Anda di halaman 1dari 25

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Sungai dan Penyebab Banjir

Sungai merupakan saluran terbuka yang terbentuk secara alamiah di


atas permukaan bumi, tidak hanya menampung air tetapi juga mengalirkannya
dari bagian hulu ke bagian hilir.1
Sungai adalah salah satu ekosistem perairan yang dipengaruhi oleh
banyak faktor, baik oleh aktivitas alam maupun aktivitas manusia di Daerah
Aliran Sungai (DAS). Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan
bumi yang terbentuk secara alamiah, mulai dari bentuk kecil dibagian hulu
sampai dibagian hilir.2
Sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan
sehingga membentuk suatu totalitas.(KBBI)
Jadi sistem sungai adalah salah satu sistem kecil yang berada didalam
hidrologi. Sistem hidrologi merupakan siklus air yang kompleksmulai dari
menguapnya air laut menuju atmosfer, kemudian menuju darat dan kembali
lagi ke laut.3
Banjir adalah peristiwa terjadinya genangan (limpahan) air di areal
tertentu sebagai akibat meluapnya air sungai/danau/laut yang menimbulkan
kerugian baik materi maupun non-materi terhadap manusia dan lingkungan.
Banjir bisa terjadi perlahan-lahan dalam waktu lama atau terjadi mendadak
dalam waktu yang singkat yang disebut banjir bandang.

1
1Junaidi, Fathona Fajri, “Analisis Distribusi Aliran Sungai Musi(Ruas Jembatan Ampera Sampai
Dengan Pulau Kemaro”. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan. Vol 2 No.3, September 2014, hal 542.
2
https://limnologifpikub2013-wordpress-
com.cdn.ampproject.org/v/s/limnologifpikub2013.wordpress.com/2013/07/16/32/amp/?amp...
3
Rendhiesuswanto.blogspot.com

3
4

Terjadinya banjir disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :


1. Curah hujan yang tinggi dalam waktu yang lama.
2. Terjadinya hambatan di muara sungai akibat terjadinya pasang
3. Naik yang bersamaan dengan puncaknya volume air yang mengalir di sungai.
4. Perubahan kondisi lahan pada daerah aliran sungai (DAS) baik di hulu, tengah
dan hilir akibat adanya penebangan hutan, pengembangan pemukiman,
industri dan lain-lain.
5. Terjadinya penurunan permukaan tanah akibat penyedotan air tanah secara
berlebihan terutama di daerah perkotaan.
6. Perubahan penggunaan lahan dari daerah pertanian, perkebunan dan hutan
menjadi permukiman yang menyebabkan berkurangnya daerah resapan air.
7. Pembangunan drainase yang tidak memperhitungkan kondisi lahan.
8. Adanya kebiasaan masyarakat yang membuang sampah padat ke saluran
drainase dan sungai yang mengakibatkan pendangkalan dan penyempitan alur
sungai serta menghambat aliran.4

Penyebab Substantif Banjir :


 Struktur Ilegal di / di seluruh Saluran Drainase
 Reklamasi / Perambahan Lahan
 Tidak ada yang mengindahkan ramalan cuaca
 Perencanaan Fisik yang Buruk
 Saluran Drainase yang tidak memadai
 Pemanasan global
 Penyumbatan Kanal / Saluran Air
 Kelalaian
 Kebijakan dan Program Pemerintah
 Bendungan / Tanggul yang runtuh

4
Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI, Banjir, Jakarta, 2007, hal 1.
5

 Sifat medan
 Badai Hujan Lebat
 Aliran air dasar
 Aliran Air dari Pusat Cuci Mobil
 Aliran Mata Air
 Penyiraman Bunga / Irigasi Pertanian
 Konstruksi & Rekonstruksi
 Penyaluran Saluran Saluran Drainase illegal
 Kegiatan Sosial / Budaya
 Gelombang laut / lumba-lumba
 Pengelolaan Sampah yang Buruk5

Terjadinya banjir disebabkan oleh kondisi dan fenomena alam


(topografi, curah hujan), kondisi geografis daerah dan kegiatan manusia yang
berdampak pada perubahan tata ruang atau guna lahan di suatu daerah.6
Kodoatie dan Syarief (2006) menjelaskan faktor penyebab banjir a.l
perubahan guna lahan, pembuangan sampah, erosi dan sedimentasi, kawasan
kumuh di sepanjang sungai, system pengendalian banjir yang tidak tepat,
curah hujan tinggi, fisiografi sungai, kapasitas sungai yang tidak memadai,
pengaruh air pasang, penurunan tanah, bangunan air, kerusakan bangunan
pengendali banjir.

Berdasarkan kodisi geografisnya, kawasan yang terletak di dataran


banjir mempunyai resiko yang besar tergenang banjir. Terjadinya banjir juga
dipengaruhi oleh kegiatan manusia atau pembangunan yang kurang
memperhatikan kaidah-kaidah konservasi lingkungan.

5
Kofo A Aderogba,” Substantive Causes and Effects of Floods in South Western Nigeria
and Sustainable Development of the Cities and Towns”. Journal of Emerging Trends in Educational
Research and Policy Studies (JETERAPS) . 2012.Vol 3 No.4.hal.554.
6
3Rosyidie, Arief, “Banjir : Fakta dan Dampaknya, serta Pengaruh dari Perubahan Guna Lahan”.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan kota, Vol 24 No. 3, Desember 2013, hal 243.
6

Banyak pemanfaatan ruang yang kurang memperhatikan


kemampuannya dan melebihi kapasitas daya dukungnya.

Di wilayah perkotaan, ruang terbuka hijau dan taman kota luasnya


masih banyak yang dibawah luas yang ideal untuk sebuah kota, kini semakin
berkurang terdesak oleh permukiman maupun penggunaan lain yang dianggap
mampu memberikan keuntungan ekonomi yang lebih tinggi.

