HYSTERIA POSSESION
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan Spiritual Muslim
Disusun Oleh:
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan
Taufik, Hidayah dan InayahNya kepada kami, sehingga kami masih dapat menghirup
nafas keislaman sampai sekarang ini. Shalawat dan salam semoga tercurah pada
junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah berjuang dengan
semangatnya yang begitu mulia yang telah membawa kita dari jaman Jahilliyah
kepada jaman Islamiyah.
Kami menyadari tentunya makalah ini jauh dari sempurna, apalagi dalam
penyusunannya kami cukup mendapatkan hambatan namun berkat dukungan semua
pihak, Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Sebagai bahan motivasi maka dari itu kami mohon saran dan kritik yang dapat
membangun tentunya, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami
dan bagi masyarakat umumnya. Terima Kasih, semoga Allah senantiasa membimbing
kita bersama.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
A. Definisi...............................................................................................................3
B. Epidemiologi......................................................................................................3
C. Etiologi...............................................................................................................5
D. Manifestasi Klinis...............................................................................................9
E. Jenis Histeria Posesion.....................................................................................11
F. Faktor-faktor Penyebab Histeria Posesion dalam Islam...................................12
G. Penatalaksanaan................................................................................................12
Conto Kasus................................................................................................................ 16
BAB III PENUTUP.....................................................................................................18
A. Kesimpulan.......................................................................................................18
B. Saran.................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan mental merupakan modal utama kehidupan seorang
manusia. Tanpa mental yang sehat, seorang manusia tidak dapat melaksanakan
tugas kemanusiaannya dengan baik. Seseorang dalam keadaan kesehatan
mental, memiliki perasaan diri (sense of self) yang utuh sebagai manusia
dengan kepribadian dasar yang tunggal. Manusia yang sehat tidak hanya sehat
secara fisik, tetapi juga sehat secara psikis.
1
2
bermaksud ‘rasukan jin’ dan dapat berarti ‘godaan jin’ bermaksud untuk
menakutkan atau melakukan maksiat saja. Mimpi buruk dan kebiasaan klien
akan mulai berkurang dan menghilang setelah dirawat secara ruqyah. Ruqyah
dilakukan dengan tujuan menghindarkan rasukan dan gangguan jin. Sulit
dibedakan antara pasien kerasukan biasa atau al-mass, sihir atau hanya gejala
mimpi yang dinyatakan oleh perawat, semuanya mempunyai persamaan
antara satu sama lain, yaitu sebagai simptom mimpi rasukan jin secara umum.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hysteria possesion?
2. Apa Epidemiologi dari hysteria possesion?
3. Apa Etiologi dari hysteria possession?
4. Apa Manifestasi klinis dari hysteria possesion
5. Apa saja jenis hysteria possesion
6. Apa yang menjadi faktor-faktor penyebab hysteria possession dalam
islam?
7. Bagaimana penatalaksanaan hysteria possesion?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi hysteria possesion
2. Untuk mengetahui Epidemiologi dari hysteria possesion
3. Untuk mengetahui Etiologi dari hysteria possession
4. Untuk mengetahui Manifestasi klinis hysteria possesion
5. Untuk mengetahui jenis hysteria possesion
6. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab hysteria possession dalam islam
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan hysteria possesion
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Histeria dari sudut kesehatan psikologi adalah gangguan kesehatan di
mana tahap kesadaran orang tersebut berubah dan dia tidak bisa mengingat
apa yang sedang terjadi. Dia menunjukkan perilaku, emosi dan pemikiran
yang tidak normal. Kesurupan atau trance/possession merupakan salah satu
dari gangguan disosiasi bersama dengan amnesia psikogenik fugue
psikogenik, kepribadian ganda, dan depersionalisasi (Holmes 1991).
Hysteria possession adalah kesurupan, masalah kesurupan ini tidak
hanya menyangkut penafsiran psikiatrik tetapi dalam masyarakat kita
memasuki wilayah teologis, mistis dan budaya. Pendekatan kepada gejala
histeria possession ini memerlukan pemahaman yang mendalam bagi konselor
mengenai keyakinan keagamaan pasien dan beberapa latar belakang budaya
untuk menanganinya.
Kesurupan atau possession and trance adalah gangguan yang ditandai
dengan adanya gejala utama kehilangan sebagian atau seluruh integrasi
normal di bawah kendali kesadaran antara ingatan masa lalu, kesadaran
identitas dan penginderaan segera, serta kontrol terhadap gerakan tubuh.
