-mitos ini disertai dengan sikap guru matematika yang
dalam menyampaikan pelajarannya, galak, tidak menarik, bahkan cenderung
menciptakan rasa takut dan tegang pada anak. Situasi semacam ini semakin
menjauhkan rasa ketertarikan siswa dalam mempelajari MIPA. Apa lagi jika siswa
tersebut merasa dirinya memiliki kemampuan berfikir yang kurang dibandingkan
teman-temannya.
IV. MANFAAT
1. Siswa sebagai pelajar dapat menggunakan teori-teori untuk mengembangkan
cara belajar
2. Siswa sebagai calon guru dapat mengetahui teori belajar yang baik dan dapat
diterapkan pada anak didiknya kelak
5
BAB II
PEMBAHASAN
Teori perkembangan kognitif piaget adalah teori yang menjelaskan bagaimana anak
beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian disekitarnya.
Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek, seperti mainan, perabot,
dan makanan, serta objek-objek social seperti diri, orang tua dan teman.
6
maupun deduktif.
j. Anak mulai bisa membilang menggunakan
benda konkrit
Operasional 7-11 tahun a. Mulai butuh teman. Senang bermain dengan
anak lain
b. Dapat mengelompokkan benda dengan
berbagai karakteristik
c. Dapat membalikkan suatu prosedur dan
melihat langkah suatu perubahan
d. Sudah memahami konsep kekekalan
e. Mulai dapat memahami lawak
f. Pada akhir tahap, dapat memberi alasan
induktif dan deduktif
g. Belum dapat membuat definisi deskriptif yang
tepat
h. Kekuatan penilaian dan pemberian alasan
secara logis belum berkembang dengan baik
i. Belum dapat memahami pembuktian dalil
dengan baik
Operasional 11tahun-dewasa Mampu berpikir abstrak dan dapat menganalisis
Formal masalah secara ilmiah dan kemudian
menyelesaikan masalah.
1. Periode Sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks
bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode.
Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan
pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
a. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan
berhubungan terutama dengan refleks.
b. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat
bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
c. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai
sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan
dan pemaknaan.
d. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan
sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek
sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari
sudut berbeda (permanensi objek).
7
e. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai
delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru
untuk mencapai tujuan.
f. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan
awal kreativitas.
2. Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati
urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis
yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Ciri dari tahapan ini adalah
operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak
belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata.
Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan
semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda
bulat walau warnanya berbeda-beda.
Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka
mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun,
mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini,
mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia
dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami
bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan
untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang
sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun
memiliki perasaan.
3. Tahapan operasional
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam
sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai.
Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau
ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat
mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian
benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain. Anak tidak lagi
memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda
hidup dan berperasaan).
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi
8
menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil
yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat
diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat
menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah
sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda
adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-
benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya
sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya
berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).
Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di
dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka
itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap
operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada
di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam
laci oleh Ujang.
9
II. Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya
selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang
mundur.
2. Universal (tidak terkait budaya)
3. Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri
seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
Robert Mills Gagne adalah seorang ilmuwan psikologi yang lahir pada tahun 1916 di
North Andover, MA. dan meninggal pada tahun 2002. Gagne merupakan seorang tokoh
psikologi yang mengembangkan teori belajar dan pengajaran. Walaupun pada awal karirnya,
dia adalah seorang behaviorist, namun belakangan dia memusatkan perhatian pada pengaruh
pemrosesan informasi terhadap belajar dan memori.
10
dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan yang lebih rumit.
Contohnya keterampilan belajar "menjumlah" akan berguna bagi siswa untuk belajar
"membagi". Siswa tidak perlu belajar menjumlah lagi ketika belajar membagi.