Akibat dari berkurangnya RTH kota maka tingkat infiltrasi di kawasan


tersebut menurun sedangkan kecepatan dan debit aliran permukaannya
meningkat. Ketika turun hujan lebat dalam waktu yang lama, maka sebagian
besar air hujan akan mengalir diatas permukaan tanah dengan kecepatan dan
volume yang besar dan selanjutnya terakumulasi menjadi banjir. Banyak
kawasan atau jalan-jalan di Bandung yang mengalami hal seperti tersebut
sehingga mirip sungai di tengah kota.

Dalam hal perilaku atau kesadaran masyarakat terhadap lingkungan,


masih banyak masyarakat yang belum atau kurang menyadari bahwa perilaku
sehari-hari atau kegiatan yang dilakukannya dapat merugikan orang lain, baik
di daerah tersebut maupun di daerah lain..7

Banjir adalah suatu fenomena alam yang terjadi pada saat musim
hujan. Banjir bisa disebabkan oleh ketidakmampuan sungai dalam
menampung debit aliran permukaan atau terhalangnya aliran permukaan
untuk masuk ke saluran alami yang umumnya berupa sungai. Terhalangnya
aliran permukaan untuk masuk ke sungai umumnya dikarenakan sistem
drainase yang ada belum memadai atau tidak sesuai dengan kondisi lapangan.

7
4Rosyidie, Arief, “Banjir : Fakta dan Dampaknya, serta Pengaruh dari Perubahan Guna Lahan”.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan kota, Vol 24 No. 3, Desember 2013, hal 244.
7

Ketidakmampuan sungai dalam menampung debit aliran permukaan


dapat disebabkan oleh tingginya debit aliran permukaan atau dimensi sungai
yang tidak memadai. Kemampuan sungai dalam menampung debit aliran
permukaan disebut dengan kapasitas sungai (Sosrodarsono, 2003).

Kapasitas sungai tergantung dari besarnya luas penampang melintang


sungai dan kecepatan aliran sungai. Kecepatan aliran sungai tergantung dari
material penyusun badan sungai, kemiringan dasar sungai, dan jari-jari
penampang basah sungai (Mays, 2005). Material penyusun badan sungai akan
menentukan angka kekasaran saluran yang sering disebut dengan angka
kekasaran Manning's.

Besar kecilnya kapasitas aliran sungai ditentukan oleh luas penampang


basah dari penampang melintang sungai. Karena adanya sedimentasi, tanaman
gulma yang tumbuh di badan sungai, sampah, dan yang lain pada umumnya
kapasitas aliran sungai menurun dari waktu ke waktu. Sementara itu, debit
aliran permukaan yang masuk ke sungai dari waktu ke waktu makin besar.
Peningkatan besarnya debit aliran permukaan disebabkan oleh peningkatan
lapisan yang tidak tembus air, tingginya curah hujan, dan turunnya jumlah
penampungan air hujan di lahan (Suharyanto, 2006). Peningkatan lapisan
yang tidak tembus air disebabkan oleh pembangunan yang menutup lapisan
yang tembus air menjadi lapisan yang tidak tembus air, misalnya rumah, jalan,
parkir, dan material lain yang tidak tembus air.

Penurunan daya tampung lahan terhadap air hujan disebabkan oleh


perubahan penggunaan lahan dari guna lahan yang mampu menampung air
hujan menjadi lahan yang kurang mampu untuk menampung air hujan.
Misalnya, lahan hutan yang masih banyak humus atau seresahnya akan
mampu menyimpaan air hujan yang lebih besar bila dibandingkan dengan
lahan yang bukan hutan (Plate, 2002).
8

Sebaliknya lahan pemukiman tanpa sumur resapan atau bentuk


detention pond yang lain sudah tidak bisa menyimpan air hujan. Semua curah
hujan akan menjadi aliran permukaan.

Peningkatan debit aliran permukaan juga disebabkan oleh peningkatan


curah hujan yang akhir-akhir ini peningkatannya cukup siginfikan. Hal ini
dikarenakan adanya perubahan iklim yang cukup besar pengaruhnya terhadap
intensitas curah hujan (Shrestha et al., 2014)8

Banjir merupakan salah satu jenis bencana alam yang saat ini sering
terjadi di Indonesia. Banyak faktor yang dapat menyebabkan banjir,
diantaranya adalah pembangunan yang tidak memperhatikan nilai nilai
lingkungan sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem dalam suatu
DAS. Hasil penelitian jangka panjang dan dilakukan di berbagai penjuru
dunia juga menunjukkan bahwa jumlah aliran air meningkat apabila (Bosch
dan Hewlett, 1982 dalam Hibbert 1983): Hutan ditebang atau dikurangi dalam
jumlah yang cukup besar; Jenis vegetasi diubah dari tanaman yang berakar
dalam menjadi tanaman berakar dangkal; Vegetasi penutup tanah diganti dari
tanaman dengan kapasitas intersepsi tinggi ke tanaman dengan tingkat
intersepsi yang lebih rendah.9

B. Luapan Sungai
Ada tiga parameter yang diperlukan dalam analisis luapan sungai
yaitu, debit aliran permukaan, geometri sungai, dan material badan sungai.
Ada beberapa metode dalam analisis debit aliran permukaan diantarnya
metode rasional, Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu, dan Melchior.