Menurut Kaplan dan Saddock, keadaan “kesurupan” (trance) adalah
suatu bentuk disosiasi yang mengundang keingintahuan dan tidak benar-benar
dimengerti.
B. Epidemiologi
Menurut laporan Eastern Journal of Medicine, kasusnya lebih banyak
dijumpai di negara dunia ketiga dan negara-negara bagian timur daripada
3
4
bagian barat. Di India yang kultur dan budayanya mirip Indonesia, kesurupan
atau possesion syndrome atau possesion hysterical merupakan bentuk
disosiasi yang paling sering ditemukan. Angka kejadiannya kurang lebih 1
hingga 4 persen dari populasi umum.
Kondisi trance biasanya terjadi pada perempuan dan seringkali
dihubungkan dengan stress atau trauma (Wulf, 1997). Hal ini terbukti dari
kasus-kasus yang terjadi sebagian besar adalah perempuan. Hal ini mungkin
karena perempuan lebih sugestible atau lebih mudah dipengaruhi
dibandingkan laki-laki. Mereka yang mempunyai kepribadian histerikal yang
salah satu cirinya sugestible lebih berisiko untuk disosiasi atau juga menjadi
korban kejahatan hipnotis. Berdasarkan usia, sebagian besar korban disosiasi
berusia remaja dan dewasa muda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
mereka yang berisiko untuk disosiasi adalah perempuan usia remaja atau
dewasa muda yang mudah dipengaruhi (The American Psychiatric Publishing
Textbook of Psychiatry, 5th Edition).Wulf (1997) menyatakan, ketika individu
merasa terlepas dari dirinya atau seolah-olah ia seperti bermimpi, maka dapat
dikatakan ia memiliki pengalaman disosiatif. Kemungkinan besar disosiasi
terjadi setelah kejadian-kejadian yang membuat individu sangat stress.
Mungkin juga terjadi ketika psikis seseorang melemah atau mengalami
tekanan mental. Banyak jenis penelitian menyatakan suatu hubungan antara
peristiwa traumatik, khususnya penyiksaan fisik dan seksual pada masa anak-
anak, dengan disosiatif (Kaplan, 2010). Kondisi trans disosiatif adalah
fenomena yang sangat mengagumkan dan menarik namun membingungkan.
Studi epidemiologi possesion telah dilaporkan berhubungan dengan
krisis sosial di masyarakat. Dengan begitu banyaknya pemberitaan mengenai
kesurupan kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan fenomena tersebut, di
mana fenomena kesurupan sering kali dan bahkan selalu dikaitkan dengan
adanya gangguan dari roh-roh halus yang mengambil alih tubuh korban
selama beberapa waktu dan membuat korban tidak sadar akan apa yang ia
5
perbuat. Tentunya paham seperti ini merupakan paham tradisional yang ada,
diturunkan dan berkembang dalam masyarakat kita.
Kemungkinan besar disosiasi terjadi setelah kejadian-kejadian yang
membuat individu sangat stress. Mungkin juga terjadi ketika psikis seseorang
melemah atau mengalami tekanan mental. Anak-anak dapat mengalami
periode amnestic berulang atau keadaan mirip trance setelah penyiksaan fisik
atau trauma (Kaplan dan Saddock,2010).
C. Etiologi
1. Multifaktorial, utamanya terkait kondisi psikologis yang tertekan.
Etiologi dari gangguan disosiasi ini diduga bersifat psikologis. Faktor
predisposisinya menurut The American Psychiatric Publishing Textbook of
Psychiatry, 5th Edition antara lain:
a. Memiliki karakter cemas dan takut, karakter histerik
b. Keinginan untuk menarik diri dari pengalaman yang menyakitkan secara
emosional
c. Konflik antarpribadi, kondisi subyektif yang berarti, penyakit, dan
kematian individu atau bermimpi dari individu almarhum
d. Depresi
e. Berbagai stressor dan faktor pribadi, seperti finansial, perkawinan,
pekerjaan, peperangan dan agama.
Menurut Cameron, kondisi ini memang multifaktorial, di mana
faktor-faktor spiritual, sosial, psikologis dan fisik semua mungkin
memainkan peran etiologi. Namun, tidak ada teori biologis tentang asal-usul
gangguan. Oleh karena itu, selain skrining untuk kondisi medis dan psikiatris
umum, dokter juga harus memeriksa konteks budaya tertentu .