Dalam belajar matematika ada 2 objek yang dapat diperoleh siswa : objek yang
langsung dipelajari dan objek yang tidak langsung. Objek langsung antara lain :
1. Fakta. Contoh fakta adalah : angka, sudut, ruas garis, notasi, symbol, dll
2. Keterampilan. Keterampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang
benar dan cepat. Contoh : membagi 2 sama besar sebuah sudut, menghitung
cepat, dll
3. Konsep. Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan anak
mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh. Contoh : anak sudah
mendapat konsep tentang segitiga. Maka anak akan dapat membedakan yang
mana segitiga dan bukan segitiga
4. Aturan / Prinsip. Aturan adalah objek yang paling kompleks dan abstrak dan
dapat berupa sifat, dalil dan teori. Contoh : segitiga dikatakan sama dan
sebangun apabila dua sisi yang seletak dan sudut apitnya kongruen
11
5. Tipe belajar membedakan (Discrimination learning)
Belajar membedakan adalah belajar memisah-misahkan rangkaian yang bervariasi.
Ada 2 macam membedakan, yaitu membedakan jamak dan membedakan tunggal.
Contoh membedakan tunggal : dapat membedakan lambang bilangan 5 dari yang
lain. Contoh membedakan jamak : dapat mengenal perbedaan antara lambang
1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan 0
6. Tipe pembentukan konsep (Concept Learning)
Tipe belajar pembentukan konsep adalag mengenal sifat-sifat bersama yang
dimiliki oleh sekelompok benda konkrit.
7. Tipe belajar pembentukan aturan (RuleLearning)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan
beberapa konsep.
8. Tipe belajar pemecahan masalah (Problem solving)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat digunakan untuk
memecahkan suatu permasalahan. 5 tahap pemecahan masalah :
1) Menyatakan masalah itu dalam bentuk yang lebih jelas
2) Menayatakn masalah dalam bentuk operasional
3) Menyusun beberapa alternatif hipotesis dan prosedur kerja yang diperkiranakn
dapat digunakan untuk memecahkan masalah itu
4) Menguji hipotesis dan prosedur ekrja yang digunakan memperoleh suatu atau
sekelompok alternatif jawaban
5) Memeriksa kembali jawaban mana yang bear atau yang paling cocok
12
konsep/prinsip yang telah konsep, prinsip atau informasi yang sebelumnya telah dipelajari,
dipelajari yang untuk memudahkan mempelajari materi baru
merupakan prasyarat
Memperoleh unjuk kerja Peserta didik diminta untuk menunjukkan apa yang telah
6
peserta didik dipelajari, baik untuk meyakinkan guru maupun dirinya sendiri
Memberikan umpan balik Umpan balik perlu diberikan untuk membantu peserta didik
7 tentang kebenaran mengetahu sejauh mana kebenaran atau unjuk kerja yang
pelaksanaan tugas dihasilkan
Dengan demikian, ada beberapa prinsip pembelajaran dari teori gagne, yaitu antara lain
berkaitan dengan:
a. perhatian dan motivasi belajar peserta didik,
b. keaktifan belajar dan keterlibatan langsung/pengalaman dalam belajar,
c. pengulangan belajar,
d. tantangan semangat belajar,
e. pemberian umpan balik dan penguatan belajar,
f. adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar.
13
Selain itu Gagne juga mementingkan akan adanya penciptaan kondisi belajar, termasuk
lingkungan belajar, khususnya kondisi yang berbasis media, yaitu meliputi jenis penyajian yang
disampaikan kepada peserta didik dengan penjadwalan, pengurutan dan pengorganisasian.
14
pemahaman konsep matematika murni yang mendasarinya. Siswa yang membuat
kesalahan manipulasi simbol seperti 3x + 2 = 4 maka x + 2 = 4 – 3, = x, a2 x a3 = a6,
dan = x + berusaha menerapkan konsep murni dan konsep notasi yang tidak cukup
mereka kuasai.
15
Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan
pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta
mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut.
4. Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis.
Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka
berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang
dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan
demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya
abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan
merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol
matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari
banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya
menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari
pola yang didapat anak.
6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-
siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan
sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-
dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan
teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah
mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu
merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan
teorema tersebut.
16
3. Matematika adalah seni yang kreatif. Oleh karena itu harus dipelajari dan diajarkan
sebagai ilmu seni yang memiliki alat bantu.