8
1Suharyanto, Agus,”Prediksi Titik Banjir Berdasarkan Kondisi Geometri Sungai”. Jurnal Rekaya Sipil.
Vol 8 No. 3, 2014, hal 229.
9
2Alfian Galih Utama,Arwan Putra Jaya,Abdi Sukmono, “Kajian Kerapatan Sungai Dan Indeks
Penutupan Lahan Sungai Menggunakan Penginderaan Jauh”. Jurnal Geodesi Undip. Vol 5 No.1,
Tahun 2016, hal. 286.
9

Di Indonesia, terutama di pula Jawa HSS Nakayasu sering digunakan untuk


analisis debit aliran permukaan. Hal ini dikarenakan jumlah dan distribusi
stasiun pengamatan curah hujan dan stasiun pengamatan tinggi muka air
sungai yang masih kurang.

Disamping itu, HSS Nakayasu dibangun di Jepang yang mempunyai


bentuk topografi yang mirip dengan pulau Jawa, yaitu sungainya relative
pendek dan mempunyai beda tinggi yang cukup besar antara hulu dengan
hilir.10
Banjir luapan sungai adalah banjir yang terjadi karena aliran sungai
memiliki debit diatas normal sehingga air sungai melimpah keluar dari saluran
sungai. Aliran sungai dikatakan normal apabila aliran sungai itu terbatas
dibawah tebing saluran sungai.11

C. Hukum – Hukum Fisika Yang Mendasari Banjir

Banjir merupakan keadaan sungai dimana aliran airnya tidak


tertampung oleh palung sungai, karena debit banjir lebih besar dari kapasitas
sungai yang ada. Secara umum banjir dapat dikatogorikan menjadi dua hal
yaitu karena sebab alami dan karena tindakan manusia (kodoatie, sugiyanto.
2002, dalam skripsi Nurhadi, 20013:11).

Terbentuknya banjir ini dapat dijelaskan dalam konsep fisika yaitu


dengan konsep fluida. Pada prinsipnya air mengalir dari tempat yang tinggi ke
tempat yang rendah dan air menempati ruang. Air hujan yang jatuh ke bumi
akan di tempatkan ke segalah arah. Air hujan tersebut ada yang tertampung di

10
2Suharyanto, Agus,”Prediksi Titik Banjir Berdasarkan Kondisi Geometri Sungai”. Jurnal Rekaya Sipil.
Vol 8 No. 3, 2014, hal 230.
11
Dari
Wahyuancol.wordpress.com.cdn.ampproject.org/v/s/wahyuancol.wordpress.com/2008/06/06/banjir
-luapan-sungai/amp…
10

sungai, waduk, bendungan, dan ada yang diserap oleh tanah (akar-akar
pohon).

Pada saat hujan turun dengan debit yang cukup deras akan
menghasilkan jumlah air yang banyak. Air dengan jumlah yang banyak
membutuhkan luas penampang yang besar, hal ini sesuai dengan teori fisika
bahwa semakin besar debit air maka semakin besar volume air yang
dihasilkan setiap satuan waktu.

Pada fluida, persamaan manning berkaitan dengan persamaan


kontuniutas untuk penampang terbuka seperti aliran banjir. Berdasarkan
persamaan manning kecepatan aliran banjir dapat dituliskan:
V=1/n R^(2/3) I^(1/2) (1)
Dimana n adalah koefisien manning, R adalah jari-jari, I adalah
kemiringan, dan V adalah kecepatan aliran. Sehingga debit aliran banjir dapat
ditentukan:
Q=AV=1/n AR^(2/3) I^(1/2) (2)
Dimana q adalah debit banjir, n adalah koefisien manning, r adalah jari
jari, i adalah kemiringan, dan v adalah kecepatan aliran.

Banjir mempengaruhi benda tegar seperti bendungan, jembatan, dan


bangunan. Jika aliran banir mengenai suatu penahan seperti bendungan maka
momen gaya pada dasar penahan dapat detentukan. Gaya-gaya pada benda
tegar karena aliran air banjir dapat dilihat pada gambar 1

Gambar 1. Gaya yang Bekerja pada Bendungan


11

Gambar 1 menunjukkan bendungan dengan ketinggian H dikenai


banjir dan menekan dinding penahan sepanjang L. Gaya df akan
menekan penahan setebal dy pada jarak y dari dasar adalah:

F=1/2 〖ρgLH〗^2 (3)

Maka momen gaya F terhadap besar dinding penahan adalah


dτ = dF. Y (4)

τ=1/6 〖ρgLH〗^3 (5)

dimana F adalah gaya yang diberikan banjir, τ adalah torsi, ρ


adalah massa jenis air banjir, g adalah percepatan gravitasi, L adalah lebar
aliran, H adalah ketinggian banjir12.

Jika sungai, waduk, danau, atau bendungan tidak dapat menampung


air yang terlalu banyak dan tanah tidak mampu menyerap air, maka air
tersebut akan meluap dan mengalir ke tempat yang lebih rendah sehingga
daearah yang dekat dengan sungai, bendungan, waduk, ataupun danau dapat
terendam air yang menyebakan timbulnya banjir.

12
Jurnal Pillar Of Physics Education, Vol. 4. November 2014, 57-64 Pengaruh Lks Terintegrasi Materi
Bencana Banjir Pada Konsep Benda Tegar Dan Fluida Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Dalam Model
Case Based Learning, Hal. 58
12

Pada daerah yang padat penduduk dengan tingkat gorong-gorong air


yang kecil juga dapat menyebabkan terjadinya banjir. Hal ini karena gorong-
gorong tidak dapat menampung air dalam jumlah yang cukup besar.

Kecepatan aliran air pada banjir dipengaruhi oleh debit air dan luas
penampang. Semakin besar debit air maka semakin cepat pula laju aliran air.
Artinya Kecepatan aliran air berbanding lurus dengan debit air. Jika dikaitkan
dengan gaya dan tekanan maka dapat dijelaskan bahwa laju aliran air yang
besar akan memberikan gaya yang besar dan gaya yang besar akan
memberikan tekanan yang besar. laju aliran air juga bergantung pada letak
ketinggian suatu tempat. Semakin tinggi suatu tempat maka semakin besar
laju aliran air.