Penyebab kesurupan dari sisi ilmiah disimpulkan oleh beberapa pakar
ilmu psikiatri yang menyebutkan tekanan sosial dan mental yang masuk ke
dalam alam bawah sadar sebagai biang penyebab kesurupan. Banjir, tsunami,
gizi buruk, ketidakadilan, upah kecil, kesenjangan yang sangat mencolok,
6
kelelahan fisik dan jiwa adalah beberapa contoh tekanan tersebut. (Joyanna,
2006 dan Suryani, 2006)
Berikut satu contoh kasus dari keadaan trans disosiatif seperti yang
pernah dialami oleh subyek dalam penelitian Chiu, SN 2007. Subyek pernah
mengalami kondisi trans ketika berusia 20 tahun. Saat kejadian itu subyek
merasa dalam dirinya ada yang mengendalikan, ia berteriak-teriak dan
menangis dan terjadi hampir lima jam lamanya, dia tidak menyadari bahwa
dia dalam keadaan trans. Subyek mengakui sebelum mengalami kondisi
trans, subyek mempunyai berbagai permasalahan yang berat. Saat itu banyak
permasalahan yang dihadapinya, mulai dari masalah pribadi, masalah dengan
keluarga hingga masalah perekonomian yang tidak bisa terselesaikan.
2. Peningkatan kekuatan pita gelombang otak theta dan alpha
Kesurupan yang berhubungan dengan ritual agama atau religi dapat
kita lihat dalam upacara adat di Bali yang disebut Kerauhan. Banyak orang
sehat disini mengalami kerasukan. Namun, keberadaannya belum terbukti
secara ilmiah sehingga seorang pakar psikologi dan ilmu syaraf dari Jepang,
Manabu Honda, melakukan penelitian pada tahun 2000 untuk mengukur
gelombang otak saat masyarakat Bali kesurupan. Honda dan kawan-
kawannya menggunakan sistem telemetri Elektro Encephalogram (EEG)
multi channel portable untuk mengukur gelombang otak dari 24 orang-orang
yang kesurupan saat upacara adat ini. Mereka berhasil untuk pertama kalinya
menunjukkan kalau fungsi otak ternyata berubah menjadi tidak biasa saat
seseorang kerasukan. Kekuatan pita gelombang otak theta dan alpha dari
orang yang kesurupan ternyata meningkat secara signifikan. Gelombang ini
tetap tinggi selama beberapa menit setelah mereka sadar dari kesurupan.
Bukan hanya itu, mereka yang kesurupan memiliki tingkat konsentrasi beta-
endorphin, dopamine dan noradrenalin yang tinggi. Ketiga zat ini merupakan
narkotika endogen, artinya narkotika yang dibuat oleh otak sendiri. Honda
dan kawan-kawannya menyimpulkan kalau kondisi ini diaktifkan oleh suara
7
alunan gamelan Bali yang mengandung beberapa sinyal yang tak terdengar
tapi dapat memacu kerja syaraf. Penelitian ini menunjukkan kalau
setidaknya, kesurupan tipe ritual merupakan semacam hiburan seperti halnya
dansa atau musik dimana orang terlarut di dalamnya.
3. Orang yang bermasalah dalam isu agama dan budaya
Penelitian untuk kesurupan yang tidak ritualistik lebih sulit dilakukan
karena tidak terduga kapan datangnya, seperti kesurupan massal mendadak
yang sering terjadi di SMP dan SMA di Indonesia. Namun, dua orang
psikolog dari Singapura, Beng-Yeong Ng dan Yiong-Huak Chan baru saja
berhasil menentukan faktor-faktor psikosial yang menyebabkan seseorang
dapat mengalami kesurupan. Mereka melakukan wawancara mendalam
terhadap 58 orang pasien yang pernah mengalami kesurupan dan
membandingkannya dengan 58 pasien yang mengalami depresi berat.
Mereka menemukan kalau orang yang sering mengalami kesurupan adalah
orang yang memiliki masalah dalam isu agama dan budaya; terpaparkan pada
kondisi trans (kesurupan disengaja) dan memiliki peran sosial sebagai
seorang rohaniawan atau pendamping seorang rohaniawan. Penelitian oleh
Berry (2002) dan kawan-kawan di China membenarkan kondisi ini. Mereka
menambahkan data mengenai apa yang terjadi saat seseorang kesurupan.