4. Konsep baru harus dihubungkan derngan konsep dan struktur yang telah dipelajari
sehingga ada transfer dari belajar konsep lama ke belajar konsep baru
5. Untuk memperoleh sesuatu dari belajar matematika, siswa harus mampu
menerjemahkan situasi kongkrit ke dalam perumusan abstrak dengan
menggunakan symbol-simbol
17
4. Teorema Pengaitan
Dalam matematika, setiap konsep berkaitan dengan konsep yang lain. Oleh karena
itu agar berhasil dalam memepelajari matematika, siswa perlu diberi banyak
kesempatan untuk mengemengenal kaitan-kaitannya
Salah satu model kognitif Bruner yang sangat berpengaruh adalah model yang dikenal
dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan
memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui
berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk
memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk
menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
I. Jenis-jenis Belajar
Menurut David Ausubel, ada dua jenis belajar :
1. Belajar Bermakna (Meaningfull Learning)
2. Belajar Menghafal (Rote Learning)
Untuk Bab kali ini, hanya dibahas tentang Teori Ausubel mengenai belajar bermakna.
Belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai
dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu dapat
mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya sehingga peserta
didik menjadi kuat ingatannya dan transfer belajarnya mudah dicapai. Struktur kognitif
dapat berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau
bahkan dipahami sebelumnya oleh siswa.
Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan
prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja
tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar
siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri
semuanya.
18
Pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal
tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal
ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang
perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang
disampaikan gurunya.
19
III. Langkah-Langkah Belajar Ausubel
Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran menurut teori Ausubel:
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, motivasi, gaya
belajar, dan sebagainya)
3. Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mengaturnya
dalam bentuk konsep-konsep inti.
4. Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang
akan dipelajari peserta didik.
5. Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk
nyata/konkret.
6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.
Layaknya teori pada umumnya, teori belajar bermakna memiliki kekurangan dan kelebihan.
Kekurangan belajar bermakna yaitu jika peserta didik tidak dapat mengaitkan pengetahuan yang
baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya sebelumnya maka baik proses maupun hasil
pembelajarannya dinyatakan sebagai hafalan dan akan lebih mudah dilupakan oleh peserta didik
tersebut. Sedangkan untuk kelebihan belajar bermakna yaitu:
1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat.
2. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk
materi pelajaran yang mirip.
20
Pendekatan konsep cepat dan hemat, tetapi rendah dalam hal keterlibatan siswa.
Pendekatan proses lebih tinggi dalam hal keterlibatan siswa tapi memerlukan banyak
waktu dan fasilitas
21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana
anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian disekitarnya.
Menurut Jean Piaget, perkembangan manusia melalui empat tahap perkembangan kognitif dari
lahir sampai dewasa. Tahap tersebut adalah tahap sensori-motorik, tahap praoperasional, tahap
operasiona, dan tahap operasional formal.
Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep matematika yaitu konsep murni matematika,
konsep notasi, dan konsep terapan. Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1992:125-127), konsep-
konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi
tahap-tahap belajar menjadi enam tahap, yaitu permainan bebas, permainan dengan aturan,
permainan kesamaan sifat, permainan representasi, permainan dengan simbolisasi, dan
permainan dengan formalisasi.
22
Teori Bruner mempunyai ciri khas dari pada teori belajar yang lain yaitu tentang ”discovery”,
yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri.
Secara garis besar, macam strategi belajar mengajar ditentukan oleh 4 hal : sumber
materi, pembawa materi, pendekatannya dan penerima materi. Penggolongan strategi belajar
mengajar dapat dibedakan berdasarkan : cara pendekatannya, besarnya kadar keterlibatan guru
dan siswa, dan perbedaan kecepatan masing-masing siswa
Beberapa pendekatan pengajaran yang penting :
1) Pendekatan Konsep dan Proses
2) Pendekatan Deduktif dan Induktif
3) Pendekatan Ekpositori dan Heuristik
B. SARAN
Sebagai seorang calon pendidik kita harus lebih memahami teori-teori pengajaran dan
pengaplikasiaannya pada pelaksanaan belajar mengajar sehingga seorang guru dapat mencapai
Tujuan Nasional Bangsa Indonesia. Teori-teori yang ada hanyalah membantu kita dalam
merencanakan sistem pendidikan dan pengajaran, namun yang terpenting adalah bagaimana
kita dapat mengajarkannya dengan baik, menjadi generasi penerus bangsa yang akan
memperbaiki Bangsa Indonesia.
23
DAFTAR PUSTAKA
24