Hal ini dikaitkan dengan konsep energi yaitu energi potensial dan
energi kinetik. Oleh karena itu pada saat air hujan turun dengan debit yang
semakin besar maka kecepatan air akan semakin membesar begitu pula ketika
air yang meluap dari sungai, bendungan, ataupun waduk yang letaknya lebih
tinggi akan memiliki energi kinetik yang lebih besar sehingga kecepatan
aliran air juga akan semakin membesar. Kecepatan air yang besar akan
menyebabkan derasnya aliran air. Ketika aliran air ini menumbuk atau
menabrak benda-benda disekitarnya maka benda-benda benda tersebut akan
ikut terbawa arus atau tetap berada di tempatnya.

Ini tergantung dari besarnya tekanan yang diberikan oleh laju aliran
air. Laju aliran air yang besar akan menimbulkan gaya yang besar, gaya yang
besar ini memberikan tekanan pada benda-benda tersebut, jika benda-benda
tersebut tidak dapat menahan tekanan yang besar dari laju aliran air maka
benda-benda tersebut akan terbawa arus, tetapi jika benda-benda tersebut
mampu menahan tekanan dari laju aliran air maka benda-benda tersebut akan
tetap berada di tempatnya.
13

Benda-benda yang biasanya mampu menahan tekanan aliran air ini


adalah benda yang mempunyai luas penampang yang lebih besar dari
tekanannya. Oleh karena itu kita sering melihat bahwa ketika terajadi banjir
terdapat beberapa benda seperti rumah, mobil, ataupun benda-benda lain yang
terbawa arus air tetapi terdapat pula benda-benda seperti rumah yang tetap
kokoh.

Aliran air yang terjadi ketika banjir dapat berupa aliran trubulen
dimana pergerakan dari partikel-partikel fluida sangat tidak menentu karena
mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan. Pertukaran
momentum ini akan menimbulkan pusaran arus yang deras sehingga
menyebabkan kerugian yang dapat merusak bangunan-bangunan yang
terdapat di sekitarnya.

D. Karakteristik Fisika dari Banjir

Air merupakan substansi yang paling penting bagkehidupan makhluk


hidup di muka bumi, kejadian hujanmendatang tidak dapat di ukur secara
pasti melainkanhanya dapat di prediksi dan di estimasi dengan
pengukuranvariabel dan parameter yang cukup banyak.Pemahamanmengenai
fenomena hidrologi yang terjadi merupakanbagian dari siklus hidrologi yang
sangatlah kompleks sehingga di butuhkan suatu penyederhanaan
(abstraksi)dari siklus tersebut (Indarto, 2012). Di tiap Daerah AliranSungai
(DAS) mempunyai karakteristik fisik yangberbeda, seperti bentuk DAS,
panjang sungai utama, luasDAS, ordo sungai, kerapatan jaringan sungai
dankemiringan sungai.

Dari karakteristik DAS tersebut merupakan parameter yang dapat


mempengaruhi terhadap debit/debit puncak di sungai.Tujuan dari penelitian
ini adalah menganalisis pengaruh puncak banjir terhadap karakteristik fisik
14

Air Lematang dan sub DAS Air Selangis Besarserta menganalisis debit banjir
rancangan berdasarkan karakteristik fisik kedua subDAS dengan Metode
HSSGAMA I. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah hanya membahas
mengenai analisis debit banjir puncak berdasarkan karakteristik fisik kedua
sub DAS dengan metode HSS GAMA.

Salah satu contoh genangan yang telahdisurver primer hasil


wawancara maupunpengamatan lapangan, lokasi tersebut menjadisalah satu
lokasi yang telah tercatat pada genangan eksistong pada lokasi genangan ini
berlokasi pada jalan arteri yang memang seharusnya menjadi akses padat
aktivitas.Jalan yanglebar membuat kapasitas serapan air pada area ini
berkurang dengan tidak didukungnya pintu atau keterbukaan saluranyang
memenuhi. Terdapat bentuk dokumentasi yang telah dilakukan untuk
membandingkan karakteristik genangan secara visual pada waktu yang
berbeda yang ditunjukkan.

Genangan yang terjadi di Jalan Solo dekat Hotel Ambarukmo (kiri)


pada Bulan Desember 2015 dan (kanan) pada BulanJanuari 2015 (Foto
Pribadi, diambil oleh Novan).Karakteristik Genangan Banjir di KPY
Beberapa data sekunder karakteristik genangan yang pernah dicatat dan
disurvei oleh lembaga pemerintahan dapat dibandingkan dengan survei primer
yang dilakukan dalam penelitian ini sebagaimana terlihat. Ketinggian
genangan hasil survei primer dan data lembaga memiliki perbedaan yang
sederhana yaitu dimulai dari pengelompokan kategori ketinggian, terutama
pada ketinggian yang besar.

Hasil survei primer yang telah dilakukan tidak ada satu pun responden
menyebutkan ketinggian genangan mencapai 80 cm ke atas dengan
penyampaian apapun seperti menggunakan fisik badan atau benda (kendaraan,
trotoar, tembok, dll) yang mencirikan ketinggian tersebut.
15

Terdapat dua makna dalam mengartikan variabel lama menggenang


yaitu lama sejak genangan itu semakin tinggi hingga surut dan makna lama
menggenang setelah input dari hujan berhenti.