Berdasarkan wawancara terhadap 20 orang yang pernah kesurupan mereka
memperoleh data sebagai berikut: 19 kehilangan kendali atas tindakan, 18
mengalami perubahan perilaku atau bertindak berbeda, 12 kehilangan
kesadaran atas sekelilingnya, 11 kehilangan identitas pribadi, 10 kehilangan
kemampuan membedakan antara kenyataan dan fantasi, 10 mengalami
perubahan nada suara, 9 mengalami perhatian yang tidak fokus, 9 mengalami
kesalahan dalam menilai, 8 mengalami kesulitan berkonsentrasi, 7
kehilangan kemampuan menilai waktu, 7 kehilangan ingatan, 6 kehilangan
kemampuan merasa sakit dan 4 percaya kalau dirinya berubah ujud. Dilihat
dari agen yang merasuki, sembilan dirasuki oleh orang yang telah meninggal,
8
lima oleh dewa/mahluk ghaib yang baik, empat oleh roh hewan, dan 2 oleh
setan. Satu tidak tahu siapa yang merasukinya. Lima melaporkan dimasuki
oleh lebih dari satu agen. Satu percaya kalau ia dirasuki oleh beberapa orang
yang telah meninggal, yang lain percaya kalau ia dirasuki oleh lebih dari satu
mahluk halus seperti dewa baik dan setan yang memasuki dirinya serentak.
Gaw et al bahkan menambahkan bukti dari luar sampelnya kalau di China,
seseorang bahkan bisa kesurupan benda mati, seperti batu dan kayu. Gaw et
al menggabungkannya dalam satu istilah: penyakit atribusi. Penyakit atribusi
ini termasuklah susto di Amerika Latin dimana seseorang merasa dirinya
sangat ketakutan, hwa-byung dari Korea dimana seseorang merasa dirinya
sangat marah, dan kesurupan dimana seseorang merasa dirinya dimasuki
mahluk asing.
4. Terkait fenomena Multiple Personality Disorder
Peneliti Indonesia, Luh Ketut Suryani, dan seorang peneliti barat,
Gordon D Jensen menyimpulkan kalau fenomena kesurupan memiliki analog
paling sesuai dengan fenomena MPD (Multiple Personality Disorder).
Perbedaannya, kesurupan sangat erat kaitannya dengan kebudayaan. Hal ini
bisa dibilang berlaku pula pada MPD, karena fenomena MPD terjadi di satu
kebudayaan saja, yaitu kebudayaan barat. Dengan kata lain, MPD adalah
salah satu contoh fenomena yang melatarbelakangi kesurupan pula.
5. Pengaruh energi asing, khususnya energi infra merah.
Menurut Jerald Kay kesurupan artinya aura tubuh sedang dipengaruhi
energi asing, khususnya energi infra merah yang tidak dapat dilihat kasat
mata oleh manusia, sesuatu yang punya energi itu artinya masih berjiwa. Roh
sudah tidak berenergi karena sudah tidak memiliki jiwa, tapi makhluk halus
belum tentu. Banyak makhluk halus yang masih mengeluarkan materi dan
energi inframerah. Sedikit berbeda dengan pakar lainnya, ia percaya bahwa
penyebab kesurupan berasal dari mental yang dimasuki energi asing dan
tidak ada hubungannya dengan masalah-masalah fisik seperti kurang gizi dan
9
lainnya. Energi asing bisa berasal dari lingkungan sekitar dan bisa dicek
menggunakan foto aura. Kesurupan bukan hanya sebuah peristiwa fisik tapi
lebih pada penurunan daya tahan mental. Stres dan gangguan lainnya
mungkin bisa mempengaruhi tapi itu bukan faktor utamanya. Penyebab
utamanya itu karena mentalnya memang sedang tidak kuat.