Dalam survei primer menggunakan makna yang kedua agar


perbedaannya bisa dibandingkan, karena di setiap wilayah memiliki waktu
hujan yang berbeda-beda. Data primer menunjukkan genangan di KPY sering
ditemui memiliki karakteristik lama menggenang kurang dari 1 jam dan 1 –
1,5 jam dengan persentase 46,25 persen dan 34,62 persen.Perbedaan lain
tentunya akan ditemukan apabila membandingkan variabel luasan. Ada
beberapa dasar perhitungan dan cara yang digunakan. Kedua data yang
dijelaskan pada Gambar 4 menunjukkan perbedaan selisih luasanterbesar dan
terkecil genangan yang ditemui di KPY.

Hasil survei primer dan pengukuranmenggunakan GIS mendapatkan


luasan genangan di atas 2000 meter persegi bahkan mencapai lebih dari 6000
meter persegi walaupun frekuensi tidak besar atau tidak banyak jumlah
genangan yang seperti itu.Gambar 5 menunjukkan perbandingan klasifikasi
frekuensi yang berbeda cara yang dilakukan di KPY. Jumlah genangan
frekuensi sering menjadi paling banyak ditemui dengan ciri hanya hujan biasa
(intensitas sedang) saja sudah terjadi genangan.

Data sekunder menujukkan jumlah 5 kali kejadian dalam setahun yang


banyak ditemui karakteristik genangan di KPY dengan persentase 65,46
persen.Ukuran luasan genangan yang paling banyak ditemukan pada
pengukuran penelitian ini yaitu 1000–2000 meter persegi sedangkan pada data
sekunder 500–1000 meter persegi. Sebaran dan karakteristik kejadian
genangan banjir di KPY sangat kompleks. Gambaran yang lebih jelas
mengenai sebaran genangan disertai data kuantitatif hasil survei dalam
kejadian waktu toleransi 5-10 tahun terakhir.
16

Kejadian-kejadian genangan yang memiliki karakteristik lama surut


besar atau paling lama terjadi di jalan-jalan arteri dan jalankolektor atau dapat
dikatakan di jalan-jalan utama. Hal ini menunjukkan jalan-jalan yang besar
memiliki waktu surut yang cukup lama. Waktu traveltime dari limpasan
menuju sungai mengalami sumbatan atau volume maupun lubang drainase
masih kurang besar.

Genangan yang telah dilakukan survei sejumlah 52 titik atau lokasi di


KPY terbesar memiliki karakteristik lama menggenang kurang dari 1 jam
dengan persentase 46,15 persen dan terbanyak terdapat di jalan lokal.Lokasi
genangan yang terdapat pada jalan arteri justru lebih besar atau lebih banyak
ditemui dibandingkan lokasi genangan yang ada di jalan kolektor. Jalan arteri
yang seharusnya memiliki sistem drainase yang lebih baik karena kondisinya
yang penting sebagai akses dan kelas lebih tinggi justru ditemui lebih banyak
genangan.

Alasan yang bisa menjelaskan hal tersebut diantaranya melalui survei


ditemuinyapembatas jalan yang menghalangi air mengalir. Pembatas jalan
atau medium jalan yang ada seperti pada jalan Ring Road terlalu tinggi
bahkan tidak ada lubang untuk menyalurkan. Hubungan Karakteristik Fisik
Kawasan Terhadap Genangan BanjirKawasan Perkotaan Yogyakarta
menunjukkan penggunaan lahan yang koefisien penggunaan lahan di area
genangan radius 250 meter memiliki nilai yang tinggi.

Nilai koefisien yang paling seringmenghasilkan berbagai jenis tinggi


genangan yaitu 60 – 65, sedangkan frekuensi paling banyak yaitu 65 – 70
dengan persentase 23,08 persen. Apabila dihubungkan dengan karakteristik
tinggi genangan, hasil tabulasi yang sering muncul yaitu nilai koefisien 70 –
75 pada ketinggian genangan 30 cm dan nilai koefisien 75 – 80 ketinggian
yang lebih besar yaitu 40 cm.
17

Pada koefisien lebih dari 80 ditemui di beberapa lokasi genangan


dengan karakteristik genangan 20 cm, 30 cm, dan 40 cm. Hal ini
menunjukkan pada nilai koefisien ini memang jarang ditemui karena sangat
padat sekali dan hanya beberapa lokasi saja yang terjadi genangan. Secara
umum nilai koefisien yang semakin besar mulai dari nilai 60 terjadi
perubahan yang terlihat dengan ditemuinya genangan yang semakin sering
atau banyak pada nilai 60 ke atas, namun berkurang pada nilai 80.

Hasil pengukuran dan penilaian terhadap kelerengan lahan yang ada di


sekitar genangan menunjukkan genangan semakin banyak ditemui di daerah
yang semakin datar. Penjelasan tersebut ditunjukkan dari nilai koefisien
kelerengan yang semakin kecil ditemui frekuensi genangan yang
semakinbesar atau semakin banyak genangan tanpa memperhatikan
karakteristik genangan yang terjadi. Pada menjelaskan tabulasi silang antara
nilai koefisien kelerengan terhadap tinggi genangan.

Adapun jarak perbedaan nilai yang ditemui berkisar kurang dari 5,5
hingga dari 8,5 yang ada di KPY. Pada nilai kemiringan atau kelerengan yang
besar juru ditemui frekuensi genangan tertinggi sedangkan nilai kelerengan
terkecil ditemui frekuensi genangan terendah. Hal ini didasarkan atas
penilaian kontur atau kemiringan secara makro kedetilan sekitar 30 meter saja
menunjukkan daerah datar lebih banyak menghasilkan atau ditemui genangan.
Tinggi genangan 20 cm, 30 cm, dan 40 cm menjadi karakteristik genangan
yang sering muncul pada Tabel 6. hasil tabulasi dengan persentase frekuensi
berturut-turut 19,23 persen, 32,69 persen, dan 26, 92 persen.