6. Kekacauan neurotransmitter
Ditinjau dari sistem saraf, kesurupan adalah fenomena serangan
terhadap sistem limbik yang sebagian besar mengatur emosi, tindakan dan
perilaku. Sistem limbik sangat luas dan mencakup berbagai bagian di
berbagai lobus otak. Dengan terganggunya emosi dan beratnya tekanan
akibat kesulitan hidup, timbullah rangsangan yang akan memengaruhi
sistem limbik. Akhirnya, terjadilah kekacauan dari zat pengantar rangsang
saraf atau neurotransmitter. Zat penghantar rangsang saraf yang keluar
mungkin norepinephrin atau juga serotonin yang menyebabkan perubahan
perilaku atau sebaliknya.Kondisi ini bisa terjadi secara tiba-tiba atau secara
bertahap, bersifat sementara atau kronis. Reaksi disosiasi ini menimpa
mereka yang jiwanya labil ditambah dalam kondisi yang membuatnya
tertekan. Stress yang bertumpuk ditambah pemicu memungkinkan reaksi
yang dikendalikan alam bawah sadar ini muncul ke permukaan, sehingga
seseorang yang mengalami stress berat, maka ia sangat mudah sekali akan
mengalami trans disosiasi.
D. Manifestasi Klinis
Menurut David Holmes 1991, ada beberapa gejala yang biasanya
menyerang orang kesurupan diantaranya:
1. Bertindak lepas kontrol dan berbeda dari biasanya
2. Hilang kesadaran akan sekitarnya dan tidak sadar dirinya sendiri
3. Sulit membedakan kenyataan atau fantasi pada waktu yang sama
4. Perubahan nada suara
5. Kesusahan berkonsentrasi
6. Kadang-kadang hilang ingatan
10
dalam hidup mereka. Indikasi lain adalah ketika mereka pernah mencoba
atau memiliki tanda atau ide untuk bunuh diri.
Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan
disosiatif ini. Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi
psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan yang diderita oleh
pasien jiwa. Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari
kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk gangguan disosiasi sering
mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang membantu kita mengingat
trauma yang menimbulkan gejala disosiatif.
Penanganan gangguan disosiatif yang lain meliputi :
a. Terapi kesenian kreatif.
Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini
menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit
mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat
membantu meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif
meliputi kesenian, tari, drama dan puisi.
b. Terapi kognitif
Terapi kognitif ini bisa membantu untuk
mengidentifikasikan kelakuan yang negative dan tidak sehat dan
menggantikannya dengan yang positif dan sehat, dan semua
tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa
yang menjadi perilaku pemeriksa.
c. Terapi obat
Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penanganan awal,
walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani
14
Memberikan konseling.
Mendengarkan nasehat-nasehat agama dan petunjuk
pelaksanaan terapi penyembuhan qur‟ani atau ruqyah,
Berbaring atau duduk degan mengmbil sikap relaksasi
tubuh yang enak dan nyaman dan relaksasi fikiran. 23
Selain berbagai syarat di atas yang perlu dilakukan sebelum melakukan
terapi penyembuhan qur‟ani atau ruqyah, terdapat beberapa hal yang
perlu dilakukan oleh terapis maupun pasien dalam pelaksanaan terapi
ruqyah (penyembuhan qur‟ani), yaitu:
a. Pasien mendengarkan lantunan ayat suci al-Qur‟an dengan
khusyuk
b. Terapis meminta pasien untuk merasakan sensasi yang terjadi
selama proses mendengarkan lantunan ayat suci al-Qur‟an
c. Terapis membacakan ayat-ayat suci al-Qur‟an dengan fasih dan suara
yang merdu
d. Terapis meletakan tangannya pada tubuh pasien yang dirasa sakit.
1) Isti‟adzah
Yang merupakan permohonan perlindungan kepada Allah Swt juga
merupakan bacaan sebelum memulai bacaan al-Qur‟an. Allah Swt
berfirman:
Artinya:
“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta
perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk”. (Q.S. An-
Nahl: 98)
2) Lafadz basmalah
Artinya:
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha
penyayang”.
3) Surat al-Fatihah ayat 1-7
Artinya:
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha
17
Contoh kasus :
Menurut Harsono (2012) di dalam jurnalnya meneliti gambaran Trans
disosiatif pada mahasiswi menggunakan metode penelitian wawancara (Rahayu dan
Ardani,2004:63) adalah percakapan langsung dan tatap muka (face to face) dengan
maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh kedua pihak.tujuan mengadakan
wawancara secara umum untuk menggali struktur kognitif dan dunia makna dari
perilaku subjek yang diteliti.