Hubungan Karakteristik Fisik Kawasan Terhadap Genangan


BanjirKawasan Perkotaan Yogyakarta menunjukkan penggunaan lahan yang
cukup padat koefisien penggunaan lahan di area genanganradius 250 meter
memiliki nilai yang tinggi. Nilai koefisien yang paling seringmenghasilkan
18

berbagai jenis tinggi genangan yaitu 60 – 65, sedangkan frekuensi paling


banyak yaitu 65 – 70 dengan persentase 23,08 persen. Apabila dihubungkan
dengan karakteristik tinggi genangan, hasil tabulasi yang sering muncul yaitu
nilai koefisien 70 –75 pada ketinggian genangan 30 cm dan nilai koefisien 75
– 80 ketinggian yang lebih besar yaitu 40 cm. Pada koefisien lebih dari 80
ditemui di beberapa lokasi genangan dengan karakteristik genangan 20 cm, 30
cm, dan 40 cm.

Hal ini menunjukkan pada nilai koefisien ini memang jarang ditemui
karena sangat padat sekali dan hanya beberapa lokasi saja yang terjadi
genangan. Secara umum nilai koefisien yang semakin besar mulai dari nilai
60 terjadi perubahan yang terlihat dengan ditemuinya genangan yang semakin
sering atau banyak pada nilai 60 ke atas, namun berkurang pada nilai 80.Hasil
pengukuran dan penilaian terhadap kelerengan lahan yang ada di sekitar
genangan (dalam Lampiran 26) menunjukkan genangan semakin banyak
ditemui di daerah yang semakin datar. Penjelasan tersebut ditunjukkan dari
nilai koefisien kelerengan yang semakin kecil ditemui frekuensi genangan
yang semakin besar atau semakin banyak genangan tanpa memperhatikan
karakteristik genangan yang terjadi.

Menjelaskan tabulasi silang antara nilai koefisien kelerengan terhadap


tinggi genangan. Adapun jarak perbedaan nilai yang ditemui berkisar kurang
dari 5,5 hingga dari 8,5 yang ada di KPY. Pada nilai kemiringan atau
kelerengan yang besar juru ditemui frekuensi genangan tertinggi sedangkan
nilai kelerengan terkecil ditemui frekuensi genangan terendah. Hal ini
didasarkan atas penilaian kontur atau kemiringan secara makro kedetilan
sekitar 30meter saja menunjukkan daerah datar lebih banyak menghasilkan
atau ditemui genangan.
19

Tinggi genangan 20 cm, 30 cm, dan 40 cm menjadi karakteristik


genangan yang sering muncul. Hasil tabulasi dengan persentase frekuensi
berturut-turut 19,23 persen, 32,69 persen, dan 26, 92 persen. Hubungan
Karakteristik Fisik Kawasan Terhadap Genangan BanjirKawasan Perkotaan
Yogyakarta menunjukkan penggunaan lahan yang cukup padat dilihat dari
Tabel 5 menunjukkan koefisien penggunaan lahan di area genangan radius
250 meter memiliki nilai yang tinggi. Nilai koefisien yang paling
seringmenghasilkan berbagai jenis tinggi genangan yaitu 60 – 65, sedangkan
frekuensi paling banyak yaitu 65 – 70 dengan persentase 23,08 persen.

Apabila dihubungkan dengan karakteristik tinggi genangan, hasil


tabulasiyang sering muncul yaitu nilai koefisien 70 –75 pada ketinggian
genangan 30 cm dan nilai koefisien 75 – 80 ketinggian yang lebih besar yaitu
40 cm. Pada koefisien lebih dari 80 ditemui di beberapa lokasi genangan
dengan karakteristik genangan 20 cm, 30 cm, dan 40 cm. Hal ini
menunjukkan pada nilai koefisien ini memang jarang ditemui karena sangat
padat sekali dan hanya beberapa lokasi saja yang terjadi genangan. Secara
umum nilai koefisien yang semakin besar mulai dari nilai 60 terjadi
perubahan yang terlihat dengan ditemuinya genangan yang semakin sering
atau banyak pada nilai 60 ke atas, namun berkurang pada nilai 80.Hasil
pengukuran dan penilaian terhadap kelerengan lahan yang ada di sekitar
genangan menunjukkan genangan semakin banyak ditemui di daerah yang
semakin datar.

Penjelasan tersebut ditunjukkan dari nilai koefisien kelerengan yang


semakin kecil ditemui frekuensi genangan yang semakin besar atau semakin
banyak genangan tanpa memperhatikan karakteristik genangan yang terjadi.
terhadap tinggi genangan. Adapun jarak perbedaan nilai yang ditemui berkisar
kurang dari 5,5 hingga dari 8,5 yang ada di KPY.
20

Pada nilai kemiringan atau kelerengan yang besar juru ditemui


frekuensi genangan tertinggi sedangkan nilai kelerengan terkecil ditemui
frekuensi genangan terendah. Hal ini didasarkan atas penilaian kontur atau
kemiringan secara makro kedetilan sekitar 30.Genangan yang terjadi
mensyaratkan sejumlah air yang turun atau hujan sehingga genangantersebut
terjadi tanpa mendahulukan faktor-faktor lain. Jumlah terbanyak pada
karakteristik genangan lain yaitu pada genangan yang memiliki tinggi 30 cm
terjadi pada hujan tahunan yang masih sama yaitu 2125 mm atau pada interval
2100 – 2150 mm

Secara umum genangan yang ada di KPY berada di hujan wilayah


bervariasi dengan nilai mean curah hujan tahunan minimum hingga maksimal
berturut-turut yaitu 1975 mm, 2025 mm, 2075 mm, 2125 mm, 2175 mm, dan
2225 mm. Ketinggian genangan terkecil dan terendah justru tidak ditentukan
dengan besar kecilnya nilai hujan tahunan yang terjadi di pada area genangan..

E. Resiko dan Rawan Banjir

Untuk menghasilkan permintakatan risiko bencana banjir bandang


maka diperlukan beberapa tahapan analisis, adapun tahapan analisis tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Analisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kerentanan bencana
banjir bandang
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kerentanan banjir
bandang ditinjau dari teori-teori terkait kerentanan bencana banjir.
Dalam analisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bencana banjir
digunakan analisis deskriptif, analisis delphi, dan analisis AHP.
Analisis deskriptif mendeskripsikan mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kerentanan banjir bandang.
21

Analisis delphi digunakan untuk fiksasi dan memperkuat


faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kerentanan dari analisa
deskriptif berdasarkan responden dari stakeholders. Analisis AHP
digunakan untuk menentukan bobot tiap faktor yang berpengaruh
terhadap kerentanan, dalam analisis ini digunakan alat analisis expert
choise 11.

2. Analisis tingkat kerentanan bencana banjir bandang


Teknik analisa yang digunakan untuk memperoleh zonasi
risiko bencana banjir bandang berdasarkan tingkat kerentanannya
adalah menggunakan teknik overlay weighted sum beberapa
peta/faktor yang berpengaruh terhadap kerentanan. Metode analisis ini
merupakan analisis spasial dengan menggunakan teknik overlay
beberapa peta yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap penilaian kerentanan. Alat analisis yang digunakan adalah
dengan menggunakan geographic information system (GIS).

3. Analisis tingkat bahaya bencana banjir bandang


Teknik analisis untuk mengidentifikasi karakteristik bahaya
banjir dengan menggunakan metode weighted overlay atau sistem
tumpang susuun variabel indikator bahaya banjir tanpa pembobotan
dengan asumsi bahwa semua variabel dianggaps sama yaitu 1.
Pengidentifikasian karakteristik bahaya banjir dengan diawali
gambaran karakteristik banjir yang terjadi di tahun 2006 hinga 2011
yakni area terkena bencana banjir yang digambarkan dari kecepatan
aliran, ketinggian genangan, lama genangan, jumlah rumah yang
rusak, dan material yang dihanyutkan pada masing-masing kecamatan.
22

Kemudian pengelompokan variabel karakteristik bahaya banjir


bandang dari tingkatan yang tertinggi sampai terendah mengacu pada
parameter dari penelitian yang dilakukan lestari, 2011 terkait
karakteristik bahaya.

Setelah itu dilakukan analisi weighted overlay untuk menilai


tingkat bahaya banjir dari variable ketinggian genangan dan durasi
genangan. Berdasarkan pedoman rencana penanggulangan bencana,
bahwa dalam penentuan zona bencana agar didapatkan hasil yang
lebih teliti dan detail, yaitu dengan membagi menjadi lima (5 kelas).
Sehingga visualisasi dari zona bahaya akan memiliki 5 tingkatan kelas,
yaitu kelas 1 (tidak bahaya) sampai kelas 5 (sangat bahaya).

4. Analisis zona risiko bencana banjir bandang

Dalam analisa ini, alat analisa yang digunakan dalam


penentuan zona risiko adalah Map Algebra dari rumus fungsi Risiko
dengan Spatial Analyst Tool yaitu Raster Calculator. Raster calculator
berguna dalam mathematical calculations dari rumus fungsi Risiko.
Input data yang di overlay adalah adalah data zonasi bahaya (hazards)
banjir dan data kerentanan (vulnerability) banjir. Berdasarkan
pembagian zona risiko yang telah dilakukan harta (2010), zona risiko
dibagi menjadi 5 kelas dengan spesifikasi kelas zona agak berisiko,
zona tinggi risiko, dan zona paling tinggi risiko.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan tingkat kerentanan


terhadap bencana banjir adalah:
1. Aspek lingkungan yang terdiri dari, topografi, (ketinggian dataran
yang rendah, kelerengan yang curam), intensitas curah hujan yang
23

tinggi, jenis tanah, jenis penggunaan lahan, dan kedekatan dari


sungai.

2. Aspek fisik yang terdiri dari, rasio kondisi jalan yang yang rusak
dan tingginya kepadatan bangunan

3. Aspek sosial yang terdiri dari, tingginya laju pertumbuhan


penduduk, tingginya kepadatan penduduk, dan persentase usia
tua+balita

4. Aspek ekonomi terdiri dari persentase mayarakat miskin dan


banyaknya pekerja yang bekerja disektor rentan (petani)

F. Prediksi Banjir

Banyak cara yang dilakukan untuk menangani masalah banjir salah


satu yang digunakan yaitu menggunakan penginderaan jauh Arini( 2005)
dalam isnaini, dkk (2013) menjelaskan bahwa penginderaan jauh adalah suatu
teknologi yang mampu melakukan pemantauan dan identifikasi segala macam
hal yang ada di permukaan bumi melalui citra satelit maupun foto udara yang
diolah dengan menggunakan fasilitas sistem informasi geografis (SIG).

Melakukan pemodelan hidrologi menggunakan data-data satelit


dengan alat bantu program, yaitu integrated flood Analysis system (IFAS)
untuk analisis debit banjir pada sub-DAS rokan dengan kalibrasi model
hidrologi yang menggunakan data pengukuran debit. Dalam IFAS , terdapat
model tangki yang telah dimodifikasi berdasarkan beberapa penelitian yaitu:
24

1. Model permukaan
Merupakan model tangki yang membagi curah hujan menjadi
aliran permukaan. Lapisan tangki memiliki 7 parameter yang akan
digunakan untuk dasar kalibrasi yaitu kapasitas kalibrasi akhir, tinggi
tampungan maksimum, tinggi aliran dan koefisien pengaturan aliran
dan tinggi tampungan awal.