24
Dari kasus kesurupan yang dialami kedua subjek penelitian, masuk dalam
kriteria diagnostic berupa trans disosiatif. Kesurupan yang dialami subjek satu FF
adalah perubahan keadaan kesadaran atau hilangnya rasa identitas pribadi yang
terjadi secara sementara. Perilaku atau gerakan strereotipik yang dirasakan diluar
kendali yaitu berupa ia menjerit-jerit dengan suara tanpa makna, selain itu badannya
menegang, ada kecenderungan menyakiti diri sendiri dengan tangannya, giignya
menggigit keras. Subjek dua IA mengalami perubahan tunggal atau episodic dalam
keadaan kesadaran yang ditandai oleh penggantian rasa identitas pribadi yang lain
dengan identitas pribadi, hal ini Nampak dari gaya bicara dan perilaku IA yang
berbeda dengan ia yang biasanya. Dan kesurupan yang terjadi pada FF dan IA bukan
merupakan sebuah praktek budaya dan keagamaan.
Greene, 1997 : 282). Selain itu pada IA juga ada cerita yang tidak menyenangkan
yaitu berupa tindak kekerasan pada masa kanak-kanak.
Treatment yang dilakukan oleh kedua subjek adalah dengan di rukyah atau
dengan pendekatan ritual keagamaan. Karena baik subjek dan lingkungan sekitar
subjek mempercayai apa yang telah dialami subjek merupakan murni karena
gangguan makhluk ghaib. Sehingga dasar penyebab utama tidak teratasi. Pemilihan
metode rukyah sebagai interfensi terhadap trans disisoatif sudah dianggap hal normal
bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dibandingkan dengan interfensi medis yang
sudah terstandar. Hal ini dipengaruhi karena nilai-nilai kepercayaan dan kebudayaan
yang sudah turun temurun diwariskan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi dalam pandangan islam histeria possession merupakan kesurupan,
masalah kesurupan ini tidak hanya menyangkut penafsiran psikiatrik tetapi
dalam masyarakat kita memasuki wilayah teologis, mistis dan budaya.
Kesurupan terjadi bisa dipicu oleh faktor jin atau manusia itu sendiri oleh
sebab itu, Rasulullah mengajarkan doa-doa yang dapat melindungi kita dari
gangguan jin.
B. Saran
Peran perawat dalam memberikan kebutuhan khusus untuk pasien dengan
keadaaan histeria dari pandangan islam dapat dengan pemberian psikoterapi
islam yang memiliki ruang lingkup selain dalam proses penyembuhan juga
pada usaha peningkatan diri seperti psikoterapi islam yang merupakan usaha
untuk peningkatan diri, membersihkan hati, menguasai pengaruh dorongan
primitif, menumbuhkan akhlakul karimah. Untuk kedepannya psikoterapi
islam dapat dikembangkan dengan yang lebih inofatif.
26
DAFTAR PUSTAKA
.
Beng-Yeong Ng, Yiong-Huak Chan. (2004). Psychosocial stressors that
precipitate dissociative trance disorder in Singapore. Australian and New
Zealand Journal of Psychiatry. Volume 38, Issue 6, pages 426–432.
Chiu, SN. (2007). Historical, Religious, and Medical Perspectives of Possession
Phenomenon. Hongkong Journal of Psychiatry ; 10 (1):14-18.
Holme, David. (1991) Abnormal Psychology, New York: Harper Collins
Publishers, Inc.,
Joyanna Silberg. Guidelines for the Evaluation and Treatment of Dissociative
Symptoms in Children and Adolescents. Journal of Trauma &
Dissociation, Vol. 5(3) 2006.
Kaplan HI, Sadock BJ. (2010) Synopsis of Psychiatry. seventh edition,
Baltimore;Williams & Wilkins.
Luh Ketut Suryani, Gordon D. Johnson. (2006). Trance and Possession in Bali: A
Window on Western Multiple Personality, Possession Disorder, and
Suicide. Oxford University Press
Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. (2009). Surabaya, Airlangga
University Press,
Oohashi T, Kawai N, Honda M, Nakamura S, Morimoto M, Nishina E, Maekawa
T (2002) Electroencephalographic measurement of possession trance in
the field. Clin Neurophysiol 113:435-445.
The American Psychiatric Publishing Textbook of Psychiatry, 5th Edition.
Wulf, D.M.(1997). Psychology of Religion Classic and Contemporary. 2nd
edition. New York : John Wiley & Sons, Inc
Arifin Z, Isep. 2017. Bimbingan dan Perawata Rohani Islam di Rumah Sakit.
Bandung: Fokus Media.
Musfir bin Said Az-Zahrani. 2005. Konseling Terapi. Jakarta: Gema Insani.
27
28