2. Model air tanah


Tangki pada model ini dibagi menjadi aliran, koefisien
pengaturan aliran, tinggi tampungan dimana aliran terjadi, dan tinggi
tampungan awal.

3. Model alur sungai


Model dilakukan dengan cara membandingkan debit hasil
simulasi dengan debit terukur yang tersedia, dengan menggunakan
indikator yaitu, kesalahan bentuk gelombang, kesalahan volume dan
kesalahan debit puncak.13

pengelolaan banjir dapat diklasifikasikan. Itu ditemukan


berguna untuk membedakan tiga tingkat dalam risiko banjir
manajemen:
- tingkat operasi proyek
- proyek tingkat desain
- tingkat keputusan teknik membuat melibatkan memperkirakan
risiko dalam pengaturan analisis manfaat biaya.14

13
Arisni, Karunia..Penggunaan Data Satelit Untuk Pemodelan Hidrologi Dan Analisis Banjir Di Sub-DAS
Rokan Stasiun Lubuk Bandara. vol 3, No 12016.
14
Erich J. Plate. 2002. Flood Risk And Flood Management. Journal of Hydrology. Vol 2. No 11.
25

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Banjir hanyalah salah satu dari sekian banyak bencana alam yang
sering terjadi. Banjir sering terjadi terutama pada musim hujan dengan
intensitas yang sering dan lebat. Daerah yang menjadi langganan banjir
terutama pada daerah sekitar arus sungai. Namun daerah yang jauh dari
sungai pun kadang terkena musibah banjir juga jika curah banjir terjadi
hujan yang datang terus menerus dan sungai tidak lagi sanggup menampung
banyaknya air hujan.

Bencana banjir yang terjadi di Indonesia selama ini tidak semata-mata


disebabkan oleh alam, namun juga disebabkan oleh perilaku manusia itu
sendiri. Dengan demikian, maka seluruh lapisan masyarakat yang ada di
Indonesia serta pemerintah harus bersama-sama mencegah agar bencana
banjir tidak semakin parah, dan pada akhirnya Indonesia bebas dari banjir.

A. SARAN
Bencana banjir yang selama ini terjadi di Indonesia telah membawa
kerugian yang sangat besar. Melihat kondisi ini, maka pencegahan banjir
adalah hala yang mutlak yang harus dilakukan oleh seluruh warga negara
Indonesia guna mencegah dan meminimalkan dampak yang akan terjadi
akibat bencana banjir.

Adapun hal-hal yang harus kita lakukan untuk mencegah bencana


banjir adalah sebagai berikut:

 Menghentikan penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi,


 Mencegah terjadinya pendangkalan sungai,
 Tidak membuang sampah sembarangan termasuk di aliran sungai
 Membuat saluran air yang memadai
 Membuat tanggul yang baik
26

DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, Fathona Fajri. 2014 .Analisis Distribusi Aliran Sungai Musi(Ruas Jembatan
Ampera Sampai Dengan Pulau Kemaro. Jurnal Teknik Sipil Dan Lingkungan. Vol 2
No.3

https://limnologifpikub2013-wordpress-
com.cdn.ampproject.org/v/s/limnologifpikub2013.wordpress.com/2013/07/16/32/amp
/?amp...

Rendhiesuswanto.blogspot.com

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan RI. Banjir. Jakarta. 2007.


Rosyidie, Arief. 2013.Banjir : Fakta dan Dampaknya, serta Pengaruh dari
Perubahan Guna Lahan.Jurnal Perencanaan Wilayah dan kota.Vol 24 No. 3.

Suharyanto, Agus. 2014.Prediksi Titik Banjir Berdasarkan Kondisi Geometri Sungai.


Jurnal Rekaya Sipil. Vol 8 No. 3.

Alfian Galih Utama,Arwan Putra Jaya,Abdi Sukmono. 2016 .Kajian Kerapatan


Sungai Dan Indeks Penutupan Lahan Sungai Menggunakan Penginderaan Jauh.
Jurnal Geodesi Undip. Vol 5 No.1.

Wahyuancol.wordpress.com.cdn.ampproject.org/v/s/wahyuancol.wordpress.com/200
8/06/06/banjir-luapan-sungai/amp

Jurnal Pillar Of Physics Education, Vol. 4. 2014.Pengaruh Lks Terintegrasi Materi


Bencana Banjir Pada Konsep Benda Tegar Dan Fluida Terhadap Hasil Belajar
Fisika Siswa Dalam Model Case Based Learning.
27

Https://Www.Kompasiana.Com/Vildaz/5a24ad9ab3f86c61984beaa2/Teori-Banjir-
Berdasarkankonsep-Fisika-Dan-Early-Warning-System-Di-Indonesia

Jurnal Bering’s vol 06 No 2 Oktober 2017 Analisis Karakteristik Fisik Subdas Air
Lematang Dam Subdas Air Selangie Besar Terhadap Debit Banjir Puncak.

Hubungan Genangan Banjir Dengan Karakteristik Fisik Kawasan Perkotaan


Yogyakarta,Novan. Dwiky@Gmail.Com

Arisni, Karunia. 2016. Penggunaan data satelit untuk pemodelan Hidrologi Dan
analisis Banjir di sub-DAS Rokan Stasiun Lubuk Bandara.vol 3. No 1.

Erich J. Plate. 2002. Flood Risk And Flood Management. Journal of Hydrology. Vol
2. No 11.

Kofo A Aderogba. 2012.” Substantive Causes and Effects of Floods in South Western
Nigeria and Sustainable Development of the Cities and Towns”. Journal of Emerging
Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) .

Anda mungkin juga menyukai